Anda di halaman 1dari 20

“Perkembangan Psikososial Dewasa Tengah”

Dosen Pengapung :Ns. Novita Mansoben,S.Kep.,M.kep

Disusun oleh : KELOMPOK 8


Ketua : Adetya Eka Pratama
ANGGOTA : Muhammad Fahmi Imanullah
Gliska Tuasuun
Grace Aksamina Ramar
Hanna Djanet Ronsumbre
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa Atas Rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang tepat pada waktunya yang berjudul “PERKEMBANGAN
PSIKOSISAL DEWASA TENGAH”

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melancarkan segala usaha
kita. Amin.
Sorong 11 Oktober 2017

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai
masa usia antara 40 – 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya akan
ditandai oleh perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya
terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya
ingat. Walaupun dewasa ini banyak yang mengalami perubahan-perubahan
tersebut lebih lambat dari pada masa lalu, namun garis batas
tradisionalnya masih nampak. Meningkatnya kecenderungan untuk
pensiun pada usia 60an sengaja atau tidak sengaja usia 60an dianggap
sebagai garis batas antara usia lanjut dengan usia madya.

Seperti halnya periode lain dalam rentang kehidupan yang berbeda


menurut tahap dimana perubahan fisik yang membedakan usia madya dini
pada satu batas, dan usia lanjut di batas lainnya. Menurut pepatah kuno,
seperti halnya buah apel, matangnya pun tidak pada waktu yang sama ada
yang bulan juli, ada yang bulan agustus, dan ada pula yang bulan oktober.
Demikian halnya dengan manusia.

Usia madya pada kebudayaan Amerika saat ini, merupakan masa yang
paling sulit dalam rentang kehidupan mereka. Bagaimanapun baiknya
individu-individu tersebut untuk menyesuaikan diri hasilnya akan
tergantung pada dasar-dasar yang ditanamkan pada tahap awal kehidupan,
khususnya harapan tentang penyesuaian diri terhadap peran dan harapan
sosial dari masyarakat dewasa. Kesehatan mental yang baik yang
diperlukan pada masa-masa dewasa, memberikan berbagai kemungkinan
untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai peran baru dan harapan sosial
usia madya.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja model-model tahapan normative ????

2. Apa saja pendekatan teoritikal yang di gunakan saat ini untuk


mengetahui perkembangan
identitas ????

3. Factor apa saja yang mempengaruhi kesejahteraan di masa paruh


baya ????
C. TUJUAN dan MANFAAT

a. tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Ingin mengetahui apa saja model-model tahapan normative yang di


gunakan untuk penelitian perkembangan dewasa tengah

2. Ingin mengetahui apa saja pendekatan teoritikal yang di gunakan saat


ini untuk mengetahui perkembangan identitas dewasa tengah

3. Ingin mengetahui factor apa saja yang mempengaruhi kesejahteraan


di masa paruh baya.
b. Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :

1. mengetahui apa saja model-model tahapan normative yang di


gunakan untuk penelitian perkembangan dewasa tengah

2. mengetahui apa saja pendekatan teoritikal yang di gunakan saat ini


untuk mengetahui perkembangan identitas dewasa tengah

3. mengetahui factor apa saja yang mempengaruhi kesejahteraan di


masa paruh baya.

BAB II

PEMBAHASAN

Perubahan pada usia paru baya : berbagi pendekatan teoretis klasik

Dalam istilah psikososial, masa dewasa tengah pernah di anggap sebagai


masa yang relatif menetap. Freud (1906/1942) memandang tidak ada
gunanya psikoterapi bagi orang-orang yang berusia 50 tahun keatas
karena ia meyakini kepribadian telah terbentuk secara permanen pada usia
tersebut.

A. MODEL-MODEL TAHAPAN NORMATIF

Dua ahli tahapan normatif awal yang hasil karyanya terus memberikan
kerangka acuan bagi banyak teori dan penelitian perkembangan pada masa
dewasa tengah adalah Carl G. Jung dan erik erikson.

