Anda di halaman 1dari 17

INFEKSI LUKA OPERASI

Dr. Suparyanto, M.Kes

INFEKSI LUKA OPERASI

PENGERTIAN INFEKSI
• Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
• Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi
dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh,
khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat
metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi
antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen
tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
• Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada
jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik
lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat
disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk
rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72
jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi
sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru
menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit
baru disebut infeksi nosokomial.
• Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita
maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh
mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh
dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self
infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross
infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari
rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
(Yudhityarasati, 2007).

TANDA-TANDA INFEKSI
a. Calor (panas)
• Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya,
sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area
terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan
tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak
menimbulkan perubahan.

b. Dolor (rasa sakit)


• Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi
lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran
zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya
dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan
menimbulkan rasa sakit.

c. Rubor (Kemerahan)
• Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol
yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih
banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal.
Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang
dinamakan hiperemia atau kongesti.

d. Tumor (pembengkakan)
• Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-
sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan
dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

e. Functiolaesa
• Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak
dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang
abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam
menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI LUKA OPERASI


• Menurut Delay, 2005 faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka
operasi adalah :
a. Enviroment

1. Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit


• Menurut Haley dalam Iwan 2008 mengatakan bahwa bertambah lama
perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya
infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi
akan meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian
tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari (dikutip oleh
Hadibrata, 1989 : 17). Hasil penelitian infection rate kira-kira 2
kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar
setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3
hari sebelum operasi. Lamanya operasi mempengaruhi resiko
terkena infeksinosokomial, semakin lama waktu operasi makin
tinggi resiko terjadinya infeksi nosokomial.
• Menurut Iwan 2008, lingkungan rumah sakit adalah reservoir
mikroorganisme dan merupakan salah satu sumber infeksi.
Resiko peningkatan infeksi terjadi pada waktu rawat yang
panjang. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar
setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3
minggu dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut
Cruse dan Foord terdapat hubungan antara lama hospitalisasi
sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka
infeksi mencapai 1,2 % pada klien yang dirawat 1 hari, 2,1 %
pada klien yang dirawat 1 minggu, dan 3,4 % pada klien yang
dirawat 2 minggu (Malangoni, 1997 : 142).

2. Teknik septik antiseptik


• Menurut Iwan 2008, transmisi penyakit melalui tangan dapat
diminimalisasi dengan menjaga higiene dari tangan. Selain itu,
penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan
melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan
penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai
sarung tangan ketika melakukan tindakan dan mengambil atau
menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin,
membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah
terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas
sarung tangan.
• Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian
selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan
darah, cairan tubuh, urin dan feses.

Menurut Rondhianto 2008, terdapat prinsip umum teknik aseptik ruang


operasi yaitu :

a). Prinsip asepsis ruangan


• Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha agar dicapainya keadaan
yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat
dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, mekanis atau
tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis
adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi,
semua implan, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal,
celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara
membersihkan/melakukan desinfeksi kulit.

b). Prinsip asepsis personel


• Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu :
Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun
operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril),
hal ini diperlukan untuk menghindarkan bahaya infeksi yang
muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi
nosokomial).
• Di samping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial,
teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan
perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang
didapatkan akibat prosedur tindakan yang di lakukan.

c). Prinsip asepsis pasien


• Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan.
Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur
yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-
prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi
lapangan operasi dan tindakan draping.
d). Prinsip asepsis instrumen
• Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus
benar-benar berada dalam keadaan steril.

3. Ventilasi ruang operasi


• Untuk mencegah kontaminasi udara pada kamar operasi,
direkomendasikan ventilasi mekanik. System AC diatur 20-24 per
jam. Dengan desain yang benar dan kontrol yang baik dari
pergerakan staff maka kontaminasi udara dapat ditekan dibawah
100 cfu/m3 selama operasi jika ditemukan kebersihan udara.

b.Pasien

1. Umur
• Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah
terhadap infeksi, lahir mempunyai antibody dari ibu, sedangkan
sistem imunnya masih imatur. Dewasa awal sistem imun telah
memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada
usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan,
system imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi
nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun
kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda.

2. Nutrisi dan berat badan


• Menurut Williams & Barbul, 2003 dalam Dealay 2005 bahwa ada
hubungan yang bermakna antara penyembuhan luka operasi
dengan status nutrisi.
• Sedangkan menurut Rondhianto 2008, Kebutuhan nutrisi ditentukan
dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin)
dan keseimbangan nitrogen. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca
operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di
rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi, demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis
yang bisa mengakibatkan kematian.
3. Penyakit
• Menurut Perry & Potter 2005, pada pasien dengan diabetes mellitus
terjadi hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan
peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel.
Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori
tubuh yang berakibat rentan terhadap infeksi.
• Menurut Nawasasi 2008, Pasien dengan operasi usus, jika ia juga
memiliki penyakit lain seperti TBC, DM , malnutrisi dan lain-lain
maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat
berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan
mengganggu proses penyembuhan luka operasi.
• Iwan 2008, menyampaikan bahwa Faktor daya tahan tubuh yang
menurun dapat menimbulkan resiko terkena infeksi nosokomial.
Pasien dengan gangguan penurunan daya tahan: immunologik.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan
resistensi tubuh terhadap infeksi.

