Anda di halaman 1dari 9

SAATNYA

MERAYAKAN KOPI

-76
TEMPO/IJAR KARIM
SAATNYA
MERAYAKAN KOPI

K
OPI Nusantara telah Indonesia—gairah yang selayaknya
menjadi tuan rumah di dapat memicu ekonomi kita. Untuk
negeri sendiri. Starbucks, itu, kampanye minum kopi lokal mesti
gerai kopi dari Amerika terus digalakkan untuk mengedukasi
Serikat, kini mendapat masyarakat yang tengah berubah
pesaing baru yang serius dari para gaya hidupnya akibat pertumbuhan
pengusaha lokal, yang membangun ekonomi dan teknologi.
kedai-kedai kopi di mal hingga Kampanye itu harus dibarengi
pinggir jalan. Banyak eksportir kini dengan riset oleh kampus dan lembaga-
menghentikan pengiriman kopi lembaga penelitian agar produktivitas
ke luar negeri karena kewalahan perkebunan kopi terus dapat
memenuhi permintaan dalam negeri, ditingkatkan. Kebutuhan akan kopi
yang naik rata-rata empat persen lokal membuat petani selayaknya tak
setiap tahun. hanya menanam dan memetik biji kopi,
Ada kesadaran masif di masyarakat tapi mengolahnya lebih dulu agar kopi
bahwa kopi lokal lebih bermutu memiliki nilai jual yang tinggi.
dibandingkan dengan kopi impor. Kita harus meniru Belanda dan
Dunia sudah mengakui mutu kopi Prancis dalam melakukan riset yang
Indonesia bahkan sejak tiga abad lalu. serius terhadap tanaman ini. Penelitian
Pada 1711, Bupati Cianjur akademik akan membantu petani
mengekspor empat kuintal kopi ke Amsterdam—tercatat lebih berdaya sebagai produsen kopi lewat temuan budi
sebagai pengiriman kopi terbesar dalam sejarah kolonial. daya dan inovasi-inovasi pengolahannya. Di Brasil dan
Pemerintah Belanda, yang meneliti dengan serius biji kopi Vietnam, alat panen sudah memakai perkakas modern
Cianjur ini, menyimpulkan bahwa Java coffee adalah kopi jika dibandingkan dengan p ­ etani Indonesia, yang masih
-84 terbaik di antara biji kopi dunia di koloni-koloninya. memetik memakai tangan.
Tentara-tentara Belanda lalu membawa biji kopi Kopi yang berkualitas lahir sejak ia ditanam hingga
Nusantara ini ke wilayah jajahan mereka hingga ke proses pascapanen. Para pencinta kopi bahkan
Amerika Selatan. Dari koloni Belanda, kopi Nusantara merumuskan 60 persen rasa dan aroma kopi ditentukan
tersebar ke negara tetangga. Tiga abad kemudian, negara- pada tahap ini. Cara menyeduh hanya berperan kecil
negara yang menanam kopi Nusantara itu merajai pasar dalam menentukan kualitas akhir kopi di cangkir-cangkir.
kopi dunia. Brasil dan Kolombia kini menjadi produsen Petani-petani kita harus mendapatkan referensi empiris
kopi nomor satu dan dua. Indonesia menempati urutan agar dapat menghasilkan kopi berkualitas—seperti kopi
keempat, setelah Vietnam. Cianjur yang tiga abad lalu dipuji orang-orang luar.
Ironisnya, Brasil hanya punya 600 ribu hektare kebun Pemerintah dapat mengambil peran dengan
kopi, dengan produksi 1 ton per hektare. Sedangkan membangun pusat penelitian dan memastikan distribusi
Indonesia punya 1,3 juta hektare kebun kopi, yang menjadi kopi tak terhambat lewat perbaikan infrastruktur.
perkebunan kopi terluas di dunia, dengan produksi 600 Kebijakan 20 juta hektare perhutanan sosial pemerintah
kilogram per hektare. Kebun kopi Indonesia tak produktif Joko Widodo layak dipadukan untuk mendukung ini.
karena merupakan sisa perkebunan Belanda. Tamparan Hutan dan kebun milik negara yang pengelolaannya
telak datang dari Vietnam karena para penelitinya datang diserahkan kepada masyarakat sekitar layak didorong
ke Lampung belajar budi daya kopi robusta pada 1986. untuk membudidayakan kopi. PT Perhutani memiliki
Kebiasaan minum kopi yang dibawa penjajah Eropa ke jutaan hektare hutan yang sangat cocok untuk
Amerika Selatan membuat Brasil dan Kolombia serius pengembangan kopi arabika, yang produksinya masih 27
mengembangkan budi daya kopi di era modern. Setelah persen dari total produk kopi Nusantara.
memenuhi kebutuhan konsumsi enam kilogram per kapita Akses yang mudah terhadap lahan, bibit, dan modal
per tahun di dalam negeri, Brasil kini mengekspor kopi ke bagi petani, juga infrastruktur untuk distribusinya,
negara-negara Eropa yang terkenal sebagai peminum kopi akan menjadi penopang sempurna dalam memelihara
ulung meski tak punya kebun. kegairahan orang Indonesia terhadap kopi. Jangan sampai
Kini antusiasme serupa tengah melanda masyarakat kesempatan emas ini luput seperti kisah tiga abad silam. l

