0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
18 tayangan11 halaman
Infeksi terjadi ketika patogen menginfeksi inang dan berkembang biak di dalamnya, menggunakan sumber daya inang untuk memperbanyak diri. Patogen menghindari sistem kekebalan inang dengan mengubah antigen permukaan atau menyerang sel T, sehingga infeksi dapat bertahan dan menyebar. Contohnya adalah HIV yang menginfeksi sel T CD4 dan secara perlahan menghancurkan sistem kekebalan.
Deskripsi Asli:
Mekanisme infeksi pada bakteri ntah bener atau salah ga tau ahh
Infeksi terjadi ketika patogen menginfeksi inang dan berkembang biak di dalamnya, menggunakan sumber daya inang untuk memperbanyak diri. Patogen menghindari sistem kekebalan inang dengan mengubah antigen permukaan atau menyerang sel T, sehingga infeksi dapat bertahan dan menyebar. Contohnya adalah HIV yang menginfeksi sel T CD4 dan secara perlahan menghancurkan sistem kekebalan.
Infeksi terjadi ketika patogen menginfeksi inang dan berkembang biak di dalamnya, menggunakan sumber daya inang untuk memperbanyak diri. Patogen menghindari sistem kekebalan inang dengan mengubah antigen permukaan atau menyerang sel T, sehingga infeksi dapat bertahan dan menyebar. Contohnya adalah HIV yang menginfeksi sel T CD4 dan secara perlahan menghancurkan sistem kekebalan.
Aulia Friska Aidil Kurnia Rivaldi Ramadhan Aldi Mahendra Reza Fadly G. Eridha Fitria Secara ringkas bakteri menginfeksi dengan 4 tahap yaitu: Adhesi (menempel) Kolonisasi (berbiak) Penetrasi (masuk ke tubuh) Invasi (menyebar ke seluruh tubuh sambil berbiak) Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan bersifat paling membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan.
Secara umum infeksi terbagi menjadi dua golongan besar:
• Infeksi yang terjadi karena terpapar oleh antigen dari luar tubuh • Infeksi yang terjadi karena difusi cairan tubuh atau jaringan, seperti virus HIV, karena virus tersebut tidak dapat hidup di luar tubuh. Setelah menembus jaringan, patogen dapat berkembang pada di luar sel tubuh (ekstraselular) atau menggunakan sel tubuh sebagai inangnya (intraselular). Patogen intraselular lebih lanjut dapat diklasifikasikan lebih lanjut:
•patogen yang berkembang biak dengan bebas di dalam sel, seperti : virus dan beberapa bakteri (Chlamydia, Rickettsia, Listeria). •patogen yang berkembang biak di dalam vesikel, seperti Mycobacteria.
Jaringan yang tertembus dapat mengalami kerusakan oleh karena infeksi
patogen, misalnya oleh eksotoksin yang disekresi pada permukaan sel, atau sekresi endotoksin yang memicu sekresi sitokina oleh makrofaga, dan mengakibatkan gejala-gejala lokal maupun sistemik. Pada tahapan umum sebuah infeksi, antigen selalu akan memicu sistem kekebalan turunan, dan kemudian sistem kekebalan tiruan pada saat akut. Tetapi lintasan infeksi tidak selalu demikian, sistem kekebalan dapat gagal memadamkan infeksi, karena terjadi fokus infeksi berupa: Subversi sistem kekebalan oleh patogen Kelainan bawaan yang disebabkan gen Tidak terkendalinya mekanisme sistem kekebalan
Perambatan perkembangan patogen bergantung pada kemampuan replikasi di
