Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN RISIKO

PADA PERUSAHAAN INDUSTRI


PERBANKAN

OLEH KELOMPOK 14:

AGUNG WIRAHADI KUSUMA (1006205158)


OCTAVIANUS SUMARDANA (1006205151)
IDA BAGUS PUTRA WIDYANTARA (1006205152)
IDA BAGUS EKA WIRANATA (1006205166)

Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana
2012
MANAJEMEN RISIKO PERUSAHAAN
PADA INDUSTRI PERBANKAN

Saat ini, perbankan di Indonesia sudah melakukan analisis-analisis dan


teknik yang berkaitan dengan upaya untuk mengurangi kerugian yang timbul
dimasa mendatang melalui proses pengelolaan risiko kredit seperti analisis kredit.
Kegiatan demikian merupakan salah satu proses dalam pengendalian risiko.
Namun demikian pendekatan dalam pengendalian risiko masih menggunakan
teknik dan pendekatan konvensional, sehingga efektivitasnya masih
dipertanyakan, belum efektif dan perlu diuji kembali konsistensi penerapannya.
Dengan diterapkannya perhitungan kebutuhan modal minimum yang
dihitung berdasarkan risiko secara internasional melalui rekomendasi yang
dikeluarkan Basel Committee on Banking Supervision (i.e. Basle Accord 1988),
maka perkembangan risk management / manajemen risiko, semakin pesat untuk
mengembangkan perhitungan risiko yang lebih akurat (modelling). Kondisi
demikian didasarkan kepada diperbolehkannya Bank-bank dalam menghitung
kebutuhan modal minimum dengan menggunakan internal model khususnya
risiko pasar (Amandemen Basle Accord, BIS, 1996), dengan persyaratan-
persyaratan tertentu.

1. Basel I
The Basel Committee on Banking Supervision dibentuk dalam rangka
untuk menyusun dan menetapkan aturan main yang berlaku dalam banking
regulation. Ada tuga tujuan utama yang ingin dicapai oleh The Basel Committee
on Banking Supervision dalam mengembangkan Basel I Accord, yaitu:
a) Memperkuat kelayakan usaha dan stabilitas international banking
system
b) Menciptakan kerangka dasar yang adil dan tidak berpihak dalam
rangka mengukur kecukupan modal bank-bank yang aktif
menjalankan kegiatan operasional perbankannya secara
internasional

2
c) Memiliki kerangka acuan yang dapat diterapkan secara konsisten.
Basel Commitee merekomendasikan diterapkannya suatu sistem yang
dapat membantu bank menghitung besaran risiko aset tertimbang. Besarnya modal
minimum yang wajib dipertahankan ditetapkan sebesar angka presentase tertentu
terhadap jumlah risiko aset tertimbangnya.
Berdasarkan Basel Accord I, semua kontrak instrumen yang terdapat pada
sisi aktiva dalam neraca bank (didefinisikan sebagai asset class) dikelompokan
menjadi lima kelompok. Kelima kelompok itu masing-masing dengan kategori
angka 0%, 10%, 20%, 50% dan 100%.
Persyaratan modal menurut Basel I:
a) Modal bank terdiri dari dua unsur, yaitu:
 Tier I yang meliputi saham yang telah dikeluarkan dari
portepel dan disetor penuh serta cadangan yang telah
dialokasikan.
 Tier II, yang meliputi cadangan yang tidak dialokasikan,
cadangan yang terbentuk dari penilaian kembali aset/aktiva,
cadangan umum, cadangan penghapusan pinjaman dan
pinjaman subordinasi.
b) Unsur-unsur modal yang dicakup dalam Tier 2 tidak boleh
melebihi 50% dari jumlah seluruh modal bank.
c) Terdapat unsur-unsur yang tidak dicakup dalam pengertian modal,
yaitu: goodwill, investasi yang tidak dikonsolidasikan dalam
perusahaan keuangan dan perbankan, investasi dalam permodalan
pada perusahaan keuanagn dan perbankan lainnya dan investasi
sevagai keikutsertaan minoritas dalam lembaga-lembaga yang
tidak dikonsolidasikan.
Basel I menetapkan bahwa minimum target capital ratio sebesar 8 % yang
wajib dipertahankan bank.

3
Adapun penetapan Risk –Weight Assets menurut Basel I, terdapat dalam
tabel dibawah ini:
Bobot Jenis Tagihan
Risiko
0% - Kas
- Tagihan kepada pemerintah dan Bank Sentral
- Tagihan lainnya kepada pemerintah negara-negara OECD
- Tagihan dengan agunan surat berharga yang diterbitkan atau
dijamin oleh pemerintah negara-negara OECD
0,10%, 20% - Tagihan kepada domestic public sector entities, diluar pemerintah
atau 50% pusat,
(national - pinjalam yang dijamin lembaga-lembaga tersebut
discretion)
50% - Tagihan kpd atau yang dijamin oleh multilateral development
banks
- Tagihan keopada bank-bank di negara-negara OECD
- Tagihan kepadaatau yang dijamin oleh non domestic OECD public
sector entities, di luar pemerintah pusat.
- Uang tunai yang masih dalam proses penagihan
- Pinjaman yang dijamin sepenuhnya oleh mortgage on residential
property yang akan digunakan atau disewakan oleh debitur.

