Anda di halaman 1dari 23

Case Report Session

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Oleh :
Afriade Yolanda 2040312100

Sasqia Trizolla 2040312129

Preseptor :

Dr. dr. Qaira Anum, Sp.KK(K) FINSDV, FAADV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M DJAMIL PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, dan Shalawat


beserta salam untuk Nabi Muhammad SAW, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah Case Report Session dengan judul “Dermatitis Kontak
Alergi” yang merupakan salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas, RSUP Dr. M Djamil Padang.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini telah banyak dibantu oleh
berbagai pihak. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada Dr. dr. Qaira Anum, Sp.KK(K) FINSDV, FAADV selaku preseptor yang
telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan,
saran, dan arahan dalam penyusunan makalah ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat dan


hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi akademisi, dunia pendidikan, instansi terkait, dan masyarakat
luas. Akhir kata, segala saran dan masukan akan penulis terima dengan senang hati
demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul …………………………………………………….. i

Kata Pengantar..........................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.


Daftar Isi......................................................................................................3
BAB I Pendahuluan..................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
1.1 Latar Belakang...............Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
1.2 Batasan Masalah............Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
1.3 Tujuan Penulisan...........Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
1.4 Manfaat Penulisan.........Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
1.5 Metode Penulisan..........Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
BAB II Tinjauan Pustaka.............................................................................6
2.1 Definisi.............................................................................................6
2.2 Epidemiologi.....................................................................................6
2.3 Etiologi.............................................................................................7
2.4 Patogenesis.......................................................................................7
2.5 Gambaran Klinis...............................................................................9
2.6 Diagnosis........................................................................................12
2.7 Diagnosis Banding..........................................................................12
2.8 Penatalaksanaan..............................................................................13
2.9 Prognosis.........................................................................................14
BAB III Laporan Kasus............Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
BAB IV Diskusi........................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
Daftar Pustaka...........................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis atau eksim adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen (bahan kimia, fisik, mikroorganisme) dan
atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
(eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Terdapat
berbagai jenis dermatitis berdasarkan etiologi, morfologi, lokalisasi dan stadium
penyakit.
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi
yang menempel pada kulit. Ada dua jenis dermatitis kontak, Pertama, dermatitis
kontak iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia, dan dermatitis kontak alergi (DKA)
disebabkan oleh antigen (alergen) dimana memunculkan reaksi hipersensitivitas tipe
IV (cell-mediated atau tipe lambat). Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat dialami oleh
semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Sedangkan pada
DKA, dibandingkan dengan DKI, jumlah pasien DKA lebih sedikit karena hanya
mengenai orang dengan keadaan kulit sangat peka (hipersensitif).
Diperkirakan jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang terkait dengan
pekerjaan di Amerika Serikat. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan, insiden
dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu. Dalam data
terakhir, lebih banyak perempuan (18,8%) ditemukan memiliki DKA dibandingkan
laki-laki (11,5%). Tidak ada data yang cukup tentang epidemiologi dermatitis kontak
alergi di Indonesia, namun berdasarkan penelitian pada penata rias di Denpasar,
sekitar 27,6 persen memiliki efek samping kosmetik, dimana 25,4 persen dari angka
itu menderita DK.
1.2 Batasan Masalah
Penulisan CRS ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatatalaksanaan, komplikasi dan
prognosis dermatitis kontak alergi.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan CRS ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai dermatitis kontak alergi.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan CRS ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi
dan pengetahuan tentang dermatitis kontak alergi.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan CRS ini disusun berdasarkan laporan kasus dan studi kepustakaan
yang merujuk kepada berbagai literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat panjanan ulang
dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau
mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang sebelumnya telah
tersensitisasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat
atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantaraan sel limfosit T.1
2.2 Epidemiologi
Sebanyak 2-5% dari populasi dipengaruhi, jauh lebih tinggi dalam beberapa