1. Carl G.jung : Individuasi dan transenden

Jung meyakini bahwa perkembangan paruh baya yang sehat menuntut


individuasi (individuation), kemunculan diri sejati melalui keseimbangan
atau integrasi bagian-bagian kepribadian yang bertentangan, meliputi
bagian-bagian sebelumnya di abaikan. Sampai sekitar usia 20 tahun, jung
berkata, orang dewasa memusatkan perhatian pada kewajiban terhadap
keluarga dan masyrakat serta mengambangkan berbagai aspek kepribadian
yang akan membantu mereka mencapai tujuan eksternal. Perempuan
menekan kan keekspresipan dan pengasuhan; laki-laki berorientasi
terutama terhadap prestasi. Pada usia paruh baya, orang-orang
mengalihkan obsesi mereka kediri mereka yang spritual dan kebatihan.
Baik laki-laki maupun perempuan mencari’penyatuan antitesis’ dengan
mengungkapkan aspej-asoek yang’di sangkal’ sebelumnya.

Dua tugas yang penting tapi sulit pada masa paruh baya adalah
menyerahkan citra masa muda dan mengakui kefanaan. Menurut jung
(1966), kebutuhan untuk mengakui kefanaan memerlukan pencarian
makna di dalam diri. Hal ini mungkin bisa membuat tidak nyaman; seriring
dengan orang-orang mempertanyakan komitmen mereka, mereka bisa
kehilangan kestabilan sementara. Namun orang-orang yang menghindari
peralihan ini dan tidak melakukan orientasi ulang kehidupan mereka secara
tepat kehilangan peluang pertumbuhan psikologi.

2. Erik Erikson: Generativity Versus Stagnation

Erikson memandang usia sekitar 40 tahun sebagai masa ketika orang-orang


memasuki tahap normatif ketujuh mereka, generativity versus
stagnation.Generativity seperti yang di definisikan oleh Erikson, merupakan
kepedulian orang dewasa yang matang untuk membangun dan
membimbing generasi berikutnya,melanggengkan diri sendiri melalui
pengaruhnya pada mereka yang mengikutinya. Orang-orang yang tidak
memiliki saluran untuk generativity menjadi hanya tertarik pada diri dan
kegiatanya sendiri, membiarkan dirinya apa yang ia suka, atau tersendat
(tidak aktif atau tidak punya kehidupan).”Kekuatan” masa ini adalah
kepedulian:” sebuah komitmen yang luas untuk mengsuh orang-
orang,produk,dan ide yang sudah di pelajari untuk di asuh”(Erikson, 1985).

Bagaimana generativity muncul? Menurut sebuah model(Mc Adams,2001),


hasrat dari dalam untuk kefanaan simbolis atau kebutuhan untuk di
butuhkan di gabungkan dengan tuntutan eksternal (dalam bentuk
pengharapan dan tanggung jawab yang meningkat).Ini,bersama-sama
dengan apa yang di sebut Erikson sebagai “keyakinan dalam spesies,”
mengarah pada komitmen dan tindakan yang generatif.
Erikson meyakini bahwa generativity tidak terbatas pada usia paruh
baya.Generativity dapat diekspresikan tidak hanya melalui pola asuh, tetapi
melalui pengajaran atau pembimbingan, produktivitas atau kreativitas,dan”
produksi sendiri,” atau pengembangan diri.Dalam Gandhi’s
Truth,Erikson(1969) memperlihatkan bagaimana Gandhi- yang bukan
merupakan ayah yang baik- muncul sebagai “ bapak negara” pada usia 49
tahun, mengungkapakan generativity dalam kepeduliannya terhadap
kesejahteran seluruh bangsa.

Ahli teori yang belakangan muncul (Kotre,1984) membedakan empat


bentuk spesifik generativity:

· Biologis(mengandung dan melahirkan anak)

· Orang tua(mengasuh dan membesarkan anak)

· Teknis(mengajarkan berbagai keterampilan)

· Budaya(menularkan nilai-nilai dan institusi-institusi budaya)

Terlepas dari bentuknya ujar Kotre,generativity dapat di ungkapakan dalam


dua cara atau gaya yang berbeda:

1. Komunal ( melibatkan kepedulian dan pengasuhan orang lain)

2. Agentik ( Kontribusi pribadi kepada masyarakat-kreatif,ilmiah,atau


kewirausahaan).