100% - Tagihan kepada sektor swasta


- Tagihan kepada bank-bank di luar negara-negara OECD > 1tahun
- Tagihan kepada Pemerintah pusat negara-negara non OECD
- Tagihan kepada perusahaan komersial yang dimiliki masyarakat
umum
- Tanah, bangunan dan peralatan serta aktiva tetap lainnya
- Real estate dan investasi lainnya (termasuk non consolidated
investment participation pada perusahaan lain).
- Instrumen permodalan yang diterbitkan oleh bank lain (kecuali

4
dikeluarkan dari modal)
- Aktiva lainnya.

2. Market Risk Amandement


Kepekaan bank terhadap risiko berbeda-beda dalam lingkup maupun
dalam segi intensitasnya. Perbedaan itu di samping sebagai cermin dari perbedaan
kepekaan manajemen juga sebagai akibat dari perbedaan tingkat operasional
masing-masing bank. Atas dasar itu, langkah antisipatif dalam menanggulangi
risiko juga telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Disamping itu, kegiatan operasional perbankan baik dalam lingkup
nasioanal, maupun global telah terus mengalami perkembangan yang pesat. Basel
I dianggap kurang mengandung risk sensitivity yang tajam, sehingga The Basel
Commitee meningkatkan tingkat sensitivitasnya yang melahirkan dasar pemikiran
Market Risk Amandement. Pendekatan yang digunakan adalah twin-track dimana
Basel Committee dapat menerima internal quantitative model yang diterapkan
oleh masing-masing bank, sepanjang telah didasarkan pada ukuran-ukuran
kualitatif standar yang telah dipublikasikannya, Pendekatan ini menilai seberapa
jauh penerapan quantitative model tersebut cocok dan adakah kualitas proses
implementasinya juga mendukung.

3. Basel II
Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang
memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap
risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas
penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian
persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan
memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan
oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional.
Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem
keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis
risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II

5
disusun berdasarkan forward-looking approach yang memungkinkan untuk
dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk
memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di
pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko.
Basel II Accord menghasilkan pola pengawasan perbankan berbasis resiko
dengan risk sensitivity yang lebih tajam. Perbankan menjadi lebih peka
mengendalikan risk - based capital-nya sesuai dengan regulasi berbasis risiko
yang telah ditetapkan. Risk sensitivity yang lebih tajam terbentuk oleh unsur
pendukung, yaitu
a) Luasnya cakupan rasio
Basel I hanya meliputi unsur risiko kredit dan traded market risk
melalui market risk amandement, sedangkan Basel II telah
memperluas liputan tersebut dengan memasukan unsur operational
risk.
b) Dalamnya cakupan rasio
Basel I hanya menggunakan risk weight sederhana yang berbeda-
beda tergantung pada jenis aset bank dalam menghitung ATMR,
sedangkan Basel II mengembangkan beragam risk weight yamg
lebih luas terutama didasarkan pada kualitas peminjam, syarat-
syarat pinjaman, dan kualitas barang agunan. Di samping itu juga
diperkenankan setiap bank untuk memilih dua cara pendekatan
dalam menetapkan besarnya risk weight yang akan digunakannya,
yaitu dengan pendekatan: The Standardized Approach dan The
Internal Rating – Based Approach.
Adapun 3 pilar utama dalam Basel II antara lain:
a) Minimum Capital Requirements (Bank Menaged)
CAR = Total Capital / {Credit Risk + Market Risk + Operational
Risk}
= minimum 8%
b) Supervisory Review Prosess (Regulator Managed)

6
Setiap bank memiliki proses internal untuk menilai kecukupan
modalnya Otoritas pengawas bertanggung jawab menge- valuasai
kelayakan proses tersebut.
c) Market Discipline (Market Managed)
 Market Discipline
 Disclosure Standard
 Transparancy

