Anda di halaman 1dari 106

PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA


Jl.Menteri Empat Martapura Kal-Sel Telp. ( 0511 ) 4789454-4789635 Fax. 4789454-4789635
Email : ratuzalecha@gmail.com

PERATURAN DIREKTUR RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA


NOMOR TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN HAK-HAK PASIEN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA MARTAPURA
No : 800/ / Raza Martapura, 01 April 2014
LampiranDENGAN
: - RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Kepada Yth.
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Di
DIREKTUR RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA,
Tempat
Menimbang
No : a. bahwa
: 800/ dalam /memberikan
Raza pelayanan kesehatan
Martapura, kepada
01 April 2014
Lampiran masyarakat,
: - rumah sakit berkewajiban
Kepada Yth. untuk
Perihal menghormati dan melindungi
: Laporan Kehilangan BMD hak-hak pasien;
Kepala BPKAD Kab. Banjar
b. bahwa salah satu standar penilaian
Di dalam akreditasi
rumah sakit adalah implementasi hak-hak pasien pada
Tempat
pelayanan kesehatan;
c. bahwa dalam rangka pemenuhan hak-hak pasien, rumah
sakit perlu melakukan upaya-upaya sistematis dan
terorganisir;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta
untuk memberikan kepastian hukum, perlu membentuk
sebuah peraturan direktur.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik


Kedokteran;
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012
tentang Rahasia Kedokteran;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan
Kewajiban Pasien;

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR TENTANG PEDOMAN
PELAKSANAAN HAK-HAK PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH RATU ZALECHA MARTAPURA

Pasal 1
KETENTUAN UMUM

1. Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha


Martapura, yaitu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan,
baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit Umum
Daerah Ratu Zalecha Martapura.
3. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan
dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi
baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui ole Pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
5. Karyawan Rumah Sakit adalah seluruh pegawai Rumah Sakit terdiri dari
jajaran direksi/manajemen, Dokter dan Dokter Gigi, Tenaga Kesehatan,
dan tenaga non kesehatan.
6. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut
Tindakan Kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif,
diagnostik, terapeutic atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien.
7. Unit Pengaduan Masyarakat adalah unit yang dibentuk Rumah Sakit
untuk menerima pengaduan Pasien dan keluarganya atas pelayanan
kesehatan.
8. Panduan adalah merupakan petunjuk dalam melakukan kegiatan.
9. Standar Prosedur Operasional yang selanjutnya disebut SPO,
merupakan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.

Pasal 2
HAK-HAK PASIEN

Setiap Pasien Rumah Sakit memiliki hak:

a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku


di Rumah Sakit;
b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban Pasien
c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga Pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi;
f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter
lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di
luar Rumah Sakit;
i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya;
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis , tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu Pasien lainnya;
n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit;
o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya;
p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya;
q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan stndar baik
secara perdata ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT

(1) Rumah Sakit berkewajiban untuk menghormati dan melindungi hak-hak


Pasien Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam Pasal 2, dengan
memberlakukan peraturan dan standar Rumah Sakit, melakukan
pelayanan yang berorientasi pada hak dan kepentingan Pasien, serta
melakukan monitoring dan evaluasi penerapannya.
(2) Seluruh Karyawan Rumah Sakit bertanggung jawab atas pelaksanaan
hak-hak Pasien dengan melaksanakan segala ketentuan yang diatur
dalam peraturan ini.

Pasal 4
PERSETUJUAN UMUM (GENERAL CONSENT)

(1) Setiap Pasien berhak atas tubuhnya sendiri, dan untuk menghormati
hak pasien tersebut, Rumah Sakit wajib menyampaikan persetujuan
umum (general consent) kepada setiap Pasien dan/atau keluarga Pasien,
sebelum Pasien memperoleh pelayanan di rawat jalan dan rawat inap.
(2) Setiap Pasien wajib mengisi formulir Persetujuan Umum (General
Consent) yang berisi tentang:
a. Persetujuan untuk perawatan dan pengobatan;
b. Persetujuan pelepasan informasi;
c. Hak dan tanggung jawab pasien;
d. Informasi rawat inap;
e. Privasi; dan
f. Informasi Biaya.
(3) Penyampaian persetujuan umum (general consent) sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), mengacu pada Panduan Hak Dan Kewajiban
Pasien Dalam Pelayanan, SPO Hak Pasien Dalam Pelayanan, serta
formulir Persetujuan Umum (General Consent) sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 5
PENYAMPAIAN INFORMASI TATA TERTIB SERTA HAK DAN KEWAJIBAN
PASIEN

(1) Rumah Sakit wajib menyampaikan informasi tentang tata


tertib/peraturan yang berlaku di Rumah Sakit serta hak dan kewajiban
pasien.
(2) Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilakukan pada saat pendaftaran Pasien di rawat inap dan rawat jalan
bersama pengisian Persetujuan Umum (General Consent).
(3) Tata tertib Rumah Sakit dan hak dan kewajiban pasien diberikan
kepada Pasien dan/atau keluarganya dalam bentuk leaflet Tata Tertib
Pasien/Pengunjung RSUD Ratu Zalecha Martapura, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
(4) Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pelaksanaannya mengacu pada Panduan Hak Dan Kewajiban Pasien
Dalam Pelayanan, SPO Hak Pasien Dalam Pelayanan, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 6
PENYAMPAIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DALAM
PELAYANAN KESEHATAN

(1) Dalam perawatan kesehatan yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit,


Pasien memiliki kewajiban untuk mematuhi peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit, menggunakan fasilitas Rumah Sakit secara bertanggung
jawab, menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung, dan hak Tenaga
Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit,
memberikan memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang
masalah kesehatannya, memberikan informasi mengenai kemampuan
finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya, mematuhi rencana
terapi yang direkomendasikan oleh Dokter/Dokter Gigi dan Tenaga
Kesehatan di Rumah Sakit yang disetujui oleh Pasien setelah
mendapatkan penjelasan, mematuhi nasihat dan petunjuk
Dokter/Dokter Gigi dan Tenaga Kesehatan, dan memberikan imbalan
jasa atas pelayanan yang diterima.
(2) Rumah Sakit dalam hal ini wajib menyampaikan kewajiban pasien
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sehingga Pasien dapat
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam pelayanan
kesehatan yang diperolehnya di Rumah Sakit.
(3) Penegasan kewajiban pasien terhadap pelayanan kesehatan,
disampaikan kembali oleh Dokter/Dokter Gigi dan Tenaga Kesehatan
kepada Pasien saat memperoleh pelayanan di rawat jalan maupun
rawat inap.
(4) Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
pelaksanaannya mengacu pada Panduan Hak Dan Kewajiban Pasien
Dalam Pelayanan, SPO Hak Pasien Dalam Pelayanan, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 7
PENGADUAN ATAS KUALITAS PELAYANAN RUMAH SAKIT

