Analisa Sperma
Analisa Sperma
Oleh :
NIM 20112041
BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2014
LCS (LIQUID CEREBRAL SPINALIS)
Laporan Praktikum Ke 1
PENDAHULUAN
Sistem reproduksi adalah suatu sistem organ di dalam tubuh organisme yang dapat
bekerja bersama untuk satu tujuan, yaitu reproduksi. Berbagai macam substansi seperti cairan,
hormon, dan feromon juga merupakan suatu pelengkap yang penting untuk sistem reproduksi.
Pada manusia dan mayoritas organisme eukariotik lainnya yang sudah mengalami diferensiasi,
alat kelamin dan sel kelamin seringkai mempunyai perbedaan yang signifikan. Perbedaan inilah
yang menjadikan adanya kombinasi materi genetik dari dua individu dan menyebabkan adanya
kemungkinan diversitas genetik. Organ yang ada pada makhluk hidup tingkat tinggi meliputi
genitalia eksterna (penis dan vulva) dan genitalia interna (testis dan ovarium). Jika terjadi suatu
kelainan dalam sistem reproduksi, maka akan sangat berpengaruh pula pada kemampuan gamet
untuk melakukan fungsinya. Kualitas sistem reproduksi dapat dilakukan pada level gamet,
misalnya dilakukan analisis terhadap sperma atau ovum. Analisis sperma adalah pemeriksaan
untuk menilai ciri dan mutu spermatozoa dalam air mani, agar dapat dinilai apakah terdapat
ketidaknormalan yang dapat mengganggu kesuburan dan menghambat terjadinya pembuahan
(The Fertility Institute, 2009).
Sperma yang sering disebut juga mani atau semen adalah ejakulat yang berasal dari
seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar2 lain dan
spermatozoa. Pemeriksaan sperma merupakan salah satu elemen penting dalam penilaian
fertilitas atau infertilitas. Pemeriksaan sperma meliputi maksroskopis (hal-hal yang terlihat
dengan mata telanjang), mikrospkopis, kimia dan imunologi. Namun, di sini yang akan kita
lakukan adalah hanya pemeriksaan sperma secara makroskopis dan mikroskopis saja.
TINJAUAN PUSTAKA
Mani atau semen (sperma) ialah ejakulat berasal dari seorang pria berupa cairan kental
dan keruh, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar-kelenjar lain dan spermatozoa. Pemeriksaan
sperma merupakan salah satu jalan yang termudah untuk mengetahui tingkat kesuburan/fertilitas
dan infertilitas seorang pria. Tingkat kesuburan ini memberi kesan, akan kemampuan seorang pria
untuk memperoleh keturunan.
Struktur dari spermotozoa manusia terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Kepala terdiri atas
sel berinti padat dan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di sekitar permukaannya. Di
bagian luar, dua pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom yang
mengandung enzim hialurodinase. Enzim ini mencerna filamen proteoglikan dari jaringan dan
enzim proteolitik yang sangat kuat untuk mencerna protein sehingga memainkan peranan penting
untuk membuahi ovum.
Analisa semen dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas (kesuburan) yang
disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen. Dalam hal ini hanya beberapa parameter
ejakulat yang diperiksa (dievaluasi) berdasarkan buku petunjuk WHO “ Manual for the examination
of the Human Semen and Sperm-Mucus Interaction “ (WHO, 1999).
Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta
menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan.
Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan
testosterone (Wildan yatim, 1990).
1.Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi
spermatosit primer.
Spermatogonia
Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami
meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera
mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah,
tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan
dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase
golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa
masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”.
Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik
manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari
:
o Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan
genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim hialuronidase
yang mempermudah fertilisasi ovum.
o Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
o Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan
untuk motilitas.
o Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas defern
dan ductus ejakulotorius.
Gerakan ekor mendekat dan menjauh mamberikan motilitas pada sperma. Sperma yang
normal bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan 1 sampai 4 mm / menit. Kecepatan ini akan
memungkinkan sperma untuk bergerak melalui traktus genitalis wanita untuk mencapai ovum.
BAB III
PROSEDUR KERJA
A. PRA ANALITIK
1. ALAT
Alat yang digunakan dalam praktikum analisa sperma ini adalah beaker glass, gelas ukur,
obyek glass, cover glass, mikroskop.
2. REAGEN
Reagen yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan LCS ini adalah
3. PROBANDUS
Nama : Mr T (LCS B)
Umur : Y Th
Jenis Kelamin : XY
B. ANALITIK
1. PROSEDUR KERJA
A. Pemeriksaan Makroskopis
1. KOAGULASI dan LIKUEFEKSI
Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya koagulum pada sperma serta mengetahui
lama waktunya yang diperlukan untuk mencair.
Prinsip : Koagulum yang terdapat pada sperma normal akan mengalami
pengenceran oleh adanya enzim yang terdapat pada bagian yang cair
dari sperma itu.
