Anda di halaman 1dari 18

1.4.

1 Konsep-Konsep Politik dan Kekuasaan


Makna dan Pengertian Ilmu Politik
Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara kota yang bersifat
totalitas, yaitu kesatuan antara negara (kota) dengan masyarakat.Sejak zaman
Yunani kuno kata politik telah dikenal dengan nama “politeke techne” (kemahiran
politik) dan “politeke episteme” (ilmu politik), dan politikos (kewarganegaraan
atau Civics). Selanjutnya kata “polis” tersebut berkembang menjadi “politikos”
yang berarti hak-hak kewarganegaraan tertentu. Akhirnya memiliki pengertian
yang lebih luas yaitu pelaksanaan hak-hak warga negera dalam turut serta
berperan untuk mengambil bagian di dalam pemerintahan.

Istilah “politik” dalam khasanah bahasa Indonesia merupakan kata yang


relatif populer dan telah diperlakukan sebagai konsep awam, –di samping sebagai
konsep akademik, dalam kehidupan sehari-hari (Priyatmoko, 1990: 1-3). Yang
sering menggunakan kata “politik” sebagai konsep awam adalah orang-orang
yang tidak memahami secara benar makna konsep tersebut. Sedangkan ynag
menggunakan kata politik sebagai konsep akademik adalah orang-orang yang
memahami makna konsep tersebut secara benar, khususnya dalam lingkungan
masyarakat akademik.

Penggunaan konsep “politik” dalam pergaulan sehari-hari (konsep awam)


biasanya tidak mensyaratkan kejelasan batas-batas pengertian suatu konsep secara
pasti, diberi arti berganti-ganti, tidak konsisten. Ada kalanya penggunaan kata
“politik” dalam penga-laman sehari-hari berkonotasi negatif dan terkesan
menakutkan. Juga penggunaan kata “politik” tidak jarang segera diasosiasikan
degan pertikaian antara kelompok pada tahun 1950-an, tindak kekerasan pada
tahun 1965-1966, huru-hara perkotaan dan demonstrasi mahasiswa, atau konflik-
konflik di dalam partai politik. Dengan demikian, dapat kita bayangkan bertapa
rancunya penggunaan istilah “politik” dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya yang akan kita gunakan dalam memahami ilmu politik ini adalah
kita menggunakan istilah “politik” sebagai konsep akademik. Konsep akademik

1
senantiasa mensyarakat kejelasan, ketepatan, dan konsistensi penggunaan konsep
akan menentukan derajat keilmiahan suatu karya akademik.

Sebagai ilmuwan mengharuskan menggunakan konsep politik sebagai konsep


akademik dalam memahami ilmu politik. Untuk memahami konsep politik
sebagai konsep akademik, terlebih dahulu harus memahami definisi ilmu politik
dari para pakar, baik yang berasal dari Barat maupun dari Timur. Definisi dari
Barat berarti definisi yang diberikan oleh pakar ilmu politik yang berasal dari
negara-negara maju baik yang berasal dari Eropa maupun Amerika. Sedangkan
definisi dari Timur berarti definisi yang diberikan oleh pakar ilmu politik yang
berasal bukan dari Eropa maupun Amerika tetapi dari negara-negara berkembang
seperti Indonesia.

Pemahaman konsep-konsep politik, baik dari Barat maupun dari Timur,


dapat dipahami dan dirangkum bahwa konsep politik dan ilmu politik itu
mencakup aktivitas yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.
1) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari hal-ikhwal Negara
2) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari hal-ikhwal (negara dan)
pemerintahan
3) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari hal-ikhwal gejala kekuasaan
4) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari pengambilan keputusan
5) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari hal-ikhwal kebijakan publik
6) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari hal-ikhwal pembagian
7) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari hal-ikhwal kelemba-gaan
masyarakat
8) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari hal-ikhwal kegiatan politik

Anda dapat mempelajarai secara mendalam kutipan defenisi ilmu politik


dari berbagai pakar ilmu politik baik yang berasal dari Barat maupun dari Timur
Anda dapat membaca secara detail referensi (Budiardjo, 2008: 13-22; Efriza,
2011: 6-13; Fathurrahman dan Sobari, 2002: 9-16; dan The Liang Gie, 1981: 7-
13; serta dari sumber-sumber lain yang bisa dilihat di daftar pustaka, bagian akhir
bab ini).

2
Makna politik maupun ilmu politik sangat beragam. Tiadanya kesatuan
pandangan tentang politik maupun ilmu politik, karena perspektif yang
digunakan para ahli memang berbeda-beda. Pada dasarnya walaupun definisi
politik sangat beragam, namun berbagai definisi tersebut memiliki beberapa
konsep-konsep pokok, pertama, negara (state); kedua, pemerintahan; ketiga,
kekuasaan (power); keempat pengambilan keputusan (decision making); kelima,
kebijakan (policy); keenam, pembagian (distribution) dan alokasi (allocation),
kedelapan, kegiatan dan perilaku politik (political activity and behavior).

Menurut penulis, pada kesempatan ini perlu kembali menjelaskan definisi


politik yang lebih komprehensif sebagai disampaikan oleh Ramlan Surbakti.
Dalam merumuskan konsep politik, terdapat sekurang-kurangnya enam
pandangan mengenai konsep tersebut, sejak awal hingga perkembangan yang
terakhir sebagai berikut. (1) Klasik; (2) Kelembagaan; (3) Kekuasaan; (4)
Fungsionalisme; (5) Konflik; dan (6) Analisis wacana politik (Surbakti, 1992: 2-
9).
Dari keenam konsep/pendekatan tentang politik, Ramlan Surbakti (1992:
11) merumuskan apa yang dimaksud dengan politik. “Politik ialah interaksi antara
pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal
dalam suatu wilayah tertentu”.

Definisi tersebut di atas mengandung tujuh istilah yang memerlukan


penjelasan, yaitu: (1) interaksi; (2) pemerintah; (3) masyarakat; (4) proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan; (5) yang mengikat; (6) kebaikan bersama;
dan (7) wilayah tertentu (Surbakti: 1992: 11-15). Secara terinci dijelaskan sebagai
berikut.

(1) Pengertian interaksi berbeda dengan pengertian aksi reaksi walaupun sama-
sama merupakan hubungan. Hubungan dalam interaksi bersifat dua arah atau
lebih. Reaksi atau berupa respon yang timbul dalam interaksi tidak hanya
ditentukan oleh aksi itu, tetapi juga oleh aksi yang lain. Hubungan antara
pemerintah dan masyarakat bersifat interaksi.
(2) Yang dimaksud dengan pemerintah ialah semua lembaga yang
menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara, pembuatan peraturan,
penerapan peraturan, dan penegakan peraturan (keputusan politik. Salah satu

3
ciri khas pemerintah ialah kewenangannya membuat dan melaksanakan
kebijakan umum. Yang dimaksud dengan pemerintah dalam arti luas adalah
lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif. Apa saja yang
dilakukan lembaga-lembaga pemerintah dapat dikategorikan sebagai politik,
tetapi politik tidak terbatas pada kegi-atan lembaga pemerintah, juga kegiatan
elit-elit yang melaksanakan fungsi-fungsi lembaga pemerintahan.
(3) Yang dimaksud dengan masyarakat (juga dalam arti luas), yakni seluruh
individu dan kelompok. Yang dikategorikan politik adalah inter-aksi individu
dan kelompok dengan pemerintah.
(4) Yang menjadi pusat perhatian ilmu politik ialah proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Dalam hal ini, keputusan yang mengikat
(otoritatis) tentang kebaikan bersama untuk suatu unit politik. Keputusan
merupakan pilihan terbaik dari berbagai alternatif, dan alternatif itu dapat
berupa program-program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat-negara,
dapat pula berupa elit-elit yang akan menyelenggarakan program-program.
Keputusan berupa kebijakan umum menyangkut tiga hal, yaitu: (1)
penyerapan sumber-sumber materi dan manusia dari masyarakat (ekstraktif);
(2) distribusi dan alokasi sumber-sumber kepada masyarakat (distributif); dan
(3) penga-turan perilaku anggota masyarakat (regulatif). Keputusan mengenai
elit yang akan menyelenggarakan kebijakan umum meliputi seleksi, pemilihan
dan atau pengangkatan seseorang atau kelompok orang untuk melaksanakan
fungsi dan peranan politik tertentu dalam sistem politik negara yang
bersangkutan.
(5) Yang dimaksuk dengan yang mengikat adalah apabila anggota masyarakat
merasa bahwa mereka harus menaati kewenangan yang ada.
(6) Yang dimaksud dengan keputusan tentang kebaikan bersama ialah keputusan
tentang tujuan masyarakat atau tentang negara dan masyarakat yang dianggap
paling baik oleh seluruh anggota masyarakat (general will bukan will of all).
(7) Yang dimaksud dengan wilayah tertentu ialah unit politik, seperti bangsa-
negara (nation-state), provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, dan desa.
Kongkretnya, ada keputusan politik yang menyangkut dan mempengaruhi
seluruh bangsa-negara, yakni keputusan yang dibuat oleh pemerintah nasional.
Ada pula keputusan yang menyangkut dan mempengaruhi hanya suatu
provinsi, yakni keputusan yang dibuat pemerintah daerah/ provinsi. Demikian
seterusnya sampai dengan keputusan desa.
Berdasarkan penjelasan di atas, konsep-konsep yang menjelaskan pengertian
politik dibaca kembali dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya politik
mengandung empat aspek, yakni perilaku politik; pemerintah dan masyarakat
(interaksi); kemampuan mengikat yang dimiliki setiap keputusan politik;
keputusan untuk masyarakat umum (demi kebaikan bersama dan unit politik); dan
konflik, konsensus, dan perubahan (Surbakti: 1992: 15-20).

