Anda di halaman 1dari 14

APA ITU NEUROFEEDBACK?

Abstrak
EEG Biofeedback (neurofeedback) berasal dari tahun 1960-an akhir sebagai metode untuk
melatih kembali pola gelombang otak melalui operant conditioning. Sejak saat itu, badan
penelitian yang cukup besar dihimpun untuk keefektivitasan neurofeedback dalam
pengobatan epilepsy yang tidak terkontrol, ADD/ADHD, kecemasan, alkoholisme, post-
traumatic stress disorder, dan cedera kepala ringan. Studi ini juga memberikan indikasi
pendukung pada neurofeedback sebagai pengobatan alternatif untuk kesulitan belajar,
stroke, depresi, fibromyalgia, autism, tinnitus, sakit kepala, masalah pada keseimbangan
fisik, dan peningkatan kinerja puncak. Ketika semakin banyak orang yang khawatir akan
efek negative dan hanya mengandalkan perawatan obat, neurofeedback dapat menawarkan
alternative perawatan tambahan untuk berbagai kondisi. Artikel ini membantu pembaca
untuk memahami bagaimana neurofeedback bekerja, bagaimana penilaiannya untuk
mengindividualisasikan neurofeedback, dan secara singkat meninjau bukti pengobatan
neurofeedback pada berbagai kondisi. Publik diperingatkan bahwa dalam memilih seorang
praktisi untuk perawatan berbagai jenis medis, kondisi psikiatri dan psikologi yang
disebutkan diatas, seorang praktisi harus memiliki lisensi untuk praktek mandiri di Negara
bagian atau provinsi mereka dan idealnya juga harus disertai setifikasi dari badan yang
diakui secara sah.

PENDAHULUAN
Pada akhir 1960-an dan 1970-an, peneliti menemukan bahwa memungkinkannya untuk me-
rekondisi, melatih kembali, atau mempelajari pola gelombang otak yang berbeda. Beberapa
pekerjaan ini dimulai dengan pelatihan meningkatkan aktivitas gelombang alfa pada otak
untuk meningkatkan relaksasi. Sementara pekerjaan lain berasal dari UCLA berfokus pada
epilepsi yang tidak terkontrol. Pelatihan gelombang otak ini disebut EEG biofeedback atau
neurofeedback. Sebelum membahasa hal ini lebih detail, izinkan saya memberi anda
beberapa informasi awal mengenai gelombang otak. Sebagian gelombang cepat, sebagian
lagi agak lamban. Sebutan klasik dari kelompok EEG ini adalah delta, theta, alfa, dan beta.
Mereka diukur dalam satuan siklus per detik atau hertz (Hz).
Gelombang beta pada otak kecil, merupakan gelombang yang lebih cepat (diatas 13 Hz)
terkait dengan keadaan mental, aktivitas intelektual, dan fokus konsentrasi bawaan.
Gelombang ini pada dasarnya adalah keadaan semangat terhadap kewaspadaan. Gelombang
alfa pada otak (8 – 12 Hz) lebih rendah dan lebih besar. Mereka berkaitan dengan keadaan
relaksasi dan pada dasarnya mewakili pergeseran otak ke fase diam, relaks dan agak
terlepas, menunggu respons jika diperlukan. Jika sesorang hanya menutup mata dan mulai
membayangkan sesuatu yang damai, dalam waktu kurang dari setengah menit mulai terjadi
peningkatan gelombang alfa. Gelombang ini sangat besar pada sepertiga bagian belakang
kepala. Gelombang theta (4 – 8 Hz) umumnya mewakili lamunan, keadaan pikiran kosong
yang berkaitan dengan inefisiensi mental. Pada level yang sangat lambat, aktivitas
gelombang theta berada pada keadaan yang sangat relaks, mewakili keadaan zona transisi
antara bangun tidur dan bangun. Gelombang delta adalah yang paling lambat (0.5 – 3.5
Hz), aplitudo gelomabang terbesar (besarnya), dan yang kita alami saat tertidur. Secara
umum, tingkat kesadaran yang berbeda berkaitan dengan kondisi gelombang otak yang
dominan.
Setiap orang, selalu memiliki kadar masing-masing dari kelompok gelombang otak tersebut
pada berbagai bagian otaknya. Gelombang delta juga akan terjadi, misalnya, ketika area
otak “offline” untuk mengambil makanan dan delta juga berhubungan dengan kesulitan
belajar. Jika seseorang menjadi mengantuk, ada lebih banyak delta dan gelombang theta
perlahan masuk dan jika mereka agak lalai terhadap hal-hal eksternal dan pikiran mereka
mengembara, maka theta akan lebih banyak muncul. Jika seseorang luar biasa cemas dan
tegang, frekuensi tinggi dari gelombang beta seringkali muncul. Orang dengan Attention-
Deficit/Hyperactivity Disorder (ADD, ADHD), cedera kepala, stroke, epilepsy, dan
sindrom kelelahan kronis serta fibromyalgia cenderung memiliki gelombang lambat
(biasanya theta dan terkadang alpha berlebih). Ketika terdapat gelombang lambat berlebih
pada bagian ekskutif (frontal) otak, akan menjadi sulit untuk mengontrol perhatian,
perilaku, dan/atau emosi. Orang-orang seperti itu umumnya memiliki masalah dengan
konsentrasi, memori, kendali impuls dan mood, atau hiperaktif. Mereka tidak bisa focus
dengan baik dan menunjukan kurangnya daya tangkap intelektual.

