Infeksi
Infeksi
PENGERTIAN INFEKSI
• Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
• Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi
dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh,
khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat
metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi
antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen
tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
• Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada
jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik
lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat
disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk
rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72
jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi
sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru
menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit
baru disebut infeksi nosokomial.
• Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita
maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh
mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh
dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self
infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross
infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari
rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
(Yudhityarasati, 2007).
TANDA-TANDA INFEKSI
a. Calor (panas)
• Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya,
sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area
terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan
tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak
menimbulkan perubahan.
c. Rubor (Kemerahan)
• Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol
yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih
banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal.
Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang
dinamakan hiperemia atau kongesti.
d. Tumor (pembengkakan)
• Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-
sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan
dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
e. Functiolaesa
• Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak
dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang
abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam
menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).
b.Pasien
1. Umur
• Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah
terhadap infeksi, lahir mempunyai antibody dari ibu, sedangkan
sistem imunnya masih imatur. Dewasa awal sistem imun telah
memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada
usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan,
system imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi
nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun
kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda.
2. Klasifikasi
• Klasifikasi SSI menurut The National Nosocomial Surveillence
Infection (NNIS) terbagi menjadi dua jenis yaitu insisional dibagi
menjadi superficial incision SSI yang melibatkan kulit dan
subkutan dan yang melibatkan jaringan yang lebih dalam yaitu,
deep incisional SSI.
• Lebih jauh, menurut NNSI, kriteria untuk menentukan jenis SSI adalah
sebagai berikut :
a. Superficial Incision SSI (ITP Superfisial)
• Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska
operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah
satu tanda sebagai berikut :
1.Terdapat cairan purulen.
2.Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
3.Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
4.Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
1. Pembersihan Luka
• (AHCPR, 1994) Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan
yang tepat untuk membersihkan luka dan menggunakan cara-
cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan tersebut
tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka. Pertama-tama
mencuci luka dengan air yang mengalir, membersihkan dengan
sabun yang lembut dan air, serta dapat memberikan antiseptik
yang dibeli di luar apotik (Potter, 2006).
2. Balutan
• Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang
penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan
karakteristik luka, maka balutan tersebut dapat mengganggu
penyembuhan Luka (Erwin-Toth dan Hocevar, 1995; Krasner,
1995; Motta, 1995). Balutan juga harus dapat menyerap dirainase
untuk mencegah terkumpulnya eksudat yang dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan maserasi di sekeliling
kulit akibat eksudat luka (Potter, 2006).
a. Tujuan pembalutan
1.Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.
2.Membantu hemostasis.
3.Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan
untuk melakukan debredemen luka.
4.Menyangga atau mengencangkan tepi luka.
5.Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka (bila luka terlihat
tidak menyenangkan).
6.Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.
7.Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan
balutan. (Potter, 2006).
b. Jenis-jenis balutan
• Balutan terdiri dari berbagai jenis bahan dan cara pemakaiannya
(basah dan kering). Balutan harus dapat digunakan dengan
mudah, nyaman, dan terbuat dari bahan yang mempercepat
penyembuhan luka. Pedoman klinik dari ACHPR (1994) dapat
membantu memilih jenis balutan yang sesuai dengan tujuan
perawatan luka (Potter, 2006).
3. Kondisi Stabil
• Jika kondisi klien stabil (misalnya setelah operasi atau tindakan)
perawat mengkaji luka untuk menentukan kemajuan
penyembuhan luka yang dialami oleh klien. Jika luka tertutup
balutan dan dokter belum meminta untuk menggantinya, perawat
tidak boleh menginspeksi luka secara langsung kecuali jika
perawat mencurigai adanya komplikasi serius pada luka. Pada
situasi seperti itu perawat hanya menginspeksi balutan dan
semua drain eksternal. Jika dokter memutuskan untuk mengganti
balutan, dokter akan mengkaji luka minimal 1 kali sehari. Saat
sedang mengganti balutan, perawat menghindarkan terbuang
atau terangkatnya dari yang ada di bawahnya. Karena
penggantian balutan dapat menimbulkan nyeri, pemberian
analgesik 30 menit sebelum melakukan tindakan dapat
membantu mengurangi nyeri klien.
Penampakan luka :
• Perawat mencatat apakah tepi luka telah menutup. Insisi bedah harus
memiliki tepi insisi yang bersih dan saling berdekatan. Sepanjang
pinggir luak seringkali terbentuk kerak yang berada dari eksudat.