3. Warisan Jung dan Erikson: Vailant dan Levinson

Berbagai ide dan pengamatan Jung dan Erikson mengilhami penelitian


longitudinal pada laki-laki dari George Vaillant(1977) dan Daniel Levinson
(1978).Keduanya peralihan besar pada masa paruh baya- dari
memperjuangkan pekerjaan pada usia30-an keevalusi kembali dan bahkan
mengatur kembali kehidupan secara drastis pada usia 40-an ke
kematangan dan stabilitas yang relatif pada usia 50-an.
Vaillant, seperti Jung, melaporkan diferensiasi gender yang berkurang pada
usia paruh baya dan kecenderungan laki-laki untuk menjadi lebih
mengasuh dan ekspresif.Sebaliknya menurut Levinson,laki-laki pada usia
paruh baya menjadi kurang terobsesi dengan prestasi pribadi dan lebih
peduli dengan hubungan; dan mereka menunjukkan generativity dengan
menjadi mentor bagi orang-orang yang lebih muda.

Vaillant juga mengumandangkan konsep memutar kedalam diri dari


jung.Dalam usia 40-an, banyak dari sampelnya yang merupakan lulusan
Harvard mengabaikan “ kesibukan pekerjaan mereka yang kompulsif dan
tidak reflektif dan sekai lagi manjadi penjelajah dunia di dalam diri” (1977).

Bernice Neugarten ((1977) melihat kecenderungan introspektif yang serupa


pada usia paruh baya, yang di sebutnya sebagai interioritas (interiority).
Bagi laki-laki,menurut Levinson, peralihan ke masa dewasa tengah cukup
membuat stres sehinga bisa di sebut sebagai suatu “ krisis.”

Meskipun publikasi penelitian kecil mengenai perempuan setelah Levinson


(1996) meninggal, modelnya dan model Vaillant di bangun pada penelitian
kebanyakan laki-laki kelas menengah atau kelas atas yang pengalamanya di
anggap sebagai norma.Lebih jauh lagi,berbagai hasil temuan mereka
mencerminkan pengalaman –pengalaman anggota dari cohort di dalam
budaya tertentu.Mereka bisa saja tidak berlaku dalam suatu masyarakat
dimana kemaskulian dan kefeminiman tidak lagi memiliki makna yang
berbeda, dan dimana pengembangan karier dan pilihan hidup bagi laki-laki
dan perempuan menjadi lebih bervariasi dan fleksibel.Akhirnya berbagai
penelitian ini khusus menangani kaum heteroseksual dan bisa tidak berlaku
bagi kaum homoseks dan lesbian.

4. Waktu Peristiwa : Jam Sosial

Untuk Cohort yang di jelaskan oleh tahap penelitian normative dini,


kemunculan dan waktu peristiwa besar cukup bisa di ramalkan. Saat
ini,gaya hidup lebih beragam, dan sebuah “ daur kehidupan yang berubah-
ubah telah di kaburkan oleh berbagai batasan masa dewasa tengah
(Neugarten & Neugarten,1987) dan “ menghapus definisi lama mengenai
jam social “ ( Josselson, 2003).
Ketika kehidupan perempuan hanya berputar di sekitar melahirkan dan
membesarkan anak , akhir masa –masa reproduksi memiliki makna yang
berbeda dengan yang maknanya saat ini,ketika banyak banyak perempuan
usia paruh baya ( seperti Madeleine Albright ) memasuki dunia kerja.

Ketika orang-orang meninggal lebih dahulu, orang-orang usia paruh baya


merasa dirinya tua,menyadari bahwa mereka juga mendekati akhir dari
hidup mereka. Saat ini , banyak orang usia paruh baya merasa dirinya lebih
sibuk dan lebih terlibat di bandingkan sebelumnya ,beberapa masih
membesarkan anak yang masih kecil, sementara lainnya mendefinisikan
kembali peran mereka sebagai orangtua bagi remaja dan dewasa awal dan
sering kali sebagai pengasuh bagi ortu yang sudah lanjut usia.

B. Perkembangan Identitas : Berbagai Pendekatan Teoritikal Saat Ini

Meskipun Erikson menentukan pembentukan identitas sebagai perhatian


utama masa remaja, ia memperhatikan bahwa identitas terus
berkembang. Bahkan ilmuwan perkembangan memandang proses
pembentukan identitas sebagai persoalan inti dari masa dewasa ( Mc
Adams & de St. Aubin, 1992). Kebanyakan orang usia paruh baya memiliki
kesadaran diri yang berkembang dengan baik ( Lachman ,2004). Mari kita
melihat pada berbagai teori dan penelitian saat ini mengenai
perkembangan identitas , khususnya pada masa paruh baya.