APA ITU LATIHAN NEUROFEEDBACK?


Pelatihan neurofeedback adalah biofeedback gelombang otak. Selama latihan ini, beberapa
elektroda diletakan pada kulit kepala dan satu atau dua biasanya diletakan didaun telinga.
Kemudian, peralatan elektronik berteknologi tinggi menyediakan feedback audio dan visual
secara langsung dan instan dari aktivitas gelombang otak anda. Elektroda mengukut pola
elektrik yang datang dari otak – seperti saat dokter mendengarkan detak jantung dari
permukaan kulit anda. Tidak ada arus listrik yang dimasukan ke otak anda. Aktivitas
elektrik otak anda diteruskan dan dicatat oleh computer.
Biasanya, seseorang tidak dapat mempengaruhi pola gelombang otak merek karena mereka
tidak sadar akan gelombang-gelombang tersebut. Namun, saat anda dapat melihat
gelombang otak anda di layar computer seperseribu detik setelah mereka terjadi, anda
menjadi mampu untuk mempengaruhi dan merubah mereka. Mekanisme kerjanya adalah
dengan operant conditioning. Kami secara harafiah merekondisi dan melatih kembali otak.
Awalnya, perubahannya bertahan sebentar, namun perubahan secara bertahap
menjadikannya permanen. Dengan feedback yang terus menerus, latihan dengan pelatih,
pola gelombang otak yang lebih sehat biasanya bisa didapatkan oleh sebagian besar orang.
Latihan ini agak mirip dengan olahraga atau terapi fisik dengan otak, meningkatkan
fleksibilitas kognitif dan control. Jadi, baik masalah ADD/ADHD, kesulitan belajar, cedera
otak, penurunan akibat operasi saraf, epilepsy tidak terkontrol, dan disfungsi kognitif yang
berkaitan dengan penuaan, depresi, kecemasan, obsessive compulsive disorder, maupun
kondisi terkait otak lainnya, latihan nuerofeedback dapat menawarkan kesempatan
tambahan untuk rehabilitasi melalu pelatihan kembali pola aktivitas elektrik otak secara
langsung. Yang menarik adalah, bahkan ketika masalahnya alami secara biologis, sekarang
terdapat pengobatan alternative lain daripada hanya mengandalkan obat-obatan.
Neurofeedback juga digunakan untuk meningktkan kinerja puncak pada individu “normal”
dan atlet.
Frank H. Duffy, MD, seorang professor dan pediatric neurologist di Harvard Medical
School, menyatakan dalam editorial jurnal Clinical Electroencephalography edisi Januari
2000, bahwa literature ilmiah sekarang menyarankan neurofeedback “harus berperan
sebagai terapi utama pada banyak bidang sulit. Menurut saya, jika ada semacam
pengobatan yang menunjukan efikasi spectrum, makan pengobatan itu akan diterima dan
digunakan secara universal. “Ini adalah bidang yang harus dianggap serius oleh semua
pihak”.

