Anda di halaman 1dari 3

Hifema Okulus Dekstra Et Causa Trauma Tumpul : Sebuah Laporan Kasus

Prissilma Tania 1, Muthia Fadhilah 2


1
RSUD Batang, Jawa Tengah, Indonesia
2
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Jakarta, Indonesia

Latar belakang

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah trauma
tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab
utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya
penglihatan unilateral. Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga
kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sclera, kornea
dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di dalam
Camera Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang serius
dan harus segera ditangani karena merupakan suatu kegawatdaruratan di bidang mata.
Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan hifema, 80%
hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian di Amerika utara adalah 17-20/100.000
populasi pertahun. Populasi terbanyak pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahun dan
pertengahan 30 tahun

Presentasi kasus
Pasien datang dengan keluhan mata merah terasa nyeri setelah terkena shuttlecock saat bermain
badminton sejak 1 jam sebelum masuk ke rumah sakit. Keluhan tersebut diikuti dengan
pandangan mata buram dan nyeri kepala. Keluhan mual dan muntah disangkal pasien. Pasien
juga mengeluh mata terasa berair dan silau bila melihat cahaya. Pada pemeriksaan fisik, pasien
tampak sakit sedang. Td : 120/80 hr : 80 x /menit RR : 20 x/ m. Pada pemeriksaan fisik mata
ditemukan, visus mata kanan pasien 1/300, sedangkan visus mata kiri 6/6 . Tes Hischberg, mata
dapat berdeviasi ke segala arah. Pada konjungtiva palpebra mata kanan tampak hiperemis,
konjungtiva bulbi mata kanan terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar. Tampak adanya
darah memenuhi seluruh COA mata kanan, kornea tampak edema, iris, pupil, lensa dan vitreus
sulit dinilai. Pada pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) per palpasi tidak terdapat
peningkatan. Mata kiri pasien dalam batas normal. Lalu pasien direncanakan untuk rawat inap
untuk diobservasi. Pasien mendapat terapi IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit, injeksi asam
traneksamat 3x 500 mg, timolol ½ % 2 x 1 tetes mata kanan, Asetazolamid 3 x 250 mg, KCL
3 x 250 mg, metilprednisolon 3 x 1 tablet, Citrol 4 x 2 tetes mata kanan. Pasien diedukasi untuk
tidur dalam posisi setengah duduk atau elevasi kepala 30-45 derajat (semi fowler).

Hasil
Pada hari keempat dari perawatan konservatif di ruang rawat inap. Keluhan nyeri pada mata
kanan pasien berkurang. Visus mata kanan kembali seperti semula yaitu 6/6. Pada pemeriksaan
fisik mata kanan, konjunctiva palpebra tidak hiperemis. Tidak ditemukan injeksi konjuctiva
atau injeksi siliar. Kornea jernih, COA cukup dalam dan tidak ditemukan darah. Iris tidak
terdapat sinekia, pupil bulat dan refleks cahaya +. Lalu pasien diperbolehkan pulang dengan
dibebat mata menggunakan patch dan kontrol kembali ke poli mata seminggu kemudian.

Diskusi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam Camera Oculi Anterior (COA),
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang
jernih. Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan
tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi
akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera
anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan
kornea. Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Kadang-
kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
 Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
 Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
 Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
 Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,
blackball atau 8-ball hyphema
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema
pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa
operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi. Pemberian obat-obatan pada
penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan
perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Obat-obatan
yang digunakan terdiri atas golongan obat koagulansia, midriatika miotika, hipotensif okular,
kortikosteroid dan antibiotika. Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan
glaukoma sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada
pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari.

Kesimpulan
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.
Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik
karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan
hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar
glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan
telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk karena
berpotensi menyebabkan kebutaan. Pada pasien ini, tidak dilakukan tindakan operatif
dikarenakan setelah mendapatkan terapi konservatif terdapat pengurangan tinggi hifema dan
tidak ditemukan komplikasi dari hifema seperti glaukoma sekunder atau hemosiderosis kornea.

Penghargaan
Saya ucapkan terimakasih kepada RSUD Batang, Jawa tengah Indonesia, institusi dimana saya
bekerja yang memberikan kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian terhadap kasus
hifema pada pasien ini. Saya juga ucapkan terimakasih kepada rekan saya, Muthia Fadhilah
yang telah ikut serta dalam penyusunan karya tulis ini. Semoga karya tulis berupa poster ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kedokteran di masa depan terutama ilmu penyakit
mata.

Referensi
Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available at URL: www.uod.ac
Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com
Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com
Sumarsono, Contusio Oculi. Available at: http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16th ed.USA:McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai