Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session

EKTIMA

Oleh :

Amalia Kartika 2040312101

Ghina Muthmainnah A Yasin 2040312078

Preseptor :

dr.Rina Gustia,Sp.KK(K),FINSDV,FAADV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis


ucapkan atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan waktu, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session “Ektima”. Case Report Session
ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr.Rina Gustia, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV, sebagai
preseptor yang telah membimbing penulis dalam penulisan makalah Case Report Session ini.

Tentunya penulisan makalah Case Report Session ini sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, Februari 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi
dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi
oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.1

Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada


ektima. Infeksi diawali dengan adanya vesikel atau pustul di atas kulit sekitar yang
mengalami inflamasi, membesar yang kemudian berlanjut pada pecahnya pustule
mengakibatkan kulit mengalami ulserasi dengan ditutupi oleh krusta. Bila krusta terlepas,
tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran punched out appearance atau berbentuk cawan
dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi umumnya ditemukan pada daerah ekstremitas
bawah, tetapi bisa juga didapatkan pada ekstremitas atas. Lesi yang terjadi pada ektima
biasanya disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan
serangga. Biasanya pasien datang dengan keluhan dengan bengkak disertai krusta berwarna
coklat kehitaman, yang awalnya hanya dirasakan gatal lalu digaruk sampai timbul luka.2

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien
dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk
perbedaan angka serangan beratnya lesi dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien
ektima.3 Penyakit ektima ini sering dijumpai pada anak – anak dengan hiegenitas yang
kurang baik sehingga sangat mudah terinfeksi bakteri. Diagnosis ektima dibuat berdasarkan
dari anamnesis, gejala klinik yang ditemukan pada pasien, serta ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium yaitu pengecatan gram yang diambil dari dasar ulkus untuk
memastikan kuman yang menginfeksi.1

1.1 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penulis


mengenai ektima.
1.2 Batasan Masalah
Penulisan case report ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami mengenai
Ektima
1.3 Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus. Penyebab lainnya bias stafilokokus atau kombinasi dari
keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh
krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. ektima memiliki sinonim antara lain
ulcerative pyoderma, cutaneous pyoderma,Impetigo, Deep impetigo, Skin streptococci, Grup
A beta-hemolitik streptococci, ecthymatous ulcer, Group A streptococci.4
B. Etiologi
Ektima sering menjadi kelanjutan dari kerusakan jaringan kulit seperti
impetigo, ekskoriasi dan dermatitis yang tidak mendapatkan penanganan yang
adekuat serta kondisi kebersihan yang kurang terjaga. Kuman Gram positif akan
menginvasi jaringan yang tersebut, mengalami kolonisasi dan menyebabkan proses
peradangan supuratif. Kuman tersebut antara lain :
• Streptococcus β hemolyticus
• Staphylococcus aureus

• Streptococcus pyogenes
• Pseudomonas aeruginosa
Kolonisasi kuman di atas diperparah oleh keadaan suhu yang hangat dan
kelembapan tinggi. Ektima sering pula ditemukan pada pasien dengan penurunan
imunitas seperti pada penderita diabetes mellitus, malnutrisi dan pengidap
HIV/AIDS.5

1) Faktor Predisposisi
Ektima dapat dilihat pada daerah yang mengalami kerusakan pada jaringannya. Misalnya
ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis atau skabies. Ektima juga dapat ditemukan pada
penderita dengan gangguan imunitas (misalnya penderita diabetes). Faktor-faktor penting
yang berperan dalam timbulnya ektima antara lain4, 5
• Temperatur dan kelembaban yang tinggi dan daerah tropis
• Kondisi lingkungan yang kotor
• Hygiene yang buruk
• Malnutrisi
Impetigo yang tidak diobati dengan baik akan berkembang menjadi ektima biasanya
sering pada penderita dengan hygiene buruk.