4
Hakikat Ilmu Politik
Hakekat politik adalah power atau kekuasaan. Tetapi tidak semua
kekuasaan adalah kekuasaan politik. Kekuasaan politik pada hakekatnya ada pada
proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Keputusan politik selalu
menyangkut kepentingan publik. Karena keputusan politik secara umum
mencakup dua hal, yaitu program-program perilaku untuk mencapai tujuan
masyarakat-negara (kebijakan umum), dan orang-orang yang akan
menyelenggarakan kebijakan umum (Surbakti,1992:190). Dengan demikian,
maka dapat dinyatakan bahwa hakekat ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari
mengenai proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Dimensi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu Politik
1) Dimensi Ontologi Ilmu Politik
Secara ontologis, ilmu politik juga mempunyai objek-objek kajian yang
spesifik. Menurut Miriam Budiardjo menyebutkan sekurang-kurangnya ada lima
objek ontologis ilmu politik, yaitu: negara (state), kekuasaan (power)
pengambilan keputusan (decision-making), kebijakan publik (public policy), dan
distribusi dan aloksasi (distribution and allocation). Contoh ontology dari
pendapat yang lain, di antaranya pembidangan yang disampaikan APSA, Carlton
Clymer Rodee, W.A. Robson dan Dillon, International Commettee for Social
Sciences Documentation bekerja sama dengan International Political Science
Association (IPSA)
Dari gambaran ruang lingkup ilmu politik di atas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa ruang lingkup ilmu politik meliputi bidang-bidang
permasalahan yang dikaji adalah sebagai berikut.
1. Teori Politik
a. Teori Politik (dari Barat maupun Timur)
b. Sejarah Perkembangan Ide-ide Politik (dari Barat maupun Timur)
2. Suprastruktur Politik (Struktur-struktur Pemerintah)
a. Konstitusi
b. Pemerintah Nasional dan Birokrasi
c. Pemerintah Daerah dan Lokal / Desa
d. Fungsi Sosial dan Ekonomi Pemerintah

5
e. Perbandingan Struktur-struktur Pemerintah
3. Infrastruktur Politik (Struktur-struktur Politik Masyarakat)
a. Kebudayaan Politik Politik dan Sosialisasi Politik
b. Kelompok-kelompok Kepentingan dan Partai Politik
c. Partisipasi dan Perilaku Politik Warga Negara
d. Komunikasi Politik dan Media Komunikasi Politik
e. Perbandingan Struktur-struktur Politik Masyarakat
4. Hubungan Internasional
a. Politik Internasional
b. Organisasi dan Administrasi Internasional
c. Hukum Internasional
d. Studi Wilayah
5. Proses, Perubahan, dan Perkembangan Politik
a. Konflik dan Proses Politik
b. Kebijakan Publik
c. Opini Publik, Voting, dan Pemilu
d. Politik di Negara Berkembang
e. Perubahan Politik
f. Perkembangan Politik
g. Pembangunan Politik
Menurut Priyatomoko (1990: 13-23), ada tiga dimensi pokok ontologis
ilmu politik yaitu dimensi ethico-normatif atau dimensi gagasan, dimensi riel-
empirik atau dimensi kekuatan, dan dimensi kelembagaan. Untuk lebih
jelasnya, penulis gambarkan skema dimensi ontologis ilmu politik tersebut
kemudian penulis uraikan secara singkat sebagai berikut.
Gambar 1: SKEMA TIGA DIMENSI PERSOALAN POLITIK
Perubahan / Kesinambungan
GAGASAN, NILAI,
KEBUDAYAAN POL.

KOMU- KELEMBA- KEPU- BIROKRASI/


NITAS TUSAN ADMINISTRA
3 GAAN
POLI- POLITIK SI. NEGARA
TIK

6
Penguasaan / Pelayanan
KEL.POL., KELAS,
KEKUATAN POL.

Keterangan:
1 = Dimensi Gagasan atau Ethico-Normatif
2 = Dimensi Riel-Empirik atau Kekuatan
3 = Dimensi Kelembagaan (Formal)
Sumber:
Priyatmoko. 1990. Bahan Kuliah Ilmu Politik. Surabaya: FISIP Universitas
Airlangga, hal. 23

2) Dimensi Epistemologi Ilmu Politik

Secara sederhana, epistemologi berarti bagaimanasuatu ilmu dibangun.


Dalam membangun suatu ilmu, seorang ahli teori dibatasi oleh periode hidup serta
hal-hal lain yang mempengaruhi pemikirannya saat membangun suatu ilmu.
Dalam ilmu politik, epistemoligi ilmu ini diterjemahkan ke dalam konsep
pendekatan. Arti dari pendekatan adalah dari sudut mana serta bagaimana
seseorang melihat suatu permasalahan. Di dalam ilmu politik, sekurang-
kurangnya menurut David E. Apter (1985), terdapat enam pendekatan dalam
memahami fenomena politik. Keenam pendekatan tersebut masing-masing
memiliki pendukung dan karakteristik khas. Keenam pendekatan tersebut adalah
filsafat politik, institusionlisme, behavioralisme, pluralism, strukturalisme, dan
developmentalisme.