d a r i k e b un k e c an g k ir
n go p i t e mp o 2 018

KEDAI
B I S N I S ke d a i k o p i n a i k d a u n d i k o t a - k o t a b e s a r d i Ta n a h A i r
d a l a m b e b e r a p a t a h u n t e r a k h i r. D i J a k a r t a s a j a , m i s a l n y a , s u d a h
a d a s e r i b u l e b i h co f f e e s h o p y a n g m e n y a j i k a n a n e k a m e n u ko p i . --75
77
Paralel dengan itu, rumah sangrai dan usaha minuman kopi
s i a p s a j i b e r ke m b a n g . Ta k m e l u l u b i s n i s , ke d a i j u g a m e n g g e l a r
p e l a t i h a n k o p i , d a r i y a n g p a l i n g d a s a r s e p e r t i “ k o p i 101” h i n g g a
b a r a ci k . D a m p a k “ ko p i g e l o m b a n g ke t i g a ”.

FOTO: TEMPO/IJAR KARIM

l ip ut a n k hu s u s t e mp o, m are t 2 018
GERAI
GELOMBANG
KETIGA
Ko n s e p ko p i s p e s i a l t i d a n k o m p e t i s i b a r a c i k
memacu tumbuhnya gerai kopi. Bila tak
d i i m b a n g i d ay a b e l i m a s y a r a k a t , d e m a m ko p i
b i s a t e r j u n ke t i t i k j e n u h .