C. Patofisiologi
Ektima bentuk permulaan memiliki kemiripan seperti impetigo superfisialis. Kuman
streptococcus grup A beta haemoliticus dapat sebagai penyebab dari lesi atau sekunder
infeksi dari luka yang sudah ada sebelumnya. Kerusakan jaringan yang sudah ada
sebelumnya (misalnya ekskoriasi,gigitan serangga,dermatitis) atau gangguan imunitas
(misalnya penderita diabetes) membolehkan penetrasi oleh Streptococcus pyogenes pada
kulit. Infeksi pada mulanya terjadi di epidermis kemudian pada lapisan dermis yang lebih
dalam dan system limfe.4
Lesi dimulai pada base yang eritem dengan vesikel, bula yang kecil, pustul atau
vesikulopustul yang membesar dalam beberapa hari dan berubah menjadi krusta yang tebal
yang merupakan eksudat kering. Apabila krusta terlepas, dapat ditemukan ulkus yang
berbentuk piring dengan permukaan kulit yang terdedah, irregular, purulen dan disertai
dengan tepi lesi yang elevasi. Lesi selalunya akan membaik setelah beberapa minggu,
menjadi parut dan jarang sekali menjadi gengren pada resistensi rendah.3-5

D. Gejala Klinik
a) Keluhan utama berupa rasa gatal.
b) Ektima mulai sebagai vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar,
dan pecah, terbentuk krusta yang tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Bila krusta dilepas terdapat ulkus dangkal berdiameter 0.5cm hingga 2 cm.
c) Krusta bewarna kuning keabuan dan lebih tebal dan keras dari krusta impetigo
d) Pada ulkus yang lebih dalam dari lapisan dermis tampak daerah yang menimbul dan
indurasi disekeliling tepinya yang berbatas jelas.Ulkus dikelilingi oleh halo eritem
e) Dapat ditemukan adenopati local.
f) Kadang kala dapat ditemukan daerah nekrosis apabila vesikel pecah dan ulkus tidak
kelihatan sehingga lesi nekrosis hilang.4

Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out
appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi ini dapat
bertahan ukurannya, dan sembuh sendiri tanpa pengobatan, atau dapat pula mengalami
perluasan. Biasanya dapat ditemukan limfadenopati regional. Lesi umumnya ditemukan pada
daerah ekstremitas bawah tetapi bisa juga didapatkan pada ekstremitas atas, wajah dan
ketiak. Lesi yang terjadi pada ektima biasanya disebabkan karena trauma kulit, misalkan
ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Biasanya pasien datang dengan keluhan bengkak
disertai krusta bewarna coklat kehitaman, yang awalnya hanya dirasakan gatal lalu digaruk
sampai timbul luka.

Gambar 1. Ulkus dikelilingi halo eritem

E. Diagnosis
Diagnosis ektima dibuat berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang
ditemukan pada pasien, serta ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium yaitu pewarnaan
gram yang diambil dari dasar ulkus untuk memastikan kuman yang menginfeksi.
a) Anamnesis
Anamnesis pada ektima, antara lain:
1) Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka maupun bengkak dan
bernanah.
2) Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti gigitan
serangga dan garukan.
3) Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti tungkai
bawah.
4) Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang
tertutupi krusta
5) Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, diabetes melitus dapat menyebabkan
penyembuhan luka yang lama.
b) Pemeriksaan Fisik
Efloresensi ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang
tertutupi krusta.6

Gambar 2. Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal (kiri) dan
krusta coklat berlapis pada ektima (kanan)6

c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan gram dan
kultur. Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi yang
aktif. Pemeriksaan dengan gram merupakan prosedur yang paling bermanfaat dalam
mikrobilologi diagnostik ketika dicurigai adanya infeksi bakteri. Sebagian besar bahan yang
diserahkan harus diapus pada gelas objek, diwarnai gram dan diperiksa secara mikroskopik.
Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi gram (biru-keunguan menunjukkan organisme gram
positif, merah gram negatif), dan morfologi bakteri (bentuk: kokus, batang, fusiform atau
yang lain) harus diperhatikan.
Pada kultur atau biakan, kebanyakan streptokokus tumbuh dalam pembenihan padat
sebagai koloni discoid dengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai
sering membentuk koloni mukoid. Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam
yang diinfeksi kokus, dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel
pilosebasea. Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN.
Infiltrasi granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan edema
endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.
Gambar 3. Pioderma Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi
F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding ektima, antara lain:
1. Impetigo krustosa
Infeksi piogenik pada kulit yang superficial dan menular. Etiologinya adalah
Streptococcus β hemoliticus. Gejala klinis tidak disertai dengan gejala umum, hanya terdapat
pada anak – anak. Tempat predileksinya di muka, yakni sekitar lubang hidung dan mulut
karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta
tebal bewarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta
menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.7

