Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN

SYARIAH DAN KONVENSIONAL DI INDONESIA

Pendahuluan
Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran
sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan1.
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat
banyak2.

Secara normative dan yuridis empiris, bank syariah diakui keberadaannya di Negara
Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang-
undangan di Indoensia. Selain itu, pengakuan secara yuridis empiris dapat dilihat perbankan
syariah tumbuh dan berkembang pada umumnya di seluruh ibu kota provensi dan kabupaten di
Indonesia, bahkan beberapa bank konvesional dan lembaga keuangan lainnya membuka unit
usaha syariah ( bank syariah, asuransi syariah, dan semacamnya)3. Kerangka hukum
pengembangan industry perbankan syariah diwadahi dalam UU No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan yang memperkenalkan “system bagi hasil” atau “prinsip bagi hasil” dalam kegiatan
perbankan nasional. Dalam UU No. 7 tahun 1992 tersebut dibuka kemungkinan bagi bank untuk
melaksanakan usahanya berdasarkan pada prinsip bagi hasil. Ketentuan ini dimaksud untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan penyediaan jasa perbankan berdasarkan system bagi
hasil4.

Perkembangan lembaga bank di Indonesai tidak mengalami perubahan yang signifikan


baik berupa jumlah Bank Umum/Bank umum Sayariah, Unit Usaha Syariah, BPR/BPRS Syariah
. Sampai dengan bulan Desember 2017, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan

1
BOOKLET PERBANKAN INDONESIA 2014, Edisi 1, maret 2014
2
BOOKLET PERBANKAN INDONESIA 2014
3
Zainuddin Ali, 2008, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta; CV Sinar Grafika, hlm 2
4
Rachmadi Usman, 2012, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 44
sebanyak 13 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 167 BPRS, dengan
total jaringan kantor mencapai 2.610 kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara.
Total aset BUS mencapai Rp. 288.027 miliar, dan UUS 136.154 miliar.5 Untuk perbankan
konvensional sendiri dalam Statistik perbankan nasional yang dipublikasi oleh OJK untuk bulan
desember 2017 tercatat bahwa penyaluran dana Bank Umum sebesar 7.177.051 miliar dan BPR
sebesar 121.296 miliar, sumber dana Bank umum dan BPR sebesar 5.921.000 miliar dan 103.874
miliar, Jumlah Aset Bank Umum 7.387.144 miliar dan BPR 125.945 miliar, jumlah jaringan
bank sendiri sebesar 115 dan BPR 1.619, dengan total jaringan kantor mencapai 38.477 kantor
yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia

Berikut table perkembangan bank konvensional dan bank syariah di Indonesia :

Indikator Tahun
2014 2015 2016 20176
BUS 12 12 13 13
UUS 22 22 21 21
BPRS 163 163 166
Total Aset 272.343 296.262 393.343
(Miliar Rupiah)

Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh perbankan baik konvensional maupun
syariah agar dapat terus bertahan hidup adalah penilaian kinerja keuangan bank.7 Secara Umum
Kinerja keuangan perbankan bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank. Perusahaan
perbankan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan perusahaan lain sehingga rasio
keuangannya juga berbeda dengan perusahaan lainnya. Rasio-rasio keuangan perusahaan
perbankan lebih berkaitan dengan kesehatan bank, dimana perusahaan bank sangat terkait

