Anda di halaman 1dari 3

Putri Tangguk

Alkisah, di Desa Bunga Tanjung ada seorang perempuan tua yang mempunyai huma.
Humanya tidak begitu luas, hanya seluas tangguk penangkap ikan, tetapi hasilnya melimpah ruah.
Putri Tangguk nama perempuan itu. Ia memiliki tujuh orang anak.
Pada suatu malam, Putri Tangguk dan suaminya sedang berbincang-bincang tentang masa depan
keluarganya. Ketika itu, ketujuh anak mereka sudah tidur dengan pulas. “Wahai Kakanda”, kata
Putri Tangguk kepada suaminya sambil menghela napas panjang. “Kita telah bekerja terus-menerus
dan tidak henti-henti menuai padi. Hamba merasa sangat lelah. Anak-anak kita pun tidak terurus
lagi. Lihatlah anak-anak kita yang tidak pernah lagi berdandan. “Ya,” jawab suaminya sambil
duduk! Kalau itu keinginan Dinda, Kanda tidak akan berhuma lagi karena ketujuh lumbung padi
sudah penuh. Hujan yang turun malam itu sangat lebat membuat suasana tempat tinggal Putri
Tangguk semakin sunyi.Keesokan harinya, pagi yang masih dingin tidak menghalangi niat Putri
Tangguk dan suaminya pergi ke sawah untuk menuai padi. Pekerjaan itu biasa mereka lakukan
setiap pagi demi memenuhi kebutuhan keluarga. Jalan menuju huma yang mereka tuju sangat licin
sehingga Putri Tangguk beserta suami dan anak-anaknya sering tergelincir. Bahkan, anak-anaknya
ada juga yang terjatuh. Perempuan setengah baya itu tampak kesal.
“Jalan licin!” terdengar Putri Tangguk menyumpah. “Hari ini kita tidak perlu lama bekerja.
Padi yang tertuai kita tumpahkan di jalan ini sebagai pengganti pasir. Besok kita masih dapat
menuai padi,” kata Putri Tangguk sambil menggerutu. Hari itu mereka cepat kembali ke rumah.
Padi yang sudah tertuai, mereka taburkan di sepanjang jalan yang mereka lalui. Mereka berharap
jalan yang selalu mereka lalui tidak licin lagi.
Keesokan malam anak Putri Tangguk terbangun dan menangis meminta nasi untuk makan.
Putri Tangguk pergi ke dapur untuk mengambil nasi. Ketika tutup periuk dibuka, Putri Tangguk
terkejut karena tidak ada nasi di dalamnya. Kemudian, ia berjalan menuju lumbung yang digunakan
untuk menyimpan beras dan padi. Ia sangat terkejut ketika melihat lumbung itu kosong. Dengan
setengah berlari, Putri Tangguk menuju lumbung yang lain. Ia semakin terkejut karena di dalam
ketujuh lumbung padi yang dimilikinya tidak ada sebutir beras atau padi pun. Setelah
menyampaikan apa yang ditemuinya itu kepada suaminya, Putri Tangguk dan suaminya bergegas
berangkat menuju huma mereka. Akan tetapi, mereka sangat terkejut karena tidak sebatang padi
pun ada di huma mereka. Dalam keadaan sedih, Putri Tangguk pulang ke rumah. Kesedihannya
semakin bertambah ketika mendengar tangisan anak-anaknya yang kelaparan. Putri Tangguk jatuh
miskin akibat kesombongannya dengan menabur dan membuang-buang padi semaunya di jalan
yang dilewatinya.
Sebagai ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa, manusia tidak boleh sombong dan angkuh.
Manusia tidak boleh menghambur-hamburkan kekayaannya karena semuanya merupakan anugerah
dan titipan Sang Pencipta. Putri Tangguk yang pada mulanya sangat kaya jatuh miskin karena
kesombongan dan keangkuhannya. Ia tidak mensyukuri kekayaan yang telah diberikan Tuhan
kepadanya.

Diolah dari sumber: https://anscerita.wordpress.com/category/jambi


pagi yang masih dingin
tidak menghalangi niat Putri Tangguk dan
suaminya pergi ke sawah untuk menuai padi
.
Padi yang tertuai kita tumpahkan di
jalan ini sebagai pengganti pasir
.
anak Putri Tangguk
terbangun dan menangis meminta nasi
untuk makan
.
Putri Tangguk
jatuh
miskin
akibat
kesombongannya
dengan membuang-buang padi semaunya di
jalan yang dilewatinya
.

Anda mungkin juga menyukai