TUGAS Manajemen Risiko Perbankan
TUGAS Manajemen Risiko Perbankan
Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana
2012
MANAJEMEN RISIKO PERUSAHAAN
PADA INDUSTRI PERBANKAN
1. Basel I
The Basel Committee on Banking Supervision dibentuk dalam rangka
untuk menyusun dan menetapkan aturan main yang berlaku dalam banking
regulation. Ada tuga tujuan utama yang ingin dicapai oleh The Basel Committee
on Banking Supervision dalam mengembangkan Basel I Accord, yaitu:
a) Memperkuat kelayakan usaha dan stabilitas international banking
system
b) Menciptakan kerangka dasar yang adil dan tidak berpihak dalam
rangka mengukur kecukupan modal bank-bank yang aktif
menjalankan kegiatan operasional perbankannya secara
internasional
2
c) Memiliki kerangka acuan yang dapat diterapkan secara konsisten.
Basel Commitee merekomendasikan diterapkannya suatu sistem yang
dapat membantu bank menghitung besaran risiko aset tertimbang. Besarnya modal
minimum yang wajib dipertahankan ditetapkan sebesar angka presentase tertentu
terhadap jumlah risiko aset tertimbangnya.
Berdasarkan Basel Accord I, semua kontrak instrumen yang terdapat pada
sisi aktiva dalam neraca bank (didefinisikan sebagai asset class) dikelompokan
menjadi lima kelompok. Kelima kelompok itu masing-masing dengan kategori
angka 0%, 10%, 20%, 50% dan 100%.
Persyaratan modal menurut Basel I:
a) Modal bank terdiri dari dua unsur, yaitu:
Tier I yang meliputi saham yang telah dikeluarkan dari
portepel dan disetor penuh serta cadangan yang telah
dialokasikan.
Tier II, yang meliputi cadangan yang tidak dialokasikan,
cadangan yang terbentuk dari penilaian kembali aset/aktiva,
cadangan umum, cadangan penghapusan pinjaman dan
pinjaman subordinasi.
b) Unsur-unsur modal yang dicakup dalam Tier 2 tidak boleh
melebihi 50% dari jumlah seluruh modal bank.
c) Terdapat unsur-unsur yang tidak dicakup dalam pengertian modal,
yaitu: goodwill, investasi yang tidak dikonsolidasikan dalam
perusahaan keuangan dan perbankan, investasi dalam permodalan
pada perusahaan keuanagn dan perbankan lainnya dan investasi
sevagai keikutsertaan minoritas dalam lembaga-lembaga yang
tidak dikonsolidasikan.
Basel I menetapkan bahwa minimum target capital ratio sebesar 8 % yang
wajib dipertahankan bank.
3
Adapun penetapan Risk –Weight Assets menurut Basel I, terdapat dalam
tabel dibawah ini:
Bobot Jenis Tagihan
Risiko
0% - Kas
- Tagihan kepada pemerintah dan Bank Sentral
- Tagihan lainnya kepada pemerintah negara-negara OECD
- Tagihan dengan agunan surat berharga yang diterbitkan atau
dijamin oleh pemerintah negara-negara OECD
0,10%, 20% - Tagihan kepada domestic public sector entities, diluar pemerintah
atau 50% pusat,
(national - pinjalam yang dijamin lembaga-lembaga tersebut
discretion)
50% - Tagihan kpd atau yang dijamin oleh multilateral development
banks
- Tagihan keopada bank-bank di negara-negara OECD
- Tagihan kepadaatau yang dijamin oleh non domestic OECD public
sector entities, di luar pemerintah pusat.
- Uang tunai yang masih dalam proses penagihan
- Pinjaman yang dijamin sepenuhnya oleh mortgage on residential
property yang akan digunakan atau disewakan oleh debitur.
4
dikeluarkan dari modal)
- Aktiva lainnya.
3. Basel II
Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang
memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap
risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas
penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian
persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan
memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan
oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional.
Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem
keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis
risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II
5
disusun berdasarkan forward-looking approach yang memungkinkan untuk
dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk
memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di
pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko.