4. Manajemen Risiko Perbankan Indonesia


Usaha jasa perbankan mengandung beberapa unsur risiko mengingat
kontrak antara Bank dengan nasabah mengikat dalam kurun waktu ke depan.
Dengan demikian masing-masing pihak mempunyai moral hazard untuk tidak
memenuhi kewajibannya di masa mendatang atau kondisi external (pasar)
berubah ke arah yang merugikan Bank antara lain fluktuasi nilai tukar dan suku
bunga. Kemungkinan tidak terpenuhinya kewajiban nasabah kepada Bank
maupun fluktuasi faktor external perlu dikendalikan untuk meminimalkan
kerugian yang mungkin terjadi di Bank. Proses dalam mengendalikan berbagai
risiko dimaksud perlu diformalkan dalam management Bank.
Risiko dapat berupa risiko kredit apabila nasabah tidak memenuhi
kewajibannya kepada Bank. Namun demikian masih banyak risiko-risiko lainnya
seperti risiko nilai tukar, suku bunga dan operasional yang sering sekali dapat
menyebabkan Bank mengalami kerugian yang cukup besar. Masih terdapat
beberapa risiko yang juga dapat menimbulkan kerugian bagi Bank seperti
reputational risk, strategic risk, legal risk, political risk, country risk, namun
quantifikasi dan management dari risiko dimaksud masih sulit dilakukan.
Mengingat tidak setiap risiko selalu menjadi ancaman bagi Bank, maka setiap
Bank akan melakukan identifikasi terhadap risiko-risiko yang mungkin timbul
serta melakukan manajemen risiko sesuai dengan tingkat kompleksitas usahanya.

Dalam menerapkan manajemen risiko, proses yang dilakukan meliputi:

a. menyusun business plan tahunan untuk masing-masing business unit


dengan mengacu kepada arahan dari top management berkaitan dengan

7
sasaran tahunan yang ingin dicapai maupun risiko yang perlu
dipertimbangkan;

b. menyusun proyeksi risiko yang dengan mengacu kepada business plan


serta posisi modal yang diperlukan untuk mendukung dalam pelaksanaan
business plan dimaksud. Apabila modal yang tersedia belum mencukupi
maka dilakukan pembicaraan di senior management level untuk
melakukan penyetoran modal atau melakukan revisi business plan.

c. Menetapkan pendelegasian wewenang kepada setiap business unit yang


terlibat untuk menerapkannya serta rambu-rambu yang perlu di patuhi
berupa limit-milit risiko agar Bank dapat mengendalikan risiko secara
keseluruhan sejalan dengan strategi Bank.

d. business unit melaksanakan fungsinya dengan mematuhi limit-limit yang


telah ditentukan.

e. risk management unit melakukan monitoring atas risiko yang di


eksposoleh masing-masing business unit maupun melakukan konsolidasi
terhadap seluruh risiko serta memonitor posisi modal yang tersedia.

f. apabila terjadi pelaksanaan yang menyimpang maka perlu dibicarakan


pada risk management committee untuk mendapatkan keputusan maupun
rekomendasi kepada manajemen puncak.

Dalam penerapan risk management diperlukan prasarana antara lain risk


assessment metodology, sistim informasi, internal control dan sumber daya
manusia yang memadai untuk menjamin efektivitas risk management process itu
sendiri.

Dengan penerapan risk management diharapkan setiap langkah dari business


unit akan dapat dimonitor oleh top management untuk koordinasi serta
mengurangi moral hazard dari masing-masing business unit untuk melakukan
kegiatan yang menghasilkan keuntungan relatif tinggi (spekulasi) tanpa
mengindahkan unsur risiko yang mungkin terjadi. Disamping itu, top management
juga dapat melihat eksposur risiko secara konsolidasi bila dikaitkan dengan
tersedianya modal Bank.

8
Bank wajib membentuk Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja
Manajemen Risiko. Melalui peraturan Bank Indonesia Nomor 5/12/PBI/2003
tanggal 17 juli 2003, setiap bank umum di Indonesia harus menerapkan
manajemen risiko terutama menyangkut persyaratan modal bank, sesuai dengan
ketentuan yang dimuat dalam Basel II yaitu bank umum wajib memenuhi
persyaratan modal minimum sebesar 8% (CAR 8%). Adapun ciri khas dalam
menilai kecukupan modal antara lain
a) Pengawasan dewan dan manajemen senior
b) Assessment modal yang baik
c) Assessment risiko yang komprenhensif,
d) Monitoring dan pelaporan
e) Review dan kontrol internal.
Adapun mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum yaitu,
pelaksanaan prinsip kehati-hatian yang menyangkut kewajiban antar bank,
pengambilalihan tagihan, suku bunga dan penyediaan dana. Tingkat kesehatan
bank merupakan hasil penilaian kualitatif dan kuantitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh pada kondisi dan kinerjanya. Faktor-faktor tersebut merupakan
unsur-unsur CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning capacity dan
Liquidity).
Dalam manajemen risiko perbankan, beberapa risiko yang harus
diperhatikan adalah:
a) Risiko kredit
b) Risiko pasar
c) Risiko suku bunga
d) Risiko nilai tukar (valas)
e) Risiko likuiditas
f) Risiko operasional
g) Risiko Hukum
h) Risiko reputasi
i) Risiko strategik
j) Risiko kepatuhan