kelompok kerja. Prevalensi kontak alegi pada populasi umum adalah 26-40% pada
orang dewasa dan 21-36% anak-anak. Di Eropa dan sebagian besar didunia yang
paling sering mengakibatkan kontak alegi adalah nikel, thiomersal (Merthiolate) dan
wewangian. Sensitisasi terhadap nikel ditemukan pada orang dewasa 13-17%, remaja
10% dan 7-9% anak-anak. Perempuan biasanya lebih sering patch test dan memiliki
lebih banyak hasil positif daripada laki-laki. Perbedaan gender ini dapat disebabkan
oleh faktorfaktor sosial dan lingkungan, perempuan lebih mungkin untuk memiliki
kepekaan nikel karena peningkatan memakai perhiasan dan laki-laki lebih mungkin
untuk memiliki kepekaan kromat dari pajanan.2-4
Sejumlah penelitian telah meneliti prevalensi dan faktor risiko ekzema tangan
pada populasi umum. Sensitisasi kontak telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang bermakna. Di banyak bagian dunia, lebih dari 20% dari populasi orang dewasa
menderita alergi kontak. Profil dari sensitisasi dapat berbeda di setiap negara. Namun,
nikel sulfat adalah alergen yang paling banyak ditemukan. Patch test merupakan gold
standard untuk diagnosis DKA. Kualitas kontrol patch test adalah prasyarat dan
sasaran dari epidemiologi klinis dermatitis kontak. Publikasi berdasarkan data pasien
yang mengunjungi klinik dermatologi dan/atau unit Patch test tidak dapat digunakan
secara langsung untuk menurunkan kejadian populasi terkait atau perkiraan
prevalensi.4
2.3 Etiologi
Dermatitis kontak alergi dapat disebabkan oleh sejumlah besar alergen yang
berada di dalam lingkup kerja atau dalam kehidupan pribadi. Reaksi alergi yang
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Seringkali alergen adalah
haptens seperti nikel, komponen obat lokal diterapkan atau kosmetik, atau beberapa
jenis bahan kimia yang ditambahkan ke pakaian dan sepatu. Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya : potensi sensitisasi allergen, dosis per
unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, dan pH juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologi
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).5, 6
2.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun
yang di perantarai oleh sel (cell-mediated immune response) atau reaksi imunologi
tipe IV, suatu hipersensitivitias tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu
fase sensitisasi dan fase elisitasi.6
Fase Sensitisasi : Hapten yang masuk kedalam epidermis melewati stratum
korneum akan ditangkap oleh sel langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses
secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul
HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan
istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan
menstimulasi sel T. Akan tetapi, setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga
mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (Interleukin-1) yang akan
mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut
akan mengubah fenotip sel langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu serta
ekspresi molekul permukaan sel termasuk Major Histocompability Complex kelas I
dan II, Intercellular Adhesion Molecule 1, Lymphocyte Function Associated Antigen 3
dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF-α, yang
dapat mengaktifasi sel –T, makrofag dan granulosit, menginduksi perubahan molekul
adhesi sel dan pelepasan sitokin juga meningkatkan MHC kelas I dan II, Tumor
Necrosis Factor‒α menekan prouksi E-cadherin yang mengikat sel langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktifitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel
langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat
melalui saluran limfe. Di dalam saluran limfe, sel langerhans menerjemahkan kode
yang diberikan sehingga memproses dan mempresentasikan kepada sel-T Helper.6
Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2
dan mengeskspresi reseptor IL-2. Sitokin kemudian akan menstimulasi proliferasi sel
T spesifik, dan kemudian akan membentuk sel-T memori, fase ini berlangsung selama
2-3 minggu. Sensitasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal
dari alergen kontak, karena sinyal antigenik hapten cenderung menyebabkan toleransi
sedangkan sinyal iritan memicu sensitasi.6
Fase elisitasi : fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada
pajanan ulang alergen (hapten). Seperti pada pada fase sensitisasi, hapten akan
ditangkap oleh sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat
oleh Human Leucocyte Antigen -DR kemudian diekspresikan di permukaan sel.
Selanjutnya, kompleks HLA-DR antigen akan dipresentasikan kepada sel-T yang
terlah tersensitisasi (sel-T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga
terjadi proses aktifasi. Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk
memproduksi IL2 dan mengekspresi IL-2R, yang menyebabkan proliferasi dan
ekspansi populasi sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga mengeluarkan Interferon-γ
yang mengaktifkan keratinosit mengekspresikan ICAM-1 dan HLA-DR, adanya
ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit
yang mengekspresi molekul Lymphocyte function-associated antigen 1, sedangkan
HLA-DR memungkinan keratinosit berinteraksi langsung dengan sel-T CD4 +, dan
juga memungkinkan presentasi antigen kepada sel tersebut. HLA-DE juga dapat
merupakan target sel T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga
sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF-α dan Granulocyte macrophage colony-
stimulating factor, semuanya dapat mengaktivasi sel-T, IL-1 dapat menstimulasi
keratinosit dan eikosanoid yang menghasilkan sitokin dan sel mas, sel mas ini yang
akan melepaskan histamin dan berbagai jenis faktor kemotaktik yang menyebabkan
dilatasi vaskular dan meningkatkan permeabilitas sehingga komplemen dapat
berdifusi masuk kedalam dermis dan epidermis. Kejadian tersebut akan menimbulkan
respon klinik DKA. Fase ini berlansung antara 24-48 jam.6