5
OJK, Statistik Perbankan Syariah, Desember 2017
6
Akhir Desember 2017
7
Adi Susilo Jahja & Muhammad Iqbal, ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH
DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL, Epistemé, Vol. 7, No. 2, Desember 2012.
dengan pembentukan kepercayaan masyarakat dan melaksanakan prinsip kehati-hatian
(prudentialbanking).
Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia yang berwenang untuk
mengatur dan mengawasi bank-bank yang beroperasi di Indonesia mengeluarkan peraturan yaitu
penilaian kesehatan menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan metode CAMELS. Kemudian
pada tahun 2007 Bank Indonesia mengeluarkan SE No.9/24/DPbS tentang system penilaian
tingkat kesehatan Bank Umum berdasarkan prinsip syariah.
Metode CAMELS mencakup factor-faktor Capital (permodalan), Asset (kualitas aset),
Management (manajemen), Earning (rentabilitas), Liquidity (likuiditas), dan Sensitivity to
Market Risk (penilaian terhadap risiko pasar). Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil
penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja bank
dengan melakukan penilaian terhadap Faktor Finansial dan factor manajemen.8
Kemudian Seiring berjalannya waktu dan perubahan di bidang perbankan, pemerintah
dalam hal ini Bank Indonesia menciptakana metode baru untuk menilai kesehatan bank, dalam
menilai kesehatan bank dalam Surat Edaran No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011. Prinsip
penilaian kesehatan perbankan menurut Surat Edaran No.13/24/DPNP pada tanggal 25 Oktober
2011 adalah berorientasi risiko, proporsionalitas, materialitas dan siginifikansi, dan
komprehensif dan terstruktur.9
Sejak 31 Desember 2013 fungsi pengawasan lembaga jasa keuangan perbankan yang
sebelumnya dipegang oleh Bank Indonesia diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan. Akan tetap
focus pengawan terhadap makroprudential tetap dilakukan oleh Bank Indonesia, berkoordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan.10 Hal ini menyebabkan beberapa peraturan yang sebelumnnya
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia dikonversi menjadi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Peraturan mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Bank Umum Syariah juga

8
Bank Indonesia, SE No.9/24/DPbS, Perihal : Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syariah, 30 Oktober 2007
9
Arif Rachman Husein dan Fatin Fadhilah Hasib, TINGKAT KESEHATAN BANK : ANALISA PERBANDINGAN
PENDEKATAN CAMELS DAN RGEC (STUDI PADA BANK UMUM SYARIAH TAHUN PERIODE 2012-2014), Jurnal
Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 3 No. 2 Februari 2016: 102-116;
10
BI, SIARAN PERS BERSAMA No. 15 / 56 /DKom, https://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran
pers/Pages/SP_155613_DKom.aspx. diakses pada tanggal 03 Mei 2018, pukul 23.09
demikian, Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dikonversi oleh OJK pada tahun 2016 menjadi POJK
No.4/POJK.03/2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Begitupun pada penliaan
pada aspek syariah, yang awalnya di atur oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007
tanggal 24 Januari 2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syariah dihapus dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/Pojk.03/2014
Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Perubahan regulasi juga mempengaruhi metode dalam melakukan penilaian, yang mana
metode CAMELS menjadi pendekatan resiko menggunakan metode Risk Based Bank Rating,
Metode Risk Based Bank Rating memiliki cakupan penilaian terhadap empat faktor yaitu profil
risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), rentabilitas (earnings) dan permodalan
(capital).11
Dalam penelitian ini Adapun indikator yang digunakan dalam menilai kesehatan bank
yang merujuk pada POJK NOMOR 8/POJK.03/2014 menggunakan metode RGEC yaitu, profil
risiko (risk profile) akan menghitung factor-faktor risiko perusahaan dengan menggunakan 10
risiko yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko
stratejik, risiko kepatuhan, risiko reputasi, risiko imbal hasil, risiko investasi, untuk penelitian ini
instrument risk profile yang digunakan adalah resiko kredit. Hal ini dikarenakan data yang
dipakai dalam penelitian merupakan data sekunder yang diambil dari laporan keuangan bank dan
risiko lainnya menyangkut self assessmen bank yang tidak dipublikasikan.12 Good Corporate
Governance (GCG) yang diperoleh dari hasil penerapan GCG dalam perusahaan, rentabilitas
(earnings) menggunakan rasio Return On Assets (ROA), permodalan (capital) dengan
menggunakan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR).13
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana
perbandingan kinerja keuangan bank syariah dan bank konvensional. Maka penulis tertarik untuk