9
Kebijakan manajemen risiko yang terdapat dalam manajemen risiko di
Indonesia mencakup :
a) Pelaksanaan pengendalian risiko, yaitu berhubungan dengan
pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab komisaris, direksi
serta manajemen. Merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
bagaimana dewan direksi dan manajemen senior memilih untuk
melaporkan seluruh aktivitasnya kepada stakeholder. Hal ini secara
signifikan akan menunjukkan bagaimana perusahaan dijalankan.
Laporan tersebut menunjukkan prioritas, kebijakan, dan bagaimana
kinerja perusahaan dari sudut pandang dewan direksinya.
b) Penetapan risk limits, Kebijakan manajemen risiko harus meliputi
penilaian (assessment) terhadap risiko yang berhubungan dengan
masing-masing produk dari transaksi. Penilaian tersebut meliputi;
metode yang cocok untuk mengukur risiko, kecukupan informasi yang
dibutuhkan untuk menilai risiko (diambil dari sistem informasi
manajemen bank), penetapan limit untuk total risiko, proses penilaian
risiko dalam bentuk ranking system dan memastikan adanya
pengendalian yang tepat untuk semua risiko misalnya review secara
rutin.
c) Informasi manajemen risiko dan analisisnya
Proses analisis risiko harus mengidentifikasi seluruh karakteristik
risiko bank (biasanya dimulai dengan membagi jenis bisnis yang
diambil), sebagaimana risiko yang berhubungan dengan masing-
masing produk dan aktivitas bisnis bank. Jadi, hal ini akan
berhubungan dengan faktor risiko dan juga akan mempertimbangkan
risiko-risiko lain (misal, performance risk dan confidentiality risk).
d) Peluncuran produk dan jasa
Bank harus mendokumentasikan proses dan prosedur pengenalan
produk dan layanan baru, termasuk wewenang yang berhubungan
dengan manajemen terkait.Dokumentasi tersebut harus meliputi ;
sistem dan prosedur (berikut perubahannya) untuk penerapan produk
dan layanan baru; pemberian wewenang untuk mengenalkan produk

10
dan layanan baru; laporan lengkap mengenai risiko yang berhubungan
dengan produk dan layanan baru; metode untuk mengukur dan
memonitor risiko yang berhubungan dengan produk dan layanan baru,
penilaian risiko hukum yang berhubungan dengan pengenalan produk
dan layanan baru; pernyataan terbuka untuk nasabah terhadap risiko
produk dan layanan baru.

5. Ilustrasi Manajemen Risiko Perbankan


Studi Kasus Bank Mandiri

A. Pedoman dari Bank Sentral


Sebagai regultor, Bank Indonesia telah banyak memberikan
petunjuk manajemen resiko dan good corporate governance (tata kelola
perusahaan yang sehat) bagi perbankan Indonesia. Saat ini terdapat dua
landasan bagi perbankan dalam menerapkan kedua aspek manajemen
tersebut yaitu:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 5/21/DPNP tanggal 29
september 2003, perihal penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank
Umum;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004, perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Dokumen utama tersebut dapat dipandang sebagai adaptasi


kesepakatan Basel yang berlaku bagi kegiatan operasional perbankan
internasional. Dari sudut pandang tersebut, Bank Indonesia telah berhasil
melakukan penyesuaian dalam menerapkan Basel Agreement tersebut
sejalan dengan tingkat kegiatan operasional perbankan di Indonesia saat
ini. Hal itu dapat dipahami mengingat jumlah bank nasional yang memiliki
potensi berkembang dalam waktu dekat menjadi bank dengan jangkauan
operasi internasional masih sangat terbatas, juga apabila dikaji dari
gambaran proyeksi Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

11
B. Apa dan Mengapa Bank Mandiri
Diperkirakan salah satu diantara bank yang memenuhi persyaratan
sebagai bank berwawasan internasional menurut versi API adalah bank
Mandiri karena Bank Mandiri per 30 Juni 2006 telah memiliki ekuitas
(konsolidasi) sebesar Rp 23.855,4 milyar atau setara dengan USD 2,4
milyar. Dengan jumlah aset sebesar Rp255.278,5 milyar atau USD25,6
milyar. Hal tersebut membuat Bank Mandiri ditempatkan sebagai bank
dengan permodalan yang terkuat di Indonesia karena memiliki aset
terbesar di Indonesia. Selain itu, Bank Mandiri yang paling mendekati
pemenuhan persyaratan sebagai bank dengan wawasan internasional pada
tahun 2010, menurut versi API.
Dengan posisinya yang sangat strategis ini, semua mata para
bankir, pelaku ekonomi, serta para pengambil kebijakan di bidang moneter
dan perbankan terarah pada apa yang dilakukan oleh Bank Mandiri.
Beberapa hal yang dilakukan Bank Mandiri dalam pengelolaan
manajemen resiko dan goor corporate governance antara lain:
1. Bagaimana Bank Mandiri telah melakukan tata kelola risiko secara
terpadu seperti tercermin pada penetapan organisasi tata kelola risiko
di bank itu? Di sini terlihat bagaimana pengimplementasian
manajemen resiko dilakukan secara terpadu sesuai dengan tanggung
jawab dan kompetensi masing-masing pihak terkait. Dimana Dewan
Komisaris, Direksi, Risk & Capital Committee (RCC) berinteraksi dan
bersinergi secara optimal.
2. Bank Mandiri juga telah menyusun profil resiko dalam suatu laporan
Profil Resiko (LPR) dalam melakukan penilaian terhadap risiko
komposit bank. Artinya bila resiko tersebut dipandang dari sudut
pandang bank, maupun dari sudut pandang unit bisnis terkait. LPR ini
digunakan sebagai laporan pada Bank Indonesia, disamping sebagai
alat untuk mendeteksi jenis resiko apa dan terdapat pada unit yang
mana. Dengan demikian, bank dapat memusatkan perhatiannya pada
jenis-jenis resiko yang memiliki tendensi memburuk atau melebihi
kebijakan toleransi bank pada resiko tersebut.

