Anda di halaman 1dari 40

BAB II

PELINGKUPAN

2.1. DISKRIPSI RENCANA KEGIATAN


2.1.1. Gambaran Umum Rencana Kegiatan
Hasil dari Survey Identifikasi dan Detail Desain, daerah Irigasi Koto Tuo
(2018) merumuskan rencana Peningkatan Daerah Irigasi Koto Tuo sebagai
berikut.
A. Kondisi Eksisting
 Untuk dapat mengairi lahan sawah fungsional seluas 2.500 Ha,
pengambilan air dilakukan pada sungai Aia Dingin menggunakan
bangunan pengambil intake di bendungan Koto Tuo dengan debit 3.500
m3/detik.
 Cakupan daerah irigasi Balai Gadang, Batang Kabung dan Bungo Pasang.
B. Rencana Peningkatan
 Rencana peningkatan seluas 1.693 Ha mencakup areal sawah tadah
hujan.
 Sumber air dari sungai Aia Dingin, pengambilan tetap dilakukan pada
bangunan intake di bendungan Koto Tuo dengan debit 3.500 m3/detik
untuk cakupan sawah seluas 2.500 Ha.
 Sumber air lainnya bagi sawah fungsional seluas 1.500 Ha berasal dari
seplesi bendungan Sei. Padang serta mata air yang akan diambil
menggunakan broncaptering pada 5 lokasi pengambilan.
C. Skenario Rencana Peningkatan
Memperhatikan elevasi areal pertanian fungsional yang lain, diantaranya
lebih tinggi dari elevasi muka air saluran sekunder air tambang, maka untuk
dapat mewujudkan pengembangan areal pertanian sawah fungsional, agar
beberapa hamparan sawah menjadi satu kesatuan irigasi teknis, akan
dilakukan penambahan saluran induk dari bangunan bendungan lain,
saluran sekunder, saluran pembuang, bangunan air, penggabungan

11
beberapa saluran suplesi eksisting dan rencana pembangunan bangunan
tangkap air pada beberapa sumber mata air.
D. Data Teknis Rencana Kegiatan
1. Bendungan
Bangunan bendungan Daerah Irigasi Koto Tuo berada pada sungai Aia
Dingin dengan bangunaan peredam energi air, kolam peredam energi air
berada di dataran ujung hilir. Hasil dari survey identifikasi dan desain,
Peningkatan Daerah Irigasi Koto Tuo merumuskan bahwa bagi rencana
kegiatan tidak diperlukan perubahan desain teknis bendung karen
diperhitungkan mampu mengaliri lahan pertanian sawah seluas 4.000
Ha. Sehubung rencana peningkatan, hanya dibutuhkan penambahan
volume pengambilan air pada intake dari semula 3.400 m3/detik
menjadi 3.500 m3/detik. Kebutuhan air untuk mengairi sawah
fungsional lainnya akan dipasok dari beberapa buah broncaptering.
2. Broncaptering
Sehubungan bendungan tidak mengalami perubahan desian, sementara
itu di wilayah setempat di temukan cukup mata air yang tidak
termanfaatkan, maka untuk memenuhi cakupan air bagi areal pertanian
fungsional akan dibangun saluran suplesi dan broncaptering.
3. Saluran Pembawa
Meliputi saluran induk, saluran sekunder, saluran suplesi, dan saluran
muka. Selain berupa saluran terbuka, sebagian kecil dari saluran
pembawa berupa gorong – gorong karena berada di bawah badan jalan
lingkungan.
 Saluran suplesi dalah saluran yang berfungsi membawa air yang
disuplesikan menuju saluran pembawa atau sungai.
 Saluran muka adalah saluran tersier yang membawa air dari
bangunan sadap tersier ke petak tersier di seberang petak tersier
lain.

12
4. Saluran dan Alur Pembuang
Saluran pembuang eksisting juga tidak mengalami perubahan desain
dan masih dapat dimanfaatkan. Alur pembuang adalah saluran yang
menampung kelebihan air dari petak tersier atau areal persawahan,
selanjutnya langsung dialirkan ke saluran pembuang primer.
5. Bangunan Air dan Bangunan Pelengkap
Beberapa bangunan air dan bangunan pelengkap eksisting masih dapat
dimanfaatkan, tidak mengalami perubahan desain. Untuk rencana
peningkatan akan dibangun beberapa bangunan bagi bangunan sadap,
jembatan ternak, jembatan orang serta beberapa bangunan penunjang
lainnya sesuai kebutuhan.
E. Status Rencana Kegiatan
Status rencana kegiatan telah menyelesaikan survey identifikasi dan detail
desain peningkatan Daerah Irigasi Koto Tuo. Hasil pekerjaan diantaranya
merumuskan areal sawah irigasi teknis Daerah Irigasi Koto Tuo seluas 3.535
Ha dengan peningkatan 1.693 Ha, melalui penambahan saluran pembawa
dan pengembalian air dari berbagai sumber.
F. Lokasi Rencana Kegiatan
Secara administratif, cakupan Daerah Irigasi Koto Tuo ini meliputi beberapa
wilayah Balai Gadang, Batang Kabung dan Bungo Pasang di Lubuk Minturun
Kota Padang.
G. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Sesuai muatan dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang
2010-2030, ruang lahan di wilayah rencana Peningkatan Daerah Irigasi Koto
Tuo merupakan Kawasan Budidaya (Persawahan dan Pertanian Lahan
Kering).

13
2.1.2. Uraian Rencana Kegiatan
A. Tahap Pra Kontruksi
1. Survey Investigasi
Sesuai lingkup rencana peningkatan Daerah Irigasi Koto Tuo, kegiatan
survey investigasi yang telah dilaksanakan meliputi pengukuran
topografi saluran pembawa, alur pembuangan dan saluran pembuangan
primer serta broncaptering, sehingga dihasilkan perencanaan teknis bagi
jaringan dan bangunan air yang dibutuhkan untuk mengairi lahan
pertanian fungsional dan juga areal potensial sawah dengan luas
keseluruhan 4.000 Ha.
2. Sosialisasi Rencana Kegiatan
Sosisaliasai rencana kegiatan adalah upaya pemberian pemahaman
rencana kegiatan kepada masyarakat setempat. Aktifitas ini akan
dilaksanakan di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V bersama Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air Kota Padang dan instansi terkait serta
Pemerintah Kecamatan setempat. Sehubung dengan pelaksanaan
rencana kegiatan akan berlangsung dalam beberapa tahun, maka
sosialisasi rencana kegiatan terutama berkaitan dengan pembebasan
lahan juga akan dilakukan secara berkelanjutan.
3. Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan ditujukan bagi pembangunan saluran pembawa,
saluran induk termasuk jalan inspeksi dan saluran skunder. Pembebasan
lahan akan dilaksanakan Pemerintah Kota Padang melalui ganti rugi
lahan dan tanaman berdasarkan atas musyawarah dan muatan dari
Undang – Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012, tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Meski
demikian, masih mungkin timbul keresahan masyarakat di lingkungan
sosial setempat seiring dengan pelaksanaan pembebasan lahan. Lahan
yang dibebaskan secara keseluruhan merupakan tanah kaum yang telah

14
diserahkan penghulu kaum untuk suatu keluarga dan anggota keluarga
dari kaum dimaksud hanya memiliki hak pakai.
B. Tahap Kontruksi
1. Persiapan
a. Mobilitas Material dan Peralatan
Kebutuhaan material bagi pembangunan saluran pembawa, saluran
primer, alur pembuangan air dan bangunan pelengkap akan dipenuhi
dan dikelola oleh pihak lain secara resmi dan memiliki izin. Khusus
kebutuhan material timbunan untuk pemadatan tanggul saluran akan
dimanfaatkan material (tanah) hasil penggalian. Kebutuhan material
bagi rencana kegiatan meliputi.
No Kebutuhan Material Satuan Volume Sumber Material
1 Batu Kali m3 15.000 Pihak Lain
2 Kerikil m3 15.000 Pihak Lain
3 Pasir m3 25.000 Pihak Lain
4 Kayu m3 50 Pihak Lain
5 Besi Beton Ton 70 Pihak Lain
6 Semen Zak 15.000 Pihak Lain
7 Batu Bata Buah 40.000 Pihak Lain
8 Material Timbunan m3 Hasil Penggalian
Sumber : Tugas Besar Kerangka Acuan

Sesuai keberadaan ruas jalan di lingkungan wilayah rencana


kegiatan, mobilisasi material akan dilakukan menggunakan
kendaraan angkut truk ringan (kapasitas muatan 5,00 ton).
Berdasarkan volume kebutuhan material dan masa tahap kontruksi
selama 5 – 10 bulan setiap tahun rencana, maka mobilisasi akan
berlangsung sebanyak 10 – 15 rit per hari.
Selain itu, beberapa jenis peralatan sekaligus kendaraan juga akan
dimobilisasi ke lokasi rencana kegiatan. Kompilasi kebutuhan
peralatan dan kendaraan yang dimaksud disajikan pada tabel berikut.
Jumlah
No. Peralatan & Kendaraan Pekerjaan Sumber
(Unit)
A. Peralatan
1. Excavator 5 Saluran dan Bangunan Air Pelaksana Kegiatan
2. Dozer 3 Jalan Inpeksi
3. Compactor 3 Jalan Inpeksi
4. Stamper 3 Jalan Inpeksi
5. Motor Grader 2 Jalan Inpeksi

15
6. Concrete Mixer 3 Saluran dan Bangunan Air
7. Pompa Air 3 Saluran dan Bangunan Air
B. Kendaraan
1. Truk Ringan 10 Saluran dan Bangunan Air
2. Kendaraan Ringan 3 Saluran dan Bangunan Air

Sumber : Tugas Besar Kerangka Acuan

b. Mobilisasi Tenaga Kerja


Untuk pelaksanaan pekerjaan dibutuhkan tenaga kerja sebagai
pengawas, teknis, mandor, tukang dan pekerja sebagaimana
kompilasi pada tabel berikut. Kelibatan tukang dan buruh pekerja
merupakan peluang kerja bagi anggota masyarakat atau angkatan
tenaga kerja setempat selama tahap kontruksi.
Kualifikasi Jumlah
No Penempatan Tenaga Kerja Asal
Pendidikan (orang)
1 Pengawas Lapangan Sarjana Teknik 3 Pelaksana Kegiatan
2 Teknisi Sarjana Teknik 3 Pelaksana Kegiatan
3 Surveyor Sarjana Teknik 3 Pelaksana Kegiatan
4 Mekanik SMK 3 Pelaksana Kegiatan
5 Logistik SMK/SMU 3 Pelaksana Kegiatan
6 Mandor SMK/SMU 3 Pelaksana Kegiatan
7 Operator SMK/SMU 15 Pelaksana Kegiatan
8 Sopir SMK/SD 8 Pelaksana Kegiatan
9 Tukang SMK/SMU/SLTP/SD 12 Setempat
10 Pekerja SMK/SMU/SLTP/SD 40 Setempat
JUMLAH 93
Sumber : Tugas Besar Kerangka Acuan

c. Pembangunan dan Pengoperasian Base Camp


Pembangunan dan pengoperasian base camp ditujukan untuk
penempatan tenaga kerja serta pemeliharaan peralatan dan
kendaraan. Kompilasi beberapa data teknis base camp dengan
kapasitas 40 orang disajikan pada tabel.
No. Rencana Bangunan Satuan Volume Keterangan
1. Direksi Keet m2 50 Ruang Kegiatan Administrasi
2. Barak Tenaga Kerja m2 150 -
3. Bangunan Workshop m2 200 -
4. Areal Parkir Kendaraan m2 300 -
5. Areal Penumpukan Material m2 200 -
6. Tipe Bangunan - - Semi Permanen
7. Sumber Air Bersih - - Sumur Gali
8. Sarana Prasarana
a. Kamar Mandi Unit 5 Mandi dan Cuci
b. Jamban Unit 5 Tipe Leher Angsa
c. Pengelolaan Limbah Cair Domestik Unit 5 Pengelolaan Limbah Domestik&Tinja

16
d. Penghawaan
- Ac Unit 3 Direksi Keet
- Ventilasi Unit - Setiap Sisi Bangunan
e. Persampahan
- Tong sampah Unit 15 Direksi Keet, Workshop dan Barak
- TPS Unit 3 Workshop dan Barak
9. Sumber Energi Listrik - - PT.PLN dan GENSET
Sumber : Tugas Besar Kerangka Acuan

Seiring aktifitas di lokasi workshop akan menghasilkan minyak solar


kotor, minyak pelumas bekas ataupun majun bekas, limbah
berbahaya dan beracun (B3) sehingga memungkinkan terjadi
penurunan kualitas air permukaan. Selain itu, di lokasi base camp
juga terjadi timbulan sampah akibat aktifitas domestik.
2. Pelaksanaan
a. Pembersihan dan Penyiapan Lahan
Pembersihan lahan berupa semak belukar, sawah dan kebun
campuran akan dilakukan bagi bangunan saluran induk, saluran
skunder dan saluran pembuangan. Pelaksanaan kegiatan diantaranya
menggunaka alat berat, sehingga turut menimbulkan emisi debu, gas
(SO2, NO2, CO) dan kebisingan serta gangguan habitat fauna.
b. Pembangunan Broncaptering
Sehubung volume yang relatif kecil, maka pekerjaan pembangunaan
broncaptering akan dilaksanakan secara konvensional, tidak
menggunakan alat berat.
c. Pembangunan Saluran Pembawa
Sesuaia hasil survey identifikasi dan detail desain Peningkatan Daerah
Irigasi Koto Tuo, pembangunan saluran pembawa meliputi saluran
induk, saluran sekunder, saluran suplesi dan saluraan muka.
Pekerjaan penggalian saluran pembawa diterapkan dengan ratio 1 : 1
yang berarti 1 (satu) satuan galian secara tegak lurus dan 1 (satu)
satuan galian mendatar. Melalui penerapan ratio 1 : 1 maka material
tanah dihasilkan relatif sedikit.
Kegiatan dilaksanakan menggunakaan alat berat jenis excavator dan
dozer. Material (tanah) hasil penggalian ditimbun di belakang

17
pasangan untuk perkuataan bangunan atau pemadatan jalan
inspeksi. Pelaksanaan kegiatan akan menurunkan kualitas udara dan
juga kebisingan lingkungan serta penurunan kualitas air permukaan.
d. Pembangunan Jalan Inspeksi
Pekerjaan jalan inspeksi diantaranya dilaksanakan menggunakan alat
berat berupa dozer dan motor grader untuk penghamparan material,
pemadatan sekaligus penataan permukaan jalan. Seiring kegiatan
berlangsung, akan timbul emisi debu dan emisi gas serta kebisingan
lingkungan kerja.
e. Pembangunan Saluran dan Alur Pembuang
Bentuk saluran pembuangan yang akan dibangun adalah kontruksi
lining dan gorong – gorong guna menghindari peningkatan dimensi
galian dan kebutuhan lahan yang luas, di samping mencegah material
galian dalam jumlah lebih besar. Kegiatan dilaksanakan menggunakan
peralatan mekanis jenis excavator sehingga berpeluang menurunkan
kualitas udara lingkungan dan keterdapatan material hasil penggalian
akan turut menurunkan kualitas air permukaan setempat.
f. Pengadaan Bangunan Air dan Bangunan Pelengkap
Kebutuhan bangunan air di saluran induk meliputi bangunan sadap,
sedangankan bangunan pelengkap diantaranya bangunan terjun,
bangunaan talang, gorong – gorong jalan, gorong – gorong
pembuangan dan sebagainya. Lokasi atau penempatan bangunan
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan jaringan irigasi teknis saluran
pembawa dan aksesibilitas masyarakat petani. Oleh karena seiring
pembangunan saluran pembawa, peluang dampak relatif sama,
penurunan kualitas air permukaan.
C. Tahap Pasca Kontruksi
1. Pengoperasian dan Pemeliharaan Broncaptering
Kegiatan yang akan berlangsung meliputi pengumpulan, penangkapan
air agar dapat dialirkan atau terdistribusi secara luas menuju areal

18
persawahan melalui saluran pembawa. Kegiatan pengumpulan atau
penangkapan dimaksud berpeluang menurunkan debit aliran mata air
atau aliran permukaan di hilir lokasi broncaptering. Sedangkan aktifitas
pemeliharaan broncaptering adalah pengurasan sedimen secara
konvensional pada saat – saat tertentu sesuai masa bera atau masa
istirahat pada lahan pertanian sawah.
2. Pengoperasian dan Pemeliharaan Saluran Pembawa
Selain pengoperasiaan, kegiatan yang akan dilakukan meliputi
pemeliharaan saluran induk, jalan inspeksi, saluran skunder, saluran
tersier pada jaringaan tersier, bangunan air dan bangunan pelengkap.
Karena pelaksanaan rencana kegiatan dimaksud akan berlangsung
secara berkala berbagai bentuk kegiatan pemeliharaan turut
mempengaruhi aktifitas pertanian, dalam hal ini penyesuaian jadwal
musim tanam dan masa beray. Untuk itu, pengaturan atau distribsi air
pada saluran pembawa berpeluang menimbulkan keresahan
masyarakat.
3. Pengoperasian dan Pemeliharaan Saluran Pembuang
Pengoperasian saluran pembuangan ditujukan agar siklus air setelah
mengairi lahan pertanian dapat kembali ke badan air semula atau sungai
lain. Sebaliknya, pemeliharaan adalah kegiatan perbaikan kerusakan
bangunan saluran pembuangan.
4. Kegiatan Persawahan
Kegiatan yang akan berlangsung di areal persawahan diantaranya
penyiapan lahan pertanian, pemeliharaan, pemanenan dan
pengangkutan hasil panen. Seiring aktifitas di areal persawahan,
pemeliharaan tanaman padi memungkinkan terjadi peningkatan
pemakaian pupuk dan juga peptisida, herbisida, fungisida dan
insektisida di areal pertanian.

19
5. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Aktifitas pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) berkaitan erat dengan
ketersediaan air bagi daerah irigasi dan areal persawahaan keseluruhan
dalam jangka waktu panjang. Lebih jauh, ketersediaan air berkaitan pula
dengan musim tanam yang akan diterapkan.

