Anda di halaman 1dari 70

STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

ARAR KABUPATEN SORONG YANG BERKELANJUTAN

SEHTAWARTA BR SITEPU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan Ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengelolaan Limbah
di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesisi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2018

Sehtawarta Br Sitepu
NIM P052154124
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2018
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
RINGKASAN

SEHTAWARTA Br SITEPU. Strategi Pengelolaan Limbah di Pelabuhan Arar


Kabupaten Sorong yang Berkelanjutan. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan SYAIFUL
ANWAR.

Pelabuhan Arar merupakan pelabuhan yang sedang berkembang dan terletak di


kawasan ekonomi khusus. Seperti halnya pada kegiatan antropogenik pada umumnya,
aktivitas pelabuhan sudah pasti akan menghasilkan limbah. Selain hal tersebut, kapal juga
merupakan salah satu penyumbang limbah di dalam laut, baik berupa limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) maupun limbah organik mudah urai. Oleh karena itu
Pelabuhan Arar akan menghasilkan limbah dan sampah yang semakin banyak. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari kondisi lingkungan perairan di Pelabuhan Arar dan
sekitarnya dan memformulasi strategi pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten
Sorong yang berkelanjutan.
Pada penelitian ini dilakukan pengambilan sampel air, plankton, benthos dan
sedimen di titik pengambilan sampel yang dianggap mewakili. Selain itu juga dilakukan
pengambilan sampel tanah di sekitar lokasi kajian yang dianggap mewakili wilayah
daratan Pelabuhan Arar, serta pengamatan terhadap sampah yang ada di perairan dan di
Pelabuhan Arar. Data-data tersebut selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu, dan
dianalisis secara deskriptif. Pada penelitian ini dilakukan wawancara terhadap lima pakar
ahli yang dipilih secara purposive dengan bantuan kuesioner khusus untuk keperluan
analisis AHP. Data yang diperoleh dianalisis dengan analytical hierarchy process (AHP)
menggunakan perangkat lunak expert choice 2000.
Hasil penelitian kondisi lingkungan memperlihatkan bahwa kondisi kualitas air di
Pelabuhan Arar dan sekitarnya menunjukkan kondisi yang sudah berubah dari kondisi
alaminya, yakni terjadi perubahan warna air menjadi kehija u-hijauan (eutroph), kelarutan
oksigennya masih cukup baik, namun menurut klasifikasi Miller (1998) sudah masuk
pada kategori tercemar sedikit, BOD, nitrat, konsentrasi Cr6+ -nya telah melewati ambang
batas baku mutu yang ditentukan. Keanekaragaman fitoplankton dan zooplanktonnya
termasuk rendah. Namun di perairan tidak terlihat adanya sampah dan lapisan minyak
dan lemak. Sedimen di Pelabuhan Arar mengandung timbal dengan konsentrasi 2,13
hingga 6,15 ppm. Kondisi terumbu karang dan lamun di wilayah kajian memperlihatkan
kondisi sudah terganggu oleh kegiatan antropogenik, namun ekosistem mangrovenya
masih memperlihatkan kondisi baik, walau di beberapa lokasi termasuk di wilayah
pelabuhan malah sudah dihilangkan. Kondisi tanah sekitar pelabuhan menunjukan
tercemar ringan tp pencemaran tsb diduga bukan berasal dr kegiatan antropogenik
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ada tiga strategi yang perlu dilakukan
agar pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong menjadi
berkelanjutan, Dalam rangka mewujudkan Pelabuhan Arar yang berkelanjutan hal yang
sangat penting dilakukan adalah mengedepankan pilar ekonomi melalui penyedian
infrastruktur untuk mengelola limbah yang dihasilkan, membangun IPAL dan TPS serta
menjamin operasional dari IPAL dan TPS tersebut yang harganya sangat tinggi dan
sekaligus meningkatkan PAD. Hal yang kedua untuk membayar kelangsungan pilar
ekologi melalui peningkatan daya dukung lingkungan, penanganan limbah B3 dan
sampah yang baik, serta penanganan pencemaran tanah dan air. Sela njutnya pada pilar
sosial adalah menjaga agar tidak terjadi konflik pada masyarakat, koordinasi yang baik
dan menyediakan lapangan pekerjaan. Ada tiga strategi utama yang perlu dilakukan agar
pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong menjadi berkelanjutan, yakni
membuat pengolahan limbah dan sampah menjadi satu kebiasaan dan budaya keseharian
(habituasi) dari masyarakat, mencari dan menerapkan teknologi zerowaste serta
melakukan penegakan hukum.
Kata kunci: AHP, kebiasaan, kontaminasi, pihak terkait,zerowaste.
SUMMARY

SEHTAWARTA Br SITEPU. Strategy of Sustainable Waste Management in Port of


Arar, Sorong. Supervised by ETTY RIANI and SYAIFUL ANWAR.

Arar Port of Sorong is a developing port and located in an exclusive economic


area. As with anthropogenic activity in general, port activity is sure to produce waste. In
addition, the ship is also one of the contributor of waste in the sea, both in the form of
hazardous and toxic materials waste and organik waste easily explained. It has a potency
to produce waste and higher possibility of littering. This study aims to study the condition
of the aquatic environment in the Port of Arar and surrounding areas and to formulate a
sustainable waste management strategy at Arar Port of Sorong.
In this research, we took water samples, plankton, benthos and sediments at the
sampling point which considered as a representative. In addition, soil sampling was done
around the location of the study which is considered to represent the Port Arar land area,
as well as observation of the waste in the waters and in the Port o f Arar. The data were
then compared with the quality standard, and analyzed descriptively. In this study
interviewed five expert questionnaire for analytical hierarchy process (AHP) purposes.
The data obtained were analyzed by AHP using expert choice software 2000.
The result of environmental condition study showed that the condition of water
quality in Arar Port and its surroundings has changed from the natural condition. Water
color change to greenish (indication of eutrophication), dissolved oxygen quite good,
however according to Miller (1998) from other parameters such as BOD, nitrate and Cr 6+,
this area were categorised polluted. Those parameters concentration has passed the
specified standard quality threshold. The diversity of phytoplankton and zooplankton was
low. But in the waters we did not found trash and layers of oil and fat. Sediments at Arar
port contain Lead with concentrations range of 2,13-6,15ppm. The condition of coral
reefs and seagrasses in the study area showed that the condition has been disturbed by
anthropogenic activities, but the mangrove ecosystem still shows good condition,
although in some locations including the port area has been eliminated. Soil quality
conditions around the harbor showed mild contamination, however the contamination
was not thought to be derived from anthropogenic activities.
The results showed that three main strategies need to be done to manage the waste
in Port Arar Sorong District become sustainable. In order to manage the waste in Port
Arar sustain, the most important thing is the economic pillar through the provision of
infrastructure to manage the waste, supply of WWTP and temporary dump site (TPS) as
well as its high cost, and to increase the local revenue. Secondly, pay attention to the
ecological pillar through the well- maintained environmental carrying capacity, handling
good waste and preventing the occurrence of soil and water pollution. Furthermore, social
pillars through preventing not to conflict with the community, good coordination and
should be able to provide employment. In order for the ultimate goal to be achieved, the
main actors who have to contribute a lot to the waste management process were the
management of companies, investors, and government.

Keywords: AHP, contamination, habituation, stakeholder, zerowaste .


STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN
ARAR KABUPATEN SORONG YANG BERKELANJUTAN

SEHTAWARTA BR SITEPU

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir Budi Kurniawan, M.Eng
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Judul dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juni sampai dengan September 2017 ini dengan judul Strategi
Pengelolan Limbah Di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang Berkelanjutan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etty Riani, MS dan Bapak Dr Ir
Syaiful Anwar, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Budi Kurniawan, M.Eng
selaku penguji yang telah banyak memberikan pengetahuan serta saran dalam penulisan
tesis ini. Serta ungkapan terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada keluarga
besar saya atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2018

Sehtawarta Br Sitepu
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
3 METODE PENELITIAN 13
Bahan 13
Alat 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20
5 SIMPULAN DAN SARAN 47
Simpulan 47
Saran 48
DAFTAR PUSTAKA 49
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL

1 Parameter kualitas air yang dipelajari 14


2 Analisis kualitas tanah dan status kesuburan serta metode 15
3 Curah hujan bulanan 21
4 Luas wilayah Kabupaten Sorong menurut distrik 23
5 Jumlah penduduk di distrik Kabupaten Sorong tahun 2013 23
6 PDRB Kabupaten Sorong tahun 2013-2014 24
7 PDRB Kabupaten Sorong atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
tahun 2013-2014 24
8 Hasil laboratorium kualitas air laut 26
9 Konsentrasi oksigen (DO) dan tingkat pencemaran air 29
10 Fitoplankton di Pelabuhan Arar 34
11 Zooplankton di Pelabuhan Arar 36
12 Sedimen yang ada di Pelabuhan Arar di dominasi oleh karang pasir 37
13 Hasil analisis tanah dan status kesuburannya 41
14 Hasil analisis tanah dan status ketercemarannya 42

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 5
2 Skema rencana operasional TPS di Pelabuhan 8
3 Skema operasional pengolahan limbah cair 8
4 Peta pengambilan sampel 16
5 Grafik rata-rata curah hujan 21
6 Peta DAS Kabupaten Sorong 22
7 Karang dan lamun yang ada di Wilayah Pelabuhan Arar 39
8 Rhizophora sp 40
9 Avicennia 41
10 Nypha sp 41
11 Bobot faktor- faktor pada setiap level pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Photo-photo pengambilan sampel


1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki 17.508 pulau (BPS, 2017) yang membentang


sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang khatulistiwa dan 1.760 km dari
utara ke selatan. Luas daratan Negara Indonesia mencapai 1,9 juta km2 dan luas
perairan laut Indonesia sekitar 7,9 juta km2 . Indonesia merupakan negara bahari
yang memanfaatkan wilayah lautnya untuk keperluan transportasi, sehingga
hampir di semua wilayah perairan terutama di kota dan kabupaten memiliki
pelabuhan. Bahkan pelabuhan memiliki peran sangat penting dalam banyak hal.
Pada dasarnya keberadaan pelabuhan akan meningkatkan perkembangan
ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Secara tidak langsung pelabuhan juga
berperan dalam perkembangan pendidikan, hubungan antar bangsa dan politik,
bahkan seringkali digunakan sebagai tolok ukur perkembangan suatu wilayah.
Salah satu provinsi yang sedang berkembang dan memiliki pelabuhan yang juga
saat ini sedang dikembangkan adalah Provinsi Papua Barat.
Provinsi Papua Barat ibukotanya di Manokwari. Secara administratif,
Provinsi Papua Barat terdiri dari 10 kabupaten dan satu kotamadya. Kabupaten
dan kotamadya tersebut adalah Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Kaimana,
Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Manokwari,
Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat,
Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maibrat dan Kotamadya Sorong. Salah satu
kabupaten yang saat ni sedang mengembangkan pelabuhannya adalah Kabupaten
Sorong. Kabupaten sorong terletak pada koordinat 130°40’49” hingga
132°13’48” Bujur Timur dan 00°33’42” hingga 01°35’29” Lintang Selatan.
Secara administratif, Kabupaten Sorong terletak di bagian barat provinsi Papua
Barat dengan batas-batas administratif sebagai berikut; Kabupaten Raja Ampat
(sebelah barat), Kabupaten Manokwari (sebelah timur), Kabupaten Raja Ampat
(sebelah utara), Kabupaten Sorong Selatan (sebelah selatan). Wilayah Papua yang
dikelilingi laut, dalam kegiatan transportasinya, angkutan laut memegang peranan
penting dalam kelancaran perdagangan dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya.
Hal ini disebabkan daya angkut melalui laut jauh lebih banyak, jarak tempuhnya
luas dan biayanya relatif murah. Guna menunjang perdagangan dan lalu- lintas
muatan, pelabuhan diciptakan sebagai titik simpul perpindahan muatan barang.
Pada pelabuhan tersebut, kapal kapal dapat berlabuh, bersandar, melakukan
bongkar muat barang dan penerusan ke daerah lainnya (Kramadibrata, 1985).
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan,
pelabuhan diartikan sebagai “tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi”. Pelabuhan dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, dan tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi dan terminal bagi kapal-kapal
utama yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri dari kolam
sandar dan terdapat kapal bersandar dan tambat, tempat penumpukan, tempat
menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang. Pelabuhan
2

adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi, karena fungsinya
sebagai penunjang bagi perkembangan industri, perdagangan dan pelayaran.
Pelabuhan Sorong merupakan pelabuhan nasional/pelabuhan umum
berskala internasional yang terletak di Kota Sorong dan dikelola oleh PT.
PELINDO IV. Pelabuhan Sorong disinggahi oleh kapal PT. PELNI maupun
kapal-kapal niaga lainnya yang berfungsi sebagai pelabuhan transit untuk menuju
ke beberapa kabupaten lainnya yang ada di wilayah kepala burung Provinsi Papua
Barat. Adapun kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Sorong,
Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Tambrauw serta
Kabupaten Maybrat. Oleh karena itu maka keberadaan pelabuhan ini merupakan
pelabuhan utama, yang melayani masuk dan keluarnya arus barang dan
penumpang di Kota dan/atau Kabupaten Sorong.
Kondisi Pelabuhan Umum Kota Sorong yang dioperasikan oleh Pelindo IV
Kota Sorong sudah kurang layak atau sesuai dengan peruntukannya sebagaimana
mestinya, dimana fungsi Pelabuhan Umum Kota Sorong sebagai pelabuhan feeder
tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya karena terhambat oleh berbagai
permasalahan yang lebih bersifat teknis yang meliputi :
a) Area penumpukan barang dan kontainer yang sangat terbatas.
b) Panjang dermaga tidak cukup untuk melayani arus bongkar muat kapal.
c) Fasilitas cargo handling yang masih minimal kualitas dan kuantitasnya.
Selain itu untuk pengembangan wilayah pelabuhan sudah tidak memungkinkan
karena letaknya berbatasan dengan jalan utama Kota Sorong. Bersandar pada
Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran dan Peraturan Pemerintah
No. 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan serta hal sebagaimana mestinya.
Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, pada saat ini Pemerintah Kabupaten
Sorong melalui Dinas Perhubungan Kabupaten Sorong ingin mengembangkan
Pelabuhan Arar, berdasarkan PP No. 61 Tahun 2009 Pelabuhan Arar juga
termasuk dalam Pelabuhan Umum.
Menurut informasi dari Dinas Perhubungan Kabupaten Sorong, Pelabuhan
Arar terletak di sebelah selatan pelabuhan Kota Sorong, tepatnya pada 1°1'41.59"
LS dan 131°14'35.59" BT, yang berada di daerah administrasi Kampung Arar,
Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong. Pelabuhan Arar existing saat ini memiliki
panjang 100 m, sesuai dengan dan hanya melayani kapal yang muatannya berupa
kayu, semen, dan jenis kapal curah lainnya. Ukuran kapal rata-rata yang
berkunjung di Pelabuhan Arar adalah kapal dengan ukuran 2455,80 GT, Panjang
= 83,51 M, Lebar = 12,83 M, Tinggi = 6,81 M, Sarat = 5,10 M, DWT =
3064,51 ton. Seperti halnya pada kegiatan antropogenik pada umumnya, aktivitas
pelabuhan sudah pasti akan menghasilkan limbah. Selain hal tersebut, kapal juga
merupakan salah satu penyumbang limbah di dalam laut, baik berupa limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun limbah organik mudah urai. Contoh
limbah B3 yang dihasilkan dari kapal antara lain adalah oli dari kegiatan bongkar
muat kapal yang bersandar di pelabuhan, ceceran bahan bakar yang digunakan
oleh kapal, pembuangan air ballast, dsb. Contoh limbah organik mudah urai di
pelabuhan antara lain adalah berbagai sampah (limbah padat) yang dihasilkan dari
kegiatan yang ada dikapal dan di wilayah Pelabuhan Arar itu sendiri.
Baik limbah B3 maupun limbah non B3, dalam jumlah yang melebihi
kemampuan alam untuk memfurifikasi diri, apabila tidak dikelola denga n baik,
maka akan membahayakan lingkungan perairan pelabuhan dan kehidupan yang
3

ada di dalamnya (Riani, 2012). Bahkan limbah B3 seperti logam berat bukan
hanya akan mengkontaminasi air dan sedimen perairan laut; namun juga dapat
mengkontaminasi biota yang ada di dalamnya (Riani, 2009; 2010; 2011; Riani et
al., 2017a, 2017b , dan 2017c). Oleh karena itu maka limbah- limbah tersebut
harus dikelola dengan baik dan benar agar tercipta lingkungan yang baik, seperti
yang dinyatakan pada Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, bahwa
pengelola pelabuhan harus mengelola limbah yang dihasilkan dari kegiatan
pelabuhan tersebut. Oleh karena itu maka pihak pengelola Pelabuhan Arar harus
membuat strategi pengelolaan limbah yang dihasilkannya.
Strategi pengelolaan limbah tersebut makin dirasa sangat diperlukan
mengingat Pemerintah Kabupaten Sorong melalui Dinas Perhubungan berencana
untuk melakukan perluasan dermaga sepanjang 200 m. Oleh karena itu maka
pada masa yang akan datang, Pelabuhan Arar akan dapat disandari kapal-kapal
besar, sehingga dapat mengimbangi berbagai kegiatan seiring dengan
ditetapkannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arar. Pada kawasan KEK
umumnya akan banyak industri- industri yang terbangun, Kabupaten Sorong akan
berkembang menjadi kota industri, perdagangan, dan jasa. Oleh karena itu di
Kabupaten Sorong bukan saja banyak industri yang terbangun, namun juga akan
menjadi kota yang sangat strategis, baik sebagai kota persinggahan bahkan
menjadi pintu keluar- masuk Provinsi Papua Barat. Hal ini akan menyebabkan
semakin bertambahnya limbah yang dihasilkan, baik limbah domestik maupun
Limbah B3 dari aktivitas tersebut.
Selain hal tersebut, Kabupaten Sorong bersebelahan dengan Kota Sorong,
Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Tambrauw. Ketiga wilayah tersebut,
memiliki sumberdaya alam yang potensial dan akan membuat kegiatan di
Pelabuhan Arar menjadi semakin ramai. Di lain pihak kajian ilmiah di Pelabuhan
Arar masih sangat minim. Kajian yang dilakukan di wilayah perairan Papua
Barat, diantaranya adalah kajian terhadap perikanan anchovy di Selat Kabui, Raja
Ampat (Bailey et al., 2008), Rencana pengelolaan taman pulau-pulau kecil dan
daerah (TPPKD) Raja Ampat (Mustaghfirin et al., 2012), kajian terhadap ikan-
ikan karang di Perairan Papua Barat (Allen dan Erdmann, 2009), survey terhadap
biomasa ikan di daerah perlindungan Raja Ampat dari bulan Januari hingga
Februari 2013 (Allen, 2013), hutan mangrove di Kalitoko, Teluk Mayalibit, Pulau
Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat (Suhardjono, 2013),
pengelolaan sumberdaya karang berbasis integrasi sasi dengan konservasi perairan
modern di Raja Ampat (Boli, 2014), strategi pengembangan perikanan pancing
ramah lingkungan di Kabupaten Raja Ampat Papua Barat (Prayoga, 2014),
strategi adaptasi nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi perairan daerah
di Misool Selatan, KKPD Raja Ampat (Pranata, 2014), pengamatan suhu
permukaan laut Bentang Laut kepala Burung Papua Barat (Program BHS Unipa-
CII Sorong, 2014), variasi fitoplankton di Sungai Maralol dan Salawatlol di Pulau
Salawati, Kabupaten Sorong, Papua Barat (Setya, 2016). Oleh karena itu dalam
rangka mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat banyaknya limbah yang
dihasilkan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian strategi pengelolaan
limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan.
Penelitian terkait dengan pelabuhan juga tidak ada yang mengarah pada
pengelolaan limbahnya. Contohnya penelitian evaluasi dampak kebijakan
pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan terhadap perubahan
4