Basel II Accord menghasilkan pola pengawasan perbankan berbasis resiko
dengan risk sensitivity yang lebih tajam. Perbankan menjadi lebih peka
mengendalikan risk - based capital-nya sesuai dengan regulasi berbasis risiko
yang telah ditetapkan. Risk sensitivity yang lebih tajam terbentuk oleh unsur
pendukung, yaitu
a) Luasnya cakupan rasio
Basel I hanya meliputi unsur risiko kredit dan traded market risk
melalui market risk amandement, sedangkan Basel II telah
memperluas liputan tersebut dengan memasukan unsur operational
risk.
b) Dalamnya cakupan rasio
Basel I hanya menggunakan risk weight sederhana yang berbeda-
beda tergantung pada jenis aset bank dalam menghitung ATMR,
sedangkan Basel II mengembangkan beragam risk weight yamg
lebih luas terutama didasarkan pada kualitas peminjam, syarat-
syarat pinjaman, dan kualitas barang agunan. Di samping itu juga
diperkenankan setiap bank untuk memilih dua cara pendekatan
dalam menetapkan besarnya risk weight yang akan digunakannya,
yaitu dengan pendekatan: The Standardized Approach dan The
Internal Rating – Based Approach.
Adapun 3 pilar utama dalam Basel II antara lain:
a) Minimum Capital Requirements (Bank Menaged)
CAR = Total Capital / {Credit Risk + Market Risk + Operational
Risk}
= minimum 8%
b) Supervisory Review Prosess (Regulator Managed)
6
Setiap bank memiliki proses internal untuk menilai kecukupan
modalnya Otoritas pengawas bertanggung jawab menge- valuasai
kelayakan proses tersebut.
c) Market Discipline (Market Managed)
Market Discipline
Disclosure Standard
Transparancy
7
sasaran tahunan yang ingin dicapai maupun risiko yang perlu
dipertimbangkan;
8
Bank wajib membentuk Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja
Manajemen Risiko. Melalui peraturan Bank Indonesia Nomor 5/12/PBI/2003
tanggal 17 juli 2003, setiap bank umum di Indonesia harus menerapkan
manajemen risiko terutama menyangkut persyaratan modal bank, sesuai dengan
ketentuan yang dimuat dalam Basel II yaitu bank umum wajib memenuhi
persyaratan modal minimum sebesar 8% (CAR 8%). Adapun ciri khas dalam
menilai kecukupan modal antara lain
a) Pengawasan dewan dan manajemen senior
b) Assessment modal yang baik
c) Assessment risiko yang komprenhensif,
d) Monitoring dan pelaporan
e) Review dan kontrol internal.
Adapun mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum yaitu,
pelaksanaan prinsip kehati-hatian yang menyangkut kewajiban antar bank,
pengambilalihan tagihan, suku bunga dan penyediaan dana. Tingkat kesehatan
bank merupakan hasil penilaian kualitatif dan kuantitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh pada kondisi dan kinerjanya. Faktor-faktor tersebut merupakan
unsur-unsur CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning capacity dan
Liquidity).
Dalam manajemen risiko perbankan, beberapa risiko yang harus
diperhatikan adalah:
a) Risiko kredit
b) Risiko pasar
c) Risiko suku bunga
d) Risiko nilai tukar (valas)
e) Risiko likuiditas
f) Risiko operasional
g) Risiko Hukum
h) Risiko reputasi
i) Risiko strategik
j) Risiko kepatuhan
9
Kebijakan manajemen risiko yang terdapat dalam manajemen risiko di
Indonesia mencakup :
a) Pelaksanaan pengendalian risiko, yaitu berhubungan dengan
pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab komisaris, direksi
serta manajemen. Merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
bagaimana dewan direksi dan manajemen senior memilih untuk
melaporkan seluruh aktivitasnya kepada stakeholder. Hal ini secara
signifikan akan menunjukkan bagaimana perusahaan dijalankan.
Laporan tersebut menunjukkan prioritas, kebijakan, dan bagaimana
kinerja perusahaan dari sudut pandang dewan direksinya.
b) Penetapan risk limits, Kebijakan manajemen risiko harus meliputi
penilaian (assessment) terhadap risiko yang berhubungan dengan
masing-masing produk dari transaksi. Penilaian tersebut meliputi;
metode yang cocok untuk mengukur risiko, kecukupan informasi yang
dibutuhkan untuk menilai risiko (diambil dari sistem informasi
manajemen bank), penetapan limit untuk total risiko, proses penilaian
risiko dalam bentuk ranking system dan memastikan adanya
pengendalian yang tepat untuk semua risiko misalnya review secara
rutin.
c) Informasi manajemen risiko dan analisisnya
Proses analisis risiko harus mengidentifikasi seluruh karakteristik
risiko bank (biasanya dimulai dengan membagi jenis bisnis yang
diambil), sebagaimana risiko yang berhubungan dengan masing-
masing produk dan aktivitas bisnis bank. Jadi, hal ini akan
berhubungan dengan faktor risiko dan juga akan mempertimbangkan
risiko-risiko lain (misal, performance risk dan confidentiality risk).
