Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i


DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ I-1
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... I-1
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................... I-3
2.3 SASARAN ........................................................................................................ I-3
2.4 LOKASI PEKERJAAN .................................................................................... I-3
2.5 LINGKUP PEMELIHARAAN......................................................................... I-4

BAB II. DATA PERENCANAAN ............................................................................... II-1


2.1 ANALISIS HIDROKLIMATOLOGI.............................................................. II-1
2.2 KONDISI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN............................................... II-3

BAB III. PERENCANAAN PEMELIHARAAN ........................................................III-1


3.1 KONDISI KERUSAKAN BENDUNG ..........................................................III-1
3.2 PERENCANAAN REHABILITASI BENDUNG..........................................III-3
3.3 ANALISA STABILITAS ...............................................................................III-7
BAB IV. PENUTUP ......................................................................................................V-1
4.1 KESIMPULAN ................................................................................................V-1
4.2 SARAN ............................................................................................................V-1

Detail Desain Rehabilitasi Bendung Dan Jaringan Irigasi D.I. Mena 3225 Ha Di Kabupaten TTU
ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Air merupakan salah satu faktor penentu (determinan) dalam proses produksi
pertanian, oleh karena itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam
penyediaan air untuk berbagai keperluan usaha tani. Sebagai implementasi dari
aspek pendayagunaan sumber daya air, pemerintah mengambil kebijakan yang salah
satunya adalah pengembangan daerah irigasi yang didalamnya teradapat jaringan
irigasi berupa bendung, saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, dan
bangunan pelengkap lainnya untuk menunjang usaha tani padi sawah dan usaha
tani lainnya. Usaha tani padi sawah atau biasa disebut dengan budidaya padi sawah
merupakan salah satu usaha tani utama di Indonesia yang selalu tergantung dengan
air yang alirkan secara gravitasi dari hulu sampai hilir dalam jumlah, waktu dan mutu
yang tepat.
Keberhasilan swasembada beras, tidak terlepas dari peran besar pembangunan,
peningkatan, Rehabilitasi, Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana irigasi
secara intensif oleh Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,
Kementerian Pekerjaan Umum. Kebijakan pengembangan daerah irigasi yang
ditangani pemerintah pada awalnya dapat memberikan dampak yang sangat baik,
seperti tercapainya swasembada pangan secara nasional pada tahun 1984. Seiring
dengan perjalanan waktu, keberhasilan tersebut tidak berkelanjutan karena banyak
prasarana irigasi yang mengalami degradasi, baik dari segi kuantitas, kualitas
maupun fungsinya di satu sisi,dan disisi lain terjadi peningkatan kebutuhan pangan,
seiring pertambahan jumlah penduduk. Kebijakan pengembagan daerah irigasi oleh
pemerintah dan pemerintah daerah di Provinsi NTT telah berlangsung sejak lama,
tersebar diseluruh wilayah Provinsi NTT yakni di Pulau-Pulau besar di NTT seperti
Pulau Flores, Pulau Timor dan Pulau Sumba, dan Pulau kecil seperti Pulau Alor,
Lembata, Rote, Sabu dan pulau kecil lainnya.
Di Pulau Timor terdapat banyak Daerah Irigasi, salah satunya adalah Daerah Irigasi
Mena (± 3225 Ha). Berada di Desa Kaubele dan Oepuah Kecamatan Biboki
Moenleu dan Desa Humusu Oekolo Kecamatan Insana Utara Kabupaten TTU.
Kondisi fisik jaringan irigasinya ditingkatkan menjadi konstruksi permanen pada
Tahun 2002. Saat ini, Bendung Mena dan sebagian saluran primer, saluran
sekunder, saluran tersier dan bangunan pelengkapnya mengalami kerusakan
karena terjadi degradasi dasar sungai, longsoran tebing, dan rembesan dari
bawah bendung. Hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan air untuk D.I. Mena
menjadi kurang optimal. Selain itu ketersediaan air pada D.I. Mena terjadi
penurunan kuantitas akibat adanya pembangunan Bendung Tainsala pada Sungai
Neo Fatumtasa yang merupakan anak sungai di bagian hulu Sungai Mena. Pada
awalnya luas DAS Mena adalah 365,36 km2, namun setelah dibangun Bendung
Tainsala yang terletak di Sungai Fatumtasa yang merupakan anak Sungai Mena
maka luas DAS Mena saat ini adalah 215,15 km2. Sedangkan panjang sungai
utama pada DAS Mena adalah 29,25 km.

DAS Mena

DAS Tainsala
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penulisn ini untuk mengetahui pemeliharaan bangunan air sehingga Daerah
Irigasi Mena dapat berfungsi memenuhi kebutuhan air irigasi bagi usaha budidaya
padi sawah dan usaha tani lainnya oleh masyarakat setempat.

2.3 SASARAN
Sasaran irigasi pada D.I. Mena sebagai satu kesatuan sistim Jaringan Irigasi dalam
kondisi yang baik agar berfungsi kembali memenuhi kebutuhan air irigasi pada lahan
pertanian/sawah seluas (± 3225 Ha).

