Anda di halaman 1dari 15

STUDI AGAMA HINDU

I. SEJARAH AGAMA HINDU


A. PENGERTIAN AGAMA HINDU
Agama Hindu berasal dari India. Agama ini merupakan perpaduan antara agama
yang di anut bangsa Arya dan bangsa Dravida. Bangsa Arya yang berasal dari Asia
Tengah berhasil mendesak bangsa asli India,Dravida. Terjadi pembauran antara
bangsa Arya dan bangsa Dravida yang selanjutnya menurunkan generasi yang disebut
bangsa Hindu. Kata Hindu berasal dari kata Shindu (Bahasa Sansekerta) yang berarti
sungai. Kata ini mengacu pada sungai Indus yang menjadi sumber air bagi kehidupan
disekitarnya.
Sumber ajaran agama Hindu terdapat dalam kitab suci Weda (terdiri atas 4 kitab),
Brahmana (merupakan tafsir dari kitab weda), dan Uphanisad (memuat dasar-dasar
filsafat hubungan antara manusia dan tuhan). Kata Weda berasal dari Vid artinya tahu.
Weda atau Veda berarti pengetahuan suci. Kitab ini ditulis ketika bangsa Arya
menduduki Punjam, 3000 tahun sebelum Masehi.
Pemujaan terhadap para dewa dipimpin oleh seorang pendeta yang disebut
Brahmana. Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut
dengan pancasradha.

B. SEJARAH AGAMA HINDU DI INDIA


Agama Hindu adalah agama tertua di dunia, yang masi hidup dan berkembang
sangat baik sampai saat ini. Walaupun agama hindu sudah berkembang sejak tahun
5000 SM, namun ajaran dan pikirannya masih relevan dalam abad moderan ini.
Agama Hindu pada awalnya muncul di lembah sungai Shindu, India sebelah barat
daya, yang sekarang dikenal dengan nama PUNYAB. Nama Hindu sesungguhnya
diambil dari kata Shindu,Orang Persia yang mengadakan kontak ke lembah sungai
Shindu yang menyebut Shindu dengan kata Hindu, karena mereka tidak bisa
menyebut lafal ‘S’.
Ajaran agama Hindu bersifat universal dan memberikan kebebasan bagi penganut-
penganutnya untuk menghayati dan merasakan sari-sari ajarannya. Dengan ajaran
sifat universal, agama Hindu bukanlah agama dengan satu golongan saja, oleh karena
ajaran agama Hindu mengajarkan sifat yang universal, maka ajaran yang selalu segar
dan benar serta dapat selalu diterima sepanjang masa. Dan agama Hindu terbagi
menjadi beberapa fase/zaman yaitu: Zaman Weda, Zaman Brahmana, Zaman
Upanishad.
C. PERADABAN ARYA DAN DRAVIDA
Peradaban Bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus antara 3000 dan 2000 SM, di
wilayah sungai shindu (indus) tinggalla bangsa-bangsa yang peradabannya
menyerupai kebudayaan bangsa Sumeria di daerah sungai Eufrat dan Tigris, Sisa-sisa
kebudayaan India banyak ditemukan di wilayah Lembah Sungai Indus terutama
disekitar kota Harappa di Punjab dan disebeah utara Karachi. Bahkan di sekitar
wilayah tersebut telah di temukan sebuah kota yang dinamakan Mahenjodaro. Orang-
orang diwilayah tersebut memiliki rumah yang berdinding tebal dan bertangga.
Penduduk India pada zaman itu menyebutnya sebagai Bangsa Dravida. Bangsa
Dravida awalnya hidup diseluruh india, namun pada perkembangannya mereka
berpindah ke selatan membentuk pemerintahan sendiri karena di wiliyah utara mereka
menjadi orang taklukan bangsa lain. Bangsa Dravida memiliki perawakan berkulit
hitam, berhidung pipih, fisik yang kecil dan berambut keriting.
India merupakan salah suatu tonggak peradaban tertua di dunia yang dikenal dengan
situsnya disekitar lembah Sungai Indus. Dari penemuan fosil-fosil, nampak adanya
dua tipe penduduk. Pertama merupakan penduduk asli dengan ciri,memiliki kulit
gelap, kecil dan pendek, hidung lebar dan pesek, dengan bibir tebal. Suku yang kedua
adalah suku mediteranian yang memiliki hubungan erat dengan orang-orang masa
pradinasti di Mesir, Arab dan Afrika Utara. Ciri fisik suku kedua ini diantaranya
memiliki kulit yang lebih terang, hidung mancung, dan bermata lebar. Orang-orang
ini melakukan migrasi karena daerah lembah sungai indus dianggap sebagai daerah
subur yang sangat baik untuk pertanian. Kemudian datanglah bangsa Arya, bangsa
pendatang yang memiliki kemampuan tinggi dalam berperang.
Kedatangan Bangsa Arya diperkirakan sekitar 2000 dan 1000 tahun yang lalu,
Bangsa Arya datang dari wilayah utara India yang memisahkan diri dari kaum
sebangsanya di Iran. Bangsa Arya datang ke india melalui jurang-jurang di
pengunungan “Hindu Kush”. Bangsa arya serumpun dengan bangsa-bangsa yang ada
di Eropa seperti bangsa German, Romawi dan Yunani serta bangsa-bangsa lain di
Asia. Mereka tergolong dalam ras Indo Jerman. Kedatangan bangsa arya pertama kali
yaitu ke sungai shindu yang saat itu masih subur. Dan disanalah terjadi pertemuan
antara Bangsa Arya dan Dravidaselaku penghuni lama Sungai Shindu.Keduanhya
memiliki perbedaan yang sangat mencolok baik dari warna kulit,fisik serta kehidupan
keseharian. Bangsa Arya memiliki fisik yang sempurna dengan kulit putih,berbadan
tegap serta hidung yang melengkung sedikit. Bangsa Arya unggul dalam hal
peperangan, hal ini menjadikan Arya mampu menaklukan Dravida di India.
Sedangkan Bangsa Dravida memiliki kuit hitam dengan postur tubuh yang lebih
pendek dari pada bangsa arya. Berkat pertemuan ini terjadi peleburan kebudayaan
Dravida dan Arya yang membentuk kebudayaan India yang kita ketahui di masa kini.
Kedatangan bangsa arya di india sangat memungkinan terjadi peperangan. Bangsa
Arya adalah bangsa NOMADEN (Pengembara). Mereka sangat menjunjung lembu
dan kuda dalam agama hindu, berbeda dengan dravida yang mengandalkan hiduppnya
dengan bercocok tanam disekitar sungai Shindu. Bangsa arya bisa dikatakan lebih
Primitif dari pada Dravida karna Bangsa Arya belum mengenal patung-patung dewa
sedangkan Dravudida sudah mengenalnya.