BELUM genap setahun merintis kedai kopi di Jakarta


lewat bendera First Crack Coffee, Evani Jesslyn
melebarkan bisnisnya dengan membuka cabang
pertama di Pacific Century Place, Kawasan Bisnis
Sudirman (SCBD), pada awal Maret lalu. Ia tak banyak
berpikir ketika mendapat tawaran membuka kafe di
kawasan mentereng itu. ”Saya langsung mengiyakan,”
kata Evani.
Finalis Barista and Farmer 2016, kompetisi Asosiasi
Kopi Spesialti Eropa, ini melihat kopi sudah menjadi
bagian gaya hidup kelas menengah. Karena itu, ia
-78 tidak mau menyediakan kopi asal-asalan. Evani hanya
menggunakan arabika dengan grade specialty dan fine
robusta dalam racikan kopinya.
Perempuan 27 tahun itu mendirikan First Crack
pada Agustus 2017. Bertempat di Altira Business Park,
Sunter, Jakarta Utara, kedai ini menawarkan konsep
akademi kopi sekaligus kafe. Dalam sebulan, First
Crack menyangrai 100 kilogram kopi. Meski orang baru
di Jakarta, sebenarnya Evani sudah memiliki kedai
bernama Strada Coffee di Semarang, kota kelahirannya,
pada 2012. ”Waktu itu bisnis kedai kopi mulai merangkak
naik,” ujarnya.
Bisnis kedai kopi saat itu memang sedang tumbuh
bak cendawan. Pengurus Barista Guild Indonesia—
wadah yang menampung peracik kopi—Mira Yudhawati
mengatakan salah satu penyebab kedai kopi semarak
adalah adanya fenomena ledakan ”kopi gelombang
ketiga” pada 2010-2011. ”Kebanyakan dari mereka
pernah bekerja atau sekolah di luar negeri, seperti
Australia,” kata Mira, yang juga Q grader dari Caswell’s
Coffee. ”Mereka membawa tren ngopi di kafe.”
Para ahli kopi membagi perkembangan kopi dalam
tiga gelombang. Penikmat “kopi gelombang ketiga” tidak
TEMPO/HINDRAWAN

sekadar menyesap kopi di kafe. Mereka yang hanya


nongkrong di kedai dan menikmati kopi spesialti masuk
”kopi gelombang kedua”. Sedangkan ”kopi gelombang

d a r i k e b un k e c an g k ir
First Crack Coffee, Sunter, Jakarta Utara.