2.4 LOKASI D.I. MENA


Daerah Irigasi Mena secara administratif terletak di Desa Kaubele Kecamatan
Biboki Moenleu dan Desa Humusu Oekolo Kecamatan Insana Utara Kabupaten
Timor Tengah Utara. Daerah Irigasi Mena mempunyai 2 pintu pengambilan kiri
dan kanan. Areal layanan untuk pengambilan sebelah kanan meliputi Desa
Kaubele dan Oepuah Kecamatan Biboki Moenleu, sedangkan areal layanan
untuk pengambilan sebelah kiri meliputi Desa Humusu Oekolo dan Desa Oesoko
Kecamatan Insana Utara.

Lokasi ini dapat ditempuh melalui jalan nasional Kupang – Atambua, sampai
Atambua perjalanan dilanjutkan perjalanan dilanjutkan ke arah Wini, sampai di
cabang setelah Jembatan Mena perjalanan dilanjutkan berbelok ke arah kiri.
Untuk mencapai bendung jarak yang harus ditempuh adalah sekitar 5 km.
Secara geografis Bendung Mena terletak pada koordinat 9°12’38,93” LS dan
124°35’43,02” BT. Lokasi pekerjaan D.I. Mena terletak di Desa Kaubele dan Oepuah
Kecamatan Biboki
Moenleu dan Desa Humusu Oekolo Kecamatan Insana Utara Kabupaten
TTU Peta lokasi pekerjaan dapat dilihat pada Gambar I-1.
D.I. Mena

D.I. MENA

Gambar I-1 Lokasi Detail Desain Rehabilitasi Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Mena
3225 Ha; Kab. TTU

2.6 LINGKUP PEMELIHARAAN


Lingkup Pemeliharaan ini adalah :
a. Pengumpulan data dari studi terdahulu baik data primer maupun sekunder
b. Pengukuran Topografi
c. Review Penyelidikan Geotek dan Mektan
d. Review Analisa Hidrologi
e. Analisa sosial ekonomi
f. Review Perencanaan Bangunan Utama dan Jaringan Irigasi, meliputi :
 Desain Bangunan Utama
 Desain Jaringan Utama
g. Desain Sistem Planing
h. Pembuatan Manual O & P
i. Penyusunan Laporan

Secara rinci lingkup pekerjaan yang tercakup dalam kerangka acuan ini dijelaskan
bebagai berikut :
Kegiatan A: Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data dari studi terdahulu
2. Pengumpulan data sosial ekonomi, pertanian
3. Inventarisasi bangunan dan jaringan irigasi (Jika ada).
4. Inventarisasi titik tranggulasi/bench mark.
Kegiatan B: Pengukuran Topografi
1. Pemetaan Situasi Bangunan Utama dengan skala 1 : 2.000
2. Pengukuran trase saluran : memanjang dengan skala 1 : 2.000, melintang skala
1 : 100 atau 1 : 50
3. Pengukuran Situasi Detail Bangunan Pelengkap/Saluran (bila ada), skala
sesuai permintaan Direksi pekerjaan.
4. Pengukuran situasi bangunan utama skala 1 : 500

Kegiatan C: Penyelidikan Geotek dan Mektan


1. Penyelidikan geologi permukaan
2. Test pit dan pengambilan sampel
3. Uji laboratorium

Kegiatan D: Analisa Hidrologi


1. Analisa Hidrologi yang dilaksanakan meliputi perhitungan curah hujan bulanan,
evapotranspirasi, debit andalan, kebutuhan air untuk tanaman dan luas lahan
maksimum.
2. Analisa hidrologi untuk menentukan debit banjir rencana.

Kegiatan E: Detail Desain


1. Review Peninjauan dan penentuan letak as bendung
2. Review Desain Bangunan Utama
3. Review Desain Jaringan Utama
4. Review Desain Jaringan Tersier
5. Review Desain Bangunan Pelengkap.

Kegiatan F: Review Sistem Planing & Manual O & P


1. Membuat penjelasan mengenai sistem irigasi yang berkenaan dengan lokasi,
tata letak (lay out) saluran, bangunan-bangunan pelengkap dan bangunan
khusus seperti jalan usaha tani, sistim ekploitasinya saluran dan bangunan-
bangunan lainya.
2. Review panduan pengoperasian dan pemeliharaan sistem jaringan irigasi, untuk
seluruh bangunan yang ada dalam satu sistem irigasi tersebut
BAB II. DATA PERENCANAAN

2.1 ANALISIS HIDROKLIMATOLOGI


1. Data
Data yang dipakai dalam Analisa Hidrologi untuk perencanaan adalah :
- Data primer :
1. Kondisi Daerah Aliran Sungai
2. Kondisi Tata Guna Lahan
- Data sekunder :
1. Data curah hujan bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang, dalam hal ini adalah data
curah hujan harian dari Stasiun Meteorologi Lasiana (tahun 2005 – 2014).
2. Data iklim dari Stasiun Meteorologi Lasiana (tahun 2009 – 2014).
3. Peta Daerah Aliran Sungai dari Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 (Lembar
Bobometo, Wini, Fatuhau, Manufui, Kiusnasa dan Ponu)