3) Dimensi Aksiologi Ilmu Politik

Aksiologi adalah guna dari suatu ilmu atau untuk apa ilmu itu nantinya.
Aksiologi ilmu politik adalah untuk member jalan atau cara yang lebih baik dalam
hal bernegosiasi kepentingan antarkelompok dalam masyarakat. Ilmu pollitik
(menurut Aritoteles) bertujuan untuk membahagiakan hidup manusia yang tinggal
dalam wilayah yang sama. Karier dalam ilmu politik sangat banyak. Menurut
Mark Rowth (dalam Basri, 2011: 26) menyebutkan karier dalam ilmu politik
mencakup bidang pelayanan publik (public service), pengajaran (teaching),
hukum (law), dan menejemen nonprofit (nonprofit management). Selanjutnya
menurut J.G. Ferguson, karier dalam bidang politik bagi lulusan ilmu politik

7
adalah duta besar, pekerja kampanye, menajer kota, pejabat federal dan pejabat
negara, pjabat luar negeri, pengumpul dana, penafsir dan penerjemah, pengacara
dan hakim, pelobi, penulis dan kolumnis politik, reporter politik, ilmuwan politik,
penulis pidato politik, konsultan politik atau marketing politik, pejabat daerah dan
wilayah, serta perencana regional dan perkotaan (dalam Basri, 2011: 26).

KONSEP KEKUASAAN POLITIK


Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kekuasaan merupakan salah satu
konsep pokok yang dipelajari atau dikaji dalam ilmu politik. Sebagian sarjana
ilmu politik sependapat bahwa hakikat politik adalah kekuasaan. Selain dari itu
juga disepakati bahwa apa yang disebut proses politik tidak lain adalah
serangkaian peristiwa yang berhubungan satu sama lain didasarkan atas
kekuasaan. Politik adalah perjuangan memperoleh, teknik menjalankan, pelaksa-
naan, dan pengawasan kekuasaan; atau menyangkut masalah pembentukan dan
penggunaan kekuasaan.

Masalah kekuasaan, sebenarnya sudah banyak ditulis para sarjana.


Menurut Prof. Miriam Budiardjo, kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau
sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok
lain sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keinginan dan tujuan orang yang
mempunyai kekuasaan itu. Lebih lanjut dikemu-kakan bahwa sarjana-sarjana
yang melihat kekuasaan sebagai initi politik beranggapan bahwa politik adalah
semua kegiatan menyang-kut masalah memperebutkan dan mempertahankan
kekuasaan. Dan biasanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan (power struggle)
mempunyai tujuan yang menyangkut kepentidngan seluruh masyarakat. Ramlan
Surbakti merumuskan kekuasaan secara umum yaitu kemampuan menggunakan
sumber-sumber perilaku pihak lain sehingga pihak lain berperilaku sesuai dengan
kehendak pihak yang mempengaruhi.

Sedangkan menurut F. Isjwara menjelaskan bahwa kekuasaan sebagai


gejala sosial yang terdapat dalam pergaulan hidup. Kekuasaan adalah gejala antar
individu, atau antara kelompok dengan kelom-pok, atau antara individu dengan
kelompok, atau antara negara dengan negara. Dengan kata lain gejala kekuasaaan
hanya dikenal oleh masyarakat manusia.

8
Telah disebutkan di atas bahwa kekuasaan politik merupakan bagian dari
kekuasaan sosial. Namun demikian, di antara berbagai kekua-saan sosial tersebut
kekuasaan menempati posisi yang paling penting. Kekuasan politik sering
diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi kebijakan umum pemerintah, baik
terbentuknya maupun akibat-akibat yang sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang
kekuasaan itu sendiri (Budiardjo, 1981: 35). Selanjutnya menurut Ramlan
Surbakti (1992: 58) merumuskan kekuasaan politik sebagai kemampuan menggu-
nakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya,
kelompoknya, ataupun untuk masyarakat pada umumnya.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa suatu kekuasaan diwujudkan dalam


bentuk hubungan (relationship). Dalam setiap situasi, hubungan kekua-saan
terdapat tiga unsur yang selalu terkandung di dalamnya. Ketiga unsur tersebut
meliputi tujuan, cara penggunaan sumber-sumber pengaruh. Apabila dijabarkan
lebih lanjut maka dapat disebutkan sejumlah ciri hubungan kekuasaan (Surbakti,
1992: 58-59) sebagai berikut.

a) Kekuasaan merupakan hubungan antarmanusia.


