Laporan Kasus Asma Bronkial
Laporan Kasus Asma Bronkial
MEDICAL RECORD
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Alamat : Tasikmadu
Agama : Islam
No RM : 3211xx
MRS : 27 – 10 - 2014
Tanggal Pemeriksaan : 28 – 10 – 2014
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
VI. RESUME
1. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar 28 oktober dengan
keluhan sesak baru tadi sore. Mulai muncul saat pasien pulang dari
sawah karena habis panen pari. Keluhan seperti ini sudah berulang dari
pasien masih muda. Biasanya muncul saat udara dingin datang ataupun
panen pari tiba. Kalau serangan datang pasien berobat ke puskesmas
kadang kedokter klinik. Biasanya saat sesak pasien lebih nyaman pada
posisi duduk dabandingkan berbaring. Saat sesak melanda pasien tidak
dapat melakukan aktivitas apapun. Pasien biasanya memakai semprot
lewat mulut dalam 2 bulan belakangan ini kemaren kehabisan akhirnya
dibawa kerumah sakit.
Sesak lebih dulu dibandingkan dengan batuknya. Disertai batuk
yang awis-awis kadang ada dahaknya. Dahak yang keluar bewarna putih
agak kental. Dahak diakui sedikit-sedikit kadang malah tidak keluar.
Bercak darah (disangkal), nyeri dada (disangkal), mual muntah
(disangkal) pasien mengeluh pusing.
Orang tua menderita hal yang sama (disangkal) tapi kakeknya
mengeluh hal yang sama begitu juga anak perempuannya . Pasien
mengeluh sesak seperti sekarang ini lebih kurang 20 tahun tapi pasien
tidak tau pastinya. Kalau pagi udara dingin pasien mengeluh sering
meler. Bersin-bersin (+) kalau terkena debu. Sering mengeluh gatal
kalau lagi udara dingin. Riwayat asma diakui oleh pasien. Riwayat tensi
tinggi dan gula disangkal oleh pasien.
2. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
4. Diagnosis Kerja
Asma Bronkhial
5. Diagnosis Banding
Bronkitis Kronik
Emfisema paru
Gagal Jantung Kiri
6. Penatalaksanaan
Inf RL 20 tpm
Nebulizer V + L / jam
Inj Antrain amp/8 jam
Inj Methylprednisolon / 8 jam
Inj Metxim 1 gr/12 jam
Ambroxol syr 3 x 1 C
7. Folow Up
Tanggal S/ O/ A/ P/
27/10/2014 Sesak nafas, Ku : sesak Asma Nebulizer (V+
pusing, ekspirasi Ks : cm Bronkhial F)
T : 140/80 memanjang. K/L : SI (-/-), O2 3-4 tpm
N : 94 Batuk berdahak. CA (-/-), Pkgb Inj Antrain/8j
S : 36,4 Mual muntah (-) (-/-) Amlodipin 1x1
RR : 32 Tho : Anadryl 3x1C
Sdv(+/+), Captopril 2x
Wh(+/+),rh(+/- 12,5 mg
) BJ I/II murni
reguler
Abd :
BU (+)
NT (+)
A. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel
dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang
termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan
suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea
dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari
saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat
berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2
B. Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini
adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan
gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.3
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan
prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat
ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5
Pemicu
Hiperreaktivitas
Sel mast
Melepas mediator :
Eosinofil
- Histamin
Limfosit - Prostaglandin\
- Leukotrientt
Netrofil
Bronkokontriksi,
hipersekresi mukus,
edema saluran nafas
F. Diagnosis 6
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan
adanya riwayat alergi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan
dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering,
mengi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal
ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang
merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa
(FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus
merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus
terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja
(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti
metakolin dan histamin.
c. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala serupa sepert gagal jantung
kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum.
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan.
G. Diagnosis Banding 1 2
1. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk
yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi,
lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
2. Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
3. Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan
edema paru.
H. Penatalaksanaan 7,4
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan. Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan
nonmedikamentosa dan pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non-medikamentosa
a. Penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pengendali emosi
d. Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas Controller dan reliever.
a. Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka
panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai
dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
1) Kortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk
mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan
perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan
memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi
pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
2) Kortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu
diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka
panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.
3) Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada
asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan
untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.
4) Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas
lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi
menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan
memperbaiki faal paru.
5) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12
jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot
polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator
dari sel mast dan basofil.
6) Agonis beta-2 kerja lama, oral
7) Leukotrien modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan
pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek
bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat
alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator,
juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah
preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan.
Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis
reseptor leukotrien sisteinil).
8) Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
b. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas. Termasuk pelega adalah :
1) Agonis beta2 kerja singkat
Agonis beta-2 kerja singkat. Termasuk golongan ini adalah
salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di
Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.
Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos
saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan
permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari
sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat
bermanfaat sebagai praterapi pada exerciseinduced asthma
2) Kortikosteroid sistemik.
Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan
bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
3) Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok
efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.
Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik
vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi
yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah
ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
4) Aminofillin
5) Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai
berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada
penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian
intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).
3. Cara pemberian pengobatan
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi,
oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan
pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah :
a. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas
b. Efek sistemik minimal atau dihindarkan
c. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu
kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada
oral.
I. Komplikasi 1
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
I. Prognosis 4
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko
yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum
angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kirakira setelah 20 tahun, hanya 1% yang
tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami
serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.14 Pada penderita
yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan
angka kematian pada penderita
DAFTAR PUSTAKA