Lwoff,Horne dan Tournier merupakan ahli yang berjasa dalam pengembangan taksonomi
virus. Mereka menganjukan beberapa criteria sebagai dasar penggolongan virus. Kriteria tersebut
adalah :
1.Jenis asam nukleat,RNA atau DNA
2.Simetris kapsid
3.Ada tidaknya selubung
4.Banyaknya kapsomer untuk virus ikosahedral atau diameter nukleokapsid untuk virus
Helikoidal
•VirusBerselubung
.
Virus Kompleks
• Virus Telanjang
Virus adalah mikroorganisme yang mengadakan replikasi di dalam sel dan kadang-
kadang memakai asam nukleat atau protein pejamu. Sifat virus yang sangat khusus adalah:
1. Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak menyebabkan kerusakan sel
disebut virus non sitopatik (non cytopathic virus). Bila terjadi kerusakan sel, maka hal ini
akibat reaksi antigen antibodi. Virus ini dapat menjadi persisten dan akhirnya menjadi
kronik, sebagai contoh adalah virus hepatitis B
2. Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang dari tubuh,
dan virus seperti ini disebut virus sitopatik (cytopathic virus), sebagai contoh infeksi
virus HIV, infeksi hepatitis virus lain, dan sebagainya.
3. Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi
4. Dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa merusak
Dalam melawan sistem imun, virus secara kontinu mengganti struktur permukaan antigennya
melalui mekanisme antigenic drift dan antigenic shift, seperti yang dilakukan oleh jenis virus
influenza. Permukaan virus influenza terdiri dari hemaglutinin, yang diperlukan untuk adesi ke
sel saat infeksi, dan neuramidase, yang diperlukan untuk menghasilkan bentuk virus baru dari
permukaan asam sialik dari sel yang terinfeksi. Hemaglutinin lebih penting dalam hal
pembentukan imunitas pelindung. Perubahan minor dari antigen hemagglutinin terjadi melalui
titik mutasi di genom virus (drift), namun perubahan mayor terjadi melalui perubahan seluruh
material genetik (shift).
1. Virus memasuki tubuh pada suatu tempat, kemudian ikut peredaran darah mencapai organ
sasaran. Contohnya virus polio. Virus polio memasuki tubuh melalui selaput lender usus, lalu
masuk ke dalam peredaran darah mencapai sumsum tulang belakang dotak, di sana virus
melakukan replikasi.
Infeksi virus melalui peredaran darah ini dapat diatasi dengan anti toksin dalam titer yang
rendah. Dengan kata lain titer anti toksin yang rendah di dalam darah sudah cukup untuk
mengikat toksis yang berada dalam perjalanan ke sumsum syaraf pusat, sehingga tidak lagi dapat
berikatan dengan reseptor sel sasaran. Penyakit virus dengan pola penyebaran melalui peredaran
darah mempunyai periode inkubasi yang panjang.
2. Virus langsung mencapai organ sasaran, tidak melalui peredaran darah jadi tempat masuk
virus merupakan organ sasaran. Contohnya virus influenza organ sasarannya adalah selaput
lender saluran pernafasan yang sekaligus merupakan tempat masuknya virus.
Pada jenis infeksi ini, titer antibody yang tinggi di dalam serum relative tidak efektif
terhadap virus penyebab penyakit bila dibandingkan dengan virus penyebab penyakit yang
penyebarannya melalui peredaran darah. Hal ini disebabkan karena selaput lendir saluran nafas
tidak terlalu permiabel bagi Ig G dan Ig M.
Imunoglobulin yang terdapat dalam titer tinggi pada selaput lendir saluran nafas adalah
Ig A, karena Ig A dihasilkan oleh sel plasma yang terdapat dalam lamina propria selaput lendir
setempat. Ig A dalam secret hidung inilah yang menetralisir aktivitas virus pada penyakit
influenza.
Kekebalan terhadap penyakit virus seringkali bertahan lama, malah ada yang seumur
hidup. Contohnya penyakit morbili dan parotitis epidemika. Hal ini terjadi karena virus yang
sudah berada di dalam jaringan terlindung terhadap antibody. Sewaktu-waktu ada virus yang
keluar dari sel persembunyiannya yang segera dikenali oleh limfosit B pengingat. Sel limfosit
kemudian akan bereaksi memperbanyak diri, menghasilkan sel-sel plasma dan memproduksi
antibody. Semuanya terjadi dalam waktu singkat sehingga kekebalan dengan cepat ditingkatkan.