4. Obat-obat yang digunakan


• Menurut Iwan 2008, di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang
patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang
ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh. Pengetahuan
tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat
mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara
tuntas. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis
pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.
• Menurut Iwan 2008, Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien
dengan operasi bersih terkontaminasi, terkontaminasi, dan
beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba
profilaksis diakui sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan
operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis bukan satu-
satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar
operasi, bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat
pembedahan. Pada pasien dengan operasi bersih
terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah
bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul
pada daerah operasi.
• Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan
infeksi dengan menghambat mikroorganisme. CDC
merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya
dimulai dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek
terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48 jam. Pada
luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan
dosis tambahan post operasi karena dapat menimbulkan
resistensi bakteri terhadap antibiotik .Bernard dan Cole, Polk
Lopez-Mayor membuktikan keefektifan antibiotik profilaksis
sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi efektif
bersih terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah
operasi tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V,
Brachman, P, 1992 : 688). (Yudhityarasati, 2007).

PENCEGAHAN INFEKSI LUKA OPERASI

1. Pengertian Infeksi Luka Operasi


• Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/
Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau
organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam
kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO
dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, dan
termasuk juga instrumentasi (Hidayat NN, 2009).

2. Klasifikasi
• Klasifikasi SSI menurut The National Nosocomial Surveillence
Infection (NNIS) terbagi menjadi dua jenis yaitu insisional dibagi
menjadi superficial incision SSI yang melibatkan kulit dan
subkutan dan yang melibatkan jaringan yang lebih dalam yaitu,
deep incisional SSI.
• Lebih jauh, menurut NNSI, kriteria untuk menentukan jenis SSI adalah
sebagai berikut :
a. Superficial Incision SSI (ITP Superfisial)
• Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska
operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah
satu tanda sebagai berikut :
1.Terdapat cairan purulen.
2.Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
3.Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
4.Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.

b. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )


• Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih
dalam (contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1.Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
2.Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada
tanda inflammasi.
3.Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
4.Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

c. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam)


• Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian
anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi
yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda :
1.Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.
2.Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.
3.Ditemukan abses.
4.Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
• Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan
mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya
pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat
mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus
dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi,
perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
3. Prinsip pencegahan ILO adalah dengan :
1.Mengurangi resiko infeksi dari pasien.
2.Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan,
instrument dan pasien itu sendiri.
• Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra
operatif, ataupun paska operatif. Berdasarkan karakteristik
pasien, resiko ILO dapat diturunkan terutama pada operasi
terencana dengan cara memperhatikan karakteristik umur,
adanya diabetes, kebiasaan merokok, obsesitas, adanya infeksi
pada bagian tubuh yang lain, adanya kolonisasi bakteri,
penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi.

MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA


• Luka bedah mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres
akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi, dan
perubahan metabolisme akan meningkatkan risiko lambatnya
stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan
gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat
harus melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu
kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jam setelah
pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi
terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan. Luka bedah yang
bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15
sampai 20 hari setelah pembedahan. Perawat menggunakan
teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain
bedah harus tetap paten sehingga akumulasi sekret dapat keluar
dari dasar luka. Observasi luka secara terus-menerus dapat
mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi.
Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka
pascaoperatif, sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko
ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan asuhan
keperawatan yang komprehensif (Potter, 2006).

1. Pembersihan Luka
• (AHCPR, 1994) Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan
yang tepat untuk membersihkan luka dan menggunakan cara-
cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan tersebut
tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka. Pertama-tama
mencuci luka dengan air yang mengalir, membersihkan dengan
sabun yang lembut dan air, serta dapat memberikan antiseptik
yang dibeli di luar apotik (Potter, 2006).