Luka tusuk biasanya berupa luka kecil yang nelingakr dengan
tepi luka menyatu ke arah tengah. Jika terbuka, tetapi luka
terpisah dan perawat harus menginspeksi kondisi jaringan
adiposa dan jaringan penyambung yang berada di bawah luka.
Perawat juga melihat adanya komplikasi seperti dehisens dan
eviserasi. Tepi luka bagian luar secara normal terlihat mengalami
inflamasi pada hari ke-2 sampai hari ke-3, tetapi lama kelamanan
inflamasi ini akan menghilang. Dalam waktu 7-10 hari, luka
dengan penyembuhan normal akan terisi sel epitel dan bagian
pinggirnya akan menutup. Apabila terjadi infeksi, tepi luka akan
terlihat bengkak dan meradang.
• Perubahan warna kulit terjadi akibat memarnya jaringan intestisial
atau terbentuknya hematom. Pada awalnya darah yang
berkumpul di antara lapisan kulit akan terlihat berwarna kebiruan
atau keunguan. Perlahan-lahan, bersamaan dengan hancurnya
bekuan darah pada kulit, akan mencul warna coklat atau kuning.
(Potter, 2006)
4. Sterilisasi
• Kecepatan penyembuhan luka tergantung dari steril permukaan kulit
selama proses pembersihan luka sebelum pembalutan dan
kecepatan membunuh mikroorganisme pada pemberian teknik
antiseptik. Saifuddin (2005) selama sekurang-kurangnya 20 menit
untuk instrumen tidak terbungkus, 30 menit untuk instrumen
terbungkus.
• Dengan demikian berdasarkan uraian di atas betadine-alkohol yang
paling efektif, karena kecepatan membunuh bakteri
membutuhkan waktu 10-20 menit untuk betadine, 10-15 menit
untuk alkohol. Sedangkan betadine-savlon memerlukan waktu
membunuh kuman 10-20 menit untuk betadine, 20-30 menit
untuk savlon. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa betadine-
alkohol memerlukan waktu rentang membunuh bakteri 10-20
menit, sedangkan betadine-savlon 10-30 menit sebelum
pembalutan. Luka dalam kondisi pembalutan sudah dinyatakan
steril, karena sesuai dengan tujuan pembalutan yaitu salah
satunya melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
1. Usia
• Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua.
Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi
hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah
(Yusuf , 2009).
2. Nutrisi
• Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat.
Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya
protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink
dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam
amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan.
Vitamin C dibutuhkan untuk mensintasi kolagen. Vitamin A dapat
mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka.
Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis
kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen (tembaga)
(Potter, 2006).
• Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit.
Klien yang telah menjalani operasi dan diberikan nutrisi yang baik
masih tepat membutuhkan sedikitnya 1500 Kkal/hari. Pemberian
makan alternatif seperti melalui enteral dan parenteral dilakukan
pada klien yang tersedia mampu mempertahankan asupan
makanan secara normal (Potter, 2006).
3. Infeksi
• Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab
infeksi (Yusuf , 2009).
5. Hematoma
• Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka
secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi.
Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan
waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka (Yusuf , 2009).
6. Iskemia
• Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai
darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah.
Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat.
Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi
pada pembuluh darah itu sendiri (Yusuf, 2009).
7. Diabetes
• Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan
gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal
tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh (Yusuf ,
2009).
8. Keadaan luka
• Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9. Obat
• Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka.
• Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan
terhadap infeksi luka.
• Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh
terhadap cedera.
• Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
• Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk
bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan
setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat
koagulasi intravaskular. (Yusuf , 2009).
KOMPLIKASI
a. Komplikasi dini
1. Infeksi
• Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi
sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya
berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase,
nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan
suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
• Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh
darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin
tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama
setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan
berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril
mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi
pembedahan mungkin diperlukan.
b. Komplikasi Lanjut
• Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat
kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat
kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan
melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan
cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
• Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan
kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang
nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir
penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid
tidak.
• Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat
predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum,
pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi.
Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata,
cuping hidung, atau mulut.
• Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya
dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, beban tekan,
radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6
bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya
pembedahan dilakukan secara halus, diberikan beban tekan dan
dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses
penyembuhan luka. (Yusuf, 2009)
DAFTAR PUSTAKA