11
OJK, PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT
KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.
12
Theresia Vania Hamolin dan Nila Firdaus Nuzula, ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN METODE
RISK BASED BANK RATING (Studi Pada Bank Umum Konvensional Di Indonesia Periode 2014-2016), Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 57 No. 1 April 2018, hlm. 221
13
Arif Rachman Husein dan Fatin Fadhilah Hasib, TINGKAT KESEHATAN BANK : ANALISA PERBANDINGAN
PENDEKATAN CAMELS DAN RGEC (STUDI PADA BANK UMUM SYARIAH TAHUN PERIODE 2012-2014), Jurnal
Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 3 No. 2 Februari 2016: 102-116;
mengangkatnya dalam bentuk skripsi yang berjudul : Analisis Perbandingan Kinerja
Keuangan Perbankan Syariah Dan Konvensional Di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang
berbentuk komparatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dokumenter.
Penelitian dokumenter adalah penelitian yang data dan informasinya diperoleh dari bahan
dokumentasi institusi (Supardi, 2005:34).

Variabel dan pengukuran ini berfungsi untuk membatasi informasi yang tidak berkaitan
dengan penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, maka variabel dalam penelitian ini adalah
tingkat kesehatan bank syariah dan bank konvensional. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan metode Risk Based Bank Rating (RBBR) yang terdiri dari : Faktor
Risk Profile (profil risiko) yang mengukur risiko kredit menggunakan rasio Non Performing
Loan (NPL), Faktor rentabilitas (earnings) menggunakan Rasio Return on Assets (ROA) dan Net
Interest Margin (NIM). Faktor permodalan (capital) menggunakan Capital Adequacy Ratio
(CAR). Faktor Good Corporate Governance menggunakan hasil penilaian self assessment bank
tersebut. Tingkat kesehatan bank umum konvensional yang diteliti dengan metode Risk Based
Bank Rating (RBBR) selama periode 2015-2017.

Menurut Anshori dan Iswati (2009:92) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini yang menjadi populasi
adalah Bank Umum Syariah Bank Umum Konvensional di Indonesia.

Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Anshori dan Iswati (2009:105) menyatakan bahwa sampling purposive adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Beberapa pertimbangan untuk menentapkan
kriteria sebagai berikut: Sampel yang digunakan adalah Bank Umum Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan serta menerbitkan dan mempublikasikan
laporan tahunannya, laporan GCG selama periode pengamatan 2015-2017 melalui masing-
masing bank dan Bank Umum Syariah yang menerbitkan self assessment risk profile pada tahun
2015-2017. Sehingga total sampel ada delapan bank umum syariah yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI Syariah, Mega Syariah, Bank BCA Syariah,
Bank Panin Syariah dan Bank Bukopin Syariah……?

Proses Seleksi Sampel Penelitian

No Kriteria Jumlah
1 Bank Umum Syariah yang terdaftar di OJK dalam 13
pengamatan 2015-2017
Bank Umum Konvensional yang terdaftar di OJK dalam 115
pengamatan 2015-2017
2 Bank Umum Syariah yang tidak menerbitkan laporan
tahunan dan self assessment risk profile dalam
pengamatan 2015-2017
Bank Umum Konvensional yang tidak menerbitkan
laporan tahunan dan self assessment risk profile dalam
pengamatan 2015-2017
3 Bank Umum Syariah yang tidak menerbitkan atau
menyertakan laporan GCG dalam pengamatan 2015-2017
Bank Umum Konvensional yang tidak menerbitkan atau
menyertakan laporan GCG dalam pengamatan 2015-2017
Jumlah Sampel
 Bank Umum Syariah
 Bank Umum Konvensional
Jumlah Pengamatan Penelitian ( 70 x 3 tahun )

