SEHTAWARTA BR SITEPU
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan Ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengelolaan Limbah
di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesisi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Sehtawarta Br Sitepu
NIM P052154124
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2018
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
RINGKASAN
SEHTAWARTA BR SITEPU
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir Budi Kurniawan, M.Eng
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Judul dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juni sampai dengan September 2017 ini dengan judul Strategi
Pengelolan Limbah Di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang Berkelanjutan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etty Riani, MS dan Bapak Dr Ir
Syaiful Anwar, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Budi Kurniawan, M.Eng
selaku penguji yang telah banyak memberikan pengetahuan serta saran dalam penulisan
tesis ini. Serta ungkapan terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada keluarga
besar saya atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga tesis ini bermanfaat.
Sehtawarta Br Sitepu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
3 METODE PENELITIAN 13
Bahan 13
Alat 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20
5 SIMPULAN DAN SARAN 47
Simpulan 47
Saran 48
DAFTAR PUSTAKA 49
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir 5
2 Skema rencana operasional TPS di Pelabuhan 8
3 Skema operasional pengolahan limbah cair 8
4 Peta pengambilan sampel 16
5 Grafik rata-rata curah hujan 21
6 Peta DAS Kabupaten Sorong 22
7 Karang dan lamun yang ada di Wilayah Pelabuhan Arar 39
8 Rhizophora sp 40
9 Avicennia 41
10 Nypha sp 41
11 Bobot faktor- faktor pada setiap level pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar 44
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi, karena fungsinya
sebagai penunjang bagi perkembangan industri, perdagangan dan pelayaran.
Pelabuhan Sorong merupakan pelabuhan nasional/pelabuhan umum
berskala internasional yang terletak di Kota Sorong dan dikelola oleh PT.
PELINDO IV. Pelabuhan Sorong disinggahi oleh kapal PT. PELNI maupun
kapal-kapal niaga lainnya yang berfungsi sebagai pelabuhan transit untuk menuju
ke beberapa kabupaten lainnya yang ada di wilayah kepala burung Provinsi Papua
Barat. Adapun kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Sorong,
Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Tambrauw serta
Kabupaten Maybrat. Oleh karena itu maka keberadaan pelabuhan ini merupakan
pelabuhan utama, yang melayani masuk dan keluarnya arus barang dan
penumpang di Kota dan/atau Kabupaten Sorong.
Kondisi Pelabuhan Umum Kota Sorong yang dioperasikan oleh Pelindo IV
Kota Sorong sudah kurang layak atau sesuai dengan peruntukannya sebagaimana
mestinya, dimana fungsi Pelabuhan Umum Kota Sorong sebagai pelabuhan feeder
tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya karena terhambat oleh berbagai
permasalahan yang lebih bersifat teknis yang meliputi :
a) Area penumpukan barang dan kontainer yang sangat terbatas.
b) Panjang dermaga tidak cukup untuk melayani arus bongkar muat kapal.
c) Fasilitas cargo handling yang masih minimal kualitas dan kuantitasnya.
Selain itu untuk pengembangan wilayah pelabuhan sudah tidak memungkinkan
karena letaknya berbatasan dengan jalan utama Kota Sorong. Bersandar pada
Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran dan Peraturan Pemerintah
No. 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan serta hal sebagaimana mestinya.
Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, pada saat ini Pemerintah Kabupaten
Sorong melalui Dinas Perhubungan Kabupaten Sorong ingin mengembangkan
Pelabuhan Arar, berdasarkan PP No. 61 Tahun 2009 Pelabuhan Arar juga
termasuk dalam Pelabuhan Umum.
Menurut informasi dari Dinas Perhubungan Kabupaten Sorong, Pelabuhan
Arar terletak di sebelah selatan pelabuhan Kota Sorong, tepatnya pada 1°1'41.59"
LS dan 131°14'35.59" BT, yang berada di daerah administrasi Kampung Arar,
Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong. Pelabuhan Arar existing saat ini memiliki
panjang 100 m, sesuai dengan dan hanya melayani kapal yang muatannya berupa
kayu, semen, dan jenis kapal curah lainnya. Ukuran kapal rata-rata yang
berkunjung di Pelabuhan Arar adalah kapal dengan ukuran 2455,80 GT, Panjang
= 83,51 M, Lebar = 12,83 M, Tinggi = 6,81 M, Sarat = 5,10 M, DWT =
3064,51 ton. Seperti halnya pada kegiatan antropogenik pada umumnya, aktivitas
pelabuhan sudah pasti akan menghasilkan limbah. Selain hal tersebut, kapal juga
merupakan salah satu penyumbang limbah di dalam laut, baik berupa limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun limbah organik mudah urai. Contoh
limbah B3 yang dihasilkan dari kapal antara lain adalah oli dari kegiatan bongkar
muat kapal yang bersandar di pelabuhan, ceceran bahan bakar yang digunakan
oleh kapal, pembuangan air ballast, dsb. Contoh limbah organik mudah urai di
pelabuhan antara lain adalah berbagai sampah (limbah padat) yang dihasilkan dari
kegiatan yang ada dikapal dan di wilayah Pelabuhan Arar itu sendiri.
Baik limbah B3 maupun limbah non B3, dalam jumlah yang melebihi
kemampuan alam untuk memfurifikasi diri, apabila tidak dikelola denga n baik,
maka akan membahayakan lingkungan perairan pelabuhan dan kehidupan yang
3
ada di dalamnya (Riani, 2012). Bahkan limbah B3 seperti logam berat bukan
hanya akan mengkontaminasi air dan sedimen perairan laut; namun juga dapat
mengkontaminasi biota yang ada di dalamnya (Riani, 2009; 2010; 2011; Riani et
al., 2017a, 2017b , dan 2017c). Oleh karena itu maka limbah- limbah tersebut
harus dikelola dengan baik dan benar agar tercipta lingkungan yang baik, seperti
yang dinyatakan pada Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, bahwa
pengelola pelabuhan harus mengelola limbah yang dihasilkan dari kegiatan
pelabuhan tersebut. Oleh karena itu maka pihak pengelola Pelabuhan Arar harus
membuat strategi pengelolaan limbah yang dihasilkannya.
Strategi pengelolaan limbah tersebut makin dirasa sangat diperlukan
mengingat Pemerintah Kabupaten Sorong melalui Dinas Perhubungan berencana
untuk melakukan perluasan dermaga sepanjang 200 m. Oleh karena itu maka
pada masa yang akan datang, Pelabuhan Arar akan dapat disandari kapal-kapal
besar, sehingga dapat mengimbangi berbagai kegiatan seiring dengan
ditetapkannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arar. Pada kawasan KEK
umumnya akan banyak industri- industri yang terbangun, Kabupaten Sorong akan
berkembang menjadi kota industri, perdagangan, dan jasa. Oleh karena itu di
Kabupaten Sorong bukan saja banyak industri yang terbangun, namun juga akan
menjadi kota yang sangat strategis, baik sebagai kota persinggahan bahkan
menjadi pintu keluar- masuk Provinsi Papua Barat. Hal ini akan menyebabkan
semakin bertambahnya limbah yang dihasilkan, baik limbah domestik maupun
Limbah B3 dari aktivitas tersebut.
Selain hal tersebut, Kabupaten Sorong bersebelahan dengan Kota Sorong,
Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Tambrauw. Ketiga wilayah tersebut,
memiliki sumberdaya alam yang potensial dan akan membuat kegiatan di
Pelabuhan Arar menjadi semakin ramai. Di lain pihak kajian ilmiah di Pelabuhan
Arar masih sangat minim. Kajian yang dilakukan di wilayah perairan Papua
Barat, diantaranya adalah kajian terhadap perikanan anchovy di Selat Kabui, Raja
Ampat (Bailey et al., 2008), Rencana pengelolaan taman pulau-pulau kecil dan
daerah (TPPKD) Raja Ampat (Mustaghfirin et al., 2012), kajian terhadap ikan-
ikan karang di Perairan Papua Barat (Allen dan Erdmann, 2009), survey terhadap
biomasa ikan di daerah perlindungan Raja Ampat dari bulan Januari hingga
Februari 2013 (Allen, 2013), hutan mangrove di Kalitoko, Teluk Mayalibit, Pulau
Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat (Suhardjono, 2013),
pengelolaan sumberdaya karang berbasis integrasi sasi dengan konservasi perairan
modern di Raja Ampat (Boli, 2014), strategi pengembangan perikanan pancing
ramah lingkungan di Kabupaten Raja Ampat Papua Barat (Prayoga, 2014),
strategi adaptasi nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi perairan daerah
di Misool Selatan, KKPD Raja Ampat (Pranata, 2014), pengamatan suhu
permukaan laut Bentang Laut kepala Burung Papua Barat (Program BHS Unipa-
CII Sorong, 2014), variasi fitoplankton di Sungai Maralol dan Salawatlol di Pulau
Salawati, Kabupaten Sorong, Papua Barat (Setya, 2016). Oleh karena itu dalam
rangka mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat banyaknya limbah yang
dihasilkan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian strategi pengelolaan
limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang berkelanjutan.