1. Susan Kraus Whitbourne: Identitas sebagai Proses

Asimilasi Identitas (identity assimilation) merupakan sebuah upaya untuk


menyesuaikan pengalaman baru ke dalam sebuah skema yang sudah ada ;
Akomodasi identitas ( identity accommodation) merupakan penyesuaian
skema agar sesuai dengan pengalaman baru. Asimilasi identitas cenderung
menyebabkan perubahan yang di perlukan.Kebanyakan orang
menggunakan kedua proses ini pada kadar tertentu . Madeleine Albright,
ketika di hadapakan dengan bukti bahwa ia terlahir sebagai Yahudi,
mengakomodasi skema identitasnya untuk memasukan ke Yahudinya,
tetapi juga mengasimilasi pengetahuan barunya ke citra dirinya sebagai
putri orang tua yang saling mencintai , yang melakukan segalanya untuk
melindungi putrinya.

Keseimbangan yang biasanya seorang capai antara asimilasi dan akomodasi


menentukan gaya identitas ( Identity Stile ) yang di milikinya.Seseorang
yang lebih banyak menggunakan asimilasi dari pada akomodasi memiliki
gaya identitas asimilatif. Seseorang yang lebih banyak menggunakan
akomodasi memiliki gaya identitas akomodasi. Penggunaan yang
berlebihan dari asimilasi dan akomodasi tidaklah sehat, kata
Whitbourne.Orang-orang yang selalu mengakomodasi merupakan orang
yang lemah,mudah goyah,dan sangat retan terhadap kritik ; identitas
mereka dengan mudah melemah.Yang paling sehat adalah gaya identitas
yang seimbang,dimana identitas cukup fleksibel untuk berubah ketika
aman ,tetapi terstruktur sampai pada satu titik dimana setiap pengalaman
baru menyebabkan seseorang mempertanyakan berbagai asumsi dasar
mengenai diri mereka “ ( Whitbourne & Cannolly, 1999 ).

Whitbourne melihat gaya identitas sebagaimana terkait dengan status


identitas dari Marcia, contohnya sebagai seseorang yang telah mencapai
identitas dalam istilah Marcia akan di harapkan memiliki gaya identitas
yang seimbang, sementara seseorang yang berada dalam penyangkalan
akan paling mungkin memiliki gaya asimilatif.

Menurut Whitbourne,orang-orang berhadapan dengan berbagai


perubahan fisik, mental, dan emosional yang berhubungan dengan
mulainya penuaan. Orang-orang yang asimilatif berupaya
mempertahankan citra diri muda dengan segala daya upaya. Orang-orang
yang akomodatif bisa melihat diri mereka mungkin secara premature
sebagai orang yang sudah tua dan bisa menjadi terobsesi dengan berbagai
gejala penuaan dan penyakit.
2. Generativity , Identitas ,dan Usia

Erikson melihat generativity sebagai sebuah aspek pembentukan


identitas.Dalam sebuah penelitian Cross Sectional pada 333 perempuan,
kebanyakan kulit putih lulusan University of Michigan, bagi mereka yang
dalam usia enam puluhan , “ kepastian yang meningkat mengenai identitas
diri sendiri, tingkat generativity yang paling tinggi, dan perasaan kekuatan
percaya diri” berlangsung secara bersamaan ( Zucker, Ostrove dan Stewart,
2002 ).

Dengan menggunakan teknik-teknik seperti itu, para peneliti menemukan


bahwa meskipun usia tercapainya generativity pada individu bervariasi,
orang-orang usia paruh baya cenderung mendapatkan skor yang lebih
tinggi pada generativity di bandingkan mereka yang lebih muda dan lebih
tua ( Mc Adams, de St. Aubin,dan Logan,1993; Keyes dan Ryff,1998;
Stewart & Vandewater,1998 ) dan secara umum perempuan melaporkan
secara tingkat generativity yang lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki.
Pada lansia, kepedulian generative laki-laki dan perempuan cenderung
setara (Keyes & Ryff ,1998 ).