PEMBAHASAN

Literatur Review

Beberapa karya ilmiah yang mendukung dan berkaitan dengan tingkat kesehatan bank telah
banyak di temukan, baik yang menggunakan metode CAMELS atau metode RGEC. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh (Adinda, Suhadak, & Zahroh, 2015) yang meneliti tingkat
kesehatan bank menggunakan RGEC dengan studi kasus pada bank konvensional BUMN dan
Swasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesehatan bank BUMN lebih baik daripada
bank swasta nasional devisa karena nilai rata-rata ROA, NIM dan CAR bank BUMN lebih besar
meskipun nilai rata-rata NPL dan LDR bank swasta nasional devisa lebih kecil dibandingkan
dengan bank BUMN. Nilai rata-rata ROA, NIM dan CAR bank BUMN yang lebih besar
menunjukkan bahwa bank BUMN berusaha menjaga perolehan laba, pendapatan bunga bersih
serta kecukupan modal yang dimiliki sedangkan dilihat dari rasio NPL dan LDR, bank swasta
nasional devisa cenderung menjaga risiko kredit dan likuiditasnya agar tetap rendah. Bank
BUMN diharapkan menjaga dan mengawasi kredit yang diberikan untuk meminimalisir
terjadinya risiko kredit dan likuiditas. Bagi bank swasta nasional devisa diharapkan mampu
meningkatkan nilai rasio keuangannya agar dapat bersaing dengan bank-bank lain.

Pada tahun yang sama (Bella, Bambang, & Giyanto, 2015) melakukan penelitian dengan
membandingkan tingkat kesehatan bank syariah dengan konvensional menggunakan metode
RGEC periode 2012-2014, Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan alat hitung Uji
Mann- Whitney, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Tidak terdapat perbedaan signifikan
dalam analisis tingkat kesehatan bank syariah dan bank konvensional dinilai dengan metode
RGEC, Terdapat perbedaan signifikan risk profile bank syariah dan bank konvensional, Terdapat
perbedaan signifikan GCG bank syariah dan bank konvensional, Tidak terdapat perbedaan
signifikan Earnings bank syariah dan bank konvensional, Tidak terdapat perbedaan signifikan
Capital bank syariah dan bank konvensional.

Di tahun berikutnya (Sholikha & Zubaidah, 2016) menggunakan metode CAMELS dalam
menganalisis kinerja keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Capital
adequacy ratio (CAR), Non performing loan/financing (NPL/NPF), Efisiensi Operasi (BOPO),
dan Loan/financing to deposit ratio (LDR/FDR) terhadap Return on asset (ROA) sebagai proksi
dari kinerja keuangan bank umum konvensional dan syariah yang tercatat di Direktorat
Perbankan Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Statistik
Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Data
yang diambil adalah data bulanan yang disusun secara dokumentasi dari tahun 2011-2015 dari
bank umum konvensional dan bank umum syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
bank umum konvensional variabel CAR, NPL, dan LDR berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap ROA dan BOPO berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ROA. Sementara
pada bank umum syariah, variable NPF dan BOPO berpengaruh negative dan signifikan terhadap
ROA sedangkan CAR dan LDR berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ROA. Pada
bank umum konvensional mengelola asset dan modal secara efisien akan meningkatkan kinerja
keuangan. Pada bank umum syariah, menekan laju pembiayaan tidak lancar dan biaya
operasional akan meningkatkan kinerja keuangan.

Dalam jurnal Adminidtrasi bisnis (JAB) (Khabibatur & Suhadak, 2017) Penelitian ini
menggunakan tiga faktor pada RGEC yaitu profil risiko menggunakan NPL dan LDR,
rentabilitas menggunakan ROA dan permodalan menggunakan CAR pada 13 bank syariah di
empat negara. Hasil penelitian menunjukkan pada rasio NPL di Indonesia, Malaysia dan Kuwait
memperoleh predikat “sangat baik”, sedangkan di UAE “kurang baik”. Pada LDR di Malaysia
dan Kuwait “sangat baik”, di UAE “baik”, sedangkan di Indonesia “cukup baik”. Pada rasio
ROA di Malaysia dan UAE “sangat baik”, sedangkan di Indonesia dan Kuwait “baik”. Pada rasio
CAR di Indonesia, Malaysia, UAE, dan Kuwait memperoleh predikat “sangat baik”.
Perbandingan tingkat kesehatan bank syariah di Indonesia dengan di Malaysia menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan, sama seperti di Indonesia dengan UAE. Perbandingan tingkat
kesehatan bank syariah di Indonesia dengan di Kuwait menunjukkan adanya perbedaan, yaitu
tingkat kesehatan bank syariah di Indonesia lebih baik.