Gambar 4. Impetigo krustosa

2. Folikulitis
Peradangan pada rambut. Etiologinya adalah Staphylococccus aureus. Folikulitis dibagi
menjadai dua, yaitu :
a. Folikulitis superfisialis: terbatas di dalam epidermis. Mempunyai tempat predileksi di
bawah tungkai, kelainan berupa papul dan pustul yang ertematosa dan ditengahnya
terdapat rambut, biasanya multipel.
b. Folikulitis Profunda: sampai ke subkutan. Gambaran klinisnya seperti pada folikulitis
superfisialis, hanya teraba infiltrat di subkutan. Contohnya sikosis barbe yang berlokasi di
bibir atas dan dagu, bilateral.7

Gambar 5. Folikulitis
G. Tatalaksana
Penatalaksanaan dari penyakit ektima ini bertujuan untuk mengatasi infeksi dan
eradikasi kuman penyebab. Pengobatan yang utama adalah dengan pemberian antibiotik
secara topikal maupun sistemik. Kadang diberikan obat tambahan yang bersifat simptomatis
apabila pasien menunjukkan gejala sistemik lain seperti demam dan gatal. Penatalaksanaan
ektima sama dengan impetigo.8
Penatalaksanaan ektima, antara lain:
1. Farmakologi
• Sistemik :
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi
menjadi pengobatan lini pertama dan pengobatan lini kedua. Pengobatan lini pertama, antara
lain :
a. Dikloksasilin (untuk Staphylococci yang kebal dengan Penicilline)
Dewasa : 250 – 500 mg/dosis P.O, 3 - 4 kali per hari selama 5 – 7 hari
Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
b. Amoksisilin + Asam klavulanat
Dewasa : 250 – 500 mg/dosis P.O 3kali/hari
Anak : 7,5 - 25 mg/kgBB P.O 3 kali/hari
Sedangkan pengobatan lini kedua yaitu :
Diberikan memiliki reaksi alergi terhadap obat - obatan lini pertama.
a. Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
b. Klindamisin 15 mg/kgBB/hari
c. Eritomisin
Dewasa : 250 - 500 mg 4kali/hari selama 5 – 7 hari
Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari
• Topikal
- Lesi sedikit dan dini dengan hanya obat topikal cukup menolong, Drainage bula dan
pustule dengan ditusuk jarum steril untuk mencegah penyebaran lokal.
- Mencuci lesinya pelan – pelan dan melepas krustanya. Bila krusta melekat kuat, dikompres
lebih dulu dengan larutan sodium chloride 0,9%. Krusta perlu dilepas agar obat topikalnya
dapat efektif kerja.
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka
digunakan pengobatan sistemik. Asam fusidat 2% dan Mupirosin merupakan antibiotik
pilihan yang dapat digunakan secara topikal pada ektima. Sebelumnya krusta dilepaskan dan
dibersihkan, kemudian dioleskan antibiotik di atas 2 kali sehari.9
2. Non Farmakologi
Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan badan
dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit. Sebaiknya mandi
secara teratur dengan sabun mandi.6
H. Komplikasi
Komplikasi dari ektima adalah selulitis, erysipelas, gangrene, limfadenitis supuratif dan
bacteremia
I. Prognosis
Ektima sembuh secara perlahan, dan biasanya meninggalkan jaringan parut. Pada
lesi yang tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, dapat menyebabkan invasi kuman
yang berkembang menjadi limfangitis, selulitis atau erisipelas, bakterimia dan septikemia.9
BAB 3

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. R

Tanggal Lahir/Umur : 2 Agustus 2018/2 tahun 5 bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Nama Ibu : Ny. F