II. AGAMA WEDA, BRAHMANA,UPANISHAD


A. AGAMA WEDA
Para ahli sejarah menyatakan tentang pendatang baru ini termasuk ras Indo-Eropa
yang menyebut diri mereka sebagai bangsa Arya. Untuk keterangan mengenai
peradaban dari agama bangsa Arya ini kami berpegang penuh kepada Kitab Weda
yang merupakan kumpulan puji-pujian yang termashur, terdiri dari empat yang
termashur, yakni Rig Weda, Sama Weda, dan Atharwa Weda. Dari kesemuanya ini,
Rig Weda adalah yang paling awal dan yang paling penting serta berisikan 1028 puji-
pujian. Agama Indo-Arya sebagaimana di temukan dalam Rig Weda digambarkan
sebagai penjelmaan alam. Dewa-dewi Agama Weda ini adalah penjelmaan lebih
kurang sebagai pengajawantahan dari daya-daya kekuatan alam. Agni adalah dewa
Api, Bayu adalah dewa Angin, Surya adalah dewa Matahari dan seterusnya. Mereka
dipandang sebagai makhluk yang lebih tinggi dari manusia, dan kewajiban manusia
untuk menyembah, mematuhi, dan memberi sesaji kepada mereka.
Walaupun demikian ada kira-kira seperempat dari puji-pijuan dalam Rig Weda
ditujukan kepada indra. Dia adalah dewa langit biru, pengumpul awan, pencurah
hujan, dan yang menurunkan petir. Dia membantu para pemujanya bangsa Arya
dalam membinasakan musuh-musuhnya diwaktu peperangan. Agaknya kurang biasa
bahwa ditemukan minuman yang memabukkan yang berrasal dari sari tumbuhan yang
merambat dan dikenal sebaigai somma. Yang secara moral lebih tinggi dari atau para
dewa lainnya adalah deewa yang memaksa dengan menakutkan, yakni Baruna sebagai
wakil dari langit tinggi. “dewa ini”, tulis Max Muller, “adalah satu dari ciptaan yang
paling menarik pemikiran hindu, karena walaupun kita dapat menangkap latar
belakang fisik dari munculnya dia, tetapi ia merupakan gambaran adanya dewa yang
lebih diatas dari semuanya. Ia adalah satu-satunya dewa yang mengawasi seluruh
dunia yang menghukum pembuat kejahatan dan mengampuni yang bermohon
ampunan kpadanya”.
Ada satu aspek dari ide ketuhanan yang cukup menarik, yakni kedekatan hubungan
dengan apa yang di gambarkan sebagai rta. Rta berarti “cosmic order”, pemelihara
dari segala tuhan-tuhan yang ada dan akhirnya dikenal sebagai “kebenaran”.
Bentuk penyembahan yang utama dalam Kitab Weda adalah Yajma, yakni upacara
pengorbanan kepada dewa-dewa. Pengorbana tersebut terdiri dari kambing, domba,
sapi, dan kuda. Serta sesajian yang terdiri dari mentega, susu, minuman yang
memabukkan dan lainnya, bertujuan untuk menyenangkan hati para dewa agar
memperoleh keberuntungan dari mereka.
B. AGAMA BRAHMANA
Dengan berlalunya waktu, kaum Indo Arya maju melewatiPunjab dan memasuki
Lembah Gangga dan Jamuna. Mereka berhasil menindas penduduk asli dan
diturunkan derajatnya menjadi budak (Sudra). Selama periode ini juga berlangsung
pertempuran didalam masyarakat Indo Arya sendiri, di antara para perwira (kesatria)
dan ulama (Brahmana). Tadinya para kesatria di atas tetapi kini kaum Brahmana
meningkat sebagai golongan paling tinggi dan paling berkuasa. Mereka mendapat
kesenangan dengan berlalunya waktu, dan hampir-hampir mendekati tingkat
ketuhanan serta diberikan kepada mereka kehor-matan sebagai kasta yang paling
tinggi. Sistem kasta yang tidak adil, tepat bersamaan dengan adanya agama baru di
kalangan mereka dan ini ditunjukkan sebagaimana adanya agama Brahmana.
Kitab-kitab yang disucikan oleh Brahmana disusun oleh pendeta agama Brahmana
sekitar abad kedelapan sebelum masehi untuk menjelaskan asal usul mukjizat dan
daya kekuatan pengorbanan. Kitab tersebut juga memberi rincian secara monoton dan
tidak masuk akal bagaimana upacara suci itu dilangsung-kan. Kitab itu juga dipenuhi
dengan dongeng-dongeng yang aneh-aneh, baik dari manusia maupun dewa-dewa
dalam menggambarkan upacara pengorbanan.
Pengorbanan, seperti dikutip Professor Hopkins, “menjadi seperti mesin giling yang
bekerja untuk meramalkan pahala di masa datang dan juga berkah saat ini”. Hal itu
akhirnya dianggap suatu upacara magis dan pengaruhnya tergantung kepada penyajian
yang tepat. “Yang lebih penting dicatat dari pekerjaan yang ruwet ini”, tulis Professor
Hiriyana, “adalah perubahan yang terjadi pada jiwa pemberian korban kepada para
dewa pada kurun waktu ter-tentu. Upacara itu lebih cenderung untuk memaksa atau
mendesak dewa-dewa agama agar memberikan apa yang diinginkan oleh orang yang
memberikan korban. Perubahan yang terjadi pada jiwa pengorbanan ini dicatat oleh
banyak kalangan cendekiawan masa kini sebagaitahap masuknya bagian-bagian magis
dalam Agama Weda dan diambil sebagai tandingan perpindahan kekuatan dari dewa-
dewa kepada para pendeta”. Dalam agama Brahmana ini, pertama kali kita dapati
peningkatan kitab Weda sebagai kitab suci. Kitab Weda sendiri tidak pernah
mengeluarkan pernyataan demikian.
C. AGAMA UPANISHAD
Tingkat selanjutnya dalam perkembangan fikiran keagamaan di India membawa kita
