Rangkuman MinPet Kelas B Muhammad Fitra Andrian (073001400063)
Rangkuman MinPet Kelas B Muhammad Fitra Andrian (073001400063)
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD FITRA ANDRIAN
073001400063
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2015
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT, sang pencipta dan pengatur alam semesta, berkat
ridhonya, kami akhirnya mampu menyelesaikan tugas rangkuman yang berjudul
“Mineralogi dan Petrologi”. Dalam menyusun rangkuman ini, tidak sedikit
kesulitan dan hambatan yang dialami, dorongan dan semangat serta kerja keras,
sehingga kami mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu saya mengucapkan
terima kasih sedalam dalamnya. Terima kasih kepada teman teman yang telah
memberikan keterangan serta bantuan dalam penyusunan rangkuman ini. Serta
terima kasih pula kepada ibu Retno Witjahjati yang menjadi dosen serta
pembimbing yang mengarahkan saya hingga saya dapat menyelesaikan
rangkuman ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam rangkuman ini, oleh
karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan saya terima dengan
baik, semoga rangkuman “Mineralogi dan Petrologi” ini bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ........................................................................................................ i
Daftar Isi ................................................................................................................. ii
Bab I. Kristalografi dan Mineralogi
1.A Kristalografi .................................................................................................1
1.B Sistem Kristal...............................................................................................1
1.C Mineralogi ..................................................................................................8
1.D Sifat Fisik Mineral .......................................................................................9
1.E Sifat Kimia Mineral ..................................................................................16
1.F Lingkungan Pembentukan Mineral ...........................................................20
Bab II. Petrologi
2.A. Batuan Beku (Igneous Rocks) ..................................................................22
2.B Batuan Sedimen (Sediment Rocks) ..........................................................28
2.C Batuan Metamorf .......................................................................................44
Daftar Pustaka ........................................................................................................ iii
BAB I
A. Kristalografi
Metode kristalografi saat ini tergantung kepada analisis pola hamburan yang
muncul dari sampel yang dibidik oleh berkas sinar tertentu. Berkas tersebut tidak
mesti selalu radiasi elektromagnetik, meskipun sinar X merupakan pilihan yang
paling umum. Untuk beberapa keperluan elektron atau neutron juga digunakan,
yang dimungkinkan karena sifat gelombang partikel tersebut. Para ahli
kristalografi sering menyatakan secara eksplisit jenis berkas yang digunakan.
Ketiga jenis radiasi ini (sinar X, elektron, dan neutron) berinteraksi dengan
spesimen dengan cara yang berbeda. Sinar X berinteraksi dengan agihan
(distribusi) spasial elektron valensi, sementara elektron merupakan partikel
bermuatan, dan karena itu merasakan agihan total inti atom dan elektron yang
mengelilinginya. Neutron dihamburkan oleh inti atom lewat gaya nuklir kuat, dan
tambahan lagi, momen magnetik neutron tidaklah nol. Karena itu neutron juga
dihamburkan oleh medan magnet. Bila neutron dihamburkan oleh bahan yang
mengandung hidrogen, berkas tersebut menghasilkan pola difraksi dengan tingkat
derau tinggi. Karena bentuk-bentuk interaksi yang berbeda ini, ketiga jenis radiasi
tersebut cocok untuk studi kristalografi berbeda-beda.
B. Sistem Kristal
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ )
tegak lurus satu sama lain (90˚).
Tetaoidal
Gyroida
Diploida
Hextetrahedral
Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold,
pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal
yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan
panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih
pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚
terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih
panjang).
Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain
yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam
sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama.
Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik
sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri
kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.
Bisfenoid
Piramid
Bipiramid
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling
panjang dan sumbu b paling pendek.
Sfenoid
Doma
Prisma
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pedial
Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite,
anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase.
C. Mineralogi
Mineralogi adalah ilmu yang mempelajari pembentukan kulit bumi meliputi :
apa unsur pembentuknya(komposisi kimia), begaimana bentuk ikatannya,
bagaimana proses pembentukannya, bagaimana sifat fisiknya, bagaimana cara
mengenalinya.