(1) Pasien berhak untuk menyampaikan pengaduan atas kualitas pelayanan


Rumah Sakit.
(2) Rumah Sakit wajib menyediakan fasilitas bagi pengaduan secara 24
(duapuluh empat) jam atas kualitas pelayanan Rumah Sakit.
(3) Fasilitas bagi pengaduan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), meliputi pengaduan secara langsung melalui Unit Pengaduan
Masyarakat, dan tidak langsung melalui kotak saran, website, telepon,
media massa dan kuisioner.
(4) Setiap pengaduan Pasien dan keluarga merupakan tanggung jawab
Subbag Hukum, Data Dan Kehumasan Rumah Sakit, untuk
ditindaklanjuti segera dalam waktu 1 x 24 jam kepada Bidang/Bagian
Rumah Sakit terkait yang bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan
yang diadukan oleh Pasien.
(5) Pengaduan Pasien dan keluarga yang dilayani adalah pengaduan pasien
dan keluarga yang bertujuan untuk perbaikan mutu pelayanan
kesehatan.
(6) Apabila pengaduan Pasien dan keluarga memerlukan klarifikasi, maka
Rumah Sakit wajib memberikan klarifikasi kepada Pasien dan Keluarga
secara langsung dan/atau tidak langsung.
a. Pemberian klarifikasi kepada Pasien dan keluarga secara langsung
dilakukan melalui Unit Pengaduan Masyarakat dan telepon.
b. Pemberian klarifikasi kepada Pasien dan keluarga secara tidak
langsung dilakukan melalui website Rumah Sakit dan media massa.
(7) Apabila pengaduan Pasien dan keluarga tidak memerlukan klarifikasi,
maka Rumah Sakit menangani pengaduan tersebut secara internal dan
dijadikan bahan evaluasi bagi peningkatan kualitas pelayanan Rumah
Sakit.
(8) Setiap pengaduan Pasien dan keluarga kepada Rumah Sakit dituangkan
dalam formulir Laporan Tindak Lanjut Pengaduan sebagaimana
terlampir dalam Peraturan ini dan dilaporkan secara periodik kepada
Direktur Rumah Sakit.
(9) Dokumentasi Laporan Tindak Lanjut Pengaduan disimpan oleh Subbag
Hukum, Data dan Kehumasan.
(10) Pelaksanaan pengaduan Pasien dan keluarga mengacu pada Panduan
Penyelesaian Keluhan/Komplain dan SPO Penanganan
Keluhan/Komplain.

Pasal 8
DOKTER PENANGGUNG JAWAB PERAWATAN

(1) Rumah Sakit wajib menyediakan Dokter penanggung jawab pelayanan


bagi perawatan Pasien.
(2) Khusus untuk kelas perawatan I dan VIP, Pasien dapat memilih Dokter
penanggung jawab pelayanan sesuai keinginannya.
(3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
(4) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.

Pasal 9
PERMINTAAN PENDAPAT MEDIS YANG BERBEDA (SECOND OPINION)

(1) Setiap Pasien berhak untuk meminta konsultasi tentang penyakit yang
dideritanya kepada Dokter lain yang memiliki Surat Ijin Praktik baik di
dalam maupun di luar Rumah Sakit.
(2) Rumah Sakit memfasilitasi Pasien untuk memperoleh konsultasi dari
Dokter lain baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.
(3) Pasien yang ingin memperoleh konsultasi dari Dokter lain, wajib mengisi
formulir Persetujuan Permintaan Pendapat Medis Yang Berbeda (Second
Opinion) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
(4) Pelaksanaan second opinion di Rumah Sakit mengacu pada Panduan
Permintaan Pendapat Medis Yang Berbeda (Second Opinion) dan SPO
Memperoleh Pendapat Medis Yang Berbeda (Second Opinion) yang
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 10
PRIVASI PASIEN

(1) Setiap Pasien berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang
dideritanya.
(2) Rumah Sakit wajib menjaga identitas Pasien agar tidak dapat dibaca dan
dilihat oleh khalayak umum.
(3) Rumah Sakit wajib menjaga rahasia penyakit Pasien, dan tidak
dibenarkan untuk membuka rahasia tersebut kepada pihak lain, kecuali
atas ijin Pasien dan/atau menurut peraturan perundang-undangan.
(4) Rumah Sakit menjaga privasi Pasien rawat inap kelas perawatan II dan
III dengan cara:
a. Rumah Sakit menempatkan Pasien dan penunggu Pasien dalam satu
ruangan berjenis kelamin yang sama.
b. Rumah Sakit memasang gorden/tirai pada setiap tempat tidur
Pasien.
(5) Rumah Sakit menjaga privasi Pasien di ruang pemeriksaan dan tindakan
dengan cara menempatkan Pasien dalam ruang pemeriksaan, menutup
gorden, memasang selimut, mempersilakan keluarga Pasien untuk
menunggu di luar, dan menutup pintu pada saat melakukan
pemeriksaan dan tindakan.
(6) Rumah Sakit menjaga privasi Pasien pada saat melakukan transportasi
Pasien dengan menutupi tubuh Pasien dengan selimut.
(7) Tidak dibenarkan siapa pun membicarakan privasi Pasien di Rumah
Sakit.
(8) Rumah Sakit menjaga kerahasiaan rekam medis.
(9) Pelaksanaan privasi pasien di Rumah Sakit mengacu pada Panduan
Privasi dan SPO Menjaga Privasi Pasien dan SPO Privasi dan
Kerahasiaan Rekam Medis yang tercantum dalam Lampiran Peraturan
ini.

Pasal 11
PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)

(1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan harus meminta persetujuan


Pasien, dan persetujuan tersebut diperoleh setelah Dokter/Dokter gigi
dan Tenaga Kesehatan memberikan informasi yang memadai tentang
tindakan kedokteran tersebut.
(2) Setiap pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas
tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter/Dokter Gigi dan Tenaga
Kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya dengan mengisi formulir
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Surat Pernyataan Penolakan
Pengobatan.
(3) Persetujuan tindakan kedokteran dilakukan untuk:
a. semua tindakan pembedahan dan tindakan invasive;
b. semua tindakan anastesi, dan sedasi sedang serta sedasi dalam;
c. semua tindakan pemberian produk darah dan komponen darah; dan
d. semua tindakan yang berisiko tinggi.
(4) Semua tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan
obat-obatan yang memerlukan persetujuan, dapat dilihat pada Daftar
Tindakan-tindakan Yang Memerlukan Persetujuan Tindakan Kedokteran
(Informed Consent) dan Daftar Obat Yang Memerlukan Persetujuan
Tindakan Kedokteran (Informed Consent) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.
(5) Pelaksanaan persetujuan/penolakan tindakan kedokteran mengacu
pada Panduan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent) dan
SPO Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent) dan SPO
Penolakan Tindakan Kedokteran (Informed Consent) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
(6) Jika Pasien dan/atau keluarga Pasien memutuskan untuk
menghentikan pengobatan dan pulang atas permintaan sendiri, Pasien
wajib mengisi Surat Pernyataan Penolakan Pengobatan dan Surat
Pernyataan Pulang APS yang tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
(7) Pasien dapat menolak tindakan resusitasi dengan mengisi Formulir
Penolakan Tindakan Resusitasi, dan pelaksanaannya mengacu pada
Panduan Penolakan Resusitasi (Do Not Resucitation (DNR)), dan SPO
Penolakan Tindakan Resusitasi.