kepada revolusi pertama terhadap kaum Brahmana. Buah fikiran dari para Rishi atau
kisah-kisah kepahlawanan dari orang-orang yang mendapat ilham Ilahi telah
mengakibatkan perkembangan yang menakjubkan dan ini dikandung dalam Kitab
Upanishad. Professor Hiriyanna menulis: “Berbicara lebih luas lagi, ajaran Upanishad
menandakan suatu reaksi terhadap kaum Brahmana yang sebagaimana ditunjukkan
telah menanamkan suatu sistem upacara agama yang pelik. Lebih dari satu tempat,
kitab Upanishad mengutuk nilai-nilai upacara pengorbanan”.
Kisah-kisah kepahlawanan yang terdapat dalam Upanishad mengutuk para pendeta
Brahmana dan upacara-upacara mereka yang mengandung istilah tidak menentu.
“Terbatas dan sementaralah hasil dari upacara-upacara agama orang-orang yang sesat
dan menganggap itu sebagai tujuan tertinggi, mereka hanya berada dalam ritual lahir
dan mati saja. Kehidupan mereka dalam jurang kebodohan namun merasa bangga dan
terus berputar-putar, ibarat orang buta menuntun orang buta lagi. Hidup dalam jurang
kebodohan itu dikiranya mendapat berkah. Mereka terikat kepada upacara korban dan
tidak mengenal Tuhan” (Mundaka Upanishad, I.2 : 7 – 8).
Dogma yang penting dalam kepercayaan Brahmana adalah keyakinan ten-tang
keabadian dan asal-usul ketuhanan dari Kitab Weda. Kisah kepahlawanan Angiras
tidak diragukan lagi telah menolak dogma ini: “Mereka yang mengenal Brahmana
(Tuhan),” jawab Angiras, “mengata-kan bahwa ada dua macam ilmu yang satu lebih
tinggi dan yang satu lagi lebih rendah, yakni pengetahuan tentang kitab Weda – Rig,
Sama. Yajur dan Atharwa – dan juga tentang phonetik, upacara, tata bahasa, etmologi,
ukuran, dan astronomi. Ilmu yang lebih tinggi adalah pengetahuan mengenal yang
tidak pernah berubah”. (Mudaka Upanishad, I. 1 : 3,4) Kandungan utama Upanishad
adalah Keesaan Ilahi. Upanishad menyebut-kan Tuhan Satu-Satunya Kebenaran
adalah Brahman.
Disana ditulis: “Dia yang abadi di antara semua yang fana, yang menjadi kesadaran
suci umat manusia, SATU-SATU zat yang menjawab doa dari semua orang . Dia
tidak diciptakan tetapi Maha Pencipta: Mengetahui semuanya. Dia lah menjadi
sumber kesadaran suci, pencipta waktu, Maha Kuasa atas segala hal. Dia tuhan dari
jiwa dan alam ini ... sumber cahaya dan abadi dalam kemuliannya. Hadir di mana-
mana dan mencintai makhlukNya Dia penguasa terakhir alam dunia ini dan tidak satu
pun dapat terjadi tanpa izin Nya. Saya pergi ke haribaan Tuhan yang SATU dalam
keabadian, memancarkan cahaya yang indah dan sempurna, di dalam Nya kita akan
mendapat kedamaian” (Svetasvatara Upanishad VI : 13: 19) “Dia tidak terbentuk dari
kesadaran dan di luar jangkauan seluruh fikiran, tidak terbatas dan Dia adalah Tuhan.
Dia membalas semua perbuatan baik: Abadi, Esa, tidak berawal, menengah, dan
berakhir.
Ia transenden dan imanen, tidak hanya di dalam alam semesta dan jiwa manusia,
tetapi juga di luar alam semesta ini. “Zat yang memancar dan tidak berbentuk. Ia di
dalam semua dan tanpa semua. Ia tidak dilahir, suci, lebih agung dari yang teragung,
tanpa nafas, tanpa jiwa” (Mundaka Upanishat, II, I:2) Terminologi lainnya yang
sering digunakan Upanishads adalah Atman. Yakni “pribadi individual”, sebagai
pembeda dari Brahman yang berarti “pribadi alam semesta”. Atman walau demikian
bukan berarti badan, dan bukan juga fikiran, hidup, dan jiwa. Ia adalah ruh yang
intinya diri sendiri. Upanishads di berbagai tempat membuat pernyataan yang
mengejutkan bahwa “Atman adalah Brahman” (atau dengan perkataan lain di
Chandogya Upanishad, “That art Thou”), tetapi itu tidak terlalu mengejutkan
dibanding dengan pernyataan Jesus, “Aku dan Bapak adalah satu”, atau dengan
ahlisufi Masur al-Hallaj, “Ana’l Haqq” (Aku adalah Kebenaran) Pernyataan ini berarti
bahwa Tuhan memanifestasikan tiap pribadi jiwa, atau seperti yang dinyatakan dalam
Al Qur’an bahwa Tuhan meniupkan RuhNya ke dalam setiap manusia. Secara tidak
langsung dimungkinkan bahwa bersatunya jiwa dengan Tuhan, dan dalam
kenyataannya ekspresi tersebut dinyatakan ketiadaan pribadi (oneness), Tuhan sendiri
yang akan berbicara melalui mulutnya merupakan pernyataan sufi, sebagai ungkapan
kegembiraan bersatunya kesadaran Tuhan dan melupakan dirinya, sehingga
terucapkan “Aku adalah Kebenaran”.
Upanishads mengatakan kepada kita bahwa tujuan dari kesadaran spiritual dari
manusia adalah mencari Tuhan, untuk mengetahuiNya dengan bersatu seseorang
denganNya. “Brahman adalah akhir dari suatu perjalanan. Brahman adalah tujuan
tertinggi. Brahman ini, Pribadi, tersembunyi secara mendalam dalam semua ciptaan,
dan tidak juga diwahyukan ke semua, tetapi berada di hati yang suci, terkonsentrasi
dalam jiwa, kepadanyalah Dia diwahyukan”. (Katha Upanishad 3: 11-12) Dan apa
yang dikatakan Katha Upanishad tentang cara-cara untuk mem-bimbing manusia ke
arah tujuan bersatu dengan Tuhan: “Dengan belajar seseorang tidak dapat mengenal