Penelitian terkait dengan pelabuhan juga tidak ada yang mengarah pada
pengelolaan limbahnya. Contohnya penelitian evaluasi dampak kebijakan
pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan terhadap perubahan
4
Perumusan Masalah
Aktivitas Pelabuhan
Aktivitas Aktivitas
daratan perairan
Tujuan Penelitian
dasar agar lingkungan hidup di Pelabuhan Arar dan sekitarnya menjadi sehat,
lestari serta yang berkelanjutan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis
Pengertian Limbah
Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan (PP No. 101 Tahun
2014). Menurut PP No. 101 Tahun 2014 yang merupakan pengganti dari
peraturan sebelumnya Peraturan Pemerintah no. 18 Tahun 1999 jo PP 85 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang
selanjutnya disebut B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lain.
Pihak ketiga
Sumber TPS Transporter yang memiliki
limbah B3 pelabuhan limbah B3 izin pengolahan
limbah B3
Kualitas Air
Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut (Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor : 51 Ta hun 20 04 ). Pe nc e ma ra n a ir
me nur ut Peraturan Pemerintah Nomor: 82 Tahun 2001 adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dala m
air ole h kegiatan ma nus ia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi s es ua i d e nga n
per untuk a nnya . Tin gk at pencemaran di pelabuhan menjadi penting untuk
diketahui agar pengelolaan kawasan tersebut lebih terencana serta
meminimalisir dampak bencana.
Menurut Owa (2014) pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air
dari keadaan normalnya bukan dari kemurniannya. Pencemaran air dapat terjadi
akibat adanya unsur atau zat lain yang masuk ke dalam air, sehingga
menyebabkan kualitas air menjadi turun (Salmin, 2005). Suripin (2001),
menyatakan pembuangan limbah industri dan domestik ke badan air merupakan
penyebab utama pencemaran air. Namun di wilayah laut, keberadaan pelabuhan
menyumbang bahan pencemar yang sangat signifikan (Riani dan Sutjahjo, 2006).
Namun demikian menurut Asante et al. (2014) sumber antropogenik mencakup
limbah pertambangan, industri (pembuangan lumpur limbah), limbah domestik,
pertanian (aplikasi pestisida dan pupuk anorganik), transportasi, serta deposisi
atmosfer merupakan penyebab terjadinya pencemaran perairan. Hal tersebut
sejalan dengan Riani (2012) bahwa pencemaran di udara akan mencemari air
melalui proses deposisi kering dan deposisi basah. Menurut Bryan (1976) limbah
industri merupakan sumber sumber bahan pencemar potensial B3 dalam perairan
sungai dan perairan estuaria.
Selain perairan laut, sedimen juga merupakan bagian perairan laut yang
menampung bahan pencemar, terutama pencemaran logam berat dan bahan-bahan
pencemar yang masuk pada golongan persistan organik pollutant (POP’s) dalam
jumlah yang signifikan (Riani, 2012). Hal ini terjadi karena buangan limbah
industri dan rumah tangga akan terikat pada padatan tersuspensi dan pada
akhirnya akan mengendap ke sedimen dasar perairan (Gomez-Parra et al. 2000
serta Cordova dan Riani, 2011).
Pencemaran dapat disebabkan oleh berbagai sumber, termasuk drainase
pertanian, limbah pembuangan industri, pembuangan limbah rumah tangga,
tumpahan limbah kimia, dan bensin dari perahu nelayan (Kumar et al. 2015).
Pencemaran laut dapat meningkatkatkan konsentrasi bahan berbahaya dan
beracun seperti logam berat yang sangat beracun bagi kesehatan ikan (Velusamy
et al. 2014). Menurut Riani 2012 bahan-bahan pencemar tersebut bukan hanya
membahayakan kesehatan ikan semata, namun juga semua biota yang ada dalam
perairan, bahkan juga akan berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsi ikan
ataupun hewan air lainnya. Adapun bahaya yang ditimbulkan akibat tercemarnya
ekosistem perairan antara lain adalah terjadinya kecacatan pada biota air (Riani et
al. 2014), terjadinya kerusakan pada organ-organ tubuh biota yang hidup dalam
perairan tercemar tersebut, terutama apabila di dalamnya terdapat bahan pencemar
yang masuk pada golongan B3 (Riani, 2015).
10
b) Kekeruhan
Kekeruhan pada air yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih banyak
disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus.
Sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan
oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan
permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang
tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya,
pernafasan dan daya lihat organism akuatik, serta dapat menghambat penetrasi
cahaya kedalaman air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
(Effendi, 2003).
c) Suhu
Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat
perhatian dalam pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat
dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala- gejala fisika didalam laut,
tetapi juga dengan kaitannya kehidupan hewan ata u tumbuhan. Bahkan dapat
juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi. Suhu air dipermukaan
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor- faktor metereolohi yang berperan
disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan
angin, dan radiasi matahari.
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu
penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan
biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan
suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian
bila peningkatan suhu sampai ekstrim (Kordi dan Andi, 2009).
11
B. Parameter Kimia
a) Nilai pH
Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang
diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = - log (H+). Air murni
terdiri dari ion H+ dan OH- dalam jumlah berimbang hingga Ph air murni biasa 7.
Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin
tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak
H+makin rendah PH dan cairan tersebut bersifat masam. pH antara 7 – 9 sangat
memadai kehidupan bagi air tambak. Namun, pada keadaan tertantu, air dasar
tambak memiliki potensi menurun derajat keasamannya, pH air dapat turun
hingga mencapai empat.
pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat
membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah( keasaman tinggi), kandungan
oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun,
aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada
suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan be rhasil baik
dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah ph 7,5 – 8,7 (Kordi dan
Andi, 2009).
b) Oksigan Terlarut / DO
Menurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh
suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Di laut,
oksigen terlarut (dissolved oxygen / DO) berasal dari dua sumber, yakni dari
atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut.
Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung
dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada
proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme)
bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2
dan H2 0.
Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam
air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila
ketersediaannya didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka
segal aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai
kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu
dan kebutuhan konsumtif yang terandung pada metabolisme ikan (Kordi dan
Andi, 2009).
organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam
suasana asam, diperkirakan 95% – 100% bahan organik dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat
lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000
mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
d) Amonia
Makin tinggi pH, air, daya racun amonia semakin meningkat, sebab
sebagian besar berada dalam bentuk NH3 , sedangkan amonia dalam molekul
(NH3 ) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4 +). Amonia dalam bentuk
molekul dapat bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4 + (Kordi dan
Andi, 2009).
e) Nitrat nitrogen
Menurut Susana (2002), senyawa kimia nitrogen urea (N-urea), algae
memanfaatkan senyawa tersebut untuk pertumbuhannya sebagai sumber nitrogen
yang berasal dari senyawa nitrogen-organik. Beberapa bentuk senyawa nitrogen
(organik dan anorganik) yang terdapat dalam perairan konsentrasinya lambat laun
akan berubah bila didalamnya ada faktor yang mempengaruhinya sehingga antara
lain akn menyebabkan suatu permasalahan tersendiri dalam perairan tersebut.
Menurut Andayani (2005), konsentasi nitrogen organik di perairan yang
tidak terpolusi sangat beraneka ragam. Bahkan konsentrasi amonia nitrogen
tinggi pada kolam yang diberi pupuk daripada yang hanya biberi pakan. Nitrogen
juga mengandung bahan organik terlarut. Konsentrsi organik nitrogan umumnya
dibawah 1mg/liter pada perairan yang tidak polutan. Pada perairan yang
planktonnya blooming dapat meningkat menjadi 2-3 mg/liter.
Tanah
Tanah adalah tubuh alam yang berkembang akibat adanya interaksi antara
bahan induk, bentang alam, iklim dan jasad hidup dalam rentang waktu tertentu
dengan melibatkan serangkaian proses pembentukan tanah (Hardjowigeno,
2003). Bentuk dan interaksi antar faktor/komponen tersebut mengendalikan
macam dan intensitas proses pembentukan tanah dan penampilan tubuh tanah
yang terbentuk. Tubuh tanah tersusun dari satu atau lebih horison atau lapisan
dengan watak-watak sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi yang berbeda antar
horison dan mendatar (antar tubuh tanah). Faktor lingkungan diatas yang terlibat
dalam pembentukan tanah disebut faktor-faktor pembentukan tanah. Keterkaitan
antara faktor- faktor pembentukan tanah dengan tanah sebagai hasil pembentukan
alami adalah melalui proses pembentukan tanah. Tanah tersusun dari empat
bahan utama yaitu mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun
tersbut memiliki jumlah yang berbeda-beda untuk setiap jenis tanah ataupun
lapisan tanah. Menurut Arsyad (2006) bahwa tanah mempunyai dua fungsi
utama, yaitu (1) sebagai matrik tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah
tersimpan, dan (2) sebagai sumber hara bagi tumbuhan. Menurunnya fungsi
tanah inilah yang bisa disebut degradasi lahan. Apabila fungsi kedua menurun
13
dapat diperbaiki dengan pemupukan, namun bila fungsi pertama menurun akan
sulit diperbaiki.