2. Analisis Curah Hujan Rancangan


Tabel II-1 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Berbagai Kala Ulang Metode Log
Pearson Type III
No. Pr Tr G Log X X
(%) (Tahun) (mm)

1 20 5 0,847 1,960 91,233

2 10 10 1,266 2,020 104,617

3 5 20 1,559 2,061 115,101

4 4 25 1,705 2,082 120,731

5 2 50 1,983 2,121 132,212

6 1 100 2,229 2,156 143,279

Sumber : Hasil Perhitungan


3. Analisis Debit Banjir Rancangan
Tabel II-2 Hidrograf Banjir Rancangan Kala Ulang 100 Tahun

t Qt R1 R2 R3 R4 R5 R6 Base Flow Q100th


3
jam (m /det) 49.281 12.809 8.985 7.153 6.041 5.280 0.030 (m 3/det)
0 0.000 0.000 - - - - - 0.030 0.030
1 0.532 26.217 0.000 - - - - 0.030 26.247
2 2.808 138.374 6.814 0.000 - - - 0.030 145.218
2.897 6.830 336.573 35.966 4.780 0.000 - 0.030 377.350
3 6.729 331.628 87.482 25.230 3.805 0.000 - 0.030 448.175
4 5.833 287.436 86.197 61.367 20.085 3.214 0.000 0.030 458.328
5 5.055 249.132 74.711 60.465 48.854 16.961 2.809 0.030 452.962
6 4.382 215.933 64.755 52.408 48.136 41.255 14.826 0.030 437.343
7 3.798 187.158 56.126 45.424 41.722 40.649 36.062 0.030 407.171
8 3.292 162.218 48.646 39.371 36.162 35.232 35.532 0.030 357.191
9 2.853 140.601 42.164 34.124 31.343 30.537 30.797 0.030 309.597
10 2.473 121.865 36.545 29.577 27.166 26.468 26.693 0.030 268.344
11 2.143 105.625 31.675 25.636 23.546 22.941 23.136 0.030 232.589
11.315 2.049 100.972 27.454 22.219 20.408 19.884 20.053 0.030 211.021
12 1.919 94.588 26.245 19.258 17.689 17.234 17.381 0.030 192.425
13 1.745 85.987 24.586 18.410 15.332 14.938 15.065 0.030 174.346
14 1.586 78.167 22.350 17.246 14.656 12.947 13.057 0.030 158.453
15 1.442 71.059 20.317 15.678 13.730 12.377 11.317 0.030 144.507
16 1.311 64.597 18.470 14.252 12.481 11.594 10.819 0.030 132.242
17 1.192 58.722 16.790 12.956 11.346 10.540 10.135 0.030 120.519
18 1.083 53.382 15.263 11.778 10.314 9.581 9.213 0.030 109.562
19 0.985 48.528 13.875 10.707 9.376 8.710 8.375 0.030 99.601
20 0.895 44.115 12.613 9.733 8.524 7.918 7.614 0.030 90.546
21 0.814 40.103 11.466 8.848 7.749 7.198 6.921 0.030 82.315
22 0.740 36.456 10.424 8.043 7.044 6.543 6.292 0.030 74.832
23 0.672 33.141 9.476 7.312 6.403 5.948 5.720 0.030 68.029
24 0.611 30.127 8.614 6.647 5.821 5.407 5.199 0.030 61.846

GRAFIK HIDROGRAF RANCANGAN PERIODE 100 TAHUN

500

450

400

350
DEBI T (m3/det)

300

250

200

150

100

50

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

DURASI (jam)
Dalam perencanaan rehabilitasi digunakan debit banjir rancangan dengan kala
ulang 100 tahun. Berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rancangan untuk
kala ulang 100 tahun adalah 458,328 m3/det.

2.2 KONDISI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN


Secara administratif D.I. Mena terletak pada 2 kecamatan, untuk pengambilan dan
areal sebelah kanan terletak di Desa Kaubele Kecamatan Biboki Moenleu, sedangkan
untuk pengambilan dan areal sebelah kiri terletak di Desa Humusu Oekolo
Kecamatan Insana Utara.
1. Desa Kaubele Kecamatan Biboki Moenleu
a. Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi Desa Kaubele secara umum digambarkan pada tabel berikut :