2.2. DISKRIPSI RONA LINGKUNGAN AWAL


2.2.1. Komponen Lingkungan Terkena Dampak
A. Komponen Fisik – Kimia
1. Iklim (Curah Hujan)
Curah hujan di wilayah rencana kegiatan diperoleh dari Stasiun
Klimatologi Balai Selasa yang dikelola oleh Dinias Pengelola Sumber
Daya Propinsi Sumatera Barat (elevasi 12,0 m di atas permukaan laut).
Sesuai ketersediaan data, curah hujan dimaksud untuk rentang waktu
10 tahun terakhir (2005-2014).
2. Fisiologi
a. Geomorfologi
Dari hasil orientasi peta topografi diketahui elevasi wilayah rencana
kegiatan secara keseluruhan berkisar 2 – 80 m dari permukaan laut.
Bentang alam berupa dataran hingga bukit bergelombang lemah
dengan faktor lereng yang berkisar 2 – 15%. Keberadaan dari bentang
alam berupa perbukitan bergelombang lemah adalah dilokasi
rencana pembangunan broncaptering.
b. Geologi
Sesuai hasil orientasi peta geologi sebagai mana tersaji, batuan
penyusun wilayah rencana kegiatan sebagai berikut.
 Aluvium (Qal) disusun lanau, pasir dan kerikil.
 Batuan Gunung Api Oligo Misosen (Tomp) disusun batuan gunung
api, sejumlah kecil batuan sedimen disusun lava, breksi tuf, tuf
hablur, dan tuf seta.

20
3. Hidrologi
a. Pola Aliran Sungai
Pola aliran sungai adalah menyerupai percabangan pohon, terkait
dengan hulu daerah pengaliran pada satuan perbukitan
bergelombang lemah dan kuat. Sementara itu, pola aliran permukaan
setempat berupa parit alam dari beberapa mata air adalah paralel.
b. Debit Aliran
Survei identifikasi dan detail desain Peningkatan Daerah Irigasi Koto
Tuo juga telah melakukan kajian ketersediaan debit aliran pada
sungai Aia Dingin bagi Rencana Peningkatan Daerah Irigasi Koto Tuo.
c. Mata Air
Keberadaan beberapa mata air pada wilayah setempat akan
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air di areal pertanian
sawah yang tidak dapat dijangkau saluran pembawa, faktor
penyebab adalah elevasi areal persawahan diantaranya lebih tiggi
dari muka air saluran pembawa eksisting atau tambahan.
Pengambilan air pada mata air dilakukan menggunakan
broncaptering. Lokasi mata air dimaksud berada di perbukitan bagian
utara – timur wilayah rencana kegiatan dengan penggunaan lahan
saat ini berupa kebun campuran.
4. Ruang Tanah dan Lahan
a. Jenis Tanah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang (2010-2030) juga memuat
jenis tanah di wilayah rencana kegiatan adalah aluvial dan andosol.
Sebagaimana hasil pengamatan, aktifitas pertanian sawah pada
wilayah rencana kegiatan berlangsung pada tanah aluvial dan
andosol dimaksud.
 Jenis tanah aluvial, tanah tumbuh atau tanah endapan, memiliki
kandungan bahan organik rendah, reaksi tanah masam hingga
netral, struktur tanah pejal bahkan tanpa struktur, konsistensi

21
keras waktu kering, teguh waktu lembab, kandungan unsur hara
relatif tergantung bahan induk. Secara keseluruhan, sifat fisik
tanah aluvial kurang baik sampai sedang, namun sifat kimia
sedang hingga baik.
 Jenis tanah andosol berasal dari bahan unduk abu vulkan, warna
tanah umumnya abu – abu hingga hitaam, cokelat, agak peka
terhadap erosi.
b. Penggunaan Lahan
Berdasarkan data dan sebagaimana muatan RTRW Kota Padang
2010-2030 diketahui penggunaan lahan pada wilayah setempat
meliputi pemukiman, hutan tanam atau kebun campuraan sawah dan
semak belukar.
B. Biologi
1. Flora
Dari pengamatan pada lokasi rencana penambahan saluran pembawa
dan saluran pembuang, ditemukan beberapa jenis tanaman karet,
durian, rambutan dan coklat. Sementara itu keberadaan beberapa jenis
tumbuhan liar lainnya juga ada di lokasi perencanaan.
2. Fauna
Hasil pengamatan dan pendataan menunjukkan bahwa wilayah rencana
kegiatan ditemukan berbagai jenis fauna kelompok burung, melata, dan
amphibia.
C. Komponen Sosial Masyarakat
1. Kependudukan
a. Komposisi Jumlah Penduduk
Wilayah administratif yang tercakup di dalam Rencana Peningkatan
Daerah Irigasi Koto Tuo meliputi beberapa keluraha atau nagari.
Sesuai data dari kantor camat setempat, jumlah penduduk wilayah
tersebut secara keseluruhan tercatat 25.295 jiwa dari 2.123 kepala
keluarga (KK).

22
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk menggambarkan perbandingaan jumlah jiwa
yang menepati ruang/km2 dari luas wilayah administratif. Dari
hitungan, kepadatan penduduk di wilayah rencana kegiatan berkisar
50 – 200 jiwa/km2.
2. Perekonomian
a. Pola Kepemilikan dan Penguasaan Lahan
Dari wawancana bebas dengan perangkat kelurahan setempat,
diketahui penguasaan lahan pada wilayah rencana kegiatan
umumnya masih berada di bawah wewenang kepala kaum (mamak)
atau bersifat komunal. Meski telah terjadi perubahan penguasaan
lahan menjadi hak milik, namun dalam jumlah luas yang terbatas.
b. Pola Perekonomian dan Mata Pencaharian
Sesuai potensi sumber daya alam dan penggunaan lahan yang
berlangsung, perekonomian masyarakat wilayah rencana kegiatan
umumnya mengandalkan pengusaha pertanian lahan kering dan juga
lahan basah (sawah). Komoditi lahan kering diantaranya karet, coklat,
gambir dan kelapa.
3. Sosial Budaya
a. Agama dan Kepercayaan
Sesuai hasil pendataan pada Kantor Camat, seluruh penduduk yang
bermukiman di wilayah rencana kegiatan beragama Islam.
b. Adat Istiadat
Hasil wawancara dan pengamatan mengungkapkan bahwa etnis yang
tumbuh substansial di wilayah rencana kegiatan adalah
Minangkabau. Oleh sebab itu, norma atau tatanan yang berlaku di
tengah kehidupan sosial masyarakat setempat merupakan
implementasi falsafat Minangkabau yaitu adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah. Kemudian, di dalam setiap pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan kehidupan sosial, tokoh

23
masyarakat selalu berpedoman kepada alua jo patuik, raso jo pareso
dan baiyo batiado.
4. Kesehatan Masyarakat
a. Kasus Penyakit Terbanyak
Sesuai data pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS), kasus
penyakit dominan meliputi infeksi saluran pernafasan atas (ISPA),
hipertensi, demam, flu, batuk dan reumatik. Adapun kasus penyakit
berbasis lingkungan, dalam hal ini penyebaran melalui media udara
atau air, diantaranya penyakit ISPA dan penyakit kulit serta dieare.
b. Fasilitas Kesehatan
Sarana prasarana kesehatan wilayah setempat meliputi PUSKSMAS,
pos pelayanan terpadu (POSYANDU) dan bidan.
c. Sumber Air Bersih
Sesuai data PUSKESMAS pengamatan lapangan sumber air bersih
bagi masyarakat wilayah setempat diperoleh dari jaringan air bersih,
mata air dan sumur gali.
d. Jamban
Dari hasil wawancata bebas dengan perangkat kelurahan atau
pengamat, diketahui diantara anggota masyarakat telah melakukan
jamban dalam rumah. Namun, sebagian besar masih melakukan
aktifitas jamban pada badan perairan sungai atau diluar rumah.
e. Tenaga Kesehatan
Berdasarkan data PUSKESMAS diketahui keberadaan tenaga
kesehatan di wilayah rencana kegiatan diantaranya dokter umum,
dokter gigi, bidan dan perawat.
f. Persampahan
Sebagaimana hasil pengamatan di wilayah rencana kegiatan
diketahui bahwa penanganan sampah rumah tangga dilakukan oleh
masyarakat melalui pembakaran atau penimbunan di areal

24
perkarangan, pembuangan sembarangan tempat bahkan pada
saluran pembawa jaringan irigasi.
g. Vektor Penyakit
Sebagaimana hasil pengamatan dan pendataan, vektor penyakit di
lingkungan hunian atau pemukiman masyarakat meliputi nyamuk,
kecoa, lalat rumah dan tikus rumah.
5. Sarana Prasarana Umum
a. Listrik
Jaringan listrik PT.PLN (persero) telah menjangkau seluruh hunian
masarakat di wilayah rencana kegiatan. Selain itu, energi listrik juga
diperoleh dari generatig set (GENSET) milik sendiri sebagai pengganti
aliran listrik PT.PLN (Persero) saat terputus.
b. Lalu Lintas
Lalu lintas kendaraan pada wilayah rencana kegiatan meliputi sepeda
motor, pick-up, sedan, minibus, bus kecil, dan bus besar, truk ringan.
Sementara itu lalu lintas pada ruas jalan lingkungan lebih didominasi
kendaraan bermotor roda dua.
c. Sarana Perekonomian
Terdapat pasar Lumin di daerah perencanaan kegiatan yang ada
setiap hari.

