Detail Desain Rehabilitasi Bendung Dan Jaringan Irigasi D.I. Mena 3225 Ha Di Kabupaten TTU
ii
BAB I. PENDAHULUAN
DAS Mena
DAS Tainsala
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penulisn ini untuk mengetahui pemeliharaan bangunan air sehingga Daerah
Irigasi Mena dapat berfungsi memenuhi kebutuhan air irigasi bagi usaha budidaya
padi sawah dan usaha tani lainnya oleh masyarakat setempat.
2.3 SASARAN
Sasaran irigasi pada D.I. Mena sebagai satu kesatuan sistim Jaringan Irigasi dalam
kondisi yang baik agar berfungsi kembali memenuhi kebutuhan air irigasi pada lahan
pertanian/sawah seluas (± 3225 Ha).
Lokasi ini dapat ditempuh melalui jalan nasional Kupang – Atambua, sampai
Atambua perjalanan dilanjutkan perjalanan dilanjutkan ke arah Wini, sampai di
cabang setelah Jembatan Mena perjalanan dilanjutkan berbelok ke arah kiri.
Untuk mencapai bendung jarak yang harus ditempuh adalah sekitar 5 km.
Secara geografis Bendung Mena terletak pada koordinat 9°12’38,93” LS dan
124°35’43,02” BT. Lokasi pekerjaan D.I. Mena terletak di Desa Kaubele dan Oepuah
Kecamatan Biboki
Moenleu dan Desa Humusu Oekolo Kecamatan Insana Utara Kabupaten
TTU Peta lokasi pekerjaan dapat dilihat pada Gambar I-1.
D.I. Mena
D.I. MENA
Gambar I-1 Lokasi Detail Desain Rehabilitasi Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Mena
3225 Ha; Kab. TTU
Secara rinci lingkup pekerjaan yang tercakup dalam kerangka acuan ini dijelaskan
bebagai berikut :
Kegiatan A: Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data dari studi terdahulu
2. Pengumpulan data sosial ekonomi, pertanian
3. Inventarisasi bangunan dan jaringan irigasi (Jika ada).
4. Inventarisasi titik tranggulasi/bench mark.
Kegiatan B: Pengukuran Topografi
1. Pemetaan Situasi Bangunan Utama dengan skala 1 : 2.000
2. Pengukuran trase saluran : memanjang dengan skala 1 : 2.000, melintang skala
1 : 100 atau 1 : 50
3. Pengukuran Situasi Detail Bangunan Pelengkap/Saluran (bila ada), skala
sesuai permintaan Direksi pekerjaan.
4. Pengukuran situasi bangunan utama skala 1 : 500
500
450
400
350
DEBI T (m3/det)
300
250
200
150
100
50
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
DURASI (jam)
Dalam perencanaan rehabilitasi digunakan debit banjir rancangan dengan kala
ulang 100 tahun. Berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rancangan untuk
kala ulang 100 tahun adalah 458,328 m3/det.
No Uraian Keterangan
1. Nama Desa Kaubele
Nama Kecamatan Biboki Moenleu
Jarak dari Ibukota Kecamatan 2 km
Jarak dari Ibukota Kabupaten 77 km
2. Tingkat Perkembangan Desa Swakarya
Jumlah Dusun 2
Jumlah RW 4
Jumlah RT 8
3. Luas Desa 8,24 km2
Luas Kecamatan 85,80 km2
% dari Luas Kecamatan 9,61%
4. Jumlah Penduduk 884 jiwa
Kepadatan Penduduk 107 jiwa/km 2
Jumlah KK 220
Sumber : Kec. Biboki Moenleu Dalam Angka, 2014
Tabel II-4Tingkat Kepadatan Penduduk Desa Kaubele
No Uraian Desa Kaubele Kec. Biboki
Moenleu
1. Jumlah Penduduk (jiwa) 884 7500
2. % Penduduk desa thd 11,79
Kecamatan
3. Jumlah KK 220 1726
4. Luas Wilayah (Km 2) 8,24 85,8
5. % Luas Desa thd Kec. (%) 9,60
6. Kepadatan Penduduk 107 87
(jiwa/Km 2)
Sumber : Kec. Biboki Moenleu Dalam Angka, 2014
Tabel II-5 Luas Panen, Rata-Rata Hasil Tanaman Padi dan Palawija di
Kecamatan Biboki Moenleu
Jenis Luas Rata-rata Produksi
No Tanaman Panen Hasil (Ton)
(Ha) (Kw/Ha)
1. Padi Sawah 482 37,74 1182
2. Padi Ladang 30 21,33 41
3. Jagung 600 25,35 1521
4. Kacang Tanah 20 11,5 23
5. Kacang Hijau 5 8 4
6. Ubi Kayu 300 101,60 1067
7. Ubi Jalar 50 84,6 423
Sumber : Kec. Biboki Moenleu Dalam Angka, 2009
b. Kondisi Pertanian
Bibit padi dan jagung yang digunakan berasal dari hasil panen sebelumnya
dan sebagian petani yang membeli bibit baru yang dibeli dari penyalur. Jenis
padi yang umum digunakan adalah Memberamo .