Pasal 12
PELAYANAN KEROHANIAN

(1) Setiap Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaanya selama hal tersebut tidak mengganggu Pasien lainnya.
(2) Rumah Sakit mengidentifikasi agama dan keyakinan setiap Pasien, dan
wajib memperhatikan dan menghargai nilai serta keyakinan Pasien dan
keluarga tersebut.
(3) Pelaksanaan identifikasi agama dan keyakinan setiap Pasien mengacu
pada Panduan Identifikasi Nilai-nilai Dan Keyakinan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
(4) Rumah Sakit menyediakan fasilitas keagamaan berupa leaflet-leaflet
keagamaan.
(5) Rumah Sakit memberikan pelayanan kerohanian kepada Pasien, jika
diminta oleh Pasien.
(6) Untuk memperoleh pelayanan kerohanian di Rumah Sakit, Pasien wajib
mengisi formulir Permintaan Pelayanan Kerohanian sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
(7) Pelayanan kerohanian pada Pasien dapat berupa motivasi, konsultasi,
ceramah, agama, do’a yang dipimpin oleh rohaniawan.
(8) Pelayanan kerohanian di Rumah Sakit mengacu pada Panduan
Pelayanan Kerohanian dan SPO Pelayanan Kerohanian sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
(9) Pada Pasien terminal, Rumah Sakit menawarkan bimbingan rohani dan
Pasien didampingi keluarganya.
Pasal 13
PERLINDUNGAN HARTA DAN BENDA MILIK PASIEN

(1) Setiap Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya


selama perawatan di Rumah Sakit.
(2) Pasien tidak dibenarkan memakai dan membawa perhiasan dan barang
berharga lainnya dengan sengaja selama dirawat di Rumah Sakit, dan
dalam hal ini Rumah Sakit tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan
kerusakan pada barang-barang tersebut.
(3) Pasien disarankan untuk menitipkan perhiasan dan barang berharga
lainnya yang terbawa kepada keluarganya, ketika Pasien harus
memperoleh perawatan di Rumah Sakit.
(4) Pada Pasien tidak sadar dan tanpa pendamping keluarga, Rumah Sakit
bertanggung jawab atas perhiasan dan barang berharga Pasien, serta
dalam hal ini Rumah Sakit menyediakan loker khusus penyimpanan
barang berharga Pasien dan menyiapkan Formulir Penitipan Barang
Berharga Milik Pasien.
(5) Pelaksanaan perlindungan terhadap harta dan benda milik Pasien di
Rumah Sakit mengacu pada Panduan Perlindungan Harta Dan Benda
Milik Pasien dan SPO Perlindungan Barang Milik Pasien dan SPO
Penitipan/Penyimpanan Barang Milik Pasien sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 14
PERLINDUNGAN PASIEN TERHADAP KEKERASAN FISIK

(1) Setiap Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya


selama perawatan di Rumah Sakit.
(2) Seluruh karyawan Rumah Sakit wajib menggunakan tanda pengenal.
(3) Seluruh pengunjung, tamu dan pekerja lepas di Rumah Sakit wajib
teridentifikasi.
(4) Rumah Sakit memberikan perlindungan keamanan secara khusus
kepada bayi dan anak-anak, Pasien cacat, Pasien lanjut usia, Pasien
perempuan yang mengalami kekerasan, orang dengan gangguan jiwa,
Pasien koma, dan populasi beresiko.
(5) Rumah Sakit menempatkan kamera CCTV pada area-area beresiko
seperti Ruang Anak, Ruang VK Bersalin, Nifas dan Perinatologi, Ruang
ICU, serta Ruang Operasi.
(6) Pelaksanaan perlindungan Pasien terhadap kekerasan fisik mengacu
pada Panduan Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik, SPO
Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik Pada Pasien, SPO Perlindungan
Terhadap Penculikan Bayi, SPO Pelaksanaan Permintaan Khusus
Penjagaan Terhadap Pasien, SPO Pengedalian Kartu Penunggu Pasien,
SPO Penertiban Kunjungan Tamu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.

Pasal 15
PELAYANAN PASIEN TERMINAL

(1) Setiap Pasien mempunyai hak untuk didampingi keluarga saat kondisi
kritis.
(2) Rumah Sakit menghormati hak Pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dengan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan Pasien terminal
sesuai agama dan kepercayaannya.
(3) Pelaksanaan pelayanan Pasien terminal mengacu pada Panduan
Pelayanan Pasien Terminal dan SPO Pelayanan Pasien Terminal
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 16
LAIN-LAIN

(1) Rumah Sakit belum melakukan penelitian klinis.


(2) Rumah Sakit belum melakukan donasi organ.

Pasal 17
PENUTUP

Peraturan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Martapura
Pada tanggal :

Direktur,

drg. Yasna Khairina, MM


NIP. 19650611 199301 2 002
Lampiran I : Peraturan Direktur RSUD Ratu
Zalecha Martapura
Nomor : Tahun 2016
Tanggal :

BAB I
PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DALAM PELAYANAN

A. DEFINISI
1. Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan
kebutuhan pibadinya, sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas.
2. Kewajiban adalah tanggung jawab seseorang untuk melakukan
sesuatu yang memang harus dilakukan agar dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan haknya.
3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
4. Persetujuan Umum atau General Consent adalah pernyataan
kesepakatan yang diberikan oleh pasien terhadap peraturan Rumah
Sakit yang bersifat umum.
5. Persetujuan Tindakan atau Informed Consent adalah pernyataan
setuju (consent) atau izin dari seseorang (pasien) yang diberikan
secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan
informasi (informed) yang cukup tentang tindakan kedokteran yang
dimaksud.

Penjelasan hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan adalah


informasi yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit kepada pasien atau
keluarganya yang mencakup informasi tentang hak dan kewajiban
pasien. Hak pasien dan keluarga merupakan pelaksanaan hak asasi
manusia atas pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilindungi
oleh hukum, sehingga seluruh staf rumah sakit bertanggungjawab
melindungi dan mengedepankan hak pasien dan keluarga.

Tujuannya agar pasien dan keluarga memahami apa yang menjadi


hak dan kewajibannya.

B. RUANG LINGKUP
1. Setiap pasien mempunyai hak:
a. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit.
b. Pasien berhak memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban
pasien.
c. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur
dan tanpa diskriminasi.
d. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu
sesuai dengan standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan
sesuai dengan standar prosedur operasional (SPO).
e. Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan.
g. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
di rumah sakit.
h. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang
mempunyai SIP (Surat Izin Praktik) yang terdaftar di rumah sakit
tersebut maupun di luar Rumah Sakit (second opinion) terhadap
penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
i. Pasien berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya.
j. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
1) Penyakit yang diderita atau diagnosis, tata cara tindakan
medis apa yang hendak dilakukan dan tujuan tindakan
medis.
2) Kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tersebut dan
tindakan untuk mengatasinya.
3) Alternatif terapi lainnya.
4) Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
5) Prognosis.
6) Perkiraan biaya pengobatan.
k. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang
akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang
dideritanya dan berhak menolak tindakan yang hendak
dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta
perawatan atas tanggungjawab sendiri sesudah memperoleh
informasi yang jelas tentang penyakitnya.
l. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
m. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di rumah sakit.
o. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas
perlakuan perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.
p. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan rohani yang
tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
q. Menggugat atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata maupun pidana.
r. Mengeluhkan pelayanan Rumah sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektonik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap pasien mempunyai kewajiban :
a. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur tentang
masalah kesehatannya.
b. Mengetahui kewajibannya dan tanggungjawab pasien dan
keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Rumah Sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

C. TATA LAKSANA
1. Penjelasan Tentang hak dan kewajiban pasien
a. Hak dan kewajiban pasien secara lengkap tercantum dalam
persetujuan umum (general consent).
b. Pasien/keluarga wajib membaca uraian hak dan kewajiban yang
tercantum dalam persetujuan umum (general consent).
c. Petugas admisi mempunyai tanggungjawab dalam memberikan
penjelasan kepada pasien/keluarga tentang hak dan kewajiban
pasien dalam bahasa yang mudah difahami.
d. Informasi yang diberikan petugas admisi meliputi :
(1) Hak dan kewajiban sebagai pasien.
(2) Persetujuan pelayanan kesehatan.
(3) Akses infomasi kesehatan.
(4) Rahasia medis.
(5) Privasi.
(6) Barang pribadi.
(7) Pengajuan keluhan.
(8) Kewajiban pembayaran.
(9) Tata tertib pasien
(10) Pelayanan kerohanian
e. Jika diperlukan mintalah kepada pasien/keluarga untuk
mengulang beberapa penjelasan terpenting yang telah diberikan
sebagai bukti verifikasi bahwa pasien/keluarga telah
memahaminya.
f. Berikan kesempatan pasien/keluarga untuk bertanya.
g. Pastikan pasien/keluarga menandatangani fomulir persetujuan
umum (general consent).
h. Fomulir persetujuan umum (general consent) disimpan dalam
rekam medis pasien yang bersangkutan.
i. Salinan tentang hak dan kewajiban pasien diberikan kepada
pasien/keluarga dalam bentuk leaflet.

