Anda di halaman 1dari 12

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

PERKEMBANGAN MASA LANJUT USIA

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
Semester Genap Jurusan Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Oleh :
Nurul Istiqomah
1511505338

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
Mei 2016
MASA LANJUT USIA (LANSIA)

Masa lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang.
Pada periode ini seseorang telah beranjak jauh dari kehidupan sebelumnya yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari masa yang penuh dengan manfaat. Ditandai dengan
adanya penurunan pada kapasitas fisik dan psikologis. Seringkali seseorang melihat masa
lampaunya, umumnya dengan penuh penyesalan, dan cenderung ingin hidup pada masa
sekarang, mencoba mengabaikan masa depan sebisa mungkin.
Karena kondisi kehidupan dan perawatan yang lebih baik, mayoritas pria dan wanita
jaman sekarang tidak menunjukkan tanda tanda penuaan mental dan fisik hingga usia 65
tahun, bahkan sampai awal 70-an. Karena alasan tersebut ada kecenderungan yang
meningkat untuk menggunakan usia 65 sebagai usia pensiun.
Menurut Hurlock, tahap terakhir dalam rentang kehidupan, seringkali dibagi
menjadi: usia lanjut dini(60 70 tahun) dan usia lanjut (70 thn akhir
kehidupannya).Semakin lanjut usia seseorang dalam periode hidupnya dan telah
kehilangan kejayaan masa mudanya.
Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan penurunan, yang
penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan dari pada tahap usia baya. Penuaan
merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel,
yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan
dengan perubahan degenerative pada kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru,
saraf dan jaringan tubuh lainya. Dengan kemampuan regeneratife yang terbatas, mereka
lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan
orang dewasa lain. Penurunan ini terutama penurunan yang terjadi pada kemampuan otak.

Ciri ciri masa lanjut usia, sebagai berikut :


1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
2. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
3. Menua membutuhkan perubahan peran
4. Penyesuaian yang buruk pada masa lansia
5. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda
6. Memiliki berbagai stereotype
7. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat
I. Teori Aktivitas pada Masa Lanjut Usia
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al. (1972) yang
mengatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang lansia
merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas
tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari
satu sisi aktivitas lansia dapat menurun, akan tetapi di lain sisi dapat dikembangkan,
misalnya peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT, seorang
duda atau janda, serta karena ditinggal wafat pasangan hidupnya. Dari pihak lansia
sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan suatu perjuangan untuk
tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya.
Dalam psikososial teori aktivitas menekankan pentingnya peran serta dalam
kegiatan masyarakat bagi kehidupan seorang lansia. Dasar teori ini adalah bahwa
konsep diri seseorang bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran. Apabila
hal ini hilang, maka akan berakibat negatif terhadap kepuasan hidupnya. Ditekankan
pula bahwa mutu dan jenis interaksi lebih menentukan daripada jumlah interaksi.
Hasil studi serupa ternyata menggambarkan pula bahwa aktivitas informal lebih
berpengaruh daripada aktivitas formal. Kerja yang menyibukkan tidaklah
meningkatkan self esteem seseorang, tetapi interaksi yang bermakna dengan orang
lainlah yang lebih meningkatkan self esteem. Teori aktivitas, juga dikenal sebagai
teori implisit penuaan, teori normal dari penuaan mengusulkan bahwa sukses
penuaan terjadi ketika orang dewasa yang lebih tua tetap aktif dan menjaga interaksi
sosial.
Menurut teori aktivitas (activity theory), semakin orang dewasa lanjut aktif
dan terlibat, semakin kecil kemungkinan mereka menjadi renta dan semakin besar
kemngkinan mereka merasa puas dengan kehidupannya. Dalam hal ini penting bagi
para dewasa lanjut untuk menemukan peran-peran pengganti untuk tetap menjaga
keaktifan mereka dan keterlibatan mereka didalam aktivitas kemasyarakatan.
Dengan adanya aktivitas pengganti ini maka dapat menghindari individu dari
perasaan tidak berguna, tersisihkan, yang membuat mereka menarik diri dari
lingkungan.
Teori aktivitas mencerminkan perspektif fungsionalis bahwa keseimbangan
seorang individu berkembang pada usia pertengahan harus dipertahankan di tahun
kemudian.
II. Teori Pelepasan pada Masa Lanjut Usia
Teori ini dikembangkan oleh Robert J. Havighurst pada tahun 1961. Pada
tahun 1964, Bernice Neugarten menegaskan kepuasan yang di usia tua bergantung
pada pemeliharaan aktif dari hubungan pribadi dan usaha. Teori ini mengasumsikan
bahwa hubungan yang positif antara aktivitas dan kepuasan hidup . Salah satu
penulis menunjukkan aktivitas yang memungkinkan orang dewasa menyesuaikan
diri dengan pensiun dan bernama "etika sibuk". Para kritikus negara teori aktivitas
bahwa mengabaikan ketidaksetaraan dalam kesehatan dan ekonomi yang
menghambat kemampuan bagi orang tua untuk terlibat dalam kegiatan tersebut.
Juga, beberapa orang dewasa yang lebih tua tidak ingin terlibat dalam tantangan
baru.
Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia
merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja dilakukan oleh
mereka, untuk melepaskan diri dari masyarakat.
Teori pelepasan berpendapat bahwa kepuasan pada orang masa lanjut usia
ditentukan dari dua macam arah. Di satu sisi, orang yang semakin tua semakin
melepaskan diri dari berbagai ikatan. Di lain sisi, dia akan dilepaskan oleh
masyarakat pada saat ia mulai pensiun. Ini merupakan proses yang wajar. Manusia
yang menadi tua, terutama yang sudah tua betul, mencari bentuk bentuk isolasi
sosial tertentu, dan justru dalam isolasinya itu merasa puas dan bahagia (Havighurst
dalam Neugarten, 1968).