Doran dan Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah
kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk
melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta
meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Indikator kualitas tanah harus (1)
menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadukan sifat
fisik tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh banyak
pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan, (4) peka terhadap
berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan (5) apabila
mungkin sifat tersebut merupakan komponen yang bisa diamati pada dasar tanah.
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan September 2017.
Pengambilan sampel dan pengukuran kualitas air dilakukan di perairan pesisir
Pelabuhan Arar (Gambar 4.). Analisis fisik kimia air dilakukan di Laboratorium
PT. Global Quality Analytical Bogor.
Kualitas Air
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pH meter, DO
meter, GPS, thermometer, turbidimeter, sechidisk, peralatan pengambilan sampel
air seperti botol sampel. Selain itu juga peralatan di laboratorium seperti gelas
kimia, gelas ukur, tabung reaksi, oven, pemanas (hotplate), timbangan analitik,
pipet, batang pengaduk dan AAS (atomic absorption spectrophotometer) merek
Shimadzu tipe ASC 7000.
Pada penelitian ini, selain hal tersebut diatas pada penelitian ini juga
dikumpulkan data-data yang terkait dengan kondisi umum di wilayah kajian yang
meliputi data kondisi social ekonomi, iklim, curah hujan, dan berbagai data lain yang
diperoleh dari data sekunder.
Analisis Tanah
Pada penelitian ini, selain hal tersebut diatas, juga dikumpulkan data-data
yang terkait dengan kualitas tanah dan status kesuburannya. Adapun parameter yang
dianalisis danmetodanya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analsis kualitas tanah dan status kesuburan serta metoda yang digunakan
Sifat Tanah Metode
pH H2 O (1:5) pH-meter
pH KCl (1:5) pH-meter
C-Organik (%) Walkley & Black
Nitrogen-total (%) Kjeldahl
Nisbah C/N (penghitungan)
P-Olsen (ppm P) Olsen
P HCl 25% (ppm P) HCl 25%
Kapasitas Tukar Kation (KTK, cmol/kg) N NH4 OAc pH 7.0
Basa-basa dapat ditukar :
Ca-dd (cmol/kg) N NH4 OAc pH 7.0
Mg-dd (cmol/kg)
K-dd (cmol/kg)
Na-dd (cmol/kg)
Kejenuhan Basa (KB, %) (penghitungan)
Sumber Kemasaman :
Al-dd (cmol/kg) N KCl
H-dd (cmol/kg)
Kejenuhan Al (%) (penghitungan)
Tekstur: Pipet
- Pasir (%)
- Debu (%)
- Klei (%)
pakar pada bidang yang diteliti minimal tiga tahun, dan telah berpengalaman di
bidangnya. Adapun stakeholder yang diwawancara adalah Kepala Dinas
Perhubungan Kabupaten Sorong, kepala Bapeda Kabupaten Sorong, ketua KEK,
Kasubdit perhubungan, pihak perguruan tinggi. Pada analisis AHP dilakukan
konversi faktor- faktor yang tidak terukur (intangible) ke dalam aturan yang biasa,
sehingga dapat dibandingkan. Pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel air di tiga titik pengambilan sampel (Gambar 4.)
dengan menggunakan botol polietilen. Sebelum melakukan pengambilan sampel
terlebih dahulu dilakukan pengukuran parameter fisik kimia seperti suhu, pH,
kecerahan, DO dan untuk mengukur kekeruhan, amoniak, nitrat, salinitas, COD
dilakukan di laboratorium PT. Global Quality Analytical yang terakredasi KAN
Pengukuran logam berat Hg dan Pb akan dilakukan di laboratorium yang sama
yakni PT. Global Quality Analytical dengan menggunakan AAS.
Analisis Data
Kualitas Air
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, survey, pengukuran di
lapangan, dan pengukuran di laboratorium ditabulasikan kedalam tabel dan grafik,
kemudian dibahas secara deskriptif.
meter ke kiri dan kanan). Pengambilan data lapangan dilakukan secara visual dari
pengamatan di permukaan. Data yang diperoleh dibahas secara deskriptif.
Padang Lamun
Pengambilan data lapangan terhadap padang lamun dilakukan secara
visual dari pengamatan selama di lapangan. Data yang diperoleh dibahas secara
deskriptif.
Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan di lokasi penelitian di setiap titik
yang sudah ditentukan pada kedalaman 0 m, 5 m dan 10 m. Plankton (phyto dan
zoo) disampling dengan menggunakan plankton net dengan jaring plankton
standar No. 25, dan volume air yang disaring adalah 50 liter. Contoh plankton
diawet dengan menggunakan lugol dan selanjutnya di identifikasi dan dihitung
jumlah individu dari setiap unit sistematik yang ditemukan di laboratorium. Data
yang diperoleh ditabulasikan kedalam tabel dan dibahas secara deskriptif.
Benthos
Sample benthos diambil dengan menggunakan Eckmangrab di lokasi
penelitian pada titik yang sudah ditentukan. Organisme benthos dikumpulkan
dengan menggunakan Eckman Grab berukuran (0,2x0,2) m. Sedimen yang
terkumpul dipisahkan dari sedimen dasar dengan menggunakan saringan
bertingkat (sieve set), kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh dan diberi
larutan pengawet formalin 4%, untuk selanjutnya diidentifikasi dan dihitung dari
setiap unit sistematik yang ditemukan di laboratorium. Data yang diperoleh
ditabulasikan kedalam tabel dan dibahas secara deskriptif.
Khusus data plankton dan benthos dianalisis kelimpahan dan
kepadatannya seperti diuraikan berikut ini:
Kelimpahan
Kelimpahan dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan
volume air. Kelimpahan setiap spesies plankton dihitung dengan menggunakan
sedgwick-rafter counting cell, dan selanjutnya jumlah individu/liter (N) dihitung
berdasarkan formula sebagai berikut :
C A V1
N
l a u V2
Keterangan:
C = jumlah rata-rata individu setiap spesies plankton per lapang pandang
V1 = volume air contoh dalam botol contoh plankton (ml)
V2 = volume air yang disaring (l)
A = luas bagian cekung dari sedgwick-rafter counting cell (mm2 )
a = luas lapangan pandang (mm2 )
u = jumlah lapangan pandang yang diperiksa
l = volume air dalam cekungan sedgwick-rafter counting cell yang diperiksa
18
(6) Kepadatan
Kepadatan makrozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu makro-
zoobenthos per satuan luas tertentu, dalam satuan meter kuadrat. Kepadatan
makrozoobenthos dapat dijabarkan melalui persamaan berikut :
K = 10.000 x a
b
Keterangan:
K = kepadatan makrozoobenthos (individu/m2 )
a = jumlah makrozoobenthos yang dihitung (individu)
b = luas bukaan mulut dredge (cm2 )
Nilai 10.000 adalah nilai konversi dari cm2 ke m2 .
Data dari plankton dan benthos dianalisis struktur komunitasnya, seperti diuraikan
di bawah ini.
Keterangan:
E = indeks keseragaman (berkisar 0-1)
H’ = indeks keanekaragaman
H’ maks = indeks keanekaragaman maksimum = log2 S
(dengan S = jumlah jenis)
Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Bila indeks keseragaman
mendekati nol, maka ekosistem tersebut mempunyai kecenderungan didominasi
oleh jenis tertentu dan bila indeks keseragaman mendekati 1, maka ekosistem
tersebut dalam kondisi relatif stabil.
D = (Ni)2
N
Keterangan:
D = indeks dominasi Simpson
Ni = jumlah individu jenis ke-I
N = Jumlah inividu seluruh jenis
Nilai D berkisar 0-1. Jika nilai D mendekati 0, berarti tidak ada jumlah
individu suatu jenis yang berlimpah dan biasanya diikuti oleh nilai E yang besar.
Apabila nilai D mendekati 1, berarti terdapat sekelompok jenis tertentu yang
jumlahnya berlimpah (mendominasi) dari pada jenis yang lain dan biasanya
diikuti dengan nilai E yang kecil.
Kualitas Tanah
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, survey, dan pengukuran
parameter-parameter kualitas tanah dan kesuburannya yang dilakukan di
laboratorium, selanjutnya ditabulasikan kedalam tabel, kemudian dibahas secara
deskriptif.
Curah Hujan
Curah hujan bulanan disajikan pada Tabel 3 sedangkan rata-rata
bulanannya disajikan pada Gambar 5. Curah hujan bulanan rata-rata di atas 100
mm (bulan basah) dijumpai pada bulan Desember-April, dengan curah hujan
tertinggi pada bulan Februari. Curah hujan bulanan rata-rata di bawah 60 mm
(bulan kering) dijumpai pada Bulan Agustus dan September.