Petani umumnya menjual hanya sebagian hasil panen, sebagian lagi untuk
dimakan tapi apabila hasil produksi tidak mencukupi maka petani terpaksa
tidak menjualnya. Harga jagung di pasaran Rp 5000,-/Kg pipilan kering,
beras Rp. 10.000/kg dan pisang Rp. 10.000/sisir.
Tabel II-6 Luas Wilayah dan Batas Administrasi Desa Humusu Oekolo
No Uraian Keterangan
1. Nama Desa Humusu Oekolo
Nama Kecamatan Insana Utara
Jarak dari Ibukota Kecamatan km
Jarak dari Ibukota Kabupaten km
2. Tingkat Perkembangan Desa Swakarya
Jumlah Dusun 4
Jumlah RW 16
Jumlah RT -
3. Luas Desa 13,15 km 2
Luas Kecamatan 53,84 km 2
% dari Luas Kecamatan 24,42%
4. Jumlah Penduduk 2236 jiwa
Kepadatan Penduduk 170 jiwa/km2
Jumlah KK 528
Sumber : Kec. Insana Utara Dalam Angka, 2014
Tabel II-8 Luas Panen, Rata-Rata Hasil Tanaman Padi dan Palawija di
Kecamatan Insana Utara Tahun 2014
Jenis Luas Rata-rata Produksi
No Tanaman Panen Hasil (Ton)
(Ha) (Kw/Ha)
1. Padi Sawah 359 37,74 1388
2. Padi Gogo 154 21,17 212
3. Jagung 564 25,35 1430
4. Kacang Tanah 59 11,53 68
5. Ubi Kayu 284 101,58 2885
Sumber : Kec. Insana Utara Dalam Angka, 2014
b. Kondisi Pertanian
Bibit padi dan jagung yang digunakan berasal dari hasil panen sebelumnya
dan sebagian petani yang membeli bibit baru yang dibeli dari penyalur. Jenis
padi yang umum digunakan adalah .
Petani umumnya menjual hanya sebagian hasil panen, sebagian lagi untuk
dimakan tapi apabila hasil produksi tidak mencukupi maka petani terpaksa
tidak menjualnya. Harga jagung di pasaran Rp 5000,-/Kg pipilan kering,
beras Rp. 10.000/kg dan pisang Rp. 10.000/sisir.
c. Kelembagaan
Kelembagaan koperasi seperti KUD belum ada, oleh karena itu petani membeli
sarana produksi padi (saprodi) dari kelompok tani karena penyaluran saprodi
dilakukan melalui kelompok tani. Kelompok tani sudah terbentuk beberapa
kelompok tani yang masing-masing sudah ada pengurusnya sedangkan P3A di
belum terbentuk.
2.3 KONDISI GEOLOGI DAN MEKANIKA TANAH
1. GEOLOGI REGIONAL
Fisiografi Regional
Berdasarkan lembar peta Kupang – Atambua – Timor (P3GI,1996) Daerah
Timor Barat dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) satuan fisiografi, yaitu:
1. Pegunungan Kasar; terhampar di pantai utara dan membentuk pegunungan
cukup tinggi dengan puncak tertinggi mencapai elevasi +1228 m, umumnya
berlereng terjal, lembah sempit, dan relief kasar. pola aliran umumnya
dendritic dan bersifat intermitten.
2. Pegunungan Bergelombang; terhampar di sebagian besar wilayah Pulau
Timor Barat yang membentuk rangkaian pegunungan berlereng landai hingga
agak terjal, serta lembah sungai agak terjal. Umumnya tersusun oleh litologi
lempungan rapuh, sehingga mudah terjadi rayapan dan longsor.