-79

l ip u t an k hu s u s t e mp o
pertama” adalah kelompok penikmat kopi kemasan, menggagas ”Agribusiness Market and Support
yang tak terlalu mengacuhkan grade kopi yang Activity (Amarta) Project”. Program ini bertujuan
diminumnya. meningkatkan mutu hasil pertanian Indonesia. Salah
Kelompok ”kopi gelombang ketiga” dicirikan satunya kopi. Dari sinilah petani mulai mengenal kopi
sebagai orang-orang yang mulai mencari tahu asal- spesialti. Program ini juga yang menjadi cikal-bakal
usul biji kopi yang mereka minum, bagaimana proses lahirnya Asosiasi Kopi Spesialti Indonesia (SCAI).
pengolahan setelah panen, dan sesekali memelototi Sebagai kedai kopi, Caswell’s sebenarnya tidak
cara penyajiannya. ”Bahkan ada yang lebih cerewet terlalu populer di masyarakat Jakarta. Sebab,
daripada barista kafe,” kata Mira. kebanyakan pelanggan mereka adalah ekspatriat.
Mira menyatakan para penikmat kopi jenis ini ”Apalagi kami buka di Kemang, yang identik dengan
memang menyumbang tumbuhnya kedai kopi di bule-bule,” kata Mira. Pada awal usahanya, Caswell’s
Indonesia. Laporan Financial Times pada Mei 2016 tidak hanya menyediakan kopi, mereka juga
menyebutkan, berdasarkan data lembaga riset menyuplai bumbu dapur untuk masakan Barat yang
pasar, Euromonitor, dalam kurun lima tahun terakhir, tak tersedia di toko swalayan lokal.
ada 1.083 gerai kedai kopi di Indonesia. Sebagian Selain Caswell’s, kedai kopi yang buka pada era
besar kedai, baik yang artisan maupun jejaring, 2000-an adalah La Tazza di Mall Ambassador,
terkonsentrasi di Jakarta. Euromonitor memprediksi Jakarta Selatan. ”Waktu itu ngopi di kafe masih
angka tersebut akan tumbuh 7 persen per tahun barang mewah,” ujar Heri Setiadi, pemilik La Tazza,
hingga 2020. pertengahan Maret lalu. Dua belas tahun kemudian,
Tren pertumbuhan kedai-kedai ini juga bisa dibaca ketika demam ”kopi gelombang ketiga” melanda,
dari angka konsumsi kopi dalam negeri. International lulusan Akademi Perhotelan Les Roches Bluche di
Coffee Organization mencatat kenaikan konsumsi Swiss ini membuka cabang ”Si Cangkir”—terjemahan
kopi—baik robusta maupun arabika—di Indonesia La Tazza—di Electronic Center, SCBD.
mulai terasa pada 2011. Berdasarkan data dari Heri mengatakan, di tengah serbuan ”kopi
badan yang kerap menjadi acuan harga kopi dunia ini, gelombang ketiga”, La Tazza termasuk kafe kecil.
-80 pada 2006-2010 konsumsi kopi dalam negeri ada di Dalam sehari, paling banter ia menyangrai 5 kilogram
kisaran 2,8-3,3 juta ton per tahun. biji kopi untuk konsumsi di kedai. ”Masih banyak yang
Pada 2011, International Coffee Organization lebih besar,” katanya.
mencatat titik balik kenaikan konsumsi kopi dalam Salah satu kedai kopi lokal yang menonjol adalah
negeri. Ketika itu, angka konsumsi mulai naik menjadi Anomali Coffee. Kedai ini didirikan oleh Irvan Helmi
3,8 juta ton pada 2011. Setelah itu, melejit di atas dan Muhammad Abgari pada 2007. ”Orang boleh
4 juta ton per tahun. Termutakhir, International bilang Anomali itu kafe,” ucap Irvan. ”Tapi, sejak awal
Coffee Organization mencatat orang Indonesia berdiri, kami mendeklarasikan diri sebagai kurator
menghabiskan 4,6 juta ton pada tahun panen 2017. kopi lokal.”
Anomali, kata Irvan, muncul ketika orang-orang
*** masih mendewakan kopi dari luar negeri. Sejak
JAUH sebelum ”kopi gelombang ketiga” menyerbu awal, Anomali berikrar hanya akan mengambil kopi
dalam negeri, beberapa kedai nonjaringan dari petani lokal. Alasannya sederhana. Irvan ingin
internasional yang menawarkan kopi kualitas unggul menaikkan daya saing petani dari Indonesia. ”Toh,
sebenarnya sudah muncul. Salah satunya ketika kopi Indonesia juga enak,” ujarnya.
Henry Caswell Harmon mendirikan Caswell’s Coffee Bisnis Anomali berkembang pesat. Sebelas tahun
pada 1999. setelah berdiri, Anomali melahirkan tiga anak usaha.
Ketika itu, Caswell’s tidak sekadar membuka kafe. Pertama, Anomali sebagai kedai kopi. Saat ini
Mereka juga memasok biji kopi kualitas premium ke Anomali memiliki sepuluh cabang di Jakarta dan Bali.
hotel-hotel atau rumah makan. ”Waktu itu belum ada Berikutnya, kafe ini juga memiliki lini khusus untuk
istilah spesialti,” ujar Mira Yudhawati. ”Pelanggan pendidikan kopi, yakni Indonesia Coffee Academy.
hanya tahu ini kopi enak, belum cerewet seperti Baik kafe maupun akademi menyerap 1 ton kopi per
sekarang.” bulan.
Istilah kopi spesialti baru muncul pada sekitar 2008 Anak usaha yang terakhir adalah PT Kopi Asli
ketika lembaga donor asal Amerika, United States Indonesia. Perusahaan ini memasok kopi ke 150-
Agency for International Development (USAID), an pelanggan, seperti rumah makan, hotel, bioskop,

d a r i k e b un k e c an g k ir
Gerai Kopi Anomali Coffee di Pondok Indah, Jakarta.