Tabel II-3 Luas Wilayah dan Batas Administrasi Desa Kaubele

No Uraian Keterangan
1. Nama Desa Kaubele
Nama Kecamatan Biboki Moenleu
Jarak dari Ibukota Kecamatan 2 km
Jarak dari Ibukota Kabupaten 77 km
2. Tingkat Perkembangan Desa Swakarya
Jumlah Dusun 2
Jumlah RW 4
Jumlah RT 8
3. Luas Desa 8,24 km2
Luas Kecamatan 85,80 km2
% dari Luas Kecamatan 9,61%
4. Jumlah Penduduk 884 jiwa
Kepadatan Penduduk 107 jiwa/km 2
Jumlah KK 220
Sumber : Kec. Biboki Moenleu Dalam Angka, 2014
Tabel II-4Tingkat Kepadatan Penduduk Desa Kaubele
No Uraian Desa Kaubele Kec. Biboki
Moenleu
1. Jumlah Penduduk (jiwa) 884 7500
2. % Penduduk desa thd 11,79
Kecamatan
3. Jumlah KK 220 1726
4. Luas Wilayah (Km 2) 8,24 85,8
5. % Luas Desa thd Kec. (%) 9,60
6. Kepadatan Penduduk 107 87
(jiwa/Km 2)
Sumber : Kec. Biboki Moenleu Dalam Angka, 2014
Tabel II-5 Luas Panen, Rata-Rata Hasil Tanaman Padi dan Palawija di
Kecamatan Biboki Moenleu
Jenis Luas Rata-rata Produksi
No Tanaman Panen Hasil (Ton)
(Ha) (Kw/Ha)
1. Padi Sawah 482 37,74 1182
2. Padi Ladang 30 21,33 41
3. Jagung 600 25,35 1521
4. Kacang Tanah 20 11,5 23
5. Kacang Hijau 5 8 4
6. Ubi Kayu 300 101,60 1067
7. Ubi Jalar 50 84,6 423
Sumber : Kec. Biboki Moenleu Dalam Angka, 2009

b. Kondisi Pertanian

Pola Usaha Tani

1. Jenis Tanaman dan Pola Usahatani

Pola usahatani yang dilakukan petani di Desa Kaubele adalah menanam


padi 1 x setahun di musim hujan, sedangkan untuk lahan
kering/ladang/pekarangan ditanami palawija (jagung) 1 x setahun. Selain itu
juga terdapat tanaman umur panjang seperti pisang. Hasil dari tanaman padi
dan palawija lebih banyak dikonsumsi sendiri untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, jika ada kelebihan baru dijual untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

2. Sumber dan Penggunaan Sarana Produksi

Bibit padi dan jagung yang digunakan berasal dari hasil panen sebelumnya
dan sebagian petani yang membeli bibit baru yang dibeli dari penyalur. Jenis
padi yang umum digunakan adalah Memberamo .

Dalam pengelolaan usahatani petani di Desa Kaubele menggunakan pupuk,


obat-obatan terutama untuk tanaman padi yang dibeli di penyalur. Pupuk
yang digunakan adalah Urea, dan TSP, dan obat yang digunakan adalah
Akodan dan basa tetapi tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Sedangkan di lahan kering untuk tanaman jagung, sayuran dan tanaman umur
panjang tidak digunakan pupuk maupun obat-obatan. Tenaga kerja yang
digunakan adalah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar dengan
sistem gotong royong dan bagi hasil.

3. Pemasaran Hasil Pertanian

Petani umumnya menjual hanya sebagian hasil panen, sebagian lagi untuk
dimakan tapi apabila hasil produksi tidak mencukupi maka petani terpaksa
tidak menjualnya. Harga jagung di pasaran Rp 5000,-/Kg pipilan kering,
beras Rp. 10.000/kg dan pisang Rp. 10.000/sisir.

4. Produktivitas Hasil Pertanian

Produktivitas hasil pertanian petani di Kecamatan Biboki Moenleu relatif masih


rendah, untuk tanaman padi hasil produksinya 37,74 kw/Ha. Produktivitas
hasil pertanian masih dapat ditingkatkan jika petani menguasai teknologi
pertanian, menggunakan bibit unggul, pupuk sesuai dosis, tenaga kerja
produktif tersedia dan kondisi air memungkinkan.
c. Kelembagaan
Kelembagaan koperasi seperti KUD belum ada, oleh karena itu petani membeli
sarana produksi padi (saprodi) dari kelompok tani karena penyaluran saprodi
dilakukan melalui kelompok tani. Kelompok tani sudah terbentuk beberapa
kelompok tani yang masing-masing sudah ada pengurusnya sedangkan P3A di
belum terbentuk.

2. Desa Humusu Oekolo Kecamatan Insana Utara


Kondisi Desa Humusu Oekolo secara umum digambarkan pada tabel berikut :

Tabel II-6 Luas Wilayah dan Batas Administrasi Desa Humusu Oekolo

No Uraian Keterangan
1. Nama Desa Humusu Oekolo
Nama Kecamatan Insana Utara
Jarak dari Ibukota Kecamatan km
Jarak dari Ibukota Kabupaten km
2. Tingkat Perkembangan Desa Swakarya
Jumlah Dusun 4
Jumlah RW 16
Jumlah RT -
3. Luas Desa 13,15 km 2
Luas Kecamatan 53,84 km 2
% dari Luas Kecamatan 24,42%
4. Jumlah Penduduk 2236 jiwa
Kepadatan Penduduk 170 jiwa/km2
Jumlah KK 528
Sumber : Kec. Insana Utara Dalam Angka, 2014

Tabel II-7 Tingkat Kepadatan Penduduk Humusu Oekolo

No Uraian Desa Kaubele Kec. Biboki


Moenleu
1. Jumlah Penduduk (jiwa) 2236 9319
2. % Penduduk desa thd 24
Kecamatan
3. Jumlah KK 525 2203
4. Luas Wilayah (Km 2) 13,15 53,84
% Luas Desa thd Kec. (%) 24,42
87 Kepadatan Penduduk 170 173
(jiwa/Km 2)
Sumber : Kec. Insana Utara Dalam Angka, 2014