Kerangka Teori

Profil Resiko (Risk Profile)

Penilaian penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 4 /Pojk.03/2016
Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, menjelaskan ada delapan risiko yang
dihitung dalam penilaian risiko dan penerapan manajemen risiko perbankan. Risiko yang
dihitung diantaranya adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko
hokum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi. Sedangkan dalam perbankan
syariah mengukur tingkat kesehatan profil resiko mendapatkan tambahan dua resiko yaitu resiko
imbal hasil dan resiko investasi14. Pada penelitan ini yang akan dinilai menggunakan rasio

14
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN
BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH, Pasal 7, Ayat 1
keuangan hanya risiko kredit dan risiko likuiditas karena yang dapat diukur menggunakan
laporan keuangan hanya kedua risiko tersebut.

Resiko kredit adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati15. Risiko kredit menurut Kasidi16 “Risiko
kredit adalah risiko yang berkaitan dengan kemungkinanan kegagalan debitur untuk melunasi
hutangnya, baik pokok maupun bunganya pada waktu yang telah ditentukan.” Risiko kredit dapat
diukur dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) atau rasio tingkat kredit
bermasalah. Tingginya NPL menunujukkan ketidakmampuan bank dalam proses penilaian
sampai pencairan kredit sampai dengan pencairan kredit kepada debitur. Kredit bermasalah
adalah pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya factor kesenjangan dan atau
karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur17. Rumus dari rasio NPL adalah:
𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
NPL = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡

Sumber: Lampiran SEOJK No.14/SEOJK.03/2017

Tabel 1 Klasifikasi Peringkat NPL

Peringkat Nilai Komposit Predikat


1 NPL ≤ 2% Sangat Baik
2 2% ≤ NPL < 5% Baik
3 5% ≤ NPL < 8% Cukup Baik
4 8% ≤ NPL < 12% Kurang Baik
5 NPL ≥ 12% Tidak Baik
Sumber: Kodifikasi Penilaian Bank Indonesia Kelembagaan: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
(Data Diolah, 2017)

Dalam perbankkan syariah sendiri resiko kredit diartikan menjadi resiko pembiayaan. risiko
pembiayaan atau sering disebut pula di default riskt yang merupakan suatu resiko akibat

15
Ikatan Bankir Indonesia, Manajemen Kesehatan Bank Berdasarkan Resiko ( Jakarta : Gramedia, 2016 ), h. 23
16
Kasidi, Manajemen Risiko ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2010 ), h. 58
17
Theresia Vania Hamolin dan Nila Firdaus Nuzula, ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN METODE
RISK BASED BANK RATING (Studi Pada Bank Umum Konvensional Di Indonesia Periode 2014-2016), Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 57 No. 1 April 2018, h. 221
kegagalan atau ketidakmampuan nasabah dalam mengembalikan pinjaman atau pembiayaan
yang diterima bank sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan atau dijadwalkan titik ketika
nasabah memenuhi perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak secara teknis keadaan
tersebut merupakan defult.18 Rumus dari rasio NPF adalah:
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
NPF = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛

Tabel 1 Klasifikasi Peringkat NPF

Peringkat Nilai Komposit Predikat


1 0% < NPF < 2% Sangat Baik
2 2% ≤ NPF < 5% Baik
3 5% ≤ NPF < 8% Cukup Baik
4 8% ≤ NPF < 11% Kurang Baik
5 NPF > 12% Tidak Baik
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia (Data Diolah, 2017)

Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem yang mampu mengontrol dan
mengarahkan perusahaan secara keseluruhan yang ditetapkan baik secara internal maupun
eksternal atas manajemen sebuah entitas bisnis dengan tujuan melindungi kepentingan semua
stakeholder jika GCG tidak dapat dijalankan dengan baik dapat disimpulkan bahwa pengelolaan
Manajemen Perusahaan tidak berjalan dengan semestinya titik Hal tersebut tentunya akan
mempengaruhi penilaian kesehatan bank tersebut19.