Dia bilamana dia tidak berhenti dari berbuat jahat, bilamana tidak mengendalikan
pancainderanya, bila tidak menenangkan fikirannya, dan tidak mempraktikkan
meditasi” (Katha Upanishad 2 : 24) Jalan itu dapat dibagi atas empat tingkatan: (1)
tingkatan usaha memperbaiki akhlak dan kesucian hati, (2) tingkat murid dan belajar
dari guru yang mendapat petunjuk (sravana), (3) tingkat refleksi diri (manana), dan (4)
tingkat meditasi (dhyana). Isha Upanishad (ayat 12-14) menjadikan hal terakhir ini
jelas bahwa yang sejati itu bukan jalan penyiksaan atau pun mengasingkan diri dan
menarik diri dari kehidupan dunia. Ia adalah Jalan Tengah.
III. SUMBER – SUMBER AJARAN HINDU
A. PENGERTIAN WEDA
Kata Veda berasal dari bahasa Sanskerta, berakar kata Vid yang artinya ilmu
pengetahuan. Tetapi tidak semua ilmu pengetahuan dapat disebut sebagai Veda. Veda
adalah ilmu pengetahuan yang mengandung tuntunan rohani agar manusia mencapai
kesempurnaan hidup atau paravidya. Veda juga mengandung ilmu pengetahuan
tentang ciptaan Brahman atau aparavidya untuk tujuan memuliakan hidup manusia
dan alam semesta.
Veda disebut sebagai kitab suci Agama Hindu, karena berbentuk buku atau kitab
disucikan oleh pemeluk agama Hindu, diyakini sebagai wahyu Tuhan, dan dipakai
sebagai pedoman dasar hidup oleh umat Hindu dalam melakukan hidup
bermasyarakat.Veda juga disebut sebagai mantra, terutama ketika diucapkan dengan
hikmat oleh para Sulinggih. Perhatikan ketika ada Sulinggih atau Pandita yang sedang
merapalkan mantra, maka Sulinggih itu disebut sebagai sedang ngaveda. Dalam
konteks ini, Veda berarti pujastuti atau mantra.
Adapaun salah satu sloka yang merujuk pada veda sebagi ilmu tertinggi adalah
dalam Vayu Purana I. 201 yang mengatakan. "Nihan paripurnekena kenaikang
sanghyang Veda, Makasadanā iti hasa kelawan sanghyang purana, Apan sanghyang
Veda ātakut tinukul olih wwāng akidik ajinia"
Terjemahan: Kalau ingin menyempurnakan ilmu tentang Veda sebaiknya pelajari
dan kuasai dulu itihasa (sejarah) dan purana (mitologi kuno), Karena Veda sangat
takut kalau disalah tafsirkan oleh mereka yang bodoh sedikit ilmunya. (Vayu Purana
I. 201) Sloka diatas dapat memberi makna bahwa Veda sangat takut kepada orang
bodoh yang artinya bahwa sebelum mempelajari Veda sebaiknya mempelajari Itihasa
dan Purana. Sebab Veda memiliki Ilmu Filsafat yang sangat tinggi sehingga jika
dipelajari tampa pemahaman Itihasa dan Purana atau Bantuan Seorang Guru maka
dapat di salah artikan. Demikian maksud dari sloka diatas.
B. WEDA SRUTI
Weda Sruti adalah kelompok Weda yang ditulis oleh para Maha Rsi melalui
pendengaran langsung dari Wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kelompok Weda
Sruti menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya atau Weda
Orisinil. Menurut sifat isinya Weda ini dibagi atas 3 macam , antara lain :
1. Bagian Mantram
2. Bagian Brahmana (Karma Kanda)
3. Bagian Upanisad / Arnyaka (Jnana Kanda)
MANTRA
o Bagian Mantra terdiri dari empat himpunan (Samhita) yang disebut Catur Weda
Samhita, Yaitu :
 Rg. Weda atau Rg. Weda Samhita
 Sama Weda atau Sama Weda Samhita
 Yajur Weda atau Yajur Weda Samhita
 Arthawa Weda atau Artawa Weda Samhita
o Dari keempat kelompok Weda tersebut, tiga kelompok pertama sering disebut
sebagai mantra yang berdiri sendiri. Oleh karena itu disebut Trayi Weda atau Tri
Weda
o Pembagian Kelompok isi Weda, yaitu sebagai berikut :
 Rg. Weda Samhita merupakan kumpulan mantra – mantra yang memuja ajaran –
ajaran umum dalam bentuk pujaan.
 Sama Weda Samhita merupakan kumpulan mantra – mantra yang memuat ajaran
umum mengenai lagu – lagu pujaan atau saman.
 Yayur Weda Samhita merupakan kumpulan mantra – mantra yang memuat ajaran
umum mengenai pokok – pokok yadnya (yajus, pluralnya yajumsi). Jenis Weda
ada 2 macam, yaitu :
 Yajur Weda Hitam (Kresna Yajur Weda) yang terdiri dari beberapa resensi, antara
lain Taitriya Samhita dan Maitrayani Samhita
 Yajur Weda Putih (Sukla Yajur Weda), yang disebut juga Maitrayeni Samhita.
 Atharwa Weda Samhita merupakan kumpulan mantra – mantra yang bersifat
magis (Atharwan)
o Kitab Rg. Veda merupakan kumpulan dari ayat – ayat tertentu. Sakala, Baskala,
Aswalayana, Sankhayayana, dan Madukeya. Dari lima macam resensiyang masih
terpelihara adalah resensi Sakala, sedangkan resensi – resensi lainnya banyak yang
tidak sempurna lagi karena mantranya hilang.
o Berdasarkan resensi itu, Rg. Weda Samhita terdiri dari 1.017 hymna atau 1028
mantra termasuk bagian mantra Walakhitanya atau disebut pula terdiri dari 105.801/2
stanza atau 153.862 kata – kata atau 432.000 suku kata.
o Rg. Weda terbagi atas 10 mandala yang tidak sama panjangnya. Di samping
pembagian atau 10 mandala, Rg. Veda terbagi pula atas 8 bagian yang disebut
‘Astaka’ Mandala 2-8 merupakan himpunan ayat – ayat dari keluarga – keluarga maha
resi tunggal, sedangkan mandala 1,9,10 merupakan himpunan dari banyak maha resi.