sosial ekonomi masyarakat pesisir sekitar (Anton et al., 2014). Pengembangan


Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan dalam rencana penyerapan
tenaga kerja masyarakat pesisir (Rahmawati et al., 2014). Pengembangan
Pelabuhan Tanjung Priuk berwawasan lingkungan (ecoport) dalam rangka
pengelolaan pesisir terpadu (Siahaan, 2012). Pelayanan pelabuhan perikanan
nusantara (PPN) terhadap kebutuhan operasi penangkapan ikan (Diniah et al.,
2012). Analisis indeks kinerja pengelola dan indeks kepuasan pengguna di
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (Guswanto et al., 2012).
Analisis program dan kinerja Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan
(Kohar et al., 2010). Dampak Pembangunan Pelabuhan Perikanan Lempasing
terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat (Yusuf et al. 2005).
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi strategi pengelolaan limbah di
Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan. Hasil penelitian ini
diharapkan akan menjadi dasar pemerintah daerah untuk mengatasi masalah
limbah, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang
berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Pengelolaan limbah terutama limbah B3 di Pelabuhan Arar saat ini masih


relative kurang baik. Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan bongkar muat
kapal hanya ditampung dalam drum-drum dan dibawa kembali oleh kapal yang
bersangkutan, atau dibeli masyarakat untuk dipergunakan kembali. Hal ini
menjadi sangat riskan terutama untuk masa yang akan datang, mengingat
Pelabuhan Arar akan segera dikembangkan/diperluas sepanjang 200 m, sehingga
dapat menampung lebih banyak kapal-kapal yang bersandar. Kondisi ini akan
berpotensi untuk menghasilkan limbah B3 yang semakin banyak, sehingga potensi
terjadinya pencemaran perairan laut di Pelabuhan Arar dan sekitarnya juga
menjadi tinggi.
Saat ini Pelabuhan Arar mengelola limbah B3 yang dihasilkan masih
sangat sederhana, yakni hanya melakukan penampungan limbah B3 yang
dihasilkan dari kegiatan bongkar muat kapal dalam drum-drum. Kondisi ini dapat
mendatangkan risiko yang potensial dapat menurunkan kualitas air laut di
sekitarnya, karena pada saat proses menampung tersebut, dapat terjadi ceceren
atau bahkan tumpahan ke media air laut, sehingga akan terjadi pencemaran.
Walau untuk saat ini belum terlalu merisaukan karena pada saat ini di Pelabuhan
Arar kapal yang bersandar masih sedikit, dan tidak memungkinkan kapal-kapal
besar sandar, namun adanya rencana Pemerintah Kabupaten Sorong memperluas
dermaga sepanjang 200 meter, ditambah dengan panjang dermaga existing 100
meter hingga menjadi 300 meter. Hal tersebut akan berdampak pada masa yang
akan datang, di Pelabuhan Arar akan menampung banyak kapal, dan sekaligus
menampung kapal-kapal yang berukuran besar, sehingga potensi untuk
mengasilkan limbah juga besar. Apabila hal tersebut tidak dikelola dengan baik,
akan mengakibatkan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Oleh
karena itu maka perlu dicari strategi pengelolaan Limbah (terutama Limbah B3
yang dihasilkan dari kapal) di Pelabuhan Arar, Kabupaten Sorong. Terkait hal
tersebut muncul pertanyaan penelitian seperti dibawah ini:
1. Bagaimana kondisi lingkungan di Pelabuhan Arar
5

2. Strategi pengelolaan limbah seperti apa yang dapat membuat Pelabuhan


Arar menjadi berkelanjutan.
Kerangka pikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Aktivitas Pelabuhan

Aktivitas Aktivitas
daratan perairan

Limbah padat dan cair


pelabuhan

Perairan dan daratan

Kualitas lingkungan pelabuhan

Fisik dan kimia Biota perairan Lingkungan sosial

Strategi pengelolaan limbah di


pelabuhan

Gambar 1. Kerangka pikir

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :


1. Mengindentifikasi dan menganalisa kondisi lingkungan di Pelabuhan Arar
2. Merumuskan strategi pengelolaan Pelabuhan Arar agar menjadi pelabuhan
yang berkelanjutan.
Manfaat

Adanya data kondisi lingkungan dan formula strategi pengelolaan


Pelabuhan Arar yang dihasilkan dari penelitian ini, maka diharapkan akan menjadi
6

dasar agar lingkungan hidup di Pelabuhan Arar dan sekitarnya menjadi sehat,
lestari serta yang berkelanjutan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis

Pengertian Limbah
Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan (PP No. 101 Tahun
2014). Menurut PP No. 101 Tahun 2014 yang merupakan pengganti dari
peraturan sebelumnya Peraturan Pemerintah no. 18 Tahun 1999 jo PP 85 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang
selanjutnya disebut B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lain.

Tujuan Pengelolaan Limbah


Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan
kewajiban bagi setiap individu penghasil limbah B3 sesuai dengan PP No. 101
Tahun 2014, Pasal 3 (1), bahwa setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib
melakukan Pengelolaan Limbah yang dihasilkannya. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan (Nybakken 1988) bahwa secara langsung maupun tidak langsung,
perairan sudah sejak lama dijadikan sebagai terminal buangan limbah dari
berbagai kehidupan manusia. Menurut Osibanjo et al. (2011) limbah yang masuk
ke badan air, baik dalam bentuk padat dan cair, sebagian besar berasal dari
industri, pertanian maupun kegiatan domestik.
Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan hidup dapat
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap
usaha dan/atau kegiatan menghasilkan Limbah B3 seminimal mungkin dan
mencegah masuknya limbah B3 dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan
masing- masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai
nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan,
substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih.
Jika masih dihasilkan limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan limbah B3.
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali
(reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery) merupakan satu
mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Penggunaan kembali
(reuse) limbah B3 untuk fungsi yang sama ataupun berbeda dilakukan tanpa
melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal.
Daur ulang (recycle) limbah B3 merupakan kegiatan mendaur ulang yang
bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara
termal yang menghasilkan produk yang sama, produk yang berbeda, dan/atau
material yang bermanfaat. Perolehan kembali (recovery) merupakan kegiatan
7

untuk mendapatkan kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia, fisika,


biologi, dan/atau secara termal. Teknologi pemanfaatan limbah B3 di satu pihak
dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga
dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan
baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber
daya alam.
Secara garis besar sumber pencemar perairan pelabuhan dikelompokkan
menjadi dua yaitu dari limbah kegiatan di luar kawasan dan kegiatan dalam
kawasan pelabuhan yang menghasilkan limbah. Limbah dari kegiatan dalam
kawasan pelabuhan juga dikelompokkan menjadi dua yaitu yang berasal dari
kegiatan di daratan kawasan termasuk kegiatan di pinggiran pelabuhan dan
kegiatan di perairan atau laut, sedangkan limbah kegiatan di luar kawasan
pelabuhan yang masuk ke paraiaran pelabuhan melalui sungai-sungai yang
bermuara ke perairan pelabuhan merupakan limbah kegiatan-kegiatan yang
terdapat di daerah tangkapan dari sungai-sungai tersebut (PPLH, 1993).

Penanganan Limbah B3 di Pelabuhan


Limbah B3 di pelabuhan dihasilkan dari kegiatan perawatan peralatan
pelabuhan dan limbah B3 dari kapal. Berdasarkan klasifikasi dari The
International Convention for the Prevention of Pollution from Ship, 1973
(MARPOL 73/74) dibedakan menjadi :
- Air ballast kotor;
- Pencucian tangki / slop ;
- Campuran bahan kimia berminyak;
- Scale dan sludge dari tangki pembersih;
- Sludge lambung kapal dari pembersih bahan bakar minyak.
Jumlah limbah cair berminyak menurut studi Clean Seawater, Departemen
Perhubungan RI (1995) adalah 3 ton/kapal untuk kapal internasional dan 1,25
ton/kapal untuk kapal domestik. Limbah cair dan limbah padat yang dihasilkan
oleh kapal mengandung limbah domestik, sampah perbaikan kapal, dan limbah
kargo. Limbah domestik termasuk sisa makanan, sisa pembungkus, sisa obat,
botol, kertas, dan kardus. Limbah perbaikan kapal dapat berupa bekas lap,
komponen mesin terdahulu yang rusak atau tidak dipakai, arang, debu, karat, sisa-
sisa cat yang mengelupas. Limbah padat anorganik disimpan di dalam kapal
selama maksimum tujuh hari. Limbah kapal yang dihasilkan dapat diperkirakan
dari jumlah awak kapal. Kapal kontainer, general cargo, dan Ro-Ro diperkirakan
membawa awak 15-40 orang. Jika setiap awak memproduksi 1 liter limbah padat
per hari, dengan masa berlayar tujuh hari maka total limbah padat adalah 105-208
liter per kapal.
Limbah B3 dikumpulkan di dalam TPS di pelabuhan dapat menerima
limbah dari hasil kegiatan kapal, kendaraan pengumpul limbah di darat serta dari
kendaraan pengumpul limbah di laut. Umumnya pada kapal-kapal, limbah-limbah
tersebut terlebih dahulu sudah dilakukan pemisahan menurut klasifikasinya
sebelum diserahkan ke TPS di pelabuhan. Sedangkan limbah yang berasal dari
kendaraan pengumpul limbah di laut, pemisahan limbah- limbah berdasarkan
klasifikasinya dilakukan di kendaraan pengumpul limbah di laut tersebut (on
board) setelah menerima limbah dari sumbernya.
8

Pengiriman limbah B3 dari pelabuhan ke TPS menggunakan mobil atau


menggunakan selang/pipa. Limbah B3 yang berasal dari TPS akan diserahkan
kembali ke pihak ketiga yang memiliki izin pemanfaatan dan transporter limbah
B3. Berikut adalah skema dari operasional reception facilities pelabuhan untuk
menangani Pelabuhan Arar di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong (Gambar 2).

Pihak ketiga
Sumber TPS Transporter yang memiliki
limbah B3 pelabuhan limbah B3 izin pengolahan
limbah B3

Gambar 2. Skema rencana operasional TPS di pelabuhan


Upaya pencegahan pembuangan oli dari lambung kapal, dilakukan oleh pihak
Upaya pencegahan pembuangan oli dari lambung kapal, dilakukan oleh pihak
Pelabuhan Arar dengan cara bekerja sama dengan aparat terkait akan mengawasi
kapal-kapal yang berada di areal Pelabuhan.

 Penanganan Limbah Cair


Limbah cair yang dihasilkan terdiri dari kegiatan domestik pekerja di
pelabuhan, limbah cair domestik akan mengunakan STP yang olahannya akan
mengalir ke laut, untuk itu akan dilakukan pengurusan IPLC di Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Gambar 3).

Limbah cair area TPS limbah B3 Diangkut


pelabuhan keluar lokasi

Limbah cair domestik Perairan


STP

Air limpasan yang Diangkut


membawa partikel dan Sediment trap keluar lokasi
ceceran

Gambar 3. Skema operasional pengelolaan limbah cair

Identifikasi Pengelolaan Limbah B3


Saat ini Pelabuhan Arar belum difungsikan secara maksimal dikarenakan
belum lengkapnya fasilitas penunjang pelabuhan. Kapal yang labuh dan sandar
saat ini hanya kapal pengangkut kayu, batu bara serta pasir. Limbah B3 yang
dihasilkan berupa oli bekas hanya ditampung di dalam drum dan diangkut oleh
pihak masyarakat yang tidak berizin tentu hal ini sangat riskan tercecernya oli ke
tanah dan otomatis mencemari lingkungan.
9

Kualitas Air

Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut (Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor : 51 Ta hun 20 04 ). Pe nc e ma ra n a ir
me nur ut Peraturan Pemerintah Nomor: 82 Tahun 2001 adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dala m
air ole h kegiatan ma nus ia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi s es ua i d e nga n
per untuk a nnya . Tin gk at pencemaran di pelabuhan menjadi penting untuk
diketahui agar pengelolaan kawasan tersebut lebih terencana serta
meminimalisir dampak bencana.
Menurut Owa (2014) pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air
dari keadaan normalnya bukan dari kemurniannya. Pencemaran air dapat terjadi
akibat adanya unsur atau zat lain yang masuk ke dalam air, sehingga
menyebabkan kualitas air menjadi turun (Salmin, 2005). Suripin (2001),
menyatakan pembuangan limbah industri dan domestik ke badan air merupakan
penyebab utama pencemaran air. Namun di wilayah laut, keberadaan pelabuhan
menyumbang bahan pencemar yang sangat signifikan (Riani dan Sutjahjo, 2006).
Namun demikian menurut Asante et al. (2014) sumber antropogenik mencakup
limbah pertambangan, industri (pembuangan lumpur limbah), limbah domestik,
pertanian (aplikasi pestisida dan pupuk anorganik), transportasi, serta deposisi
atmosfer merupakan penyebab terjadinya pencemaran perairan. Hal tersebut
sejalan dengan Riani (2012) bahwa pencemaran di udara akan mencemari air
melalui proses deposisi kering dan deposisi basah. Menurut Bryan (1976) limbah
industri merupakan sumber sumber bahan pencemar potensial B3 dalam perairan
sungai dan perairan estuaria.
Selain perairan laut, sedimen juga merupakan bagian perairan laut yang
menampung bahan pencemar, terutama pencemaran logam berat dan bahan-bahan
pencemar yang masuk pada golongan persistan organik pollutant (POP’s) dalam
jumlah yang signifikan (Riani, 2012). Hal ini terjadi karena buangan limbah
industri dan rumah tangga akan terikat pada padatan tersuspensi dan pada
akhirnya akan mengendap ke sedimen dasar perairan (Gomez-Parra et al. 2000
serta Cordova dan Riani, 2011).
Pencemaran dapat disebabkan oleh berbagai sumber, termasuk drainase
pertanian, limbah pembuangan industri, pembuangan limbah rumah tangga,
tumpahan limbah kimia, dan bensin dari perahu nelayan (Kumar et al. 2015).
Pencemaran laut dapat meningkatkatkan konsentrasi bahan berbahaya dan
beracun seperti logam berat yang sangat beracun bagi kesehatan ikan (Velusamy
et al. 2014). Menurut Riani 2012 bahan-bahan pencemar tersebut bukan hanya
membahayakan kesehatan ikan semata, namun juga semua biota yang ada dalam
perairan, bahkan juga akan berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsi ikan
ataupun hewan air lainnya. Adapun bahaya yang ditimbulkan akibat tercemarnya
ekosistem perairan antara lain adalah terjadinya kecacatan pada biota air (Riani et
al. 2014), terjadinya kerusakan pada organ-organ tubuh biota yang hidup dalam
perairan tercemar tersebut, terutama apabila di dalamnya terdapat bahan pencemar
yang masuk pada golongan B3 (Riani, 2015).
10

A. Parameter Kualitas Air


Parameter Fisika
a) Kecerahan
Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses
fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan
daya tembus cahaya matahari yang jauh kedalam Perairan, begitu pula sebaliknya
(Arianto, 2008).
Menurut Kordi dan Andi (2009), kecerahan adalah sebagian cahaya yang
diteruskan kedalam air dan dinyetakan dalam (%). Kemampuan cahaya matahari
untuk tembus sampai kedasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air.
Apabila kita sudah mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui
sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air,
lapisan- lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling
keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih, baik
untuk kehidupan ikan dan udang budidaya.

b) Kekeruhan
Kekeruhan pada air yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih banyak
disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus.
Sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan
oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan
permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang
tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya,
pernafasan dan daya lihat organism akuatik, serta dapat menghambat penetrasi
cahaya kedalaman air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
(Effendi, 2003).

c) Suhu
Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat
perhatian dalam pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat
dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala- gejala fisika didalam laut,
tetapi juga dengan kaitannya kehidupan hewan ata u tumbuhan. Bahkan dapat
juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi. Suhu air dipermukaan
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor- faktor metereolohi yang berperan
disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan
angin, dan radiasi matahari.
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu
penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan
biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan
suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian
bila peningkatan suhu sampai ekstrim (Kordi dan Andi, 2009).
11

B. Parameter Kimia
a) Nilai pH
Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang
diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = - log (H+). Air murni
terdiri dari ion H+ dan OH- dalam jumlah berimbang hingga Ph air murni biasa 7.
Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin
tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak
H+makin rendah PH dan cairan tersebut bersifat masam. pH antara 7 – 9 sangat
memadai kehidupan bagi air tambak. Namun, pada keadaan tertantu, air dasar
tambak memiliki potensi menurun derajat keasamannya, pH air dapat turun
hingga mencapai empat.
pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat
membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah( keasaman tinggi), kandungan
oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun,
aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada
suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan be rhasil baik
dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah ph 7,5 – 8,7 (Kordi dan
Andi, 2009).

b) Oksigan Terlarut / DO
Menurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh
suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Di laut,
oksigen terlarut (dissolved oxygen / DO) berasal dari dua sumber, yakni dari
atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut.
Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung
dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada
proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme)
bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2
dan H2 0.
Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam
air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila
ketersediaannya didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka
segal aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai
kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu
dan kebutuhan konsumtif yang terandung pada metabolisme ikan (Kordi dan
Andi, 2009).

c) Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)


COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi
secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organik tersebut
akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2 O serta sejumlah ion chrom.
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi
biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok
dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat
12

organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam
suasana asam, diperkirakan 95% – 100% bahan organik dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat
lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000
mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).

d) Amonia
Makin tinggi pH, air, daya racun amonia semakin meningkat, sebab
sebagian besar berada dalam bentuk NH3 , sedangkan amonia dalam molekul
(NH3 ) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4 +). Amonia dalam bentuk
molekul dapat bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4 + (Kordi dan
Andi, 2009).

e) Nitrat nitrogen
Menurut Susana (2002), senyawa kimia nitrogen urea (N-urea), algae
memanfaatkan senyawa tersebut untuk pertumbuhannya sebagai sumber nitrogen
yang berasal dari senyawa nitrogen-organik. Beberapa bentuk senyawa nitrogen
(organik dan anorganik) yang terdapat dalam perairan konsentrasinya lambat laun
akan berubah bila didalamnya ada faktor yang mempengaruhinya sehingga antara
lain akn menyebabkan suatu permasalahan tersendiri dalam perairan tersebut.
Menurut Andayani (2005), konsentasi nitrogen organik di perairan yang
tidak terpolusi sangat beraneka ragam. Bahkan konsentrasi amonia nitrogen
tinggi pada kolam yang diberi pupuk daripada yang hanya biberi pakan. Nitrogen
juga mengandung bahan organik terlarut. Konsentrsi organik nitrogan umumnya
dibawah 1mg/liter pada perairan yang tidak polutan. Pada perairan yang
planktonnya blooming dapat meningkat menjadi 2-3 mg/liter.