12
3. Bank Mandiri juga telah menerapkan sistem yang mendukung proses
manajemen resiko, khususnya pada resiko pasar dan resiko kredit.
Value at Risk (VaR) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk
mengukur resiko pasar, sedangkan untuk resiko kredit Bank Mandiri
menerapkan sistem rating bagi nasabah korporasi dan komersial besar.
4. Untuk memelihara tingkat likuiditas, Bank Mandiri menetapkan
kebijakan pengelolaan resiko likuiditas. Kebijakan tersebut adalah
pemeliharaan cadangan likuiditas yang optimal, pengukuran dan
penetapan limit resiko likuiditas, merancang analisis skenario dan
contingency plan, penetapan strategi pendanaan dan mempertahankan
kapasitas dana yang cukup dipasar.

C. Antara Risiko dan Visi Bank Mandiri


Dalam menjalankan bisnis, bank senantiasa bersinggungan dengan
resiko. Namun bila resiko itu dikelola dengan baik, dapat menghasilkan
imbal hasil yang sesuai dengan resiko yang diambil dan memberikan retirn
yang memadai bagi pemegang saham. Risiko yang dihadapi bank antara
lain: resiko kredit, resiko pasar, dan resiko operasional.
Dalam menjalankan manajemen resiko, Bank Mandiri menerapkan
konsep keseimbangan dalam mengkombinasikan antara analisis resiko dan
judgment dalam pengambilan keputusan.

D. Visi, Misi, dan Strategi Bank Mandiri Menghadapi Resiko


Dalam mengimplementasikan manajemen resiko, Bank Mnadiri
mendasarkan pada visi dimana risk management merupakan bagian dari
proses bisnis yang dapat memberikan kontribusi melalui penerapan risk
management untuk mencapai return yang optimal bagi stakeholder
(pemegang saham, masyarakat, pemerintah, nasabah, dan pihak-pihak
yang berhubungan dengan bank).
Untuk mencapai visi tersebut, misi dari risk management adalah
menciptakan mekenisme dan proses bisnis yang terintegrasi untuk

13
menghasilkan nilai tambah secara finansial melalui penerapan prinsip
kehati-hatian, mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki risk
awareness dengan kapabilitas tinggi dan berorientasi kepada bisnis, serta
menjaga agar proses bisnis senantiasa terkendali dengan service level yang
kompetitif.
Agar visi dan misi tersebut dapat terlaksana, strategi yang
digunakan adalah:
1. Membangun budaya kredit yang sehat yang mengacu pada prinsip
kehati-hatian pada seluruh jajaran organisasi, dan menerpkan tata
kelola perusahaan yang baik (goor corporate governance).
2. Membangun metode analisis kredit yang fokus kepada resiko dan
imbal hasil.
3. Mengembangkan alat dan metode untuk melakukan monitoring resiko
kredit secara lebih komprehensif.
4. Membangun sistem collection yang terintegrasi dengan proses kredit
lainnya.
5. Membangun sistem analisis dan pengelolaan portofolio kredit yang
up-to-date dan terintegrasi.
6. Mengembangkan kebijakan kredit yang berorientasi pada persaingan
bisnis, namun tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian.
7. Meningkatkan kualitas manajemen resiko pasar untuk menjaga
stabilitas posisi neraca bank dalam menghasilkan laba, termasuk di
dalamnya mengeola manajemen suku bunga untuk posisi trading.
8. Mengembangkan sistem manajemen resiko operasional dengan tujuan
akhir kemampuan untuk melakukan mitigasi resiko operasional, juga
untuk memperoleh kemampuan menerapkan metode advance
measurement approach (AMA) dalam menghitung kecukupan modal,
keduanya ditujukan untuk meng-cover resiko operasional.
9. Melaksanakan pengelolaan seluruh resiko secara terpadu (market,
ckredit, operational)di dalam implementasi Enterprise Risk
Management (ERM) termasuk mengintegrasikan pengelolaan risiko
anak-anak perusahaan.