Pekerjaan : IRT

Pendidikan :-

Alamat : Jorong Balai Batu, Lima Kaum, Batusangkar

Status Perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Suku : Minang

No HP : 08xxxxxxxxxx

Tanggal Pemeriksaan : 10 Februari 2021

II. Anamnesis

Seorang pasien laki-laki, berusia 2 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RS Achmad Muchtar Bukittinggi pada tanggal 10 Februari 2021, dengan:

a. Keluhan Utama

Luka disertai rasa gatal pada jari tangan kanan dan kiri sejak kurang lebih 5 minggu
sebelum masuk rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

⚫ Awalnya merah pada ujung jari telunjuk kanan. Kemudian ibu pasien membeli salep
di apotek yang dipakai 3 kali sehari. Akhirnya keluhan membaik.
⚫ Lalu keluhan muncul kembali, bahkan menyebar ke jari tengah kanan dan jari
telunjuk,jari tengah dan jari manis tangan kiri. Luka-luka tersebut berupa bengkak
kemerahan dan ada nanah didalamnya. Pasien merasakan gatal pada daerah luka.
⚫ Kemudian pasien berobat ke dokter anak RS di Batusangkar. Disana diberikan salep
dan cetirizine tablet. Ada beberapa luka yang semakin lama semakin membesar dan
pecah, sehingga menjadi luka yang meninggalkan bekas kehitaman.
⚫ Akhirnya pasien dirujuk ke RSAM Bukittinggi 2 minggu yang lalu. Di RSAM,
diberikan cetirizine dan krim Benosone 2x1 hari. Keluhan sempat mereda.
⚫ Setelah itu, obat pasien habis dan muncul luka baru di jari tengah kanan setelah
penghentian obat selama 2 hari.
⚫ Satu hari yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri pada ketiak. Terdapat benjolan tidak
terfiksir sebesar telur ayam.
⚫ Pasien mengaku senang bermain di luar rumah tanpa menggunakan alas kaki
⚫ Pasien sering bermain tanah dan lotion ibu pasien
⚫ Demam, batuk, dan pilek disangkal
⚫ Luka di bagian tubuh lain disangkal
⚫ Riwayat gigitan serangga dan kontak dengan bahan iritan disangkal
c. Riwayat Penyakit Dahulu
⚫ Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya

⚫ Tidak ada riwayat keganasan pada pasien

⚫ Tidak ada riwayat bersin pagi-pagi >5x, bersin terkena debu/serbuk sari, riwayat
asma, riwayat alergi obat dan makanan, dan galigato
d. Riwayat Penyakit Keluarga/Atopi/Alergi
⚫ Keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lain disangkal

⚫ Tidak ada riwayat keganasan pada pasien

⚫ Tidak ada riwayat bersin pagi-pagi >5x, bersin terkena debu/serbuk sari, riwayat
asma, riwayat alergi obat dan makanan, dan galigato.

III. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis
⚫ Keadaan Umum : Sakit ringan
⚫ Kesadaran : CMC
⚫ Nadi : 80x
⚫ Nafas : 20x
⚫ TD : 110/80
⚫ Suhu : 36.5oC
⚫ BB : 12 kg
⚫ TB : tidak diukur
⚫ IMT : tidak diukur
⚫ Kepala : Normosefal
⚫ Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
⚫ Hidung : Tidak ditemukan kelainan
⚫ Telinga : Tidak ditemukan kelainan
⚫ Tenggorok : Tidak ditemukan kelainan
⚫ Pemeriksaan Toraks : Dalam batas normal
⚫ Pemeriksaan Jantung : Dalam batas normal
⚫ Pemeriksaan Abdomen : Dalam batas normal
⚫ Pemeriksaan Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Dermatologikus

⚫ Lokasi : Jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis tangan kiri dan kanan
⚫ Distribusi : Terlokalisir
⚫ Bentuk : Tidak khas
⚫ Susunan : Tidak khas
⚫ Batas : Tegas
⚫ Ukuran : Milier, lentikular
⚫ Efloresensi : krusta tebal kekuningan, ekskoriasi, ulkus