b) Pemegang kekuasaan mempengaruhi pihak lain.
c) Pemegang kekuasaan dapat seorang individu, kelompok, organisasi, ataupun
pemerintah (negara dalam hubungan luar negeri).
d) Sasaran kekuasaan (yang dipengaruhi) dapat berupa individu, kelompok,
kelompok, organisasi atau pemerintah (negara).
e) Suatu pihak yang memiliki sumber kekuasaan belum tentu mempunyai
kekuasaan karena bergantung pada kemampu-annya menggunakan sumber
kekuasan secara efektif.
f) Penggunaan sumber-sumber kekuasaan mungkin melibatkan paksaan,
konsensus, atau kombinasi keduanya.
g) Hal lain bergantung pada perspektif moral yang digunakan yakni apakah
tujuan yang hendak dicapai itu baik atau buruk?
h) Hasil penggunaan sumber-sumber pengaruh itu dapat mengun-tungkan
seluruh masyarakat atau dapat juga hanya menguntung-kan kelompok kecil
masyarakat. Hal ini bergantung pada ada tidaknya distribusi kekuasaan yang
relatif merata dalam masya-rakat tersebut.
i) Hasil penggunaan sumber-sumber pengaruh itu dapat mengun-tungkan
seluruh masyarakat atau dapat juga hanya menguntukan kelmpok kecil
masyarakat. Hal ini bergantung pada ada tidaknya distribusi kekuasaan yang
relatif merata dalam masyarakat tersebut.
j) Pada umumnya kekuasan politik mempunyai makna bahwa sumber-sumber
itu digunakan dan dilaksanakan untuk masyara-kat umum, sedangkan

9
kekuasaan yang bersifat pribadi cenderung digunakan untuk kepentingan
sebagian kecil masyarakat.
k) Kekuasan yang bersifat politik merupakan penggunaan sumber-sumber
pengaruh untuk mempengaruhi proses politik.

Untuk memperdalam pemahaman kita tentang makna dan hakikat kekuasan,


kita perlu memahami beberapa konsep yang berkaitan erat dengan konsep
kekuasan (power). Konsep-konsep tersebut adalah Influence, Persuasion,
Manipulasi, Coercio, Force, dan Authority.

Dimensi-Dimensi Kekuasaan
Untuk memahami gejala politik kekuasan secara mendalam maka kekuasan
ditinjau enam dimensi, yaitu dimensi potensial dan aktual, positif dan negatif,
konsensus dan paksaan, jabatan dan pribadi, implisit dan eksplisit, langsung dan
tidak langsung (Andrain and Putnam dalam Surbakti, 1992: 59-63) Dimensi-
simensi kekuasaan tersebut dapat kita ikuti penjelasannya berikut ini.

a) Kekuasaan Potensial dan Kekuasaan Aktual


b) Kekuasaan atas Dasar Paksaan dan Kekuasaan atas Dasar Konsensus
c) Kekuasaan Positif dan Kekuasaan Negatif
d) Kekuasaan Jabatan dan Kekuasaan Pribadi
e) Kekuasaan Implisit dan Kekuasaan Eksplisit
f) Kekuasaan Langsung dan Kekuasaan Tak Langsung
Pelaksanaan Kekuasaan Politik
Ada tiga masalah utama yang selalu diperhatikan oleh para sarjana ilmu
politik sehubungan dengan kekuasaan politik, yaitu bagaimana kekuasaan itu
dilaksanakan, bagaimana kekuasaan itu didistribusikan, dan mengapa seseorang
atau kelompok tertentu memiliki kekuasaan yang lebih banyak daripada orang
atau kelompok lain dalam situasi dan kondisi tertentu. Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan kekuasaan politik, maka ada empat faktor yang perlu dikaji dalam
penggunaan sumber-sumber (Surbakti, 1992: 64-74) sebagai berikut.

Bentuk Kekuasaan dan Jumlah Sumber


a) Sarana Paksaan Fisik: lembing, celurit, rencong, mandaw, sen-jata
(konvensional maupun modern), bom nuklir, dan lain-lain.
b) Kekayaan dan Harta Benda: uang, tanah, emas, dan harta benda lainnya.

10
c) Normatif: pemimpin agama, pemimpin adat, dan raja/sultan ditaati oleh
anggota masyarakat karena kebenaran agama yang dibawa, karena adat
dan tradisi yang dijaga oleh pemimpin tersebut. Kesadaran hukum
termasuk kekuasaan normatif.
d) Pribadi Terkenal: pemimpin kharismatik, petinju terkenal, penyanyi
anggun, dan lain-lain.
e) Status Sosial
f) Pengetahuan, Informasi, dan Keahlian
g) Massa yang Terorganisisr: organisasi buruh, petani, nelayan, pegawai
negeri, dan lain-lain.
h) Kemampuan Pers: Surat kabar dan majalah
i) Kewenangan yang melekat pada suatu jabatan
Yang dimaksud dengan jumlah dan besarnya kekuasaan yang dimiliki oleh
seseorang atau kelompok ialah penjumlahan sumber-sumber kekuasaan dan
sumber pelengkap (waktu, keterampilan, dan minat dan perhatian pada politik).
Untuk mengukur jumlah kekuasaan yang bersifat material, seperti: sarana paksaan
fisik, kekayaan dan harta benada, keahlian, ataupun massa dapatlah dihitung.
Akan tetapi pribadi terkenal, normatif, dan sumber kekuasaan yang bersifat
nonmaterial lainnya agak sukar menghitung jumlahnya.