Gambar 2. Respon imun pada dermatitis kontak alergi.8


2.5 Gambaran Klinis
Penderita umumnya mengeluhkan gatal. Tingkat keparahan ditentukan oleh
intensitas paparan dan tingkat kesensitifitas seseorang. Tanda utama pada pasien, DKA
akut : eritema, edema, papul, papulovesikel, krusta dan apabila keadaan akut yang terus
berlangsung maka dapat terbentuk bula dan keluhan tersering adalah gatal. Pada DKA
kronik, bisa saja penderita tersebut terpapar alergen yang berulang. Tanda yang khas
pada kulit pasien yaitu kulit menjadi kering, berisisik dan menebal sebagai hasil dari
ankanthosis, hiperkeratosis, edema, hiperpigmentasi, infiltrasi sel hingga ke dermis,
Iikenifikasi dan pecah-pecah.6, 7, 9-11
Pemeriksaan penunjang yang dapat diberikan yaitu tes tempel/patch test, dengan
menempelkan bahan-bahan yang diduga dapat memunculkan reaksi alergi pada kulit
dan ditempelkan dengan memakai Finn Chamber, kemudian dibiarkan sekurang-
kurangnya 48 jam. Setelah dibiarkan selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji
telah menghilang atau minimal.
Hasilnya sebagi berikut:5, 6
1 = reaksi lemah(non vesikuler) : ertitema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan: hanya macula erimatosa
5 = iritasi: seperti terbakar, pustule atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT= not tested)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama tes tempel6, 7, 9, 10:
1. Tidak dilakukan pada keadaan akut, dilakukan pada keadaan tenang.
2. Uji tempel di buka setelah dua hari.
3. Tes sekurang – kurangnya dilakukan satu minggu setelah berhenti
pemakaian kortikosteroid, namun pada pemakain prednison 20mg/hari
masih dapat dilakukan tes patch.
4. Penderita dilarang melakukan aktifitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar selama 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu
kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita
yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan, karena dapat
menimbulkan reaksi urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilasis.