Tanah

Tanah adalah tubuh alam yang berkembang akibat adanya interaksi antara
bahan induk, bentang alam, iklim dan jasad hidup dalam rentang waktu tertentu
dengan melibatkan serangkaian proses pembentukan tanah (Hardjowigeno,
2003). Bentuk dan interaksi antar faktor/komponen tersebut mengendalikan
macam dan intensitas proses pembentukan tanah dan penampilan tubuh tanah
yang terbentuk. Tubuh tanah tersusun dari satu atau lebih horison atau lapisan
dengan watak-watak sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi yang berbeda antar
horison dan mendatar (antar tubuh tanah). Faktor lingkungan diatas yang terlibat
dalam pembentukan tanah disebut faktor-faktor pembentukan tanah. Keterkaitan
antara faktor- faktor pembentukan tanah dengan tanah sebagai hasil pembentukan
alami adalah melalui proses pembentukan tanah. Tanah tersusun dari empat
bahan utama yaitu mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun
tersbut memiliki jumlah yang berbeda-beda untuk setiap jenis tanah ataupun
lapisan tanah. Menurut Arsyad (2006) bahwa tanah mempunyai dua fungsi
utama, yaitu (1) sebagai matrik tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah
tersimpan, dan (2) sebagai sumber hara bagi tumbuhan. Menurunnya fungsi
tanah inilah yang bisa disebut degradasi lahan. Apabila fungsi kedua menurun
13

dapat diperbaiki dengan pemupukan, namun bila fungsi pertama menurun akan
sulit diperbaiki.
Doran dan Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah
kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk
melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta
meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Indikator kualitas tanah harus (1)
menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadukan sifat
fisik tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh banyak
pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan, (4) peka terhadap
berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan (5) apabila
mungkin sifat tersebut merupakan komponen yang bisa diamati pada dasar tanah.

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan September 2017.
Pengambilan sampel dan pengukuran kualitas air dilakukan di perairan pesisir
Pelabuhan Arar (Gambar 4.). Analisis fisik kimia air dilakukan di Laboratorium
PT. Global Quality Analytical Bogor.

Alat dan Bahan

Kualitas Air
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pH meter, DO
meter, GPS, thermometer, turbidimeter, sechidisk, peralatan pengambilan sampel
air seperti botol sampel. Selain itu juga peralatan di laboratorium seperti gelas
kimia, gelas ukur, tabung reaksi, oven, pemanas (hotplate), timbangan analitik,
pipet, batang pengaduk dan AAS (atomic absorption spectrophotometer) merek
Shimadzu tipe ASC 7000.

Aspek Biologi Perairan


Khusus untuk aspek biologi peraian, digunakan alat berupa planktonet, dan
Eckmangrab. Selain itu juga dipergunakan peralatan sampling pendukungnya.
Bahan yang digunakan adalah bahan-bahan untuk pengawet plankton dan benthos.

Strategi Pengelolaan Limbah


Pada formulasi strategi pengelolaan limbah, dilakukan wawancara dengan
stakeholder terpilih, dengan bantuan kuesioner.

Data yang diperlukan


Kualitas Air
Data kualitas air yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data eksisting
kualitas air, seperti yang tersaji pada Tabel 1.
14

Tabel 1. Parameter kualitas air yang dipelajari


Parameter Metode Keterangan
Hidrodinamika Air Pengukuran (skala metrik) Insitu
- Kedalaman air (m)
Fisika air
- Suhu (0 C) Skala metrik In situ
- Kecerahan (m) Secchi disk In situ
- TSS (mg/l) Gravimetri Lab
- Kebauan Visual In situ
- Sampah di laut Visual In situ
- Lapisan minyak visual In situ

Kimia air (badan air)


- Oksigen terlarut (mg/l) Titrimetrik/pH meter In situ
- pH (derajat kemasaman) Potensiometrik Lab
- COD (mg/l) Titrimetrik In situ
- BOD5 (mg/l) Titrimetrik Lab
- NO 3 (mg/l) Spektrofotometrik Lab
- NO 2 (mg/l) Spektrofotometrik Lab
- NH3 (mg/l) Spektrofotometrik Lab
- PO 4 (mg/l) Spektrofotometrik Lab
- H2 S (mg/l) Spektrofotometrik Lab
- Fenol Spektrofotometrik Lab
- Sianida Spektrofotometrik Lab
- Surfactant Spektrofotometrik Lab
- Oil and grease Spektrofotometrik Lab
- Pb Spektrofotometrik Lab
- Cd AAS Lab
- Hg AAS Lab
- Cr AAS Lab
- As AAS Lab
- Zn AAS Lab
- Cu AAS Lab
- Ni AAS Lab

Biologi badan air


- Fecal coli (ind/ml) Mikroskopis Lab

Aspek Biologi Perairan


Aspek biologi yang diamati di sini adalah ekosistem terumbu karang,
padang lamun, plankton (fitoplankton dan zooplankton), dan benthos. Parameter
yang diamati pada studi ini antara ain adalah :
1) Ekosistem terumbu karang: life form (bentuk pertumbuhan) karang, penutupan
karang (persen coverage).
2) Ekosistem padang lamun: Jenis, kerapatan, penutupan, pola penyebaran,
frekuensi jenis
3) Plankton: Jenis, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi.
4) Benthos : Jenis, kepadatan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi.
15

Pada penelitian ini, selain hal tersebut diatas pada penelitian ini juga
dikumpulkan data-data yang terkait dengan kondisi umum di wilayah kajian yang
meliputi data kondisi social ekonomi, iklim, curah hujan, dan berbagai data lain yang
diperoleh dari data sekunder.

Analisis Tanah
Pada penelitian ini, selain hal tersebut diatas, juga dikumpulkan data-data
yang terkait dengan kualitas tanah dan status kesuburannya. Adapun parameter yang
dianalisis danmetodanya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analsis kualitas tanah dan status kesuburan serta metoda yang digunakan
Sifat Tanah Metode
pH H2 O (1:5) pH-meter
pH KCl (1:5) pH-meter
C-Organik (%) Walkley & Black
Nitrogen-total (%) Kjeldahl
Nisbah C/N (penghitungan)
P-Olsen (ppm P) Olsen
P HCl 25% (ppm P) HCl 25%
Kapasitas Tukar Kation (KTK, cmol/kg) N NH4 OAc pH 7.0
Basa-basa dapat ditukar :
Ca-dd (cmol/kg) N NH4 OAc pH 7.0
Mg-dd (cmol/kg)
K-dd (cmol/kg)
Na-dd (cmol/kg)
Kejenuhan Basa (KB, %) (penghitungan)
Sumber Kemasaman :
Al-dd (cmol/kg) N KCl
H-dd (cmol/kg)
Kejenuhan Al (%) (penghitungan)
Tekstur: Pipet
- Pasir (%)
- Debu (%)
- Klei (%)

Strategi Pengelolaan Limbah


Data yang diperlukan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara
dengan pakar terpilih. Data sekunder yang diperlukan untuk keperluan ini
diantaranya kebijakan dan peraturan daerah terkait pengelolaan limbah, rencana
strategis pengelolaan limbah, profil sistem pembuangan limbah, kondisi
lingkungan fisik, ekonomi dan sosial masyarakat di lokasi penelitian serta
gambaran umum lokasi penelitian.

Strategi Pengelolaan Limbah dengan Menggunakan AHP


Penetapan prioritas strategi dalam AHP dilakukan dengan menangkap
secara rasional persepsi dari stakeholder kunci yang ditentukan secara purposive.
Dasar pertimbangan penentuan pakar untuk dijadikan responden kriterianya
adalah keberadaan, keterjangkauan dan kesediaan responden untuk diwawancarai,
mempunyai reputasi, kedudukan dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai
16

pakar pada bidang yang diteliti minimal tiga tahun, dan telah berpengalaman di
bidangnya. Adapun stakeholder yang diwawancara adalah Kepala Dinas
Perhubungan Kabupaten Sorong, kepala Bapeda Kabupaten Sorong, ketua KEK,
Kasubdit perhubungan, pihak perguruan tinggi. Pada analisis AHP dilakukan
konversi faktor- faktor yang tidak terukur (intangible) ke dalam aturan yang biasa,
sehingga dapat dibandingkan. Pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini

Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel air di tiga titik pengambilan sampel (Gambar 4.)
dengan menggunakan botol polietilen. Sebelum melakukan pengambilan sampel
terlebih dahulu dilakukan pengukuran parameter fisik kimia seperti suhu, pH,
kecerahan, DO dan untuk mengukur kekeruhan, amoniak, nitrat, salinitas, COD
dilakukan di laboratorium PT. Global Quality Analytical yang terakredasi KAN
Pengukuran logam berat Hg dan Pb akan dilakukan di laboratorium yang sama
yakni PT. Global Quality Analytical dengan menggunakan AAS.

Gambar 4 Pengambilan sampel

Analisis Data

Kualitas Air
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, survey, pengukuran di
lapangan, dan pengukuran di laboratorium ditabulasikan kedalam tabel dan grafik,
kemudian dibahas secara deskriptif.

Aspek Biologi Perairan


Terumbu Karang
Metoda yang di lakukan untuk mengetahui persen penutupan bentuk
pertumbuhan karang (life form) adalah manta tow (pengamatan dengan
menggunakan snorkeling dengan jarak 50 meter ke depan dan jarak pandang dua
17

meter ke kiri dan kanan). Pengambilan data lapangan dilakukan secara visual dari
pengamatan di permukaan. Data yang diperoleh dibahas secara deskriptif.

Padang Lamun
Pengambilan data lapangan terhadap padang lamun dilakukan secara
visual dari pengamatan selama di lapangan. Data yang diperoleh dibahas secara
deskriptif.

Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan di lokasi penelitian di setiap titik
yang sudah ditentukan pada kedalaman 0 m, 5 m dan 10 m. Plankton (phyto dan
zoo) disampling dengan menggunakan plankton net dengan jaring plankton
standar No. 25, dan volume air yang disaring adalah 50 liter. Contoh plankton
diawet dengan menggunakan lugol dan selanjutnya di identifikasi dan dihitung
jumlah individu dari setiap unit sistematik yang ditemukan di laboratorium. Data
yang diperoleh ditabulasikan kedalam tabel dan dibahas secara deskriptif.

Benthos
Sample benthos diambil dengan menggunakan Eckmangrab di lokasi
penelitian pada titik yang sudah ditentukan. Organisme benthos dikumpulkan
dengan menggunakan Eckman Grab berukuran (0,2x0,2) m. Sedimen yang
terkumpul dipisahkan dari sedimen dasar dengan menggunakan saringan
bertingkat (sieve set), kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh dan diberi
larutan pengawet formalin 4%, untuk selanjutnya diidentifikasi dan dihitung dari
setiap unit sistematik yang ditemukan di laboratorium. Data yang diperoleh
ditabulasikan kedalam tabel dan dibahas secara deskriptif.
Khusus data plankton dan benthos dianalisis kelimpahan dan
kepadatannya seperti diuraikan berikut ini:

Kelimpahan
Kelimpahan dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan
volume air. Kelimpahan setiap spesies plankton dihitung dengan menggunakan
sedgwick-rafter counting cell, dan selanjutnya jumlah individu/liter (N) dihitung
berdasarkan formula sebagai berikut :

C  A  V1
N
l  a  u  V2
Keterangan:
C = jumlah rata-rata individu setiap spesies plankton per lapang pandang
V1 = volume air contoh dalam botol contoh plankton (ml)
V2 = volume air yang disaring (l)
A = luas bagian cekung dari sedgwick-rafter counting cell (mm2 )
a = luas lapangan pandang (mm2 )
u = jumlah lapangan pandang yang diperiksa
l = volume air dalam cekungan sedgwick-rafter counting cell yang diperiksa
18

(6) Kepadatan
Kepadatan makrozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu makro-
zoobenthos per satuan luas tertentu, dalam satuan meter kuadrat. Kepadatan
makrozoobenthos dapat dijabarkan melalui persamaan berikut :

K = 10.000 x a
b

Keterangan:
K = kepadatan makrozoobenthos (individu/m2 )
a = jumlah makrozoobenthos yang dihitung (individu)
b = luas bukaan mulut dredge (cm2 )
Nilai 10.000 adalah nilai konversi dari cm2 ke m2 .

Data dari plankton dan benthos dianalisis struktur komunitasnya, seperti diuraikan
di bawah ini.

(1) Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman


Keanekaragaman menunjukkan keberagaman jenis dan merupakan ciri
khas struktur komunitas. Keanekaragaman ditentukan berdasarkan indeks
keanekaragaman dari Shannon-Wiener (Legendre and Legendre, 1983), yaitu :
S
H’ = -  pi log2 ni
I=1
Logaritma dasar 2 dapat diturunkan dengan mengalikan logaritma dasar 10
oleh suatu konstanta 3.322 (inversi
i= 1 log 2), sehingga :
H’ = 3.322 (log N – 1/N ( ni log ni))
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
Pi = ni/N (proporsi jenis ke-i)
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu seluruh jenis
S

Kisaran Indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan atas nilai- nilai


sebagai berikut (Magurran, 1955) :

 H’ < 1 = keanekaragaman jenis rendah, tekanan ekologis sangat


kuat
 1 < H’ < 3 = keanekaragaman jenis sedang, tekanan ekologi sedang.
 H’ > 3 = keanekaragaman jenis tinggi, terjadi keseimbangan
ekosistem.

Seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu tiap jenis,


digunakan indek keseragaman (regularitas), yang dihitung dengan cara
19

membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya sebagai


berikut :

Keterangan:
E = indeks keseragaman (berkisar 0-1)
H’ = indeks keanekaragaman
H’ maks = indeks keanekaragaman maksimum = log2 S
(dengan S = jumlah jenis)
Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Bila indeks keseragaman
mendekati nol, maka ekosistem tersebut mempunyai kecenderungan didominasi
oleh jenis tertentu dan bila indeks keseragaman mendekati 1, maka ekosistem
tersebut dalam kondisi relatif stabil.

(2) Indeks Dominansi Simpson


Dalam rangka menggambarkan jenis organisme yang paling banyak
ditemukan, dapat diketahui dengan menghitung nilai dominasinya. Dominasi
dapat dinyatakan dalam indeks Dominasi Simpson

D =  (Ni)2
N
Keterangan:
D = indeks dominasi Simpson
Ni = jumlah individu jenis ke-I
N = Jumlah inividu seluruh jenis

Nilai D berkisar 0-1. Jika nilai D mendekati 0, berarti tidak ada jumlah
individu suatu jenis yang berlimpah dan biasanya diikuti oleh nilai E yang besar.
Apabila nilai D mendekati 1, berarti terdapat sekelompok jenis tertentu yang
jumlahnya berlimpah (mendominasi) dari pada jenis yang lain dan biasanya
diikuti dengan nilai E yang kecil.

Kualitas Tanah
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, survey, dan pengukuran
parameter-parameter kualitas tanah dan kesuburannya yang dilakukan di
laboratorium, selanjutnya ditabulasikan kedalam tabel, kemudian dibahas secara
deskriptif.

Strategi Pengelolaan Limbah dengan Menggunakan AHP


Pengolahan data yang dilakukan pada penelitia n ini berbasis komputer
menggunakan perangkat lunak expert choice 2000. Adapun langkah- langkah
dalam analisis data dengan AHP adalah:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan fokus, dilanjutkan dengan
tujuan, kriteria dan alternatif kebijakan pada tingkatan level paling bawah.
20

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh


relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing- masing tujuan yang
setingkat diatasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari stakeholder
dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen
lainnya. Data kualitatif pada materi wawancara dikuantifikasi dengan
mengggunakan nilai skala komparasi 1 – 9 berdasarkan skala Saaty
4. Melakukan perbandingan berpasangan. Kegiatan ini dilakukan oleh
stakeholder yang berkompeten berdasarkan hasil identifikasi stakeholder.
5. Menguji konsistensinya. Indeks konsistensi menyatakan penyimpangan
konsistensi dan menyatakan ukuran tentang ko nsisten tidaknya suatu penilaian
perbandingan berpasangan. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk
mengetahui konsistensi jawaban dari responden karena akan berpengaruh
terhadap keabsahan hasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Sorong

Letak Geografis dan Batas Administrasi


Lokasi Pelabuhan Arar terletak Kampung Arar, Distrik Mayamuk,
Kabupaten Sorong, yang merupakan salah satu Kabupaten yang ada Provinsi
Papua Barat. Letak geografis Kabupaten Sorong adalah: 130 o 40’ 49” – 132o 13’
48” BT dan 00o 33’ 42” – 01o 35’ 29” LS. Wilayah administrasi Pemerintahan
Kabupaten Sorong terdiri dari 19 distrik, 18 kelurahan dan 149 desa/kampung .