d) Peluncuran produk dan jasa
Bank harus mendokumentasikan proses dan prosedur pengenalan
produk dan layanan baru, termasuk wewenang yang berhubungan
dengan manajemen terkait.Dokumentasi tersebut harus meliputi ;
sistem dan prosedur (berikut perubahannya) untuk penerapan produk
dan layanan baru; pemberian wewenang untuk mengenalkan produk
10
dan layanan baru; laporan lengkap mengenai risiko yang berhubungan
dengan produk dan layanan baru; metode untuk mengukur dan
memonitor risiko yang berhubungan dengan produk dan layanan baru,
penilaian risiko hukum yang berhubungan dengan pengenalan produk
dan layanan baru; pernyataan terbuka untuk nasabah terhadap risiko
produk dan layanan baru.
11
B. Apa dan Mengapa Bank Mandiri
Diperkirakan salah satu diantara bank yang memenuhi persyaratan
sebagai bank berwawasan internasional menurut versi API adalah bank
Mandiri karena Bank Mandiri per 30 Juni 2006 telah memiliki ekuitas
(konsolidasi) sebesar Rp 23.855,4 milyar atau setara dengan USD 2,4
milyar. Dengan jumlah aset sebesar Rp255.278,5 milyar atau USD25,6
milyar. Hal tersebut membuat Bank Mandiri ditempatkan sebagai bank
dengan permodalan yang terkuat di Indonesia karena memiliki aset
terbesar di Indonesia. Selain itu, Bank Mandiri yang paling mendekati
pemenuhan persyaratan sebagai bank dengan wawasan internasional pada
tahun 2010, menurut versi API.
Dengan posisinya yang sangat strategis ini, semua mata para
bankir, pelaku ekonomi, serta para pengambil kebijakan di bidang moneter
dan perbankan terarah pada apa yang dilakukan oleh Bank Mandiri.
Beberapa hal yang dilakukan Bank Mandiri dalam pengelolaan
manajemen resiko dan goor corporate governance antara lain:
1. Bagaimana Bank Mandiri telah melakukan tata kelola risiko secara
terpadu seperti tercermin pada penetapan organisasi tata kelola risiko
di bank itu? Di sini terlihat bagaimana pengimplementasian
manajemen resiko dilakukan secara terpadu sesuai dengan tanggung
jawab dan kompetensi masing-masing pihak terkait. Dimana Dewan
Komisaris, Direksi, Risk & Capital Committee (RCC) berinteraksi dan
bersinergi secara optimal.
2. Bank Mandiri juga telah menyusun profil resiko dalam suatu laporan
Profil Resiko (LPR) dalam melakukan penilaian terhadap risiko
komposit bank. Artinya bila resiko tersebut dipandang dari sudut
pandang bank, maupun dari sudut pandang unit bisnis terkait. LPR ini
digunakan sebagai laporan pada Bank Indonesia, disamping sebagai
alat untuk mendeteksi jenis resiko apa dan terdapat pada unit yang
mana. Dengan demikian, bank dapat memusatkan perhatiannya pada
jenis-jenis resiko yang memiliki tendensi memburuk atau melebihi
kebijakan toleransi bank pada resiko tersebut.
12
3. Bank Mandiri juga telah menerapkan sistem yang mendukung proses
manajemen resiko, khususnya pada resiko pasar dan resiko kredit.
Value at Risk (VaR) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk
mengukur resiko pasar, sedangkan untuk resiko kredit Bank Mandiri
menerapkan sistem rating bagi nasabah korporasi dan komersial besar.
4. Untuk memelihara tingkat likuiditas, Bank Mandiri menetapkan
kebijakan pengelolaan resiko likuiditas. Kebijakan tersebut adalah
pemeliharaan cadangan likuiditas yang optimal, pengukuran dan
penetapan limit resiko likuiditas, merancang analisis skenario dan
contingency plan, penetapan strategi pendanaan dan mempertahankan
kapasitas dana yang cukup dipasar.
13
menghasilkan nilai tambah secara finansial melalui penerapan prinsip
kehati-hatian, mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki risk
awareness dengan kapabilitas tinggi dan berorientasi kepada bisnis, serta
menjaga agar proses bisnis senantiasa terkendali dengan service level yang
kompetitif.
Agar visi dan misi tersebut dapat terlaksana, strategi yang
digunakan adalah:
1. Membangun budaya kredit yang sehat yang mengacu pada prinsip
kehati-hatian pada seluruh jajaran organisasi, dan menerpkan tata
kelola perusahaan yang baik (goor corporate governance).