Distribusi Sumber-sumber Kekuasaan dalam Masyarakat


Sumber-sumber kekuasaan tidak pernah terdistribusi secara merata dalam
masyarakat karena kemampuan setiap orang berbeda. Untuk mengukur distribusi
sumber-sumber dalam masya-rakat diperhatikan keseimbangan pemilikan dan
atau penguasaan sumber-sumber di antara kelompok dalam masyarakat.
Hasil Penggunaan Sumber-sumber Kekuasaan
Hasil penggunaan sumber-sumber di sini adalah jumlah individu yang dapat
dikendalikan oleh si pemegang kekuasaan, sektor-sektor kehidupan yang
dikendalikan oleh pemegang kekuasaan, dan intensitas pengaruh kekuasaan
terhadap individu dan masyarakat.
Distribusi Kekuasaan
Menurut Andrain, ada tiga model distribusi kekuasaan yang biasanya
digunakan oleh para ahli ilmu politik, yaitu model elit yang memerintah (model
elitis), model pluralis, dan model populis. Penjelasana ketiga model di atas, dapat
diikuti penjelasan (Surbakti, 1992: 80).

11
Pendalaman penguasaan materi tentang hubungan Kekuasaan Politik,
Kewenangan, dan Legitimasi, Anda dipersilahkan untuk mendalaminya dalam
referensi, terutama yang referensi buku Prof. Ramlan Surbakti tentang Memahami
Ilmu Politik.

1.4.2 Struktur Politik (Suprastruktur Politik dan Infrastruktur Politik)


Kehidupan politik suatu negara mewujudkan sebuah struktur politik.
Secara umum, struktur adalah perkembangan hubungan organisasi antara
komponen-komponen yang membentuk bangunan organisasi itu. Struktur politik
berarti pelembagaan hubungan antara komponen-komponen yang membentuk
suatu sistem politik. Struktur politik senantiasa berkenaan dengan alokasi nilai
yang bersifat otoritatif yaitu dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan
kekuasaan. Komponen-komponen yang ada dalam struktur politik
menggambarkan adanya pembagian kekuasaan atau diferensiasi peran dalam
sistem politik.
Sistem politik suatu negara akan selalu meliputi dua suasana kehidupan
politik atau terdapat dua struktur politik, yaitu pelembagaan hubungan organisasi
anata unsur-unsur berkenaan dengan alokasi nilai-nilai yang bersifat otonom yang
dipengaruhi oleh distribusi serta pengguanaan kekuasaan.
Suasana kehidupan politik tersebut yaitu:
1. The Governmental Political Sphere, yaitu suasana kehidupan politik
pemerintahan disebut juga Suprastruktur Politik. Suasana kehidupan politik ini
berkaitan dengan kehidupan lembaga-lembaga negara yang ada serta
hubungan kekuasaan antara lembaga dengan yang lain.
2. The Socio Political Sphere atau Infrastruktur Politik, yaitu suasana kehidupan
politik dalam masyarakat yang memberikan terhadap tugas-tugas lembaga-
lembaga negara dalam suasana pemerintahan. Antara suprastruktur politik dan
infrastruktur politik mempunyai hubungan fungsional yaitu antara yang satu
struktur dengan struktur yang lainnya saling mempengaruhi.
Struktur politik suatu negara sekaligus menggmbarkan susunan kekuasaan
dalam suatu negara. Dalam susunan kekuasaan itu nampak kewenangan setiap
lembaga yang ad dan bagaimana hubungan satu sama lain sehingga mewujudkan

12
sebuah sistem yang menghasilkan kebijakan yang sifatnya otoritatif. Ada lembaga
yag memjalankan fungsi masukan berupa aspirasi dan dukungan, ada yang
menjalankan fungsi mengolah masukan tersebut menjadi keluaran berupa segala
bentuk kebijkan pemerintah.
Secara umum struktur yang terdapat dalam suatu sistem politik terdiri dari
kelompok-kelompok kepentingan, partai-partai politik, bada legislatif, eksekutif,
birokrasi, dan badan-badan peradilan. Selanjutnya ada yang memilah struktur
politik ini menjadi struktur yang sifatnya informal dan struktur yang sifatnya
formal.
Yang termasuk dalam struktur politik yang sifatnya informal adalah
sebagai berikut.
1. Pengelompokan masyarakat atas dasar persamaan sosial ekonomi seperti
golongan tani, golongan buruh, kelas menengah, kelompok cendikiawan, dan
sebagainya. Pengelompokan semacam ini walaupun tidak selalu nampak
dalam wujud sebuah organisasi atau perkumpulan, masing-masing memiliki
jenis aspirasi tertentu yang berbeda satu sama lain serta mewarnai proses
penentuan kebijakan dalam suatu sistem politik.
2. Pengelompokan masyarakat atas dasar perbedaan cara, gaya di satu pihak, dan
pengelompokan atas dasar kesadaran akan adanya persamaan jenis-jenis
tujuan di pihak lain, sehingga dapat dikatakan sebagi kelompok asosiasional
politik. Pengelompokan itu, misalnya menghasilkan: golongan organisasi
sosial politik, golongan administrator, kelompok agama, kelompok militer,
golongan cendikiawan, golongan pengusaha, golongan seniman, dan
sebagainya, yang masing-masing berbeda dalam cara, gaya, jenis, dan nilai
tujuannya.
3. Pengelompokan masyarakat atas dasar kenyataan dalam kehidupan politik
rakyat. Masing-masing mengemban fungsi dan peranan politik tertentu, dan
secara konvensional dikenal dalam sistem politik. Pengelompokan itu
misalnya menjadi: Partai Politik, Golongan Kepentingan (Interest Groups),
Golongan Penekan (Pressure Groups), Media Komunikasi Politik, dan Tokoh
Politik. Penggolongan yang disebut terakhir ini sifatnya lebih nampak sebagai