2.2.2. Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan


Dari hasil pendataan, tidak ada kegiatan lainnya yang terdapat di sekitar
lokasi Rencana Peningkatan Daerah Irigasi Koto Tuo selain proses
persawahan dan perkebunan warga sekitar.

2.3. HASIL PELIBATAN MASYARAKAT


Sesuai muatan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun
2012, tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis
Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan, maka perlibatan

25
masyarakat dalam proses AMDAL yang telah dilakukan meliputi
pemberitahuan melalui masa media, lembar pengumuman pada Kantor
Camat dan Kantor Lurah sekaligus tatap muka.
Sebagaimana tatap muka yang dihadiri tokoh masyarakat setempat,
aparatur Pemerintah Kota dan Pemerintah Kecamatan diperoleh presepsi
dan data lingkungan berikut.
1. Pemerintah Kota serta Kerapatan Adat Nagari setempat sepenuhnya
mendukung pelaksanaan rencana kegiatan karena sangat dibutuhkan
masyarakat untuk mengairi lahan pertanian sawah fungsional dan
daerah hilir yang belum termasuk sistem Daerah Irigasi Koto Tuo.
2. Pemerintah Kota serta Kerapatan Adat Nagari setempat mendukung
pelaksanaan pembebasan lahan yang dibutuhkan bagi peningkatan
Daerah Irigasi Koto Tuo. Segala sesuatu yang terkait dengan proses
pembebasan lahan, pendekatan terhadap anak kemenakan yang
mengelola lahan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota bersama
Kerapatan Adat Nagari.
3. Bagi areal lahan sawah fungsional yang tidak terjangkau jaringan Irigasi
Koto Tuo, masyarakat mengharapkan adanya solusi untuk pengairan.
4. Pemerintah Kota serta Kerapatan Adat Nagari setempat mengharapkan
kiranya jaringan tersier menjadi perencanaan dan pelaksanaan dari Balai
Wilayah Sungai Sumatera V. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan
masyarakat untuk membangun jaringan tersier.

2.4. DAMPAK PENTING HIPOTETIK


2.4.1. Identifikasi Dampak Potensial
Untuk dapat mengetahui peluang dampak rencana kegiatan terhadap
komponen lingkungan, dilakukaan identifikasi dampak potensial.
Identifikasi dampak menerapkan matrik interaksi sebagaimana disajikan
pada tabel.

26
A. Tahap Pra – Kontruksi
1. Survai Lahan dan Bloking Areal
Survai Lahan dan Bloking Areal mendatangkan beberapa orang dari luar,
guna meninjau lokasi yang akan dikerjakan. Ada beberapa tanggapan dan
keresahan dari masyarakat karena ada anggota Pemerintah yang masuk
keareal mereka.
2. Sosialisasi Rencana Kerja
Pelaksanaan sosialisasi Rencana Peningkatan Daerah Irigasi Koto Tuo
terutama terkait keberadaan trase saluran pembawa, saluran pembuang
dan juga alur pembuang, berpeluang menimbulkan keresahan masyarakat
pada lingkungan sosial setempat (dampak primer).
3. Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan bagi saluran induk, jalan inspeksi serta saluran
pembawa seluas 2,25 ha dari 195 kepala keluarga akan menimbulkan
dampak berikut.
 Keresahan masyarakat (dampak primer) terkait ganti kerugian lahan dan
tanaman.
 Penurunan nilai pendapatan, mata pencaharian masyarakat (dampak
primer).
 Perubahan penguasaan lahan (dampak primer) seiring perubahan
kepemilikan lahan.
B. Tahap Kontruksi
1. Persiapan Kontruksi
a. Mobilisasi Material dan Peralatan
Sesuai keberadan jalan lingkungan berupa aspal beton dan perkerasan,
maka mobilisasi meterial hanya dapat dilakukan menggunakan
kendaraan truk ringan (kapasitas 5,00 ton).
Sehubungan rencana kegiatan dan keberadaan hunian, peluang dampak
sebagai berikut.

27
 Penurunan kualitas udara dan kebisingan hunian di sempadan ruas
jalan lingkungan (dampak primer) dan keresahan masyarakat
(dampak sekunder).
 Gangguan lalulintas (dampak primer) pada ruas jalan lingkungan dan
dampak ikutan berupa keresahan masyarakat pemakai jalan (dampak
sekunder).
 Kerusakan ruas jalan eksisting (dampak primer) dan keresahan
masyarakat akibat dari kerusakan jalan (dampak sekunder).
b. Mobilisasi Tenaga Kerja
Bagi pelaksanaan berbagai kegiatan tahap konstruksi akan terlibat
tenaga kerja setempat sebagai pekerja – rencana sebanyak 48 orang,
peluang dampak adalah kesempatan kerja bagi anggota masyarakat
wilayah rencana kegiatan (dampak primer).
c. Pengoperasian Base Camp
Kegiatan pada lokasi base camp berupa pemeliharaan peralatan dan
kendaraan akan turut menghasilkan minyak pelumas bekas (tergolong
limbah bahan beracun dan berbahaya) atau minyak solar kotor, adapun
peluang dampak sebagai mana uraian berikut.
 Penurunan kualitas air permukaan (dampak primer) akibat ceceran
minyak pelumas bekas, minyak solar kotor atau pun majun bekas dan
limbah cair domestik tenaga kerja. Intensitas dampak berpeluang
menimbulkan gangguan pemanfaatan air permukaan dan gangguan
habitat biota aquatis seperti ikan,plankton dan benthos (dampak
sekunder).
 Timbulan sampah (limbah padat) di sekitar lingkungan base camp
(dampak primer) dan perkembangan vektor penyakit (dampak
sekunder).

28
2. Pelaksanaan Kontruksi
a. Pembersihan dan Penyiapan Lahan
Penyiapan dan pembersihan lahan dari berbagai jenis tumbuhan pada
trase saluran pembawa serta saluran pembuang primer dan alur
pembuang di lakukan menggunakan alat berat excavator, dozer, atau
peralatan konvesional. Peluang dampak sebagai berikut.
 Penurunan kualitas udara dan kebisingan pada lingkungan setempat
(dampak primer) akibat dispersi emisi alat berat.
 Perubahan stuktur komunitas tumbuhan (dampak primer) dan
gangguan pada habitat fauna darat atau satwa liar (dampak
sekunder).
 Penurunan kualiatas air permukaan (dampak primer) akibat
peningkatan air larian (runoof) seiring pembersihan lahan. Intensitas
dampak juga akan menimbulkan gangguan pemanfaatan air
permukaan sekaligus gangguan pada habitat biota aquatis, kehadiran
jenis ikan serta struktur komunitas plankton dan benthos (dampak
sekunder).
b. Pembangunan Broncaptering
Pekerjaan pembangunan unit broncaptering atau bangunan pengambil
air baku dari mata air akan dilakukan secara konvesional melalui
panggilan dan penimbunan. Peluang dampak diantaranya penurunan
kualitas air permukaan (dampak primer) akibat penirisan (leaching) dan
hanyutan material tanah. Intensitas dampak turut menimbulkan
gangguan habitat biota aquatis dan gangguan pemanfaatan air
permukaan oleh masyarakat (dampak sekuder).
c. Pembangunan Saluran Pembawa
Pembangunan saluran pembawa atau saluran induk, saluran sekunder,
saluran suplesi serta saluran muka yang akan dilaksanakan
menggunakan alat berat jenis excavator dan dozer. Peluang dampak
diantaranya sebagai berikut.

29
 Penurunan kualitas udara dan kebisingan lingkungan setempat
(dampak primer) akibat emesi debu , gas SO2 ,NO2 dan CO serta
kebisingan dan alat berat.
 Penurunan kualitas air permukaan (dampak primer) akibat dari
penirisan (leaching) dan hanyutan (erosi) material tanah. Intensitas
dampak turut menimbulkan gangguan habitat biota aquatis dan
gangguan pemanfaatan air permukaan (dampak sekunder).
 Kemungkinan gangguan aksesibilitas masyarakat petani (dampak
primer) untuk menuju areal pertanian sawah ataupun kebun
campuran di sekitar lokasi saluran pembawa.
 Kemungkinan gangguan aktifitas pertanian sawah (dampak primer)
akubat pekerjaan penggalian dan juga penimbunan saluran pembawa
yang berada pada lahan pertanian sawah eksisting terutama sawah
tadah hujan.
d. Pembangunan Saluran Pembuangan
Pembangunan jalan inspeksi akan dilakukan menggunakan excavator,
dozer, compactor dan truk ringan kapasitas muatan 5,00 Ton. Peluang
daampak sebagai berikut.
 Penurunan kualitas udara dan kebisingan (dampak primer) pada
lingkungan setempat akibat emisi debu, gas SO2, NO2, dan CO serta
kebisingan dari alat berat.
 Penurunan kualitas air permukaan (dampak primer) akibat dari
penirisan (leaching) dan hanyutan (erosi) material tanah. Intensitas
dampak turut menimbulkan gangguan habitat biota aquatis dan
gangguan pemaanfaatan air permukaan (dampak skunder).
e. Pembangunan Jalan Inspeksi
Pekerjaan saluran pembuangan akan dilakukan dengan menggunakan
alat berat excavator (2 unit). Peluang yang akan terjadi dikemukakan
berikut ini.