Batas administratif Kabupaten Sorong adalah sebagai berikut :


 Utara : Kabupaten Raja Ampat
 Timur : Kabupaten Manokwari
 Selatan : Kabupaten Sorong Selatan
 Barat : Kabupaten Raja Ampat

Curah Hujan
Curah hujan bulanan disajikan pada Tabel 3 sedangkan rata-rata
bulanannya disajikan pada Gambar 5. Curah hujan bulanan rata-rata di atas 100
mm (bulan basah) dijumpai pada bulan Desember-April, dengan curah hujan
tertinggi pada bulan Februari. Curah hujan bulanan rata-rata di bawah 60 mm
(bulan kering) dijumpai pada Bulan Agustus dan September.

Hidrologi
Kondisi hidrologi dilihat dari pola aliran sungai dapat dilihat pada peta
Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Sorong (Gambar 6.) Secara umum di
Kabupaten Sorong mengalir beberapa sungai yang mengarah ke utara dan ada
beberapa sungai mengalir ke arah barat dan selatan. Hulu sungai yang mengalir di
Kabupaten Sorong berasal dari daerah pegunungan di bagian timur dan tengah
wilayah kompleks Pegunungan Tambrauw. Sungai yang mengalir ke arah utara
antara lain adalah Sungai Warsamson, Sungai Mega, Sungai Kwoor, sementara itu
21

sungai yang mengalir kearah selatan adalah Sungai Kla Segun, Sungai Beraur,
Sungai Kla Bra dan Sungai Seremuk.

Tabel 3. Curah hujan bulanan 2009-2014


Bulan (MM)
Tahun Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des
2005 55 61 132 268 239 349 228 136 113 370 188 333
2006 254 156 276 190 8 9 201 22 393 7 165 48
2007 253 148 261 321 321 603 921 839 301 450 219 407
2008 140 240 343 430 430 404 597 614 417 379 309 425
2009 176 200 274 371 126 296 391 86 132 86 281 74
2010 63 69 59 196 366 426 277 561 471 345 231 339
2011 180 300 474 184 493 203 601 268 416 173 242 224
2012 217 209 565 275 178 444 456 346 192 116 175 151
2013 231 197 155 300 604 195 478 444 226 122 199 185
2014 125 148 200 127 476 348 114 366 98 74 221 183
Rata2 129.4 172.8 273.9 266.2 324.1 327.7 426.4 368.2 275.9 212.2 223 218.9

Gambar 5. Grafik rata-rata curah hujan

Kabupaten Sorong dilihat dari pola aliran sungai, secara umum terdiri dari
sungai-sungai yang mengalir ke utara (Samudra Pasifik) dan ke selatan Laut
Seram, dengan bagian hulu (upstream) adalah di pegunungan bagian tengah dan
timur wilayah Kabupaten Sorong (kompleks Pegunungan Tambraw, dan lain-
lain). Sungai-sungai yang mengalir ke arah utara yang relatif besar antara lain
adalah sungai Warsamson, Sungai Mega, Sungai Kwoor. Sungai-sungai lainnya
relatif kecil dan pendek dan selaras dengan posisi pegunungan yang lebih dekat ke
bagian utara. Sungai-sungai yang mengarah ke selatan yang relatif besar antara
lain adalah Sungai Kla Segun, Sungai Beraur, Sungai Klabra/Kla Dug, dan Sungai
Seremuk. Terkait dengan wilayah Kabupaten Sorong yang relatif dikelilingi oleh
laut, kecuali di bagian timur berbatasan dengan darat. Oleh karena itu maka
panjang garis pantai di Kabupaten Sorong yang berada di pulau utama Pulau
Papua dan Pulau Salawati yaitu kurang lebih 545,31 km. Panjang garis pantai di
22

bagian utara mulai dari perbatasan dengan Kabupaten Manokwari di bagian timur
dan Kota Sorong di bagian barat, yaitu mulai dari Distrik Abun, Sausapor, Moraid
dan Distrik Makbon, mempunyai garis pantai kurang lebih 231,71 km, dan di
bagian selatan sampai ke bagian barat yaitu mulai dari Distrik Beraur, Segun,
Mayamuk, Salawati, Mayamuk, dan Distrik Aimas mempunyai panjang garis
pantai kurang lebih 313,60 km. Wilayah laut kewenangan Kabupaten Sorong,
yaitu sejauh 4 mil laut dari garis pantai untuk yang berhadapan dengan laut lepas
dan berbagi dengan wilayah tetangga untuk yang terdapat pada selat. Luas laut
kewenangan (WLK) tersebut secara total adalah kurang lebih 725 808 Ha.

Gambar 6. Peta DAS Kabupaten Sorong

Komponen Sosial dan Ekonomi Kabupaten Sorong


Kabupaten Sorong merupakan salah satu dari Kabupaten yang terletak di
Wilayah Provinsi Papua Barat. Secara administratif, Kabupaten Sorong terdiri dari
17 Distrik. Luas wilayah Kabupaten Sorong adalah 12.159,42 Km2 .

Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Sorong tahun 2013 berjumlah 76.669 jiwa
dengan tingkat kepadatan rata-rata enam jiwa/km2 tersebar di 17 distrik. Distrik
Aimas merupakan yang tepadat dengan jumlah penduduk sebanyak 23.000 jiwa
dan kepadatannya 103 jiwa/km2 , sedangkan distrik klaso sebagai distri yang
memupnayi jumlah penduduk terendah sebanyak 366 jiwa dengan tingkat
kepadatan 1 jiwa/km2 .
23

Tabel 4. Luas wilayah Kabupaten Sorong menurut distrik

No Distrik Km2 Persentase

1 Klaso 316,46 2,60


2 Makbon 1.011,42 8,32
3 Klayili 481,26 3,96
4 Beraur 822,26 6,76
5 Klamono 488,45 4,02
6 Klawat 518,72 4,17
7 Klabot 432,89 3,56
8 Salawati 525,03 4,32
9 Mayamuk 217,22 1,79
10 Salawati Timur 118,62 0,98
11 Mayamuk 893,81 7,35
12 Segun 2.021,37 16,62
13 Salawati Selatan 2.265,18 18,63
14 Aimas 222,43 1,83
15 Mariat 118,16 0,97
16 Sayosa 1.213,60 9,98
17 Maudus 492,54 4,05
Kabupaten Sorong 12.159,42 100,00

Tabel 5. Jumlah penduduk tiap distrik Kabupaten Sorong tahun 2013

No. Kecamatan/Distrik Luas Jumlah Kepadatan


Daerah(Km2) Penduduk (Jiwa/Km2)
1 Klaso 316,46 336 1
2 Makbon 1.011,42 2.261 2
3 Klayili 481,26 443 1
4 Beraur 822,26 1.074 1
5 Klamono 488,45 4.778 10
6 Klabot 518,72 694 1
7 Klawak 432,89 651 2
8 Salawati 525,03 9,989 19
9 Mayamuk 217,22 10.939 50
10 Salawati Timur 118,62 2.079 18
11 Seget 893,81 3.282 4
12 Segun 2.021,37 1.515 1
13 Salawati Selatan 2.265,18 2.190 1
14 Aimas 222,43 23.000 103
15 Mariat 118,16 11.962 101
16 Sayosa 1.213,60 1.052 1
17 Maudus 492,54 423 1
Jumlah 12.159,42 76.668 6
24

Pendapatan Regional Kabupaten Sorong


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Nilai PDRB
merupakan jumlah dari keseluruhan kegiatan ekonomi yang dibagi menjadi 17
sektor. PDRB Kabupaten Sorong tahun 2014 yang dihitung atas dasar harga
berlaku adalah sebesar Rp 8.723.126,77 juta. nilai ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan total PDRB tahun 2013 sebesar Rp 8.096.278,57 juta.
PDRB Kabupaten Sorong atas dasar harga berlaku disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. PDRB Kabupaten Sorong tahun 2013-2014 (jutaan rupiah)


Tahun PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
2013 8.096.278,57
2014 8.723.126,77

Berdasarkan data BPS Kabupaten Sorong tahun 2015, diketahui bahwa


sektor usaha yang paling besar sumbangannya bagi PDRB Kabupaten Sorong
pada tahun 2013 hingga tahun 2014 adalah sektor industri pengolahan. Sektor
lainnya yang memberikan kontribusi nomor dua terbesar adalah dari sektor
pertambangan dan penggalian. Perkembangan PDRB Kabupaten Sorong dapat
dilihat pada Tabel7.

Tabel 7. PDRB Kabupaten Sorong atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha tahun 2013-2014
No. Lapangan Usaha 2013 2014
1 Pertanian peternakan, kehutanan 730.245,88 815.841,11
dan perikanan
2 Pertanian dan penggalian 1.744.595,38 1.665.060,44
3 Industri pengolahan 3.936.852,09 4.301.012,02
4 Listrik dan gas 955,85 1.169,27
5 Pengadaan air, pengolahan 4.238,25 4.661,80
sampah,limbah daur ulang
6 Konstruksi 686.605,09 798.744,47
7 Perdagangan besar dan eceran; 208.558,54 237.932,43
reparasi mobil & sepeda motor
8 Transportasi dan pergudangan 41.731,09 46.479,41
9 Penyediaan akomodasi dan makan 15.070,34 16.915,64
minum
10 Informasi dan komunikasi 24.853,28 26.773,934
11 Jasa keuangan dan asuransi 44.768,60 51.571,52
12 Real estate 23.597,41 27.170,79
13 Jasa perusahaan 4.231,43 4.170,80
14 Administrasi pemerintahan, 483.447,31 557.581,51
pertahanan dan jamsos wajib
15 Jasa pendidikan 112.255,93 128.778,87
16 Jasa kesehatan&kegiatan sosial 29.519,17 32.725,89
17 Jasa lainya 5.738,94 5.997,03
Produk domestik regional bruto 8.096.278,57 8.723.126,77
Sumber : Kabupaten Sorong dalam Angka, Tahun 2017
25

Kondisi eksisting perairan Arar

Perairan adalah komponen lingkungan yang paling mudah terkena dampak


kegiatan manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Walaupun setiap
sistem perairan memiliki kapasitas terima (receiving capacity) yang terbatas
terhadap bahan pencemar, namun apabila melewati daya dukungnya, maka
peningkatan masukan bahan pencemar ke perairan akan mengakibatkan terjadinya
kerusakan ekosistem perairan, dan pada akhinya mengakibatkan terjadinya
pencemaran (Riani, 2012).
Pada saat ini, di wilayah Pelabuhan Arar, terdapat perairan laut yang
disekelilingnya terdapat berbagai kegiatan antropogenik, seperti PT. Semen
Indonesian (Persero) Tbk Arar, terdapat Industri aspal curah, industri CPO,
terdapat industri gas, industri kayu lapis, industri pemrosesan/pendinginan ikan,
industri kelautan dan perikanan (tangkap dan perikanan budidaya,serta pelabuhan
penyebrangan. Kegiatan-kegiatan antropogenik tersebut semuanya menghasilkan
limbah yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air di perairan sekitar
Pelabuhan Arar.

Kualitas Lingkugan Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong


Kondisi kualitas lingkungan Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong
digambarkan berdasarkan hasil pengambilan sampel dan analisis laboratorium
terhadap parameter kualitas air, biota air, sedimen dan tanah.

Kualitas Air
A. Kualitas Air Laut
Parameter sifat fisika dan kimia air laut yang dianalisis sesuai dengan
parameter Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan menurut Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2004.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh PT. Global Quality Analytical
terhadap tiga titik sampel air laut menunjukan bahwa ada beberapa parameter
yang dianalisis dari titik lokasi tidak melebihi baku mutu. Hasil analisis sampel
kualitas air laut secara rinci disajikan pada Tabel.8.

a. Sifat-sifat Fisika
Suhu
Suhu perairan sangat mempengaruhi proses fisik, kimia dan biologi
perairan. Semakin tinggi suhu perairan maka jumlah oksigen terlarut (DO)
semakin rendah dan akan menyebabkan meningkatnya toksisitas senyawa-
senyawa kimia yang bersifat toksik yang selanjutnya hal ini akan berpengaruh
terhadap kehidupan biota perairan. Hasil pengukuran di daerah studi menunjukan
bahwa perairan di wilayah studi berkisar antara 29,6 OC sampai 30,6 OC. Kisaran
suhu pada perairan ini berada pada kondisi normal dan masih memenuhi standar
baku mutu sesuai dengan PP RI No. 82 tahun 2001 tentang tentang Pengelolaan
Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air.
26

Tabel 8. Hasil laboratorium analisa kualitas air laut

No. Parameter Hasil Analisis Baku Mutu


St-1 St-2 St-3
Physical Properties:
1 Brightness N/A N/A N/A Coral>5;Magrove-;
Lamun>3
2 Odor Natural Natural Natural Natural
3 Turbidity 2,25 5,21 1,22 <5
4 Total Suspended Solid, 3,0 3,0 2,0 Coral 20; Mangrove 80;
TSS Lamun 20
5 Garbage None None
6 Temperature 29,6 30.6 29.8 Coral 28 - 30; Mangrove
28 - 32; Lamun 28 - 30
7 Oil Layer None None None None
Chemistry Properties :
1 pH 7,8 7.1 7,8 7 – 8,5
2 Salinity 29,0 30 30 Coral 33 - 34; M angrove s/d
34; Lamun 33 - 34
3 Dissolve Oxygen, DO 7,1 6,8 7,3 >5
4 Biological Oxygen 23,8 28,70 22,90 20
Demand, BOD 5
5 Total Amoniac, NH3 -N <0,054 <0,054 <0,054 0,3
6 Phosphate, PO4 -P 0,011 0,012 0,011 0,015
7 Nitrate, NO 3-N 0,50 0,50 0,70 0,008
8 Cyanide, CN 0,049 0,021 0,07 0,5
9 Sulfide, H 2S < 0,0007 <0,0007 <0,0007 0,01
10 Total Fenol Solution < 0,002 <0,002 <0,002 0,002
11 Surfactant, M BAS < 0,014 <0,014 <0,014 1
12 Oil and Grease <1 <1 <1 1
Dissolve Metal Properties:
1 M ercury, Hg 0,0005 0,0004 0,0003 0,001
2 Chromium Hexavalent, 0,012 0,016 0,008 0,005
Cr6+
3 Arsen, As <0,001 <0,001 <0,001 0,012
4 Cadmium, Cd < 0,0003 <0,0003 <0,0003 0,001
5 Cooper, Cu < 0,008 <0,008 <0,008 0,008
6 Lead, Pb 0,003 0,002 0,002 0,008
7 Zinc, Zn 0,008 0,005 0,006 0,05
8 Nickel, Ni < 0,0005 <0,0005 <0,0005 <0.05
Biological Properties :
1 Coliform Total <2 <2 <2 1000

Kecerahan
Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat ditembus oleh
cahaya dan umumnya tampak secara kasat mata. Kecerahan pada suatu perairan
sangat erat kaitannya dengan proses fotosintesa yang terjadi di perairan secara
alami. Menurut Nybakken (1992), fotosintesa hanya dapat berlangsung bila
intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari intensitas di suatu
perairan. Hasil pengamatan lapang yang dilakukan memperlihatkan bahwa air di
lokasi penelitian memperlihatkan bahwa perairan di sekitar Pelabuhan Arar yang
berwarna kehijau-hijauan, menunjukkan perairan yang subur.
27

Bau
Suatu ekosistem perairan yang masih alami, pada umumnya akan
memberikan parameter bau yang alami. Namun pada perairan yang sudah banyak
kegiatan antropogenik, sehingga terjadi penumpukan bahan organik, umumnya
akan memunculkan bau yang tidak sedap, tergantung pada bahan organik yang
menumpuk tersebut. Hasil pengamatan lapang yang dilakukan memperlihatkan
bahwa air di lokasi penelitian di ketiga stasiun memperlihatkan bahwa bau
perairan tidak menunjukkan hal- hal yang spesifik, atau dengan kata lain bau
perairan di kedua stasiun masuk ke dalam kategori bau yang masih alami. Hal ini
merupakan indikasi bahwa di wilayah kajian relatif tidak terjadi penumpukan
bahan-bahan organik yang perlu diuraikan secara khusus.

Kekeruhan
Kekeruhan pada perairan dipengaruhi oleh kegiatan baik kegiatan yang
dilakukan di hulu sungai yang berasal dari kegiatan domestik permukiman
penduduk di sekitarnya maupun dari kegiatan industry, apabila di lokasi tersebut
terdapat kegiatan industry ataupun kegiatan antropogenik lain seperti kegiatan
pertanian, perkebunan, dsb. Adapun penyebab terjadinya kekeruhan perairan ada
berbagai hal, diantaranya adalah disebabkan oleh ka ndungan total suspended solid
(TSS) di perairan di yang tinggi, kelimpahan fitoplankton yang tinggi, dsb.
Hasil pengamatan di lapang memperlihatkan bahwa air di lokasi penelitian
memperlihatkan bahwa perairan di sekitar Pelabuhan Arar airnya keruh, dengan
warna kekeruhan berwarna kehijau-hijauan hal ini memperlihatkan bahwa
walaupun perairan keruh, namun karena kekeruhannya berwarna hijau,
menunjukkan perairan yang subur, bukan keruh karena adanya partikel-partikel
tersuspensi yang berasal dari partikel tanah.

Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid/TSS)


Padatan tersuspensi merupakan parameter fisik dari perairan yang
diakibatkan dari bahan padat atau lumpur dengan satuan padatan tersuspensi
adalah mg/L. Hasil Laboratorium stasiun1 adalah 3.0 mg/l, stasiun2 adalah 3.0
mg/l dan stasiun1 adalah 2.0 mg/l, hal ini memperlihatkan bahwa nilai tersebut
masih dibawah baku mutu. Hal ini memperlihatkan bahwa kegiatan antropogenik
yang terdapat di lokasi penelitian belum terlalu mengganggu aktifitas yang ada
dalam ekosistem di sekitar Pelabuhan Arar. Namun demikian warna hijau yang
ada diperairan alami, memperlihatkan bahwa perairan terlalu subur, dalam arti
cukup banyak nutrient yang masuk ke dalam perairan, sehingga memicu
terjadinya pertumbuhan plankton yang berlebih.

Sampah
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan
limbah padat. Limbah itu sendiri pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang
atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan
tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai
ekonomi yang negatif. Sampah mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk
membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, di
28

samping itu juga mencemari lingkungan (Sa’id, 1998). Dewi (2008)


mengemukakan sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas
manusia, namun pada prinsipnya sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki
nilai ekonomis.
Pada saat dilakukan pengamatan di lokasi penelitian tidak didapatkan
adanya sampah yang mengambang di perairan ini. Hal ini memperlihatkan bahwa
kondisi perairan saat ini masih belum terlalu banyak menampung limbah
antropogenik, terutama yang dihasilkan dari kegiatan di darat.

b. Sifat-sifat Kimia
Parameter kimia air di lokasi penelitian, seperti terlihat pada Tabel 8,
untuk lebih jelasnya kondisi setiap parameter kimia pera iran tersebut dapat dilihat
pada uraian di bawah ini.

Nilai pH
Derajat keasaman atau potensial hidrogen yang disingkat dengan pH
adalah istilah yang sering digunakan secara universal, yaitu menunjukkan kondisi
asam atau basa atau lebih tepat adalah menunjukkan konsentrasi ion hidrogen
suatu perairan. Rata-rata pH air laut dilokasi pengukuran yakni stsiun 1, stasiun 2
dan stasiun 3 tersebut masih mempunyai nilai pH yang berada pada nilai yang
persyaratkan yang menginginkan pH 7,1-7,8.
Berdasarkan hal tersebut, maka derajat keasaman di lokasi kajian masih
mendukung kehidupan biota yang ada di dalamnya. Atau dengan kata lain belum
terjadi pencemaran yang berarti di lokasi kajian, sehingga tidak mengubah nilai
pH dari nilai alaminya. Namun demikian kondisi tersebut harus diwaspadai,
mengingat nilai pH laut pada umumnya bersifat basa dan rata-rata dalam kondisi
normal laut mempunyai pH mendekati 8 atau bahkan lebih dari 8 (Riani, 2012).

Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang berpengaruh
terhadap metabolisme tubuh ikan terutama proses osmoregulasi. Ikan memiliki
tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya. Oleh karena itu agar
proses fisiologisnya berlangsung normal, maka biota air harus bisa mengatur
tekanan osmotik dengan cara mencegah kekurangan atau kelebihan air. Semakin
berbeda tekanan osmotik dalam tubuh biota air dengan lingkungannya, maka
semakin besar energi metabolisme yang dibutuhkan untuk proses osmoregulasi
sebagai upaya adaptasi. Osmoregulasi pada biota laut berbeda dengan biota air
tawar.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai salinitas yang terdapat
di lokasi penelitian cukup tinggi dimana stasiun 1 adalah 29 promil, stasiun 2
salinitasnya 30 promil dan stasiun 3 salinitasnya 30 promil. Salin itas di ketiga
stasiun tersebut sebenarnya masih mendukung kehidupan pada ekosistem
terumbu karang yang menginginkan salinitas hingga 34 promil. Relatif rendahnya
salinitas di lokasi kajian, padahal lokasi tersebut merupakan ekosistem terumbu
29

karang, diduga karena pada saat dilakukan pengambilan sampel adalah musim
hujan, sehingga masukan air tawar ke dalam laut menjadi sangat banyak, yang
mengakibatkan sedikit menurunnya salinitas air laut di sekitar lokasi kajian. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Nontji (1987) yang menyatakan bahwa pola
sebaran salinitas air laut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
penguapan, pola sirkulasi air, curah hujan, dan aliran sungai.

Kandungan Oksigen Terlarut (DO)


Oksigen terlarut adalah jumlah atau kadar oksigen yang terkandung dalam
air, oksigen terlarut diperlukan mikroorganisme untuk menguraikan zat organik,
nilai DO yang dipersyaratkan adalah lebih dari 5 mg/L. Apabila nilai DO berada
dibawah baku mutu maka menandakan air tersebut kurang dapat mendukung
kehidupan yang ada di dalamnya, sekaligus menjadi pertanda bahwa ada potensi
mikroorganisme yang ada di dalamnya akan kesulitan menguraikan zat organik
secara alamiah, sehingga akan menghasilkan gas racun. Selain itu juga akan
menjadi faktor pembatas untuk makhluk hidup lain yang hidup di dalamnya.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai oksigen terlarut yang
di tiga stasiun yakni masing- masing stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 adalah
berturut-turut 7,1 mg/l, 6,8 mg/l dan 7,3 mg/l. Hal ini memperlihatkan bahwa
kandungan oksigen terlarut cukup mendukung kehidupan yang ada di dalamnya.
Menurut Reid (1961) dan Welch (1980) kandungan oksigen terlarut di perairan
alami tergantung pada beberapa faktor, diantaranya suhu, salinitas, dan tekanan
atmosfer. Selain itu, kandungan oksigen terlarut juga dipengaruhi oleh pergerakan
masa air (turbulensi), aktivitas fotosintesis, respirasi, adanya lapisan di atas
permukaan air, senyawa yang mudah teroksidasi dan limbah yang masuk ke badan
air.
Mengingat di lokasi kajian suhu dan salinitas ada dalam kondisi alami,
maka kandungan oksigen terlarut di lokasi kajian ada dalam kondisi baik dan
dapat mendukung kehidupan yang ada di dalamnya, sekaligus merupakan satu
petunjuk bahwa perairan belum tercemar berat oleh bahan organik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Miller (1998) bahwa untuk melihat apakah suatu perairan yang
menerima limbah sudah tercemar (terutama bahan organik) atau belum tercemar
dan masuk kategori yang mana tingkat pencemarannya, salah satu para meter yang
umum dipergunakan sebagai pencirinya adalah kandungan oksigen terlarut pada
perairan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan data DO-nya yang
berkisar antara 6,8 sampai dengan 7,3 maka perairan di lokasi kajian masuk pada
kategori tercemar sedikit (Miller 1998).

Tabel 9. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) dan tingkat pencemaran air


No DO dalam ppm Tingkat pencemaran air
1 8-9 Tidak tercemar
2 6.7-8 Tercemar sedikit
3 4.5-6.7 Tercemar ringan
4 Dibawah 4.5 Tercemar berat
5 Di bawah 4 Tercemar parah
30

BOD
Biochemical oxygen demand (BOD) merupakan banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik dalam keadaan
aerobik secara biokimia. Semakin banyak zat organik maka semakin besar
kebutuhan oksigennya sehingga BOD semakin besar dan sebaliknya. Di dalam
perairan sendiri mikroorganisme membutuhkan oksigen yang cukup banyak untuk
keperluan mengoksidasi bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana. Oleh
karena itu, maka nilai BOD seringkali menjadi salah satu parameter yang
digunakan untuk mengklasifikasikan pencemaran perairan.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai BOD yang terdapat
di lokasi penelitian nilainya cukup tinggi dan telah melewati baku mutu, yakni
masing- masing stasiun1 23,08 mg/l, stasiun2 28,7 mg/l dan stasiun3 22,90 mg/l.
Hal ini menunjukkan nilai BOD di lokasi kajian yang cukup tinggi ataudengan
kata lain kandungan bahan organik di lokasi kajian cukup tinggi. Menurut Canter
dan Hill (1979) tingginya bahan organik yang terdapat di lokasi kajian ini
mengakibatkan terkuras habisnya oksigen terlarut untuk keperluan penguraian
bahan organik tersebut baik untuk penguraian secara biologi maupun penguraian
secara kimia. Oleh karena itu maka kandungan oksigen di lokasi kajian seperti
telah dijelaskan di atas, tidak terlalu tinggi, yakni hanya berkisar antara 4,5 sampai
dengan 5,4.

Amonia Total
Amonia berasal dari kandungan nitrogen yang bersumber dari limbah
rumah tangga ataupun industri. Namun ammonia juga bisa berasal dari sisa pakan
dan sisa feses (sisa metabolisme protein oleh ikan dan biota air lainnya) yang
dihasilkan biota itu sendiri dan bahan organik lainnya. Amonia di dalam air ada
dalam bentuk molekul (non disosiasi/unionisasi) ada dalam bentuk NH3 dan ada
dalam bentuk ion ammonia (disosiasi) dalam bentuk NH4 +. Kedua bentuk amonia
tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan suhu air. Menurut Boyd (1998)
peningkatan konsentrasi amonia dalam perairan akan menurunkan ekskresi
amonia oleh hewan akuatik. Akibatnya, tingkat amonia dalam darah dan jaringan
lain akan mengalami peningkatan.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai amonia total yang
terdapat di perairan ini, baik di stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 nilainya sangat
rendah, yakni masing- masing kurang dari 0,054 mg/l. Hal ini menunjukkan
bahwa di kedua stasiun penelitian ini kandungan bahan organiknya relatif rendah,
sehingga untuk penguraiannya masih dapat dilakukan secara sempurna, tanpa
harus menghasilkan gas beracun seperti ammonia. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan Bobbi (1998) bahwa amonia merupakan hasil dari penguraian
(pembusukan) protein. Selanjutnya dikatakan bahwa amonia dalam bentuk yang
tidak terionisasi (NH3 ) sangat toksik terhadap organisme. Toksisitas ini meningkat
seiring dengan peningkatan pH dan temperatur.

Fosfat
Secara umum fosfat di dalam air alami berada dalam bentuk ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organik. Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai
total fospat yang terdapat di lokasi penelitian, stasiun 1 0,011 mg/l, stasiun 2
31

0,012 mg/l dan stasiun 3 0,011 mg/l, terlihat bahwa konsentrasinya cukup rendah.
Sumber-sumber fosfat yang terdapat pada setiap titik pengambilan sample pada
penelitian ini diduga berasal dari limbah antropogenik baik yang berasal dari
kegiatan rumah tangga, pertanian ataupun kegiatan antropogenik lainnya yang
masuk ke dalam drainase dan sungai tempat membuang limbah tersebut, yang
pada akhirnya bermuara ke laut yang berdekatan dengan Pelabuhan Arar. Selain
hal tersebut juga diduga berasal dari kegiatan di kawasan ekonomi khusus (KEK)
yang ada di sekitar Pelabuhan Arar tersebut. Menurut Alaerts dan Santika (1987)
kandungan fosfat yang cukup tinggi tersebut membahayakan kehidupan pada
ekosistem perairan, karena dapat merangsang terjadinya pertumbuhan
fitoplankton yang berlebih, dan pada kondisi yang lebih buruk dapat
mengakibatkan terjadinya kematian masal.

Nitrat
Nitrat merupakan zat nitrogen yang mudah larut dalam air dan bersifat
stabil. Kandungan nitrat di perairan dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut
(DO). Apabila oksigen terlarut dalam air tinggi maka nitrit dalam air akan
teroksidasi menjadi nitrat, sehingga konsentrasi nitrat dalam air akan relatif tinggi.
Nitrat sendiri di perairan dibutuhkan untuk keperluan proses fotosintesa. Oleh
karenanya maka kandungan nitrat dalam perairan laut, menjadi salah satu tolok
ukur kesuburan perairan. Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai
nitrat yang terdapat di lokasi penelitian masing- masing stasiun 1 0,50 mg/l,
stasiun 2 0,50 mg/l dan stasiun 3 0,50 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa di ketiga
stasiun penelitian ini kandungan bahan organiknya cukup tinggi, sehingga hasil
penguraian bahan organik, berupa nitrat juga cukup tinggi. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Alaerts dan Santika, 1987) yang mengatakan bahwa kandungan
nitrat dalam perairan umumnya berasal dari hasil perombakan bahan organik.
Cukup tingginya kandungan nitrat di lokasi kajian, memperlihatkan bahwa
ditinjau dari kandungan nutrisinya, maka perairan cukup mendukung kehidupan
biota autotroph yang ada di dalamnya.

Sianida
Sianida merupakan senyawa yang sangat beracun, sehingga sianida dapat
mematikan makhluk hidup yang terpapar oleh sianida tersebut. Hasil a nalisis
laboratorium menunjukan bahwa nilai konsentrasi sianida yang terdapat di lokasi
penelitian yakni lokasi stasiun1 adalah 0.049 mg/l, stasiun 2 adalah 0.021 mg/l
dan stasiun 3 adalah 0.07 mg/l nilainya sangat rendah. Hal ini memperlihatkan
bahwa di lokasi penelitian kualitas air masih dalam kondisi yang baik, sehingga
cukup mendukung kehidupan yang ada di dalamnya. Sangat rendahnya
kandungan sianida di ke tiga stasiun tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan
antropogenik yang ada di sekitar lokasi penelitian dan limbah yang masuk ke
dalam lokasi perairan relatif masih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa di sekitar
perairan Pelabuhan Arar tidak terjadi pencemaran sianida.

Sulfida sebagai H2 S
Sulfida dalam bentuk H2 S yang berada di lingkungan pada umumnya
berasal dari bahan organik, seperti dari sisa makanan atau dari limbah yang
berasal dari berbagai kegiatan yang mengandung protein yang di dalamnya
32

mengandung sulfur. Hal ini disebabkan dari proses dekomposisi bahan organik
secara umum akan dihasilkan senyawa yang mengandung sulfur, yang dalam
kondisi anaerob akan berbentuk H2 S.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai konsentrasi H2 S yang
terdapat di perairan di tiga stasiun ini nilainya sangat rendah, yakni masing-
masing kurang dari 0,007 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa di lokasi penelitian
kualitas air masih dalam kondisi yang baik, sehingga cukup mendukung
kehidupan yang ada di dalamnya. sangat rendahnya kandungan H2 S di lokasi
penelitian memperlihatkan bahwa kegiatan antropogenik yang ada di sekitar
wilayah tersebut dan limbah yang masuk ke dalam perairan di lokasi penelitian,
relative masih sedikit sehingga akan sangat mendukung kehidupan yang ada di
dalamnya.

Senyawa Fenol Total


Fenol merupakan senyawa beracun yang seharusnya tidak diperbolehkan
ada pada limbah, termasuk di dalamnya pada dalam limbah domestik cair. Begitu
bahayanya phenol untuk kehidupan, maka konsentrasi phenol yang diperbolehkan
pada kehidupan akuatik di Kanada hanya 1ug/l. Begitu pula halnya menurut PP
No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air, konsentrasi phenol yang diperbolehkan adalah 0,001 mg/l.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai fenol yang terdapat
di lokasi penelitian nilainya sangat rendah, yakni masing- masing kurang dari
0,002 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa di ketiga stasiun penelitian ini
kandungan fenolnya masih belum terdeteksi. Kondisi ini juga diduga terjadi
karena kondisi sekeliling wilayah lokasi penelitian masih belum banyak kegiatan
antropogenik, sehingga sumber limbah yang mengandung fenol yang masuk ke
dalam perairan sangat minim, atau dengan kata lain relatif belum terjadi
pencemaran air oleh phenol.

Surfaktan Anionik sebagai MBAS


Nama lain surfactant adalah Methylenen Blue Active Subtance (MBAS)
atau dikenal juga sebagai detergen. Deterjen ini dipergunakan sebagai pengganti
sabun, sebagai pembersih supaya memperoleh hasil yang lebih baik. Di dalam air,
zat ini menimbulkan buih dan selama proses aerasi, buih tersebut berada di atas
permukaan gelembung udara dan biasanya relatif tetap.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai surfactant atau
detergen yang terdapat di perairan lokasi penelitian, nilai detergennya sangat
rendah, yakni masing- masing kurang dari 0,1 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa
di ketiga stasiun penelitian ini kandungan detergennya masih belum terdeteksi.
Kondisi ini diduga terjadi karena kondisi sekeliling wilayah kajian masih belum
banyak kegiatan antropogenik, sehingga masukan limbah detergen ke dalam
perairanpun menjadi sangat minim, dan perairan belum tercemar oleh limbah
detergen.

Minyak dan Lemak


Senyawa pencemar yang bersumber aktifitas manusia atau istilahnya
kegiatan anthropogenic adalah merupakan aktifitas sehari- hari yang dapat
mengeluarkan limbah, dalam hal ini yang sering dijumpai dalam bentuk minyak
33

dan lemak. Senyawa ini dianalisa untuk mengetahui tingkat pencemaran di lokasi
kajian. Sumber dari pencemaran minyak yang membentuk lapisan minyak di
perairan umumnya berasal dari kegiatan transportasi di wilayah perairan tersebut,
baik berupa ceceran bahan bakar minyak dan gas, ataupun dari ceceran oli.
Minyak akan mempengaruhi kualitas air, terutama akan menghalangi penetrasi
sinar matahari, sehingga akan mengganggu proses fotosintesa.
Hasil laboratorium pada lokasi penelitian terlihat bahwa nilai minyak dan
lemaknya sangat rendah, yakni masing- masing kurang dari 1 mg/l. Hal ini
memperlihatkan bahwa kegiatan domestik di sekitar lokasi penelitian sangat
minim, sehingga perairan Pelabuhan Arar belum tercemar oleh limbah minyak
dan lemak.