Lokasi predileksi DKA:

Gambar 4. Acute allergic contact dermatitis Gambar 5. Acute allergic contact dermatitis
on the lips due to lipstick.12 on hand.14
Gambar 6. Allergic phytodermatitis of Gambar 7. Dermatitis kontak alergi
pada face: poison ivy.12 wajah.12

Histopatologi.13
- Pola spongiotik akut
- Ditandai dengan vesikel spongiosis spongiotik intraepidermal
- Ortokeratosis
- Eosinofil dan limfosit-dalam dermis dan
- Kadang-kadang di epidermis
- Koleksi dari sel Langerhan di epidermis
Gambar 8. Histopatologi.13
2.6 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan dari hasil anamnesis yang mendalam serta cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Pemeriksaan fisis sangat penting dengan melihat lokasi
dan pola kelainan kulit sering kalui dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup tenang dan bercahaya.6, 7, 9, 10
2.7 Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Penyebab munculnya dermatitis ini,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk
kayu.Gejala klinis dapat berupa eritema, vesikel, bula, nekrosis, kulit kering,
skuama, hiperkeratosis, likenifikasi, kulit kering, fisur. 6, 7, 9, 10
2. Dermatitis Atopi
Keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, berhubungan dengan
peningkatan kadar Imunoglobulin-E dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita. Kelainan kulit penderita umumnya kering, kehilangan
air lewat epidermis meningkat, pruritus, papul, likenifikasi, eritema erosi,
eksoriasi, eksudasi, dan krusta.6, 7, 9, 10
3. Dermatitis Numular
Lesi berbentuk uang logam (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas dengan
efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah
(oozing). Penyebabnya stafilokokus dan mikrokokus.Kulit penderita dermatitis
numulare cenderung kering, hidrasi stratum korneum rendah. Gejala klinis:
pruritus lesi berupa vesikel dan papulovesikel, kemudian membesar dengan
cara berkonfluensi atau meluas kesamping, membentuk satu lesi karakteristik
seperti uang logam (koin), eritematosa, sedikit edematous, dan berbatas tegas.6,
7, 9, 10

4. Dermatitis Seboroik
Kelainan kulit dermatitis seboroik terdiri atas eritema dan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis yang
ringan hanyak mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai
sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dan
skuama-skuama yang halus dan kasar atau disebut ketombe (pitiriasis sika).
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuamadan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal.6, 7, 9, 10
5. Psoriasis
Effloresensi kulit pada pasien psoriasis terdiri atas bercak-bercak eritema
yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan
merata, besar kelainan bervariasi : lentikular, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.6, 7, 9, 10
2.8 Penatalaksanaan
1. Medika mentosa
Dermatitis akut dalam bentuk apapun baik diobati dengan kompres
lembab aluminium asetat 5% kompres diterapkan 15 - 30 menit 2-4 kali sehari dan
kortikosteroid topikal potensi pertengahan atau tinggi. Dalam kasus yang parah,
diberikan kortikosteroid oral (sistemik), pemakaian dengan dosis 35-50 mg/hari,
tapering selama 7-10 hari diperlukan. Kasus lebih kronis dapat diobati dengan
kortikosteroid topikal potensi rendah, dan antihistamin sebagai anti pruritus.11, 14
2. Non Medika mentosa
Langkah yang paling penting adalah menghindari pencetus. Dengan demikian,
pencetus atau alergen harus diketahui secara tepat dan pasien diberitahukan untuk
berhati-hati apabila menemui atau kontak dengan alergen. Beberapa alergen seperti
nikel atau kromat sangat sulit untuk dihindari. Dalam beberapa kasus, pasien harus
merelakan pekerjaan
mereka.14, 15
2.9 Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis
oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau
terpajan oleh alergen yang tidak mungkin terhindari, misalnya berhubungan dengan
pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.6

BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Tgl Lahir/Umur : 5 Januari 1957/ 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pedagang bakso
Alamat : Bukittinggi
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku : Minang
Tanggal Pemeriksaan : 10 Feb 2021
Nomor Hp : 08128409xxxx

II. ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki, berusia 64 tahun datang ke Poliklnik Kulit dan
Kelamin RS Achmad Moechtar Bukittinggi pada tanggal 10 Februari 2021,
dengan:
a. Keluhan Utama
Bercak merah dan gatal disertai perih pada kedua punggung kaki sejak 2 bulan yang
lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Awalnya, timbul bercak kemerahan disertai rasa gatal pada punggung kaki
kanan dan kiri sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan muncul setelah pasien
mengganti sendalnya dengan sendal karet. Bercak-bercak merah disertai gatal
ini seperti tali sendal jepit. Lama-kelamaan bercak tersebut meluas ke telapak
kaki. Kemudian karena terasa gatal sehingga pasien sering menggaruk dan
mengakibatkan bercak meluas ke jari kaki, dan seluruh area telapak kaki.
- Dua minggu SMRS pasien berobat ke mantri dan diberikan obat gentamisin
krim, digunakan 2x sehari tetapi tidak ada perbaikan dan lesi semakin meluas.
Lalu satu minggu yang lalu timbul rasa perih dan gatal yang semakin
memberat pada lesi tersebut dan muncul kulit pecah-pecah.
- Bercak kemerahan dan gatal tidak ditemukan pada bagian tubuh lain.
- Riwayat gatal pada daerah kaki saat berkeringat tidak ada
- Riwayat mengoleskan body lotion pada daerah kaki disangkal
- Riwayat menggaruk area pungggung kaki ada
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada riwayat bercak merah, gatal dan nyeri sebelumnya
- Tidak ada riwayat komorbid seperti diabetes dan hipertensi
d. Riwayat Penyakit Keluarga/Riwayat Atopi
- Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengeluhkan bercak merah dan terasa
gatal seperti ini.
- Riwayat bersin-bersin lebih dari lima kali setiap pagi hari tidak ada.
- Riwayat asma dan alergi makanan seperti susu, telur, udang, dan kerang
disangkal.
- Riwayat gatal saat memegang karet atau memakai jam tangan disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperatif
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 89x/menit
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36.7ºC
IMT : 22.0 (normoweight)
Rambut : tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Status Dermatologikus
Lokasi : Hampir seluruh jari, punggung dan telapak kaki kiri dan kanan.
Distribusi: Terlokalisir bilateral
Bentuk : Khas menyerupai cetakan tali sandal
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Plak eritem dengan skuama kasar, erosi, ekskoriasi, dan fissure
IV. RESUME
Seorang pasien laki-laki, berusia 64 tahun datang ke Poliklnik Kulit dan Kelamin
RS Achmad Moechtar Bukittinggi pada tanggal 10 Februari 2021 dengan keluhan
bercak merah di punggung kaki kira dan kanan sejak dua bulan yang lalu. Awalnya,
timbul bercak kemerahan disertai rasa gatal pada punggung kaki kanan dan kiri sejak
2 bulan yang lalu. Keluhan muncul setelah pasien mengganti sendalnya dengan
sendal karet. Bercak-bercak merah disertai gatal ini seperti tali sendal jepit. Lama-
kelamaan bercak tersebut meluas ke telapak kaki. Kemudian karena terasa gatal
sehingga pasien sering menggaruk dan mengakibatkan bercak meluas ke jari kaki,
dan seluruh area telapak kaki.
Dua minggu SMRS pasien berobat ke mantri dan diberikan obat gentamisin
krim, digunakan 2x sehari tetapi tidak ada perbaikan dan lesi semakin meluas. Lalu
satu minggu yang lalu timbul rasa perih dan gatal yang semakin memberat pada lesi
tersebut dan muncul kulit pecah-pecah. Pada pasien tidak ditemukan riwayat penyakit
dahulu dan Riwayat penyakit keluarga.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi di hampir seluruh jari kaki,
punggung dan telapak kaki kiri dan kanan, terlokalisir bilateral, berbentuk khas seperti
cetakan tali sandal, susunan tidak khas, berbatas tegas, berukuran plakat, serta
efloresensi berupa plak eritem dengan skuama kasar, erosi, dan ekskoriasi.
V. DIAGNOSIS KERJA
Suspek Dermatitis Kontak Alergi et causa sandal karet

