Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN GIZI BURUK

DEPARTEMEN PEDIATRIK RUANG ANGGREK


RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

Oleh

Tan Nina Fibriola 105070200111016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
A. Pendahuluan
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan
makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat
bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara
klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum.
Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri
yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit),
dibantu dengan pemeriksaan laboratorium.
B. Pengertian
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein.
Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status
sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup
mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan
sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan
tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi
protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber
energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila
kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama
maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.
C. Klasifikasi
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP
ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai
berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% style=""> : marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% style=""> : marasmik kwashiorkor (MEP berat)

D. Etiologi
1. Marasmus
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang
hubungan dengan orangtua-anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau
malformasi kongenital (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai
pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya
atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit
lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung,
malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan
pada saraf pusat.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor disebabkan karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit
hati kronik.

E. Patofisiologi
1. Marasmus
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat di
hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak,
gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energy. Jika kekurangan makanan ini berjalan menahun,
tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-
kira kehilangan separuh dari tubuh.

2. Kwashiorkor
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel
yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam
diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup KH,
maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum
yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin
berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi
karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari
hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di hati.

F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun
dapat terjadi bersama-sama.

 Manifestasi Klinik Kwashiorkor


Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar).
Perkiraan Berat Badan (Kg)
 Lahir 3,25
 23-12 bulan (bln + 9)/2
 1-6 tahun (thn x 2) + 8
 6-12 tahun {(thn x 7) – 5}/2 (Soetjiningsih, 1995).
Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
 1 tahun 1,5 x TB lahir
 4 tahun 2 x TB lahir
 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
 13 tahun 3 x TB lahir
 Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang
dan mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy
pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin
dengan batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis
dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya
perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili
usus, osteoporosis dan sebagainya).
 Manifestasi Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah
kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah
tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.

G. Pencegahan
Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi
anak seoptimal mungkin, menurunkan resiko timbulnya penyakit
infeksi dan memperbaiki diit anak malnutrisi, meminimalkan akibat
penyakit infeksi pada anak, merehabilitasi anak-anak yang
menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan). Operasional dari
kebijaksanaan pencegahan Malnutrisi tersebut antara lain:
1) Program promosi ASI
2) Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan
lokal. Ibu hamil dan ibu menyusui diharapkan untuk
meningkatkan kebutuhan zat-zat gizinya antara lain dengan :
pemberian tablet besi, pemberian dan perbaikan makanan ibu
hamil, program peningkatan makanan keluarga, misalnya:
penyuluhan tentang proses pemasakan daging yang direbus
tidak terlalu lama, sebab akan menurunkan lemak serta
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
3) Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan.
4) Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta
program oral dan internal pada dehidrasi karena diare
5) Meningkatkan hasil produksi pertanian
6) Penyediaan makanan formula yg mengandung tinggi protein
dan tinggi energi utk anak-anak yg disapih
7) Memperbaiki infrastruktur pemasaran
8) Subsidi harga bahan makanan
9) Pemberian makanan suplementer
10) Pendidikan gizi
11) Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan

H. Penatalaksanaan
1) Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan
sering kepada anak sesuai kebutuhan dan petunjuk cara
pemberian makanan dari rumah sakit/dokter/puskesmas.
2) Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu,
teruskan di rumah
3) Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan.
4) Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun
5) Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan,
biskuit, dsb.) bagi bayi di atas 4 bulan dan berikan bertahap
sesuai umur.
6) Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa)
7) Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemia, hipotermia,
dehidrasi, dan pemulihan ketidakseimbangan elektrolit
8) Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan
septik
9) Pengobatan infeksi
10) Pemberian makanan
11) Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti
kekurangan vitamin, anemia berat, dan payah jantung
12) Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi.
I. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada
tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan
kekurangan gizi.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah
riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan
kalori dalam waktu relatif lama).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian
secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan
umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada,
abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah
pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan
tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
e. Penurunan ukuran antropometri
f. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah
dicabut)
g. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
h. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
i. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila
terjadi diare.
j. Edema tungkai
k. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis
terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut,
ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
l. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis
juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan
Marasmik-Kwashiorkor adalah:
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan peroral
dan peningkatan kehilangan akibat diare.
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan
kalori dan protein yang tidak adekuat.
d. Risiko aspirasi berhubungan dengan pemberian makanan/minuman personde
dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
e. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
3. Rencana Keperawatan
 Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi.
Kriteria:
- Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang
dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat seimbang.
- Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan
pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program
Intervensi Rasional
 Jelaskan kepada keluarga tentang Meningkatkan pemahaman keluarga tentang
penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk
pemulihan, susunan menu dan pemulihan klien sehingga dapat
pengolahan makanan sehat seimbang, meneruskan upaya terapi dietetik yang
tunjukkan contoh jenis sumber telah diberikan selama hospitalisasi.
makanan ekonomis sesuai status sosial
ekonomi klien
 Tunjukkan cara pemberian makanan Meningkatkan partisipasi keluarga dalam
per sonde, beri kesempatan keluarga pemenuhan kebutuhan nutrisi klien,
untuk melakukannya sendiri. mempertegas peran keluarga dalam
upaya pemulihan status nutrisi klien.
 Laksanakan pemberian roborans sesuai Roborans meningkatkan nafsu makan, proses
program terapi. absorbsi dan memenuhi defisit yang
menyertai keadaan malnutrisi.
 Timbang berat badan, ukur lingkar Menilai perkembangan masalah klien.
lengan atas dan tebal lipatan kulit
setiap pagi.