Tabel II-8 Luas Panen, Rata-Rata Hasil Tanaman Padi dan Palawija di
Kecamatan Insana Utara Tahun 2014
Jenis Luas Rata-rata Produksi
No Tanaman Panen Hasil (Ton)
(Ha) (Kw/Ha)
1. Padi Sawah 359 37,74 1388
2. Padi Gogo 154 21,17 212
3. Jagung 564 25,35 1430
4. Kacang Tanah 59 11,53 68
5. Ubi Kayu 284 101,58 2885
Sumber : Kec. Insana Utara Dalam Angka, 2014

b. Kondisi Pertanian

Pola Usaha Tani

1. Jenis Tanaman dan Pola Usahatani

Pola usahatani yang dilakukan petani di Desa Humusu Oekolo adalah


menanam padi 1 x setahun di musim hujan, sedangkan untuk lahan
kering/ladang/pekarangan ditanami palawija (jagung) 1 x setahun. Selain itu
juga terdapat tanaman umur panjang seperti pisang. Hasil dari tanaman padi
dan palawija lebih banyak dikonsumsi sendiri untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, jika ada kelebihan baru dijual untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

2. Sumber dan Penggunaan Sarana Produksi

Bibit padi dan jagung yang digunakan berasal dari hasil panen sebelumnya
dan sebagian petani yang membeli bibit baru yang dibeli dari penyalur. Jenis
padi yang umum digunakan adalah .

Dalam pengelolaan usahatani petani di Desa Humusu Oekolo menggunakan


pupuk, obat-obatan terutama untuk tanaman padi yang dibeli di penyalur.
Pupuk yang digunakan adalah Urea, dan TSP, dan obat yang digunakan
adalah Akodan dan basa tetapi tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Sedangkan di lahan kering untuk tanaman jagung, sayuran dan tanaman umur
panjang tidak digunakan pupuk maupun obat-obatan. Tenaga kerja yang
digunakan adalah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar dengan
sistem gotong royong dan bagi hasil.

3. Pemasaran Hasil Pertanian

Petani umumnya menjual hanya sebagian hasil panen, sebagian lagi untuk
dimakan tapi apabila hasil produksi tidak mencukupi maka petani terpaksa
tidak menjualnya. Harga jagung di pasaran Rp 5000,-/Kg pipilan kering,
beras Rp. 10.000/kg dan pisang Rp. 10.000/sisir.

4. Produktivitas Hasil Pertanian

Produktivitas hasil pertanian petani di Desa Humusu Oekolo relatif masih


rendah, untuk tanaman padi hasil produksinya 37,74 kw/Ha. Produktivitas
hasil pertanian masih dapat ditingkatkan jika petani menguasai teknologi
pertanian, menggunakan bibit unggul, pupuk sesuai dosis, tenaga kerja
produktif tersedia dan kondisi air memungkinkan.

c. Kelembagaan
Kelembagaan koperasi seperti KUD belum ada, oleh karena itu petani membeli
sarana produksi padi (saprodi) dari kelompok tani karena penyaluran saprodi
dilakukan melalui kelompok tani. Kelompok tani sudah terbentuk beberapa
kelompok tani yang masing-masing sudah ada pengurusnya sedangkan P3A di
belum terbentuk.
2.3 KONDISI GEOLOGI DAN MEKANIKA TANAH
1. GEOLOGI REGIONAL

Fisiografi Regional
Berdasarkan lembar peta Kupang – Atambua – Timor (P3GI,1996) Daerah
Timor Barat dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) satuan fisiografi, yaitu:
1. Pegunungan Kasar; terhampar di pantai utara dan membentuk pegunungan
cukup tinggi dengan puncak tertinggi mencapai elevasi +1228 m, umumnya
berlereng terjal, lembah sempit, dan relief kasar. pola aliran umumnya
dendritic dan bersifat intermitten.
2. Pegunungan Bergelombang; terhampar di sebagian besar wilayah Pulau
Timor Barat yang membentuk rangkaian pegunungan berlereng landai hingga
agak terjal, serta lembah sungai agak terjal. Umumnya tersusun oleh litologi
lempungan rapuh, sehingga mudah terjadi rayapan dan longsor.
3. Dataran Rendah; melampar di muara sungai-sungai besar, seperti Benanain
dan Noilmina sebagai dataran rendah. Pola aliran umumnya sub-dendritik
dengan aliran cenderung underfit (aliran dalam) dengan interflow dangkal,
terutama pada aliran rendah (low flow). Dibeberapa tempat, membentuk
undak atau teras sungai.