2. Balutan
• Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang
penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan
karakteristik luka, maka balutan tersebut dapat mengganggu
penyembuhan Luka (Erwin-Toth dan Hocevar, 1995; Krasner,
1995; Motta, 1995). Balutan juga harus dapat menyerap dirainase
untuk mencegah terkumpulnya eksudat yang dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan maserasi di sekeliling
kulit akibat eksudat luka (Potter, 2006).

a. Tujuan pembalutan
1.Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.
2.Membantu hemostasis.
3.Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan
untuk melakukan debredemen luka.
4.Menyangga atau mengencangkan tepi luka.
5.Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka (bila luka terlihat
tidak menyenangkan).
6.Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.
7.Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan
balutan. (Potter, 2006).

b. Jenis-jenis balutan
• Balutan terdiri dari berbagai jenis bahan dan cara pemakaiannya
(basah dan kering). Balutan harus dapat digunakan dengan
mudah, nyaman, dan terbuat dari bahan yang mempercepat
penyembuhan luka. Pedoman klinik dari ACHPR (1994) dapat
membantu memilih jenis balutan yang sesuai dengan tujuan
perawatan luka (Potter, 2006).

• Rekomendasi Balutan dari AHCPR 1994 :


1.Gunakan balutan yang dapat menjaga dasar luka tepat lembab.
Balutan basa-kering hanya boleh digunakan untuk debridemen
dana jangan menggunakan balutan yang dilembabkan oleh salin
secara terus-menerus.
2.Gunakan penilaian klinik untuk memilih jenis balutan luka lembab
yang sesuai untuk ulkus. Penelitian terhadap beberapa jenis
balutan luka lembab menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
hasil akibat penyembuhan dekubitus.
3.Pilih balutan yang menjaga permukaan kulit yang utuh (periulkus) di
sekitarnya tetap kering sambil menjaga dasar luka tetap lembab.
4.Pilih balutan yang dapat mengontrol eksudat tetapi tidak
menyebabkan desikasi dasar luka.
5.Saat memilih jenis balutan, pertimbangkan waktu yang dimiliki oleh
pemberian perawatan.
6.Hilangkan daerah luka yang mati dengan cara mengisi seluruh rongga
dengan bahan balutan. Hindarkan pembalutan yang berlebihan.
7.Monitor balutan yang terdapat di dekat anus, karena keutuhan
balutan sulit dijaga.(Potter, 2006)

3. Kondisi Stabil
• Jika kondisi klien stabil (misalnya setelah operasi atau tindakan)
perawat mengkaji luka untuk menentukan kemajuan
penyembuhan luka yang dialami oleh klien. Jika luka tertutup
balutan dan dokter belum meminta untuk menggantinya, perawat
tidak boleh menginspeksi luka secara langsung kecuali jika
perawat mencurigai adanya komplikasi serius pada luka. Pada
situasi seperti itu perawat hanya menginspeksi balutan dan
semua drain eksternal. Jika dokter memutuskan untuk mengganti
balutan, dokter akan mengkaji luka minimal 1 kali sehari. Saat
sedang mengganti balutan, perawat menghindarkan terbuang
atau terangkatnya dari yang ada di bawahnya. Karena
penggantian balutan dapat menimbulkan nyeri, pemberian
analgesik 30 menit sebelum melakukan tindakan dapat
membantu mengurangi nyeri klien.
Penampakan luka :
• Perawat mencatat apakah tepi luka telah menutup. Insisi bedah harus
memiliki tepi insisi yang bersih dan saling berdekatan. Sepanjang
pinggir luak seringkali terbentuk kerak yang berada dari eksudat.
Luka tusuk biasanya berupa luka kecil yang nelingakr dengan
tepi luka menyatu ke arah tengah. Jika terbuka, tetapi luka
terpisah dan perawat harus menginspeksi kondisi jaringan
adiposa dan jaringan penyambung yang berada di bawah luka.
Perawat juga melihat adanya komplikasi seperti dehisens dan
eviserasi. Tepi luka bagian luar secara normal terlihat mengalami
inflamasi pada hari ke-2 sampai hari ke-3, tetapi lama kelamanan
inflamasi ini akan menghilang. Dalam waktu 7-10 hari, luka
dengan penyembuhan normal akan terisi sel epitel dan bagian
pinggirnya akan menutup. Apabila terjadi infeksi, tepi luka akan
terlihat bengkak dan meradang.
• Perubahan warna kulit terjadi akibat memarnya jaringan intestisial
atau terbentuknya hematom. Pada awalnya darah yang
berkumpul di antara lapisan kulit akan terlihat berwarna kebiruan
atau keunguan. Perlahan-lahan, bersamaan dengan hancurnya
bekuan darah pada kulit, akan mencul warna coklat atau kuning.
(Potter, 2006)

4. Sterilisasi
• Kecepatan penyembuhan luka tergantung dari steril permukaan kulit
selama proses pembersihan luka sebelum pembalutan dan
kecepatan membunuh mikroorganisme pada pemberian teknik
antiseptik. Saifuddin (2005) selama sekurang-kurangnya 20 menit
untuk instrumen tidak terbungkus, 30 menit untuk instrumen
terbungkus.
• Dengan demikian berdasarkan uraian di atas betadine-alkohol yang
paling efektif, karena kecepatan membunuh bakteri
membutuhkan waktu 10-20 menit untuk betadine, 10-15 menit
untuk alkohol. Sedangkan betadine-savlon memerlukan waktu
membunuh kuman 10-20 menit untuk betadine, 20-30 menit
untuk savlon. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa betadine-
alkohol memerlukan waktu rentang membunuh bakteri 10-20
menit, sedangkan betadine-savlon 10-30 menit sebelum
pembalutan. Luka dalam kondisi pembalutan sudah dinyatakan
steril, karena sesuai dengan tujuan pembalutan yaitu salah
satunya melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia
• Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua.
Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi
hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah
(Yusuf , 2009).