Hidrologi
Kondisi hidrologi dilihat dari pola aliran sungai dapat dilihat pada peta
Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Sorong (Gambar 6.) Secara umum di
Kabupaten Sorong mengalir beberapa sungai yang mengarah ke utara dan ada
beberapa sungai mengalir ke arah barat dan selatan. Hulu sungai yang mengalir di
Kabupaten Sorong berasal dari daerah pegunungan di bagian timur dan tengah
wilayah kompleks Pegunungan Tambrauw. Sungai yang mengalir ke arah utara
antara lain adalah Sungai Warsamson, Sungai Mega, Sungai Kwoor, sementara itu
21
sungai yang mengalir kearah selatan adalah Sungai Kla Segun, Sungai Beraur,
Sungai Kla Bra dan Sungai Seremuk.
Kabupaten Sorong dilihat dari pola aliran sungai, secara umum terdiri dari
sungai-sungai yang mengalir ke utara (Samudra Pasifik) dan ke selatan Laut
Seram, dengan bagian hulu (upstream) adalah di pegunungan bagian tengah dan
timur wilayah Kabupaten Sorong (kompleks Pegunungan Tambraw, dan lain-
lain). Sungai-sungai yang mengalir ke arah utara yang relatif besar antara lain
adalah sungai Warsamson, Sungai Mega, Sungai Kwoor. Sungai-sungai lainnya
relatif kecil dan pendek dan selaras dengan posisi pegunungan yang lebih dekat ke
bagian utara. Sungai-sungai yang mengarah ke selatan yang relatif besar antara
lain adalah Sungai Kla Segun, Sungai Beraur, Sungai Klabra/Kla Dug, dan Sungai
Seremuk. Terkait dengan wilayah Kabupaten Sorong yang relatif dikelilingi oleh
laut, kecuali di bagian timur berbatasan dengan darat. Oleh karena itu maka
panjang garis pantai di Kabupaten Sorong yang berada di pulau utama Pulau
Papua dan Pulau Salawati yaitu kurang lebih 545,31 km. Panjang garis pantai di
22
bagian utara mulai dari perbatasan dengan Kabupaten Manokwari di bagian timur
dan Kota Sorong di bagian barat, yaitu mulai dari Distrik Abun, Sausapor, Moraid
dan Distrik Makbon, mempunyai garis pantai kurang lebih 231,71 km, dan di
bagian selatan sampai ke bagian barat yaitu mulai dari Distrik Beraur, Segun,
Mayamuk, Salawati, Mayamuk, dan Distrik Aimas mempunyai panjang garis
pantai kurang lebih 313,60 km. Wilayah laut kewenangan Kabupaten Sorong,
yaitu sejauh 4 mil laut dari garis pantai untuk yang berhadapan dengan laut lepas
dan berbagi dengan wilayah tetangga untuk yang terdapat pada selat. Luas laut
kewenangan (WLK) tersebut secara total adalah kurang lebih 725 808 Ha.
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Sorong tahun 2013 berjumlah 76.669 jiwa
dengan tingkat kepadatan rata-rata enam jiwa/km2 tersebar di 17 distrik. Distrik
Aimas merupakan yang tepadat dengan jumlah penduduk sebanyak 23.000 jiwa
dan kepadatannya 103 jiwa/km2 , sedangkan distrik klaso sebagai distri yang
memupnayi jumlah penduduk terendah sebanyak 366 jiwa dengan tingkat
kepadatan 1 jiwa/km2 .
23
Tabel 7. PDRB Kabupaten Sorong atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha tahun 2013-2014
No. Lapangan Usaha 2013 2014
1 Pertanian peternakan, kehutanan 730.245,88 815.841,11
dan perikanan
2 Pertanian dan penggalian 1.744.595,38 1.665.060,44
3 Industri pengolahan 3.936.852,09 4.301.012,02
4 Listrik dan gas 955,85 1.169,27
5 Pengadaan air, pengolahan 4.238,25 4.661,80
sampah,limbah daur ulang
6 Konstruksi 686.605,09 798.744,47
7 Perdagangan besar dan eceran; 208.558,54 237.932,43
reparasi mobil & sepeda motor
8 Transportasi dan pergudangan 41.731,09 46.479,41
9 Penyediaan akomodasi dan makan 15.070,34 16.915,64
minum
10 Informasi dan komunikasi 24.853,28 26.773,934
11 Jasa keuangan dan asuransi 44.768,60 51.571,52
12 Real estate 23.597,41 27.170,79
13 Jasa perusahaan 4.231,43 4.170,80
14 Administrasi pemerintahan, 483.447,31 557.581,51
pertahanan dan jamsos wajib
15 Jasa pendidikan 112.255,93 128.778,87
16 Jasa kesehatan&kegiatan sosial 29.519,17 32.725,89
17 Jasa lainya 5.738,94 5.997,03
Produk domestik regional bruto 8.096.278,57 8.723.126,77
Sumber : Kabupaten Sorong dalam Angka, Tahun 2017
25
Kualitas Air
A. Kualitas Air Laut
Parameter sifat fisika dan kimia air laut yang dianalisis sesuai dengan
parameter Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan menurut Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2004.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh PT. Global Quality Analytical
terhadap tiga titik sampel air laut menunjukan bahwa ada beberapa parameter
yang dianalisis dari titik lokasi tidak melebihi baku mutu. Hasil analisis sampel
kualitas air laut secara rinci disajikan pada Tabel.8.
a. Sifat-sifat Fisika
Suhu
Suhu perairan sangat mempengaruhi proses fisik, kimia dan biologi
perairan. Semakin tinggi suhu perairan maka jumlah oksigen terlarut (DO)
semakin rendah dan akan menyebabkan meningkatnya toksisitas senyawa-
senyawa kimia yang bersifat toksik yang selanjutnya hal ini akan berpengaruh
terhadap kehidupan biota perairan. Hasil pengukuran di daerah studi menunjukan
bahwa perairan di wilayah studi berkisar antara 29,6 OC sampai 30,6 OC. Kisaran
suhu pada perairan ini berada pada kondisi normal dan masih memenuhi standar
baku mutu sesuai dengan PP RI No. 82 tahun 2001 tentang tentang Pengelolaan
Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air.
26
Kecerahan
Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat ditembus oleh
cahaya dan umumnya tampak secara kasat mata. Kecerahan pada suatu perairan
sangat erat kaitannya dengan proses fotosintesa yang terjadi di perairan secara
alami. Menurut Nybakken (1992), fotosintesa hanya dapat berlangsung bila
intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari intensitas di suatu
perairan. Hasil pengamatan lapang yang dilakukan memperlihatkan bahwa air di
lokasi penelitian memperlihatkan bahwa perairan di sekitar Pelabuhan Arar yang
berwarna kehijau-hijauan, menunjukkan perairan yang subur.
27
Bau
Suatu ekosistem perairan yang masih alami, pada umumnya akan
memberikan parameter bau yang alami. Namun pada perairan yang sudah banyak
kegiatan antropogenik, sehingga terjadi penumpukan bahan organik, umumnya
akan memunculkan bau yang tidak sedap, tergantung pada bahan organik yang
menumpuk tersebut. Hasil pengamatan lapang yang dilakukan memperlihatkan
bahwa air di lokasi penelitian di ketiga stasiun memperlihatkan bahwa bau
perairan tidak menunjukkan hal- hal yang spesifik, atau dengan kata lain bau
perairan di kedua stasiun masuk ke dalam kategori bau yang masih alami. Hal ini
merupakan indikasi bahwa di wilayah kajian relatif tidak terjadi penumpukan
bahan-bahan organik yang perlu diuraikan secara khusus.
Kekeruhan
Kekeruhan pada perairan dipengaruhi oleh kegiatan baik kegiatan yang
dilakukan di hulu sungai yang berasal dari kegiatan domestik permukiman
penduduk di sekitarnya maupun dari kegiatan industry, apabila di lokasi tersebut
terdapat kegiatan industry ataupun kegiatan antropogenik lain seperti kegiatan
pertanian, perkebunan, dsb. Adapun penyebab terjadinya kekeruhan perairan ada
berbagai hal, diantaranya adalah disebabkan oleh ka ndungan total suspended solid
(TSS) di perairan di yang tinggi, kelimpahan fitoplankton yang tinggi, dsb.
Hasil pengamatan di lapang memperlihatkan bahwa air di lokasi penelitian
memperlihatkan bahwa perairan di sekitar Pelabuhan Arar airnya keruh, dengan
warna kekeruhan berwarna kehijau-hijauan hal ini memperlihatkan bahwa
walaupun perairan keruh, namun karena kekeruhannya berwarna hijau,
menunjukkan perairan yang subur, bukan keruh karena adanya partikel-partikel
tersuspensi yang berasal dari partikel tanah.
Sampah
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan
limbah padat. Limbah itu sendiri pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang
atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan
tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai
ekonomi yang negatif. Sampah mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk
membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, di
28
b. Sifat-sifat Kimia
Parameter kimia air di lokasi penelitian, seperti terlihat pada Tabel 8,
untuk lebih jelasnya kondisi setiap parameter kimia pera iran tersebut dapat dilihat
pada uraian di bawah ini.