-81
TEMPO/NURDIANSAH

l ip u t an k hu s u s t e mp o
Caswell’s Coffee
FOTO: DOK. CASWELL

bahkan sesama kedai kopi. Selain itu, perusahaan ini mendirikan Pandava Cafe di Epicentrum Walk pada
mengimpor alat-alat seduh, termasuk mesin espresso. 2012 bersama tiga sahabatnya. Tapi usaha ini gagal.
Irvan mengatakan keberhasilan Anomali tidak Dua tahun kemudian, Yoshua mendirikan Common
lepas dari gaya hidup generasi milenial. ”Mereka Grounds.
sudah menganggap kedai kopi sebagai kantor,” Yoshua belajar dari kegagalan Pandava. ”Waktu
katanya. ”Anak-anak ini merasa kantor itu bisa di itu hanya jualan kopi. Tidak ada makanan,” katanya.
-82 mana saja dan kedai kopi selalu menjadi tujuan.” Maka Common Grounds tidak hanya menonjolkan
Bahkan pola ngantor di kedai kopi, menurut Irvan, kopi, tapi juga santapan. Menurut Yoshua, 65 persen
sudah terlihat sejak Anomali berdiri. pendapatan kedai berasal dari makanan.
Intan Andini, karyawan Unilever Indonesia, Bisnis Common Grounds melesat. Hanya dalam
menyebutkan kedai kopi sudah menjadi kantor tiga tahun, kedai ini memiliki sepuluh gerai, satu
keduanya. Perempuan 30 tahun ini memilih kafe rumah sangrai, plus akademi kopi. Selain itu, Yoshua
jika ada pekerjaan yang harus diselesaikan dari luar mengantongi lisensi kedai St. Ali, yang berlokasi di
kantor. ”Bahkan, kalau ada tugas ke luar kota, saya Setiabudi Building One, Jakarta Selatan. St. Ali adalah
lebih dulu mencari kafe,” ucap Intan. gerai kopi kenamaan asal Australia.
Tentu yang dicari bukan sembarang kedai. Intan, Dalam satu bulan, Common Grounds
yang jatuh hati pada kopi spesialti sejak 2013, punya menghabiskan 600 kilogram kopi di semua gerai. Jika
standar sendiri. Selain tempat yang nyaman dan ditambah penjualan ke sejumlah hotel dan restoran di
kopinya harus spesialti, ia menambah syarat lain. luar anak usaha, biji kopi yang terserap bisa lebih dari
Barista alias baracik mesti ramah dan paham pada 1 ton per bulan.
apa yang disajikan. ”Sering sebal kalau ada barista Yoshua mengatakan baracik sebagai kunci
yang ditanya jenis kopi bilang enggak tahu,” ujarnya. keberhasilan kedainya. Ia belajar dari kejuaraan
Baracik memang menjadi kunci utama dari barista yang diikutinya. ”Penilaian tidak hanya dari
keberlangsungan kafe. Karena itu, Yoshua Tanu, rasa, tapi bagaimana barista menyajikan kopi,” ucap
pemilik kedai Common Grounds, mewajibkan barista Yoshua. ”Semangat ini yang saya tekankan kepada
di kedainya memahami setiap jenis kopi yang mereka barista di kafe saya.”
seduh. Yoshua adalah juara tiga kali Indonesia Tapi, di balik booming kedai kopi, Yoshua
Barista Championship dan semifinalis World Barista menyimpan kekhawatiran. Ia berpendapat
Championship 2017 di Seoul, Korea Selatan. menjamurnya kedai tak diimbangi dengan daya beli
Common Grounds termasuk kafe yang didirikan masyarakat. ”Banyak kafe muncul, tapi mereka yang
ketika ”kopi gelombang ketiga” meledak. Mulanya mampu beli tidak bertambah,” ujarnya. ”Kalau seperti
Yoshua, yang baru pulang dari Amerika Serikat, ini terus, bisa sampai ke titik jenuh.” *