 Diagnosa 2: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan


asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
Tujuan: Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
- Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang
terjadi.
- Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas
normal).
- Frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi
padat).
Intervensi Rasional
 Lakukan/observasi pemberian Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk
cairan per infus/sonde/oral mengatasi masalah kekurangan volume cairan.
sesuai program rehidrasi.
 Jelaskan kepada keluarga
tentang upaya rehidrasi dan Meningkatkan pemahaman keluarga tentang
partisipasi yang diharapkan dari upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam
keluarga dalam pemeliharan pelaksanaan terpi rehidrasi.
patensi pemberian infus/selang
sonde.
 Kaji perkembangan keadaan
dehidarasi klien.
 Hitung balans cairan. Menilai perkembangan masalah klien.

Penting untuk menetapkan program rehidrasi


selanjutnya.

 Diagnosa 3: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan


dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Tujuan: Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai
standar usia.
Kriteria:
- Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
- Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai
standar usia.
Intervensi Rasional
 Ajarkan kepada orang tua tentang Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
standar pertumbuhan fisik dan tugas- keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
tugas perkembangan sesuai usia anak. anak.
 Lakukan pemberian makanan/ Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi
minuman sesuai program terapi diet diprogramkan secara bertahap sesuai dengan
pemulihan. kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem
pencernaan.
 Lakukan pengukuran antropo-metrik Menilai perkembangan masalah klien.
secara berkala.
 Lakukan stimulasi tingkat Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan
perkembangan sesuai dengan usia perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa
klien. dan personal/sosial.
 Lakukan rujukan ke lembaga Mempertahankan kesinambungan program stimulasi
pendukung stimulasi pertumbuhan dan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
perkembangan (Puskesmas/Posyandu) memberdayakan sistem pendukung yang ada.
 Diagno

 Diagnosa 4: Risiko aspirasi berhubungan dengan pemberian


makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
Tujuan : Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
- Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa
mengalami aspirasi.
- Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.
Intervensi Rasional
 Periksa dan pastikan letak selang Merupakan tindakan preventif, meminimalkan
sonde pada tempat yang semestinya risiko aspirasi.
secara berkala.
 Periksa residu lambung setiap kali Penting untuk menilai tingkat kemampuan
sebelum pemberian makan- absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian
an/minuman. makanan/minuman yang tepat.
 Tinggikan posisi kepala klien selama Mencegah refluks yang dapat menimbulkan
dan sampai 1 jam setelah pemberian aspirasi.
makanan/minuman.
 Ajarkan/demonstrasikan tatacara Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut
pelaksanaan pemberian makanan/ perawatan klien.
minuman per sonde, beri kesempatan
keluarga melakukan-nya setelah
memastikan keamanan
klien/kemampuan keluarga.
 Observasi tanda-tanda aspirasi. Menilai perkembangan masalah klien.
 Diagnosa 5: Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan
peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran
pernapasan
Tujuan : Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
- Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan
cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.

Intervensi Rasional
 Lakukan fisioterapi dada dan suction Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan
secara berkala. sekret. Suction diperlukan selama fase
hipersekresi trakheobronkhial.
 Lakukan pemberian obat Mukolitik memecahkan ikatan mukus;
mukolitik/ekspektorans sesuai program ekspektorans mengencerkan mukus.
terapi.
 Observasi irama, kedalaman dan bunyi Menilai perkembangan maslah klien.
napas.
Daftar Pustaka

Behrman. E .R., Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol I, 1999. Jakarta : EGC

Betz, Ceciliy,L. keperawatan pediatric.2002. Jakarta : EGC

Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak,1995, Jakarta : EGC

Krisnansari, Diah. 2010. Malnutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health Volume 1.
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Patofisiologi Marasmus

Faktor Psikologis, Perubahan Gangguan GI Faktor social ekonomi


respon Imun (Infeksi), (malabsorbsi) , penyakit (kemiskinan, bencana)
neoplasma hat

Ketdakadekuatan
Kehilangan
Peningkatan kebutuhan pemberian ASI
Nutrien meningkat
kalori-protein (Kalori-Protein)
Intake nutrisi kurang

Intake kalori-protein kurang

Marasmus

Penurunan massa otot, Ketdakseimbangan nutrisi Asupan cairan tdak Resiko tnggi
cepat leth, kurang dari kebutuhan seimbang dengan infeksi
kebutuhan tubuh

Gangguan Pertumbuhan
Intoleransi aktvitas
dan perkembangan Resiko ketdakseimbangan
Diare
volume cairan
Kehilangan penyimpanan
jaringan dan kapasitas Gangguan cairan tdak
fungsional dapat di koreksi

Kehilangan fungsi homeostasis Resiko syok hipovolemik

Pemakaian jaringan
Kematan lemaklemak
untuk
Jaringan
Resiko homeostasis
subkutan menipis
kerusakan tubuh kulit
integritas
PATOFISIOLOGI KWARSHIOKOR
Lingkungan Bersih <<

Status sosio-ekonomi rendah,


kurang pengetahuan, Sering sakit
dukungan system social yang
tidak memadai
Nafsu makan menurun

Intake nutrisi tidak adekuat

Defisiensi Protein

Defisiensi Asam Amino Esensial

Defisiensi Protein Hipoproteine Gangguan Asam Ganguan


protein pada Plasma mia Pertumbuhan amino Sintesis
rambut (Hipoalbumin Fisik otak Darah
emia) menurun
Massa otot
menurun BB menurun Perubahan Hb
Rambut Tekanan mental menurun
merah, kering, osmotic dan
menipis, Tubuh kurus plasma
mudah rontok menurun
Apatis Anemia Gizi

Merembes Merembes ke Merembes


ke rongga rongga ke ruang
usus peritoneum interstisiel

Feses cair
Ascites

Diare

Anda mungkin juga menyukai