1. Warna (Colour)
Bila suatu permukaan mineral dikenal suatu cahaya, maka cahaya yang
mengenai permukaan mineral tersebut sebagian akan diserap (absorbsi) dan
sebagian dipantulkan (refleksi). Warna penting untuk membedakan antara
mineral akibat pengotoran dan warna asli (tetap) yang berasal dari elemen
utama pada mineral tersebut.
Warna mineral yang tetap dan tertentu karena elemen-elemen utama pada
mineral disebut dengan nama Idiochromatic. Misal : Sulfur berwarna kuning,
Pyrite berwarna kuning loyang, Magnetite berwarna hitam
Warna akibat adanya campuran atau pengotor dengan unsur lain, sehngga
memberikan warna yang berubah-ubah tergantung dari pengotornya, disebut
dengan nama Allochromatic. Misal: Halite, warna dapat berubah-ubah :
abu-abu
biru bervariasi
kuning
coklat gelap
merah muda
violet
merah muda
coklat-hitam
Kehadiran kelompok ion asing yang dapat memberikan warna tertentu pada
mineral disebut nama Chromophores. Misal: Ion-ion Cu yang terkena proses
hidrasi merupakan Chromophores dalam mieral Cu sekunder ,maka akan
memberikan warna hijau dan biru.
Komposisi kimia
Chlorite - Hijau
Albite - Putih
Melanite - Hitam
Erythrite - Merah
Rhodonite - Merah Jambu
Struktur kristal dan ikatan atom
Intan – tak berwarna – hexagonal
Graphite – hitam – hexagonal
Pengotoran dari mineral
Silica - tak berwarna
Jasper - merah
Chalsedon - coklat hitam
Agate - asap/putih
2. Perawakan Kristal
Istilah perawakan kristal adalah bentuk khas mineral ditentukan oleh bidang
yang membangunnya, termasuk bentuk dan ukuran relatif bidang-bidang
tersebut. Perawakan kristal dipakai untuk penentuan jenis mineral walaupun
perawakan bukan merupakan ciri tetap mineral.
3. Kilap (Luster)
4. Kekerasan
1. Talc
2. Gypsum
3. Calcite
4. Fluorite
5. Apatite
6. Orthoclas
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum
10. Diamond
Bila mana suatu mineral tidak tergores oleh kuku jari manusia tetapi oleh
kawat tembaga, maka mineral tersebut mempunyai kekerasan antara 2,5 dan 3.
5. Gores/Cerat (Streak)
Gores merupakan warna asli dari mineral apabila mineral tersebut ditumbuk
sampai halus. Gores ini dapat lebih dipertanggungjawabkan karena stabil dan
penting untuk membedakan 2 mineral yang warnanya sama tetapi goresnya
berbeda. Gores ini diperoleh dengan cara menggorekan mineral pada
permukaan keping porselin, tetapi apabila mineral mempunyai kekerasan lebih
dari 6, maka dapat dicari dengan cara menumbuk sampai halus menjadi berupa
tepung.
Mineral bukan logam ( non metalic mineral ) dan berwarna gelap akan
memberikan gores yang lebh terang daripada warna mineralnya sendiri.
Contoh:
Leucite = warna abu-abu / gores hitam
Dolomite = warna kuning sampai merah jambu /gores putih
6. Belahan (Cleavage)
Sempurna (Perfect)
Baik (Good)
Jelas (Distinct)
Tidak Jelas (Indistinct)
Tidak Sempurna (Imperfect)
7. Pecahan (Fracture)
Melalui gesekan dan penghilangan dari beberapa zat yang bersifat volatile
melalui pemanasan atau melalui penambahan suatu asam, maka kadang-kadang
bau ( odour ) akan menjadi ciri-ciri yang khas dari suatu mineral.
kadang raba ( feel ) merupakan karakter yang penting. Ada beberapa macam
raba, misalnya : smooth ( sepioloite ), greasy (talc).
1. Mineral Silikat
Mineral silikat adalah mineral yang memiliki unsur pembentuknya yaitu silica
(SiO2), yang merupakan hasil pembekuan magma. Silicat merupakan 25% dari
mineral yang dikenal dan 40% dari mineral yang dikenali. Hampir 90 % mineral
pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang merupakan persenyawaan
antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang
besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari mineral silikat, dan
hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari kerak Bumi).
Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen,
batuan beku maupun batuan malihan (metamorf). Silikat pembentuk batuan yang
umum adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ferromagnesium dan
non-ferromagnesium.
a. Mineral Ferromagnesium
b. Mineral Non-Ferromagnesium
2. Mineral Non-Silikat
Mineral Non silikat adalah kelompok mineral yang unsur pembentuknya bukan
dari silika. Secara garis besar hampir semua mempunyai komposisi kimia yang
sederhana berupa unsur, sulfida (bila unsur logam bersenyawa dengan sulfur),
atau oksida (bila unsur logam bersenyawa dengan oksigen). Native
element seperti tembaga, perak atau emas agak jarang terdapat. Sulfida kecuali
Pirit, tidak jarang ditemukan, tetapi hanya cukup berarti bila relatif terkonsentrasi
dalam urat (vein) dengan cukup besar. Berikut ini adalah mineral – mineral yang
yang non
silikat:
a. Mineral Oksida
b. Mineral Sulfida
Merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara unsur tertentu
dengan sulfur (belerang), seperti besi, perak, tembaga, timbal, seng dan
merkuri. Beberapa dari mineral sulfida ini terdapat sebagai bahan yang
mempunyai nilai ekonomis, atau bijih, seperti pyrite (FeS3), chalcocite
(Cu2S), galena (PbS), dan sphalerit (ZnS).
1. Proses Magmatik
Proses ini merupakan proses pembentukan mineral dengan cara pemisahan
magma, yang diakibatkan oleh pendinginan dan penurunan temperature dan
membentuk satu atau lebih jenis batuan beku.
PETROLOGI
Penyebaran batuan beku, sedimen, dan metamorf pada permukaan bumi ini
yaitu 66% batuan sedimen dan sisanya 34% batuan beku dan batuan metamorf.
Sedangkan pada volumenya 5% batuan sedimen dan 95% batuan beku sekaligus
batuan metamorf.
Magma adalah campuran material silikat, gas dan air yang membentuk solution
dalam keadaan panas dan liat yang terdapat di dalam kulit bumi. Komposisi utama
Magma (setiap jenis magma, 99%-nya dibentuk oleh 10 unsur utama ), yaitu,
Silicon (Si), Titanium (Ti), Aluminum (Al), Iron (Fe), Magnesium (Mg), Calcium
(Ca), Sodium (Na), Potassium (K), Hydrogen (H) and Oxygen (O). Lava adalah
magma yang mencapai dan mengalir di permukaan. Ini merupakan gambar ring of
fire yang tersebar di seluruh permukaan bumi.
Jadi yang berupa garis hitam adalah jalur dari ring of fire yang berarti
banyaknya gunung berapi yang aktif dikarenakan magma terus mengalir
sepanjang garis hitam seperti pada digambang berputar terus membentuk siklus.
Reaction Series.
Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui
karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan
beku.
2) Berdasarkan SiO2
Bentuk Kristal. Sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat
batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal
tiga bentuk kristal, yaitu:
Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang
kristal.
Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat
lagi.
Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai
hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu
batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua.
Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik
bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang
tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang
dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya
fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut
menunjukkan arah yang teratur.
Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-
lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh
mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan
batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-
struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan
(fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang),
dan sheeting joint (kekar berlembar).
4. Komposisi Mineral
1) Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari
mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
2) Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen,
amphibol dan olivin.
pengendapan materi hasil erosi. Sekitar 80% permukaan benua tertutup oleh
batuan sedimen. Materi hasil erosi terdiri atas berbagai jenis partikel yaitu ada
yang halus, kasar, berat dan ada juga yang ringan. Cara pengangkutannya pun
bermacam-macam seperti terdorong (traction), terbawa secara melompat-lompat
(saltion), terbawa dalam bentuk suspensi, dan ada pula yang larut (salution).
Skema siklus batuan sedimen:
Jadi dari siklus diatas dapat diketahui batuan sedimen berasal dari batuan beku
yang telah mengalami serangkaian proses panjang.