Status Venereologikus : Tidak diperiksa

Kelainan selaput lendir : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

Kelenjar Getah Bening : Pembesaran pada KGB axilla sinistra nyeri tekan (+),

kenyal, tidak terfiksir


Foto pasien
Resume

Seorang pasien laki-laki berusia 2 tahun 5 bulan datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSAM Bukittinggi dengan keluhan utama adanya luka disertai rasa gatal pada jari tangan kanan dan
kiri kurang lebih 5 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya merah pada ujung jari telunjuk
kanan. Kemudian ibu pasien membeli salep di apotek yang dipakai 3 kali sehari. Akhirnya
keluhan membaik. Lalu keluhan muncul kembali, bahkan menyebar ke jari tengah dan jari
manis tangan kanan serta jari telunjuk,jari tengah dan jari manis tangan kiri. Luka-luka
tersebut berupa bengkak kemerahan dan ada nanah didalamnya. Pasien merasakan gatal pada
daerah luka. Kemudian pasien berobat ke dokter anak RS di Batusangkar. Disana diberikan
salep dan cetirizine tablet. Ada beberapa luka yang semakin lama semakin membesar dan
pecah, sehingga menjadi luka yang meninggalkan bekas kehitaman. Akhirnya pasien dirujuk
ke RSAM Bukittinggi 2 minggu yang lalu. Di RSAM, diberikan cetirizine dan krim
Benosone 2x1 hari. Keluhan sempat mereda. Setelah itu, obat pasien habis dan muncul luka
baru di jari tengah kanan setelah penghentian obat selama 2 hari. Satu hari yang lalu, pasien
mengeluhkan nyeri pada ketiak. Terdapat benjolan tidak terfiksir sebesar telur ayam. Pasien
mengaku senang bermain di luar rumah tanpa menggunakan alas kaki. Pasien sering bermain
tanah dan lotion ibu pasien. Dalam 2 minggu terakhir, pasien mengalami penurunan berat
badan dan nafsu makan. Pada pemeriksaan KGB ditemukan pembesaran pada KGB axilla
sinistra nyeri tekan (+), kenyal, tidak terfiksir. Dari pemeriksaan dermatologikus, ditemukan
adanya lesi yang berlokasi di jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis tangan kiri dan kanan
dengan distribusi terlokalisir bentuk tidak khas, susunan tidak khas, berbatas tegas berukuran
milier hingga lentikuler dengan efloresensi krusta tebal kekuningan, ekskoriasi, ulkus.

Diagnosis Kerja

Ektima

Diagnosis Banding

⚫ Impetigo Krustosa
⚫ Dermatitis Kontak Alergi

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

⚫ Darah rutin
⚫ Pewarnaan Gram
Pemeriksaan Anjuran

⚫ Pemeriksaan patch test


⚫ Pemeriksaan kultur

Diagnosis

Ektima

Penatalaksanaan

a. Umum

⚫ Menjaga kebersihan tangan dan kaki seperti mencuci tangan dan kaki menggunakan
sabun

⚫ Tidak menggaruk luka

⚫ Hindari bermain tanah


⚫ Memenuhi nutrisi tubuh

b. Khusus
Topikal :
⚫ Asam fusidat krim 2x1 hari
Sistemik :
⚫ Cefadroxil sirup 2 x 1 cth
⚫ Cetirizine sirup 1x1 cth
⚫ Paracetamol sirup 3x1 hari