2. Akses mendapatkan informasi hak dan kewajiban pasien


Informasi tentang hak dan kewajiban pasien dapat diperoleh
pasien/ keluarga/ pengunjung Rumah Sakit melalui :
a. Petugas Admisi Rumah Sakit.
b. Petugas Informasi.
c. Petugas medis dan perawat.
d. Infomasi tertulis tentang hak dan kewajiban pasien tercantum
pada :
(1) Formulir persetujuan umum (general consent).
(2) Leaflet tentang hak dan kewajiban pasien.
(3) X-Banner yang berisi tentang hak dan kewajiban pasien.
(4) Papan uraian hak dan kewajiban pasien yang ada di masing-
masing kamar pasien rawat inap.

D. DOKUMENTASI
1. Seluruh pasien yang dirawat inap maupun yang dirawat jalan
untuk pertama kali, wajib mendapat penjelasan dan
menandatangani persetujuan umum (general consent).
2. Penjelasan tentang persetujuan umum (general consent) dilakukan
dibagian Admisi meliputi penjelasan tentang hak dan kewaiban
pasien, persetujuan pelayanan kesehatan, rahasia medis, privasi,
barang pribadi, pengajuan keluhan, kewajiban pembayaran, tata
tertib pasien, dan pelayanan kerohanian.
3. Formulir persetujuan umum (general consent) ditandatangani
pasien/keluarga dan disimpan dalam rekam medis pasien yang
bersangkutan.
4. Leaflet, X-Banner dan papan uraian tentang hak dan kewajiban
pasien.
BAB II
PANDUAN PENYELESAIAN KELUHAN/KOMPLAIN

A. Definisi Komplain
1. Keluhan/komplain pelanggan adalah suatu bentuk pernyataan
ketidakpuasan/kekecewaan pelanggan mengenai kebutuhan dan
harapan yang tidak terpenuhi. Pernyataan dapat disampaikan
dengan melalui berbagai saluran.
2. Komplain atau keluhan adalah saran dan masukan berupa kritikan
dan atau keberatan yang disampaikan secara lisan ataupun tertulis
dari pihak eksternal maupun internal rumah sakit mengenai kinerja
yang dihasilkan oleh rumah sakit/perusahaan.
3. Marah adalah perasaan seseorang akibat pengalaman yang tidak
memuaskan atau mengganggu. Luapan tersebut akibat tekanan yang
terlampau besar. Kemarahan dalam bentuk komplain atau keluhan
bisa disampaikan langsung pada pihak terkait, tapi bisa juga
disampaikan pada pihak-pihak luar.

Rumahsakit sebagai penyedia layanan harus bisa memastikan bahwa


dia mengetahui apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pelanggan.
Apabila ada kebutuhan/ harapan pelanggan yang belum terpenuhi
maka mereka pasti akan kecewa. Hanya sedikit dari pelanggan yang
mau mengungkapkan kekecewaannya melalui komplain. Untuk
mengatasi hal tersebut, rumah sakit sebagai pemberi layanan
mempunyai kewajiban untuk mencoba memenuhinya dan juga
menyiapkan saluran komplain untuk menampung keluhan pelanggan
agar mereka tidak mencari saluran lain diluar rumah sakit.
Klien/kostumer yang marah biasanya ingin:
a. Didengar
b. Dimengerti
c. Dihormati
d. Diberi permintaan maaf
e. Diberi penjelasan
f. Ada tindakan perbaikan dalam waktu yang tepat

B. Strategi Meredam Kemarahan Pelanggan


1. Dengarkan
a. Biarkan klien melepaskan kemarahannya. Cari fakta inti
permasalahannya, jangan lupa bahwa pada tahap ini kita
berurusan dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu yang
rasional. Emosi selalu menutupi maksud klien yang
sesungguhnya.
b. Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi
klien yang lelah, gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll.
c. Tatap mata klien dan fokus, jauhkan semua hal yang merintangi
konsentrasi kita pada klien (telepon, tamu lain,dll).
d. Ulangi setiap fakta yang dikemukakan klien, sebagai tanda kita
benar-benar mendengarkan mereka.
2. Berusaha sependapat dengan pelanggan
a. Bukan berarti kita selalu membenarkan klien/kostumer, kita
mencari point-point dalam pernyataan yang bisa kita setujui.
b. Misalnya : “ Ya Pak, saya sependapat bahwa tidak seharusnya
pasien menunggu lama untuk bisa mendapatkan kamar. Tapi
saat ini kamar perawatan kami memang sedang penuh, kami
berjanji akan mencari jalan keluarnya dan melaporkannya pada
Bapak sesegera mungkin”.
3. Tetap tenang dan kuasai diri
a. Ingatlah karakteristik pelanggan di rumah sakit adalah mereka
yang sedang cemas, gelisah dan khawatir akan kondisi diri atau
keluarganya, sehingga sangat bisa dimengerti bahwa dalam
kondisi seperti itu seseorang cenderung bertindak emosional.
b. Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan
menenangkan. Jangan terbawa oleh nada suara klien yang
cenderung tinggi dan cepat.
c. Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
d. Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih
atas masukannya, dan sebut klien dengan namanya.
4. Mengakui kemarahan kostumer
Gunakan kata-kata seperti,”Saya mengerti kalau Ibu menjadi marah.
Ibu benar, kalau saya jadi Ibu mungkin saya juga akan marah. Saya
berjanji hal seperti ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari”.
5. Permohonan maaf
a. Dalam rangka meredamkan marah kita harus meminta maaf
apapun yang terjadi.
b. Permohonan maaf dapat disampaikan tanpa harus mengakui
kesalahan, karena sering kali terjadi kesalahan justru ada pada
kostumer/klien yang belum memahami peraturan.
c. Misalnya ”Saya mohon maaf atas kesalahfahaman ini”atau “Saya
mohon maaf atas kesulitan yang telah Ibu alami”.
6. Perlihatkan empati
a. Simpati: Berhenti pada rasa kasihan. “Saya simpati dengan
korban bencana alam”.
b. Empati memahami masalah klien/kostumer dan berusaha
melakukan sesuatu untuk memperbaiki.
c. Pahami persepsi klien/kostumer dan tempatkan pada posisi
klien.

C. Hal-hal Yang Tidak Boleh Dilakukan


1. Jangan berdebat
Ingat bahwa saat ini kita masih dalam proses meredakan kemarahan
klien. Kesempatan untuk menjelaskan fakta dan kebenaran akan
datang setelah kustomer/klien reda dan menjadi lebih logis dan
rasional.
2. Jangan bertanya “Kenapa?”
a. “Kenapa Ibu tidak datang lebih pagi?”
b. “Kenapa kartu pasien Ibu bisa hilang?”
c. Pertanyaan seperti itu cenderung meningkatkan kemarahan
kostumer karena mereka merasa disalahkan.
3. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan atau mematuhi persepsi
kita
4. Konsep dua belas tabu
a. Menyalahkan, “Jangan marah-marah dulu dong Bu, Ibu sendiri
yang datang terlambat”.
b. Sarkastik (sinis), “Bisa saja hal ini saya lakukan, tapi biayanya
cukup besar lho Pak”.
c. Menjelekan pihak lain, ”Iya memang perawat itu orangnya
judes”.
d. Memotong pembicaraan kostumer.
e. Memberikan isyarat non verbal yang berlawanan dengan
perkataan verbal. “Ya, saya akan membantu semaksimal
mungkin” dengan ekspresi datar atau jemu.
f. Melempar ke pihak lain, ”Wah itu urusan bagian IGD bu”.
g. Menggunakan kata-kata klise, ”Ini peraturan bakunya, Rumah
sakit lain pasti lebih sulit”.
h. Hindari humor, humor bisa dilakukan nanti saat masalah
sudah selesai dan emosi kostumer sudah sepenuhnya reda.
i. Minta dikasihani, ”Mohon maklum bu saya sedang ada masalah
keluarga”, ”Kalo atasan saya tahu, saya bisa kehilangan
pekerjaan,”
j. Pukul rata masalah dan menganggap komplain tersebut adalah
hal biasa. Kostumer akan merasa heran karena perusahaan
mengambil langkah untuk memperbaiki masalah yang sudah
biasa ini.
k. Mencari-cari kesalahan kostumer, ”Ya memang kami lalai, tapi
Bapak juga jangan lapor dulu”.
l. Memakai istilah teknis yang tidak dimengerti orang awam.

D. Cara Memecahkan Permasalahan


1. Identifikasi
a. Tentukan pokok masalah, coba dapatkan detilnya untuk
membantu mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Cara
yang paling efektif adalah dengan bertanya langsung, “Berapa
nomor antrian yang Ibu dapatkan?”
b. Pada akhir pembicaraan seharusnya sudah ada jawaban atas
tiga pertanyaan berikut:
1) Apa yang terjadi sehingga pelanggan marah ?
2) Perlakuan apa yang diterima pelanggan ?
3) Apa yang pelanggan inginkan?
2. Penilaian (Asessment)
a. Pada tahap ini kita sudah memahami permasalahan pelanggan
dan sudah bisa membayangkan bagaimana pemecahannya.
b. Yang perlu dipertimbangkan adalah, pengaruh munculnya
masalah ini pada orang banyak dan pada Rumah Sakit.
c. Resiko cost: biaya, waktu, tenaga.
d. Ketidaknyamanan pelanggan.
3. Negosiasi
4. Tindakan
a. Proses ini berdasarkan pada APA dan KAPAN
b. Pelanggan harus tahu apa yang akan terjadi pada keluhan
mereka setelah mereka menyampaikan keluhannya, dan kapan
hal itu akan dilaksanakan
c. Tentukan tenggat waktu yang realistis, lebih baik kita
mempunyai banyak waktu dalam merealisasikan janji kita
d. Bila ternyata sampai pada tenggat waktu yang ditentukan
namun janji belum terealisasikan, segera hubungi pelanggan
dan jelaskan permasalahannya

E. Pengaruh Respon Organisasi Terhadap Sikap Pelanggan Pasca


Pelayanan
Pengaruh respon organisasi terhadap sikap pelanggan pasca
konsumsi telah diteliti oleh Davidow pada tahun 2000 sebagai berikut :
Organizational Post Complain
Responsive Satisfaction Costumer Responsive
1. Timeliness  Word of
Mouth
2. Facilitation Satisfaction
Likelihood
3. Redres  Word of
Mouth
4. Apology
5. Credibility  Intention to
Repurchase
6. Attentiveness
Respon organisasi terhadap keluhan akan dievaluasi oleh
pelanggan, hasilnya adalah kepuasan dan ketidakpuasan terhadap
penanganan keluhan. Dari kepuasan atau ketidakpuasan tersebut
akan dapat mempengaruhi cerita pelanggan kepada orang lain (word of
mouth likelihood), isi cerita yang disampaikan tersebut bisa bersifat
negative maupun bersifat positive (word of mouth valence). Dari
aktivitas word of mouth tersebut juga akan mempengaruhi pelanggan
untuk kembali (mendapatkan pelayanan ulang di tempat tersebut).
Terdapat enam buah dimensi respon organisasi yang dihipotesiskan
yang mempengaruhi kepuasan menyeluruh dari pelanggan yang
mengeluh dan juga mempengaruhi akfivitas word of mouth serta
keinginan untuk kembali (intention to repurchase) sebagai berikut :
1) Timeliness yaitu kecepatan waktu dalam merespon pengaduan
2) Facilitation (Mekanisme atau prosedur yang digunakan organisasi
untuk mendukung keluhan pelanggan) Pemfasilitasian akan
membuat keluhan pelanggan didengar oleh organisasi.
3) Redress (Perbaikan) salah satu respon yang diharapkan pelanggan
ketika memiliki masalah adalah perbaikan / penggantian yang adil.
Menurut Conlon dan Muray (1996) memperlihatkan bahwa
perbaikan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan dan
keinginan untuk membeli ulang.
4) Apology (Permintaan maaf) permintaan maaf bukanlah suatu
ungkapan bahwa organisasi telah bersalah, tetapi lebih sebagai
sebuah indikasi bahwa organisasi memperhatikan keluhan /
komplain pelanggan secara serius dan akan menangani keluhan
tersebut.
5) Credibility (Kredibilitas) kredibilitas merujuk kepada keinginan
organisasi untuk menyikapi bahwa pelanggan telah mendapat
masalah. Menurut Morris, 1988, organisasi dievaluasi tidak hanya
oleh tanggapan organisasi terhadap keluhan tetapi juga penjelasan /
perhitungan mengenai masalah yang telah dihadapi pelanggan dan
juga apa yang akan dilakukan organisasi untuk mencegah agar
kejadian yang sama tidak terjadi di masa depan.
6) Attentiveness (Perhatian)perhatian merujuk pada cara memberikan
perhatian dan komunikasi oleh organisasi kepada pelanggan yang
mengeluh interaksi antara organisasi dengan pelanggan yang
mengeluh dapat meningkatkan / mengurangi kepuasan pelanggan.

Keenam dimensi respon organisasi tersebut diatas akan


mempengaruhi kepuasan pelanggan (satisfaction) secara menyeluruh.
Kepuasan adalah perasaan senang secara menyeluruh dari pelanggan
terhadap organisasi yang telah merespon / menangani keluhan
pelanggan dengan baik.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, disebutkan bahwa
kepuasan pelanggan terhadap penanganan keluhan berkolerasi positif
dengan aktivitas word of mouth dan keinginan untuk membeli ulang.
word of mouth likelihood didefinisikan sebagai kemungkinan pelanggan
yang mengeluh akan menceritakan pengalamannya terhadap orang lain
dan word of mouth valence didefinisikan sebagai isi dari cerita
pelanggan yang diceritakan kepada orang lain tersebut dimana isi
cerita bisa bersifat positif maupun negative.
Pelanggan yang puas akan melakukan aktifitas word of mouth
kepada orang lain, dan dia akan bertindak konsisten sesuai dengan apa
yang telah dia katakan kepada orang lain tersebut. Apabila pelanggan
yang mengeluh mendapatkan respon yang menyenangkan dari
organisasi, maka kemungkinan untuk menceritakan pengalaman yang
tidak menyenangkan tersebut akan semakin kecil.
F. Ruang Lingkup
Ruang lingkup manajemen Komplain pada Rumah Sakit adalah
sebagai berikut :
a. Prosedur pelayanan
b. Persyaratan pelayanan
c. Kejelasan petugas pelayanan
d. Kedisiplinan petugas pelayanan
e. Tanggung jawab petugas pelayanan
f. Kemampuan petugas pelayanan
g. Kecepatan pelayanan
h. Keadilan mendapatkan pelayanan
i. Kesopanan dan keramahan petugas pelayanan
j. Kewajaran biaya pelayanan
k. Kepastian biaya pelayanan
l. Kepastian jadwal pelayanan
m. Kenyamanan lingkungan
n. Keamanan pelayanan

