Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

Tentang

KETUBAN PECAH DINI


NOMOR DOKUMEN : Tanggal:
REVISI KE :

A. Pengertian Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban


sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu. Ketuban
pecah dini saat kehamilan cukup bulan didefinisikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum dimulainya persalinan pada wanita
dengan usia kehamilan di atas 37 minggu. 60 % wanita akan
masuk dalam fase persalinan dalam 24 jam pasca ketuban pecah.
Ketuban Pecah Dini Memanjang didefinisikan sebagai ketuban
pecah lebih dari 24 jam pada kehamilan cukup bulan (1,2)
B. Anamnesis Keluhan
 Terasa keluar air dari jalan lahir
 Biasanya tanpa disertai dengan kontraksi atau tanda
inpartu lainnya
Faktor risiko:
 Multiparitas, Hodramnion, Kelainan letak; sungsang atau
melintang, Kehamilan ganda, Cephalo Pelvic
Disproportion, Infeksi, Perdarahan antepartum.
 Pada anamnesis, hal – hal yang perlu digali adalah
menentukan usia kehamilan, adanya cairan yang keluar
dari vagina, warna cairan yang keluar dari vagina, dan
adanya demam.
Saat wanita dicurigai mengalami ketuban pecah dini, petugas
kesehatan wajib menanyakan (Rekomendasi I/A) (2,3):
- Apakah ada cairan ketuban mengalir dari jalan lahir?
- Mulai tanggal berapa dan pukul berapa?
- Apakah warna dari cairan ketuban?
- Adakah bau busuk dari cairan ketuban?
- Apakah ada perdarahan vaginal?
- apakah gerakan janin berkurang?
- Apakah presentasi bayi bukan presentasi kepala saat
pemeriksaan kahamilan terakhir?
- Adakah komplikasi pada kehamilan?
- Adakah riwayat section caesaria sebelumnya?
- Apakah kehamilan ini merupakan kehamilan ganda?2,3

C.Pemeriksaan 1. Pemeriksaan rutin : tekanan darah, Nadi, Laju respirasi,


Fisik urinalisis (Rekomendasi I/A) (1,2,3,4)
2. Palpasi abdomen: Leopold I-IV, Tinggi Fundus uteri, Fetal
auskultasi (DJJ) dan pemeriksaan His. (Rekomendasi I/A)
(1,2,3,4)
3. Pemeriksaan ginekologis/bimanual(Rekomendasi I/A)
(1,2,3,4):
4. Hindari pemeriksaan vaginal dengan menggunakan jari
pemeriksa pada keadaan absen dari HIS (kontraksi uterus)
yang adekuat
- Tidak ada indikasi pemeriksaan spekulum pada wanita
hamil yang yakin pasti adanya riwayat air ketuban
mengalir dari jalan lahir
- Pada wanita yang tidak yakin dengan adanya pecahnya
selaput ketuban, ditawarkan pemeriksaan spekulum.
Pemeriksaan spekulum digunakan untuk mengatahui
adanya selaput ketuban yang pecah. Dilakukan di bawah
pencahayaan yang baik, pasien diminta untuk batuk lalu
dilihat adanya cairan ketuban yang keluar dari serviks
atau bahkan bisa terlihat genangan (pooling) dari cairan
ketuban pada vagina.
- Jika pada pemeriksaan spekulum di atas belum terlihat
adanya cairan ketuban keluar ke vagina, ulangi
pemeriksaan spekulum setelah 1 jam pasien dibaringkan
dengan posisi supine.
- Pada saat dilakukan pemeriksaan spekulum, juga
dilakukan penilaian pembukaan serviks dan
menyingkirkan propels tali pusat.1,2,3,4
D.Pemeriksaan  Pemeriksaan PH vagina (cairan ketuban) dengan kertas
Penunjang lakmus (Nitrazin test) dari merah menjadi biru, sesuai
dengan sifat air ketuban yang alkalis
 Pemeriksaan mikroskopik tampak gambaran pakis yang
mongering pada secret servikovaginal
 Dilakukan dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan mongering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis
 Pemeriksaan darah rutin, leukosit > 15.000/mm3
 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) akan berguna untuk
menilai taksiran berat janin, presentasi, normalitas dan
menilai volume air ketuban
 CTG (Kardiotokografi) seharusnya dilakukan dan
didokumentasikan untuk menilai kesejahteraan janin dan
aktivitas uterus (jika tidak ada mesin CTG dapat dilakukan
auskultasi dan palpasi untuk menilai kontraksi secara
intermiten) (Rekomendasi I/A) (1,2,3,4)
E. Kriteria Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
Diagnosis fisik, dan penunjang
a. Riwayat pecahnya kulit ketuban atau keluarnya air ketuban
dari jalan lahir sebelum masuk fase persalinan pada
kehamilan di > 37 minggu (Rekomendasi I/A) (1,2,3,4)
b. Pada pemeriksaan spekulum vagina didapatkan adanya
cairan ketuban keluar dari serviks atau adanya genangang
(pooling) air ketuban pada vagina. (Rekomendasi I/A)
(1,2,3,4)
F. Diagnosis Ketuban Pecah Dini
G.Diagnosis 1. Infeksi maternal korioamnionitis dan neonatal
Banding 2. Persalinan premature
3. Hipoksia karena kompresi tali pusat
4. Deformitas janin
5. Meningkatnya insiden seksio sesaria, atau gagal persalinan
normal