Prognosis

Quo ad Vitam : bonam

Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : bonam

Quo ad Kosmetikum : dubia ad bonam


Resep

dr. Kartika Muthmainnah

Praktek Umum

SIP : No. 25/Tahun 2021


Alamat : Jl. Belanti Permai 2 C/9

Telp : (0751) 1234567

Praktek : Senin - Jumat


Jam : 16.00 - 20.00 WIB

Padang, 10 Februari 2021

R/ Cefadroxil syr 125mg/5ml No.I

S 2 d d cth I pc

R/ Cetirizine syr 5mg/5ml No. I

S 1 d d cth I

R/ Parasetamol syr 120mg/5ml No.I

S p r n cth I max 3 d d

R/ Asam Fusidat krim 20mg/gr No.I

S 2 d d applic loc dol

Pro : An. R
Umur : 2 Tahun 5 bulan
Alamat : Batusangkar
BAB 4
DISKUSI

Ektima adalah salah satu bentuk pioderma, yaitu penyakit kulit yang sering dijumpai
yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh keduanya. Ektima umumnya
disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus, penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus
atau kombinasi dari keduanya. Peradangan ini akan menimbulkan kehilangan jaringan
dermis bagian atas (ulkus dangkal). Diagnosis ektima ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh adanya luka disertai rasa gatal
pada jari tangan kanan dan kiri sejak kurang lebih 5 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya timbul kemerahan pada ujung jari telunjuk kanan. Kemudian ibu pasien
mengoleskan salep yang dibeli di apotik, salep tersebut dioleskan 3 kali sehari. Akhirnya
keluhan membaik. Lalu keluhan muncul kembali, bahkan menyebar ke jari tengah tangan
kanan dan jari telunjuk, jari tengah serta jari manis tangan kiri. Lesi berupa bengkak
kemerahan berisi nanah disertai rasa gatal. Kemudian pasien berobat ke dokter anak RS di
Batusangkar. Disana diberikan salep 2x1 dan cetirizine sirup 1x1. Namun, tidak ada
perbaikan, bahkan ada beberapa luka yang semakin membesar dan pecah, sehingga menjadi
luka yang meninggalkan bekas kehitaman. Akhirnya pasien dirujuk ke RSAM Bukittinggi 2
minggu yang lalu. Di RSAM, pasien diberikan cetirizine sirup 1x1 dan krim Benosone 2x1.
Keluhan sempat mereda. Setelah obat pasien habis, muncul luka baru di jari tengah kanan
setelah penghentian obat selama 2 hari. Satu hari yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri pada
ketiak. Pada pemeriksaan didapatkan benjolan sebesar telur ayam, konsistensi kenyal, nyeri
tekan, dan tidak terfiksir. Keluhan tersebut sesuai dengan literatur bahwa pasien pioderma
akan datang dengan keluhan adanya koreng atau luka di kulit, dimana awalnya berbentuk
seperti bintil kecil yang gatal, dapat berisi cairan atau nanah dengan dasar dan pinggiran
sekitarnya kemerahan. Keluhan ini dapat meluas menjadi bengkak disertai dengan rasa nyeri.
Bintil kemudian pecah dan menjadi keropeng yang mengering, keras, dan sangat lengket.

Dari pernyataan orangtua pasien, pasien suka bermain di luar rumah tanpa
menggunakan alas kaki, pasien sering bermain tanah dan lotion milik ibu pasien, tanpa
memperhatikan kebersihan tangan. Nafsu makan pasien menurun semenjak sakit, sehingga
berat badan pasien berkurang 0,3 kg dalam 2 minggu ini. Demam, batuk, dan pilek
disangkal, serta riwayat gigitan serangga dan kontak dengan bahan iritan juga disangkal.
Tidak ada riwayat bersin di pagi hari >5x, bersin terkena debu/serbuk sari, riwayat asma,
riwayat alergi obat dan makanan, serta riwayat galigato. Menurut literatur, faktor-faktor yang
dapat menyebabkan seseorang menderita pioderma adalah higiene yang kurang baik,
defisiensi gizi, dan imunodefisiensi. Pada kasus ini, pasien memiliki nafsu makan yang baik
sebelum sakit, pasien tidak dalam kondisi menderita penyakit lain. Jadi, faktor risiko yang
berperan pada kasus ini adalah higiene yang kurang baik. Selain itu, penyakit dermatitis
kontak alergi dan iritan juga dapat disingkirkan.