PENILAIAN SEBELUM LATIHAN NEUROFEEDBACK


Beberapa orang berharap mereka dapat asal membeli peralatan neurofeedback mereka
sendiri dan melatih sendiri anak-anak mereka. Neurofeedback tidak sesederhana itu. Harus
memiliki keahlian khusus mengenai fungsi otak dan memiliki pengetahuan yang lebih dari
sekedar cara mengoperasikan peralatan dan software. Agar latihannya berhasil dan untuk
menghindari reaksi negatif, penting untuk dilakukan penilaian dan melakukan pelatihan
secara individu terhadap pola gelombang otak dan gejala yang khas. Semua orang tidak
perlu menerima pelatihan yang sama dan dilokasi yang sama dan penelitian menunjukan
pola gelombang otak seseorang tidak dapat dengan mudah dibedakan hanya dengan
mengamati gejala perilaku seseorang. Oleh Karen itu, sebelum melakukan latihan
neurofeedback, dokter yang sah akan menanyakan pertanyaan mengenai riwayat klinis dari
klien atau pasien. Pada beberapa kasus, mereka mungkin melakukan tes neuropsikologis
atau psikologis. Dokter yang kompeten juga akan melakukan penilaian dan memeriksa pola
gelombang otak dengan seksama dan teliti. Beberapa praktisi mungkin melakukan
penilaian dengan menempatkan satu atau dua elektroda pada kulit kepala dan mengukut
pola gelombang otak pada sejumlah area. Dokter lainnya melakukan tes komprehensif
dengan menggunakan peta otak quantitative electroencephalogram (QEEG), dimana 19
atau lebih elektroda diletakan di kulit kepala.
QEEG adalah alat penilaian secara objektif dan secara ilmiah mengevaluasi fungsi
gelombang otak seseorang. Prosedur ini biasanya memakan waktu 1 ½ jam. Terdiri dari
penempatan topi yang berisi elektroda-elektroda kecil untuk mengukur aktivitas elektrik
yang datang dari otak. Pengukuran tersebut dilakukan saat klien beristirahat dengan tenang
dengan mata tertutup, mata terbuka, dan terkadang saat melakukan sesuatu selama
pembacaan. Setelah itu, kami melakukan prosedur panjang untuk menghilangkan pola yang
terbentuk saat mata bergerak atau mengedip, saat klien bergerak sedikit di kursi, atau
mengencangkan rahang atau dahi mereka. Data gelombang otak yang kami kumpulkan
kemudian dibandingkan dengan database besar yang canggih yang menampilkan
bagaimana otak harusnya berfungsi pada seumuran klien. Prosedur penilaian ini
menjadikan kita kemudian menentukan cara ilmiah dan objektif, apakah pola gelombang
klien secara signifikan berbeda dari normal, dan jika iya, dimana perbedaannya.
Pada tahun 1970an – 1980an, mulai banyak eksperimen dengan QEEG. QEEG memiliki
dokumentasi kemampuan ilimiah yang menjukukan bahwa ia membantu dalam evaluasi
kondisi seperti cedera otak traumatis ringan, ADD/ADHD, kesulitan belajar, depresi, OCD,
kecemasan, panic disorder, dan berbagai kondisi lainnya (termasuk autism, schizophrenia,
stroke, epilepsy, dan demensia; Clarke, Barry, McCarthy, & Selikowitz, 2001; Hoffman
dkk., 1999; Hughes & John, 1999; Thatcher dkk., 1999). QEEG bahkan mampu
memprediksi hasil perawatan intervensi dengan kondisi ADD/ADHD (Suffin & Emory,
1995), alkoholisme dan penyalahgunaan narkoba (Bauer, 1993, 2001; Prichep, Alper,
Kowalik & Rosenthal, 1996; Prichep, Alper, Kowalik, John dkk., 1996; Winterer dkk.,
1998). American Psychological Association juga mendukung QEEG dalam lingkung
praktik psikolog yang dilatih secara tepat, dan ISNR juga sama-sama mendukung
penggunaanya oleh professional kesehatan yang terlatih dan memenuhi syarat. Standar
penggunaan QEEG terdapat dalam neurofeedback (Hammond dkk., 2004). Orang-orang
yang memiliki sertifikasi dalam spesialisasi ini mungkin terindentifikasi dengan baik
melalui EEG & Clinical Neuroscience Society (http://ecnsweb.com/provider-
directory.html) atau Quantitative Electroencephalography Certification Board
(http://qeegboard.org).

LATIHAN NEUROFEEDBACK
Setelah penilaian selesai dan tujuan pengobatan ditetapkan, biasanya dua elektroda
diletakan pada kulit kepala dan satu atau lebih elektroda diletakan pada telinga untuk
melakukan sesi latihn neurofeedback. Peserta pelatihan biasanya melihat hasilnya di layar
computer dan mendengarkan nada audio, terkadang sambil melakukan sesuatu contohnya
membaca. Sesi-sesi latihn ini didesign untuk mengajarkan orang tersebut untuk perlahan
merubah dan melatih kembali pola gelombang otak mereka. Dengan feedback, latihan
dengan pelatih, secara terus-menerus, pola gelombang otak yang lebih sehat dapat
dipertahankan. Beberapa orang mungkin perlu belajar untuk meningkatkan kecepatan atau
ukuran gelombang otaknya pada beberapa area spesifik otak. Individu lainny membutuhkan
latihan untuk menurunkan kecepatan dan amplitude gelombang otak mereka. Latihan
meurofeedback kemungkinan membutuhkan 15 – 20 sesi untuk kecemasan atau insomnia,
namun untuk kondisi lain seperti ADD/ADHD/ atau kesulitan belajar, seringnya
membutuhkan 40 – 50 sesi. Setiap sesi normalnya berlangsung selama 40 – 60 menit.
Dalam mengobati kondisi yang sangat kompleks atau ketika ada banyak gangguan atau
diagnose, dokter tidak selalu dapat menentukan berapa banyak sesi yang mungkin
dibutuhkan.