H. Terapi Manajemen pada ketuban pecah dini pada kehamilan cukup


bulan dibagi menjadi tiga ((Rekomendasi I/A) (1,5):
- Induksi persalinan (maternal choice/pilihan ibu, mekonium
atau pewaranaan darah pada cairan ketuban, infeksi Grup B
streptococcus, diabetes, adanaya infeksi maternal ataupun
fetal, gerakan janin menurun)
- Induksi persalinan setelah 24 jam (direkomendasikan)
- Manajemen ekspektatif pada durasi kurang dari 24 jam
pasca KPD1,5

Manajemen terencana (dengan metode oksitosin atau


prostaglandin) mengurangi risiko terjadinya morbiditas oleh
karena infeksi maternal tanpa meningkatkan angka seksio
caesaria dan pelahiran pervaginal dengan tindakan. Lebih sedikit
bayi yang dibawa ke pelayanan intensif neonatal dibawah
manajemen terencana dengan angka kejadian infeksi neonatal
yang tidak berbeda dengan metode lainnya. Sejak manajemen
terencana dan ekspektatif tidak begitu berbeda, ibu hamil harus
diberikan informasi yang cukup untuk bisa membuat keputusan
terhadap manajemen yang dipilih.6 (Rekomendasi I/A) (6)
Wanita hamil wajib diinformasikan mengenai Ketuban Pecah
Dini pada Kehamilan Cukup bulan dan diberikan kesempatan
memilih (informed choice) berdasarkan informasi berikut
(Rekomendasi I/A) (1,2,3):
- 60 % wanita akan masuk dalam fase persalinan dalam 24 jam
- Induksi persalinan sesuai setelah 24 jam dan
direkomendasikan
- Risiko infeksi meningkat sesuai dengan durasi dari Ketuban
Pecah Dini. Namun tidak ada peningkatan signifikan jika
induksi persalinan dilakukan 24 jam pasca ketuban pecah
dini.
- Jika pelahiran terjadi dalam waktu lebih dari 24 jam pasca
terjadi ketuban pecah dini, maka pasien perlu mondok di
rumah sakit setidaknya selama 12 jam setelah pelahiran
sehingga bayi dapat diobservasi mengani tanda-tanda
infeksi1,2,3

1. Induksi persalinan segera (Rekomendasi I/A) (1,2,5)


Metode induksi ini harus disarankan ke pasien jika terjadi faktor
risiko di bawah ini :
- Cairan ketuban disertai mekonium atau darah yang
signifikan
- Infeksi Grup B streptococcus
- Diabetes (gestasional atau diabetes yang sudah ada
sebelum kehamilan)
- Adanya infeksi maternal ataupun fetal
- Gerakan janin berkurang1,2,5