Dari status dermatologinya ditemukan adanya lesi yang berlokasi di jari telunjuk, jari
tengah, dan jari manis tangan kiri dan kanan dengan distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas,
susunan tidak khas, berbatas tegas, berukuran milier hingga lentikuler dengan efloresensi
krusta tebal kekuningan, ekskoriasi, dan ulkus dangkal multipel, ukuran 0,5x0,5x0,1cm,
pinggir tidak rata, dinding bergaung, dasarnya jaringan granulasi, serta kulit yang eritema
disekelilingnya. Dari tampilan lesi dapat disimpulkan bahwa lesi tersebut merupakan
gambaran klinis dari penyakit ektima yaitu tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning,
Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.

Tampilan lesi berupa krusta berwarna kuning dapat juga ditemukan pada impetigo
krustosa. Namun, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, dasarnya ialah erosi,
krustanya lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah serta
terdapat pada anak-anak. Sedangkan pada ektima, lesi biasanya lebih dalam, dasarnya ialah
ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya biasanya pada tungkai bawah
serta bisa terdapat pada anak-anak dan dewasa.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pewarnaan Gram,
oleh karena dari hasil anamnesis dan pemeriksaan dermatologis sudah memberikan
gambaran yang khas untuk penyakit ektima, Oleh karena itu pasien pada kasus ini akhirnya
didiagnosis dengan ektima. Pada pemeriksaan pewarnaan Gram penyakit ektima, akan
ditemukan berupa gambaran bakteri Gram positif berupa kokus-kokus yang berbentuk
seperti rantai. Dimana hal tersebut sesuai dengan gambaran dari bakteri Streptococcus.

Pada pasien ini diberikan terapi umum dan terapi khusus. Pada terapi umum,
dijelaskan pada orangtua pasien bahwa penyakit yang diderita pasien merupakan penyakit
infeksi bakteri dengan faktor risiko higiene yang kurang baik. Untuk itu orangtua pasien
perlu menjaga kebersihan anak terutama kebersihan tangan dan kaki seperti mencuci tangan
dan kaki dengan sabun dan air mengalir setelah selesai bermain. Pasien disarankan untuk
tidak bermain tanah dan selalu memakai sandal jika keluar rumah. Orangtua dianjurkan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Pasien dilarang menggaruk lesi pada jari
tangannya. Pada terapi khusus, pasien diberikan obat topikal krim asam fusidat 2% 2 kali
sehari dioleskan tipis pada lesi. Selain diberikan obat topikal pasien juga diberikan obat
sistemik, sefadroksil sirup dengan dosis 2 kali sehari sebanyak 1 sendok teh, setirizin sirup 1
kali sehari sebanyak 1 sendok teh, dan parasetamol sirup 3 kali sehari sebanyak 1 sendok teh.
Prognosis dari ektima ini umumnya baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arta IGJ. Ektima : Sebuah Laporan Kasus Ectima : a Case Report. 2002;1–5.

2. Zhu C, Chen L, Ou L, Geng Q, Jiang W, Lv X, et al. [Internet]. 2019;8(2):2019. Available


from:https://barnard.edu/sites/default/files/inline/student_user_guide_for_spss.pdf%0Ahtt
p://www.ibm.com/support%0Ahttp://www.spss.com/sites/dmbook/legacy/ProgDataMgmt
_SPSS17.pdf%0https://www.nepsdata.de/Portals/0/WorkingPapers/WP_XLV.pdf%0Ahttp
://www2.ps

3. Soares AP.. J Chem Inf Model. 2013;53(9):1689–99.

4. Alhogbi BG. J Chem Inf Model [Internet]. 2017;53(9):21–5. Available from:


http://www.elsevier.com/locate/scp

5. Loretta D Ecthyma AVailable From: URL: http://emedicine.medscape.com


Dikutip pada tanggal 9 januari 2012
6. Davis L, William DJ, 2016. Ecthyma. America Academi of Dermatology.Medscape.
7. Djuanda Adhi.2010. Pioderma dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi . Jakarta: FK
UI. Hal: 57 – 63
8. Arta IGJ. 2014. Ektima. Journal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.Denpasar. Hal:
1–5
9. Craft N et al . 2008. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 8th ed . New York: McGraw-Hill Companies pp. 1694
– 1701

Anda mungkin juga menyukai