3. Dataran Rendah; melampar di muara sungai-sungai besar, seperti Benanain
dan Noilmina sebagai dataran rendah. Pola aliran umumnya sub-dendritik
dengan aliran cenderung underfit (aliran dalam) dengan interflow dangkal,
terutama pada aliran rendah (low flow). Dibeberapa tempat, membentuk
undak atau teras sungai.
Stratigrafi Regional
Menurut Bemmelen (1948), pulau Timor, termasuk dalam busur luar (outer arc)
dari Busur Kepulauan Sunda Kecil, Secara Stratigrafi menurut H. M. D. Rosidi
dkk (1996; publikasi dari P3GI) dan Crippen (1980), stratigrafi regional Pulau Timor
tersusun dari berbagai jenis batuan yang sangat beragam yaitu batuan sedimen,
beku, volkanik dan batuan metamorfik.
Berdasarkan peta geologi regional lembar Kupang dan Atambua skala 1: 250.000
yang diterbitkan oleh P3GI tahun 1996, litostratigrafi yang ada di Daerah Penelitian
dan sekitarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Kelompok Atokton (Authochthonous) dan Paraotokton (Para-autochthonous)
1. Formasi Bisane (Pb): perlapisan serpih kelabu kehitaman diselingi batulanau
keunguan, batupasir kemerahan gampingan dan batusabak. Dijumpai pula
sisipan-sisipan batugamping dan serpih pasiran. Batupasir kuarsa kelabu,
graywacke, micaceous, kadang karbonan, dengan ketebalan mencapai 1000
m.
2. Formasi Aitutu (Tra): bagian bawah berupa perselingan napal dan
batugamping, serta sisipan batupasir kuarsa, batupasir mikaan, rijang dan
batugamping hablur. Di bagian atas berupa perselingan kalsilutit putih
kekuningan mengandung urat kalsit dengan serpih abu-abu. ketebalan
mencapai 1000 m.
3. Formasi Batuputih (Tmpb): bagian bawah terdiri dari kalsilutit, tufa, sedikit
napal dan batugamping arenit. Bagian atas terdiri dari napal, kalkarenit,
batupasir, batupasir napalan, napal lanauan dan sedikit konglomerat. Kalsilutit
putih, pejal, banyak mengandung foraminifera, kadang dijumpai pecahan
cangkang lamelibranchia. Tufa gelas, kalkarenit berbutir kasar, berwarna kelabu
dan menunjukkan struktur bioturbasi, silang siur serta nendatan. Batupasir
berbutir kasar. Ketebalan antara 448 m hingga 1100 m.
4. Formasi Noele (QTn): perselingan napal pasiran dengan batupasir,
konglomerat dan sedikit tufa dasit. Perubahan fasies ke arah lateral maupun
vertikal sangat cepat. Napal putih kelabu, pasiran. Fragmen konglomerat
berasal dari rombakan batuan malihan dan “clay pellets”. Tuf dasitik, laminasi
sejajar, konvolud, sebagai sisipan dalam napal. Ketebalan •} 70 m dengan
-
5. Batugamping Koral (Ql): batugamping koral putih kekuningan, kemerahan, dan
batugamping napalan. Setempat batugamping terumbu berongga dan kasar.
Bagian bawah nampak perlapisan sejajar atau terungkit, ketebalan mencapai
300 m, dan membentuk topografi bukit memanjang dengan puncak hampir
datar.
6. Konglomerat dan Kerakal (Qac): endapan klastika kasar seperti konglomerat,
kerikil, kerakal dan bongkah dengan selingan batupasir silang siur di bagian
bawah, sementasi kalsit dan limonit ke arah atas terbentuk endapan lepas.
7. Alluvial (Qa): endapan pasir, kerikil, dan kerakal berasal dari formasi batuan
yang lebih tua, terendapkan pada dataran banjir sungai besar, lempung
pasiran dan lumpur hitam. Ketebalan bervariasi dan masih terbentuk hingga
sekarang.