dalam inangnya dan kemudian menyebar ke dalam inang yang baru dengan proses infeksi. Untuk itu, patogen diharuskan untuk berkembangbiak tanpa memicu sistem kekebalan, atau dengan kata lain, patogen diharuskan untuk tidak menggerogoti inangnya terlalu cepat. Patogen yang dapat bertahan hanya patogen yang telah mengembangkan mekanisme untuk menghindari terpicunya sistem kekebalan. Salah satu cara yang digunakan patogen untuk menghindari sistem kekebalan adalah dengan mengubah struktur permukaan selnya. Banyak patogen ekstraselular mempunyai tipe antigenik yang sangat beragam. Salah satu contoh adalah streptococcus pneumoniae, penyebab pneumonia, yang mempunyai banyak tipe antigenik dan baru diketahui 84 macam. Setiap macam mempunyai stuktur pelapis polisakarida yang berbeda. Infeksi yang dilakukan oleh satu serotipe tertentu dapat memicu sistem kekebalan tiruan terhadapnya, tetapi tidak terhadap infeksi ulang yang dilakukan oleh serotipe yang berbeda, oleh karena sistem kekebalan tiruan melihat satu serotipe sebagai satu jenis organisme yang berbeda. Mutasi genetik yang pertama disebut antigenic drift yang mengubah notasi gen ekspresi dari hemaglutinin, sebagai respon dari protein yang berada pada permukaan, neuraminidase. Mutasi yang lain mengubah epitop agar tidak dikenali oleh sel T, khususnya yang mempunyai pencerap CD8. Mutasi genetik yang kedua disebut antigenic shift yang terjadi karena tertukarnya RNA antara virus baru dengan virus yang telah lama berada dalam tubuh inang. Mekanisme ketiga melibatkan tata-ulang DNA terprogram. African trypanosome mempunyai kemampuan untuk mengubah major surface antigen berkali-kali dengan satu kali infeksi. Trypanosome terbalut sebuah tipe glikoprotein yang disebut variant-specific glycoprotein (VSG), yang dengan mudah dapat dikenali oleh sistem kekebalan. Meskipun demikian, DNA trypanosome mengandung lebih dari 1000 gen VSG dengan ekspresi antigenik yang berlainan.
Pada tingkat bakteri, kemampuan tata-ulang DNA juga dijumpai pada
Salmonella typhimurium dan Neisseria gonorrhoeae. Dalam fisiologi, laten didefinisikan sebagai jedah waktu antara stimulus dan respon yang terpicu di dalam suatu organisme Virus umumnya segera akan mengkoordinir sintesis protein viral yang dibutuhkan untuk proliferasi, setelah berhasil melakukan infeksi terhadap sebuah sel. Virus umumnya segera akan mengkoordinir sintesis protein viral yang dibutuhkan untuk proliferasi, setelah berhasil melakukan infeksi terhadap sebuah sel. Sel T akan dengan mudah memindai fragmen dari protein viral yang tertera pada permukaan molekul MHC dan memadamkan infeksi Beberapa bakteri yang biasanya dicerna oleh makrofaga dengan proses fagositosis, telah berevolusi dan berhasil membuat makrofaga sebagai fokus infeksi. Salah satu contoh adalah Mycobacterium tuberculosis yang tertelan oleh makrofaga, akan menghalangi pencairan lisosom ke dalam fagosom dan melindunginya dari sitokina di dalam lisosom. Respon patogen dalam menghadapi sistem kekebalan juga berlainan. Selain dengan berbagai cara untuk menghindar, beberapa patogen melakukan perlawanan. Staphylococci aureus melepaskan dua macam toksin yaitu staphylococcal enterotoxin dan toxic shock syndrome toxin-1 yang berperan sebagai superantigen. “ Superantigen adalah protein yang mengikat sejumlah pencerap antigen dari sel T. Ikatan ini menyebabkan sel T mengalamai apoptosis dengan sangat cepat.”Organisme lain seperti Streptococcus pyogenes, dan Bacillus anthracis memiliki mekanisme untuk membunuh langsung fagosit. Salah satu contoh terbaik dari topik ini adalah fokus infeksi yang dimiliki oleh virus HIV, berupa putusnya mata rantai sistem kekebalan selular, karena padamnya kemampuan sel T CD4 untuk teraktivasi dan terdiferensiasi menjadi sel T pembantu. Terputusnya mata rantai tersebut terjadi perlahan tanpa memantik sistem kekebalan oleh sebab sifat laten retrovirus.