Nilai pH
Derajat keasaman atau potensial hidrogen yang disingkat dengan pH
adalah istilah yang sering digunakan secara universal, yaitu menunjukkan kondisi
asam atau basa atau lebih tepat adalah menunjukkan konsentrasi ion hidrogen
suatu perairan. Rata-rata pH air laut dilokasi pengukuran yakni stsiun 1, stasiun 2
dan stasiun 3 tersebut masih mempunyai nilai pH yang berada pada nilai yang
persyaratkan yang menginginkan pH 7,1-7,8.
Berdasarkan hal tersebut, maka derajat keasaman di lokasi kajian masih
mendukung kehidupan biota yang ada di dalamnya. Atau dengan kata lain belum
terjadi pencemaran yang berarti di lokasi kajian, sehingga tidak mengubah nilai
pH dari nilai alaminya. Namun demikian kondisi tersebut harus diwaspadai,
mengingat nilai pH laut pada umumnya bersifat basa dan rata-rata dalam kondisi
normal laut mempunyai pH mendekati 8 atau bahkan lebih dari 8 (Riani, 2012).
Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang berpengaruh
terhadap metabolisme tubuh ikan terutama proses osmoregulasi. Ikan memiliki
tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya. Oleh karena itu agar
proses fisiologisnya berlangsung normal, maka biota air harus bisa mengatur
tekanan osmotik dengan cara mencegah kekurangan atau kelebihan air. Semakin
berbeda tekanan osmotik dalam tubuh biota air dengan lingkungannya, maka
semakin besar energi metabolisme yang dibutuhkan untuk proses osmoregulasi
sebagai upaya adaptasi. Osmoregulasi pada biota laut berbeda dengan biota air
tawar.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai salinitas yang terdapat
di lokasi penelitian cukup tinggi dimana stasiun 1 adalah 29 promil, stasiun 2
salinitasnya 30 promil dan stasiun 3 salinitasnya 30 promil. Salin itas di ketiga
stasiun tersebut sebenarnya masih mendukung kehidupan pada ekosistem
terumbu karang yang menginginkan salinitas hingga 34 promil. Relatif rendahnya
salinitas di lokasi kajian, padahal lokasi tersebut merupakan ekosistem terumbu
29
karang, diduga karena pada saat dilakukan pengambilan sampel adalah musim
hujan, sehingga masukan air tawar ke dalam laut menjadi sangat banyak, yang
mengakibatkan sedikit menurunnya salinitas air laut di sekitar lokasi kajian. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Nontji (1987) yang menyatakan bahwa pola
sebaran salinitas air laut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
penguapan, pola sirkulasi air, curah hujan, dan aliran sungai.
BOD
Biochemical oxygen demand (BOD) merupakan banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik dalam keadaan
aerobik secara biokimia. Semakin banyak zat organik maka semakin besar
kebutuhan oksigennya sehingga BOD semakin besar dan sebaliknya. Di dalam
perairan sendiri mikroorganisme membutuhkan oksigen yang cukup banyak untuk
keperluan mengoksidasi bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana. Oleh
karena itu, maka nilai BOD seringkali menjadi salah satu parameter yang
digunakan untuk mengklasifikasikan pencemaran perairan.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai BOD yang terdapat
di lokasi penelitian nilainya cukup tinggi dan telah melewati baku mutu, yakni
masing- masing stasiun1 23,08 mg/l, stasiun2 28,7 mg/l dan stasiun3 22,90 mg/l.
Hal ini menunjukkan nilai BOD di lokasi kajian yang cukup tinggi ataudengan
kata lain kandungan bahan organik di lokasi kajian cukup tinggi. Menurut Canter
dan Hill (1979) tingginya bahan organik yang terdapat di lokasi kajian ini
mengakibatkan terkuras habisnya oksigen terlarut untuk keperluan penguraian
bahan organik tersebut baik untuk penguraian secara biologi maupun penguraian
secara kimia. Oleh karena itu maka kandungan oksigen di lokasi kajian seperti
telah dijelaskan di atas, tidak terlalu tinggi, yakni hanya berkisar antara 4,5 sampai
dengan 5,4.
Amonia Total
Amonia berasal dari kandungan nitrogen yang bersumber dari limbah
rumah tangga ataupun industri. Namun ammonia juga bisa berasal dari sisa pakan
dan sisa feses (sisa metabolisme protein oleh ikan dan biota air lainnya) yang
dihasilkan biota itu sendiri dan bahan organik lainnya. Amonia di dalam air ada
dalam bentuk molekul (non disosiasi/unionisasi) ada dalam bentuk NH3 dan ada
dalam bentuk ion ammonia (disosiasi) dalam bentuk NH4 +. Kedua bentuk amonia
tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan suhu air. Menurut Boyd (1998)
peningkatan konsentrasi amonia dalam perairan akan menurunkan ekskresi
amonia oleh hewan akuatik. Akibatnya, tingkat amonia dalam darah dan jaringan
lain akan mengalami peningkatan.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai amonia total yang
terdapat di perairan ini, baik di stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 nilainya sangat
rendah, yakni masing- masing kurang dari 0,054 mg/l. Hal ini menunjukkan
bahwa di kedua stasiun penelitian ini kandungan bahan organiknya relatif rendah,
sehingga untuk penguraiannya masih dapat dilakukan secara sempurna, tanpa
harus menghasilkan gas beracun seperti ammonia. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan Bobbi (1998) bahwa amonia merupakan hasil dari penguraian
(pembusukan) protein. Selanjutnya dikatakan bahwa amonia dalam bentuk yang
tidak terionisasi (NH3 ) sangat toksik terhadap organisme. Toksisitas ini meningkat
seiring dengan peningkatan pH dan temperatur.
Fosfat
Secara umum fosfat di dalam air alami berada dalam bentuk ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organik. Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai
total fospat yang terdapat di lokasi penelitian, stasiun 1 0,011 mg/l, stasiun 2
31
0,012 mg/l dan stasiun 3 0,011 mg/l, terlihat bahwa konsentrasinya cukup rendah.
Sumber-sumber fosfat yang terdapat pada setiap titik pengambilan sample pada
penelitian ini diduga berasal dari limbah antropogenik baik yang berasal dari
kegiatan rumah tangga, pertanian ataupun kegiatan antropogenik lainnya yang
masuk ke dalam drainase dan sungai tempat membuang limbah tersebut, yang
pada akhirnya bermuara ke laut yang berdekatan dengan Pelabuhan Arar. Selain
hal tersebut juga diduga berasal dari kegiatan di kawasan ekonomi khusus (KEK)
yang ada di sekitar Pelabuhan Arar tersebut. Menurut Alaerts dan Santika (1987)
kandungan fosfat yang cukup tinggi tersebut membahayakan kehidupan pada
ekosistem perairan, karena dapat merangsang terjadinya pertumbuhan
fitoplankton yang berlebih, dan pada kondisi yang lebih buruk dapat
mengakibatkan terjadinya kematian masal.
Nitrat
Nitrat merupakan zat nitrogen yang mudah larut dalam air dan bersifat
stabil. Kandungan nitrat di perairan dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut
(DO). Apabila oksigen terlarut dalam air tinggi maka nitrit dalam air akan
teroksidasi menjadi nitrat, sehingga konsentrasi nitrat dalam air akan relatif tinggi.
Nitrat sendiri di perairan dibutuhkan untuk keperluan proses fotosintesa. Oleh
karenanya maka kandungan nitrat dalam perairan laut, menjadi salah satu tolok
ukur kesuburan perairan. Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai
nitrat yang terdapat di lokasi penelitian masing- masing stasiun 1 0,50 mg/l,
stasiun 2 0,50 mg/l dan stasiun 3 0,50 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa di ketiga
stasiun penelitian ini kandungan bahan organiknya cukup tinggi, sehingga hasil
penguraian bahan organik, berupa nitrat juga cukup tinggi. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Alaerts dan Santika, 1987) yang mengatakan bahwa kandungan
nitrat dalam perairan umumnya berasal dari hasil perombakan bahan organik.
Cukup tingginya kandungan nitrat di lokasi kajian, memperlihatkan bahwa
ditinjau dari kandungan nutrisinya, maka perairan cukup mendukung kehidupan
biota autotroph yang ada di dalamnya.
Sianida
Sianida merupakan senyawa yang sangat beracun, sehingga sianida dapat
mematikan makhluk hidup yang terpapar oleh sianida tersebut. Hasil a nalisis
laboratorium menunjukan bahwa nilai konsentrasi sianida yang terdapat di lokasi
penelitian yakni lokasi stasiun1 adalah 0.049 mg/l, stasiun 2 adalah 0.021 mg/l
dan stasiun 3 adalah 0.07 mg/l nilainya sangat rendah. Hal ini memperlihatkan
bahwa di lokasi penelitian kualitas air masih dalam kondisi yang baik, sehingga
cukup mendukung kehidupan yang ada di dalamnya. Sangat rendahnya
kandungan sianida di ke tiga stasiun tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan
antropogenik yang ada di sekitar lokasi penelitian dan limbah yang masuk ke
dalam lokasi perairan relatif masih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa di sekitar
perairan Pelabuhan Arar tidak terjadi pencemaran sianida.