13
struktur politik masyarakat yang terorganisir dlam sebuah organisasi tertentu,
akan tetapi berbeda dengan struktur politik pemerintah.
Yang termasuk lembaga politik formal adalah lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif, demikianlah jika meminjam Teori Van Vollenhoven,
lembaga-lembaga politik formal itu meliputi lembaga yang menjalankan fungsi
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, dan kepolisian. Termasuk pula dalam lembaga
politik formal ini adalah kelompok birokrasi, yang terutama berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan politik yang diambil oleh pemerintah. Selanjutnya komponen
struktur politik dapat dibedakan menjadi dua komponen yang pokok, yaitu
suprastruktur politik dan infrastruktur politik.
Kemudian apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, lembaga suprastruktur politik itu meliputi
lembaga-lembaga negara yang ditentukan keberadaannya dalam undang-undang
dasar. Dengan demikian suprastruktur politik ini meliputi:

Lembaga Legislatif
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga yang memegang
kedaulatan rakyat.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga yang memegang
kekuasaan membuat Undang-Undang.
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga yang memegang kekuasan
menyampaikan RUU tentang otonomi daerah dan melakukan pengawasan
tentang pelaksanaan pemerintahan daerah.

Lembaga Eksekutif
1. Presiden, sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan yang
bersama-sma dengan DPR merupakan lembaga pembuat undang-undang.
Presiden dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh seorang Wakil
Presiden.
2. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga yang memeriksa
pengelolaan keuangan negara.

14
3. Kementerian Negara adalah lembaga yang membantu Presiden dalam
menjalankan pemerintahan yang membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan.
4. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Indonesia Republik
Indonesia (Polri) adalah lembaga pertahanan dan keamanan negara.

Lembaga Yudikatif
1. Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga pemegang kekuasaan kehakiman
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, dan lingkungan peradilan tatausaha negara.
2. Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga pemegang kekuasaan kehakiman
yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
3. Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga yang memiliki kewenangan penegakan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Infrastruktur politik adalah struktur politik kemasyarakatan. Komponen
infrastruktur politik berkenaan dengan suasana kehidupan politik rakyat (socio-
political sphare) yaitu kompleks hal-hal yang besangkut paut dengan
pengelompokan warga negara dan anggota masyarakat ke dalam berbagai macam
golongan yang biasanya disebut sebagai kekuatan sosial politik dalam masyarakat.
Berdasarkan teori yang telah diterima secara luas, infrastruktur politik terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut.
(1) Partai Politik (Political Party)
(2) Golongan Kepentingan (Interest Groups),
(3) Golongan Penekan (Pressure Groups),
(4) Media Komunikasi Politik (Political Communication Media), dan

15
(5) Tokoh Politik (Political Figure).
Pendalaman penguasaan materi tentang Struktur Politik, baik suprastruktur
politik maupun infrastruktur politik, Anda dipersilahkan untuk mendalaminya
dalam referensi, terutama yang referensi buku Prof. Ramlan Surbakti tentang
Memahami Ilmu Politik serta referensi buku utama kajian Ilmu Politik.

1.4.3 Konflik, Proses Politik, Pembuatan Keputusan, Kebijakan Publik,


Perilaku Politik, dan Partisipasi Politik
Dalam studi-studi ilmu-ilmu sosial dikenal dua pendekatan, yakni
pendekatan struktural fungsional (konsensus) dan struktural konflik. Pendekatan
konsensus, berasumsi masyarakat mencakup bagian-bagian yang berbeda fungsi
tetapi saling berhubungan satu sama lain secara fungsional. Sementara itu
pendekatan konflik berasumsi bahwa masyarakat mencakup berbagai bagian yang
memiliki kepentingan yang saling bertentangan. Di samping itu masyarakat
terintegrasi dengan suatu paksaan dari kelompok dominan sehingga masyarakat
dalam keadaan konflik. Konflik politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan
kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk memenangkan kebijakan umum
dan pelaksanaannya, juga perilaku penguasa, beserta segenap aturan, struktur, dan
prosedur yang mengatur hubungan-hubungan di antara partisipan politik
(Surbakti, 1992: 151). Proses penyelesaian konflik politik yang tidak bersifat
kekerasan dibagi menjadi tiga tahap yakni meliputi tahap politisasi dan atau
koalisi, tahap pembuatan keputusan, dan tahap pelaksanaan dan integrasi.
Membuat keputusan berarti memilih alternatif terbaik dari berbagai
alternatif yang ada, sedangkan alternatif itu tidak selalu semua mengandung
akibat-akibat yang positif. Dalam menentukan apakah suatu alternatif sebagai
terbaik daripada alternatif lain harus ada patokannya. Yang dapat menjadi patokan
dalam pengambilan keputusan politik, misalnya ideologi dan konstitusi, undang-
undang, tersedia anggaran dan sumber daya manusia, efektivitas dan efesiensi,
etika dan moral yang hidup dalam masyarakat dan agama.
Alternatif keputusan politik secaara umum dibagi dua, yaitu program-
program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat-negara (kebijakan publik),
dan orang-orang yang akan menyelenggarakan kebijakan publik (penjabat