III. Pola Pola Kepribadian pada Masa Lanjut Usia


a. Jenis Kepribadian
Beberapa perubahan dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia
sebagai berikut:
1. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy)
Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap
sampai sangat tua.
2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality)
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome,
apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya.

3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy)


Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit
dari kedukaannya.

4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality)


Pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi morat-marit.

5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy)


Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

b. Ukuran aktivitas peran/sosial


Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka,
walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang
memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan.
Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak
pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia.
(J.W.Santrock, 2002, h.239).
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada
lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika
memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu
seperti : lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada
mendengarkan pendapat orang lain.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan
atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.
Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas,
selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku
regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang
tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain
sehingga perilakunya seperti anak kecil.

c. Ukuran kepuasan hidup


Pada masa-masa ini, individu melihat kembali perjalanan hidup
kebelakang, apa yang telah mereka lakukan selama perjalanan merekatersebut.
Ada yang dapat mengembangkan pandangan positif terhadapapa yang telah
mereka capai, jika demikian ia akan merasa lebih utuh danpuas, sehingga ia akan
lebih dapat menerima dirinya dengan positif. Tetapi ada pula yang memandang
kehidupan dengan lebih negatif,sehingga mereka memandang hidup mereka
secara keseluruhan denganragu-ragu, suram, putus asa. Hal ini akan membuat
inividu tidak dapatmenerima kondisi dirinya yang telah lanjut usia.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan
agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri
dan optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan) sangat berperan memberikan
ketenangan batiniah, khususnya bagi para Lansia.
Menurut Erikson, tahun-tahun akhir kehidupan merupakan suatu masa
untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan selama hudupnya. Jika
kehidupan sebelumnya dapat dijalani dengan baik maka akan merasakan
kepuasan/integritas pada masa tuanya, dan sebaliknya. Mereka mengeluh sangat
pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru. Dan mereka juga merasa tidak tahan
dengan tekanan, perasaan seperti ini membentuk mental mereka seolah tertidur,
dengan keyakinan bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk mengerjakan hal
tertentu, mereka menarik diri dari semua bentuk kegiatan.

IV. Penyesuaian Diri terhadap Masa Pensiun


Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan
orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan
perubahan fisik, maupun sosial psikologis yang dialaminya dan kemampuan
untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari
lingkungan, yang disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme
psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan dirinya
tanpa menimbulkan masalah baru.
Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan
dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan emosi
yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil
dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas
mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan
emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka
untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih.
Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan
bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk
yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan
reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan
individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan
terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang
mungkin terjadi bila muncul rasa takut. Ketika individu memasuki fase lanjut usia,
gejala umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia adalah perasaan takut
menjadi tua. Ketakutan tersebut bersumber dari penurunan kemampuan yang ada
dalam dirinya. Kemunduran mental terkait dengan penurunan fisik sehingga
mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap
diri sendiri.

V. Penyesuaian Diri terhadap Masa Pensiun


Schwartz berkata bahwa pensiun dapat merupakan akhir pola hidup atau masa
transisi ke pola hidup baru. Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan
keinginan dan nilai, dab perubahan secara keseluruhan terhdapa pola hidup setiap
individu. Orang orang pada masa ini akan melakukan berbagai macam antisipasi
kegiatan untuk menghadapi masa ini, seperti : antisipasi yang diikuti dengan
partisipasi, rekreasi, dan kegembiraan yang meluap luap.

Sikap terhadap Pensiun


Havighurst membagi masa usia lanjut menjadi dua kategori umum
berdasarkan sikap mereka terhadap pensiun.

Kategori pertama disebut pengalih peran (transformer) adalah mereka yang


mampu mengubah gaya hidupnya dengan mengurangi kegiatan kegiatan
berdasarkan pilihan sendiri dan menciptakan gaya hidup baru yang menyenangkan
bagi diri mereka sendiri. Mereka mengembangkan hobi, melakukan perjalanan, dan
menjadi aktif dalam berbagai pertemuan yang diadakan oleh masyarakat.