Sulfida sebagai H2 S
Sulfida dalam bentuk H2 S yang berada di lingkungan pada umumnya
berasal dari bahan organik, seperti dari sisa makanan atau dari limbah yang
berasal dari berbagai kegiatan yang mengandung protein yang di dalamnya
32
mengandung sulfur. Hal ini disebabkan dari proses dekomposisi bahan organik
secara umum akan dihasilkan senyawa yang mengandung sulfur, yang dalam
kondisi anaerob akan berbentuk H2 S.
Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa nilai konsentrasi H2 S yang
terdapat di perairan di tiga stasiun ini nilainya sangat rendah, yakni masing-
masing kurang dari 0,007 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa di lokasi penelitian
kualitas air masih dalam kondisi yang baik, sehingga cukup mendukung
kehidupan yang ada di dalamnya. sangat rendahnya kandungan H2 S di lokasi
penelitian memperlihatkan bahwa kegiatan antropogenik yang ada di sekitar
wilayah tersebut dan limbah yang masuk ke dalam perairan di lokasi penelitian,
relative masih sedikit sehingga akan sangat mendukung kehidupan yang ada di
dalamnya.
dan lemak. Senyawa ini dianalisa untuk mengetahui tingkat pencemaran di lokasi
kajian. Sumber dari pencemaran minyak yang membentuk lapisan minyak di
perairan umumnya berasal dari kegiatan transportasi di wilayah perairan tersebut,
baik berupa ceceran bahan bakar minyak dan gas, ataupun dari ceceran oli.
Minyak akan mempengaruhi kualitas air, terutama akan menghalangi penetrasi
sinar matahari, sehingga akan mengganggu proses fotosintesa.
Hasil laboratorium pada lokasi penelitian terlihat bahwa nilai minyak dan
lemaknya sangat rendah, yakni masing- masing kurang dari 1 mg/l. Hal ini
memperlihatkan bahwa kegiatan domestik di sekitar lokasi penelitian sangat
minim, sehingga perairan Pelabuhan Arar belum tercemar oleh limbah minyak
dan lemak.
Parameter Biologi
Pengamataan terhadap beberapa parameter biologi perairan, yakni
pengamatan terhadap mikro biologi (coliform), plankton dan benthos. Hasil
pengukuran parameter biologi air di ketiga lokasi tersebut. Untuk lebih jelasnya
kondisi setiap parameter biologi perairan tersebut dapat dilihat pada uraian di
bawah ini.
Coliform
Bakteri E. coli pada umumnya terdapat pada feses manusia dengan jumlah
yang berkisar antara 100 milyar hingga 10 trilyun individu. Pada umumnya
standarisasi bakteriologik ditentukan dengan perkiraan jumlah bakteri E. coli
dalam 100 ml yang dikenal dengan istilah most probable number (MPN) dari
coliform.
34
Pada lokasi penelitian terlihat bahwa di lokasi penelitian nilai coliform <2
mg/l jauh dibawah baku mutu yakni 1000 mg/l yang diperbolehkan. Kondisi
tersebut memperlihatkan bahwa limbah domestic yang masuk ke dalam perairan
relatif sedikit. Oleh karena itu maka kondisi kualitas air di ketiga stasiun masih
berada dalam kondisi baik, atau dengankata lain tidak memperlihatkan tercemar
oleh coliform.
Fitoplankton
Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah biota autotroph
(tumbuhan) yang hidupnya mengapung atau melayang di laut. Ukurannya sangat
kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Fitoplankton mempunyai
fungsi penting di perairan karena bersifat autotrofik, yakni dapat menghasilkan
sendiri bahan organik makanannya, yang berasal dari bahan anorganik.
Fitoplankton juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan
bahan organik karena mengandung klorofil. Karena kemampuannya ini
fitoplankton disebut sebagai primer produser. Dalam rangka menggambarkan
kondisi suatu perairan dilihat dari keanekaragaman biota air, terutama plankton
dan benthos digunakan Indeks Diversitas Shannon & Wiener (H’) dan Indeks
Dominansi Simpson (D).
adalah 10 taksa. Jumlah jenis yang ditemukan sebenarnya tidak termasuk pada
kategori tinggi. Namun demikian mengingat identifikasiy ang dilakukan hanya
sampai ke dalam taraf genus, dan dalam satu jenus berpotensi untuk ditemukan
berbagai jenis spesies. Kelimpahan biota fitoplankton yang ditemukan masing-
masing di stasiun1 adalah 1.459.640, Stasiun2 adalah 1.176.935 dan di stasiun3
adalah 2.349.860 dan tergolong tinggi. Berdasarkan kriteria kelimpahan individu
menurut Bakun (1996) dinyatakan bahwa kelimpahan fitoplankton tergolong
sedang apabila jumlah individu antara 103 – 106 per liter.
Pada kajian ini juga dilakukan perhitungan terhadap keanekaragaman.
Indeks keanekaragaman atau seringkali disingkat sebagai indeks keragaman
masing- masing yakni stasiun1 adalah 0.947, stasiun2 adalah 0.767 dan stasiun 3
adalah 0.628. Menurut Ryding (1989), keanekaragaman jenis biota plankton
dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu keanekaragaman rendah bila
0<H’<2,3026, keanekaragaman sedang bila 2,3026 < H’<6,9078 dan
keanekaragaman tinggi bila H’>6,9078. Suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan
jumlah individu masing- masing spesies yang relatif merata. Dengan kata lain,
bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah
individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai
keanekaragaman yang rendah. Berdasarkan hal tersebut maka walaupun plankton
tidak dijadikan sebagai penciri dari suatu ekosistem, namun berdasarkan nilai
keanekaragamannya yang menunjukkan nilai rendah, memberi petunjuk bahwa
wilayah perairan sekitar Pelabuhan Arar mempunyai keanekaragaman yang
rendah. Kondisi ini sekaligus merupakan petunjuk bahwa walaupun dilihat dari
kualitas air, relatif masih baik dan dilihat dari nilai DO-nya masuk pada kondisi
tercemar sedikit, namun tetap harus diwaspadai.
Zooplankton
Zooplankton adalah plankton yang bersifat hewani. Zooplankton sangat
beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang
mewakili hampir seluruh filum hewan. Zooplankton memiliki ukuran yang lebih
besar dari fitoplankton (Odum dan Barret, 2005). Zooplankton bersifat
heterotrofik, yakni makhluk yang tidak dapat memproduksi sendiri bahan organik
(makanan) dari bahan inorganik. Oleh karena itu, untuk kelangsungan hidupnya
sangat bergantung pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi
makanannya. Jadi zooplankton lebih berfungsi sebagai konsumen (consumer)
bahan organik.
Nilai keanekaragaman zooplankton di stasiun 1, 2 dan 3 berkisar antara 1,0
hingga 1,38. Berdasarkan kategori Ryding (1989), yang membedakan
keanekaragaman jenis biota plankton menjadi 3 kategori, yaitu keanekaragaman
rendah bila 0<H’<2,3026, keanekaragaman sedang bila 2,3026 < H’<6,9078 dan
keanekaragaman tinggi bila H’>6,9078. Maka dapat dikatakan bahwa
zooplankton baik yang terdapat di stasiun 1, 2 maupun 3 memiliki
kenaekaragaman yang rendah, sehingga kondisi perairan di wilayah Pelabuhan
Arar dan sekitarnya harus menjadi perhatian yang cukup serius, agar tidak terjadi
pencemaran yang lebih berat.
Nilai kenaekaragaman zooplankton di stasiun 1, 2 dan 3 berkisar antara 1,0
hingga 1,38. Berdasarkan kategori Ryding (1989), yang membedakan
36
Sedimen
Sedimen adalah endapan material yang berasal dari proses sedimentasi.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material- material yang
diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di
gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material- material yang diangkut
oleh angin (Rifardi 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa pergerakan sedimen
dipengaruhi oleh kecepatan arus dan ukuran butiran sedimen. Semakin besar
ukuran butiran sedimen tersebut maka kecepatan arus yang dibutuhkan juga akan
semakin besar pula untuk mengangkut partikel sedimen tersebut.
Pada sedimentasi terjadi pengendapan butiran sedimen dari kolom air ke
dasar perairan. Di perairan, proses ini meliputi pelepasan (detachment) dalam
bentuk tersuspensi (suspension), melompat (saltasion), berputar (rolling), dan
menggelinding (sliding). Butiran-butiran tersebut akan mengendap bila aliran air
tidak dapat mempertahankannya. Sedimentasi merupakan parameter yang paling
menonjol dalam hubungannya dengan penyebaran material bahan dasar laut atau
pendangkalan dan bahan tersuspensi yang berada di dalam kolom air, selanjutnya
proses ini akan merubah kedalaman dan konfigurasi pantai sehingga merubah
keadaan dasar laut, baik secara vertikal maupun horizontal (Uktoselya 1992).