d a r i k e b un k e c an g k ir
KASMARAN DI PINGGIR JALAN
BISNIS kopi tak melulu membutuhkan modal besar.
Di Yogyakarta, ada Koling, kependekan dari ”kopi
keliling”. Koling lumayan populer karena ada di pusat-
pusat pelancong, seperti Malioboro, Tugu, dan alun-
alun selatan Keraton.
Seorang perintis kopi keliling di Yogyakarta adalah
Dayu Pratama. Laki-laki 25 tahun ini mendirikan
Koling pada 2013, sepulang dari kuliah lapangan
di Candiroto, Temanggung, desa sentra kopi.
Alumnus Universitas Sanata Dharma ini dongkol
melihat petani kopi di desa itu mulai berpaling dari
kopi karena harga yang terus merosot. ”Kopi itu
sebenarnya bisa jadi sumber penghasilan,” kata
Dayu, awal Maret lalu.
O, ya, jangan bayangkan Koling yang dihela Dayu
ini seperti kedai kopi kebanyakan yang punya
ruangan lapang dan sejuk dengan kursi empuk. Koling
berbentuk gerobak kayu beroda tiga yang mangkal di
pinggir jalan. Tak usah pula membayangkan Koling
seperti penjaja kopi kemasan yang berjualan dengan
sepeda lengkap dengan termos air panas.
Koling menyeduh kopi asli. Maka di gerobak -83
Dayu itu ada sederet stoples berisi biji kopi dari
Temanggung, Jawa Tengah, yang ditata sebagai
etalase. Di sudut lain gerobak, ada gula, teko, dan Sementara Dayu berbisnis kopi dengan gerobak,
mesin penggiling kopi manual. Koling gampang Kedai Kopi Kasmaran di Tegal tak kalah nyeleneh. Trio
dikenali karena, selain menjajakan kopi dengan pendiri kedai, yakni Jamaludin, Daimun, dan Martin,
gerobak, penjajanya mengenakan kain lurik dan memanfaatkan VW Combi sebagai lapak.
kadang memakai caping. Dengan mobil van klasik tersebut, Kedai Kasmaran
Dayu menekuni bisnis ini dengan tekad membalik bisa buka di mana saja. Belakangan, mereka lebih
anggapan petani kopi. Dayu awalnya membuka bisnis sering mangkal di alun-alun Tegal. Kursi dan meja
kopi kecil-kecilan di kampus Universitas Sanata tamu digelar begitu saja, tanpa atap. ”Kalau hujan,
Dharma, Yogyakarta. Biji kopi dari petani Temanggung terpaksa langsung tutup,” kata Jamaludin, 30 tahun.
dibeli lebih tinggi 20 persen dari harga pasar. Modal Yang paling penting, kedai tak perlu biaya ekstra
awalnya cuma Rp 80 ribu. Saking cekaknya, Dayu untuk menyewa lapak.
memanfaatkan pintu bekas rumah kakeknya untuk Jamaludin mengatakan kedai kopi dengan VW
membuat gerobak. Dari sinilah cikal-bakal Koling lahir. Combi terinspirasi dari model angkringan yang
Semula, Koling tak diminati karena Dayu hanya populer di Yogyakarta. Ia yakin bisnisnya akan laku
mangkal di kampus. Saban hari, kopinya cuma laku karena kopi sedang populer.
tiga gelas. Koling mulai laris ketika Dayu menggeser Biji kopi di Kedai Kasmaran dipasok dari salah satu
gerobaknya ke pusat keramaian. Di sini, ia bisa rumah sangrai kopi di Semarang. Setiap dua pekan
menjual 1.500 gelas dengan banderol Rp 10-15 ribu sekali, roaster kopi itu mengirim 20 kilogram biji kopi
per gelas. Harganya lumayan karena Dayu menjual ke Jamaludin. Pasokan tersebut masih mencukupi
kopi spesialti—kopi arabika kualitas terbaik. kebutuhan Kedai Asmara, yang bisa menjual lebih
Dengan strategi itu, bisnisnya berkembang. Kini ia dari 30 cangkir per hari. ”Pelan-pelan masyarakat
punya enam gerobak. ”Koling juga mulai merambah Tegal akan mengenal dan menyukai kopi spesialti,”
Semarang dan Magelang,” ujarnya. ujarnya. *

l ip u t an k hu s u s t e mp o

Anda mungkin juga menyukai