Prosedur :
1. Sperma segera diamati adanya koagulumnya, dan dicatat hasilnya.
2. Diamati terus koagulum yang ada dan dicatat waktunya apabila terjadi pencairan
sempurna.
Lamanya waktu sejak sperma diejakulasikan hingga terjadinya pencairan sempurna
dari koagulum merupakan waktu likuefeksi.
2. VISKOSITAS
Prinsip : Kekentalan (viscositas) sperma akan teramati dengan sempurna setelah
masa likuefeksi terjadi.
Ada 2 cara :
a. Dengan batang pengaduk
Dengan cara ini, hanya diperoleh hasil dengan perkiraan yang dinyatakan kental,
sedang, dan encer. Caranya dengan jalan menggunakan batang pengaduk yang
dimasukkan ke dalam sampel sperma, kemudian batang pengaduk diangkat.
Diamati rentangan lender yang terangkat dapat diketahui viskositasnya.
b. Dengan Viskometer
Bentuk alat seperti pipet (semacam maat pipet) yang berdiamaeter tertentu. Salah
satu contoh yaitu pipet Ellison, bertanda 0,1. Cara penggunaannya dengan memipet
sperma sampai tanda 0,1, kemudian ujung atas ditutup dengan jari, kemudian
jari dilepas bersama dengan itu dijalankan stopwatch. Apabila sperma telah
menetes, stopwatch dimatikan. Waktu yang diperoleh dari stopwatch merupakan
waktu viskositasnya.
3. VOLUME
Banyaknya sperma yang diejakulasikan diukur volumenya dengan gelas ukur,
Pembacaan dengan menggunakan miniscus atas.
4. WARNA
Warna sperma diamati dengan latar belakang putih dengan penerangan yang cukup.
5. BAU
Bau sperma dianalisa dengan jalan mengkibas-kibaskan telapak tangan dari arah
lain ke hidung.
6. pH
pH dari sperma dilihat dari perubahan warna universal.
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Kepadatan dan Motilitas Sperma
Prinsip : Sediaan dari sampel sperma akan dapat menggambarkan kepadatan serta
motilitas dari sperma yang mana motilitas sperma semakin lama semakin
lemah.
Prosedur :
- Pada obyek glass diteteskan satu tetes sperma.
- Ditutup dengan deck glass, diamati dibawah mikroskop pada pembesaran 45x.
- Dihitung persentase dari sperma yang motil baik, motil kurang baik, serta yang non
motil.
- Kepadatan sperma bisa dinilai dari jumlah sel yang ditemukan dibagi jumlah lapang
pandang.
baiknya motilitas sinambung ini dilakukan lebih dari 1⁄2 jam ke II, maksudnya yaitu jam
ke III, ke IV, dan seterusnya.
Tujuan pemeriksaan motilitas sinambung tidak lain yaitu mengetahui derajat penurunan
motilitas sperma.
3. Menghitung Jumlah Spermatozoa
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Hitung Jumlah Leukosit
Tujuan : Untuk mengetahui jumlah leukosit dalam cairan otak.
Prinsip : LCS diencerkan dalam pipet leukosit kemudian dimasukkan dalam kamar
hitung. Jumlah leukosit dihitung per ml LCS.
Bahan : Cairan otak
Alat :
Pipet Leukosit Kamar Hitung
Selang Mikroskop
Prosedur :
1. Dipipet larutan Turk sampai tanda 1.
2. Kemudian dihisap cairan otak sampai tanda 11.
3. Dikocok pipet benar – benar, dibuang 3 – 4 tetes
4. Kemudian diteteskan pada kamar hitung / IMPROVED NEUBAUER
5. Dihitung jumlah semua sel yang dilihat dalam sebuah bidang besar dengan
memakai lensa obyektif 10x.
C. Kimiawi
1. Test Pandy
Reagent : Pandy (larutan jenuh phenol dalam air)
Prosedur :
1. 1 ml reagent pandy dalam tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7 mm.
2. Ditambahkan 1 tetes cairan otak.
3. Segera dibaca hasil test tersebut dengan melihat kepada derajat kekeruhannya :
+1 Ada Opaescen (10 – 100 mg/dl)
+3 Sangat keruh (300 – 500 mg/dl)
+4 Kekeruhan seperti susu dan terjadi endapan (lebih dari 500 mg/dl)
P = C/F F : 405
A. POST ANALITIK
1. HARGA NORMAL
A. Pemeriksaan Makroskopis
1. Warna : Jernih
2. Kekeruhan : Jernih
3. Bekuan : Tidak ada bekuan
B. Pemeriksaan Mikroskopis
2. HASIL
A. Pemeriksaan Makroskopis :
1. Warna : Kuning
2. Kekeruhan : Keruh
3. Sediment : (+) terdapat endapan
4. Bekuan : (-) tidak ada bekuan
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Hitung Sel Leukosit
- - - 11−1 10
`P=(11−1)1= 9
𝑥.1⁄𝑡.𝑃
N=
- - - 𝐴
𝑥.1⁄𝑡.𝑃
= 1
⁄9
- - -
10 1
=𝜇. 10. .9
9
=0 sel/𝜇𝑙 𝐿𝐶𝑆
Karena hitung jumlah sel 0, maka praktikan tidak melakukan menghitung jumlah
sel leukosit.