14
10. Melakukan perhitungan alokasi modal dan perhitungan value added
management (Basel II compliance) seperti risk adjusted return on
capital dan economic value added (EVA). Dengan demikian, bank
dapat mengidentifikasikan unit bisnis atau produk yang memberikan
nilai tambah yang paling baik bagi bank

E. Tata Kelola Resiko Secara Terpadu.


Dalam mengimplementasikan manajemen resiko bank menerapkan
pengelolaan secara terpadu. Tata kelola risiko bank secara terpadu
merupakan tanggung jawab bersama dari Dewan Komisaris, Direksi, Risk
& Capital Committee (RCC), Unit risk Management dan juga unit bisnis.
RCC adalah suatu komite yang dibentuk bank, yang anggotanya adalah
mayoritas direksi dan grup terkait dengan bisnis manajemen risiko. RCC
membawahi dua sub comitee yaitu Komite Manajemen Risiko (KMR) dan
ALCO (Komite aktiva pasiva). KMR membahas segala hal terkait dengan
kebijakan manajemen risiko, sedangkan ALCO membahas hal mengenai
kebijakan aktiva pasiva, dan penetapan suku bunga kredit dan dana. Dalam
organisasi Bank Mandiri, Unit manajemen risiko merupakan bagian dari
corporate support unit dan bersifat independent terhadap unit bisnis.
Pemantauan pelaksanaan manajemen risiko menjadi tanggung
jawab dari semua jajaran organisasi, mulai dari dewan komisaris sampai
unit bisnis. Masalah kebijakan dimulai dari unit risk management yang
mengajukan persetujuan pada komite manajemen risiko (apabila persoalan
yang dibahas menyangkut masalah kebijakan manajemen resiko) atau
komite ALCO (apabiala persoalan yang dibahas menyangkut masalah
aktiva passiva atau penetapan suku bunga. Setelah memperoleh
persetujuan komite, keputusan akhir dibahas pada komite kebijakan pada
Dewan Komisaris untuk memperoleh persetujuan sebelum kebijakan
tersebut dapat dilaksanakan Bank.
Risiko secara bank-wide dikelola oleh grup di bawah Direktorat
Manajemen Risiko, yaitu Market Risk Group (MRG) dan Portfolio &
Operational Group. MRG bertanggung jawab dalam pengelolaan risiko
pasar trading dan risiko likuiditas, dan pengelolaan asset & liability

15
sebagai posisi banking book dari bank. Sementara itu PORG
bertanggung jawab dalam pengelolaan risiko kredit secara keseluruhan
dari sisi kebijakan dan kualitas portofolio kredit bank, menyediakan
perangkat metodologi pengelolaan risiko kredit, serta mengelola risiko
operasional (termasuk risiko hukum, reputasi, strategik dan kepatuhan.
Kedua grup ini juga bertanggung jawab dalam menilai dampak dari
penerapan Basel II terhadap aktivitas bank serta melaksanakan
implementasi dari kebijakan, system dan prosedur bank yang sejalan
dengan ketentuan Basel II. Bank melihat bahwa pelaksanaan Basel II
sebagai best practices yang dapat meningkatkan daya saing bank dalam
industri
Unit manajemen risiko melakukan proses identifikasi, mengukur
dan memonitor serta mengelola risiko-risiko utama bank. Hal itu sejalan
dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan bank dan disetujui
oleh Dewan Komisaris.

F. Kebijakan dan Limit


RCC menetapkan kebijakan manajemen risiko, prosedur kerja
terkait manajemen risiko dan penetapan berbagai macam limit dalam
rangka meminimalkan risiko. Kebijakan manajemen risiko bank
merupakan payung bagi penyusunan kebijakan-kebijakan lainnya yang
lebih spesifik dari unit bisnis dan unit risiko, seperti misalnya, kebijakan
aktiva passiva, kebijakan treasury, kebijakan transaksi derivative,
kebijakan kredit, dan kebijakan trading book. Dalam pengelolaan system
limit, RCC menetapkan limit yang digunakan untuk memitigasi risiko
likuiditas, risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko trading.

G. Profil Risiko
Bank menyusun Laporan Profil Risiko (LPR) untuk menilai Risiko
Komposit bank baik dari sudut pandang bank ataupun unit bisnis. LPR
menilai delapan jenis risiko di dalam setiap unit bisnis dan system

16
pengendalian risiko terhadap kedelapan risiko tersebut, yaitu risiko pasar,
risiko likuiditas, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum, risiko
strategic, risiko reputasi, dan risiko kepatuhan. LPR digunakan selain
untuk memenuhi kewajiban laporan pada Bank Indonesia, juga digunakan
sebagai alat deteksi bagaimana dan apa jenis risiko serta terdapat pada unit
kerja bank yang mana. Dengan demikian bank dapat memusatkan
perhatian pada jenis risiko yang dipandang mempunyai tendensi
memburuk atau melebihi kebijakan toleransi bank pada profil tertentu.
Profil risiko terdiri dari risiko melekat (inheren) dan penilaian kualitas
control terhadap risiko. Dari dua ukuran tersebut diperoleh ukuran
komposit yang merupakan total risiko bank.