Bekerja sukarela untuk layanan masyarakat atau tujuan politik merupakan


ungkapan dari generativity komunal. Seperti teori Erikson ramalkan
,penelitian MIDUS menemukan bahwa bekerja suka rela meningkat antara
masa dewasa yang sangat dini dan tengah.Kemudian sedikit menurun
setelah usia 55 tahun dan meningkat kembali setelah usia 65 tahun ( Hart
Southerland, dan Atkins,2003 ). Sebuah penurunan dalam tanggung jawab
utama keluarga dan pekerjaan bisa membebaskan orang-orang usia paruh
baya dan yang lebih tua untuk mengungkapkan generativity dalam skala
yang lebih luas (Keyes & Ryff ,1998 ).Sebagaimana laki-laki dalam sebuah
penelitian hibah Vaillant ( 1993 ) mendekati dan berpindah menuju usia
paruh baya, proporsi yang meningkat dinilai talah mencapai generativity :
50 persen pada usia 40 tahun dan 83 persen pada usia 60 tahun.
Sebuah analisis terhadap dua peneliian longitudinal terhadap perempuan
angkatan 1964 dari Radcliffe College dan angkata 1967 dari UNIVERSITY of
MICHIGAN menunjukkan bahwa, meskipun hasrat untuk generativity
cenderung bangkit pada masa dewasa awal, pencapaianya dan kesadaran
akan kemampuan untuk generativity cenderung tiba pada masa paruh baya
( Stewat dan Vandewater, 1998).

Generativity bias mengungkapkan dirinya sendiri secara berbeda atau


dengan waktu yang berbeda pada kaum homoseks dan lesbian , yang bisa
membina hubungan yang intim atau menjadi orang tua di kemudian hari
dari pada kaum heteroseksual yang biasanya memiliki atau tidak bisa
pernah memiliki pengalaman ini. Banyak orang homoseks dan lesbian
mengungkapkan generativity melalui aktifitas social (Cohler et al., 1998 ).

3. Psikologi Naratif : Identitas sebagai Kisah Hidup

Para psikologi naratif tertarik dengan perkembangan diri disengaja yang di


pandu oleh tujuan jangka panjang yang mendukung pertumbuhan pribadi.
Berbagai tujuan pertumbuhan rentang kehidupan ini mungkin bisa bersifat
eksploratif ( ditujukan pada pemahaman diri dan orang lain yang matang
dan rumit ) atau intrinsic ( ditujukan pada kesejahteraan atau kebahagiaan
) atau keduanya. Berbagai penelitian yang di dasarkan pada teknik naratif
telah menemukan bahwa orang-orang yang matang dan bahagia
cenderung merencanakan masa depan mereka melalui tujuan
pertumbuhan yang relevan ( Bauer & Mc Adams,2004 ) dan menyusun
berbagai kenangan otobiografi mereka.orang-orang yang lebih tua
cenderung lebih matang dan puas dengan kehidupan mereka di
bandingkan dengan kehidupan orang-orang dewasa yang lebih muda,
sebagian karena mereka lebih cenderung menginterpretasikan berbagai
kenangan mereka terkait dengan pertumbuhan pribadi ( Bauer, Mc
Adams,2004 dan Sakaeda,2005 ).

Orang dewasa yang sangat generative sering kali menceritakan sebuah


kisah komitmen (Mc Adams et al.,1997).Biasanya orang-orang seperti itu
telah menikmati kehormatan hidup dan ingin meringankan penderitaan
orang lain. Mereka mengabdikan hidup mereka untuk perbaikan social dan
tidak melenceng dari misi itu meskipun terdapat halangan yang serius,yang
pada akhirnya memiliki hasil yang positif .Keteladanan moral mengatur
kehidupan mereka diseputar kisah komitmen tersebut ( Colby &
Damon,1992 )

4. Identitas Gender

Dalam banyak penelitian selama tahun 1960-an, 1970-an dan 1980-an, laki-
laki usia paruh baya lebih terbuka mengenai perasaan mereka , lebih
tertarik dalam hubungan yang lebih intim ,dan lebih mengasuh
karakteristik yang secara tradisional dianggap feminism dari pada masa-
masa lebih dini , sementara usia paruh baya menjadi lebih asertif ,percaya
diri dan berorientasi pada prestasi ,karakteristik yang secara tradisional
dianggap maskulin .Jung memandang berbagai perubahan ini sebagai
bagian dari proses individuasi , atau keseimbangan kepribadian.