Pertama batuan yang ada di permukaan bumi terkena air hujan terus menerus
dan akhirnya tergerus oleh hujan lalu karena hujan tersebut membuat batu tersebut
menjadi tererosi ke sungai lalu saat di sungai batu tersebut terendapkan didasar
lalu terus menerus ditumpuk oleh batuan yang terendap diatas batuan tersebut
lama kelamaan akan terkompaksi sehingga membentuk suatu perlapisan.
1. Batuan Sedimen Klastik; Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari
hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang
selanjutnya mengalami diagenesa.
2. Batuan Sedimen Non Klastik; Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami
proses transportasi. Pembentukannya adalah kimiawi dan organis.
b. Pemilahan (Sorting)
c. Pembundaran (Roundness)
d. Bentuk (Shape)
e. Kekompakan
Menyatakan hubungan antar butir penyusun batuan, dimana hal ini di kontrol
oleh tingkat diagenesa yang dialami oleh batuan, dibedakan atas :
g. Porositas
h. Permeabilitas
i. Warna Batuan
Contoh:
Hitam kondisi reduksi/ Carbon/Organik
Merah kondisi oksidasi/ Fe
Batuan sedimen non klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk secara
kimiawi dan organik atau kombinasi dari kimia dan organik batuan yang
terbentuk cara kimia adalah batuan yang terbentuk dari hasil evaporasi, seperti
endapan gypsum, anhidrit, dan endapan garam. Sedimen silica seperti diatomea,
chert, radiolaria, adalah batuan sedimen yang terbentuk dari proses kimia dan
organik Sedangkan batuan sedimen yang terbentuk oleh organik adalah batubara
Batuan sedimen non klastik yang penting dan kehadirannya cukup signifikan di
bumi adalah golongan batuan karbonat.
d. Porositas
e. Ukuran Butir
Untuk ukuran butir dapat mengaju pada klasifikasi Wentworth, F.L. Folk
maupun Grabau.
Batubara di golongkan dalam batuan sedimen non klastik, yaitu batuan organik
Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan,
berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika
dan kimia yang akan mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya.
Sebelum terbentuk batubara, sebagai tahap awal atau batuan asalnya adalah
gambut. Terdapat beberapa tahapan dalam pembentukannya dari gambut ke
batubara dan dalam setiap tahapan ada proses yang terjadi dan unik yang
tergantung pada banyak faktor.
Gambut adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari
tumpukan hancuran yang terhumufikasi dan dalam keadaan tertutup udara, tidak
padat, kandungan air >75% dan kandungan mineral <50% dalam kondisi kering.
Proses pembentukan batubara dari mulai gambut pada dasarnya di bagi atas
dua proses yaitu :
1. Lingkungan Glasial
Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam - macam
bentuknya penting dalam aplikasi. Pertama, data kandungan endapan
glasial dapat digunakan menyelesaikan masalah tentang proses - proses
geologi yang terjadi. Kedua, endapan glasial merupakan dasar untuk
mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya investigasi karakteristik
teknik geologi, pedoman hydrogeological, dan arus transportasi dalam
sistem pengendapan glasial. Sistem pengendapan glasial merupakan
suatu pendorong dalam penyelidikan tentang sistem pengendapan glasial
ini juga merupakan pendorong untuk mempelajari / mengetahui tentang
letak dari pengendapan klastik dan karbonat dari suatu reservoar
hidrokarbon pada tahun 1950 – an. Selain itu diketahui pula bahwa dalam
sistem pengendapan glasial juga membawa serta endapan -endapan
mineral dan bermacam - macam batuan yang dibungkus oleh es. (Placer ;
Eyles, 1990), dan sistem pengendapan glasial digunakan juga dalam
penyelidikan untuk endapan mineral yang terdapat pada pelindung /
pembungkusnya sendiri. (drift prospecting ; Dilabio and Coker, 1989).