Jenis Neurofeedback Lainnya


Ada dua jenis neurofeedback lainnya. Yang pertama disebut LENS, Low Energy
Neurofeedback System (Larsen, 2006). Latihan LENS berbeda dengan neurofeedback
lainnya, ia memberikan sinyal elektromagnetik yang sangat kecil, yang memiliki intensitas
seperti yang dihasilkan batre radio jam tangan – jauh lebih lemah dibandingkan yang kita
terima dari ponsel yang kita letakan ditelinga. Input berintensitas rendah ini menyelusuri
kabel elektroda hanya selama beberapa detik (1 – 7). Frekuensinya bervariasi tergantung
pada frekuensi gelombang otak yang dominan dari satu momen ke momen lain dan
dirancang membantu otak dengan lembut menjadi lebih fleksibel dan self-regulating
(mengatur diri sendiri), dengan mengurangi amplitude berlebih dan variabilitas gelombang
otak. Beberapa laporan penelitian mendukung yang mendukung hal ini telah dipublikasikan
pada system (Cripe, dimedia; Donaldson, Sell & Mueller, 1998; Larsen, Harrington &
Hiks, 2006; Larsen dkk., 2006; Muller, Donaldson, Nelson, & Lyman, 2001; Shoenberger,
Shiftlett, Esty, Ochs, & Matheis, 2001), yang bahkan memasukan penggunaan LENS untuk
memperbaiki masalah perilaku pada hewan (Larsen, 2006; Larsen, Larsen dkk., dimedia
cetak). Bentuk unik lainnya dari neuroofeedback adalah HEG (Hemoencephalography and
passive infrared hemoencephalography). Dua system HEG yang berbeda berusaha
memodifikasi aliran darah celebral, meningkatkan aliran tersebut pada area yang
nampaknya bermasalah. Penelitian HEG juga mendukung aplikasi ini (Carmen, 2004;
Freides & Aberbach, 2003; Mize, 2004; Sherirrill, 2004; Toomim dkk., 2004).