Menurut Bartoli et al. (2012) menyatakan bahwa butiran sedimen dapat
dipindahkan dari muara dalam jumlah yang besar karena aktivitas arus dan
gelombang yang intensif di muara. Hal ini dapat d ilihat dari perubahan garis
pantai yang terdekat dengan muara sungai. Jadi proses erosi, pengangkutan, dan
pengendapan sedimen tergantung pada faktor sifat fisika-kimia sedimen dan
kondisi biologi perairan.
Salah satu jenis bahan yang cepat mengalami sedimentasi adalah logam
berat, karena logam berat memiliki berat jenis yang tinggi. Hasil analisis
terhadap logam berat di tiga stasiun Pelabuhan Arar, memperlihatkan bahwa
hanya logam berat mercuri (Hg), dan timbal (Pb) yang terdeteksi pada sedimen
di Pelabuhan Arar. Hal ini perlu sangat diwaspadai, terutama untuk logam berat
Hg. Mengingat Hg merupakan logam berat yang paling toksik dan bersifat
mutagenic, karsinogenik dan teratogenik, sehingga akan mengganggu kehidupan
yang ada di dalamnya. Terutama kehidupan benthos, yakni biota air yang
sebagian atau seluruh hidupnya berada di dalam atau di dasar perairan yang
pergerakannya relatif lambat. Padahal benthos berfungsi sebagai sumber makanan
hewan dasar atau bahkan hewan yang biasa hidup di kolom air, namun mencari
makan di dasar perairan.
Tabel 12. Sedimen yang ada di Pelabuhan Arar didominasi oleh karang pasir
No. Parameter Hasil Sampel
Stasiun1 Stasiun2 Stasiun3
Logam :
1 Mercury (Hg) < 0.002 < 0.002 < 0.002
2 Timbal (Pb) 2.13 6.15 3.18
Pada Tabel 12. terlihat bahwa kandungan timbal pada sedimen Pelabuhan
Arar paling tinggi di Stasiun 2, dan paling rendah di stasiun 1. Sedimen perairan
38
Gambar 9. Avicennia
Gambar10. Nypha sp
Tanah
Hasil analisis terhadap tanah dan kesuburannya serta ketercemarannya
dapat dilihat pada Tabel. 13 dan Tabel 14. Kadar karbon organik (C-organik) dan
nitrogen (N) total tergolong rendah, dengan nisbah C/N juga tergolong rendah.
Ketersediaan unsur hara kalium (K) berdasarkan kadar K-dapat ditukar sebesar
0,18 cmol/kg yang tergolong rendah. Sementara itu, ketersediaan unsur hara
fosfor (P) berdasarkan P-Olsen sebesar 41,63 ppm P yang tergolong sangat tinggi.
Kadar cadangan unsur hara P yang ditunjukkan oleh P HCl 25% sebesar 247,39
ppm P yang tergolong tinggi. Berdasarkan hasil analisis ketiga unsur hara makro
utama, yaitu N, P dan K, maka kesuburan tanah tergolong sedang. Reaksi atau pH
tanah tergolong agak masam, dengan nilai 6,22. Nilai pH yang cukup tinggi
untuk tanah-tanah daerah tropis basah ini, disebabkan karena kejenuhan basa (KB)
yang tergolong tinggi, yaitu 78,77%. Kejenuhan basa yang tinggi disebabkan oleh
41
kadar kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dapat ditukar yang tergolong sangat
tinggi. Kondisi pH dan kandungan basa-basa yang termasuk cukup baik bagi
pertumbuhan tanaman, kecuali K-dd yang tergolong rendah. Kadar aluminium
(Al) dapat ditukar tidak terukur, sehingga kejenuhan aluminium sangat rendah;
yang berarti tanah ini tidak memiliki potensi peracunan Al pada tanaman. Kelas
tekstur tanah tergolong lom atau lempung, dengan kandungan pasir, debu dan klei
berturut-turut 47,23, 28,84 dan 23,93%; yang tergolong sifat fisik yang cukup
baik untuk pertumbuhan tanaman.
Sumber Kemasaman :
A1-dd (cmol/kg) N KCl Tr**) -
H-dd (cmol/kg) 0,11 -
Kejenuhan Al (%) (penghitungan) 0 Sangat rendah
sebesar 750 ppm. Berdasarkan hasil ini, terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan
pertama, tanah memang sudah tercemar Cu, atau kemungkinan kedua kandungan
Cu total tanah di atas TK-C memang berasal dari batuan asal pembentuk tanah.
Berdasarkan pada hasil uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure)
menggunakan pengekstrak 0.05 N HCl, semua logam berat yang diuji memiliki
nilai di bawah TCLP-C, termasuk Cu. Dengan demikian, berdasarkan TCLP,
tanah tergolong tidak tercemar logam-logam berat tersebut.
Level I merupakan fokus atau tujuan utama (ultimate goal) yang akan
dicapai, yaitu model pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar,
Kabupaten Sorong.
Level II merupakan hirarki dari stakeholder yang harus terlibat dalam upaya
mencapai tujuan model pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar,
Kabupaten Sorong. Ada beberapa stakeholder yang perlu
dibandingkan tingkat kepentingannya yakni: pemerintah, investor,
manajemen perusahaan dan masyarakat.
Level III merupakan hirarki dari tujuan yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut dengan dasar pemikiran sejalannya sejalannya
kerjasama stakeholder pada hirarki kedua di atas. Beberapa tujuan
yang perlu diprioritaskan adalah ekologi, sosial, ekonomi.
Level IV merupakan hirarki dari faktor yang berpengaruh untuk dapat
mencapai tujuan model pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar,
Kabupaten Sorong. Pada level ini ada beberapa faktor-faktor yang
perlu diprioritaskan sesuai dengan level 3, yakni untuk ekologi:
limbah B3 dan sampah, ekosistem pesisir, pencemaran tanah dan air,
daya dukung lingkungan, tataruang. Ekonomi: PAD, Kesejateraan
masyarakat (kesra), peluang berusaha, harga IPAL dan TPS serta
operasionalnya, kelengkapan infrastruktur. Sosial: budaya lokal,
transtibmas, lapangan pekerjaan, koordinasi, konflik masyarakat.
Level V merupakan hirarki dari identifikasi tujuan yang hendak dicapai dalam
pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong yang
berkelanjutan. Terdapat beberapa tujuan penting yang harus
diprioritaskan menyangkut hal tersebut di atas, yakni: teknologi
zerowaste, habituasi terhadap limbah dan sampah, insentif dan
disintensif serta penegakan hukum dan sanksi.
Agar kondisi tersebut dapat tercapai dengan baik, menurut Morrisey dan Browne
(2004) maka aspek social harus dapat diintegrasikan pada penerapan system
pengelolaan limbah tersebut.
Alternatif ke tiga yang harus diperhatikan adalah penegakan hukum dan
sanksi. Pada dasarnya Indonesia sudah memiliki berbagai kebijakan, aturan dan
SOP yang ditujukan agar limbah dan sampah tidak mencemari lingkungan.
Namun sayangnya kebijakan, aturan dan SOP tersebut relatif belum dapat
menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan. Kondisi ini umumnya terjadi
karena masih maraknya pelanggaran pada berbagai hal. Pelanggaran ini sendiri
pada umumnya terjadi karena belum ketatnya penegakan hukum dan sanksi yang
diberikan kepada yang melanggar (Riani, 2012). Selain hal tersebut menurut
Riani (2012) juga karena orientasi dari penegakan hukum dan sanksi tersebut
umumnya masih berupa sanksi dalam bentuk uang yang cukup tinggi, sehingga
memungkinkan pelanggar dan petugas sama-sama mencari sama-sama untung.
Oleh karena itu maka hal tersebut harus dihindari sebaik mungkin, sehingga
penegakan hukum dan sanksi dapat dilaksanakan secara tegas dan mengikat tanpa
pandang bulu, sehingga pelanggaran dalam pengelolaan limbah dan sampah dapat
diminimalkan. Terkait hal tersebut, maka hal yang tidak kalah pentingnya agar
terjadi penegakan hukum dan sanksi adalah menjaga ketaatan dan kedisiplinan
dari aparat penegak hukum itu sendiri.
Alternatif ke empat yang juga harus mendapat perhatian dari pemerintah
adalah mengembangkan instrumen insentif-disinsentif. Dalam hal ini pemerintah
bukan memberikan hukuman berupa denda uang kepada yang melanggar untuk
mengelola limbahnya, misalnya diberikan dalam bentuk sanksi dalam bentuk efek
jera (Riani, 2012). Sedangkan bagi institusi yang melaksanakan pengelolaan
limbah dan sampahnya dengan baik dan benar, misalnya baik diberi penghargaan
dalam bentuk dibebaskan dari kewajiban tertentu, misalnya dari pajak yang
seharusnya dikenakan pada institusi tersebut (Riani, 2012).