Menurut POJK No.55/POJK.03/2016 Tata kelola yang baik adalah suatu tata cara pengelolaan
Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan

18
Rifki Ismail dan Veitzhal Rivai, Islamic Risk Management for Islamic Bank, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama,2013), h. 39
19
Desmadi Saharuddin, Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah, ( Jakarta : Prenada Media Group), h. 67
kewajaran (fairness). Dalam POJK tersebut juga dijelaskan Penerapan Tata Kelola bagi Bank
Umum, “bank diwajibkan secara berkala melakukan self assessment terhadap kecukupan
pelaksaanaan dalam Tata Kelola dan menyusun laporan pelaksanaan.” Dalam melakukan
penilaian faktor GCG, peneliti akan memakai hasil penilaian self assessment dari bank. Dimana
penilaian GCG ini terdiri dari 11 (sebelas) unsur :

Tabel Bobot Penilaian GCG

No Faktor Bobot
1 Pelaksanaan Tugas dan Tanggung 10%
Jawab Direksi
2 Pelaksanaan Tugas dan Tanggung 20%
Jawab Dewan Komisaris
3 Kelengkapan dan Pelaksanaan 10%
Tugas Komite
4 Penanganan Benturan 10%
Kepentingan
5 Penerapan Fungsi Kepatuhan 5%
Bank
6 Penerapan Fungsi Audit Intern 5%
7 Penerapan Fungsi Audit Ekstern 5%
8 Penerapan Manajemen Risiko 7,5%
Termasuk Sistem Pengendalian
Intern
9 Penyediaan Dana Kepada Pihak 7,5%
Terkait (related party) dan
Penyediaan Dana Besar (large
exposure)
10 Transparansi Kondisi Keuangan 15%
dan Non Keuangan, Laporan
Pelaksanaan Tata Kelola dan
Pelaporan Internal
11 Rencana Strategis Bank 5%
Total 100%
Sumber: Lampiran SE OJK No.14/SEOJK.03/2017

Hasil akhir self assessment mengenai tata kelola adalah peringkat tata kelola. Peringkat tata
kelola terdiri dari 5 peringkat dimana peringkat tersebut menggambarkan penerapan tata kelola
bank secara umum.

Peringkat Nilai Komposit Keterangan


1 Nilai Komposit ≤ 1,5 Sangat Baik
2 1,5 – 2,5 Baik
3 2,5 – 3,5 Cukup Baik
4 3,5 – 4,5 Kurang Baik
5 4,5 – 5 Tidak Baik

Rentabilitas (earnings)

Analisis rasio rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha
dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan20. Sehingga dalam penilaiannya
factor yang digunakan ialah Return on Assets (ROA) dan Net Interest Margin (NIM).

Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
menghasilkan pendapatan (income) dari pengelolaan assetnya.21 Semakin besar ROA suatu bank
menandakan semakin besar keuntungan yang didapat bank tersebut dan semakin baik juga
kemampuan bank tersebut dalam mengelola asetnya menjadi keuntungan. Rumus ROA adalah:

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘


ROA = 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑥 100%

Sumber: Lampiran SEOJK No.14/SEOJK.03/2017

Tabel klasifikasi pringkat ROA

20
Margaretha dan Farah, Manajemen Keuangan Bagi Industri Jasa. (Jakarta: Grasindo, 2009 ), h. 61
21
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan. Edisi Revisi 2014. (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2015), h. 329
Peringkat Nilai Komposit Predikat
1 ROA > 1,5% Sangat Baik
2 1,25% < ROA ≤ 1,5% Baik
3 0,5% < ROA ≤ 1,25% Cukup Baik
4 0% < ROA ≤ 0,5% Kurang Baik
5 ROA ≤ 0% Tidak Baik
Sumber: Kodifikasi Penilaian Bank Indonesia Kelembagaan: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
(Data Diolah, 2017)