2. Nutrisi
• Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat.
Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya
protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink
dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam
amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan.
Vitamin C dibutuhkan untuk mensintasi kolagen. Vitamin A dapat
mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka.
Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis
kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen (tembaga)
(Potter, 2006).
• Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit.
Klien yang telah menjalani operasi dan diberikan nutrisi yang baik
masih tepat membutuhkan sedikitnya 1500 Kkal/hari. Pemberian
makan alternatif seperti melalui enteral dan parenteral dilakukan
pada klien yang tersedia mampu mempertahankan asupan
makanan secara normal (Potter, 2006).

3. Infeksi
• Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab
infeksi (Yusuf , 2009).

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan oksigenasi


• Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak
(yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih
sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh.
Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada
orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer,
hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun
pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan
mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan
oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka (Yusuf , 2009).

5. Hematoma
• Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka
secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi.
Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan
waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka (Yusuf , 2009).

6. Iskemia
• Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai
darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah.
Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat.
Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi
pada pembuluh darah itu sendiri (Yusuf, 2009).

7. Diabetes
• Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan
gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal
tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh (Yusuf ,
2009).

8. Keadaan luka
• Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

9. Obat
• Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka.
• Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan
terhadap infeksi luka.
• Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh
terhadap cedera.
• Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
• Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk
bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan
setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat
koagulasi intravaskular. (Yusuf , 2009).

KOMPLIKASI

a. Komplikasi dini

1. Infeksi
• Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi
sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya
berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase,
nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan
suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan
• Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh
darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin
tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama
setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan
berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril
mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi
pembedahan mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan Eviscerasi


• Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling
serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau
total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah
irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,
,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,
muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah
operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika
dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline.
Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah
luka.

b. Komplikasi Lanjut
• Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat
kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat
kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan
melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan
cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
• Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan
kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang
nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir
penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid
tidak.
• Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat
predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum,
pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi.
Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata,
cuping hidung, atau mulut.
• Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya
dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, beban tekan,
radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6
bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya
pembedahan dilakukan secara halus, diberikan beban tekan dan
dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses
penyembuhan luka. (Yusuf, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

1.Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka


Utama.
2.Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Yogya : Rineka Cipta.
3.Ensiklopedia, 2010. Bedah Sesar. (Online),
(http://www.wikipedia.ensiklopedia.com/2010/09/01/bedah-
sesar.html/diakses tanggal, 20-09-2010, jam 03.58 WIB)
4.
5.Hidayat Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan
Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
6.Iqbal, 2010. Sectio Sesarea II. (Online),
(http://www.Iqbalbaldctr2002.co.cc/2010/04/17/serctio-sesarea-
II.html/diakses tanggal, 01-10-2010, jam 17.00 WIB)
7.Mochtar, Rustam, 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
8.Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta.
9.Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
10. Nunung, 2009. Seputar Sectio saesar. (Online),
(http://www.nunung.himapid.blogspot.com/2009/08/01/seputar-
sectio-saesar.html/diakses tanggal, 24-10-2010, jam 17.58 WIB)
11. Pratiknya, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran
dan Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
12. Potter, 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta EGC.
13. Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfebeta.
14. Santoso, 2009. Penyembuhan Luka. (Online),
(http://www.Dr.Budhi.Santoso@ho.otsuka.co.id/2009/10/28/penye
mbuhan-luka.html/diakses tanggal, 30-10-2010, jam 15.40WIB)
15. Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan denghan Sumber Daya Terbatas. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
16. Tjahyono Sigit A, 2009. Penyembuhan Bedah Caesar. (Online),
(http://www.Dr.A.Sigit.Tjahyono,Sp.B,Sp.BTKV(K).detikhealth.co
m/2009/07/17/penyembuhan-bedah-saesar.html/diakses tanggal,
25-09-2010, jam 15.10 WIB)
17. Yusuf, 2009. Penyembuhan Luka. (Online),
(http://www.sinagayusuf.com/2009/04/19/penyembuhan-
luka.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.00 WIB)
18. Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan. (Online),
(http://www.signaterdadie’s.com/2009/10/04/desinfektan.html./dia
kses tanggal, 20-10-2010, jam 19.30 WIB)

Anda mungkin juga menyukai