Stratigrafi Regional
Menurut Bemmelen (1948), pulau Timor, termasuk dalam busur luar (outer arc)
dari Busur Kepulauan Sunda Kecil, Secara Stratigrafi menurut H. M. D. Rosidi
dkk (1996; publikasi dari P3GI) dan Crippen (1980), stratigrafi regional Pulau Timor
tersusun dari berbagai jenis batuan yang sangat beragam yaitu batuan sedimen,
beku, volkanik dan batuan metamorfik.
Berdasarkan peta geologi regional lembar Kupang dan Atambua skala 1: 250.000
yang diterbitkan oleh P3GI tahun 1996, litostratigrafi yang ada di Daerah Penelitian
dan sekitarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Kelompok Atokton (Authochthonous) dan Paraotokton (Para-autochthonous)
1. Formasi Bisane (Pb): perlapisan serpih kelabu kehitaman diselingi batulanau
keunguan, batupasir kemerahan gampingan dan batusabak. Dijumpai pula
sisipan-sisipan batugamping dan serpih pasiran. Batupasir kuarsa kelabu,
graywacke, micaceous, kadang karbonan, dengan ketebalan mencapai 1000
m.
2. Formasi Aitutu (Tra): bagian bawah berupa perselingan napal dan
batugamping, serta sisipan batupasir kuarsa, batupasir mikaan, rijang dan
batugamping hablur. Di bagian atas berupa perselingan kalsilutit putih
kekuningan mengandung urat kalsit dengan serpih abu-abu. ketebalan
mencapai 1000 m.
3. Formasi Batuputih (Tmpb): bagian bawah terdiri dari kalsilutit, tufa, sedikit
napal dan batugamping arenit. Bagian atas terdiri dari napal, kalkarenit,
batupasir, batupasir napalan, napal lanauan dan sedikit konglomerat. Kalsilutit
putih, pejal, banyak mengandung foraminifera, kadang dijumpai pecahan
cangkang lamelibranchia. Tufa gelas, kalkarenit berbutir kasar, berwarna kelabu
dan menunjukkan struktur bioturbasi, silang siur serta nendatan. Batupasir
berbutir kasar. Ketebalan antara 448 m hingga 1100 m.
4. Formasi Noele (QTn): perselingan napal pasiran dengan batupasir,
konglomerat dan sedikit tufa dasit. Perubahan fasies ke arah lateral maupun
vertikal sangat cepat. Napal putih kelabu, pasiran. Fragmen konglomerat
berasal dari rombakan batuan malihan dan “clay pellets”. Tuf dasitik, laminasi
sejajar, konvolud, sebagai sisipan dalam napal. Ketebalan •} 70 m dengan
-
5. Batugamping Koral (Ql): batugamping koral putih kekuningan, kemerahan, dan
batugamping napalan. Setempat batugamping terumbu berongga dan kasar.
Bagian bawah nampak perlapisan sejajar atau terungkit, ketebalan mencapai
300 m, dan membentuk topografi bukit memanjang dengan puncak hampir
datar.
6. Konglomerat dan Kerakal (Qac): endapan klastika kasar seperti konglomerat,
kerikil, kerakal dan bongkah dengan selingan batupasir silang siur di bagian
bawah, sementasi kalsit dan limonit ke arah atas terbentuk endapan lepas.
7. Alluvial (Qa): endapan pasir, kerikil, dan kerakal berasal dari formasi batuan
yang lebih tua, terendapkan pada dataran banjir sungai besar, lempung
pasiran dan lumpur hitam. Ketebalan bervariasi dan masih terbentuk hingga
sekarang.
Kelompok Alokton (Allochthonous)
1. Kompleks Mutis (pPm): batuan metamorf derajat rendah sampai tinggi
dengan amfibolit sebagi penyusun utama. Batu-sabak, foliasi sempurna, filit
serisit, filitkuarsit, sekis epidot-klorit-aktinolit, sekis kuarsa-karbonat-muskovit-
klorit dan sekis kuarsitan-granit pidmontit. Granulit berupa gneis amfibolit granit,
gneiss granit yang mengandung staurolit-kianit dan anortosit hornblenda
piroksen..
2. Batuan Ultra Basa (Ub): basalt, lerzolit dan serpentinit. Basal, porfiritik dan
vesikular, lerzolit, hypidiomorfik, banyak mengandung mineral mafik, retak-
retak mdan telah terserpentinisasi. Serpentin hijau tua, terkadang berbintik
hitam (magnetit) dan putih (antigorit).
3. Formasi Maubisse (TrPml-TrPmv): terdiri dari batugamping merah kecoklatan
- ungu (TrPml) dan lava bantal (TrPmv) yang saling menjari. Bagian bawah
berupa batugamping pejal berlapis baik yang menjadi masif kearah atas,
dengan selingan tipis rijang dan serpih pasiran dibagian atas, telah terdeformasi
kuat.
4. Formasi Manamas (Tmm) : breksi volkanik pejal dengan sisipan lava dan tuf
hablur. Fragmen breksi volkanik berupa basal piroksen, basal gelas, andesit
augit, sienit, trakit nefelin dan diabas; dengan massadasar tufa kloritisasi.
Lava bantal andesitik dan basaltik, terkekarkan dan sebagian telah terkloritisasi.
Kemiringan lapisan 20 - 30 ke utara, dengan ketebalan mencapai 1500 m
5. Kompleks Bobonaro (Tb) : terdiri dari 2 bagian yaitu:
(1) Lempung Bersisik, menunjukkan cermin sesar, lunak, merah tua, kehijauan,
hijau kelabu, merah coklat, abu-abu kebiruan dan merah jambu, nampak
struktur garis-garis alir di sekitar fragmen batuan, dalam kondisi lapuk
menunjukkan karakteristik tanah mexpansif, dan merupakan matriks dari
bongkah-bongkah asing.
(2) Bongkah – Bongkah Asing, berupa batupasir mikaan Fm Bisane,
batugamping Fm Cablac, rijang, ultrabasa, lava bantal, batugamping Fm
Maubisse, Kompleks Mutis, Fm Ofu, serta batuan lain dari formasi yang lebih
tua. Ketebalan formasi ini sangat bervariasi dan sulit diperkirakan.
Formasi batuan yang ada di daerah penelitian dan sekitarnya, secara singkat
terangkum dalam kolom stratigrafi regional. (Tabel II-9)
Gambar II-2 Peta Geologi Regional Daerah Bendung Mena dan sekitarnya (P3GI,
1996)
(keterangan simbol formasi batuan lihat pada tabel II-1)
Sumber: Peta Geologi Regional Lembar Atambua (P3GI, 1996)

3. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Daerah Bendung Mena termasuk dalam zona perbukitan bergelombang yang


berbatasan dengan dataran rendah. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
lokasi bendung berada pada dataran fluvial lembah Sungai Mena (Noil Mena) yang
dibatasi perbukitan dengan kelerengan agak terjal. Pola aliran berupa satu sungai
utama yang bersifat pernament membentuk lembah cawan melebar, berstadia
dewasa, bermeander, dengan dataran banjir luas. Morfologi terutama dikontrol oleh
proses eksogenik yaitu proses-proses asal luar, seperti pelapukan, erosi,
transportasi dan sedimentasi. Setempat dijumpai longsoran skala kecil, terutama
pada tebing sungai yang tegak
Gambar 2.4. Kenampakkan morfologi lokasi bendung Mena yang berada pada
dataran fluvial dan dibatasi perbukitan agak terjal, dilihat dari sisi sayap
kanan bendung.

Secara regional, daerah penelitian tersusun oleh batuan sedimen Formasi Bobonaro
(Tb) serta endapan Alluvial (Qa). Berdasarkan pengamatan dilapangan, daerah
penelitian tersusun oleh batulempung, yang tertutup oleh endapan aluvial cukup
tebal. Adapun uraian persatuan litologi dari yang paling tua, adalah sebagai berikut.
1. Satuan Batulempung
Batulempung kelabu kecoklatan, tekstur klastik, butiran berukuran lempung,
tingkat pelapukan sedang hingga kuat, kadang menyerpih, lunak, tergolong
medium soft rock, dan terkekarkan. Lapukan umumnya membentuk tanah
lempungan berwarna coklat kelabu, lunak, dengan tingkat kelulusan air kecil.
Batuan ini tersingkap pada lereng bukit di sebelah timurlaut bendung dan di
selatan sayap kiri bendung
Gambar 2.5. Kenampakkan satuan Batulempung, kondisi lapuk sedang - lanjut

2. Endapan Alluvial
Endapan ini terdiri dari beberapa jenis tanah penutup, yaitu : Lanau Pasiran;
berwarna kelabu kecoklatan, kurang kompak, lunak – agak kaku, plastisitas
rendah, permeabilitas agak tinggi, konsolidasi sedang – lemah, mengandung
fragmen kerikil – kerakal •} 15 %, subangular – subrounded yang terdiri dari
bermacam jenis batuan. Pada bagian permukaan sering dijumpai sebaran
bongkah batuan sub angular.

Gambar 2.6. Kenampakkan endapan alluvial, dapat dijumpai di bukit


bagian kanan Bendung Mena eksisting (lokasi penggalian sumuran uji 1)
3. Endapan Banjir dan Gosong Sungai
Endapan banjir berupa lanau pasir coklat kelabu, agak padat – padat,
mengandung fragmen kerikil kerakal, sementasi buruk, dan tingkat kelulusan
sedang – tinggi. Endapan gosong sungai berupa campuran pasir kerikil, kerakal
hingga bongkah, terdiri dari lapukan berbagai macam batuan yang lebih tua,
bersifat lepas, terbentuk sebagai point-bar maupun channel-bar deposits,
dengan ketebalan 2 hingga lebih dari 5 m, dimana proses pengendapannya masih
berlangsung hingga sekarang
Gambar 2.7. Kenampakkan endapan banjir / gosong sungai di
bagian hilir dari Bendung Mena eksisting.

Secara singkat, stratrigrafi daerah Bendung Mena dan sekitarnya terangkum dalam
Tabel Kolom stratrigrafi daerah penelitian (Tabel II-12), sedangkan pelamparanya
dapat dilihat dalam peta geologi daerah penelitian. (Lampiran 1).
Di daerah saluran irigasi didominasi oleh endapan alluvial, serta hasil pelapukan dari
batuan asal, membentuk lapisan lempung lanauan coklat, lunak, liat, ketebalan
mencapai 2 hingga 3 meter, kenampakan lapisan alluvial ini dapat dilihat pada
Gambar 2.8.
BAB III. PERENCANAAN PEMELIHARAAN

3.1 KONDISI KERUSAKAN BENDUNG


Bendung Mena merupakan bendung tetap dengan mercu ambang lebar dengan
konstruksi blok beton. Kondisi saat ini mercu bendung masih dalam kondisi baik,
sedangkan pada kolam olak terjadi kerusakan yang cukup berat dimana blok betok
runtuh (terlepas dan tergeser dari konstruksinya) dan menyebabkan ambang hilir
(endsill) dan sheetpile roboh. Selain itu juga terjadi rembesan di bawah tubuh
bendung.