Simpulan
Saran
Agar pengelolaan limbah di Pelabuhan Arar Kabupaten Sorong menjadi
berkelanjutan, maka idealnya harus dilakukan:
1. Menjadikan pengelolaan limbah dan sampah menjadi habit bagi
masyarakat
2. Mengupayakan penerapan teknologi zerowaste
3. Melakukan penegakan hukum dan sanksi secara tegas dan mengikat tanpa
pandang bulu
4. Perlu diupayakan penyelamatan terhadap kedua ekosistem tersebut,
misalnya dengan transplantasi karang dan penanaman kembali la mun,
serta mempertahankan kondisi ekosistem mangrove, jangan
dialihfungsikan lagi.
5. Perlu dilakukan berbagai upaya agar tidak ada lagi kegiatan yang saat
mencemari tanah dan menggangu kesuburannya.
6. Melengkapi infrastruktur untuk pengelolaan limbah
7. Menjaga agar daya dukung lingkungan tidak terlampaui
8. Menghindari terjadinya konflik pada masyarakat
9. Aktor yang harus lebih aktif berperan diantaranya adalah managemen
perusahaan, investor dan pihak pemerintah
49
DAFTAR PUSTAKA
Allen M. 2013. A rapid fish biomassa survey of sites in the Raja Ampat Marine
Protected Area Network in January-February 2013. Narrative
Report to Conservation International Indonesia.
Amin N. 2009. Reducing Emissions from Private Cars: Incentive measures for
behavioural change. United Nations Environment Programme.
Andayani S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Universitas
Brawijaya : Malang
Anton M, Mardiyono, Prasetya WY. 2014. Evaluasi Dampak Kebijakan
Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan
terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Sekitar
(Studi Kasus pada PPP Tamperan Kab. Pacitan). Jurnal
Administrasi Publik [Internet]. 2: 1010-1015
Arianto E. 2008. Parameter Fisika – Kimia Perairan
http://erikarianto,wordpress.com/2008/01/10/parameter-fisika-dan
kimiaperairan, diakses
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor
Asante F, Agbeko E, Addae G, Quainoo AK. 2014. Bioaccumulation heavy
metals in water, sediments and tissues of some selected fishes from
the red volat, Nangodi in the Upper East Region of Ghana. British
J. of Applied Science and Technology. 4(4): 594-603.
Authman MMN, Zaki MS, Khallaf EA, Abbas HH. 2015. Use of fish as bio-
indicator of the effects of heavy metals pollution. J. Aquac Res.
Development. 6: 328-332.
[BPS] Badan Pusat Statistik (BPS) diakses dari http://www.bps.go.id/, diakses
pada tanggal 6 Agustus 2017.
Bailey M, Rotinsulu C, Sumaila UR. 2008. The migrant anchovy fishery in Kabui
Bay, Raja Ampat, Indonesia: catch, profitability, and income
distribution. Marine Policy. 32:483–488.
G Bartoli S, Papa E, Sagnella, Fioretto A. 2012. Heavy metal content
in sediments along the Calore river: relationships with physical–
chemical characteristics. Journal of environmental Management.
Elsevier. 95 (Supplement): S9-S14
Boli P. 2014. Pengelolaan Sumberdaya Karang Berbasis Integrasi Sasi dengan
Konservasi Perairan Modern Di Raja Ampat. Disertasi Sekolah
Pascasarjana. IPB
Bourdieu P. 2010. Arena Produksi Kultural: Sebuah Kajian Sosiologi Budaya.
Terjemahan The Field of Cultural Production: Essays on Art and
Literature. Penterjemah: Pipit Maizier. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Bourdieu P. 2011. Choses Dites, Uraian & Pemikiran. Terjemahan Choses Dites.
Penterjemah: Ninik. Rochani Sjams. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Bobbi. 1998. Water Quality of Rivers in The Huon Catchment. Tasmania
Departement of Primary Industry and Fisheries. Report Series
WRA 98/01. Tasmania
Boyd. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn
University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA. 359 p
50
BPS Kabupaten sorong. 2017. Distrik Mayamuk dalam Angka Tahun 2016.
Sorong
Bryan GW. 1976. Heavy Metal Contamination in the Sea. dalam R. Johson (Ed).
Marine Pollution. London (UK): Academic Press.
Cordova MR, Riani E. 2011. Konsentrasi Logam Berat (Hg, Cd, Pb) Pada Air dan
Sedimen Sungai Angke, Jakarta. Jurnal Hidrosfir Indonesia.
6(2):107-112.
CanterLW, Hill LG. 1979. Handbook of variables for environmental impact
assessment. United States: N. P: 1979. Web.
Dahuri R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. IPB.
Bogor.
Departemen Perhubungan. 1995. Clean Seawater. Laporan Penelitian
Departemen Perhubungan RI.
Diniah B, Sobari MP, Seftian D. 2012. Pelayanan pelabuhan perikanan nusantara
(PPN) terhadap kebutuhan operasi penangkapan ikan. Jurnal
Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2(1): 41-49.
Doran JW, Parkin TB. 1994. Defining and assessing soil quality. In Doran JW,
Coleman DC, Bezdicek DF and Stewart BA. eds. Defining Soil
Quality for a Sustainable Environment. SSSA, Inc., Madison,
Wisconsin, USA.
Dumais SA. 2002. Cultural capital, gender, and school success: The role of
habitus. Sociology of Education. 75(1): 44-68.
Effendi H. 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan, Kanisius,Yogyakarta
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Gomez-Parra A, Forja JM, Delvalls TA. Saenz I, Riba I. 2000. Early
contamination by heavy metals of the budalquiver estuary after
aznalcollar mining spill (SW Spain). Marine Pollution. 40: (1115-
1123).
Guswanto B, Gumilar I, Hamdani H. 2012. Analisis Indeks Kinerja Pengelola dan
Indeks Kepuasan Pengguna di Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman Jakarta. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3.(4):
151-163.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah, Akademika Pressindo, Jakarta.
Harrison D. 2000. Design for Sustainability is a Reality. in Exploring Design
and Innovation. (Tabor E. et al., eds.), pub. Brunel University. P.5
Hutabarat S, Evans S. 1985. Pengantar oseanografi. Penerbit Universitas
Indonesia Jakarta.
Kramadibrata, Soedjono. 2002. Perencanaan Pelabuhan, ITB, Bandung
PPLH. 1993, Studi Formulasi Model Pengelolaan Yang Berwawasan Lingkungan
Hidup. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB, Bogor
Kordi MG, Andi BT. 2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Kohar A, Suherman A, Wijayanto MA. 2010. Analisis Program dan Kinerja
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan. Semarang. J
Saintek Perikanan. 7(1):32-38
51
Rochyatun E, Kaisupy MT, Rozak A. 2006. Distribusi logam berat dalam air dan
sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara Sains
10(1):35-40
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki
Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang
Kompleks (terjemahan). Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Jurnal Oseana. 30: 21-26.
Siahaan EI. 2012. Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan (Ecoport)
dalam Rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu (Studi Kasus
Pelabuhan TanjungPriok). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor
Saaty TL. 1993. Decision Making for Leaders The Analytical Hierarchy Process
for Decisions. (Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin
Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam
Situasi yang Kompleks. Penterjemah: Liana Setiona. Editor: Kirti
Peniwati. 270 hlm. Jakarta (ID): PT. Pustaka Binaman Pressindo
dan PT. Gramedia
Saxena JP, Sushil VP. 1992. Hierarchy and Clasification of program plan
elements using interpretative structural modeling: A case study of
energy conservation in the Indian cement industry. Systemic
practice and Action Research: 5(6):651-670
Setya PS. 2016. Variasi Fitoplankton di Sungai Maralol dan Salawatlol di Pulau
Salawati, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Thesis Sekolah
Pascasarjana. IPB
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi,
Yogyakarta
Susana T. 2002. Nitrogen – Urea di Perairan Teluk Banten. LIPI : Jakarta
Suhardjono . 2013. Hutan Mangrove di Kalitoko, Teluk Mayalibit, Pulau
Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat Mangrove.
Jurnal Biologi Indonesia 9(1): 1-11
The International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973 as
modified by the Protocol of 1978 (MARPOL 73/78).
Uktoselya H. 1992. Beberapa Aspek Fisika Air Laut dan Peranannya Dalam
Masalah Pencemaran. Hal 143-154 dalam D. H. Kunarso dan
Ruyitno (eds). Laporan Seminar Pencemaran Laut. Lembaga
Oseanografi Nasional LIPI, Jakarta.
UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water Quality Assessments. Edited by Chapman,
D. Chapman and Hall Ltd. London. 585 p.
Velusamy A, Kumar PS, Ram A, Chinnadurai S. 2014. Bioaccumulation of heavy
metals in commercially important marine fishes from Mumbai
Harbor, India. Marinne Polluttion Bulletin. 81:218-224.
Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo, Jakarta
[WHO] World Health Organization, 1992. Environmental Health Criteria 135:
Cadmium. WHO, Geneva
54
L AM P I R A N
56
Lampiran 1. Photo-photo
Lokasi penelitian
Pengambilan sampel
57
RIWAYAT HIDUP