ADD/ADHD dan Kesulitan Belajar


Sejak ahir tahun 1970an, neurofeedback telah diteliti, disempurnakan, dan diuji pada
ADD/ADHD dan kesulitan belajar. Hasil klinis Dr. Joel Lubal (misalnya, Lubar, 1995,
2003) dan rekannya di University of Tennessee, begitu juga orang-orang lain, telah
berulang kali menunjukan bahwa sangat mungkin untuk melatih kembali otak. Bahkan,
penelitian terbaru oleh Levesque Beauregard dan Mensour (2006) mendokumentasikan
penggambaran neuro fungsi MRI dalam perubahan positif terhadap fungsi otak pada anak-
anak ADHD setelah pengobatan neurofeedback. Semua penelitian yang dikutip dibawah ini
menunjukan efektivitas neurofeedback dalam mengobati ADD/ADHD. Studi Follow up
dengan menggunakan obat-obatan rata-rata adalah 3 minggu, dan hanya dua studi follow up
berjangka panjang yang berlangsung selama 14 bulan, Dr. Lubar (1995) telah menerbitkan
follow up 10 tahun dan menunjukan pada sekitar 80% klien, neurofeedback dapat secara
substansial memperbaiki gejala ADD dan ADHD, dan perbaikan tersebut dapat
dipertahankan. Rossiter dan LaVaque (1995) menemukan bahwa 20 sesi neurofeedback
menghasilkan peningkatan yang sama dengan konsumsi Ritalin dalam kemampuan
memperhatikan dan konsentrasi. Fuchs, Birbaumer, Lutzenberger, Gruzeiler, & Kiser
(2003) dan Rossiter (2005) juga menunjukan peningkatan yang dihasilkan neurofeedback
dibandingkan dengan konsumsi Ritalin. Dalam follow up satu tahun pada studi kelompok
control, Monastra, Monastra, dan George (2002) menemukan bahwa neurofeedback
menghasilkan peningkatan yang lebih baik dibanding Ritalin, bahkan ketika pengobatan
dihentikan.
Perbandingan Pengobatan dengan Neurofeedback
Dalam hal perbandingan neurofeedback, sebuah metaanalisis (Schachter, Pham, King,
Langford, & Moher, 2001) pada studi terkontrol acak dalam penggunaan obat-obatan untuk
ADD/ADHD, menyimpulkan bahwa studi ini berkualitas buruk, memiliki bias publikasi
yang besar (artinya perusahaan obat yang membiayai studi gagal mendukung efektivitas
produk mereka, dan mereka tidak pernah mengirimkannya untuk publikasi), dan seringkali
menimbulkan efek samping. Mereka menyimpulkan efek jangka panjang (diluar efek
placebo) yang lebih dari 4 minggu periode follow up, tidak didemonstrasikan. Ulasan
komprehensif terbaru (Drug Effectiveness Review Project, 2005) mengenai penggunaan
obat untuk ADD/ADHD menyimpulkan bahwa tidak ada bukti keamanan jangka panjang
pada penggunaan obat-obatan untuk ADD/ADHD dan tidak ada bukti bagus yang
menunjukan obat-obatan meningkatkan performa akademis atau perilaku beresiko dalam
jangka panjang, baik pada remaja maupun dewasa. Berkaitan dengan hasil tinjaun ini, salah
satu studi terbaru (El-Zen dkk., 2005) menyimpulkan bahwa “kurangnya penelitian efek
jangka panjang dari penggunaan methylphenidate [Ritalin] pada manusia memerlukan
perhatian besar” (hal. 7 ), karena mereka menemukan hanya 3 bulan setelah penggunaan
Ritalin, 100% anak mengalami penyimpangan kromosom yang dapat meningkatkan resiko
kanker, tidak jauh berbeda dengan kerusakan genetic yang diterjadi pada orang dewasa
pengguna methamphetamine.
Disamping penemuan-penemuan diatas, neurofeedback memberikan alternative penting,
non-invasif, dan bebas efek samping untuk ADD/ADHD. Dalam jangka panjang,
neurofeedback juga efektif dalam segi biaya. Beberapa orang khawatir mengenai biaya
neurofeedback yang lebih besar dibanding obat-obatan. Namun penelitian menunjukan
bahwa biaya yang dikeluarkan untuk obat-obatan sebetulnya lebih besar. Contohnya studi
dari enam obat berbeda untuk pengobatan ADD/ADHD (Marchettiet dkk., 2006)
menemukan bahwa biaya rata-rata per pasien usia sekolah adalah $ 1.678 per tahunnya.
Studi lainnya (Swensen dkk., 2003) menguji biaya perawatan kesehatan di lebih dari
100.000 keluarga yang ada atau tidak ada anggota dengan ADHD. Mereka menemukan
bahwa pada keluarga yang memiliki anggota dengan ADHD, rata –rata pengeluaran
lansung untuk biaya perawatan ditambah pengeluaran tidak langsung (seperti kerugian
kerja) adalah $ 1.288 per tahun lebih tinggi untuk anggota keluarga lainnya (yang tidak
memiliki ADD/ADHD) dibandingkan keluarga yang tidak memiliki anggota dengan
ADHD. Berarti, biaya yang dikutip diatas, ditambah dengan pengeluaran tidak langsung
setiap tahunnya untuk keluarga dengan dua anak, dimana salah satunya memiliki ADHD,
akan menjadi $ 5.542.
Mengenai kesulitan belajar, Fernandez dkk., (2003) menunjukan pada studi plesebo-kontrol
bahwa neurofeedback merupakan pengobatan efektif. Jurnal-jurnal lain juga telah
mempublikasikan nilai neurofeedback dan kesulitan belajar (Orlando & Rivera, 2004;
Tansey, 1991; Thornton & Carmody, 2005).
Latihan neurofeedback untuk ADD/ADHD umumnya ditemukan berkaitan dengan
penurunan impulsive/hiperaktif, peningkatan stabilitas mood, memperbaiki pola tidur,
peningkatan rentang perhatian dan konsentrasi, memperbaiki performa akademis, dan
meningkatkan retensi dan memori. Menariknya, setiap ADD/ADHD atau kesulitan belajar
yang dilakukan evaluasi IQ sebelum dan sesudah pengobatan, ditemukan peningkatan IQ
setelah latihan neurofeedback. Peningkatan ini berkisar rata-rata 9 poin peningkatan IQ
pada satu studi (Linden, Habib, & Radijevic, 1996), hingga rata-rata 12 poin peningkatan
IQ pada studi oleh Thompson & Thompson (1998), studi lainnya mengalami rata rata
peningkatan 19 poin IQ (Tansey, 1990), dan bahkan ada yang rata-rata 23 poin pada studi
Othmer, Othmer dan Kaiser (1999).