Kelompok Alokton (Allochthonous)
1. Kompleks Mutis (pPm): batuan metamorf derajat rendah sampai tinggi
dengan amfibolit sebagi penyusun utama. Batu-sabak, foliasi sempurna, filit
serisit, filitkuarsit, sekis epidot-klorit-aktinolit, sekis kuarsa-karbonat-muskovit-
klorit dan sekis kuarsitan-granit pidmontit. Granulit berupa gneis amfibolit granit,
gneiss granit yang mengandung staurolit-kianit dan anortosit hornblenda
piroksen..
2. Batuan Ultra Basa (Ub): basalt, lerzolit dan serpentinit. Basal, porfiritik dan
vesikular, lerzolit, hypidiomorfik, banyak mengandung mineral mafik, retak-
retak mdan telah terserpentinisasi. Serpentin hijau tua, terkadang berbintik
hitam (magnetit) dan putih (antigorit).
3. Formasi Maubisse (TrPml-TrPmv): terdiri dari batugamping merah kecoklatan
- ungu (TrPml) dan lava bantal (TrPmv) yang saling menjari. Bagian bawah
berupa batugamping pejal berlapis baik yang menjadi masif kearah atas,
dengan selingan tipis rijang dan serpih pasiran dibagian atas, telah terdeformasi
kuat.
4. Formasi Manamas (Tmm) : breksi volkanik pejal dengan sisipan lava dan tuf
hablur. Fragmen breksi volkanik berupa basal piroksen, basal gelas, andesit
augit, sienit, trakit nefelin dan diabas; dengan massadasar tufa kloritisasi.
Lava bantal andesitik dan basaltik, terkekarkan dan sebagian telah terkloritisasi.
Kemiringan lapisan 20 - 30 ke utara, dengan ketebalan mencapai 1500 m
5. Kompleks Bobonaro (Tb) : terdiri dari 2 bagian yaitu:
(1) Lempung Bersisik, menunjukkan cermin sesar, lunak, merah tua, kehijauan,
hijau kelabu, merah coklat, abu-abu kebiruan dan merah jambu, nampak
struktur garis-garis alir di sekitar fragmen batuan, dalam kondisi lapuk
menunjukkan karakteristik tanah mexpansif, dan merupakan matriks dari
bongkah-bongkah asing.
(2) Bongkah – Bongkah Asing, berupa batupasir mikaan Fm Bisane,
batugamping Fm Cablac, rijang, ultrabasa, lava bantal, batugamping Fm
Maubisse, Kompleks Mutis, Fm Ofu, serta batuan lain dari formasi yang lebih
tua. Ketebalan formasi ini sangat bervariasi dan sulit diperkirakan.
Formasi batuan yang ada di daerah penelitian dan sekitarnya, secara singkat
terangkum dalam kolom stratigrafi regional. (Tabel II-9)
Gambar II-2 Peta Geologi Regional Daerah Bendung Mena dan sekitarnya (P3GI,
1996)
(keterangan simbol formasi batuan lihat pada tabel II-1)
Sumber: Peta Geologi Regional Lembar Atambua (P3GI, 1996)
Secara regional, daerah penelitian tersusun oleh batuan sedimen Formasi Bobonaro
(Tb) serta endapan Alluvial (Qa). Berdasarkan pengamatan dilapangan, daerah
penelitian tersusun oleh batulempung, yang tertutup oleh endapan aluvial cukup
tebal. Adapun uraian persatuan litologi dari yang paling tua, adalah sebagai berikut.
1. Satuan Batulempung
Batulempung kelabu kecoklatan, tekstur klastik, butiran berukuran lempung,
tingkat pelapukan sedang hingga kuat, kadang menyerpih, lunak, tergolong
medium soft rock, dan terkekarkan. Lapukan umumnya membentuk tanah
lempungan berwarna coklat kelabu, lunak, dengan tingkat kelulusan air kecil.
Batuan ini tersingkap pada lereng bukit di sebelah timurlaut bendung dan di
selatan sayap kiri bendung
Gambar 2.5. Kenampakkan satuan Batulempung, kondisi lapuk sedang - lanjut
2. Endapan Alluvial
Endapan ini terdiri dari beberapa jenis tanah penutup, yaitu : Lanau Pasiran;
berwarna kelabu kecoklatan, kurang kompak, lunak – agak kaku, plastisitas
rendah, permeabilitas agak tinggi, konsolidasi sedang – lemah, mengandung
fragmen kerikil – kerakal •} 15 %, subangular – subrounded yang terdiri dari
bermacam jenis batuan. Pada bagian permukaan sering dijumpai sebaran
bongkah batuan sub angular.