30
Penurunan kualitas udara da kebisigan (dampak primer) pada
lingkungan setempat akibat emisi debu, gas SO2, NO2, dan CO serta
kebisingan dari alat berat.
 Penurunan kualitas air permukaan (dampak primer) akibat dari
penirisan (leaching) dan hanyutan (erosi) material tanah. Intensitas
dampak turut menimbulkan gangguan habitat biota aquatis dan
gangguan pemaanfaatan air permukaan (dampak skunder).
 Kemungkinan gangguan aksesibilitas masyarakat petani (dampak
primer) untuk menuju areal pertanian sawah ataupun kebun
campuran disekitar lokasi saluran pembuangan.
 Gangguan aktifitas pertanian sawah (dampak primer) akibat
pekerjaan penggalian dan juga penimbunan saluran pembuangan
pada lahan pertanian sawah eksisting.
f. Pengadaan Bangunan Air dan Bangunan Pelengkap
Pekerjaan bangunan air dan bangunan pelengkap akan berlangsung
seiring pembangunan saluran pembawa dan saluran pembuang. Untuk
itu, kemungkinan dari dampak relatif sama dari penurunan kualitas air
permukaan setempat.
C. Tahap Pasca Kontruksi
1. Pengoperasian dan Pemeliharaan Broncaptering
Kegiatan pengumpulan atau penangkapan air baku dari mata air
berpeluang menurunkan debit aliran mata air atau aliran permukaan
(dampak primer) dihilir lokasi broncaptering.
2. Pengoperasian dan Pemeliharaan Saluran Pembawa
Penggunaan dan pemeliharaan saluran induk, saluran sekunder dan saluran
tersier yang akan berlangsung secara berkala, berpeluang menimbulkan
dampak berikut.
 Penurunan debit aliran sungai batang palangai ketek (dampak primer)
akibat pengambilan air pada intake dengan debit 3.500 m3/detik (debit
pengambilan sebelumnya 3.400 m3/detik) untuk mengairi lahan sawah

31
seluas 4.000 Ha. Intensitas dampak berpeluang pula menimbulkan
gangguan habitat biota aquatis (dampak sekunder).
 Perubahan jadwal musim tanam serta masa bera atau istirahat (dampak
primer). Intensitas dari dampak juga akan menimbulkan keresahan
masyarakat petani (dampak sekunder).
 Penggelontoran sampah rumah tangga oleh masyarakat (dampak
primer).
3. Pengoperasian dan Pemeliharaan Saluran Pembuang
 Perubahan jadwal masa tanam dan juga masa bera padi sawah (dampak
primer), sekaligus keresahan masyarakat petani (dampak sekunder).
 Konflik kepentingan pemakaian air dipesawahan (dampak primer),
sebagai masyarakat petani akan langsung memanfaatkan air saluran
pembuang unutk mengairi lahan sawah.
4. Kegiatan Persawahan
 Penurunan kualitas air permukaan akibat penyubur organik (dampak
primer). Intensitas dampak turut menimbulkan gangguan habitat biota
aquatis (dampak sekunder).
 Peningkatkan populasi gulma diareal persawahan (dampak primer).
5. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dan kawasan hutan
daerah tangkapan hujan Lubuk Minturun (6.666 ha) dan sekitar mata air –
berpeluang menimbulkan dampak menguntungkan berupa jaminan
ketersediaan air bagi daerah irigasi koto salapan.

2.4.2. Evaluasi Dampak Potensial


Evaluasi dampak potensial dilakukan secara holistik dengan menerapkan
metode interaksi kelompok dan kesepakatan ahli (professional judgement).
Acuan penetapan kepentingan dampak dikemukakan dibawah ini. Adapun
hasil evaluasi berupa matrik disajikan pada tabel dan uraian berikutnya.

32
 Undang – undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009, tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup – muatan Pasal 22 (2)
yang memuat kriteria kepentingan dampak.
 Keputusan kepala BAPEDAL No. KEP-205/BAPEDAL/07/1996, tentang
Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara.
 Keputusan Menteri Kesehatan 876/Menkes/SK/VIII/2001, tentang
Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan.
A. Tahap Pra – Kontruksi
1. Keresahan Masyarakat
Keresahan masyarakat akan terjadi seiring pelaksanaan sosialisasi rencana
kegiatan dan juga pembebasan lahan dengan luas keseluruhan + 2,87 Ha
dari 172 Kepala Keluarga. Memperhatikan aspirasi yang dikemukakan
dalam konsultasi publik studi AMDAL keresahan masyrakat yang akan
terjadi dilingkungan sosial setempat pada tahap pra – konstruksi dinilai
sebagai dampak pentik hipotetik dengan pertimbangan berikut.
 Sosialisasi rencana kegiatan diantaranya akan mengemukakan
kebutuhan ruang dan lahan bagi pembangunan saluran pembawa,
saluran pembuanga dan alur pembuang, sehingga lahan fungsional
sawah atau areal potensial sawah diantaranya berpeluang mengalami
pengurangan atau bahkan memotong lahan budidaya dimaksud
sehingga lahan budidaya satu hamparan sebelumnya menjadi terpisah.
 Meski pembebasan lahan didukung oleh pemerintah kota dan kerapatan
adat daerah setempat, namun dampak masih akan timbul di lingkungan
sosial wilayah Balai gadang, Batang Kabung, dan Bungo Pasang di Lubuk
Minturun.
2. Penurunan Nilai Pendapatan
Penurunan nilai pendapatan dari 195 Kepala Keluarga akan terjadi setelah
pembebasan lahan seluas + 2,25 Ha bagi rencana pembangunan saluran
pembawa – saluran induk termasuk jalan inspeksi dan saluran skunder.

33
 Secara rata – rata, luas lahan anggota masyarakat atau kepala keluarga
yang akan hilang akibat pembebasan lahan berkisar + 400,00 m2.
Intensitas dampak dinilai kecil dengan beberapa pertimbangan dibawah
ini.
o Berdasarkan atas penggunaan sebelumnya berupa semak belukar,
tegalan dan sawah fungsional tadah hujan, makan produktifitas lahan
tersebut diperkirakan rendah.
o Sehubungan dengan kebutihan lahan bagi saluran pembawa, maka
lahan yang akan dibebaskan adalah berbentuk garis – tidak satu
hamparan.
 Meskipun penurunan nilai pendapatan diperkirakan tidak signifikan,
namun dampak bersifat tidak terbalikkan dan sebaran dampak luas
dilingkungan sosial setampat.
Untuk itu, peluang penurunan nilai pendapatan masyarakat setelah
pembebasan lahan dinilai sebagai dampak penting hipotetik.
3. Perubahan Penguasaan Lahan
Penguasaan lahan seluas + 2,25 Ha dari oleh 195 kepala keluarga
sebelumnya dalam bentuk ganggam bauntuak akan mengalami perubahan
setelah dibebaskan bagi rencana kegiatan.
 Perubahan penguasaan lahan ganggam bauntuak turut mengurangi luas
lahan ulayat dari suatu kaum diwilayah rencana kegiatan dan dampak
bersifat tidak terbalikan.
 Sehubungan kebutuhan lahan bagi slauran pembawa, makan lahan yang
akan dibebaskna adalah berbentuk garis, sehingga hamparan lahan
masyarakat sebelumnya akan menjadi terpisan dan sebaran dampak
luas dilingkungan Lubuk Minturun dan sekitarnya.
Untuk itu, perubahan penguasaan lahan setelah pembebasan lahan
dilaksanakan dinilai sebagai dampak penting hipotetik.

34
B. Tahap Kontruksi
1. Persiapan Kontruksi
a. Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan
Kualitas udara dan kebisingan hunian setempat berpeluang mengalami
penurunan akibat kegiatan mobilisasi material pada ruas jalan
lingkungan.
 Sesuai ketersediaan aksesibilitas, maka kendaraan angkut yang
melakukan kegiatan mobilisasi material hanya truk ringan (light truck)
dengan kapasitas muatan 5,00 ton, sehingga peluang emisi debu,
konsentrasi gas SO2, NO2, CO dan penigkatan kebisingan dinilai tidak
besar, intensitas dampak kecil.
 Keberadaan hunian umumya berada disempadan ruas jalan
lingkungan daerah setempat. Sebaran dampak luas banyak aggota
masyarakat yang akan menerima dampak.
Untuk itu, peluang penurunan kualitas udara dan kebisingan
dilingkungan hunian setempat dinilai sebagai dampak penting hipotetik.
b. Gagguang Lalu Lintas
Berdasarkan volume kebutuhan material dan masa tahap kontruksi
selama 5 – 10 bulan, meobilisasi akan berlangsung sebanyak 10 – 15
rit/hari. Gangguan lalu lintas pada ruas jalan lingkungan dinilai sebagai
dampak penting hipotetik dengan pertimbangan berikut.
 Pemanfaatn ruas jalan lingkungan setempat oleh masyarakat
diantaranya aksesibilitas menuju sekolah, pasar, serta prasarana
untuk pengangkutan hasil pertanian sawah dan kebun campuran,
sebaran dampak luas.
 Intensitas gangguan lalu lintas berpeluang pula menimbulkan
keresahan masyarakat penggunaan jalan dan dampak pada
komponen lingkungan lain.
Sementara itu, karena beberapa jenis alat berat yang akan diangkut
menuju lokasi tampak rencana kegiatan hanya beberapa unit sehingga