Kategori kedua disebut pemelihara peran (maintainers) adalah mereka yang


terus bekerja dengan melakukan pekerjaan penggal waktu setelah pensiun. Mereka
seperti perubah peran, jarang rileks dan tidak mengerjakan apapun, tapi apa yang
mereka kerjakan merupakan lanjutan dari apa yang telah merkea lakukan bertahun
tahun sebelumnya.
Kondisi yang Mempengaruhi Penyesuaian terhadap Masa Pensiun
Para pekerja yang pensiun akan secara sukarela menyesuaikan diri lebih baik
dibandingkan dengan mereka yang merasa pensiun dengan terpaksa.
Kesehatan yang buruk pada mas pensiun memudahkan penyesuaian sedangkan
orang yang sehat cenderung akan melawan untuk melakukan penyesuaian diri.
Banyak pekerja yang merasa bahwa berhenti dari pekerjaan secara bertahap lebih
baik efeknya dibandingkan dengan mereka yang tiba tiba berhenti karena tidak
memiliki persiapan untuk perubahan pola hidupnya.
Kontak sosial, sebagaiman yang sering dijumpai di panti jompo, membantu
mereka dalam penyesuaian diri terhadap masa pensiun.
Semakin sedikit perubahan yang harus dilakukan, semakin baik penyesuaian
dapat dilakukan.
Status ekonomi yang baik, memungkinkan seseorang untuk hidup dengan
nyaman dan dapat menikmati hal yang menyenangkan.
Status perkawinan yang bahagia sangat membantu penyesuaian diri.
Semakin pekerja menyukai pekerjaan mereka, maka akan semakin buruk
penyesuaian terhadap masa pensiun.
Semakin besar masyarakat menawarkan berbagai macam kekompakan dan
kegiatan bagi orang usia lanjut, semakin lebih baik pulai penyesuaian diri
terhadap masa pensiun.
Sikap anggota keluarga terhadap masa pensiun mempunyai pengaruh yang amat
besar terhadap sikap pekerja, terutama terhadap pasangan hidupnya.

VI. Penyesuaian Diri terhadap Keluarga


Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan yang
disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain : kurangnya rasa
memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak
dan orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika antara lansia dengan anak
memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55
tahun.
Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya
sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan
sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena
lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau
tanggung jawab yang harus mereka penuhi.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan
kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas
ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas
kehidupan sehari-hari.

VII. Perubahan Minat pada Usia Lanjut

1. Minat pribadi
Orang menjadi semakin dikuasai oleh dirinya sendiri apabila semakin tua.
Orang mungkin menjadi sangat berorientasi pada egonya (egocentric) dan pada
dirinya (self centred) dimana mereka lebih berpikir dirinya dari pada orang lain
dan kurang memperhatikan keinginan dan kehendak orang lain.
2. Minat untuk rekreasi
Pria dan wanita berusia lanjut cenderung untuk tetap tertarik pada kegiatan
rekreasi yang biasa dinikmati pada masa mudanya, dan mereka hanya akan
mengubah minat tersebut kalau betul-betul diperlukan. Perubahan utama yang
terjadi adalah secara bertahap mempersempit minat dibanding perubahan radikal
terhadap pola yang sudah dibentuknya, dan mengubah minat ke bentuk rekreasi
yang bersifat permanen. Kegiatan rekreasi yang biasa dilakukan pada usia lanjut
diantaranya: membaca, menulis surat, mendengar radio, menonton TV,
berkunjung ke rumah teman atau saudara, menjahit, menyulam, berkebun,
piknik, jalan-jalan, bermain kartu, pergi ke gedung film, turut serta dalam
kegiatan kewarganegaraan, organisasi , politik atau keagamaan.
3. Minat dalam sosial
Dalam bertambahnya usia mengakibatkan banyak orang yang merasa menderita
karena jumlah kegiatan sosial yang dilakukanya semakin berkurang. Hal ini
lazim diistilahkan sebagai lepas dari kegiatan kemasyarakatan (social
disengagement), yaitu suatu proses pengunduran diri secara timbal balik pada
masa lanjut usia dari lingkungan sosial.
VIII. Gangguan Psikologis pada Masa Lanjut Usia

a. Gangguan persepsi

b. Proses berpikir

c. Gangguan Sensorik dan kognitif

d. Gangguan Kesadaran

e. Gangguan Orientasi

Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan

gangguan kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan

kognitif, gangguan kecemasan, gangguan buatan, gangguan konversi dan

gangguan kepribadian, terutama selam periode stres fisik atau lingkungan

yang tidak mendukung. Pemeriksa dilakukan dengan dua cara: Apakah

penderita mengenali namanya sendiri dan apakah juga mengetahui tanggal,

tahun, bulan dan hari.

f. Gangguan Daya ingat

g. Gangguan Fungsi intelektual


DAFTAR PUSTAKA

Birchfield, PC 1996. Elders Health dalam Stanhope, M.: Community Health Nursing.
St.Louise, Missouri: Mosby

Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Haditono, S. Rahayu. (2006). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press

Hurlock, B. Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Papilia E. Diane, dkk. (2008). Human Development. Jakarta: Prenada Media Group

Santrock J.W. (2002). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

Weiten, W. (2013). Psychology Themes and Variations. 9th ed. Canada : WadsWorth
Cengage Learning

Yuliati, Amalia, Nimal Baroya, Mury R. (2014). Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang
Tinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia.E-Jurnal Pustaka
Kesehatan, Vol. 2(1), hal. 87 94

Anda mungkin juga menyukai