2. Membangun metode analisis kredit yang fokus kepada resiko dan
imbal hasil.
3. Mengembangkan alat dan metode untuk melakukan monitoring resiko
kredit secara lebih komprehensif.
4. Membangun sistem collection yang terintegrasi dengan proses kredit
lainnya.
5. Membangun sistem analisis dan pengelolaan portofolio kredit yang
up-to-date dan terintegrasi.
6. Mengembangkan kebijakan kredit yang berorientasi pada persaingan
bisnis, namun tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian.
7. Meningkatkan kualitas manajemen resiko pasar untuk menjaga
stabilitas posisi neraca bank dalam menghasilkan laba, termasuk di
dalamnya mengeola manajemen suku bunga untuk posisi trading.
8. Mengembangkan sistem manajemen resiko operasional dengan tujuan
akhir kemampuan untuk melakukan mitigasi resiko operasional, juga
untuk memperoleh kemampuan menerapkan metode advance
measurement approach (AMA) dalam menghitung kecukupan modal,
keduanya ditujukan untuk meng-cover resiko operasional.
9. Melaksanakan pengelolaan seluruh resiko secara terpadu (market,
ckredit, operational)di dalam implementasi Enterprise Risk
Management (ERM) termasuk mengintegrasikan pengelolaan risiko
anak-anak perusahaan.
14
10. Melakukan perhitungan alokasi modal dan perhitungan value added
management (Basel II compliance) seperti risk adjusted return on
capital dan economic value added (EVA). Dengan demikian, bank
dapat mengidentifikasikan unit bisnis atau produk yang memberikan
nilai tambah yang paling baik bagi bank
15
sebagai posisi banking book dari bank. Sementara itu PORG
bertanggung jawab dalam pengelolaan risiko kredit secara keseluruhan
dari sisi kebijakan dan kualitas portofolio kredit bank, menyediakan
perangkat metodologi pengelolaan risiko kredit, serta mengelola risiko
operasional (termasuk risiko hukum, reputasi, strategik dan kepatuhan.
Kedua grup ini juga bertanggung jawab dalam menilai dampak dari
penerapan Basel II terhadap aktivitas bank serta melaksanakan
implementasi dari kebijakan, system dan prosedur bank yang sejalan
dengan ketentuan Basel II. Bank melihat bahwa pelaksanaan Basel II
sebagai best practices yang dapat meningkatkan daya saing bank dalam
industri
Unit manajemen risiko melakukan proses identifikasi, mengukur
dan memonitor serta mengelola risiko-risiko utama bank. Hal itu sejalan
dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan bank dan disetujui
oleh Dewan Komisaris.
G. Profil Risiko
Bank menyusun Laporan Profil Risiko (LPR) untuk menilai Risiko
Komposit bank baik dari sudut pandang bank ataupun unit bisnis. LPR
menilai delapan jenis risiko di dalam setiap unit bisnis dan system
16
pengendalian risiko terhadap kedelapan risiko tersebut, yaitu risiko pasar,
risiko likuiditas, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum, risiko
strategic, risiko reputasi, dan risiko kepatuhan. LPR digunakan selain
untuk memenuhi kewajiban laporan pada Bank Indonesia, juga digunakan
sebagai alat deteksi bagaimana dan apa jenis risiko serta terdapat pada unit
kerja bank yang mana. Dengan demikian bank dapat memusatkan
perhatian pada jenis risiko yang dipandang mempunyai tendensi
memburuk atau melebihi kebijakan toleransi bank pada profil tertentu.
Profil risiko terdiri dari risiko melekat (inheren) dan penilaian kualitas
control terhadap risiko. Dari dua ukuran tersebut diperoleh ukuran
komposit yang merupakan total risiko bank.
I. Risiko Kredit
1. Individual Credit Risk
a. Kebijakan Perkreditan (Credit Policy)
Untuk mengendalikan kegiatan kegiatan perkreditan, bank
menggunakan pedoman yang disebut dengan Pedoman Pelaksanaan
Kredit dan kebijajan Perkreditan Bank Mandiri.
17
b.Sistem Scoring dan Rating
Pengukuran risiko kredit nasabah Bank Mandiri dilakukan dengan
menggunakan sistem yang di dalamnya memuat beberapa parameter
yaitu sistem scoring dan rating.