o Sama Weda terdiri dari 1.810 mantra, atau kadang – kadang ada yang mengatakan
1.875. Sama Weda terbagi atas 2 bagian yaitu sebagai berikut :
 Bagian Arcika terdiri dari mantra – mantra pujaan yang bersumber pada Rg. Veda
 Bagian Uttararcika, yaitu himpunan mantra – mantra yang bersifat tambahan.
Kitab ini terdiri dari beberapa buku nyanyian pujangga (gana), kitab yang masih
kita jumpai, antara lain Ranayaniya, Kautama, dan Jaiminiya (Talawakara)
 Yajur Weda terdiri dari mantra – mantra yang sebagian besar bersal dari Rg.
Veda. Ditambah dengan beberapa mantra tambahan baru. Tambahan ini umumnya
berbentuk prosa. Menurut Bhagawan Patanjali, kitab ini terdiri dari 101 resensi
yang sebagian besar sudah lenyap. Kitab ini terbagi atas dua bagian , yaitu :
 Yajur Weda Hitam :
o Katakhassamhita
o Mapisthalakathasamhita
o Maitrayamisamhita
o Taithiriyasahimta. Yang terdiri dari dua aliran , yaitu Apastamba dan
Hiranyakesin
 Yajur Weda Putih (sukla Yajur Weda, juga dikenal Wajasaneyi Samhita). Kitab
initerdiri dari dua resensi, yaitu Kanwa dan Madhayandina.
 Yajur Weda Putih terdiri dari 1.975 mantra yang isinya menguraikan tentang
berbagai jenis yadnya besar, seperti Wajapeya, Rajasuya, Asmaweda, Sarmaweda,
dan berbagai jenis yadnya lainnya. Bagian Terakhirdari weda ini memuat ayat –
ayat yang kemudian dijadikan Isopanisad.
 Atharwa Weda yang disebut Atharwawedangira, merupakan kumpulan mantra –
mantra yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Kitab ini memiliki 5.987 mantra
(puisi dan prosa). Kitab ini terpelihara dalam 2 resensi yaitu sebagai berikut :
o Resensi Saunakka. Resensi ini terbagi atas 21 buku
o Resensi Plaipplada
 BRAHMANA
o Bagian Kedua yang terpenting dari kitab Sruti adalah bagian yang disebut
‘Brahmana’ atau ‘Karma Kanda’ . Himpunan buku – buku ini disebut Brahmana. Tiap
– tiap mantra (Rg. Weda, Sama Weda, Yajur Weda, dan Atharwa Weda) memiliki
Brahmana. Brahmana berarti doa. Jadi, kitab Brahmana adalah kitab yang berisi
himpunan doa – doa yang dipergunakan untuk keperluan upacara yadnya.
o Kitab Rg. Weda memiliki Dua Jenis Buku Brahmana, Yaitu Aitareya Brahmana
dan Kausitaki Brahmana (Sankyana Brahmana). Kitab Brahmana yang pertama terdiri
dari 40 bab dan yang kedua terdiri dari 30 bab.
o Kitab Yajur Weda memiliki beberapa kitab ‘Brahmana’ Yajur Weda Hitam (Krsna
Yajur Weda) memiliki Taittriya Brahmana
o Yajur Weda Putih (Sukla Yajur Weda) memiliki satapatha Brahmana. Nama ini
disebut demikian karena kitab ini terdiri dari 100 adhyana.
 UPANISAD
o Aranyaka atau Upanisad adalah himpunan mantra – mantra yang membahas
berbagai aspek teori mengenai keTuhanan.
o Di dalam penelitian berbagai naskah suci Hindu, Dr. G. Sriniwasa Murti di dalam
introduksi kitab Saiwa Upanisad mengemukakan bahwa tiap – tiap sakha (cabang
ilmu) merupakan satu upanisad, antara lain :
 Rg. Weda terdiri dari 21 Sakha
 Sama Wedha terdiri dari 1000 sakha
 Yajur Wedha terdiri dari 109 Sakha
 Atharwa Wedha terdiri dari 50 sakha
o Berdasarkan Jumlah sakha, yaitu 1.180 sakha maka jumlah Uphanisad
seyognyanya berjumlah 1.180 buah buku. Tetapi berdasarkan catatan
Muktikopanisad, jumlah uphanisad disebut secara tegas adalah sebanyak 108 buah
buku . Adapun perincian dari pada kitab – kitab Upanisad itu adalah sebagai berikut :
 Upanisad yang tergolong jenis Rg. Weda yaitu Aitareya, Kausitaki, dll
 Uphanisad yang tergolong Sama Weda yaitu Kena, Chandogya, dll.
 Uphanisad yang tergolong Yajur Weda, yaitu :
o Yajur Weda Hitam : Kathawali , Taittriyaka, dll
o Yajur Weda Putih : Isawasya, Subata, dll.
 Upanisad yang tergolong Jenis Atharwa Weda , Yaitu :
o Prana, Munduka , dll.
C. WEDA SMRTI
Smrti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini
didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi.
Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni
kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.
Kelompok Wedangga:
Kata Wedangga, terdiri dari kata Weda dan Angga (bahasa sansekerta). Weda berarti
ilmu pengetahuan suci dan angga berarti bagian atau anggota. Kelompok ini disebut
juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
1. Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta
rendah tekanan suara.
Adapun Kitab – kitab Pratishakya yang masih sampai saat ini adalah :
• Rg. Weda Pratishakya
• Taittriya Pratishakya Sutra
• Wajasaneyi Pratisahya Sutra
• Sama Pratisakhya Sutra
• Atharwa Weda Pratisakhya Sutra
2. Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta
menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa
bantuan pengertian dan bahasa yang benar.
3. Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu.
Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan
Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang
mudah diingat.
4. Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam
Weda.