H. Tenaga Profesional Bidang Risiko


Bank mengandalkan kompetensi dan pengalaman dari tenaga-
tenaga professional bank, yaitu untuk mempromosikan budaya risiko
yang kuat yang sangat menghargai kedisiplinan dan efektivitas proses
dan control manajemen risiko. Selain itu, juga untuk memenuhi standar
manajemen risiko yang telah ditetapkna dalam rangka penilaian dan
pengambilan risiko, dan menerapkan pengambilan keputusan bisnis yang
sehat.

I. Risiko Kredit
1. Individual Credit Risk
a. Kebijakan Perkreditan (Credit Policy)
Untuk mengendalikan kegiatan kegiatan perkreditan, bank
menggunakan pedoman yang disebut dengan Pedoman Pelaksanaan
Kredit dan kebijajan Perkreditan Bank Mandiri.

Elemen Penting dari kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut :


 Proses Persetujuan Kredit
 Pemegang Kewenangan Memutus kredit
 Kolektibilitas Kredit
 Portofolio Guideline

17
b.Sistem Scoring dan Rating
Pengukuran risiko kredit nasabah Bank Mandiri dilakukan dengan
menggunakan sistem yang di dalamnya memuat beberapa parameter
yaitu sistem scoring dan rating.

Untuk debitur korporasi dan komersial digunakan Bank Mandiri


Rating system (BMRS) untuk mengukur tingkat resiko kredit tiap
debitur.
Bank mandiri Rating System (BMRS) untuk Debitur Korporasi
Large Comercial adalah sebagai berikut :
No. Bank Mandiri Rating Risk Type Definition
1. AAA World class
2. AA Very good
3. A Low Risk (Green) Good
4. BBB Average
5. BB Bellow average
6. B Medium Risk (Yellow) Discenable Risk
7. C Substainable risk
8. D High Risk
9. E High Risk (Green) Default
10. F
11. G

Penerapan sistem scoring untuk kredit segmen konsumer


mmemungkinkan bank melakukan proses analisis kredit secara cepat
dalam jumlah besar dengan tingkat Non Performing Loan yang
relatif rendah.

Sistem Scorecard/ Scoring Rate untuk kredit Konsumer bank Mandiri


No. Bank Mandiri Scoring Definisi
1 Accept Credit score . highest cut off score
2 Reject Credit score < lowest off score

18
3 Grey Zone Lowest cut off score < credit score <
highest cut off score

2.Risk Based pricing


Struktur suku bungan ank Mandiri mengunakan sistem tingkat suku
bunga berdasarkan risiko (risk based pricing) dengan memanfaatkan
sistem rating. Pada dasarnya tingkat suku bunga terdiri dari dari
komponen Cost of Funds, Overhead Costs, Costs of Allocated
Capital dan Risk Premium. Tingkat Cost of Funds tergantung dari
biaya dari seluruh Internet Bearing Liabilities.
Untuk memantau pemberian suku bunga kepada debitur dilakukan
komparasi antara Required Yield dan Portofolio Rate.

3. Risiko Portofolio – Analisis dan Guideline

Pengelolaan Resiko portofolio dilakukan untuk menghindari


konsentraasi yang terlalu tinggi pada suatu industri, wilayah,
segmen, kredit atau sektor ekonomi tertentu.
Melalui Portofolio Guideline , sektor ekonomi digolongkan dalam
kategori
Hijau : Untuk sektor ekonomi yang mempunyai tingkat imbal
hasil tinggi, sedangkan tingkat resikonya rendah
Kuning : Untuk sektor ekonomi yang mempunyai tingkat imbal
hasil dan tingkat resikonya rata-rata
Oranye: Untuk sektor ekonomi yang mempunyai tingkat imbal
hasil rendah, sedangkan tingkat risikonya tinggi.
Dengan adanya Portofolio Guideline , Idiharapkan alokasi pada
sektor yang prospektif dapat ditingkatkan, sementara pada sektor
kurang prospektif dapat dikendalikan perrtumbuhannya.
Bank Mandiri juga menetapkan kebijaknsaan berkenaan dengan
batas pemberian kredit, yaitu bahwa total eksposur pada subsektor

19
ekonomi terbesar tidak boleh melebihi 20 % dari keseluruhan
portofolio. Bank juga menetapkan in-house limit yang merupakan
pencerminan level dari resioko dalam suatu penyediaan dana kepada
debitur.