C. Pemeriksaan Kimiawi
1. Test Pandy
3. Glukosa
𝐴𝑇𝑒𝑠𝑡 0,4803 𝑚𝑔
LCS = 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 . (100) = 0,4658
. 100 = 103,11 ⁄𝑑𝑙
DOKUMENTASI
Tess Pandy
→ Test glukosa
PEMBAHASAN
Pemeriksaan makroskopis meliputi warna, kekeruhan, pH, konsistensi (bekuan), dan berat
jenis :
1. Warna
Normal warna LCS tampak jernih, ujud dan viskositasnya sebanding air.
Merah muda → perdarahan trauma akibat pungsi.
Merah tua atau coklat → perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan akan terlihat
jelas sesudah disentrifuge.
Hijau atau keabu-abuan → pus.
Coklat → terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik.
Xanthokromia → mengacu pada warna kekuning-kuningan biasanya akibat pelepasan
hemoglobin dari eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); tetapi
mungkin juga disebabkan oleh kadar protein tinggi, khususnya jika melebihi 200
mg/dl.
2. Kekeruhan
§ Normal → tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang jernih terdapat
juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis, dan meningitis tuberkulosa.
§ Keruh → ringan seperti kabut mulai tampak jika jumlah lekosit 200-500/ul3, eritrosit >
400/ml, mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba), aspirasi lemak epidural sewaktu
dilakukan pungsi, atau media kontras radiografi.
3. Konsistensi bekuan
Terjadinya bekuan menandakan bahwa banyak darah masuk ke dalam cairan pungsi pada
waktu pungsi; darah dalam LCS yang disebabkan perdarahan subarachnoid tidak membeku.
§ Normal → tidak terlihat bekuan
§ Bekuan → banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin. Disebabkan oleh trauma
pungsi, meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa. Jendalan sangat halus dapat
terlihat setelah LCS didiamkan di dalam almari es selama 12-24 jam.
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Eritrosit dan leukosit masuk ke dalam LCS jika ada kerusakan pada pembuluh darah atau
sebagai akibat reaksi terhadap iritasi. Bilirubin yang dalam keadaan normal tidak ada dalam LCS,
mungkin dapat ditemukan dalam LCS seorang yang tidak menderita ikterus setelah terjadi
perdarahan intrakranial. Bilirubin itu adalah bilirubin tidak dikonjugasi dan karena itu menandakan
adanya katabolisme hemoglobin setempat dalam SSP.
Perhitungan sel lekosit dan eritrosit harus segera dilakukan, hal ini dikarenakan 40% dari
lekosit dapat lisis setelah 2 jam, sedangkan eritrosit akan lisis setelah 1 jam pada suhu ruangan.
Perhitungan jumlah eritrosit LCS memiliki nilai diagnostik terbatas yaitu untuk differensial
diagnosis trama pungsi vs hemorhagi subarakhnoid dan koreksi jumlah lekosit LCS dan protein
untuk kontaminasi darah tepi yang ada kaitannya dengan trauma pungsi.
Nilai rujukan normal pada anak dan dewasa untuk jumlah lekosit (monosit dan limposit)
adalah 0 – 5 sel/ul, sedangkan untuk neonatus 0 – 30 sel/ul. Walaupun belum ada kesepakatan batas
tertinggi normal netropil dalam LCS sebagai patokan dapat dipergunakan sampai angka 7%, hal ini
dapat disebabkan adanya kontaminasi minimal dari darah tepi. Sedangkan monosit (14%) lebih
rendah dibandingkan limposit (86%), tingginya perbedaan ini dapat disebabkan karena monosit
sering diklasifikasikan sebagai limposit.
Pada tahap dini meningitis bakteria akut, netrofil biasanya lebih dari 60%. Peningkatan
monosit biasanya diikuti peningkatan limposit, netropil, dan sel plasma merupakan cirri khas
meningitis tuberkulosa, meningitis fungi, dan meningitis bakteria kronis. Sedangkan pada
meningoensepalitis virus pada awalnya terjadi netrofilia kemudian berubah ke respons limposit.
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari pemeriksaan
makroskopis, LCS berwarna kuning, keruh, tidak terdapat bekuan, dan terdapat endapan(sediment).
Pemeriksaan mikroskopisnya didapatkan hasil 0 sel leukosit, sedangkan dari pemeriksaan kimiawi
didapatkan hasil test pandy +2 cairan keruh, test none apelt (+)terdapat cincin putih, dan kadar
glukosanya 103,11 𝑚𝑔⁄𝑑𝑙.
DAFTAR PUSTAKA