Logam Berat yang Terlarut Dalam Air


Pada lokasi penelitian dilakukan pengamataan terhadap beberapa
parameter logam berat yang terlarut dalam air, yakni pengamatan terhadap air
raksa (Hg), kromium heksavalen (Cr6+), arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu),
timbal(Pb), seng (Zn) dan nikel (Ni). Hasil pengukuran parameter logam berat
terlarut dalam air di ketiga lokasi penelitian tersebut, seperti terlihat pada Tabel 8.
Hasil analisis logam berat di laboratorium terlihat bahwa kromium heksavalen
(Cr6+) melebihi baku mutu. Hal ini perlu diwaspadai mengingat menurut Riani
(2012) serta Fatima dan Usmani (2013) kromium heksavalen merupakan logam
berat yang bersifat toksik yang akan terakumulasi dalam tubuh dan
mengakibatkan terjadinya kelainan jaringan tubuh makhluk hidup.
Pada penelitian ini juga terlihat bahwa logam berat merkuri (Hg), timbal
(Pb) dan seng (Zn) terdeteksi dalam perairan Pelabuhan Arar dengan nilai masih
di bawah ambang batas yang ditentukan. Namun demikian ketiga jenis logam
berat tersebut tetap harus diwaspadai, mengingat logam berat bersifat akumulatif
pada beberapa jenis hewan seperti pada ikan (Rochyatun et al. 2006, Riani 2012,
Riani et al. 2009, Riani et al., 2010, Asante et al. 2014), sehingga akan
membahayakan makhluk hidup yang ada di dalam perairan tersebut (Authman et
al., 2015, Riani et al., 2014, Riani et al., 2015, Riani et al., 2017a dan Riani et
al., 2017b), bahkan akan berpotensi mengakibatkan terjadinya gangguan pada
proses reproduksinya (Riani, 2011), sehingga dapat bepotensi untuk
mengakibatkan terjadinya kepunahan pada biota yang ada di dalamnya.

Parameter Biologi
Pengamataan terhadap beberapa parameter biologi perairan, yakni
pengamatan terhadap mikro biologi (coliform), plankton dan benthos. Hasil
pengukuran parameter biologi air di ketiga lokasi tersebut. Untuk lebih jelasnya
kondisi setiap parameter biologi perairan tersebut dapat dilihat pada uraian di
bawah ini.

Coliform
Bakteri E. coli pada umumnya terdapat pada feses manusia dengan jumlah
yang berkisar antara 100 milyar hingga 10 trilyun individu. Pada umumnya
standarisasi bakteriologik ditentukan dengan perkiraan jumlah bakteri E. coli
dalam 100 ml yang dikenal dengan istilah most probable number (MPN) dari
coliform.
34

Pada lokasi penelitian terlihat bahwa di lokasi penelitian nilai coliform <2
mg/l jauh dibawah baku mutu yakni 1000 mg/l yang diperbolehkan. Kondisi
tersebut memperlihatkan bahwa limbah domestic yang masuk ke dalam perairan
relatif sedikit. Oleh karena itu maka kondisi kualitas air di ketiga stasiun masih
berada dalam kondisi baik, atau dengankata lain tidak memperlihatkan tercemar
oleh coliform.

Fitoplankton
Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah biota autotroph
(tumbuhan) yang hidupnya mengapung atau melayang di laut. Ukurannya sangat
kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Fitoplankton mempunyai
fungsi penting di perairan karena bersifat autotrofik, yakni dapat menghasilkan
sendiri bahan organik makanannya, yang berasal dari bahan anorganik.
Fitoplankton juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan
bahan organik karena mengandung klorofil. Karena kemampuannya ini
fitoplankton disebut sebagai primer produser. Dalam rangka menggambarkan
kondisi suatu perairan dilihat dari keanekaragaman biota air, terutama plankton
dan benthos digunakan Indeks Diversitas Shannon & Wiener (H’) dan Indeks
Dominansi Simpson (D).

Tabel 10. Fitoplankton di Pelabuhan Arar


No Famili Hasil (sel/m3 )
Stasiun - 1 Stasiun - 2 Stasiun - 3
BACILLARIOPHYCEAE
1 Amphiprora sp. 14.035 2.005 16.040
2 Coscinodiscus sp. 4.010 2.005 2.005
3 Navicula sp. 20.050 6.015 22.055
4 Diatoma sp. 8.020 4.010
5 Nitzschia sp. 226.565 332.830 230.575
6 Pleurosigma sp. 6.015 16.040 2.005
7 Rhizosolenia sp 30.075 30.075
8 Striatelle sp. 2.005
9 Thalassiosira sp 22.055
CYANOPHYCEAE
1 Richelia sp. 96.240
2 Trichodesmium sp. 1.056.635 808.015 1.988.960
DINOPHYCEAE
1 Ceratium sp. 6.015 32.080

Abundanace 1.459.640 1.176.935 2.349.860


Taxa (S) 9 8 10
Diversity (H,) 0.947 0.767 0.628
Equitability (E) 0,431 0.369 0.273
Dominance (D) 0,553 0.552 0.727

Hasil analisis fitoplankton di Pelabuhan Arar seperti terlihat pada Tabel


10. dibawah diketahui bahwa jenis fitoplankton yang teridentifikasi di Pelabuhan
Arar di Stasiun1 adalah sembilan taksa, Stasiun2 adalah delapan taksa. Stasiun 3
35

adalah 10 taksa. Jumlah jenis yang ditemukan sebenarnya tidak termasuk pada
kategori tinggi. Namun demikian mengingat identifikasiy ang dilakukan hanya
sampai ke dalam taraf genus, dan dalam satu jenus berpotensi untuk ditemukan
berbagai jenis spesies. Kelimpahan biota fitoplankton yang ditemukan masing-
masing di stasiun1 adalah 1.459.640, Stasiun2 adalah 1.176.935 dan di stasiun3
adalah 2.349.860 dan tergolong tinggi. Berdasarkan kriteria kelimpahan individu
menurut Bakun (1996) dinyatakan bahwa kelimpahan fitoplankton tergolong
sedang apabila jumlah individu antara 103 – 106 per liter.
Pada kajian ini juga dilakukan perhitungan terhadap keanekaragaman.
Indeks keanekaragaman atau seringkali disingkat sebagai indeks keragaman
masing- masing yakni stasiun1 adalah 0.947, stasiun2 adalah 0.767 dan stasiun 3
adalah 0.628. Menurut Ryding (1989), keanekaragaman jenis biota plankton
dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu keanekaragaman rendah bila
0<H’<2,3026, keanekaragaman sedang bila 2,3026 < H’<6,9078 dan
keanekaragaman tinggi bila H’>6,9078. Suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan
jumlah individu masing- masing spesies yang relatif merata. Dengan kata lain,
bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah
individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai
keanekaragaman yang rendah. Berdasarkan hal tersebut maka walaupun plankton
tidak dijadikan sebagai penciri dari suatu ekosistem, namun berdasarkan nilai
keanekaragamannya yang menunjukkan nilai rendah, memberi petunjuk bahwa
wilayah perairan sekitar Pelabuhan Arar mempunyai keanekaragaman yang
rendah. Kondisi ini sekaligus merupakan petunjuk bahwa walaupun dilihat dari
kualitas air, relatif masih baik dan dilihat dari nilai DO-nya masuk pada kondisi
tercemar sedikit, namun tetap harus diwaspadai.

Zooplankton
Zooplankton adalah plankton yang bersifat hewani. Zooplankton sangat
beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang
mewakili hampir seluruh filum hewan. Zooplankton memiliki ukuran yang lebih
besar dari fitoplankton (Odum dan Barret, 2005). Zooplankton bersifat
heterotrofik, yakni makhluk yang tidak dapat memproduksi sendiri bahan organik
(makanan) dari bahan inorganik. Oleh karena itu, untuk kelangsungan hidupnya
sangat bergantung pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi
makanannya. Jadi zooplankton lebih berfungsi sebagai konsumen (consumer)
bahan organik.
Nilai keanekaragaman zooplankton di stasiun 1, 2 dan 3 berkisar antara 1,0
hingga 1,38. Berdasarkan kategori Ryding (1989), yang membedakan
keanekaragaman jenis biota plankton menjadi 3 kategori, yaitu keanekaragaman
rendah bila 0<H’<2,3026, keanekaragaman sedang bila 2,3026 < H’<6,9078 dan
keanekaragaman tinggi bila H’>6,9078. Maka dapat dikatakan bahwa
zooplankton baik yang terdapat di stasiun 1, 2 maupun 3 memiliki
kenaekaragaman yang rendah, sehingga kondisi perairan di wilayah Pelabuhan
Arar dan sekitarnya harus menjadi perhatian yang cukup serius, agar tidak terjadi
pencemaran yang lebih berat.
Nilai kenaekaragaman zooplankton di stasiun 1, 2 dan 3 berkisar antara 1,0
hingga 1,38. Berdasarkan kategori Ryding (1989), yang membedakan
36

keanekaragaman jenis biota plankton menjadi tiga kategori, yaitu keanekaragaman


rendah bila 0<H’<2,3026, keanekaragaman sedang bila 2,3026 < H’<6,9078 dan
keanekaragaman tinggi bila H’>6,9078.
Hewan benthos yang ditemukan pada penelitian ini adalah Polychaeta,
Nemertea dan Malacostraca. Adapun genus yang terdapat pada ketiganya dapat
dilihat pada Tabel 11. Nilai keanekaragaman benthos di stasiun 1, 2 dan 3
berkisar antara 1,58 hingga 2,15. Berdasarkan kategori Ryding (1989), yang
membedakan keanekaragaman jenis biota benthos menjadi 3 kategori, yaitu
keanekaragaman rendah bila 0<H’<2,3026, keanekaragaman sedang bila 2,3026 <
H’<6,9078 dan keanekaragaman tinggi bila H’>6,9078. Maka dapat dikatakan
bahwa benthos baik yang terdapat di stasiun 1, 2 maupun 3 memiliki
kenaekaragaman yang rendah, sehingga kondisi perairan di wilayah Pelabuhan
Arar dan sekitarnya harus menjadi perhatian yang cukup serius, agar tidak terjadi
pencemaran yang lebih berat.
Tabel 11. Zooplankton di Pelabuhan Arar
No Kind of Organism (Genera) RESULT (sel/m3 )
Stasiun - 1 Stasiun -2 Stasiun - 3
ZOOPLANKTON
1 Calanus sp 4.010 2.005 6.015
2 Nauplius sp 2.005 8.020 6.015
3 Paracalanus sp 2.005 2.005
4 Colacalanus sp 2.005
5 Eucalanus sp 2.005
6 Oithona sp 2.005
7 Larva Polychaeta 2.005
Abundance 10.025 16.040 14.035
Taxa (S) 4 5 3
,
Diversity (H ) 1.33 1.38 1.0
Equitability (E) 0.961 0.861 0.914
Dominance (D) 0.28 0.313 0.388
BENTHOS
POLYCHAETA
1 Nereis sp 29 29
2 Paraonis sp 29
3 Notomastus sp 29 87
4 Drilonereis sp 29
NEMERTEA
1 Micrure sp 29 58 29
2 Amphiporus sp 29
3 Tetrastemma sp 29
MALACOSTRACA
1 Gammarus sp
Abundance 116 232 87
Taxa (S) 4 5 3
Diversity (H,) 2 2.15 1.58
Equitability (E) 1 0.958 1
Dominance (D) 0.25 0.25 0.33
37

Sedimen
Sedimen adalah endapan material yang berasal dari proses sedimentasi.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material- material yang
diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di
gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material- material yang diangkut
oleh angin (Rifardi 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa pergerakan sedimen
dipengaruhi oleh kecepatan arus dan ukuran butiran sedimen. Semakin besar
ukuran butiran sedimen tersebut maka kecepatan arus yang dibutuhkan juga akan
semakin besar pula untuk mengangkut partikel sedimen tersebut.
Pada sedimentasi terjadi pengendapan butiran sedimen dari kolom air ke
dasar perairan. Di perairan, proses ini meliputi pelepasan (detachment) dalam
bentuk tersuspensi (suspension), melompat (saltasion), berputar (rolling), dan
menggelinding (sliding). Butiran-butiran tersebut akan mengendap bila aliran air
tidak dapat mempertahankannya. Sedimentasi merupakan parameter yang paling
menonjol dalam hubungannya dengan penyebaran material bahan dasar laut atau
pendangkalan dan bahan tersuspensi yang berada di dalam kolom air, selanjutnya
proses ini akan merubah kedalaman dan konfigurasi pantai sehingga merubah
keadaan dasar laut, baik secara vertikal maupun horizontal (Uktoselya 1992).
Menurut Bartoli et al. (2012) menyatakan bahwa butiran sedimen dapat
dipindahkan dari muara dalam jumlah yang besar karena aktivitas arus dan
gelombang yang intensif di muara. Hal ini dapat d ilihat dari perubahan garis
pantai yang terdekat dengan muara sungai. Jadi proses erosi, pengangkutan, dan
pengendapan sedimen tergantung pada faktor sifat fisika-kimia sedimen dan
kondisi biologi perairan.
Salah satu jenis bahan yang cepat mengalami sedimentasi adalah logam
berat, karena logam berat memiliki berat jenis yang tinggi. Hasil analisis
terhadap logam berat di tiga stasiun Pelabuhan Arar, memperlihatkan bahwa
hanya logam berat mercuri (Hg), dan timbal (Pb) yang terdeteksi pada sedimen
di Pelabuhan Arar. Hal ini perlu sangat diwaspadai, terutama untuk logam berat
Hg. Mengingat Hg merupakan logam berat yang paling toksik dan bersifat
mutagenic, karsinogenik dan teratogenik, sehingga akan mengganggu kehidupan
yang ada di dalamnya. Terutama kehidupan benthos, yakni biota air yang
sebagian atau seluruh hidupnya berada di dalam atau di dasar perairan yang
pergerakannya relatif lambat. Padahal benthos berfungsi sebagai sumber makanan
hewan dasar atau bahkan hewan yang biasa hidup di kolom air, namun mencari
makan di dasar perairan.

Tabel 12. Sedimen yang ada di Pelabuhan Arar didominasi oleh karang pasir
No. Parameter Hasil Sampel
Stasiun1 Stasiun2 Stasiun3
Logam :
1 Mercury (Hg) < 0.002 < 0.002 < 0.002
2 Timbal (Pb) 2.13 6.15 3.18

Pada Tabel 12. terlihat bahwa kandungan timbal pada sedimen Pelabuhan
Arar paling tinggi di Stasiun 2, dan paling rendah di stasiun 1. Sedimen perairan
38

di Stasiun 2 paling tinggi dibanding lainnya, karena stasiun 1 merupakan darmaga


kapal dan tongkang yang berukuran cukup besar. Oleh karena itu maka potensi
tercecernya bahan bakar dan pelumas di wilayah darmaga cukup tinggi. Di lain
pihak menurut Fardiaz (1992) logam Pb banyak sekali digunakan dalam bebagai
aktivitas industri seperti diantaranya sebagai aditif bahan bakar, industri baterai,
amunisi, bahan pelindung di kawat, pewarna, cat rumah dan pembakaran bahan
bakar untuk kendaraan, termasuk di dalamnya untuk kapal laut. Hal tersebut juga
sejalan dengan pernyataan Hutabarat dan Stewart (1985) bahwa logam berat di
laut berasal dari tiga sumber, yaitu hasil pembuangan limbah yang mengandung
logam berat, limbah minyak berupa lumpur yang mengandung logam berat, dan
pembakaran bahan bakar seperti minyak dan batu bara.
Pada penelitian ini terlihat bahwa timbal terdeteksi pada sedimen perairan
di sekitar Pelabuhan Arar antara 2,13 hingga 6,15 (Tabel.12). Namun demikian
apabila dibandingkan dengan baku mutu sedimen British Columbia yang
memperbolehkan timbal hingga 57 ppm, memperlihatkan bahwa kandungan Pb
pada sedimen di sekitar Pelabuhan Arar, masih berada di bawah baku mutu.
Namun demikian kondisi tersebut harus dijaga sedemikian rupa, sehingga
kondisinya tidak makin memburuk.

Terumbu Karang, Lamun dan Mangrove


Pada penelitian ini selain dilakukan pengamatan terhadap kualitas air dan
sedimen juga dilakukan pengamatan sangat kasar terhadap ekosistem yang ada di
lokasi Pelabuhan Arar dan sekitarnya. Hasil pengamatan yang dilakukan
memperlihatkan bahwa di perairan Pelabuhan Arar terdapat ekosistem terumbu
karang, ekosistem lamun, ekosistem mangrove.
Berdasarkan pengamatan kasar di lokasi kajian terlihat bahwa terumbu
karang tumbuh pada kurang lebih kedalaman 1-10 meter, yang didominasi oleh
karang dengan bentuk pertumbuhan branching. Kondisi karang di wilayah kajian,
masuk kategori yang kurang bagus, karena di wilayah kajian didapatkan cukup
banyak karang mati dan pecahan karang serta banyak didapati makroalga yang
menutupi karang yang umumnya sudah mati. Selain hal tersebut juga teramati
adanya karang yang mengalami bleaching (pemutihan). Namun untuk lebih
mendetilkan kondisi terumbu karang ini tentunya harus dilakukan kajian khusus.
Berdasarkan pengamatan kasar di lokasi kajian terlihat bahwa padang
lamun tumbuh pada kurang lebih kedalaman 1-3 meter, yang didominasi oleh
lamun yang setelah di identifikasi di laboratorium, jenis Enhalus acoroides.
Kondisi lamun di wilayah kajian, juga masuk pada kategori yang kurang bagus,
karena di wilayah kajian didapati lamun dengan kondisi yang sangat jarang.
Namun untuk lebih mendetilkan kondisi lamun di wilayah kajian, seperti halnya
untuk terumbu karang, maka untuk ekosistem padang lamunpun, tentunya perlu
dilakukan kajian khusus.
39

Gambar 7. Karang dan lamun yang ada di wilayah Pelabuhan Arar


Berdasarkan pengamatan kasar di lokasi kajian terlihat bahwa hutan
mangrove tumbuh sangat subur pada hampIr seluruh pantai baik panTai yang ada
di pulau besar, maupun pada pantai di pulau-pulau kecil yang ada di muka pulau
besar, bahkan di sekitar Pelabuhan Arar sekalipun terdapat hutan mangrove di
sekelilingnya. Adapun jenis mangrove yang mendominasi umumnya adalah dari
genus Rhizophora (Gambar 8), Avicennia (Gambar 9) serta Nypha (Gambar. 10)
Kondisi ekosistem mangrove di wilayah kajian, masuk pada katego ri yang masih
bagus, dan sangat tebal. Selain hal tersebut, saat dilakukan penelitian juga terlihat
cukup banyak burung yang hidup pada ekosistem mangrove. Namun untuk lebih
mendetilkan kondisi lamun di wilayah kajian, seperti halnya untuk terumbu
karang, maka untuk ekosistem padang lamunpun, tentunya perlu dilakukan kajian
khusus.

Gambar 8. Rhizophora sp.