Kitab Nirukta hasil karya Begawan Yaska , isinya menguraikan tentang tiga macam
suatu hal, yaitu sebagai berikut :
• Memuat kata- kata yang memiliki arti sama atau Naighantuka Kanda
• Memuat kata- kata yang memiliki arti ganda atau disebut Naighama Kanda
• Memuat tentang nama – nama Dewa yang ada di angkasa , bumi , dan surga disebut
Daiwatganda
5. Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi
yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas
tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di
dalam pelaksanaan yadnya.
Di antara kitab Jyotisha, yang masih sampai saat ini adalah kitab Jyotisha
Wedangga. Kitab ini memiliki hubungan dengan kitab Weda Sruti, Rg. Weda, dan
Yajur Weda.
6. Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut
jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya,
bidang Dharma, dan bidang Sulwa.
Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa
dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan.
Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang
harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga.
Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup
bermasyarakat dan bernegara. Dan Orang Suci yang menuliskan kitab Dharma Sutra
Adalah :
• Bhagawan Manu
• Bhagawan Apastamba
• Bhagawan Bhaudhayana
• Bhagawan Harita
• Bhagawan Wisnu
• Bhagawan Wasistha
• Bhagawan Waikanasa
• Bhagawan Yajnawalkya
• Bhagawan Parasara
Agama Hindu mengajarkan kepada umatnya, bahwa dalam hidup dan kehidupan kita
ini, dilalui oleh 4 zaman atau disebut juga Catur Yuga. Bhagawan Shankalikhita
menjangkau bahwa masing – masing dari catur Yuga mempunyai Dharma Sastranya
Tersendiri, seperti berikut :
1. Pada masa Satya/Krtha Yuga berlaku kitab Manawa d\Dharma Sastra yang ditulis
oleh Bhagawan Manu
2. Pada Masa Trita Yuga berlaku kitab Dharma Sastra yang ditulis Oleh Bhagawan
Yajnawalkhya
3. Pada Masa Dwapara Yuga berlaku kita Dharma Sastra buah karya Bhagawan
Sankha Likhita
4. Pada masa Kali Yuga dipergunakan Dharma Sastra yang ditulis Oleh Bhagawan
Parasara
Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat
peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang
berhubungan dengan ilmu arsitektur.
Kelompok Upaweda:
Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok
Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1.Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata.
Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam
tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun
ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara
Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian
yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat
populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin
ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun
oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan
menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari
arti Itihasa (berasal dari kata “Iti”, “ha” dan “asa” artinya adalah “sesungguhnya
kejadian itu begitulah nyatanya”) maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang
memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu.
Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa,
Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa,
Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa,
Asramawasikapara, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab
Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna
tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.
2.Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan
silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan
bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa
dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-
pembuktian hukum yang pernah di jalankan.
Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan
tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara
melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara
bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-
kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan)
yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri
dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana,
Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana,
Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda
Purana dan Agni Purana.
Berdasarkan Sifatnya , kedelapanbelas purana tersebut dibagi tiga kelompok yaitu :
1. Satwika Purana : Wisnu, Narada , Bhagawata, Garuda, Radma, dan Waraha.
2. Rajasika Purana : Nhrahmanda, Brhrahmawaiwarta, Markandenya Bhawisya,
Waruna, dan Brahma
3. Tamasika Purana : Matsya, Kurma, Lingga, Siwa, Skanda, dan Agni
Kitab Purana sangat pentingkarena memuat cerita – cerita yang menggambarkan
pembuktian – pembuktian hokum yang pernah di jalankan. Kitab ini merupakan
kumpulan – kumpulan juris Prudensi. Menurut Wisnu Purana III 6.24, meliputi hal-
hal sebagai berikut :