Peran gender tradisional ,menurut Gutmann, berkembang untuk


memastikan kesejahteraan anak-anak yang sedang tumbuh .Sang ibu harus
menjadi pengasuh ayah menjadi penyedia. Sesudah masa pengasuh
berakhir ,tidak hanya terjadi keseimbangan tetapi kebalikan peran suatu
penyeberangan gender (Gender Crossover).Laki-laki sekarang bebas
menjelajahi sisi “ feminism yang dulunya di tekan ,manjadi lebih pasif;
perempuan menjadi lebih dominan dan mandiri.

Dalam masyarakat AS saat ini ,peran laki-laki dan perempuan menjadi


kurang berbeda .Mengasuh anak,ketika banyak laki-laki mengambil peran
yang aktif dalam mengasuh anak,dan ketika kehamilan tidak terjadi bahkan
pada usia paruh baya, penyeberangan gender pada usia paruh baya
melihat kecil kemungkinannya ( Antonucci & Akiyama,1997; Barnett, 1997;
James & Lewkowicz,1997 ).

Sebuah analisis data berurutan dari dua penelitian longitudinal yang


bersama-sama mengikuti orang-orang berusia 20,30,dan 40 tahun,
kebanyakan laki-laki dan perempuan berpendidikan, selama lebih dari dua
dawarsa, menemukan perubahan terkait usia dalam hal kepribadian ,tetapi
tidak ada penyeberangan gender . Baik laki-laki maupun perempuan
menjadi lebih makin “maskulin “ (atau makin tidak “feminism”) selama usia
dua puluhan ,tetapi tren ini menjadi samapada usia empat
puluhan.Terlepas dari usia tua cohort ,laki-laki tatap lebih “maskulin” dari
pada perempuan.

Sementara kebanyakan lulusan dari penelitian Mills merasa masa awal


empat puluhan mereka adalah masa yang kacau, pada usia lima puluhan
mereka menilai kualitas hidup mereka tinggi (Helson dan Wink,1992).Bagi
perempuan modern yang masa dewasa awalnya telah memiliki fokus yang
kuat pada karier, masa paruh baya bisa menjadi momentum untuk
memperdalam atau kepedulian terhadap kebutuhan akan perasaan
(josselson,2003).

C. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DAN KESEHATAN MENTAL YANG POSITIF

Kesehatan mental bukan saja merupakan ketiadaan penyakit mental.


Kesehatan mental yang positif melibatkan suatau perasaan sejahtera dari
sisin psikologis, yang berjalan beriringan ddengan perasaan sehat(keyes
dan saphiro,2004;ryff dan singer,1998). Perasaan subjektif akan
kesejahteraan, atau kebahagian, ,erupakan penilain seseorang akan
kehidupannya (diener,2002), dan hal ini cenderung ini meningkat di masa
paruh baya (lachman,2004). Bagaimana peneliti perkembangan menilai
kesejahteraan, dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
kesejahteraan di masa paruh baya?

1. EMOSI

Banyak penelitian, termasuk survei MIDUS, menunjukan adanya penurunan


secara bertahap dalam hal emosi negatif, seperti marah, takut dan gelisah,
di masa paruh baya. Perempuan dalam penelitian MIDUS di laporkan lebih
sedikit memiliki emosi negatif di sepanjang rentan usianya, di bandingkan
laki-laki (Mroczek, 2004). Berdasarkan penelitian MIDUS, emosi positif
(seperti, gembira) meningkat secara rata-rata, di antara laki-laki, tetapi
menurun di antara perempuan pada usia paruh baya, kemudian meningkat
secara tajam di kedua jenis kelamin, tetapi khususnya laki-laki, di masa
dewasa akhir. Pola umum dalam hal emosi positif dan negatif
mengarahkan orang-orang pada usia paruh baya cenderung untuk belajar
menerima apa yang terjadi dalam hidup meraka
(carstensen,pasutpathi,mayr,dan nesselroade,2000) dan meregulasi emosi
mereka secara efektif (lachman, 2004).