J. Risiko Operasional
Risiko operasional melekat pada aktivitas perbankan yang
dijalankan setiap hari. Tigas operasional Risk Management (ORM) adalah
memitigasi risiko dengan tingkat kerugian yang tinggi, walaupun
kemungkinan terjadinya kecil.
Implementasi dari ORM Tools di tingkat unit bisnis dilakukan
melalui beberpaa fase diawalai dengan Risk Self Assesment dan Los Event
Database.
Risk Self Assesment
Merupaka suatu proses terstruktur bagi manajemen dalam
mengidentifikasi dan menilai risiko untuk menyusun langkah mitigasi
untuk risiko yang dikategorikan sebagai tidak dapt diterima. Bank telah
melakukan uji coba proses metode RSA pada beberapa kantopr cabang
dan Bills Processing Centers, yang selanjutnya digunakan untuk
pembuatan Operational Risk Profile
Loss Event Database (LED)
Merupakan database kerugian operasional yang berisi informasi mengenai
tingkat kerugian dan penyebabnya. Bank telah melakukan uji coba LED di
tiga grup di kantor pusat dan kantor cabang di Kanwil IV Jakarta.
Operational Risk Profile
Melalui profil risiko ini dapat dilihat tipe risiko dan efektivitas sistem
pengendalian daru tiap unit bisnis untk kemudian diidentifikasi tingkat
risioko komposut. Penyusunan operational risk profile divalidasi dan
diverifikasi oleh Internal Audit Group sebelum disampaikna ke Risk &
Capital Commitee
Operational Risk Informtion System

20
Dikembangkan Mandiri Operational Risk Information untuk mengelola
risiko operasiomal secara efektif. Di masa mendatanag, sistem informasi
ini dapat dengan mudah diakses oleh Direksi dan diharapkan menjadi
sumber informasi yang lengkap da pentng guna mendukung proses
pengambilan keputusan yang strategis.
Regulatory Capital
Dalam rangka mengantisipasi ketentuan Bank Indonesia, telah
dilakukansimulasi perhitungan modal untuk risiko operasional
(operational risk capital charge) dengan menggunakan pendekatan Basic
Indicator. Seiring dengan usaha pemenuhan qualifying criteria Basel II,
metode perhitungan akan dipertajam dengan menggunakan pendekatan
dan Advance Measurement Approach.

K. Capital at Risk
Capital at risk merupakan pengelolaan risiko terintegrasi dengan
pengelolaan modal dan strategik bank. Hal ini untuk memastikan bahwa
risiko dan tingkat imbal hasil bagi pemegang saham terkendali dan
konsisten pada tingkat risiko yang diinginkan (risk appetite). Pengelolaan
terintegrasi didukung oleh tingkat Capital at risk (CaR), scenario analysis,
dan stress testing. CaR ini digunakan sebagai ukuran risiko sehingga
dapat dilakukan komparasi antara aktivitas bisnis dan risiko yang berbeda.
Bank mengaolkasikan ekuitas untuk mengcover risiko utama yang
melekat pada kegiatan perbankan (risiko kredit kredit, risiko pasar dan
risiko operasional) dalam upaya mempunyai tingkta penyangga modal
yang cukup dalam rangka ekspansi bisnis dan pertumbuhan nonorganik.
6. Kesimpulan
Bank merupakan sistem manajemen risiko dengan bekerja sama dengan
unit bisnis sebagai partner kerja. Dengan demikian unit manajemen risiko
mempunyai orientasi bisnis dan unit bisnis juga mempunyai orientasi manajemen
risiko. Dengan cara demikian diharapkan penerapan manajemen risiko menjadi
harmonis dengan upaya pengembangan bisnis dalam iklim kompetisi yang
sedemikian tinggi di masa kini.

21
Dengan manajemen risiko seperti yang diuraikan di atas, bank dapat
melakukan identifikasi unit bisnis atau produk mana yang memberikan nilai
tambah terbesar bagi bank sehingga bank dapat mengonsentrasikan
pengembangan pada unit yang memberikan nilai tambah yang paling besar, atau
dimana bank memiliki kekunngulan komparatif dibandingkan dengan pesaing.
Dengan demikina, bank dapat melakukan alokasi modal dan sumber daya yang
dimiliki secara lebih efisien, dalam upaya memberikan imbal hasil optimal bagi
para stakeholders.

22
DAFTAR PUSTAKA

Darmawi, Herman. 2004. Manajemen Risiko. Jakarta : Bumi Aksara

Djojosoedarso, Soeisno. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Asuransi.


Jakarta : Salemba Empat

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.224/KMK.017/1993


Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.225/KMK.017/1993


Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi

Sumarni, Murti.2005. Metode Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andhi

Salim,A. Abbas.2003. Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta : Rajawali

Siamat Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia

Siamat, Dahlan. 1993. Manajemen Bank Umum. Jakarta: Intermedia

23

Anda mungkin juga menyukai