G. Tata Laksana

1. Media – Media yang Digunakan dalam Penanganan Keluhan /


Komplain
a. Kotak Saran
b. Hotline service
c. Website
d. Unit Pengaduan Masyarakat

2. Alur Penanganan Keluhan/Komplain Pelanggan

Direktur

RSUD Ratu Zalecha

Wakil Direktur Umum dan


Keuangan

Bagian Perencanaan
Program

Bidang/Bagian dan Instalasi terkait


pada :
A. Investigasi Masalah
B. Tindakan Perbaikan

Laporan Tindak Lanjut Pengaduan


(LTLP) Dikordinasi oleh Subbag Hukum,
Data dan Kehumasan
Media Pengaduan :
Unit Pengaduan  Kotak saran
Pengaduan Masyarakat
Masyarakat/Informasi  Telpon / Hotline Service
 Website RS
 Kuisioner
Penjelasan alur :
1. Pengaduan masyarakat dapat disampaikan sebagai berikut :
a. Secara langsung ke tempat pengaduan yaitu Unit Pengaduan
Masyarakat atau Informasi.
b. Secara tidak langsung melalui media sebagai berikut :
 Kotak pengaduan
 Website Rumah Sakit
 Telepon
 Kuisioner
2. Pengaduan masyarakat dicatat didalam LTLP (Laporan Tindak Lanjut
Pengaduan) oleh petugas Unit Pengaduan Masyarakat, petugas
Informasi, petugas Pengelola Website, dan Staf Subag Hukum, Data,
dan Kehumasan yang selanjutnya diserahkan kepada Kasubag
Hukum Data dan Kehumasan.
3. LTLP kemudian diteruskan ke Bagian/Bidang/Instalasi terkait yang
bertanggung jawab untuk diinvestigasi dan dilakukan tindakan
perbaikan lebih lanjut
4. LTPP yang sudah diisi oleh Bagian/Bidang/Instalasi terkait sesuai
dengan tindakan perbaikan yang telah atau akan dilakukan, dan
sudah dilakukan pemantauan akan diteruskan kepada Kasubag
Hukum Data dan Kehumasan, untuk dipastikan apakah LTLP
tersebut sudah selesai ditindaklanjuti.
5. Apabila sudah selesai ditindaklanjuti maka LTLP tersebut diteruskan
kepada Wakil Direktur Umum Dan Keuangan untuk ditandatangani
6. LTLP yang sudah ditanda tangani oleh Wakil Direktur Umum dan
Keuangan diajukan ke Direktur dalam bentuk laporan.

H. DOKUMENTASI

1. LTLP (Laporan Tindak Lanjut Perbaikan) oleh petugas di Unit


Pengaduan Masyarakat atau Petugas Informasi.
2. Laporan Pelaksanaan LTLP yang diajukan oleh Wakil Direktur Umum
Dan Keuangan kepada Direktur.
BAB III.
PANDUAN PERMINTAAN PENDAPAT MEDIS YANG BERBEDA
(SECOND OPINION)
A. Latar Belakang
Kesalahan diagnosis dan perbedaan penatalaksanaan pengobatan
dokter yang satu berbeda dengan dokter lainnya sering terjadi di
belahan dunia manapun. Di negara yang paling maju dalam bidang
kedokteran pun, para dokter masih saja sering melakukan
overdiagnosis, overtreatment atau wrong diagnosis pada penanganan
pasiennya.
Begitu juga di Indonesia, perbedaan pendapat pada dokter dalam
mengobati penderita adalah hal yang biasa terjadi. Perbedaan dalam
penentuan diagnosis dan penatalaksanaan mungkin tidak menjadi
masalah serius bila tidak menimbulkan konsekuensi yang berbahaya
dan merugikan bagi penderita. Tetapi bila hal itu menyangkut kerugian
biaya yang besar dan ancaman nyawa maka akan harus lebih
dicermati. Sehingga, sangatlah penting untuk melakukan second
opnion terhadap dokter lain tentang permasalahan kesehatan
tertentuyang belum pernah terselesaikan.
Memang mencari second opinion akan memerlukan biaya lebih
untuk konsultasi tetapi ini bisa meminimalisir terjadinya kesalahan,
bagaimanapun dokter juga manusia selain itu penyakit juga bisa
menimbulkan gejala yang bervariasi, bisa berbeda antara satu orang
dengan yang lainnya atau sesuai dengan perjalanan penyakit. Manfaat
lain mendapatkan second opinion adalah pasien lebih teredukasi
mengenai masalah kesehatan yang dihadapinya.
Kalau kita kurang puas dan merasa tidak pas dengan pendapat
dokter yang menangani, carilah second opinion atau bahkan third
opinion jika memang diperlukan terutama pada penyakit-penyakit
berat atau pada kondisi yang rawan misalnya pada bayi. Pertanyaan-
pertanyaan yang belum tuntas saat berkonsultasi dengan dokter
pertama bisa ditanyakan pada dokter kedua.
Meminta Pendapat Lain atau mencari pendapat kedua yang
berbeda (second Opinion) adalah pendapat medis yang diberikan oleh
dokter lain terhadap suatu diagnose atau terapi maupun rekomendasi
medis lain terhadap penyakit yang diderita pasien. Mencari pendapat
lain bisa dikatakan sebagai upaya penemuan sudut pandang lain dari
dokter kedua setelah pasien mengunjungi atau berkonsultasi dengan
dokter pertama.
Second opinion hanyalah istilah, karena dalam realitanya di
lapangan, kadang pasien bisa jadi menemui lebih dari dua dokter
untuk dimintakan pendapat. Second opinion atau mencari pendapat
kedua yang berbeda adalah merupakan hak seorang pasien dalam
memperoleh jasa pelayanan kesehatannya. Hak pasien ini adalah hak
mendapatkan pendapat kedua (second opinion) dari dokter lainnya
Sudah menjadi hak pasien untuk mendapatkan second opinion.
Yang dimaksud dengan second opinion disini adalah pandangan
dokter lain terhadap masalah kesehatan yang dihadapi pasien.
Misalnya kita berobat kedokter A jika anda ragu tentang pendapat
dokter tersebut, sebelum mengambil obat atau terapi yang disarankan
dokter A tidak ada salahnya untuk mengunjungi dokter B untuk
mendapatkan pendapat kedua dari dokter B.
Kadang ada pasien yang ragu dengan kondisi medisnya, namun
mungkin terlalu sungkan untuk menanyakan pada dokter lain. Atau
ketika bertemu dengan dokter kedua tidak menyebutkan riwayat bahwa
dia telah berkonsultasi sebelumnya dengan dokter yang pertama.
Padahal riwayat konsultasi atau terapi sebelumnya sangat penting bagi
dokter manapun untuk menyelami kondisi kesehatan pasien yang
sebenarnya.
Tidak ada larangan memang bagi pasien untuk bertemu dokter
manapun sesuai dengan pilihannya dan seberapa banyak dokter yang
ia temui. Namun tidak ada salahnya meminta pada dokter yang
memeriksa sebelumnya, seandainya Anda menemukan keraguan, agar
dirujukkan atau diberikan pengantar berkonsultasi pada dokter lain
yang mungkin dapat membantu Anda. Dalam beberapa kasus
mungkin, dokter Anda sendiri yang akan menyarankan untuk mencari
pendapat kedua, terutama dokter yang lebih ahli tentang masalah
kesehatan yang sedang Anda derita.
Janganheranjikapendapat dari sejumlah dokter akan berbeda,
setiap penyakit memiliki presentasi yang berbeda-beda ketika hadir di
ruang periksa, pendekatan dan pertimbangan masing-masing dokter
akan berbeda tergantung spesifikasi keilmuan dan pengalaman yang
dimilikinya.