Mercu bendung masih dalam kondisi baik, tampak


kerusakan terjadi pada lantai kolam olak sampai ambang
hilir
Kondisi kerusakan pada Bendung Mena

Kerusakan pada
lantai kolam olak
Bendung Mena
3.2 PERENCANAAN PEMELIHARAAN BENDUNG
Dalam perencanaan, rehabilitasi dilakukan pada peredam energi yang mengalami
kerusakan. Karena saat ini perbedaan elevasi pada ujung peredam energi dengan
elevasi dasar sungai cukup besar maka direncanakan peredam energi berganda
yaitu dengan membuat mercu pada endsill, sehingga pada masing-masing kolam
olak dilengkapi dengan lantai dasar dan ambang akhir pembentuk olakan (endsill).
Sedangkan pada tubuh bendung eksisting konstruksi tetap dipertahankan karena
kondisinya masih baik, sedangkan untuk perkuatan akan ditambahkan selimut
beton.
Keuntungan dari pemakaian peredam energy berganda ini
adalah :
- Pematahan energi air lebih besar karena dua ruang olakan,
sehingga penggerusan setempat menjadi lebih dangkal
- Lebih stabil karena bentuknya yang besar
- Kerusakan lantai dan tubuh bendung akibat terjunan air dapat dihindari
Perencanaan rehabilitasi Bendung
Mena :
1. Perhitungan tinggi muka air di atas
mercu
Persamaan yang digunakan untuk mengetahui tinggi muka air di atas
mercu adalah :
Q = Cd.2/3(2/3 . g)0.5 bH1 1.5
Cd = C0.C1.C2
dimana :
Q = debit yang melimpas di atas mercu (m 3/det)
g = percepatan grafitasi ( 9.8 m/det2)
b = panjang mercu (m)
H1 = tinggi energi di atas mercu
(m) Cd = Koefisien debit = C0 . C1
. C2
C0 = merupakan fungsi dari H1 / r
C1 = merupakan fungsi dari p / H1
C2 = merupakan fungsi dari p / H1

Berdasarkan perhitungan tinggi muka air di atas mercu adalah 1,254 meter.
2. Perhitungan lebar efektif bendung
Lebar efektif Bendung (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya
(B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan tiang pancang, dengan
persamaan berikut :
Be = B – 2 (N Kp+Ka) . H
di mana :
Be = lebar efektif bendung (m)
B = lebar bendung yang sebenarnya (m)
N = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung (abutment)
H = tinggi energi diatas mercu, m
Potongan melintang rencana
pemeliharaan Bendung Mena

POTONGAN D-D
BAB IV. RENCANA ANGGARAN BIAYA

Perkiraan biaya atau rencana anggaran biaya (RAB) pelaksanaan konstruksi


dihitung berdasarkan volume pekerjaan hasil perhitungan sebagaimana diuraikan
pada Laporan BOQ dan RAB, dengan analisa harga satuan yang disesuaikan
dengan harga satuan yang ada di lokasi dimana pekerjaan akan dilaksanakan.
Dalam perhitungan perkiraan biaya ini, total biaya dikelompokkan dalam 3 (tiga)
jenis pekerjaan sebagai berikut :
1. Biaya Pekerjaan Persiapan
2. Biaya Pekerjaan Bendung
3. Biaya Pekerjaan Lain-lain

Uraian mengenai perkiraan biaya pelaksanaan konstruksi ini meliputi :


1. Analisa Harga Satuan Pekerjaan
2. Analisa Harga Satuan Peralatan
3. Analisa Perhitungan Biaya
4. Rekapitulasi Biaya
BAB V. PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Kerusakan pada Bendung Mena terjadi pada kolam olak dengan kondisi kerusakan
yang cukup berat dimana blok betok runtuh (terlepas dan tergeser dari konstruksinya)
dan menyebabkan ambang hilir (endsill) dan sheetpile roboh.
Dalam perencanaan Pemeliharaan berupa rehabilitasi dilakukan dengan membuat
mercu berganda karena beda elevasi antara endsill dan dasar sungai yang cukup
besar. Tubuh bendung sebagian besar tetap dipertahankan karena kondisinya masih
baik, Untuk perkuatan pada permukaan bangunan ditambah selimut beton.
Rencana Anggaran biaya untuk rehabilitasi Bendung Mena adalah sebesar

4.2 SARAN
Dengan adanya kegiatan detail desain rehabilitasi terhadap bendung dan jaringan
irigasi D.I. Mena, diharapkan menjadi langkah untuk mempercepat kegiatan
rehabilitasi terhadap kerusakan yang terjadi sehingga kinerja dan fungsi jaringan
irigasi dapat lebih optimal.

Anda mungkin juga menyukai