Epilepsi, Cedera Otak, dan Stroke


Serangan epilepsi yang tidak terkontrol juga telah secara efektif diobati menggunakan
neurofeeback. Penelitian pada area ini dimulai awal tahun 1970an, secara luas dan teliti,
termasuk studi cross-over, blinded, dan placebo-kontrol (ditinjau dalam Sterman, 2000).
Neurofeedback ternyata sangat membantu untuk semua jenis epilepsy, termasuk serangan
grand mal, parsial kompleks, dan petit mal (tanpa serangan). Walaupun sebagian besar
serangan yang diterima pasien cukup dikontrol dengan obat-obatan, sebagian besar pasien
yang diobati dengan neurofeedback dalam penelitian adalah yang pasien epilepsy berat,
dimana terapi obat antikonvulsan tidak mampu mengontrol serangan yang mereka alami.
Meskipun demikian, bahkan pada kelompok pasien dengan kondisi paling parah, peneliti
menemnukan bahwa latihan neurofeedback rata-rata menghasilkan 70% pengurangan
kejang. Pada kasus dimana epilepsy sulit ditangani secara medis, neurofeedback telah
berhasil memberikan control serangan pada 82% pasien, seringkali mengurangi kadar obat-
obatan yang dibutuhkan, hal ini bagus sekali mengingat efek negative dari penggunaan
beberapa obat dalam jangka-panjang. Namun beberapa pasien mungkin masih
membutuhkan beberapa tingkat obat-obatan setelah neurofeedback. Walker dan Kozlowski
(2005) melaporkan pada 10 kasus berturut-turut dan 90% nya telah bebas kejang setelah
neurofeedback, meskipun hanya 20% dari mereka yang mampu untuk menghentikan
konsumi obat-obatan.
Studi mengenai hasil pengobatan neurofeedback pada cedera kepala terbuka dan tertutup
sekarang juga mulai bermunculan (Ayers, 1987, 1991, 1999; Bounias, Laibow, Bonaly &
Stubblebine, 2001; Bounias, Laibow, Stubbelbine, Sandground, & Bonaly, 2002; Byers,
2995; Hoffman, Stockdale, Hicks & Schwaninger, 1995; Hoffman, Stockdale & Van
Egren, 1996a 1996b; Keller, 2001; Laibow, Stubblebine, Sandground, & Bounias, 2001;
Shoenberger dkk., 2001; Thornton, 2000; Tinius & Tinius, 2001), begitu juga mengenai
stroke (Ayers, 1981, 1996a, b, 1999; Bearden, Cassisi & Pineda, 2003; Putnam, 2001;
Rozelle & Budzynski, 1995; Wing, 2001), namun perlu dilakukan penelitian lanjutan pada
area ini. Diyakini neurofeedback memberikan terapi tambahan berharga untuk membantu
rehabilitasi.

Alkoholisme dan Penyalahgunaan Narkoba


Investigasi EEG terhadap kecanduaan alcohol (dan anak anak pecandu alcohol) telah
mendokumentasikan bahwa walaupun telah lama tidak mengkonsumsi, mereka memiliki
kadar gelombang alpha dan theta yang rendah dan gelombang beta berlebih. Ini menunjukn
bahwa para pencadu alcohol dan anak-anaknya cenderung “terprogram” berbeda dengan
orang lain, yang menyebabkan mereka sulit untuk relaks. Namun setelah konsumsi alcohol,
kadar gelombang alfa dan theta meningkat. Sehingga individu yang secara biologis mudah
mengembangkan kecanduan alcohol (dan anak-anaknya) lebih rentan terhadap efek alcohol,
karena tanpa sadar para pecandu alcohol nampaknya mencoba mengobati diri sendiri dalam
upaya untuk mengobati patologi otak mereka sendiri. Keadaan mental relaks yang terjadi
setelah konsumsi alcohol, berefek kuat pada mereka karena pola dasar aktivitas otak
mereka. Beberapa penelitan sekarang menunjukan predksi untuk kambuh terbaik adalah
dari jumlah aktivitas gelombang beta berlebih yang muncul pada pencandu alcohol atau
kokain (Bauer, 1993, 2001; Prichep, Alper, Kowalik & Roenthal, 1996; Prichep, Alper,
Kowalik, John dkk., 1996; Winterer dkk., 1998).
Baru-baru ini, latihan neurofeedback untuk mengajarkan para pencandu alcohol mencapai
pengurangan stress dan keadaan relaks yang mendalam dengan meningkatkan gelombang
alfa fan theta dan menurunkan gelombang cepat beta, telah menunjukan potensi harapan
sebagai pengobatan tambahan untuk pecandu alcohol. Peniston dan Kulkosky (1989)
menggunakan latihan neurofeedback pada studi yang membandingkan pecandu alcohol
parah dengan kelompok kontrol non-alkoholik dan kelompok control alkoholik yang
menerima pengobatan tradisional. Pecandu alcohol yang menerima 30 sesi latihn
gelombang otak menunjukan peningkatan yang signifikan pada persentase EEG mereka
dalam frekuensi alfa dan theta, dan peningkatan ritme aplitudo alfa. Kelompok yang
menerima pengobatan EEG biofeedback juga menunjukan penurunan tajam pada depresi
ketika dibandingkan dengan kelompok control. Pecandu alcohol pada pengobatan
tradisional menunjukan peningkatan signifikan pada kadar serum bet-endorphin (indeks
stress dan asupan stimulant kalori [misalnya, etanol]), sementara mereka yang menerima
latihan gelombang otak tidak menunjukan peningkatan pada kadar beta-endorphin. Pada
pemeriksaan follow up empat tahun (Peniston & Kulkosky, 1991a), hanya 20% dari
kelompok pencadu alcohol penerima pengobatan tradisional yang tetap sadar (tidak
mabuk), sementara 80% kelompok eksperimen yang menerima latihan neurofeedback tetap
sadar. Ditambah lagi, kelompok eksperimen menunjukan peningkatan dalam penyesuaian
psikologis pada 13 skala dari Millon Clinical Multiaxial Inventory dibandingkan dengan
pecandu alcohol penerima pengobatan tradisional yang hanya mengalami peningkatan pada
2 skala dan penurunan pada 1 skala. Pada 16-PF Personality Inventory, kelompok penerima
latihan neurofeedback menunjukan peningkatan pada 7 skala, dibandingkan kelompok
penerima pengobatan tradisional yang hanya meningkat pada 1 skala. Jadi nampaknya
latihan neurofeedback terus menjadi terapi tambahan yang menjanjikan bagi pecandu
alcohol, dan kemungkinan memiliki potensi dalam mengobati dan memulihkan kerusakaan
akibat penyalahgunaan narkoba (Burkett, Cummins, Dickson, & Skolnick, 2005).