3. Sungai
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe
sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai
anastomasing, dan sungai kekelok (meandering). Pertama Sungai lurus
(Straight), Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal
mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini
berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar
dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai
jenis ini mempunyai pengendapan sedimen yang lemah, sehingga
alirannya lurus tidak berbelok-belok (low sinuosity). Kedua Sungai
kekelok (Meandering) , pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah
sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar
dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu
banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara
mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air
utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan
pada kelokan tepi dalam. Ketiga Sungai teranyam, Biasanya tipe sungai
teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain
berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit
yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai.
Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan
kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk
(reservoir). Keempat Sungai anastomasing, energi alir sungai tipe ini
rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai
anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar
dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai
tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah
beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan
bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu.
4. Danau
Danau atau Lacustrin adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya
air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam
kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga
hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, barried
island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit.
Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit
dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk
endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari
kandungan fosil dan aspek geokimianya. Danau dapat terbentuk melalui
beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai
pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi seperti ice scouring, ice
damming dan moraine damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan
tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau
danau kawah hasil peledakan.
5. Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen
fluvial (sungai) pada “lacustrine” atau “marine coastline”. Delta
merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa
faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta,
faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide),
gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk
membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup
untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system.
Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan
harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak
gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan
sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak
ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi
distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat,
tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats
(Coleman, 1982). Ketika sebuah sungai memasuki laut dan terjadi
penurunan kecepatan secara drastis, yang diakibatkan bertemunya arus
sungai dengan gelombang, maka endapan-endapan yang dibawanya akan
terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta. Deposit
(endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur stratigrafi,
dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak,
gas, batubara dan uranium.
7. Rawa
Rawa adalah daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup
besar yang merupakan tanah lumpur dengan kadar air relative tinggi.
Wilayah rawa yang luas terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Papua (Irian Jaya). Daerah berawa-rawa terjadi mengikuti perluasan
daratan karena meditasi akuatis. Oleh karena itu, rawa dapat dijumpai
pada tempat-tempat yang syarat-syarat sedimentasi akuatisnya
memungkinkan, misalnya daerah-daerah pantai Papua (Irian Jaya), pantai
utara Jawa, pantai timur Sumatera dan pantai Kalimantan. Bila sungai
dipasok lebih banyak sedimen dari pada kemampuan sungai untuk
membawa sedimen tersebut, maka akan diendapkan material berlebih
pada dasar kanal sebagai sand and gravel bars. Pengendapan ini
mendorong sungai untuk memecah kanal menjadi dua atau lebih kanal
sehingga terbentuklah pola sungai teranyam (braided river).
8. Lagoon
Lagun atau Lagoon adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih
berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan
memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai (Gambar VII.15).
Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi
rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon
di Bahama luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan,
1978, dalam Bruce W. Sellwood, 1990). Akibat terhalang oleh tanggul,
maka pergerakan air di lagun dipengaruhi oleh arus pasang surut yang
keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara klasik
dikelompokkan sebagi daerah peralihan darat - laut (Pettijohn, 1957),
dengan salinitas air dari tawar (fresh water) sampai sangat asin
(hypersalin). Keragaman salinitas tersebut akibat adanya pengaruh
kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di
lagun. Lagun di daerah kering memiliki salinitas yang lebih tinggi
dibanding dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini dikarenakan
kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu. Berdasarkan batasan-
batasan tersebut diatas maka batuan sedimen lagun sepintas kurang
berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila diamati lebih rinci
mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun akan dapat bertindak
sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak. Transportasi material
sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang energi ombak, angin yang
dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi
kondisi biologi dan kimia lagun.
9. Laut Dangkal
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada
diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967)
dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis,
perikontinental (marginal) dan epikontinental epeiric). Perikontinental
shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati daerah di
sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam.
Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan
sedimennya (pasir dan material berbutir halus lainnya), karena endapan-
endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan proses arus
traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement). Karena
keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust),
perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang
besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat
mengakibatkan terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele,
1992). Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada
pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa
daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan
arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua
pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini
akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal. Skema
penampang lingkungan pengendapan laut (Boggs, 1995) Ada enam faktor
yang mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf (Reading,
1978), yaitu : 1. kecepatan dan tipe suplai sedimen 2. tipe dan intensitas
dari hidrolika regime shelf 3. fluktuasi muka air laut 4. iklim 5. interaksi
binatang – sedimen 6. faktor kimia Pasir shelf modern sebagian besar
(70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun kadang-kadang daerah
shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar daerah, seperti
dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai (Drake
et al, 1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan
shelf modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan pasir,
meskipun kadang-kadang dijumpai bongkah-bongkah relict pada
beberapa daerah.