35
ritasi dari kendaraan angkut juga hanya beberapa kali, makan peluang
dampak dapat diabaikan.
c. Kerusakan Ruas Jalan Lingkungan
Mobilisasi material menggunakan truk ringan sebanyak 10 – 15 ritasi
selama 5 – 10 bulan pada tahap kontruksi, sementara permukaan jalan
lingkungan berupa aspal beton, perkerasan dan jalan tanah, makan
memungkinkan terjadi kerusakan ruas jalan dimaksud.
 Pemanfaatan ruas jalan lingkungan setempat oleh masyarakat
diantaranya aksesibilitas menuju sekolah, pasar, serta prasarana
untuk penganguktan hasil pertanian sawah dan kebun campuran,
sebaran dampak luas.
 Itensitas kerusakan ruas jalan lingkunga perpeluang pula
menimbulkan keresahan masyarakat penggunaan jalan dan dampak
pada komponen lingkungan lain.
Untuk itu, kemungkinan kerusakan ruas jalan lingkungan setempat
akibat dari mobilisasi material dinilai sebagai dampak penting hipotetik.
d. Kesempatan Kerja
Angkatan kerja wilayah rencana kegiatan memiliki peluang kerja (50
orang sebagai tukang dan pekerja) selama tahap kontruski. Meskupin
mata pencaharian mereka masyarakat setempat umumnya petani,
namun persebaran kesempatan kerja bersifat luas. Untuk itu,
kesempatan kerja berpeluang menjadi dampak penting hipotetik.
e. Penurunan Kualitas Air Permukaan
Aktifitas yang akan berlangsung dilokasi base camp diantaranya
workshop, pemeliharaan peralatan dan kendaraan serta barak tenaga
kerja. Akibat ceceran minyak pelumas bekas, minyak solar kotor, majun
bekas dan juga limbah cair domestik tenaga kerja, kualitas air
permukaan berpeluang mengalami penurunan akibar nilai parameter
zat padat terlarut, zat padat tersuspensi, BOD, COD, minyak dan lemak
atau penurunan nilai DO.

36
 Minyak pelumas bekas termasuk limbah Bahan Berbahaya dan
Bercaun, intensitas dampak berpeluang besar dan sebaran luas di
lingkungan perairan.
 Perubahan kualitas air permukaan turut menimbulkan gangguan
habitat biota aquatis, gangguan pemanfaatan air permukaan oleh
masyarakat dan keresahan dilingkungan sosial masyarakat setempat
serta dampak pada komponen lain.
Untuk itu, penurunan kualitas air permukaan akibat kegiatan workshop
ataupun base camp berpeluang menjadi dampak pentik hipotetik.
f. Gangguan Habitat Biota Aquatis
Gangguan habitat biota aquatis yang akan terjadi adalah ikan berpindah
habitat sedangkan plankton dan benthos mengalami penurunan
keragaman jenis. Karena berlangsung lama dan sebaran luas hingga
bagian hilir perairan, dinilai sebagai dampak penting hipotetik.
g. Gangguan Pemanfaatan Air Permukaan
Pemanfaatan air permukaan oleh masyarakat untuk aktifitas mandi,
mencuci dan kakus (MCK) masih dominan di wilayah rencana kegiatan.
Karena akan berlangsung selama 5 – 10 bulan pada tahap kontruksi dan
banyak mengenai masyarakat, maka gangguaan pemanfaatan air
permukaan dinilai sebagai dampak pentik hipotetik.
h. Timbulan Sampah (Limbah Padat)
Aktifitas tenaga kerja sebanyak 93 orang dilokasi base camp turut
menghasilkan limbah padat. Kemungkinan dampak adalah timbulnya
sampah (limbah padat) domestik, baik yang bersifat organik ataupun no
organik (sintetis). Karena diantara jenis sampah domestik (non organik
atau sintetis) tidak mudah terurai, keberadaan dari timbulan pada
waktu yang lama memungkinkan berkembang vektor penyakit (nyamuk
dan lalat) atau bahkan menimbulkan bau yang turut menurunkan nilai
ekstetika lingkungan setempat (dampak pada komponen lingkunga yang
lain).

37
Untuk itu, peluang timbulan sampah pada lingkungan base camp selama
tahap kontruksi dinilai sebagai dampak pentik hipotetik.
2. Pelaksanaan Kontruksi
a. Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan
Kualaitas udara dan kebisingan lingkungan setempat akan mengalami
penurunan. Dampak disebabkan aktifitas alat berat jenis excavator,
dozer, motor grader, compactor untuk kegiatan pembersiah lahan,
pekerjaan saluran pembawa, slauran pembuan primer dan alur
pembuang serta pembangunan jalan inspeksi.
 Operasional alat berat lebih bersifat statis dan jumlah alat yang juga
terbatas meskipun peluang penurunan kualitas udara dan kebisingan
hanya di sekitar lingkungan kerja, namun sebaran dampak
berpeluang luas.
 Sesuai ketersediaan asksesibilitas, maka kendaraan angkut yang
melakukan mobilisasi material hasil penyiapan hanya truk ringan
dengan kapasitas muatan 5,00 Ton sehingga peluang emisi debu,
konsentrasi gas SO2, NO2, CO dan peningkatan kebisingan dinilai tidak
besar, intensitas dampak kecil.
Untuk itu, peluang penurunan kualitas udara dan kebisingan hunian
setempat selama tahap kontruksi berlangsung dinilai sebagai dampak
hipotetik.
b. Perubahan Struktur Komunitas Tumbuhan
Kegiatan pembersihan dan penyiapan lahan saluran pembawa, saluran
pembuangan primer dan alur pembuang mengakibatkan berbagai jenis
tumbuhan pohon, permudahan ataupun anakan akan hilang sehingga
terjadi perubahan struktur komunitas.
 Komunitas tumbuhan yang berpeluang mengalami perubahaan
adalah kebun campuran dan semak belukar, namun tidak ada jenis
berstatus dilindungi budidaya dimaksud, intensitas dampak kecil.

38
 Pembersihan lahan dari berbagai jenis tumbuhan pohon, permudaan
ataupun anakan akan menimbulkan gangguan habitat fauna atau
satwa liar sehingga berpindah habitat selama kegiataan kontruksi
berlangsung, dampak lingkungan lain.
Untuk itu, perubahan struktur komunitas tumbuhan di lingkungan lokasi
rencana kegiatan dinilai sebagai dampak penting hipotetik.
c. Gangguan Habitat Fauna atau Satwa Liar
Pembersihan dan penyiapan mengakibatkan berbagai jenis tumbuhan
pohon, permudaan ataupun anakan akan menimbulkan dampak ikutan
berupa gangguan habitat berbagai jenis fauna datar anggota kelompok
reptilia, aves atau amphibia pada lingkungan setempat.
 Kehadiran fauna atau satwa liar di lokasi rencana kegiatan terkait
daerah jelajah dalam mencari makanan di lingkungan budidaya
masyarakat setempat berupa sawaah atau kebun campuran,
intensitas dampak kecil.
 Dampak hanya mengakibatkan penurunan skala kehadiran atau
perpindahan berbagai jenis fauna atau satwa liar ke lingkungan
budidaya sekitar yang sama dan tidak menimbulkan kematian, tidak
ada dampak lingkungan lain.
Untuk itu, gangguan habitaat fauna atau satwa liar akibat pelaksanaan
rencana kegiataan dinilai bukan dampak penting hipotetik.
d. Penurunan Kualitas Air Permukaan
Kualitas perairan setempat akan mengalami penurunan akibat nilai
parameter zat padat terlarut, zat padat tersuspensi, BOD, COD atau
penurunan DO. Peluang dampak disebabakan penirisan dan erosi,
hanyutnya material hasil dari kegiatan pembersihan lahan, penggalian
atau timbunan oleh air hujan.
 Penurunan kualitas air permukaan akan turut menimbulkan
gangguan terhadap habitat biota aquatis, dampak pada komponen
lingkungan lain.

39
 Perubahan kualitas air permukaan akan turut menimbulkaan
gangguan pemanfaatan air permukaan oleh masyarakat setempat
bagi aktifitas mandi, cuci dan kakus (MCK) atau bahkan sumber air
bersih, sebaran dampak luas
Untuk itu, peluang penurunan kualitas air permukaan akibar
pembersihan dan penyiapan lahan serta penggalian dan penimbunan
dinilai sebagai dampak penting hipotetik.
e. Gangguan Habitat Biota Aquatis
Gangguan habitat biota aquatis seperti ikan, palnkton dan benthos
merupakan dampak ikutan (sekunder) penurunan kualitas air
permukaan akibat penirisan permukaan lahan dan erosi atau hanyutaan
material hasil penggalian oleh air hujan.
 Penurunan kualitas air permukaan mengakibatkan berbagai jenis ikan
berpindah habitat, sedangkan kelimpahan atau keanekaragaman
jenis plankton dan benthos mengalami penurunan, intensitas
dampak besar.
 Dampak akan terjadi semenjak lokasi kegiatan hingga daerah hilir
badan perairan, sebaran dampak luas.
Untuk itu, kemungkinan gangguan terhadap habitat biota auatis seiring
penurunan kualitas air permukaan dinilai sebagai dampak penting
hipotetik.
f. Gangguan Pemanfaatan Air Permukaan
Pemanfaatan air permukaan oleh masyarakat untuk aktifitas mandi, cuci
dan kakus (MCK) masih dominan di wilayah rencana kegiatan. Karena
kegiatan pembersihan lahan sekaligus penggalian dan penimbunan akan
berlangsung selama 5 – 10 bulan pada tahap kontruksi dan banyak
mengenai masyarakat, maka gangguan terhadap pemanfaatan air
permukaan dinilai sebagai dampak penting hipotetik.