VI. DIAGNOSIS BANDING


Dermatitis Kontak Iritan
Tinea Pedis
VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN ANJURAN
Pemeriksaan labor rutin : tidak ada
Pemeriksaan KOH : tidak ditemukan elemen jamur
Pemeriksaan anjuran : Patch test
VIII. DIAGNOSIS
Dermatitis Kontak Alergi et causa sandal karet
IX. TALAKSANA
a. Umum
• Hindari kontak dengan alergen penyebab
• Mengganti alas kaki yang berbahan karet tadi dengan bahan lainnya seperti
kulit atau kain
• Kurangi frekuensi garukan agar lecet tidak semakin meluas
b. Khusus
• Topikal : Klobetasol Propionat krim 0,05% dua kali sehari
• Antihistamin : setrizin 1x10 mg/hari
• Sistemik : metilprednisolon 2x8 mg selama 5 hari
• Antibiotik : Eritromisin 3x500 mg
X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad Kosmetikum : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam

BAB 4
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien pasien laki-laki usia 64 tahun dengan keluhan
bercak merah disertai sisik putih kasar dan luka lecet yang terasa gatal sejak dua
bulan yang lalu. Awalnya, timbul bercak kemerahan dan terasa gatal diantara sela jari
pada kedua punggung kaki sekitar 2 bulan yang lalu. Terdapat juga lepuhan dan
terasa nyeri pada jari-jari dan punggung kaki 1 minggu yang lalu. Bercak-bercak
merah disertai gatal ini seperti tali sendal jepit. Lama-kelamaan bercak tersebut
meluas ke telapak kaki. Kemudian karena terasa gatal sehingga pasien sering
menggaruk dan mengakibatkan bercak meluas ke jari kaki, dan seluruh area telapak
kaki.
Dua minggu SMRS pasien berobat ke mantri dan diberikan obat gentamisin
krim, digunakan 2x sehari tetapi tidak ada perbaikan dan lesi semakin meluas. Lalu
satu minggu yang lalu timbul rasa perih dan gatal yang semakin memberat pada lesi
tersebut dan muncul kulit pecah-pecah. Pada pasien tidak ditemukan riwayat penyakit
dahulu dan riwayat penyakit keluarga.
Pada DKA, terjadi kerusakan kulit yang didahului oleh proses sensitisasi
berupa alergen yang umumnya berlangsung 2-3 minggu. Pada kaki, yang paling
sering menyebabkan DKA adalah bahan kimia rubber-related. Hal ini sesuai dengan
informasi yang didapat dari anamnesis, yaitu pasien memiliki riwayat menggunakan
sandal baru berbahan karet sejak 3 bulan yang lalu. Setelah pemakaian sandal
tersebut, 2 bulan yang lalu lesi mulai muncul di punggung kaki berupa bercak merah
kemudian lesi melebar hingga menyerupai bentuk cetakan tali sandal.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi di hampir seluruh jari kaki,
punggung dan telapak kaki kiri dan kanan, terlokalisir bilateral, berbentuk khas
seperti cetakan tali sandal, susunan tidak khas, berbatas tegas, berukuran plakat, serta
efloresensi berupa plak eritem dengan skuama kasar, erosi, dan ekskoriasi.
Manifestasi klinis pada DKA adalah polimorfik bergantung dengan
stadiumnya, yaitu akut : eritema, edema, dan vesikel; subakut: eritema, eksudatif
(madidans), krusta; dan kronik: likenifikasi, fisura, skuama. Dari status
dermatologikus pada pasien terlihat gambaran skuama kasar dan fisura, sehingga
pasien sesuai dengan stadium kronik. Selain itu, klinis pasien ini sesuai dengan
gambaran klinis DKA yang telah dijelaskan di tinjauan pustaka.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis kerja pada pasien ini
adalah Dermatitis Kontak Alergi et causa sandal karet, sehingga riwayat pengobatan
pasien sebelumnya menggunakan gentamisin krim tidak memberi perbaikan terhadap
lesi pasien, karena bukan diakibatkan oleh infeksi melainkan alergi. Seharusnya
pasien mendapatkan obat antiinflamasi untuk mengurangi peradangan yang
disebabkan oleh allergen.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah dermatitis kontak iritan dan tinea
pedis. Pada pasien ini terdapat gejala yang serupa antara DKA dan DKI terutama DKI