16
pemerintah). Dengan demikian, kebijakan publik merupakan bagian dari
kepuputusan politik.
Keputusan yang menyangkut keputusan politik merupakan keputusan yang
keluar dari proses politik bersifat mengikat (otoritatif), dan menyangkut kebaikan
bersama masyarakat umum. Dengan demi-kian, keputusan politik adalah
keputusan yang mengikat, menyangkut, dan mempengaruahi masyarakat umum.
Hal-hal yang menyangkut, dan mempengaruhi masyarakat umum bisasanya diurus
dan diselenggarakan dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Oleh karena itu,
keputusan politik dapat pula diphami sebagai pilihan yang terbaik dari berbagai
alternatif mengenai urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerin-tah.
Bidang-bidang kehidupan masyrakat yang menjadi kewenagnan pemerintah
biasanya ditentukan secara umum dalam konstitusi atau dalam undang-undang
negara tersebut. Lingkup kewenangan penmerin-tah nasional dapat berbeda
dengan urusan yang menjadi lingkup kewe-nangan pemerintah lokal atau
pemerintah yang lebih rendah (Surbakti, 1992: 189-191).
Persoalan perilaku politik dan partisipasi politik menjadi perhatian dalam
studi ilmu politik mengemuka semenjak muncul dan dikembangkannya
pendekatan tingkah laku (behavior approach) dalam studi ilmu politik. Perhatian
para sarjana dan ilmuwan politik tidak hanya terfokus pada materi kajian tentang
Negara dan lembaga-lembaga politik saja, tetapi bergeser lebih menekankan pada
objek kajian tentang individu-individu. Pergeseran tersebut terjadi antara lain
dikarenakan dalam kehidupan politik suatu Negara ternyata muncul
perkembangan baru bahwa yang menentukan arah dan kebijakan politik suatu
Negara ditentukan juga oleh kekuatan-kekuatan politik di luar aktor Negara.
Kekuatan-kekuatan politik di luar aktor Negara (infrastruktur politik) tersebut
misalnya gerakan mahasiswa, kelompok kepentingan, kelompok penekan, media
massa, lembaga-lembaga polling, ormas, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan
partai politik.
Perilaku memilih merupakan salah satu bagian dari partisipasi politik. Latar
belakang pemilih dalam menentukan pilihannya dalam pemilu dapat dibedakan
menjadi lima pembahasan sesuai dengan pendekatan yang digunakan, yakni
structural, sosiologis, ekologis, psikologi sosial, dan polihan rasional.

17
Pendalaman penguasaan materi tentang Konflik, Proses Politik, Pembuatan
Keputusan, Kebijakan Publik, Perilaku Politik, dan Partisipasi Politik, Anda
dipersilahkan untuk mendalaminya dalam referensi, terutama yang referensi buku
Prof. Ramlan Surbakti tentang Memahami Ilmu Politik serta referensi buku utama
kajian Ilmu Politik.

1.5 Rangkuman
Anda telah mempelajari materi modul ini, Kegiatan Belajar 1, penulis perlu
mengingat kembali tentang apa yang telah diperlajari. Anda perlu memahami
konsep-konsep politik sebagai konsep akademik.

1 Subsatansi kajian ilmu politik sangat luas sehingga perlu dipelajari secara
bertahap dan dari yang mudah sampai ke yang kompleks atau rumit. Perlu
dikuasai secara benar dimensi ontology, dimenasi epistemology, dan dimensi
aksiologi ilmu politik.
2 Selanjutnya perlu menguasai konsep-konsep yang berkaitan dengan struktur
politik, baik suprastruktur politik maupun infrastruktur politik. Suprastruktur
politik yang kita ketahui sesuai dengan teori Trias Politica termasuk di
dalamnya Badan Eksekutif, Badan Legislatif, dan Badan Yudikatif.
Sedangkan yang termasuk dalam Infrastruktur politik menurut para pakar ilmu
politik teridiri atas Partai Politik, Kelompok Kepentingan, Kelompok
Penekan, Media Komunikasi Politik, dan Tokoh Politik.
3 Sebagai pengembangan dari konsep-konsep tersebut diharapkan Anda mampu
menguasai dan mengaplikasikan dalam mengkaji fenomena politik yang
berkaitan dengan konflik politik, proses politik, pembuatan keputusan,
kebijakan publik, perilaku politik, partisipasi politik, dan perilaku memilih
dalam pemilihan umum.

18

Anda mungkin juga menyukai