40
g. Gangguan Aksesibilitas Masyarakat
Pembangunan saluran pembawa, saluran pembuang primer dan juga
alur pembuangan pada beberapa lokasi diantaranya berlangsung di
areal pertanian sawah serta kebun campuran. Peluang dampak adalah
gangguan aksesibilitas masyarakat menuju areal budidaya yang
dimkasud selama pekerjana berlangsung.
 Anggota masyarakat yang mengusahakan lahan pertanian sawah dan
kebun campuran di sekitar lokais saluran pembawa, saluran
pembuangan primer dan juga alur pembuangan cukup banyak,
sebaran dampak terjadi pada kurun wakti cukup lama.
 Pembangunaan saluran pembawa, slauran pembuangan primer dan
alur pembuangan akan berlangsung 5 – 10 bulan sehingga dampak
pada kurun waktu cukup lama.
Untuk itu gangguan aksesibilitas masyarakat selama pekerjaan saluran
pembawa, saluran pembuang primer dan alur pembuang dinilai sebagai
dampak penting hipotetik.
h. Gangguan Aktifitas Pertanian Sawah
Pekerjaan saluran pembawa, saluran pembuangan primer, dan alur
pembuangan diantaranya akan berlangsung di areal pertanian sawah
eksisting termasuk sawah tadah hujan. Peluang dampak adalah
gangguan aktifitas pertanian sawah selama pekerjaan dimaksud
berlangsung.
 Keberadaan lahan pertanian sawah terutama sawah tadah hujan
diantaranya di sekitar lokasi pekerjaan saluran pembawa, saluran
pembuangan primer dan alur pembuangan, sebaran dampak luas dan
banyak mengenai masyarakat pertanian.
 Pembangunan saluran pembawa, slauran pembuang primer dna alur
pembuangan akan berlangsung 5 – 10 bulan sehingga mengenai
masyarakat petani

41
Untuk itu, gangguan aktifitas pertanian sawha selama pekerjaan slauran
pembawa, salura pembuangan primer dan alur pembuangan dinilai
sebagai dampak pentik hipotetik.
C. Tahap Pasca Kontruksi
1. Penurunan Debit Aliran Mata Air
Kebutuhan air Daerah Irigasi Koto Tuo diantaranya berasal dari sungai Aia
Dingin dan mata air yang diambil menggunakan broncaptering. Peluang
dampak penurunan debit aliran sungai Aia Dingin di hilir lokais bendung
dan debit mata air.
 Penurunan debil aliran sungai batang palangai ketek akibat pengambilan
air pada intake dengan debit 3,500 m3/detik (debit pengambilan
sebelumnya 3,400 m3/detik) untuk mengairi lahan sawah seluas 2.500
Ha, dampak berlangsung lama. Intensitas dari dampak juga berpeluang
menimbulkan gangguan habitat biota aquatis di hilir dan bangunan
intake.
2. Perubahan Musim Tanam
Pengoperasian saluran pembawa, saluran pembuang primer dan juga alur
pembuangan sekaligus pemeliharaan secara berkala akan menimbulkan
musim tanam dan masa bera (istirahat) pada areal persawahan.
3. Konflik Pemakaian Air
Pengoperasian dan pemeliharan saluran pembuang primer serta alur
pembuang berpeluang menimbulkan konflik pemakaian air di persawahan,
karena sebagai besar masyarakat petani, terutama pada areal peningkatan
belum memahami sistim irigasi teknis.
Pemanfaatan air saluran pembuang secara langsung bagi kegiatan
persawahan akan turut mengakibatkan perubahan sirkulasi air di dalam
suatu sistem irigasi teknis. Intensitas dampak besar.
4. Penurunan Kualitas Air Permukaan
Pengoperasian dan pemeliharaan saluran pembuang serta alur pembuang
sekaligus kegiatan usaha tani, penggunaan pupuk peptisida di areal

42
persawahan oleh masyarakat petani akan turut menurunkan kualitas air
permukaan. Dampak disebabkan penyuburan organik pada lingkungan
perairan (bahan organik berasal dari residu pupuk areal persawahan).
 Introduksi dari residu pupuk dan peptisida mengakibatkan beberapa
parameter kualitas air permukaan pada lingkungan badan perairan
setempat (BOD, COD, amoniak bebas, nitrat, pospat, fenol, endrin,
lindan, klor bahkan DDT) akan mengalami peningkatan, intensitas
dampak besar dan berlangsung lama.
 Dampak akan terjadi semenjak outlet saluran pembuang hingga bagian
hilir dari badan perairan, sebaran dampak luas
Untuk itu, penurunan kualitas air permukaan akibat operasional saluran
pembuangan dan aktifitas petani di areal persawahan dinilai sebagai
dampak penting hipotetik.
5. Gangguan Habitat Biota Aquatis
Gangguan pada habitat aquatis seperti ikan, plankton, dan benthos
merupakan dampak ikutan (skunder) akibat perubahan kualitas air
permukaan.
 Peluang dampak berkaitan dengan peningkatan kebutuhan pupuk dan
peptisida pada areal persawahan oleh masyarakat petani sebagai
bentuk upaya peningkatan produktifitas padi, intensitas dampak
berpeluang besar karena akan menimbulkan penurunan skala kehadiran
ikan serta indeks keanekaragaman plankton dan benthos pada
lingkungan perairan setempat.
 Dampak akan terjadi semenjak outlet (buangan) saluran pembuang
hingga baagia hilir dari badan perairan, sebaran dampak luas.
Untuk itu, kemungkinan gangguan terhadap habitat biota aquatis seiring
penurunan kualitas air permukaan dinilai sebagai dampak penting
hipotetik.

43
6. Gangguan Pemanfaatan Air Permukaan
Pengoperasian dan pemeliharaan saluran pembuang serta alur pembuang
sekaligus kegiatan usaha tani, menggunakan pupuk dan peptisida di areal
persawahan oleh masyarakat petani.
 Introduksi dari residu pupuk daan peptisida mengakibatkan beberapa
parameter kualitas air permukaan (BOD, COD, amoniak bebas, nitrat,
pospat, fenol, endrin, lindan, klor bahkan DDT) akan mengalami
peningkatan, intensitas dampak besar dan berlangsung lama.
 Pemanfaatan air permukaan untuk aktifitas mandi, cuci dan kakus (MCK)
oleh masyarakat setempat masih dominan, sementara itu kualitas air
mengalami penurunan akibat introduksi dari residu pupuk dan
peptisida, sebaran dampak luas.
Untuk itu, kemungkinan gangguan pemanfaatan air permukaan sering
penurunan kualitas dinilai sebagai dampak pentik hipotetik.
7. Penggelontoran Sampah Rumah Tangga
Sebagaimana muatan dari DPLH Daerah Irigasi Kota Padang,
penggelontoran sampah rumah tangga telah berlangsung pada slauran
induk dan saluran sekunder. Peluang dampak yang sama juga akan terjadi
pada pembawa tambahan di wilayah rencana peningkatan Daerah Irigais
Kota Padang.
 Pemanfaatan saluran pembawa sebagai media penggelontoran sampah
terkait erat dengan kemudahan akses dari hunian, sebaran dampak luas
dan akan berlangsung lama.
 Penggelontoran sampah pada saluran pembawa mengakibatkan
kapasitas saluran menjadi berkurang distribusi air menuju sawah
terganggu, intensitas dampak besar.
Untuk itu, peluang penggelontoran sampah rumah tangga pada slauran
pembawa, terutama slauran induk dan saluran skunder dinilai sebagai
dampak pentik hipotetik.

44
8. Peningkatan Populasi Gulma Padi Sawah
Aktifitas pemeliharaan tanaman padi di areal persawahan oleh masyarakat
petani diantaranya melakukan pemupukan. Selain utnuk melengkapi unsur
hara tanaman padi, pupuk juga akan turut memacu petumbuhan gulma
padi sawah.
 Tumbuhan gulma memiliki pertumbuhan yang jauh lebih cepat
dibandingkan tanaman padi, intensitas dampak besar.
 Peningkatan populasi gulma mengakibatkan efektifitas dari pemupukan
padi sawah menjadi rendah, sehingga biaya produksi pada sawah akan
meningkat atau sebaliknya produksi sawah akan mengalami penurunan
jika tidak dilakukan pengendalian gulma, terjadi dampak lingkungan lain.
Untuk itu, kemungkinan peningkatan populasi gulma pada sawah seiring
denga kegiatan petani di areal persawahan berpeluang menjadi dampak
penting hipotetik.