Kumulatif yang disebabkan kontak berulang-ulang dengan iritan lemah seperti
gesekan, panas atau dingin, trauma minor dan lain-lain. Kelainan pada DKI kumulatif
juga baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan berminggu-minggu atau bulan,
bahkan bisa bertahun-tahun. Pada DKI Kumulatif ditemukan gejala klasik berupa
kulit kering, disertai eritem, skuama, yang lama-kelamaan menjadi tebal dengan
likenifikasi yang difus. DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan.
Klinis tinea pedis dapat berupa lesi polimorfik yaitu kulit menebal dan
bersisik, eritem biasanya ringan, dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi serta gatal
yang dipicu oleh keringat. Lesi dimulai dari sela-sela jari kaki dan bisa mengenai
sampai ke telapak kaki. Keluhan biasanya bersifat kronik dan resisten terhadap obat.
Tinea pedis banyak diderita oleh orang yang sering memakai sepatu tertutup disertai
perawatan kaki yang buruk, dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering
basah.
Tatalaksana yang diberikan berupa tatalaksana umu dan khusu. Untuk
tatalaksana umum pada pasien ini berupa edukasi, yaitu tentang perjalanan penyakit
yang dideritanya akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan
pekerjaan, serta perawatan kulit. Edukasi selanjutnya yaitu tentang penyakitnya
disebabkan oleh adanya kontak dengan bahan alergen. Sehingga sangat penting untuk
dilakukan identifikasi dan menghindari bahan alergen yang dicurigai, yaitu sandal
berbahan karet, dan digantikan dengan sandal berbahan lain. Oleh karena itu, pada
pasien ini dianjurkan untuk melakukan patch test, sehingga alergen berdasarkan hasil
uji tempel dapat dihindari. Hal ini penting untuk pencegahan kekambuhan.
Tatalaksana khusus pada pasien ini yaitu dengan pemberian farmakoterapi
berupa oral dan topikal. Untuk mengurangi peradangan diberikan terapi oral berupa
metilprednisolone 2x8 mg/hari dan terapi topikal berupa klobetasol propionate 0,05%
2x sehari. Pada pasien juga diberikan antihistamin yaitu cetirizine 1x10 mg/hari dan
antibiotik eritomisin 3x500 mg/hari untuk mencegah infeksi sekunder.
Prognosis pada pasien ini bonam selagi bisa menghindari kontak dari allergen
sehingga prognosis menjadi baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar; 2002.
2. Sterry W. Thieme linical Companions Dermatology. Stuttgart-New York; 2006.
3. Spiewak R. Open Allergy Journal, Patch Testing for Contact Allergic and Allergic
Contact Dermatitis. Krarov. 2008:42-51.
4. Palomo JJ, Moreno A. Epidemiology of Contact Dermatitis. 2011.
5. Brehmer EA. Dermatopathology, A Resident's Guide. New York; 2006.
6. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: A D, H M, S A, editors. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.
133-38.
7. Elise MH, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis in Children, Prevention,
Diagnosis, and Management. 2011.
8. Shimizu H. Shimizu’s Texbook of Dermatology. Hokkaido: Nakayama shoten;
2007.
9. Wolff K, AG L, IK S, AG B, SP A, JL D. Fitzpatrick’s Dermatology in general
medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.
10. Tony B, B S, C N, G C. Rook’s Textbook Of Dermatology. 7th ed.
11. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
12. J B, Coulsen I, English J. Guidelines for the management of contact dermatitis:
an update. BJD Bristish Journal of Dermatology. 2008 10th December.
13. M G, Jane, Kels. Color Atlas of Dermatopathology. New York: Vanderbilt
Avenue; 2007.
14. Buxton PK. ABC of Dermatology. 4th ed. London: tovistock square; 2003.
15. Wolff C, AJ R, S D. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical
Dermatology. 5th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.

Anda mungkin juga menyukai