• Cerita mengenai penciptaan dunia
• Cerita mengenai Pralaya
• Menjelaskan Silsilah Dewa – dewa atau Bhatara
• Cerita mengenai zaman Manu atau Manwantara
• Cerita mengenai silsilah keturunan dan perkembangan dinasti Surya Wangsa dan
Candra Wangsa
Isi kitab – kitab purana lainnya memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan
tentang cerita kejadian alam semesta, doa – doa dan mantra – mantrauntuk
sembahyang, cara melakukan puasa, tata cara upacara keagamaan, dan petunjuk –
petunjuk mengenai tata cara melakukan ziarah ke tempat – tempat suci.
3. Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran
ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma
atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini
adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal
di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan
Parasara dan Rsi Canakya.
4. Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan
berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun
medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam
Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup.
Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu:
 Salya adalah ajaran mengenai ilmu bedah
 Salkya adalah ajaran mengenai ilmu penyakit
 Kayakitsa adalah ajaran mengenai ilmu obat obatan
 Bhuta Widya adalah ajaran mengenai ilmi Psikoterapi
 Kaumara Bhrtya adalah ajaran mengenai pendidikan anak – anak dam nerupakan
dasar bagi ilmu jiwa anak – anak
 Aganda Tantra adalah ilmu toksikologi
 RasayamaTantra adalah ilmu mukzizat
 Wajikarana Tantra adalah Ilmu Jiwa Remaja
Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi
Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni :
 Sutrathana , menguraikan ilmu pengobatan
 Nidanasthana, memuat penyakit yang bersifat umum
 Wimanasthana , menguraikan ilmu Panthologi
 Indhiyastana, materi Diagnosa dan Prognosa
 Cikitasasthana , pokok- pokok ilmu terapi
 Kalpasthana, ajaran bidang terapi secara umum
 Siddisthana, pokok – pokok terapi secara umum
Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara Yogasastra. Kitab
ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang
dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan
jasmani dan rohani.
Kitab Susruta Samhita ditulis oleh Bhagawan Susanta. Kitab ini isinya menguraikan
tentang pentingnya ajaran umum si bidang ilmu bedah. Kitab Susruta Samhita juga
mencatat berbagai alat – alat yang digunakan dalam pembedahan
Kitab Kama Sutra ditulis oleh Bhagawan Watsyayana, berhubungan dengan
Wajikarana Tantra yang menguraikan tentang ilmu jiwa Remaja.
5. Gandharwaweda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku
penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi
Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-
lain.
6. Kama Sastra
Kama Sastra adalah termasuk kitab suci agama Hindu pada bagian Smrti (Upa
Weda). Kama Sastra sebagai bagian darijenis kitab Upa Weda isinya menguraikan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Asmara , Seni, atau Rasa Indah.
Diantaranya kitab Kama Sastra yang terkenal adalah karya dari Bhagawan
Watsyayana.
7. Agama
Kitab Agama baru ada setelah agama Hindu berkembang di Dunia.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak
buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-
kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-
kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta.
Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan
mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan
betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam
ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada
satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan
dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.
IV. TIGA KERANGKA AGAMA HINDU
A. TATTWA
Tattwa berasal dari kata tat dan twa. Tat berarti “itu” dan twa juga berarti “itu”. Jadi
secara leksikal kata tattwa berarti “ke-itu-an”. Dalam makna yang lebih mendalam
kata tattwa bermakna “kebenaranlah itu”. Di satu sisi tattwa adalah filsafat tentang
Tuhan, tetapi tattwa memiliki dimensi lain yang tidak didapatkan dalam filsafat,
yaitu keyakinan. Filsafat merupakan pengumulan pemikiran yang tidak pernah final,
tetapi tattwa adalah pemikiranfilsafat yang akhirnya harus diyakini kebenarannya.
Sebagai contoh, Wisnu disimbolkan dengan warna hitam, berada di utara, dan
membawa senjata cakra. Ini adalah tattwa yang harus diyakini kebenaranya,
sebaliknya filsafat boleh dipertanyakan kebenaran dari pernyataa tersebbut. Oleh
karena itu dalam terminologi Hindu, kata tattwa tidak dapat didefinisikan sebagai
filsafat secara ansich, tetapi lebih tepat didefinisikan sebagai dasar keyakinan agama
Hindu. Sebagai dasar keyakinan Hindu, tattwa mencakup lima hal yang disebut
Panca Sradha (Widhi tattwa, Atma tattwa, Karmaphala tattwa, Punarbhawa tattwa,
dan Moksa tattwa).