2.4.3. Perumusan Dampak Penting Hipotetik


A. Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting Hipotetik
Klasifikasi dan perioritas dampak penting hipotetik dilakukan berdasarkan
hasil evaluasi dampak potensial dan keterkaitan terhadap komponen
lingkungan hidup yang lain, kemungkinan dampak ikutan atau turunan.
1. Dampak Langsung pada Komponen Lingkungan Fisik – Kimia
Sebagaimana evaluasi dampak potensial, dampak penting hipotetik bersifat
langsung terhadap komponen lingkunga Fisik – Kimia lain diantaranya
sebagai berikut.
 Penurunan kualitas udara dan kebisingan.
 Penurunan kualitas air permukaan.
 Penurunan debit aliran sungai dan juga mata air seiring operasional
saluran pembawa.
 Jaminan ketersediaan air bagi daerah irigasi.

45
2. Dampak Lanjutan pada Komponen Lingkungan Fisik – Kimia Lainnya
Sesuai evaluasi dampak potensial, tidak ada dampak penting hipotetikk
komponen Fisik – Kimia lain yang merupakan lanjutan dari dampak Fisik –
Kimia sebelumnya.
3. Dampak Lanjutan pada Komponen Lingkungan Sosial
Sesuai evaluasi dampak potensial, dampak penting hipotetik komponen
sosial yang merupakan lanjutan dari dampak Fisik – Kimia sebelumnya,
sebagai berikut.
 Keresahan masyarakat akibat gangguan lalulintas.
 Keresahan masyarakat akibat penurunan kualitas air permukaan.
4. Dampak Langsung pada Komponen Lingkungan Biologi
 Perubahan struktur komunitas tumbuhan.
 Peningkatan populasi gulma di areal persawahan.
5. Dampak Lanjutan pada Komponen Lingkungan Biologi
 Gangguan habitat fauna atau satwa liar.
 Gangguan habitat biota aquatis seperti ikan, plankton dan benthos.
6. Dampak Langsung pada Komponen Lingkungan Sosial
Sebagaimana evaluasi dampak potensial, beberapa dampak pentig
hipotetik yang berpeluang mengenai langsung komponen lingkungan sosial
diuraikan berikut ini.
 Keresahan masyarakat, dampak disebabkan sosialisasi rencana kegiatan
dan juga akibat pembebasan lahan.
 Penuruna nilai pendapatan, mata mencaharian masyarakat.
 Perubahan penguasaan lahan.
 Kesempatan kerja.
 Timbulan sampah (limbah padat).
 Gangguan lalu lintas.
 Kerusakan jalan lingkungan.
 Gangguan aksesibilitas masyarakat.
 Gangguan aktifitas pertanian sawah.

46
 Perubahan musim tanam.
 Gangguan pemanfaatan air permukaan.
 Penggelontoran sampah rumah tangga.
 Konflik pemakaian air.
B. Prioritas Dampak Penting Hipotetik
Rumusan prioritas dampak penting hipotetik dilakukan dengan
memperhatikan klasifikasi dampak berdasarkan beberapa keterkaitan
sebelumnya, dampak bersifat langsung atau lanjutan terhadap komponen
lingkungan, dengan acuan sebagai berikut.
 Dampak langsung atau lanjutan pada komponen sosial ditempatkan
sebagai prioritas utama dengan suatu pertimbangan bahwa diantara
peluang dampak akan mengenai banyak anggota masyarakat dan
sebaran luas atau bahkan turut menentukan lanjutan dari rencana
kegiatan secara keseluruhan.
 Dampak langsung atau lanjutan pada komponen lingkungan Fisik – Kimia
ditempatkan sebagai prioritas kedua dengan pertimbangan adanya satu
bentuk keterkaitan yang cukup erat antara aktifitas masyarakat dengan
kualitas komponen lingkungan Fisik – Kimia.
 Dampak langsung atau lanjutan terhadap komponen lingkungan Biologi
menjadi pertimbangan bagi prioritas dampak berikutnya.
C. Keismpulan Dampak Pentik Hipotetik
1. Dampak pada Komponen Lingkungan Sosial
 Keresahan masyarakat di wilayah recana kegiatan akibat sosialisasi
rencana kegiatan dan pembebasana lahan.
 Penurunan nilai pendapatan.
 Perubahan penguasa lahan.
 Kesempatan kerja bagi anggota masyarakat setempat.
 Gangguan lalu lintas pada ruas jalan lingkungan.
 Kerusakan ruas jalan lingkungan.

47
 Gangguan aksesibilitas masyarakat menuju areal pertanian sawah atau
kebun campuran selama pekerjaan saluran pembawa dan slauran
pembuang.
 Timbulan sampah di sekitar lingkungan base camp.
 Gangguan aktifitas pertanaian sawah.
 Perubahan jadwal musim tanam dan juga masa bera dia areal pertanian
sawah.
 Gangguan pemanfaatan air permukaan.
 Penggelontoran sampah rumah tangga pada saluran pembawa.
 Konflik pemakaian air terkain pengaturan air pada saluran pembuang.
2. Dampak pada Komponen Fisik – Kimia
 Penurunan kualitas udara dan kebisigan lingkungan hunian.
 Penurunan kualitas air permukaan.
 Penurunan debit aliraan sungai dan beberapa mata air seiring
pengoperasian saluran pembawa.
 Jaminan ketesediaan air bagi daerah irigasi.
3. Dampak pada Komponen Biologi
 Perubahan struktur komunikasi tumbuhan akibat pembersihan lahan.
 Gangguan pada habitat fauna atau satwa liar.
 Gangguan pada habitat biota aquatis seperti ikan, plankton dan
benthos.
 Peningkatan populsi gulma di areal persawahan.

2.5. BATAS WILAYAH STUDI


2.5.1. Lingkup Batas Studi
A. Batas Proyek (Batas Kegiatan)
Adalah Rencana Peningkatan Daerah Irigasi Koto Tuo guna mengairi lahan
sawah fungsional dari cakupan 1.832 Ha menjadi 3.525 Ha atau luas
peningkatan 1.693 Ha, dengan beberapa lokasi sebagai berikut.
 Bangunan pengambil (intake) pada bendungan daerah irigasi Koto Tuo.

48
 Saluran pembawa, saluran induk sekaligus jalan inspeksi dan saluran
sekunder, saluran muka dan saluran suplesi.
 Broncaptering 5 lokasi.
 Areal persawahan dengan luas 4.000 Ha.
B. Batas Ekologis
Adalah suatu ruang dimana berlangsung proses ekologis yang bersifat alamiah
berupa lingkungan teresterial, perairan dan udara hunian berdasarkan atas
segmen rencana kegiatan dan perkiraan sebaran dampak.
C. Batas Sosial
Ruang dimana berlangsung interaksi sosial kelompok masyarakat dalam suatu
wilayah dan terkait dengan kesatuan masyarakat lokal atau pendatang. Ruang
sosial ini berupa kelurahan dimana telah dan akan berlangsung interaksi sosial
budaya Minangkabau dengan budaya lainnya pada lingkungan sosial
masyarakat setempat.
D. Batas Administratif
Adalah ruang yang digunakan masyarakat untuk melakukan kegiatah ekonomi
dan sosil budaya sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
E. Batas Ruang Lingkup Studi ANDAL
Adalah kombinasi dari resultan Batas Kegiatan, Batas Ekologis, Batas Sosisal
dan Batas Administratif yang merupakan suatu ruang dimana rencana
kegiatan berlangsung dan peluang terjadi dampak. Penetapan batas ruang
lingkup dimaksud juga mempertimbangkan ketersediaan biaya, waktu,
teknologi, dan aspek non teknis lainnya. Lebih jauh, batas ruang lingkup studi
dapat dijadikan acuan penetapan lokasi pengambilan contoh.

2.5.2. Batas Waktu Kajian


Berdasarkan muatan dari Perataura Menteri Negara Lingkungan Hidup No.16
Tahun 2012, tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup bahwa
setiap dampak penting hipotetik yang dikaji memiliki batas waktu kajian

49
tersendiri, maka batas waktu kajian bagi komponen lingkungan hidup sesuai
dampak hipotetik ditetapkan berikut ini.
 Beberapa dampak pada komponen lingkungan Sosial berlangsung selama
tahap Pra Kontruksi dan Tahap Kontruksi artinya tidak menerus. Namun,
memeperhatikan gangguan pemanfaatan air permukaan, perubahan
jadwal musim tanam dan masa bera atau istiraha pada areal pertanian
sawah sekaligus peluang penggelontoran sampah pada saluran pembawa,
batas waktu kajian bagi komponen Sosial ditetapkan selama tahap pasca
kontruksi atau selama umur daerah irigasi Koto Tuo.
 Mempertimbangkan kemungkinan penurunan kualitas air permukaan
termasuk peningkatan badan sedimentasi layang, penurunan debit aliran
mata air di bagian hilir lokasi broncaptering dan jaminan lingkungan Fisik –
Kimia ditetapkan selama tahap kontruksi dan juga tahaap pasca kontruksi
atau umur daerah Irigasi Koto Tuo.
 Sesuai intenistas gangguan habitat biota aquatis (ikan, plangktonda dan
benthos) serta peningkatan populasi gulma di areal persawahan, maka
batas waktu kajian komponen Biologi ditetapkan selama tahap kontruksi
dan juga tahap pasca kontruksi atau umur daerah irigasi Koto Tuo.

50

Anda mungkin juga menyukai