11008-2-Mekanika Tanah
11008-2-Mekanika Tanah
MODUL 2,3
KLASIFIKASI SIFAT-SIFAT TANAH
1. PENGERTIAN DASAR
Telah dijelaskan bahwa pada tanah berbutir kasar hal yang paling berpengaruh
terhadap perilaku engineeringnya adalah tekstur dan distribusi ukuran butir. Sedang
pada tanah berbutir halus yang mempengaruhi perilaku engineeringnya adalah
kehadiran air.
Sehingga untuk menentukan sifat-sifat tanah berbutir kasar yaitu dengan cara
melihat kurva distribusi ukuran butir yang dihasilkan dari pengujian ANALISA SARINGAN
(SIEVE ANALYSIS) di laboratorium .
Untuk menentukan sifat-sifat tanah berbutir halus dengan melihat hasil dari pengujian
BATAS-BATAS ATTERBERG (ATTERBERG LIMITS) di laboratorium.
Untuk tanah berbutir halus(labih halus dari saringan no 200 US Standart Sieve)
Menggunakan analisa hidrometer :
Analisa Hidrometer didasarkan pada Hukum Stokes : butiran yang mengendap
dalam cairan mempunyai kecepatan mengendap yang tergantung pada diameter
butir dan kerapatan butir dalam cairan. ASTM (1980) D422, AASHTO (1978) T88.
D60 = diameter butir (dalam mm) yang berhubungan dengan 60% lolos
D10 = diameter butir (dalam mm) yang berhubungan dengan 10% lolos
Koefisien kelengkungan :
( D30) 2
Cc
( D10)( D 60)
3. BATAS-BATAS ATTERBERG
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut
dapat diremas-remas tanpa menimbulkan retakan . Sifat kohesif ini disebabkan oleh
karena adanya air yang terserap di sekeliling permukaan dari partikel lempung. Pada
awal tahun 1900 an seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg menjelaskan
pengaruh dari variasi kadar air terhadap konsistensi tanah berbutir halus. Bila
kandungan air sangat tinggi , maka campuran tanah dan air akan menjadi sangat
lembek seperti cairan. Oleh sebab itu atas dasar kandungan air pada tanah, dapat
dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar , Yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair
seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini .
Kadar air dinyatakan dalam prosen , dimana terjadi transisi dari keadaan padat
ke semi padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limits). Kadar air dimana
transisi dari keadaan semi padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis
(plastic limits), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid
limits).
Batas-batas ini dinamakan dengan BATAS-BATAS ATTERBERG
Karena batas-batas Atterberg adalah kadar air dimana perilaku tanah berubah,
keadaan ini dapat dihubungankan dengan kurva tegangan-regangan yang dihasilkan
pada Gambar 4.
Untuk mengatur kadar air dari tanah yang bersangkutan agar dipenuhi
persyaratan di atas ternyata sangat sulit. Oleh karena itu kalau dilakukan uji batas
cair paling sedikit empat kali pada tanah yang sama tetapi pada kadar air yang
berbeda-beda sehingga jumlah pukulan N, yang dibutuhkan bervariasi antara 15 dan
35. Kadar air dari tanah, dalam persen, dan jumlah pukulan masing-masing uji
digambarkan di atas kertas grafik semi log (Gambar 6). Hubungan antara kadar air
dan log N dapat dianggap sebagai garis lurus. Garis lurus tersebut dinamakan
sebagai kurva aliran (flow curve). Kadar air yang bersesuaian dengan N = 25, yang
ditentukan dari kurva aliran, adalah batas cair dari tanah yang bersangkutan.
Kemiringan dari garis aliran (flow line) didefinisikan sebagai indeks aliran (flow
index) dan dapat ditulis sebagai :
w1 w2
If
N2
log
N1
dimana :
If = indeks aliran
w1 = kadar air, dalam persen dari tanh yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N1
w2 = kadar air, dalam persen, dari tanah yang besesuaian dengan jumlah pukulan
N2
Jadi, persamaan garis aliran dapat dituliskan dalam bentuk yang umum, sebagai
berikut
w If log N C
tan
N
LL
25
dimana :
N = jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk menutup goresan selebar 0,5 in pada dasar
contoh tanah yang diletakkan dalam mangkok kuningan dari alat uji batas cair.
WN = kadar air dimana untuk menutup dasar goresan dari contoh tanah dibutuhkan
pukulan sebanyak N
tan β = 0,121 (harap dicatat bahwa tidak semua tanah mempunyai harga tan β =0,121)
Gambar 7. Awal uji batas cair dengan contoh tanah di dalam mangkok kuningan
1. Dari percobaan penentuan batas cair (LL) suatu contoh tanah berbutir diperoleh
data sebagai berikut
A)
Jumlah ketukan Kadar air %
15 77
18 74
20 72
30 65
37 61
45 59
B)
Jumlah ketukan Kadar air (%)
16 58.0
20 56.6
30 54.0
50 50
Indeks Plastisitas (plasticity index (PI)) adalah perbedaan antara batas cair dan
batas plastis suatu tanah, atau :
PI LL PL
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 9. batas susut ditentukan dengan cara berikut :
SL wi (%) w(%)
dimana :
wi = kadar air tanah mula-mula pada saat ditempatkan di dalam mangkok uji batas
susut
Δw = perubahan kadar air (yaitu antara kadar air mula-mula dan kadar air pada batas
susut
Tetapi :
m1 m2
wi (%) x100
m2
dimana :
Selain itu :
(Vi Vf ) w
w(%) x100
m2
dimana :
Vi = volume contoh tanah basah pada sat permulaan pengujian (yaitu volume mangkok,
cm3.
Vf = volume tanah kering sesudah dikeringkan di dalam oven
Ρw = kerapatan air (gr/cm3)
m m2 (Vi Vf ) w
SL 1 (100) (100)
m2 m2
Sumber :
a. Braja M.Das, Noor Endah, Indrasurya B Mochtar, Mekanika Tanah
(Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis), jilid 1, Erlangga
b. Craig . R.F, Budi Susilo, Mekanika Tanah, Erlangga1989
c. Holtz & WD Kovacs, An Introduction to Geotechnical Engineering.
d. Joseph E.Bowlesh, Physical and Geotechnical Properties of Soils,
McGraw Hill,1984.
3. Dari percobaan penentuan batas cair (LL) suatu contoh tanah berbutir diperoleh
data sebagai berikut