40

Gambar 9. Avicennia

Gambar10. Nypha sp

Tanah
Hasil analisis terhadap tanah dan kesuburannya serta ketercemarannya
dapat dilihat pada Tabel. 13 dan Tabel 14. Kadar karbon organik (C-organik) dan
nitrogen (N) total tergolong rendah, dengan nisbah C/N juga tergolong rendah.
Ketersediaan unsur hara kalium (K) berdasarkan kadar K-dapat ditukar sebesar
0,18 cmol/kg yang tergolong rendah. Sementara itu, ketersediaan unsur hara
fosfor (P) berdasarkan P-Olsen sebesar 41,63 ppm P yang tergolong sangat tinggi.
Kadar cadangan unsur hara P yang ditunjukkan oleh P HCl 25% sebesar 247,39
ppm P yang tergolong tinggi. Berdasarkan hasil analisis ketiga unsur hara makro
utama, yaitu N, P dan K, maka kesuburan tanah tergolong sedang. Reaksi atau pH
tanah tergolong agak masam, dengan nilai 6,22. Nilai pH yang cukup tinggi
untuk tanah-tanah daerah tropis basah ini, disebabkan karena kejenuhan basa (KB)
yang tergolong tinggi, yaitu 78,77%. Kejenuhan basa yang tinggi disebabkan oleh
41

kadar kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dapat ditukar yang tergolong sangat
tinggi. Kondisi pH dan kandungan basa-basa yang termasuk cukup baik bagi
pertumbuhan tanaman, kecuali K-dd yang tergolong rendah. Kadar aluminium
(Al) dapat ditukar tidak terukur, sehingga kejenuhan aluminium sangat rendah;
yang berarti tanah ini tidak memiliki potensi peracunan Al pada tanaman. Kelas
tekstur tanah tergolong lom atau lempung, dengan kandungan pasir, debu dan klei
berturut-turut 47,23, 28,84 dan 23,93%; yang tergolong sifat fisik yang cukup
baik untuk pertumbuhan tanaman.

Tabel 13 Hasil analisis tanah dan status kesuburannya


Sifat Tanah Metode Nilai Status *)
pH H2 O (1:5) pH-meter 6,22 Agak masam
pH KCl (1:5) pH-meter 5,65 -
C-Organik (%) Walkley & Black 1,43 Rendah
Nitrogen-total (%) Kjeldahl 0,14 Rendah
Nisbah C/N (penghitungan) 10,21 Rendah
P-Olsen (ppm P) Olsen 41,63 Sangat tinggi
P HCl 25% (ppm P) HCl 25% 247,39 Tinggi

Basa-basa dapat ditukar :


Ca-dd (cmol/kg) N NH4 OAc pH 7.0 14,13 Sangat tinggi
Mg-dd (cmol/kg) 9.79 Sangat tinggi
K-dd (cmol/kg) 0,18 Rendah
Na-dd (cmol/kg) 0,22 Rendah
Kejenuhan Basa (KB, %) (penghitungan) 78,77 Tinggi

Sumber Kemasaman :
A1-dd (cmol/kg) N KCl Tr**) -
H-dd (cmol/kg) 0,11 -
Kejenuhan Al (%) (penghitungan) 0 Sangat rendah

Tekstur: Lom (Lempung)


- Pasir (%) 47,23
- Debu (%) 28,84
- Klei (%) 23,93
*) Berdasarkan Balitan (2009); **) Tr = Tidak terukur = di bawah batas deteksi.

Berdasarkan kandungan total logam- logam berat yang dianalisis dan


dibandingkan dengan kriteria kandungan total PP No. 101 tahun 2014 Lampiran
V, terdapat satu logam berat memiliki nilai di atas kandungan total C (TK-C),
yaitu tembaga (Cu). Kandungan total logam- logam lain yang dianalisis, yaitu seng
(Zn), timbal (Pb), kadmium (Cd), arsen (As), dan merkuri (Hg) semuanya di
bawah TK-C, yang menunjukkan tanah dalam kondisi tidak tercemar berbagai
logam berat ini. Hasil analisis kandungan total Cu tanah adalah sebesar 32,69
ppm, yang berarti di atas TK-C sebesar 30 ppm, namun masih di bawah TK-B
42

sebesar 750 ppm. Berdasarkan hasil ini, terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan
pertama, tanah memang sudah tercemar Cu, atau kemungkinan kedua kandungan
Cu total tanah di atas TK-C memang berasal dari batuan asal pembentuk tanah.
Berdasarkan pada hasil uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure)
menggunakan pengekstrak 0.05 N HCl, semua logam berat yang diuji memiliki
nilai di bawah TCLP-C, termasuk Cu. Dengan demikian, berdasarkan TCLP,
tanah tergolong tidak tercemar logam-logam berat tersebut.

Tabel 14 Hasil analisis tanah dan status ketercemarannya


Sifat Tanah Nilai TK-C atau TCLP-C Status*)
Kandungan Total (HNO 3 + HClO 4 ) (ppm = mg/kg, kecuali Fe dalam persen):

Besi, Fe 5,0 (Tidak disyaratkan) -


Tembaga, Cu 32,69 30 Tercemar
Seng, Zn 100,96 120 Tidak tercemar
Mangan, Mn 521,55 (Tidak disyaratkan) -
Timbal, Pb 9,79 300 Tidak tercemar
Kadmium, Cd Tr**) 3 Tidak tercemar
Arsen, As 1.81 20 Tidak tercemar
Merkuri, Hg 0.04 0,3 Tidak tercemar

TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) (0.05 N HCl) (ppm =


mg/kg):

Besi, Fe 14.24 (Tidak disyaratkan) -


Tembaga, Cu 0.38 4 Tidak tercemar
Seng, Zn 2.90 20 Tidak tercemar
Mangan, Mn 80.34 (Tidak disyaratkan) -
Timbal, Pb 0.35 0,2 Tidak tercemar
Kadmium, Cd Tr**) 0,06 Tidak tercemar
Arsen, As 0.08 0,2 Tidak tercemar
Merkuri, Hg 0.002 0,02 Tidak tercemar
*) Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014, Lampiran V; **) Tr = tidak terukur = di bawah
batas deteksi.

Strategi Pengelolaan Limbah

Dalam rangka menyusun strategi pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar


Kabupaten Sorong yang berkelanjutan, digunakan AHP (Analytical Hierarchy
Process) (Saxena et al., 1992; Saaty, 1993 dan Marimin, 2009). Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, studi literatur dan hasil diskusi dengan pakar
diperoleh lima level hirarki yang terkait secara nyata dan sekaligus akan
43

mempengaruhi strategi pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong


yang berkelanjutan, yakni :

Level I merupakan fokus atau tujuan utama (ultimate goal) yang akan
dicapai, yaitu model pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar,
Kabupaten Sorong.
Level II merupakan hirarki dari stakeholder yang harus terlibat dalam upaya
mencapai tujuan model pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar,
Kabupaten Sorong. Ada beberapa stakeholder yang perlu
dibandingkan tingkat kepentingannya yakni: pemerintah, investor,
manajemen perusahaan dan masyarakat.
Level III merupakan hirarki dari tujuan yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut dengan dasar pemikiran sejalannya sejalannya
kerjasama stakeholder pada hirarki kedua di atas. Beberapa tujuan
yang perlu diprioritaskan adalah ekologi, sosial, ekonomi.
Level IV merupakan hirarki dari faktor yang berpengaruh untuk dapat
mencapai tujuan model pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar,
Kabupaten Sorong. Pada level ini ada beberapa faktor-faktor yang
perlu diprioritaskan sesuai dengan level 3, yakni untuk ekologi:
limbah B3 dan sampah, ekosistem pesisir, pencemaran tanah dan air,
daya dukung lingkungan, tataruang. Ekonomi: PAD, Kesejateraan
masyarakat (kesra), peluang berusaha, harga IPAL dan TPS serta
operasionalnya, kelengkapan infrastruktur. Sosial: budaya lokal,
transtibmas, lapangan pekerjaan, koordinasi, konflik masyarakat.
Level V merupakan hirarki dari identifikasi tujuan yang hendak dicapai dalam
pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang
berkelanjutan. Terdapat beberapa tujuan penting yang harus
diprioritaskan menyangkut hal tersebut di atas, yakni: teknologi
zerowaste, habituasi terhadap limbah dan sampah, insentif dan
disintensif serta penegakan hukum dan sanksi.

Kelima level di atas bila dituangkan dalam sebuah diagram hirarki


pengambilan keputusan pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong
yang berkelanjutan seperti yang terlihat pada Gambar 14. Pada analisis ini bobot
dan prioritas hasil analisis diperoleh dari hasil kombinasi gabungan dari pendapat
dan penilaian seluruh stakeholder pada setiap matriks perbandingan berpasangan.
44

Gambar 14. Bobot faktor-faktor pada setiap level pengelolaan limbah di


Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan

Penelitian ini memperlihatkan bahwa menurut pendapat pakar, pada level


dua (aktor), menunjukkan bahwa manajemen perusahaan (bobot 0,454)
memegang peran yang paling penting dalam pengelolaan limbah di Pelabuhan
Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan. Kondisi ini menunjukkan bahwa
manajemen perusahaan menjadi penentu utama dalam pengelolaan limbah di
Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan. Prioritas actor kedua
adalah investor, dengan bobot 0,291. Hal ini terjadi karena investor merupakan
penentu operasional pabrik dan besarnya produksi. Selain itu investor juga akan
menentukan teknologi mana yang akan digunakan untuk mengolah limbah serta
akan menentukan kapan saja dan berapa lama IPAL perusahaan dioperasikan.
Kondisi tersebut pada akhirnya akan menjadi penentu utama apakah di wilayah
kajian terjadi pencemaran atau tidak.
45

Pada prioritas ketiga adalah pemerintah (0,156) dan prioritas keempat


adalah masyarakat (0,099). Pada dasarnya aktor pemerintah dan masyarakat dapat
berperan sebagai penentu pada tahap implementasi pengelolaan limbah. Kedua
aktor ini terlibat dalam proses pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten
Sorong yang berkelanjutan. Keterlibatan tersebut dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Hal ini sangat dimungkinkan
karena pemerintah memegang otoritas dalam perencanaan dan pembangunan
pelabuhan. Selain itu juga berperan dalam menjamin kelestarian lingkungan dan
sekaligus bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada level 3, yakni level tujuan pengelolaan lingkungan, prioritas utama
yang dipilih oleh stakeholder adalah aspek ekonomi (0,494), prioritas ke dua
ekologi (0,369), dan prioritas ke tiga adalah aspek sosial (0,137). Kondisi ini
memperlihatkan bahwa dalam pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar, stakeholder
terkait, umumnya masih lebih mementingkan aspek ekonomi. Prioritas ekologi
(0,369) menjadi pilihan kedua stakeholder kunci, mengingat pengelolaan limbah
merupakan aspek yang paling harus diperhatikan secara seksama agar kelestarian
lingkungan dapat terjamin dengan baik. Aspek sosial menjadi pilihan terakhir
para stakeholder. Hal ini diduga karena saat ini yang perlu dikedepankan duluan
adalah ekonomi dan lingkungan, sehingga apabila keduanya sudah kuat, maka
aspek social akan lebih mudah untuk diperbaiki.
Pada level empat (kriteria) dari setiap tujuan pengelolaan limbah di
Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan, diperoleh hasil bahwa
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, aspek yang harus diprioritaskan adalah
peningkatan PAD (0,102), peningkatan kesejahteraan masyarakat (kesra) (0,044),
meningkatkan peluang berusaha (0,098), harga IPAL dan TPS serta
operasionalnya yang tinggi (0,102), kelengkapan infrastruktur (0,148). Hal
tersebut memperlihatkan bahwa dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, maka hal yang paling penting adalah melengkapi infrastruktur. Apabila
infrastruktur sudah lengkap, maka operasionalisasi Pelabuhan Arar akan dapat
dilakukan dengan mudah. Parameter lain yang juga harus diperhatikan adalah )
tingginya harga IPAL dan TPS serta ongkos operasionalnya (0,102). Hal ini harus
menjadi perhatian lebih, mengingat tingginya biaya pembuatan IPAL dan biaya
operasional akan menjadi penghambat dalam melakukan pengelolaan limbah di
Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan. Oleh karena itu maka
harus dicari teknologi yang harganya murah dan operasionalnya juga murah.
Parameter yang juga sama posisinya karena nilainya sama, adalah peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini dianggap penting oleh para stakeholder,
mengingat tingginya PAD akan membantu pemerintah daerah untuk mewujudkan
keinginan mulianya seperti untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
meningkatkan kelestarian alam dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan,
yakni pembangunan yang seimbang antara ekologi, ekonomi dan sosial.
Pada level lima, yakni alternatif pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar
Kabupaten Sorong yang berkelanjutan, diperoleh hasil bahwa agar pengelolaan
limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong menjadi berkelanjutan sebagai
berikut. Menurut para stakeholder kunci, alternatif kebijakan yang pertama kali
harus diadopsi adalah habituasi terhadap limbah dan sampah (0,395). Hal ini
mengandung arti bahwa jika ingin agar pengelolaan limbah berjalan dengan baik,
maka habituasi atau membiasakan untuk membuang limbah baik cair maupun
46

padat (sampah) secara tepat menjadi penentu utama keberhasilan pengelolaan


limbah (Amin, 2009). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bourdieu (2011),
bahwa pada masyarakat yang kodifikasi hukumnya belum terlalu canggih, maka
habitus dapat menjadi cara-cara praktik yang utama di masayarakat tersebut.
Harapannya dengan habituasi ini, maka limbah yang dihasilkan tidak dibuang ke
lingkungan. Apabila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka lingkungan
akan terpelihara dengan baik (Harrison, 2000).
Menurut Quinton (2010), habituasi merupakan proses pembiasaan
(pedagogik dan budaya) yang berlangsung pada masyarakat. Selanjutnya
dikatakan bahwa pada anak sekolah, habituasi akan terjadi apabila terjadi transfer
of knowledge yang membuka pengetahuan siswa tentang makna lingkungan yang
bersih dan sehat dilakukan di dalam dan di luar kelas secara incremental. Terkait
dengan penelitian ini, habituasi terhadap limbah dan sampah di sini diartikan
sebagai pemberian pengetahuan dari guru terhadap limbah dan sampah, yang
dilanjutkan di lingkungan keluarganya. Adanya pengetahuan yang
diimplementasikan di sekolah dan di lingkungan keluarga, pada akhirnya akan
dapat menjadi budaya/kebiasaan yang dilakukan dalam keseharian (Bourdieu,
2010). Menurut Dumais (2002) pembiasaan mengelola sampah dan limbah di
lingkungan sekolah merupakan social capital dalam pembentukan perilaku, karena
lingkungan tersebut dapat menjadi rujukan bagi siswa. Berdasarkan hal tersebut,
maka habituasi ini, akan membuat siswa selalu melakukan pengelolaan terhadap
limbah dan sampah yang dihasilkan pada keseharian. Kebiasaan mengelola
limbah dan sampah ini akan muncul dari alam bawah sadarnya, sehingga menjadi
kebiasaan yang melekat pada dirinya. Apabila mengelola limbah dan sampah ini
menjadi habituasi, maka bukan hanya lingkungan sekolah dan rumah yang bersih,
namun lingkungan lain, termasuk di dalamnya pelabuhan Arar, akan menjadi
lingkungan yang bersih dan sehat, dan terhindar dari masalah limbah dan sampah.
Alternatif kedua yang harus diperhatikan setelah habituasi adalah
mengimplementasikan teknologi zerowaste. Pada alternatif ini, pengelolaan
limbah dan sampah yang ada di Pelabuhan Arar, hendaknya diarahkan pada
pemanfaatan limbah dan sampah untuk dijadikan bahan guna kegiatan lainnya,
sehingga akan tercipta proses zero waste, seperti yang diinginkan oleh Agenda 21.
Terkait hal tersebut, maka hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah mencari
teknologi-teknologi pengolahan limbah yang mengarah pada zerowaste yang
efisien dan efektif. Pada teknologi zerowaste, misalnya untuk limbah cair, baik
berupa limbah domestik atau limbah B3 dari proses-proses kegiatan di Pelabuhan
Arar, setelah dilakukan pengolahan dalam instalasi pengolah air limbah, hasil
pengolahannya dimanfaatkan untuk kepentingan lain, sehingga limbah sisa yang
harus dibuang ke lingkungan menjadi sangat minim.
Terkait dangan sampah (limbah padat), pada teknologi zerowaste, maka
semua kegiatan di Pelabuhan Arar tidak boleh langsung membuang ke
lingkungan, namun sampah tersebut harus dimanfaatkan kembali untuk berbagai
kepentingan lain. Sampah organik mudah urai, dapat diolah menjadi pupuk
organik, yang selanjutnya dimanfaatkan untuk membuat ruang terbuka hijau
(RTH). Sampah yang sulit atau yang sangat sulit urai, dipilah terlebh dahulu, dan
selanjutnya dimanfaatkan kembali (reuse atau recycle). Namun apabila tidak bisa
digunakan lagi, maka sampah dibuang ke TPA. Namun adanya reuse dan recycle
ini, maka limbah padat yang dibawa ke TPA menjadi sa ngat sedikit (minimal).
47

Agar kondisi tersebut dapat tercapai dengan baik, menurut Morrisey dan Browne
(2004) maka aspek social harus dapat diintegrasikan pada penerapan system
pengelolaan limbah tersebut.
Alternatif ke tiga yang harus diperhatikan adalah penegakan hukum dan
sanksi. Pada dasarnya Indonesia sudah memiliki berbagai kebijakan, aturan dan
SOP yang ditujukan agar limbah dan sampah tidak mencemari lingkungan.
Namun sayangnya kebijakan, aturan dan SOP tersebut relatif belum dapat
menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan. Kondisi ini umumnya terjadi
karena masih maraknya pelanggaran pada berbagai hal. Pelanggaran ini sendiri
pada umumnya terjadi karena belum ketatnya penegakan hukum dan sanksi yang
diberikan kepada yang melanggar (Riani, 2012). Selain hal tersebut menurut
Riani (2012) juga karena orientasi dari penegakan hukum dan sanksi tersebut
umumnya masih berupa sanksi dalam bentuk uang yang cukup tinggi, sehingga
memungkinkan pelanggar dan petugas sama-sama mencari sama-sama untung.
Oleh karena itu maka hal tersebut harus dihindari sebaik mungkin, sehingga
penegakan hukum dan sanksi dapat dilaksanakan secara tegas dan mengikat tanpa
pandang bulu, sehingga pelanggaran dalam pengelolaan limbah dan sampah dapat
diminimalkan. Terkait hal tersebut, maka hal yang tidak kalah pentingnya agar
terjadi penegakan hukum dan sanksi adalah menjaga ketaatan dan kedisiplinan
dari aparat penegak hukum itu sendiri.
Alternatif ke empat yang juga harus mendapat perhatian dari pemerintah
adalah mengembangkan instrumen insentif-disinsentif. Dalam hal ini pemerintah
bukan memberikan hukuman berupa denda uang kepada yang melanggar untuk
mengelola limbahnya, misalnya diberikan dalam bentuk sanksi dalam bentuk efek
jera (Riani, 2012). Sedangkan bagi institusi yang melaksanakan pengelolaan
limbah dan sampahnya dengan baik dan benar, misalnya baik diberi penghargaan
dalam bentuk dibebaskan dari kewajiban tertentu, misalnya dari pajak yang
seharusnya dikenakan pada institusi tersebut (Riani, 2012).