B. Definisi
1. Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang
dokter atau ahli medis terhadap suatu diagnose, terapi dan
rekomendasi medis lain terhadap penyakit seseorang.
2. Undang-Undang no.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bagian4
pasal 32 poin H tentang hak pasien menyebutkan:“setiap pasien
memiliki hak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di
dalam maupun diluar rumah sakit”.

C. Ruang Lingkup
Permasalahan kesehatan yang memerlukan second opinion yaitu:
1. Keputusan dokter mengenai tindakan operasi, diantaranya operasi
usus buntu, operasi amandel (tonsilektomi), operasi caesar, operasi
hordeolum (bintitan), operasi ligasi ductus lacrimalis (mata belekan
dan berair terus) dan tindakan operasi lainnya.
2. Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari
2 minggu, misalnya pemberian obat TBC jangka panjang, pemberian
antibiotika jangka panjang, pemberian anti alergi jangka panjang dan
pemberian obat-obat jangka panjang lainnya.
3. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemberian obat yang sangat
mahal: baik obat minum, antibiotik atau pemberian susu.
4. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan
pada kasus yang tidak seharusnya diberikan: seperti infeksi saluran
nafas, diare, muntah, demam virus, dan sebagainya. Biasanya dokter
memberikan diagnosis infeksi virus tetapi selalu diberi antibiotik.
5. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemeriksaan laboratorium
dengan biaya sangat besar dan tidak sesuai dengan indikasi penyakit
yang dideritanya.
6. Keputusan dokter mengenai suatu penyakit yang berulang diderita
misalnya: penyakit tipes berulang, pada kasus ini sering terjadi
overdiagnosis tidak mengalami tifus tetapi diobati tifus karena hasil
laboratorium yang menyesatkan.
7. Keputusan diagnosis dokter yang meragukan: biasanya dokter
tersebut menggunakan istilah “gejala” seperti gejala tifus, gejala
demam berdarah, gejala usus buntu dan lain-lain.
8. Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak
direkomendasikan oleh institusi kesehatan nasional atau
internasional.
D. Tata Laksana
1. Prosedur Meminta Second Opinion
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
b. Pastikan pasien sudah mendapat pendidikan pasien yang benar
mengenai proses penyakit yang dideritanya dari DPJP.
c. Hindari hal yang menyebabkan pasien/keluarga tidak tenang.
d. Berikan penguatan terhadap informasi yang diberikan oleh tim
kesehatan lain dengan tepat.
e. Jika pasien/keluarga masih bingung, dukung pasien untuk
mencari/mendapakan second opinion sesuai
kebutuhan/indikasi.
f. Jelaskan kepada pasien/keluarga tentang hal yang perlu
dipertimbangkan dalam meminta pendapat lain.
g. Siapkan formulir permintaan pendaapat lain/second opinion
dan rekam medis pasien.
h. Persilahkan pasien/keluarga mengisi formulir dengan lengkap
dan menandatanganinya.
i. Fasilitasi pasien untuk mendapatkan penjelasan second opinion
dari dokter dengan kompetensi yang sama.

2. Edukasi Pasien atau Keluarga Sebelum Melakukan Second Opinion


a. Berikan saran untuk mencari second opinion kepada dokter
yang sesuai kompetensinya atau keahliannya. Seringkali pasien
mendapatkan informasi hanya dari internet tanpa harus
diketahui akurasi kebenarannya secara ilmiah. Selain itu,
seringkali pasien mendapatkan informasi tidak benar dari
teman atau saudaranya yang berprofesi sebagai dokter tetapi
tidak sesuai kompetensinya dengan masalah yang dihadapi.
Misalnya, saran berbeda dari dokter umum atau dokter
penyakit dalam, dalam penanganan anaknya yang berusia 1
bulan yang sedang mengalami masalah kegawatan di ruangan
NICU. Sering kali opini yang belum tentu benar tersebut
membuat pasien bingung dan tidak mempercayai dokter ahli
yang merawat bayinya. Bila masalah rumit tersebut terjadi,
sebaiknya pasien mencari informasi atau second opinion kepada
dokter yang berkompeten, misalnya dokter ahli anak (dokter
spesialis anak).
b. Rekomendasi atau pengalaman keberhasilan pengobatan
temana atau keluarga terhadap dokter tertentu dengan kasus
yang sama sangat penting untuk dijadikan referensi. Karena,
pengalaman yang sama tersebut sangatlah penting dijadikan
sumber referensi.
c. Anjurkan mencari informasi sebanyak-banyaknya di internet
tentang permasalahan kesehatan yang tersebut. Jangan
mencari informasi sepotong-sepotong, karena seringkali
akurasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Carilah sumber
informasi internet dari sumber yang kredibel seperti WHO, CDC,
IDAI, IDI, atau organisasi resmi lainnya.
d. Keputusan second opinion dalam keadaan emergensi atau
kondisi tertentu juga harus dilakukan dalam waktu singkat hari
itu juga, seperti operasi usus buntu.
e. Anjurkan mencari second opinion terhadap dokter yang dapat
menjelaskan dengan mudah, jelas, lengkap, dan dapat diterima
dengan logika biasanya dokter tersebut akan menjelaskan tidak
berbelit-belit dan mudah diterima. Dokter yang cerdas dan
bijaksana biasanya tidak akan pernah menyalahkan keputusan
dokter sebelumnya atau tidak akan pernah menjelek-jelekkan
dokter sebelumnya atau menganggap dirinya paling benar.
f. Ketika melakukan second opinion sebaiknya awalnya jangan
menceritakan dulu pendapat dokter sebelumnya, agar dokter
terakhir tersebut dapat objektif dalam menangani kasusnya.
Kecuali dokter tersebut menanyakan pengobatan yang
sebelumnya pernah diberikan atau pemeriksaan yang telah
dilakukan.
g. Jangan menggurui dokter yang bila sudah memperoleh
informasi tentang kesehatan, karena informasi yang Anda dapat
belum tentu benar. Tetapi sebaiknya diskusikan informasi yang
didapat kemudian mintakan pendapat dokter tersebut tentang
hal itu.
h. Bila pendapat kedua dokter tersebut berbeda, maka ambil salah
satu keputusan tersebut berdasarkan argument yang dapat
diterima secara logika. Atau, dalam keadaan tertentu ikuti advis
dari dokter tersebut bila terdapat perbaikan bermakna dan
sesuai penjelasan dokter maka keputusan tersebut mungkin
dapat dijadikan pilihan. Bila hal itu masih membingungkan,
tidak ada salahnya melakukan pendapat ketiga. Biasanya,
dengan berbagai pendapat tersebut penderita akan dapat
memutuskannya. Bila pendapat ketiga tersebut masih sulit
dipilih biasanya kasus yang dihadapi adalah kasus yang sangat
sulit.
i. Keputusan second opinion terhadap terapi alternatif sebaiknya
tidak dilakukan karena pasti terjadi perbedaan pendapat
dengan pemahaman tentang kasus yang berbeda dan latar
belakang keilmuan yang berbeda.
j. Kebenaran ilmiah dibidang kedokteran tidak harus berdasarkan
senioritas dokter atau gelar professor yang disandang. Tetapi
berdasarkan kepakaran dan landasan pertimbangan kejadian
ilmiah berbasis bukti penelitian di bidang kedokteran (evidence
base medicine).