2. Kepuasan hidup

Dalam sejumlah survei di seluruh dunia dengan berbagai teknik untuk


mengakses kesejahteraan secara subjektif, kebanyakan orang di seluruh
rentang usia, seluruh jenis kelamin, dan seluruh Ras, melaporkan merasa
puas dengan hidup mereka (myers,2000;myers &diener
1995,1996;walker,skowronski & thomson, 2003). Satu alasan untuk
temuan umum mengenai kepuasan hidup ini adalah bahwa emosi positif
berkaitan dengan kenangan menyenangkan cenderung
bertahan,sementara perasan negtif berkaitan dengan kenangan tidak
menyenangkan memudar. Kebanyak orang memiliki keterampilan coping
yang baik (walker at al.,2003). Setelah peristiwa bahagia atau
menyedihkan, seperti pernikahan atau perceraian, mereka umumnya
beradaptasi,dan kesejahteraan subjektif kembali ke, atau mendekati,
tingkat awal (Lucas at al.,2003;dienner 2000).

Dukungan sosial –teman dan pasangan –dan faktor agama merupakan


pemberi kontribusi penting bagi kebahagian (Csikszenmihalyi, 1999;dienner
2000; myers,2000;). Begitu pula dengan dimensi kepribadian tertentu-
extraversion dan conscientiousness (mroczek & spiro, 2005; siegler dan
brummett,2000)- serta kualitas pekerjaan dan waktu luang
(csikszenmihalyi, 1999; dienner, 2000;myers,2000).

Apakah kepuasan hidup berubah seiring bertanbahnya usia? Dalam


sebuah penelitian longitudinal selama 22tahun terhadap 1. 927laki-laki,
kebanyakan menjalani tugas militer selama perang dunia kedua atau
perang korea, kepuasam hidup secra bertahap meningkat, memuncak pada
usia 65tahun, dan kemudian secara berlahan menurun. Namun demikian,
sekali lagi, terdapat perbedaan individual yang signifikan (mroczek & spiro,
2005).

3. CAROLRYF : Dimensi kesejahteraan yang majemuk

Carolryf dan rekan-rekan sejawatnya (keyes & ryyf ,1999;ryyf,1995;ryyf dan


singer,1998), mendasari dari cakupan para ahli teori seperti erikson sampai
maslow, telah mengembangkan sebuah model yang mencakup enam
dimensi kesejahteraan dan sebuah skala lapor diri, ryff wll-being inventory
(ryyf & keyes, 1995) , untuk mengukur enam dimensi tersebut. Enam
dimensi itu adalah penerimaan diri (self-accettance) hubungan positif
dengan orang lain (positive relation with others), otonomi (autonomy) ,
penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in
life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth).

Serangkaian penilitian cross-sextioanal yang menggunakan skala dari ryyf


telah menunjukkan bahwa masa paruh baya sebagai masa yang umum nya
memiliki kesehatan mental yang positif (ryyf & singer,1998). Orang-orang
berusia paruh baya memiliki kesejahteraan yang llebih besar di banding kan
orang dewasa yang lebih tua aray lebih muda dalam beberapa
bidang,tetapi [ada bidang yang lain.

Mereka lebih memiliki otonomi di banding kan orang dewasa yang lebih
muda, tetapi agak kurang bertujuan dan kurang fokus pada pertumbuhan
pribadi dimensi orientasi masa depan yang menurunkan bahkan lebih
tajam pada masa dewasa akhir. Pada sisi yang lain, penguasaan lingkungan
meningkat antara sua setengah dan akhir. Penerimaan diri relatif stabil
untuk semua kelompok usia. Tentu saja, karena penentuan ini bersifat
cros-sectional, kita tidak menegtahui apakah perbedaan di karenakan
faktor kematangan, penuaan,atau cohort. Secara keseluruhan,
kesejahteraan laki-laki dan perempuan cukup serupa, tetapi perempuan
lebih bahyak memiliki hubungan sosial yang positif (ryyf & singer , 1998).

4. KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kesejahteraan sosial-kualitas hubungan dengan orang lain, lingkungan


sekitar, dan masyarakat yang di laporkan sendiri oleh seseorang
merupakan aspek lesehatan mental yang relatif tidak terkaji. Satu tim
penelitian (keyes & shapiro, 2004). Melihat pada lima dimensi
kesejahteraan sosial dalam sampel MIDUS: 1. Aktualisasi sosial, keyakinan
pada potensi masyarakat untuk berkembang kearah yang positif; 2.
Koherensi sosial, memandang dunia sebagai dapat di pahami, logis dan
dapat di lemahkan, 3. Integrasi sosial, ,erasa sebagai bagian dari komunitas
yang sportif 4. Penerimaan sosial, memiliki sikap positif dan menerima
terhadap orang lain; dan 5.kontribusi sosial, meyakini bahwa seseorang ,
memiliki sesuatu yang berharga untuk di berikan kepada masyarakat.