2. Induksi kehamilan setelah 24 jam pasca KPD(Rekomendasi


I/A) (1,2,5)
- Induksi persalinan saat 24 jam pasca KPD
direkomedasikan pada wanita dengan risiko yang rendah.
- Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan meliputi
pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, urinalisis, palpasi
dan aktivitas uterus serta CTG.
- Pemeriksaan dalam harus dilakukan dengan tekhnik
asepsis
- Jika Skor Bishop < 5 maka dapat digunakan preparat
prostaglandin. Pemeriksaan CTG harus dilakukan
selamat 30 menit sebelum dilakukan induksi.
- Jika Skor Bishop > 6 maka augmentasi oksitosin
disarankan.
- Pada pasien VBAC dapat disarankan menggunakan
Oksitosin1,2,5

3. Manajemen Ekspektatif
- Pasien bisa memilih untuk menunggu persalinan spontan.
Pemantauan per 4 jam meliputi suhu, warna cairan
ketuban, pergerakan janin dan nyeri abdomen.
- Pemeriksaan CTG wajib dilakukan per 24 jam selama 20-
30 menit. (Rekomendasi I/A) (1,2,3,4)
- Antibiotik profilaksis pada KPD > 18-24
jam(Rekomendasi I/A) (4) :
o Inj. Benzylpenicillin 3 gram IV dosis awal lalu 1.2
gram/ 4 jam/IV sampai persalinan
o Jika alergi Pencillin, Clindamycin 600 mgr IV dalam
50-100 mL dengan injeksi lambat paling sedikit 20
menit tiap 8 jam (4)

34 minggu:
Lakukan induksi persalinan berdasarkan penilaian Bishop
score bila tidak ada kontraindikasi
1. Bishop score < 5 induksi dengan misoprostol 25 mc
pervaginam/ 6 jam (1 seri)
2. Bishop score ≥ 5 induksi dengan oksitosin 5 IU dalam
500 cc RL (8-40 tpm)

24 -33 minggu:
1. Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian
janin, lakukan persalinan segera
2. Berikan dexametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam
atau Betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam
3. Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu
dan janin
4. Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia
kehamilan 32 – 33 minggu, bila dapat dilakukan
pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan
bahwa paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan
dengan fasilitas perawatan bayi preterm)

< 24 minggu:
1. Pertimbangkan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan
janin
2. Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan
mungkin menjadi pilihan
3. Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana
korioamnionitis

I. Edukasi 1. Memberikan informasi kepada ibu, adanya air ketuban yang


keluar sebelum tanda inpartu
2. Menegangkan ibu dan memberitahu kepada suami dan
keluarga agar ibu dapat diberi kesempatan untuk tirah baring
3. Memberi penjelasan mengenai risiko yang dapat terjadi pada
ibu ataupun janin

J. Prognosis Prognosis Ibu


1. Ad vitam: Bonam
2. Ad fungsionam: Bonam
3. Ad sanationam: Bonam
Prognosis Janin
1. Ad vitam: Dubia ad Bonam
2. Ad fungtionam: Dubia ad Bonam
3. Ad sanationam: Dubia ad Bonam
J. Kepustakaan 1. Chlesea and Westminster Hospital/NHS. The Management of
Term Pre-labour Rupture of Membranes. Guideline. 2010.
2. Canterbury Dstrict Health Board. Pre-Labour Rupture of
membranes at Term. Maternity Guideline. 2014
3. Auckland District Health Care. Rupture of Membranes In
Pregnancy. Guideline. 2014
4. Department of Health, Government of South Australia.
Prelabour Rupture of The Membranes (PROM) > 37 minggu.
Clincal Guideline. 2015.
5. National Institute for Health and Care Excellence. Inducing
Labour. Clinical Guideline. 2008.
6. Dare MR, Middleton P, Crowther CA, Flenady V,
Varatharaju B. Planned early birth versus ecpectant
management (waiting) for prelabour rupture of membranes at
term (37 weeks or more) (Review). Cochrane database of
systematic reviews. 2010: 1-162.
7. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T.
Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010: Hal 677 – 680.
(Prawirohardjo, et al., 2010)
8. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013 (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

Anda mungkin juga menyukai