Net Interest Margin (NIM)

Menurut Darmawi22 Net Interest Margin (NIM) adalah selisih antara semua penerimaan
bunga atas aset bank dan semua biaya bunga atas dana yang diperoleh. NIM merupakan rasio
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja bank dalam menghasilkan pendapatan bunga
bersih dari aktiva produktifnya. Rumus NIM adalah:
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
NIM = 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑥 100%

Sumber: Lampiran SEOJK No.14/SEOJK.03/2017

Tabel Klasifikasi Peringkat NIM

Peringkat Nilai Komposit Predikat


1 NIM > 1,5% Sangat Baik
2 2% < NIM ≤ 3% Baik
3 1,5% < NIM ≤ 2% Cukup Baik
4 1% < NIM ≤ 1,5% Kurang Baik
5 NIM ≤ 1% Tidak Baik
Sumber: Kodifikasi Penilaian Bank Indonesia Kelembagaan: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
(Data Diolah, 2017)

Di perbankkan syariah untuk mengetahui kemampuan aktiva produktif dalam


menghasilkan laba disebut Net Operating Margin (NOM), rumus NOM adalah :

(𝑃𝑂−𝐷𝐵𝐻)−𝐵𝑂
22 NOM =Herman,
Darmawi Manajemen 𝑥 100%
Perbankan.( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 224
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓
Sumber : Lampiran SEOJK No. 10/SEOJK.03/2014

Ket :

 Po adalah pendapatan operasional setelah distribusi bagi hasil.


 BO adalah beban operasional.
 Rata-rata aktiva produktif adalah jumlah aktiva produktif tahun ini ditambah dengan
aktiva tahun lalu, kemudian dibagi 2

Tabel Klasifikasi Peringkat NOM

Peringkat Nilai Komposit Predikat


1 NIM > 1,5% Sangat Baik
2 2% < NIM ≤ 3% Baik
3 1,5% < NIM ≤ 2% Cukup Baik
4 1% < NIM ≤ 1,5% Kurang Baik
5 NIM ≤ 1% Tidak Baik
 Sumber: Kodifikasi Penilaian Bank Indonesia Kelembagaan: Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank (Data Diolah, 2017)

Permodalan (Capital)

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank
dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam
mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank. (Suharjhono, 2002:40)23

Sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Bank of International Settlements (BIS), besarnya
CAR setiap bank minimal 8%. Sehingga Bank Indonesia menetapkan, “Bank wajib penyediaan

23
modal minimum sebesar 8% dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR).” (PBI
No.10/15/PBI/2008). Semakin besar CAR maka semakin baik kemampuan modal bank dalam
membiayai aktiva bank yang mengandung resiko dan begitu juga sebaliknya apabila semakin
kecil CAR maka akan semakin buruk kemampuan bank dalam membiayai aktiva bank yang
mengandung risiko. Rumus dari CAR adalah:
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙
CAR = 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑥 100%

Lampiran SEOJK No.14/SEOJK.03/2017

Tabel klasifikasi pringkat CAR

Peringkat Nilai Komposit Predikat


1 CAR ≥ 12% Sangat Baik
2 9% ≤ CAR < 12% Baik
3 8% ≤ CAR < 9% Cukup Baik
4 6% ≤ CAR < 8% Kurang Baik
5 CAR ≤ 6% Tidak Baik
Sumber: Kodifikasi Penilaian Bank Indonesia Kelembagaan: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
(Data Diolah, 2017)
HASIL PEMBAHASAN

1. Analisi Faktor Profil Resiko


Non Performing Loan (NPL)
Tabel Hasil Penilaian Predikat Komposit Rasio NPL Bank BUMN
NPL (%)
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Negeri Indonesia 2,67%
2 Bank Rakyat Indonesia 1,17%
3 Bank Mandiri 2,62%
4 Bank Tabungan Negara 3,15%
Jumlah
Nilai Rata-rata
Sumber: Laporan Keuangan (Data diolah, 2014)

Non Performing Financing (NPF)


Tabel Hasil Penilaian Predikat Komposit Rasio NPF Bank Umum Syariah
NPF (%)
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Syariah Mandiri 7,21% 6,40%
2 BNI Syariah 2,53% 3,39%
3 BRI Syariah 5,04% 5,00%
4 BCA Syariah 0,71% 0,70%
5 Bank Mega Syariah 4,62% 3,95%
6 Bank Syariah Bukopin 4,93% 3,91%
Jumlah
Nilai Rata-rata
Sumber: Laporan Keuangan (Data diolah, 2014)
2. Analisis factor Rentabilitas
Return On Asset (ROA)
Tabel Hasil Penilaian Predikat Komposit Rasio ROA Bank BUMN
ROA (%)
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Negeri Indonesia 2,67%
2 Bank Rakyat Indonesia 1,17%
3 Bank Mandiri 2,62%
4 Bank Tabungan Negara 3,15%
Jumlah
Nilai Rata-rata

Net Interest Margin (NIM)


Tabel Hasil Penilaian Predikat Komposit Rasio NIM Bank BUMN
NIM (%)
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Negeri Indonesia 2,67%
2 Bank Rakyat Indonesia 1,17%
3 Bank Mandiri 2,62%
4 Bank Tabungan Negara 3,15%
Jumlah
Nilai Rata-rata

Net Operating Margin (NOM)


Tabel Hasil Penilaian Predikat Komposit Rasio NOM Bank Umum Syariah
NOM (%)
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Syariah Mandiri 1,6 1,57
2 BNI Syariah 1,4 1,4
3 BRI Syariah 1,5 1,5
4 BCA Syariah 1,4 1,35
5 Bank Mega Syariah 1,57 1,66
6 Bank Syariah Bukopin 1,6 1,5
Jumlah
Nilai Rata-rata

3. Analisis Faktor Good Corporate Governance (GCG)

Berikut hasil self asssessment yang dilakukan oleh masing-masing bank umum BUMN
pada periode 2015-2017 :

GCG
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Negeri Indonesia 2
2 Bank Rakyat Indonesia 1,17
3 Bank Mandiri 2
4 Bank Tabungan Negara 2
Jumlah
Nilai Rata-rata

Berikut hasil self asssessment yang dilakukan oleh Bank Umum Syariah pada periode
2015-2017 :

GCG (%)
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Syariah Mandiri 1,6 1,57
2 BNI Syariah 1,4 1,4
3 BRI Syariah 1,5 1,5
4 BCA Syariah 1,4 1,35
5 Bank Mega Syariah 1,57 1,66
6 Bank Syariah Bukopin 1,6 1,5
Jumlah
Nilai Rata-rata

4. Permodalan (Capital)
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Tabel Hasil Penilaian Predikat Komposit Rasio CAR Bank BUMN
CAR (%)
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Negeri Indonesia 19,49%
2 Bank Rakyat Indonesia 20,59%
3 Bank Mandiri 18,60%
4 Bank Tabungan Negara 16,97%
Jumlah
Nilai Rata-rata

Tabel Hasil Penilaian Predikat Komposit Rasio CAR Bank Umum Syariah
CAR (%)
No Nama Bank
2015 2016 2017
1 Bank Syariah Mandiri 12,95% 13,65%
2 BNI Syariah 15,27% 15,39%
3 BRI Syariah 13,00% 15,91%
4 BCA Syariah 30,01% 37,75%
5 Bank Mega Syariah 17,18% 22,90%
6 Bank Syariah Bukopin 15,29% 15,63%
Jumlah
Nilai Rata-rata

Anda mungkin juga menyukai