18
3 Grey Zone Lowest cut off score < credit score <
highest cut off score
19
ekonomi terbesar tidak boleh melebihi 20 % dari keseluruhan
portofolio. Bank juga menetapkan in-house limit yang merupakan
pencerminan level dari resioko dalam suatu penyediaan dana kepada
debitur.
J. Risiko Operasional
Risiko operasional melekat pada aktivitas perbankan yang
dijalankan setiap hari. Tigas operasional Risk Management (ORM) adalah
memitigasi risiko dengan tingkat kerugian yang tinggi, walaupun
kemungkinan terjadinya kecil.
Implementasi dari ORM Tools di tingkat unit bisnis dilakukan
melalui beberpaa fase diawalai dengan Risk Self Assesment dan Los Event
Database.
Risk Self Assesment
Merupaka suatu proses terstruktur bagi manajemen dalam
mengidentifikasi dan menilai risiko untuk menyusun langkah mitigasi
untuk risiko yang dikategorikan sebagai tidak dapt diterima. Bank telah
melakukan uji coba proses metode RSA pada beberapa kantopr cabang
dan Bills Processing Centers, yang selanjutnya digunakan untuk
pembuatan Operational Risk Profile
Loss Event Database (LED)
Merupakan database kerugian operasional yang berisi informasi mengenai
tingkat kerugian dan penyebabnya. Bank telah melakukan uji coba LED di
tiga grup di kantor pusat dan kantor cabang di Kanwil IV Jakarta.
Operational Risk Profile
Melalui profil risiko ini dapat dilihat tipe risiko dan efektivitas sistem
pengendalian daru tiap unit bisnis untk kemudian diidentifikasi tingkat
risioko komposut. Penyusunan operational risk profile divalidasi dan
diverifikasi oleh Internal Audit Group sebelum disampaikna ke Risk &
Capital Commitee
Operational Risk Informtion System
20
Dikembangkan Mandiri Operational Risk Information untuk mengelola
risiko operasiomal secara efektif. Di masa mendatanag, sistem informasi
ini dapat dengan mudah diakses oleh Direksi dan diharapkan menjadi
sumber informasi yang lengkap da pentng guna mendukung proses
pengambilan keputusan yang strategis.
Regulatory Capital
Dalam rangka mengantisipasi ketentuan Bank Indonesia, telah
dilakukansimulasi perhitungan modal untuk risiko operasional
(operational risk capital charge) dengan menggunakan pendekatan Basic
Indicator. Seiring dengan usaha pemenuhan qualifying criteria Basel II,
metode perhitungan akan dipertajam dengan menggunakan pendekatan
dan Advance Measurement Approach.
K. Capital at Risk
Capital at risk merupakan pengelolaan risiko terintegrasi dengan
pengelolaan modal dan strategik bank. Hal ini untuk memastikan bahwa
risiko dan tingkat imbal hasil bagi pemegang saham terkendali dan
konsisten pada tingkat risiko yang diinginkan (risk appetite). Pengelolaan
terintegrasi didukung oleh tingkat Capital at risk (CaR), scenario analysis,
dan stress testing. CaR ini digunakan sebagai ukuran risiko sehingga
dapat dilakukan komparasi antara aktivitas bisnis dan risiko yang berbeda.
Bank mengaolkasikan ekuitas untuk mengcover risiko utama yang
melekat pada kegiatan perbankan (risiko kredit kredit, risiko pasar dan
risiko operasional) dalam upaya mempunyai tingkta penyangga modal
yang cukup dalam rangka ekspansi bisnis dan pertumbuhan nonorganik.
6. Kesimpulan
Bank merupakan sistem manajemen risiko dengan bekerja sama dengan
unit bisnis sebagai partner kerja. Dengan demikian unit manajemen risiko
mempunyai orientasi bisnis dan unit bisnis juga mempunyai orientasi manajemen
risiko. Dengan cara demikian diharapkan penerapan manajemen risiko menjadi
harmonis dengan upaya pengembangan bisnis dalam iklim kompetisi yang
sedemikian tinggi di masa kini.
21
Dengan manajemen risiko seperti yang diuraikan di atas, bank dapat
melakukan identifikasi unit bisnis atau produk mana yang memberikan nilai
tambah terbesar bagi bank sehingga bank dapat mengonsentrasikan
pengembangan pada unit yang memberikan nilai tambah yang paling besar, atau
dimana bank memiliki kekunngulan komparatif dibandingkan dengan pesaing.
Dengan demikina, bank dapat melakukan alokasi modal dan sumber daya yang
dimiliki secara lebih efisien, dalam upaya memberikan imbal hasil optimal bagi
para stakeholders.
22
DAFTAR PUSTAKA
23