Pada beberapa penyakit virus antara lain influenza serangan penyakit dapat kembali
terjadi dalam waktu relative singkat setelah kesembuhan. Hal ini bukan disebabkan rendahnya
kekebalan, tapi karena virus influenza mengalami mutasi sehingga didapatkan strain baru yang
tidak sesuai dengan antibody yang telah ada.
Pada penyakit-penyakit influenza dan pilek yang mempunyai masa inkubasi pendek yang
dihubungkan dengan kenyataan bahwa organ sasaran akhir bagi virus itu adalah sama dengan
jalan masuk sehingga tidak terdapat stadium antara yang terpengaruh pada perjalanan memasuki
tubuh. Hanya ada sedikit sekali waktu bagi suatu reaksi antibody primer dan dalam segala
kemungkinan pembentuk interferon yang cepat adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi
infeksi virus itu.pada penyelidikan terlihat bahwa setelah produksi interferon mulai menanjak,
maka titer virus yang masih hidup dalam paru-paru tikus yang telah di infeksi influenza cepat
turun. Titer antibody yang diukur dari serum, nampaknya sangat lambat untuk mencukupi nilai
yang diperlukan bagi penyembuhan.
Walaupun begitu, beberapa penyelidik akhir-akhir ini telah melihat bahwa kadar antibody
pada cairan local yang membasahi permukaan jaringan yang terinfeksi mungkin meningkat,
misalnya pada selaput lendir hidung dan paru-paru, meskipun titer serum rendah dan ini
merupakan antibody antivirus (terutama Ig A) oleh sel-sel yang telah menjadi kebal dan tersebar
ditempat itu yang dapat membuktikan manfaatnya yang besar sebagai pencegahan bagi infeksi
berikutnya. Celakanya, sampai begitu jauh yang menyangkut soal pilek, tampaknya infeksi
berikutnya mungkin disebabkan oleh virus yang secara antigenic sama sehingga kekebalan
umum terhadap pilek ini sukar dikendalikan.
Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah timbulnya interferon dan sel
natural killler (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan
pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi pejamu.
Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama dalam struktur karbohidrat,
menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan.
Reseptor pertama merupakan killer activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan
struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah killer inhibitory
receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi.
Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang sensitif
atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan
molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-α selama infeksi
virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga
menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi
terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi.
Kadar antibody sirkulasi yang relative rendah dapat bermanfaat dan diantaranya yang
terkenal adalah kemampuan member perlindungan antibody poliomyelitis, dan gamma globulin
yang diberikan sebagai profilaktis untuk orang yang bergaul dengan penderita campak.
Perlindungan yang paling jelas terlihat pada penyakit-penyakit virus yang mempunyai masa
inkubasi panjang, dimana virus harus melalui peredaran darah lebih dahulu sebelum mencapai
jaringan yang dituju. Sebagai contoh, pada poliomyelitis virus memasuki tubuh melalui virus
memasuki tubuh melalui saluran pencernaan dan akhirnya melewati peredaran darah untuk
mencapai sel-sel otak yang akan diinfeksi kemudian. Di dalam darah virus dinetralkan oleh
antibody spesifik dengan kadar yang sangat rendah sehingga sebelum virus mencapai otak ada
waktu yang cukup panjang untuk reaksi kekebalan sekunder pada tuan rumah yang sebelumnya
sudah divaksinasi.
Limfosit-T seorang yang telah kebal, secara langsung bersifat sitotoksik terhadap sel-sel
yang terinfeksi virus-virus golongan itu, antigen permukaan baru pada sel-sel target dapat
dikenal karena adanya reseptor spesifik pada limfosit-limfosit aggressor. Dengan cara yang
sangat menyolok, limfosit-limfosit ini tidak sitotoksik untuk banyak antigen-antigen
histokompatibilitas yang berbeda. Oleh karenanya sel-T yang peka harus mengenal :