Post Traumatic Disorder (PTSD)


Peniston dan Kulkosky (1991b) menambah 30 sesi berdurasi 30 menit latihan
neurofeedback terhadap alfa/theta pada pengobatan tradisional di rumah sakit VA yang
diberikan ke sekolompok veteran peran Vietnam dengan PTSD, kemudian membandingkan
hasil 30 bulan perawatan dengan kelompok yang hanya menerima pengobatan tradisional.
Pada follow-up, semua 14 pasien yang menerima pengobatan tradisional kembali kambuh
dan dirawat lagi di rumah sakit, sementara hanya 3 dari 15 pasien penerima latihan
neurofeedback yang kambuh. Sementara semua 14 pasien yang sedang dalam pengobatan
dan perawatan neurofeedback telah mengurangi pengobatan mereka dengan syarat follow
up; pada pasien yang menerima pengobatan tradisional, hanya 1 yang bisa mengurangi
pengobatan, dua dilaporkan tidak mengalami perubahan, dan 10 membutuhkan peningkatan
pengobatan psikiatri. Pada Minnesota Multiphasic Personality Inventory, semua pasien
penerima latihan neurofeedback mengalami peningkatan dramatis pada kesepuluh skala,
sedangkan tidak ada peningkatan pada skala manapun pada kelompok penerima pengobatan
tradisional.

Aplikasi Klinis Latihan Neurofeedback Lainnya


Telah banyak penelitian yang mendukung keefektifan neurofeedback dalam mengobati
kecemasan (Hammond, 2005a, b; Moore, 2000). Neurofeedback juga bekerja pada masalah
klinis lainnya seperti depresi (Baehr, Rosenfeld, & Baehr, 2001; Hammond, 2005a, b),
sindrom kelelahan kronis (Donaldson dkk., 1998; Mueller dkk., 2001), gangguan tidur,
Tourette, OCD (Hammond, 2003, 2004), autism (Jarusiuwicz, 2002; Scolnick, 2005;
Sichel, Fehmi & Goldstein, 1995), tremor Parkinson (Thompson & Thompson, 2002),
tinnitus (Gosepath, Nafe Zielger & Mann, 2001); Schenk, Lamm, Gundel & Ladwig, 2005;
Weiler, Brill, Tachiki, & Schneider, 2001), masalah keseimbangan fisik, menelan, tersedak,
dan inkontinensia (Hammond, 2005c), cerebral palsy (Ayers, 2004) dan essential tremor.
Neurofeedback juga digunakan untuk meningkatkan performa kerja, contohnya pada
performa musikal (Egner & Gruzelier, 2002), peforma tari (Raymond, Sajid, Parkinson &
Gruzelier, 2005) dan pada atlet, ekskutif bisnis, dan untuk peningkatan kognitif dan memori
pada individu normal ( Hanslmayer, Sauseng, Dopperlayr, Schabus, & Klimesch, 2005;
Rasey, Lubar, McIntyre, Zoffuto, & Abbott, 1996; Vernon dkk., 2003), penggunaan untuk
melawan efek penuaan yang biasa disebut “pencerah otak” (Budzynski, 1996). Namun,
aplikasi pada area-area yang disebutkan diatas belum memiliki validasi penelitian yang
kuat.
Walaupun banyak praktisi perawatan kesehatan yang yakin akan nilai dan keefektifan
teknologi muktahir ini (beribu-ribu dokter menggunakan neurofeedback), anda harus
waspada terhadap perusahaan asurasi dan bahkan beberapa professional – yang banyak
tidak sadar akan publikasi penelitian terbaru – mungkin mengganggap neurofeedback
sebagai percobaan. Bahkan dalam kasus neurofeedback yang memiliki validasi baik,
beberapa perusahaan asuransi bersikeras menganggap biofeedback merupakaan suatu
percobaan, dan kemungkinan tidak mengganti biaya.