V. Simpulan dan Saran

Simpulan

1. Pengamatan yang dilakukan terhadap fasilitas Pengelolaan Limbah di


Pelabuhan Arar, baik fasilitas Pengolahan Air Limbah (IPAL) maupun
pengelolaan dan penampungan limbah (reception fasilities) seperti yang
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 tahun
2009 tentang kepelabuhanan belum ada sama sekali.
2. Kondisi eksisting pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong
kurang baik.
3. Hasil kualitas air menunjukkan bahwa kondisi perairan di sekitar Pelabuhan
Arar sudah mulai tercemar ringan.
4. Kondisi biologi perairan di sekitar Pelabuhan Arar, terutama dilihat dari
karang dan lamun sudah berada dalam kondisi buruk.
5. Kondisi tanah dalam kondisi tercemar ringan, namun penyebabnya bukan
disebabkan oleh kegiatan atropogenik.
6. Dalam rangka mewujudkan Pelabuhan Arar yang berkelanjutan hal utama
yang perlu dilakukan membuat pengolahan limbah dan sampah menjadi satu
48

kebiasaan dan budaya keseharian (habituasi) dari masyarakat, selanjutnya


mencari dan menerapkan teknologi zerowaste serta melakukan penegakan
hukum terhadap pelanggar.

Saran
Agar pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong menjadi
berkelanjutan, maka idealnya harus dilakukan:
1. Menjadikan pengelolaan limbah dan sampah menjadi habit bagi
masyarakat
2. Mengupayakan penerapan teknologi zerowaste
3. Melakukan penegakan hukum dan sanksi secara tegas dan mengikat tanpa
pandang bulu
4. Perlu diupayakan penyelamatan terhadap kedua ekosistem tersebut,
misalnya dengan transplantasi karang dan penanaman kembali la mun,
serta mempertahankan kondisi ekosistem mangrove, jangan
dialihfungsikan lagi.
5. Perlu dilakukan berbagai upaya agar tidak ada lagi kegiatan yang saat
mencemari tanah dan menggangu kesuburannya.
6. Melengkapi infrastruktur untuk pengelolaan limbah
7. Menjaga agar daya dukung lingkungan tidak terlampaui
8. Menghindari terjadinya konflik pada masyarakat
9. Aktor yang harus lebih aktif berperan diantaranya adalah managemen
perusahaan, investor dan pihak pemerintah
49

DAFTAR PUSTAKA

Allen M. 2013. A rapid fish biomassa survey of sites in the Raja Ampat Marine
Protected Area Network in January-February 2013. Narrative
Report to Conservation International Indonesia.
Amin N. 2009. Reducing Emissions from Private Cars: Incentive measures for
behavioural change. United Nations Environment Programme.
Andayani S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Universitas
Brawijaya : Malang
Anton M, Mardiyono, Prasetya WY. 2014. Evaluasi Dampak Kebijakan
Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan
terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Sekitar
(Studi Kasus pada PPP Tamperan Kab. Pacitan). Jurnal
Administrasi Publik [Internet]. 2: 1010-1015
Arianto E. 2008. Parameter Fisika – Kimia Perairan
http://erikarianto,wordpress.com/2008/01/10/parameter-fisika-dan
kimiaperairan, diakses
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor
Asante F, Agbeko E, Addae G, Quainoo AK. 2014. Bioaccumulation heavy
metals in water, sediments and tissues of some selected fishes from
the red volat, Nangodi in the Upper East Region of Ghana. British
J. of Applied Science and Technology. 4(4): 594-603.
Authman MMN, Zaki MS, Khallaf EA, Abbas HH. 2015. Use of fish as bio-
indicator of the effects of heavy metals pollution. J. Aquac Res.
Development. 6: 328-332.
[BPS] Badan Pusat Statistik (BPS) diakses dari http://www.bps.go.id/, diakses
pada tanggal 6 Agustus 2017.
Bailey M, Rotinsulu C, Sumaila UR. 2008. The migrant anchovy fishery in Kabui
Bay, Raja Ampat, Indonesia: catch, profitability, and income
distribution. Marine Policy. 32:483–488.
G Bartoli S, Papa E, Sagnella, Fioretto A. 2012. Heavy metal content
in sediments along the Calore river: relationships with physical–
chemical characteristics. Journal of environmental Management.
Elsevier. 95 (Supplement): S9-S14
Boli P. 2014. Pengelolaan Sumberdaya Karang Berbasis Integrasi Sasi dengan
Konservasi Perairan Modern Di Raja Ampat. Disertasi Sekolah
Pascasarjana. IPB
Bourdieu P. 2010. Arena Produksi Kultural: Sebuah Kajian Sosiologi Budaya.
Terjemahan The Field of Cultural Production: Essays on Art and
Literature. Penterjemah: Pipit Maizier. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Bourdieu P. 2011. Choses Dites, Uraian & Pemikiran. Terjemahan Choses Dites.
Penterjemah: Ninik. Rochani Sjams. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Bobbi. 1998. Water Quality of Rivers in The Huon Catchment. Tasmania
Departement of Primary Industry and Fisheries. Report Series
WRA 98/01. Tasmania
Boyd. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn
University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA. 359 p
50

BPS Kabupaten sorong. 2017. Distrik Mayamuk dalam Angka Tahun 2016.
Sorong
Bryan GW. 1976. Heavy Metal Contamination in the Sea. dalam R. Johson (Ed).
Marine Pollution. London (UK): Academic Press.
Cordova MR, Riani E. 2011. Konsentrasi Logam Berat (Hg, Cd, Pb) Pada Air dan
Sedimen Sungai Angke, Jakarta. Jurnal Hidrosfir Indonesia.
6(2):107-112.
CanterLW, Hill LG. 1979. Handbook of variables for environmental impact
assessment. United States: N. P: 1979. Web.
Dahuri R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. IPB.
Bogor.
Departemen Perhubungan. 1995. Clean Seawater. Laporan Penelitian
Departemen Perhubungan RI.
Diniah B, Sobari MP, Seftian D. 2012. Pelayanan pelabuhan perikanan nusantara
(PPN) terhadap kebutuhan operasi penangkapan ikan. Jurnal
Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2(1): 41-49.
Doran JW, Parkin TB. 1994. Defining and assessing soil quality. In Doran JW,
Coleman DC, Bezdicek DF and Stewart BA. eds. Defining Soil
Quality for a Sustainable Environment. SSSA, Inc., Madison,
Wisconsin, USA.
Dumais SA. 2002. Cultural capital, gender, and school success: The role of
habitus. Sociology of Education. 75(1): 44-68.
Effendi H. 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan, Kanisius,Yogyakarta
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Gomez-Parra A, Forja JM, Delvalls TA. Saenz I, Riba I. 2000. Early
contamination by heavy metals of the budalquiver estuary after
aznalcollar mining spill (SW Spain). Marine Pollution. 40: (1115-
1123).
Guswanto B, Gumilar I, Hamdani H. 2012. Analisis Indeks Kinerja Pengelola dan
Indeks Kepuasan Pengguna di Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman Jakarta. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3.(4):
151-163.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah, Akademika Pressindo, Jakarta.
Harrison D. 2000. Design for Sustainability is a Reality. in Exploring Design
and Innovation. (Tabor E. et al., eds.), pub. Brunel University. P.5
Hutabarat S, Evans S. 1985. Pengantar oseanografi. Penerbit Universitas
Indonesia Jakarta.
Kramadibrata, Soedjono. 2002. Perencanaan Pelabuhan, ITB, Bandung
PPLH. 1993, Studi Formulasi Model Pengelolaan Yang Berwawasan Lingkungan
Hidup. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB, Bogor
Kordi MG, Andi BT. 2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Kohar A, Suherman A, Wijayanto MA. 2010. Analisis Program dan Kinerja
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan. Semarang. J
Saintek Perikanan. 7(1):32-38
51

Kumar B, Rita S, Mukherjee D. 2015. Geochemical distribution of heavy metals


in sediments from sewage fed fish ponds from Kolkata wetlands,
India. Chemical Speciation and Bioavailability. 23:24–32.
Marimin. 2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta.
Mac Donald DD, Ingersoll CG, Smorong DE, Lindskoog RA.. 2003.
Development and Applications of Sediment Quality Criteria for
Managing Contaminated Sediment in British Columbia. British
Columbia Ministry of Water, Land and Air Protection
Environmental Management Branch. Prepared – November
2003
Miller J. 1998. Environmental Science An Introduction. Wadsworth Publishing
Company. California.
Mustaghfirin, Urbinas MP, Urbasa F, Erdmann MV, Mangubhai S, Fox M,
Khazali M, Rumetna L, Nebore A, Thebu K, et al. 2012. Rencana
pengelolaan taman pulau-pulau kecil dan daerah (TPPKD) Raja
Ampat: Data & Analisis. Buku 2. Unit Pelaksana Teknis Daerah
TPPKD Raja Ampat. Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah
Daerah Kabupaten Raja Ampat. Waisai.
Nybakken JM. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. H.M. Eidman,
Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan D. Sukardjo,
penerjemah. Jakarta (ID). Gramedia. Terjemahan dari: Marine
Biology: An Ecological Approach
Nontji A. 1987. Laut Nusantara. Jambatan. Yogyakarta
Owa FW. 2014. Water pollution: sources, effects, control and Management.
Osibanjo O, Adegbenro PD, Adewole MG. 2011. The impact of industries on
surface water quality of River Ona and River Alaro in Oluyole
Industrial Estate, Ibadan, Nigeria.
Marimin. 2009. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar. Bogor (ID): IPB Press.
Morrisey A, Browne J. 2004. A methodology for community based waste
management decisions. The Journal of Solid Waste Technology
and Management. 30(3): 170-182
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 Tentang
Kepelabuhan
Peraturan Pemerintah No mo r : 101 Ta hun 2014 te nta ng Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah Nomor: 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemar a n air menur ut
Pranata RTH. 2014. Strategi Adaptasi Nelayan terhadap Penetapan Kawasan
Konservasi Perairan Daerah di Misool Selatan, KKPD Raja Ampat.
Thesis Sekolah Pascasarjana. IPB
Prayoga MY. 2014. Strategi Pengembangan Perikanan Pancing Ramah
Lingkungan di Kabupaten Raja Ampat Papua Barat. Thesis
Sekolah Pascasarjana. IPB
Program BHS Unipa-CII Sorong 2014. Kumpulan data pengamatan suhu
permukaan laut Bentang Laut kepala Burung Papua Barat.
52

Quinton A. 2010. The foundations of knowledge dalam R.F.Dearden P.H.Hirst


and R.S. Peters (eds). Education and the development of reason.
London: Routledge & Kegan Paul. 205-226.
Rahmawati W, Suryono A, Siswidiyanto. 2014. Pengembangan Pelabuhan
Perikanan dalam Rencana Penyerapan Tenaga Kerja Masyarakat
Pesisir (Studi pada Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara
Brondong Kabupaten Lamongan). J Administr Publ. [Internet].
[diunduh 2017 Sept 22]; 2(2):367-373. Tersedia pada:
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/artic
le/view/388/274
Riani E. 2009. Small size green mussel (Perna viridis) as “vacuum cleaner” for
liquid waste. J. Alami, Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi
Bencana..14(3): 24 – 30.
Riani E. 2010. Mercury (Hg) contamination in the body organ of common
ponyfish (Leiognathusequulus) in Ancol Waters, Jakarta Bay. J.
Teknol. Lingkungan. Agency for the Assessment and Application of
Technology. 11 (2): 313-322
Riani E. 2011. Reproductive disorder due to heavy metal contamination in green
mussels (Perna viridis) cultured in Muara Kamal Waters, Jakarta
Bay. J. Moluska Indonesia.2 (2): 67-74.
Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik (Bioakumulasi
Bahan Berbahaya dan Beracun dan Reproduksi). IPB Press. 216
hal
Riani E, Johari HS, Cordova MR. 2017a. Kontaminasi Pb dan Cd Pada Ikan
Bandeng Chanos chanos yang dibudidaya di kepulauan seribu,
Jakarta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 9(1): 235-246
Riani E, Johari HS, Cordova MR. 2017b. Bioakumulasi logam berat kadmium
dan timbal pada kerang kapak-kapak (Pinna muricata) di
Kepulauan Seribu. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
20(1): 131-142
Riani E, Cordova MR, Arifin Z. 2017c. A potential of green mussel (Perna
viridis) as a bioacumulator in heavy metal polluted sea.
International Conference On Advanced Technology in Waste
Water and Waste anagement for Extractive Industries. Exceed.
DAAD. Aston Hotel, Nusa Dua Bali October 23-25, 2017.
Riani E, Sutjahjo SH. 2006. Potensi Pencemaran di Pelabuhan Tanjung Priok
dan Upaya Mewujudkan Pembangunan Pelabuhan yang
Berkelanjutan. Seminar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ruang
Rapat Wagub Provinsi DKI Jakarta. Jakarta 12 Desember 2006
Riani E. 2014. Heavy Metal Effect on Unviable Larvae of Dicrotendipes simpsoni
(Diptera:Chironomidae), a case study from Saguling Dam.
Indonesia. AACL Bioflux 7(2): 76-84.
Riani E. 2015. The Effect of Heavy Metals on Tissue Damage in Different Organs
of Goldfish Cultivated in Floating Fish Net in Cirata Reservoir,
Indonesia. Indian Journal Research. 4:132-136.
53

Rochyatun E, Kaisupy MT, Rozak A. 2006. Distribusi logam berat dalam air dan
sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara Sains
10(1):35-40
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang
Kompleks (terjemahan). Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Jurnal Oseana. 30: 21-26.
Siahaan EI. 2012. Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport)
dalam Rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu (Studi Kasus
Pelabuhan TanjungPriok). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor
Saaty TL. 1993. Decision Making for Leaders The Analytical Hierarchy Process
for Decisions. (Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin
Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam
Situasi yang Kompleks. Penterjemah: Liana Setiona. Editor: Kirti
Peniwati. 270 hlm. Jakarta (ID): PT. Pustaka Binaman Pressindo
dan PT. Gramedia
Saxena JP, Sushil VP. 1992. Hierarchy and Clasification of program plan
elements using interpretative structural modeling: A case study of
energy conservation in the Indian cement industry. Systemic
practice and Action Research: 5(6):651-670
Setya PS. 2016. Variasi Fitoplankton di Sungai Maralol dan Salawatlol di Pulau
Salawati, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Thesis Sekolah
Pascasarjana. IPB
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi,
Yogyakarta
Susana T. 2002. Nitrogen – Urea di Perairan Teluk Banten. LIPI : Jakarta
Suhardjono . 2013. Hutan Mangrove di Kalitoko, Teluk Mayalibit, Pulau
Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat Mangrove.
Jurnal Biologi Indonesia 9(1): 1-11
The International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973 as
modified by the Protocol of 1978 (MARPOL 73/78).
Uktoselya H. 1992. Beberapa Aspek Fisika Air Laut dan Peranannya Dalam
Masalah Pencemaran. Hal 143-154 dalam D. H. Kunarso dan
Ruyitno (eds). Laporan Seminar Pencemaran Laut. Lembaga
Oseanografi Nasional LIPI, Jakarta.
UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water Quality Assessments. Edited by Chapman,
D. Chapman and Hall Ltd. London. 585 p.
Velusamy A, Kumar PS, Ram A, Chinnadurai S. 2014. Bioaccumulation of heavy
metals in commercially important marine fishes from Mumbai
Harbor, India. Marinne Polluttion Bulletin. 81:218-224.
Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo, Jakarta
[WHO] World Health Organization, 1992. Environmental Health Criteria 135:
Cadmium. WHO, Geneva
54

Yusuf H, Moedikdjo K, Saeni MS, Nasution LI. 2005. Dampak Pembangunan


Pelabuhan Perikanan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan
Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan
Lempasing, Bandar Lampung). Bul Ekon Perik. [Internet].
[diunduh 2017 Sept 22]; 6(1):57-64. Tersedia pada:
journal.ipb.ac.id/index.php/bulekokan/article/viewFile/2536/1525
.
55

L AM P I R A N
56

Lampiran 1. Photo-photo

Lokasi penelitian

Pengambilan sampel
57

Wawancara dengan stakeholder


58

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Binjai Provinsi Sumatera Utara pada


tanggal 23 Juni 1966, putri kedua dari tujuh bersaudara
dari Bapak (Alm) Mahadi Sitepu dan (Alhm) Sangkut Br
Sembiring Meliala. Penulis lulus dari SMA Negeri I Binjai
pada tahun 1985, selanjutnya penulis meneruskan
pendidikan di Akademi Akuntansi Jakarta, kemudian
melanjutkan di Sekolah Tinggi Ekonomi Muhammadiyah
Jakarta Jurusan Akuntansi. Penulis melanjutkan kuliah di
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Jurusan
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada tahun 2015. Saat ini penulis
bekerja di Konsultan Lingkungan di Jakarta. Penulis saat ini sedang menerbitkan
karya ilmiah pada Jurnal JITK dengan judul Strategi Pengelolaan Limbah di
Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan, dan saat ini sedang dalam
proses review.

Anda mungkin juga menyukai