10. Reefs
Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat
berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan
paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian pinggir
platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang arah
pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan
gelombang yang melintasi paparan tersebut. Disamping terumbu
berkembang seperti massa yang menyusur sepanjang garis pantai diatas,
juga dapat berkembang sebagai “patch” yang terisolir dalam paparan
bagian dalam atau inner-shelf . Istilah lain untuk terumbu ini, ada yang
menyebutnya dengan “carbonate buildup” atau “bioherm”. Tetapi para
pekerja karbonat tidak menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya
dibatasi untuk carbonat-buildup atau inti yang kaku, pertumbuhan koloni
organisme, atau carbonat - buildup lainnya yang tidak memiliki inti
kerangka yang kaku. Wilson (1975) menggunakan istilah carbonat-
buildup untuk tubuh yang secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan
hasil proses relief tofografi, dan tanpa mengaitkan dengan hiasan
pembentuk internalnya.
4. Proses Diagenesa
Diagenesa merupakan suatu proses – proses yang terjadi pada material sedimen
yang terdapat pada cekungan pengendapan hingga terbentuk batuan sedimen.
1. Kompaksi Sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan
dari berat beban di atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan
antar butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat.
2. Sementasi
3. Autigenesis
Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga adanya
mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral
autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut : karbonat, silica, klorit,
gypsum dll.
4. Metasomatisme
Media transpotasi :
C. Batuan Metamorf
Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak Bumi dan digolongkan
berdasarkan tekstur dan dari susunan kimia dan mineral (fasies metamorf) Mereka
terbentuk jauh dibawah permukaan bumi oleh tegasan yang besar dari batuan
diatasnya serta tekanan dan suhu tinggi. Mereka juga terbentuk oleh intrusi batu
lebur, disebut magma, ke dalam batuan padat dan terbentuk terutama pada kontak
antara magma dan batuan yang bersuhu tinggi.
Penelitian batuan metamorf (saat ini tersingkap di permukaan bumi akibat erosi
dan pengangkatan) memberikan kita informasi yang sangat berharga mengenai
suhu dan tekanan yang terjadi jauh di dalam permukaan bumi.
Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya suhu yang
sangat tinggi (sebagai akibat kontak dengan magma). Adanya suhu yang
sangat tinggi menyebabkan terjadinya perubahan bentuk maupun warna
batuan. Contohnya batu kapur (gamping) menjadi marmer.
Tekstur batuan metamorf secara umum dibagi menjadi dua yaitu tekstur
kristaloblastik dan tekstur sisa (relict) (Mulyo, 2013).
1. Tekstur kristaloblastik
Merupakan tekstur yang terbentuk oleh proses metamorfisme. Tekstur ini
sudah berbeda dengan tekstur batuan asalnya ( protolith ).
Macam – macam tekstur kristaloblastik :
Lepidoblastik, adalah tekstur batuan metamorf dengan mineral –
mineral penyusun berbentuk tabular.
Nematoblastik, adalah tekstur batuan metamorf dengan mineral –
mineral penyusun berbentuk prismatik.
Granoblastik – granular, dalam tekstur ini tersusun oleh butiran yang
relatif equidimensional (granular) dengan batas kristal suture ( jackson,
1970 ).
Granuloblastik, tekstur ini tersusun oleh butiran yang relatif
equidimensional (granular) dengan batas kristal unsuture.
Granoblastik – polygonal,
Dekusat, tekatur granoblastik dengan individu kristalnya cenderung
berbentuk subidioblastik, prismatik dan tersusun secara acak.
Porpiroblastik, tektur dengan mineral besar di dalam mineral kecil
Tekstur mortar, tektur batuan metamorf akibat penggerusan
1. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini dapat
terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan
(gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan planar
(cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut. Struktur foliasi yang
ditemukan adalah :
Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus
(mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar
yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate
(batusabak).
Phylitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral
pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)
Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic
atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang
sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).
Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang
mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler
(feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau prismatic
(mioneral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak
menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.
Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan
equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut
hornfels (batutanduk).
Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar
dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik
ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut
cataclasite (kataklasit).
Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa
kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus,
menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite
(milonit).
Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi
umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan
kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya
disebut phyllonite (filonit).
4. Derajat Metamorfisme
Berdasarkan tekanan dan temperatur yang berada diatas kondisi diagenesa,
maka ada 3 tingkat derajat metamorfosa yang dapat dikenal, yaitu derajat
metomorfosa rendah, sedang dan tinggi. Adapun batas antara metamorfosa dan
peleburan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan dan jumlah air yang terdapat
dalam batuan.
Perubahan dalam kelompok mineral pada suatu batuan metamorf didorong oleh
komponen-komponen kimiawinya untuk mencapai konfigurasi energi yang
terendah pada kondisi tekanan dan temperatur yang ada. Jenis jenis mineral yang
terbentuk tergantung tidak saja pada T dan P tetapi juga pada komposisi mineral
yang terdapat dalam batuan. Apabila suatu tubuh batuan mengalami peningkatan
tekanan dan atau temperatur maka batuan tersebut berada dalam keadaan
“prograde metamorphism” atau batuan mengalami peningkatan derajat
metamorfosanya. Derajat metamorfosa adalah istilah yang umum yang dipakai
untuk menjelaskan kondisi tekanan dan temperatur dimana batuan metamorf
terbentuk.
Metamorfosa derajat rendah terjadi pada temperatur antara 200° – 320° C dan
tekanan yang relatif rendah. Batuan metamorf derajat rendah dicirikan oleh
berlimpahnya mineral-mineral hydrous, yaitu mineral-mineral yang mengandung
air (H2O) didalam struktur kristalnya). Contoh dari mineral-mineral hydrous yang
terdapat pada batuan-batuan metamorf derajat rendah:
Mineral Lempung
Serpentine
Chlorite
Metamorfosa derajat tinggi terjadi pada temperatur lebih besar dari 320°C dan
tekanan yang relatif tinggi. Seiring dengan meningkatnya derajat metamorfosa,
maka mineral-mineral hydrous akan semakin kurang hydrous dikarenakan
hilangnya unsur H2O dan mineral-mineral non-hydrous menjadi bertambah
banyak. Contoh mineral-mineral yang kurang hydrous dan mineral-mineral non-
hydrous yang mencirikan batuan metamorfosa derajat tinggi adalah: Batuan yang
berada jauh didalam perut bumi dapat mengalami penurunan tekanan dan
temperatur apabila mengalami erosi sebagai akibat dari pengangkatan secara
tektonik. Peristiwa tersingkapnya batuan akibat erosi ini memungkinan batuan
mengalami pembalikan proses metamorfosa, yaitu batuan kembali pada kondisi
awal sebelum mengalami metamorfosa. Pembalikan proses metamorfosa seperti
ini dikenal dengan istilah metamorfosa retrogresif.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://fileq.wordpress.com/2012/03/09/sejarah-mineralogi/
2. http://shin-shanshan.blogspot.com/2011/07/diferensiasi-
magma.html
3. http://arriqofauqi.blogspot.com/2014/07/lingkungan-
pengendapan-batuan-sedimen.html
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_beku
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_metamorf
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_sedimen
7. http://rizqigeos.blogspot.com/2013/05/batuan-sedimen.html
8. http://bahangaliantambang.blogspot.com/2011/12/genesha-
mineral-pada-lingkungan.html
9. http://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_beku
10. https://jemzpanjaitan.wordpress.com/2010/06/23/batuan-
sedimen/
11. Lang, Dr. Helen. 2009. Mineralogy. West Virginia University.
12. http://www.scribd.com/doc/81356476/Silikat-Dan-Non-Silikat
13. https://www.google.co.id/search?q=lingkungan+pengendapan+
batuan+sedimen&tbm
14. http://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_sedimen