Berbagai jawaban survei menunjukkan bahwa mayoritas orang dewasa A.S


memiliki tingkat kesejahteraan sosial yang sedang bsampai tinggi, tetapi
minoritas yang substansial, memiliki kesejahteraan sosial yang sangat
rendah. Secara keseluruhan, kesejahteraaan sosial paling tinggi di antara
laki-laki, orang-orang dengan status pekerjaan yang tinggi dan orang-orang
yang menikah atau tidak pernah menikah. Kesejahteraan sosial paling
rendah diantara perempuan, mereka dengan status pekerjaan yang
rendah, dan mereka yang pernah menikah, cenderung memiliki status
pekerjaan yang rendah.
5. Generativity sebagai satu faktor penyesuaian dan kesejahteraan
psikososial

Generativity , menurut erikson, merupakam ‘sebuah tanda kematangan


psikologis dan kesehatan psikologis” (Mc Adams, 2001) generativity muncul
sebagai keunggulan yang menentukan penyusuaian psikososial pada masa
paruh baya, menurut erikson, karena berbagai peran dan tantangan pada
masa ini- tuntutan pekerjaan dan keluarga-menuntut respon yang
generatif.

Generativity, kemudian, bisa berasal dan keterlibatan dalam berbagai


peran-sebagai kepala keluarga dan pemimpin dalam organisasi dan
masyarakat (staudinger & bluck, 2001). Keterlibatan seperti itu telah
dikaitkan dengan kesejahteraan dan kepuasan dalam masa paruh baya
(Mcadams,2001) dan dalam kehidupan mendatang (sheldon & kasser,2001;
Vandewater, ostrove, dan stewart,1997),mungkin melalui kesadaran telah
berkontribusi secara bermakna kepada masyarakat. Namun demikian,
karena sebagai temuan ini bersifat korelasional, kita tidak dapat yakin
bahwa generativity menyebabkan kesejahteraan; mungkin orang-orang
yang bahagia dengan hidupnya lebih mungkin menjadi generatif
(McAdams, 2001).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam istilah psikososial, masa dewasa tengah pernah di anggap sebagai
masa yang relatif menetap. Freud (1906/1942) memandang tidak ada
gunanya psikoterapi bagi orang-orang yang berusia 50 tahun keatas
karena ia meyakini kepribadian telah terbentuk secara permanen pada usia
tersebut.

Para ahli teori humanistic seperti Maslow dan Rogers memandang masa
paruh baya sebagai sebuah kesempatan untuk perubahan positif. Carl Jung
memandang bahwa laki-laki dan perempuan pada masa paruh baya
mengungkapkan aspek kepribadian yang sebelumnya di tekan. Dua tugas
penting adalah menyerahkan citra masa muda dan mengakui kefanaan.
Sementara menurut Erikson dewasa tengah berapa pada tahapan
psikososial ketujuh yaitu generativity versus stagnation. Generativity dapat
diungkapkan melalui pengasuhan dan menjadi kakek-nenek,mengajar atau
menjadi mentor.

Berbagai persoalan dan tema psikososial yang penting selama masa


dewasa tengah berkaitan dengan kehadiran krisis paruh
baya,perkembangan identitas,dan kesejahteraan social.penelitian tidak
mendukung krisi paruh baya normative. Lebih akurat untuk mengacu pada
sebuah transisi yang sering kali melibatkan pengkajian ulang masa paruh
baya,yang mungkin menjadi titik balik psikologis. Psikologi naratif
menggambarkan perkembangan identitas sebagai proses mengkonstruksi
kisah hidup yang telah berkesinambungan. Penelitian yang terbatas pada
kesejahteraan social menyatakan bahwa kesejahteraan social cenderung
tinggi pada masa paruh baya,tetapi sangat rendah di antara kaum
minoritas yang substansial.
DAFTAR PUSTAKA

http://allabout-psikologi.blogspot.com/2009/11/dewasa-madya.html

Diane E.Papalia,Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman..Human


Development,Jakarta : Salemba Humanika.

Anda mungkin juga menyukai