EFEK SAMPING, TEMPAT PELATIHAN, DAN MEMILIH PRAKTISI


Efek samping ringan terkadang bisa muncul selama masa latihan neurofeedback.
Contohnya, kadang-kadang bisa menjadi lelah, melamun, cemas, mengalami sakit kepala,
kesulitan tidur, atau merasa gelisah atau lekas marah. Sebagian besar perasaan tersebut
hilang dalam waktu singkat setelah sesi latihan. Jika anda segera menginfokan terapis anda,
mereka dapat mengubah protocol latihan yang biasanya cepat menghilangkan efek-efek
samping ringan tersebut.
Namun, efek negative yang signifikan juga dapat terjadi (Hammond, Stockdale, Hoffman,
Ayers, & Nash, 2001) jika latihan tidak diawasi oleh profesional yang berpengetahuan dan
bersertifikat. Pendekatan “satu-ukuran-untuk-semua” yang tidak disesuaikan untuk masing-
masing individu pastinya akan menimbulkan resiko yang lebih besar atau tidak efektif.
Karena beragamnya aktivitas gelombang otak dalam kategori diagnostic yang luas (cth:
ADD/ADHD, cedera kepala, depresi, autism, atau OCD), maka perawatannya harus
disesuaikan berdasarkan individu. Sehingga ditekankan lagi, bahwa setiap orang
membutuhkan perawatan yang berbeda dan jika perawatan tidak disesuaikan berdasarkan
orangnya, maka kemungkin besar menjadi tidak efektif atau malah merugikan. Misalnya,
Lubar dkk., (1981) menerbitkan studi double blind reversal terkontrol pada epilepsy, yang
mendokumentasikan masalah serangan kejang dapat diperbaiki dengan neurofeedback,
namun serangan tersebut dapat menjadi lebih buruk jika jenis latihan yang digunakan salah.
Demikian pula, Lubar dan Shouse (1976, 1977) mendokumentasikan gejala ADD/ADHD
dapat membaik, namun dapat menjadi buruk jika latihannya salah. Oleh karena itu, sangat
penting dalam memilih professional yang berkualitas dan bersertifikat untuk melakukan
penilaian komprehensif fungsi otak (cth: dengan QEEG atau penilaian teliti dari aktivitas
EEG mentah).
Jika anda mencari bantuan psikologis, psikiatri atau masalahh medis seperti yang dibahas
diatas, sangat disarankan bagi anda untuk memastikan praktisi pilihan anda tidak hanya
bersertifikat namun juga memiliki lisensi sebagai professional perawatan kesehatan dan
kesehatan mental dari Negara bagian atau provinsi anda. Semakin banyak orang yang tidak
memiliki kualifikasi dan tidak berlisensi mencoba mendapatkan peralatan neurofeedback
dan berusaha berlatih praktis dasar psikologi dan medis tanpa lisensi. Sayangnya pembeli
harus berhati-hati dalam pasar ini. Beberapa orang sekarang menyewakan peralatan untuk
latihan dirumah. Kami sangat menyarankan latihan yang dilakukan dirumah hanya dapat
dilakukan dibawah konsultasi dan pengawasan rutin dari professional terlatih dan
bersertifikat; dan latihan dirumah lebih baik hanya dilakukan setelah latihan disuatu
tempat/office yang diawasi pelatih selama periode tertentu. Jika hal tersebut tidak
dilakukan, beberapa efek negative (dan kemungkin besar hasilnya tidak efektif) dapat
terjadi dari latihan mandiri tanpa pengawasan tersebut. Harus diingat bahwa keberhasilan
yang didokumentasikan pada penelitian neurofeedback adalah berdasarkan hasil dari
professional berkualifikasi, dengan melakukan penialaian individu, dan dengan sesi traning
yang diawasi oleh terapis berpengetahuan, bukan sesi tanpa pengawasan yang dilakukan
dikantor atau rumah.

Anda mungkin juga menyukai