Secara singkat, stratrigrafi daerah Bendung Mena dan sekitarnya terangkum dalam
Tabel Kolom stratrigrafi daerah penelitian (Tabel II-12), sedangkan pelamparanya
dapat dilihat dalam peta geologi daerah penelitian. (Lampiran 1).
Di daerah saluran irigasi didominasi oleh endapan alluvial, serta hasil pelapukan dari
batuan asal, membentuk lapisan lempung lanauan coklat, lunak, liat, ketebalan
mencapai 2 hingga 3 meter, kenampakan lapisan alluvial ini dapat dilihat pada
Gambar 2.8.
BAB III. PERENCANAAN PEMELIHARAAN
Kerusakan pada
lantai kolam olak
Bendung Mena
3.2 PERENCANAAN PEMELIHARAAN BENDUNG
Dalam perencanaan, rehabilitasi dilakukan pada peredam energi yang mengalami
kerusakan. Karena saat ini perbedaan elevasi pada ujung peredam energi dengan
elevasi dasar sungai cukup besar maka direncanakan peredam energi berganda
yaitu dengan membuat mercu pada endsill, sehingga pada masing-masing kolam
olak dilengkapi dengan lantai dasar dan ambang akhir pembentuk olakan (endsill).
Sedangkan pada tubuh bendung eksisting konstruksi tetap dipertahankan karena
kondisinya masih baik, sedangkan untuk perkuatan akan ditambahkan selimut
beton.
Keuntungan dari pemakaian peredam energy berganda ini
adalah :
- Pematahan energi air lebih besar karena dua ruang olakan,
sehingga penggerusan setempat menjadi lebih dangkal
- Lebih stabil karena bentuknya yang besar
- Kerusakan lantai dan tubuh bendung akibat terjunan air dapat dihindari
Perencanaan rehabilitasi Bendung
Mena :
1. Perhitungan tinggi muka air di atas
mercu
Persamaan yang digunakan untuk mengetahui tinggi muka air di atas
mercu adalah :
Q = Cd.2/3(2/3 . g)0.5 bH1 1.5
Cd = C0.C1.C2
dimana :
Q = debit yang melimpas di atas mercu (m 3/det)
g = percepatan grafitasi ( 9.8 m/det2)
b = panjang mercu (m)
H1 = tinggi energi di atas mercu
(m) Cd = Koefisien debit = C0 . C1
. C2
C0 = merupakan fungsi dari H1 / r
C1 = merupakan fungsi dari p / H1
C2 = merupakan fungsi dari p / H1
Berdasarkan perhitungan tinggi muka air di atas mercu adalah 1,254 meter.
2. Perhitungan lebar efektif bendung
Lebar efektif Bendung (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya
(B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan tiang pancang, dengan
persamaan berikut :
Be = B – 2 (N Kp+Ka) . H
di mana :
Be = lebar efektif bendung (m)
B = lebar bendung yang sebenarnya (m)
N = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung (abutment)
H = tinggi energi diatas mercu, m
Potongan melintang rencana
pemeliharaan Bendung Mena
POTONGAN D-D
BAB IV. RENCANA ANGGARAN BIAYA
4.1 KESIMPULAN
Kerusakan pada Bendung Mena terjadi pada kolam olak dengan kondisi kerusakan
yang cukup berat dimana blok betok runtuh (terlepas dan tergeser dari konstruksinya)
dan menyebabkan ambang hilir (endsill) dan sheetpile roboh.
Dalam perencanaan Pemeliharaan berupa rehabilitasi dilakukan dengan membuat
mercu berganda karena beda elevasi antara endsill dan dasar sungai yang cukup
besar. Tubuh bendung sebagian besar tetap dipertahankan karena kondisinya masih
baik, Untuk perkuatan pada permukaan bangunan ditambah selimut beton.
Rencana Anggaran biaya untuk rehabilitasi Bendung Mena adalah sebesar
4.2 SARAN
Dengan adanya kegiatan detail desain rehabilitasi terhadap bendung dan jaringan
irigasi D.I. Mena, diharapkan menjadi langkah untuk mempercepat kegiatan
rehabilitasi terhadap kerusakan yang terjadi sehingga kinerja dan fungsi jaringan
irigasi dapat lebih optimal.