B. SUSILA

Sementara itu susila berasal dari kata “su” dan “sila”. Su berarti baik, dan sila
berarti dasar, perilaku atau tindakan. Secara umum susila diartikan sama dengan kata
”etika”. Definisi ini kurang lebih tepat karena susila bukan hanya berbicara
mengenai ajaran moral atau cara berperilaku yang baik, tetapi juga berbicara
mengenai landasan filosofis yang mendasari suatu perbuatan baik harus dilakukan.
Bandingkan dengan kata ”etika” yang berarti filsafat moral. Sebaliknya, kata
”moral” berarti ajaran tentang tingkah laku yang baik. Perbuatan ”membunuh”
misalnya, secara moral tindakan membunuh dilarang untuk dilakukan, tetapi ”etika”
memberikan landasan bahwa tidak semua tindakan membunuh adalah dilarang.
Tindakan membunuh yang dilarang adalah ketika didasari oleh rasa kebencian dan
kemarahan, sebaliknya membunuh bagi seorang tentara dalam sebuah peperangan
dibenarkan secara etika.

Sampai di sini jelas bahwa antara ”moral” dan ”etika” dibedakan secara
konseptual. Moral selalu menjadi bagian dari etika, tetapi etika belum tentu masalah
moral karena etika berbicara tentang ”perilaku baik” yang harus dilakukan manusia
dalam aspek-aspek kehidupan yang lebih luas. Moral adalah etika-etika khusus yang
berlaku dalam skup tertentu. Etika Hindu, etika Islam, etika Kristen, etika Bali, etika
Jawa, etika bisnis dan seterusnya merupakan ajaran moral yang dianjurkan oleh
masing-masing institusi tertentu, baik institusi agama maupun institusi sosial. Suatu
tindakan yang dianggap bermoral di suatu komunitas, belum tentu bermoral di
komunitas yang lain. Merujuk pada perbedaan definisi di atas, terminologi kata
”susila” lebih tepat diterjemahkan dalam kata etika karena memberikan landasan
suatu perbuatan. Perintah Sri Khrisna kepada Arjuna untuk membunuh Guru-
gurunya secara moral tidak dapat dibenarkan karena tindakan membunuh terlarang
dilakukan. Akan tetapi secara etika hal itu dibenarkan karena melenyapkan
kejahatan adalah kewajiban dari seorang ksatrya.

C. UPACARA

Sementara itu kata acara berasal dari bahasa Sankerta yang menurut Sanskrit-
English Dictionary karangan Sir Moonier Williems (Sudharma, 2000:1) bahwa kata
”acara” antara lain diartikan sebagai berikut. Tingkah laku atau perbuatan yang
baik; Adat istiadat; Tradisi atau kebiasaan yang merupakan tingkah laku manusia
baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang didasarkan atas kaidah-
kaidah hukum yang ajeg.

Dalam bahasa Kawi mempunyai tiga pengertian sesuai dengan sistem penulisannya
(ācāra, acāra, dan acara). Kata ācāra berarti kelakuan, tindak-tanduk, kelakuan baik,
adat, praktik, dan peraturan yang telah mantap. Kata acāra bermakna pergi bersama
atau teman. Dapat dibandingkan dengan kata cāraka yang bermakna teman atau ia
yang pergi bersama. Dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan kata parēkan yang
bermakna ia yang selalu dekat. Sedangkan kata acara berarti tidak berjalan.
Bandingkan dengan kata carācara yang berarti tumbuh-tumbuhan, dengan makna
yang tidak dapat berjalan. Dari ketiga makna tersebut, makna yang digunakan dalam
pengertian Acara Agama Hindu ialah makna yang pertama (ācāra), yang memiliki
pengertian : (1) Kelakuan, tindak-tanduk, atau kelakuan baik dalam pelaksanaan
agama Hindu; (2) adat atau suatu praktik dalam pelaksanaan agama Hindu; dan (3)
peraturan yang telah mantap dalam pelaksanaan Agama Hindu.

Pengertian dari kata acara juga ditemukan dalam kitab Sarasamuccaya (177),
sebagai berikut:

”nihan pajara mami, phala sang hyang weda inaji, kapujan sang hyang siwagni,
rapwan wruhing mantra, yajnangga widdhiwaidhanadi, dening dana hinanaken,
bhuktin danakena, yapwan dening anakbi, dadyaning alingganadi krida mahaputri-
santana, kuneng phala sang hyang aji kinawruhan, haywaning gila ngaraning
swabhawa, ācāra ngaraning prawrtti kawaran ring aji”

Artinya:

Inilah yang hendak hamba beritahukan, gunanya kitab suci Weda itu dipelajari,
Siwagni patut dipuja, patut diketahui mantra serta bagian-bagian dari korban
kebaktian, widhi-widhana dan lain-lainnya. Adapun gunanya harta kekayaan
disediakan adalah untuk dinikmati dan disederhanakan, akan gina wanita adalah
untuk menjadi istri dan melanjutkan keturunan baik pria dan wanita, guna sastra suci
adalah untuk diketahui dan diamalkan, ācāra adalah tindakan yang sesuai dengan
ajaran agama.

Dari ketiga pengertian Tri Kerangka Agama Hindu di atas semakin jelas bahwa
ketiganya memang tidak dapat dipisahkan. Tattwa menjadi landasan teologis dari
semua bentuk pelaksanaan ajaran agama Hindu. Susila menjadi landasan etis dari
semua perilaku umat Hindu dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia,
dan dengan alam lingkungannya. Sedangkan ācāra menjadi landasan prilaku
keagamaan, tradisi, dan kebudayaan religius. Ācāra mengimplementasikan tattwa
dan susila dalam wujud tata keberagamaan yang lebih riil dalam dimensi
kebudayaan. Tanpa adanya ācāra, agama hanyalah seperangkat ajaran yang tidak
akan nampak dalam dunia fenomenal. Secara sosio-antropologis, ācāra menjadi
identitas suatu agama karena ia melembaga dalam sebuah sistem tindakan.
Sebaliknya, tattwa (ketuhanan) sangat abstrak sifatnya, demikian halnya dengan
susila yang tidak hanya dibentuk oleh agama, melainkan juga oleh tradisi, adat,
kebiasaan, tata nilai dan norma-norma sosial.

Anda mungkin juga menyukai