E. Dokumentasi
Bukti permintaan pendapat lain dari pasien/keluarga berupa
formulir persetujuan permintaan pendapat lain (second opinion) yang
telah terisi lengkap dan ditandatangani. Formulir tersebut kemudian
disimpan dalam rekam medis pasien yang bersangkutan.
BAB IV
Panduan Privasi
A. Latar Belakang
Privasi pasien penting, khususnya pada waktu wawancara klinis,
pemeriksaan, prosedur/tindakan, pengobatan, dan transformasi.
Pasien mungkin menghendaki privasi dari staff lain, dari pasien yang
lain, bahkan dari keluarganya. Mungkin mereka juga tidak bersedia
difoto, direkam atau berpartisipasi dalam wawancara survey akreditasi.
Meskipun ada beberapa cara pendekatan yang umum dalam
menyediakan privasi bagi semua pasien, setiap individu pasien dapat
mempunyai harapan privasi tambahan atau yang berbeda dan
kebutuhan berkenaan dengan situasi, harapan dan kebutuhan ini
dapat berubah dari waktu ke waktu. Jadi, ketika staff memberikan
pelayanan kepada pasien, mereka perlu menanyakan kebutuhan dan
harapan pasien terhadap privasi dalam kaitan dengan asuhan atau
pelayanan. Komunikasi antara staf dan pasien membangun
kepercayaan dan komunikasi terbuka dan tidak perlu didokumentasi.
Rahasia kedokteran diatur dalam beberapa peraturan/ketetapan
yaitu:
 Peraturan Pemerintahan nomor 10 tahun 1966 dan peraturan
pemerintahan nomor 33 tahun 1963 untuk dokter gigi yang
menetapkan bahwa tenaga kesehatan termasuk mahasiswa
kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan, dan/atau perawatan diwajibkan menyimpan rahasia
kedokteran.
 Pasal 22 ayat (1) b.
 Peraturan Pemerintahan nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan diataur bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu
dalam melaksankan tugas profesinya berkewajiban untuk menjaga
kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien.
 Kode etik kedokteran dalam pasal 12 memetapkan : “ setiap dokter
wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia”.
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan
kesehatan pasien, memenuhi permintaan aperatur penegak hokum
dalam rangka penegak hokum, permintaan pasien sendiri atau
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
 Pasal 51 huruf c Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 adanya
kewajiban merahasiakan segala sesuatau yang diketahuinya
tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
 Berkaitan dengan pengungkapan rahasia kedokteran tersebut
dalam pasal 10 ayat (2).
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
tentang rekam medis sebagai berikut: informasi tentang identitas,
diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka
penegakkan hukum atas perintah pengadilan
c. Permintaan, dan/ atau persetujuan pasien sendiri
d. Permintaan institusi/ lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, an audit medis,
sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien
Mengenai rahasia kedokteran dikenal adanya trilogi rahasia
kedokteran yang meliputi persetujuan tindakan kedokteran, rekam
medis dan rahasia kedokteran karena keterkaitan satu sama lain. Jika
menyangkut pengungkapan rahasia kedokteran maka harus ada izin
pasien (consent) dan bahan rahasia kedokteran terdapat dalam berkas
rekam medis.
Hak privasi ini bersifat umum dan berlaku untuk setiap orang.Inti
dari hak ini adalah suatu hak dan kewenangan untuk tidak diganggu.
Setiap orang berhak untuk tidak dicampuri urusan pribadinya oleh
orang lain tanpa persetujuannya. Hak atas privasi disini berkaitan
dengan hubungan terapeutik antara dokter- pasien (fiduciary
relationship). Hubungan ini di dasarkan atas kepercayaan bahwa
dokter itu akan berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan
pelayanan pengobatan pula. Kepercayaan bahwa penyakit yang diderita
tidak akan diungkapkan lebih lanjut kepada orang lain tanpa
persetujuannya.
Dalam pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 diatur bahwa penjelasan tentang isi rekam
medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang
merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Pada saat pemeriksaan seperti wawancara klinis, prosedur
tindakan, pengobatan, dokter atau perawat atau bidan atau petugas
medis lainnya wajib melindungi privasi pasien seperti data pasien,
diagnose pasien, dan lainnya dapat juga menutup korden pintu pada
saat dilakukan pemeriksaan atau pengobatan semua bergantung dari
kebutuhan pasien.

B. Definisi
1. Kerahasiaan pribadi (Privasi) adalah kemampuan satu atau
sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan
urusan personalnya dari public, atau untuk mengotrol arus
informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan
dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai
oleh orang yang dikenal public. Privasi dapat dianggap sebagai
suatu aspek dar keamanan.
2. Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang
dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu.
Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan
atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi
dengan orang lain, atau justru ingin menghindari atau berusaha
supaya sulit dicapai orang lain.
3. Adapun defenisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan
untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh
pilihan-pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti
yang diinginkan. Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan
diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain.
4. Identifikasi privasi pasien adalah suatu proses untuk mengetahui
kebutuhan privasi pasien selama dalam rumah sakit
5. Privasi pasien adalah merupakan hak pasien yang perlu dilindungi
dan dijaga selama dalam rumah sakit. Guna mengetahui
kebutuhan pasien akan privasinya selama dalam rumah sakit
sebagai bentuk kepedulian Rumah Sakit yang diterapkan untuk
melindungi hak-hak asasi pasien (hak privasi).
6. Faktor privasi
7. Ada perbedaan jenis kelamin dalam privasi, dalam suatu penelitian
pria lebih memilih ruangan yang terdapat tiga orang sedangkan
wanita tidak mempermasalahkan isi dalam ruangan itu. Menurut
Maeshall perbedaan dalam latar belakang pribadi akan
berhubungan dengan kebutuhan privasi.
8. Faktor situasional
9. Kepuasan akan berhubungan privasi sangat berhubungan dengan
seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang didalamnya
untuk mandiri
10. Faktor budaya
11. Pada penelitian tiap-tiap budaya tidak ditemukan perbedaan dalam
banyaknya privasi yang diinginkan tetapi berbeda dalam cara
bagaimana mereka mendapatkan privasi. Misalnya rumah orang
jawa tidak terdapat pagar dan menghadap ke jalan, tinggal dirumah
kecil dengan dinding dari bambu terdiri dari keluarga tunggal
anak,ayah,dan ibu

C. Ruang Lingkup
Pasien rawat inap maupun rawat jalan berhak mendapatkan privasi
dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
Lingkup hak pasien dalam hal privasi melliputi :
a. Privasi identitas pasien.
b. Privasi di ruang perawatan.
c. Privasi di ruang pemeriksaan.
d. Privasi saat dilakukan tindakan.
e. Privasi saat dimandikan.
f. Privasi saatmembantu BAB/BAK.
g. Privasi saat transportasi.
h. Privasi saat di kamar operasi.
i. Privasi rekam medis.
j. Privasi saat akan mengakhiri kehidupan.

D. Tata Laksana
1. Menjaga Privasi Identitas Pasien
a. Menjaga identitas pasien/informasi tentang kesehatan pasien
agar tidak dapat dilihat/dibaca oleh khalayak umum.
b. Identitas pasien tidakdicantumkan di Nurse Station, di depan
kamar pasien, dan di dalam kamar pasien.
c. Menggunakan simbol-simbol/istilah yang hanya diketahui oleh
petugas RSUD Ratu Zalecha Martapura.
2. Privasi di ruang perawatan
a. Untuk kamar perawatan yang memuat lebih dari satu orang
agar menempatkan pasien dalam satu kamar, tidak bercampur
antara pasien laki-laki dan perempuan, dan setiap tempat tidur
pasien agar dipasang gorden/sampiran.
b. Memastikan satu orang perawat (PP) dan satu orang dokter
(DPJP) yang bertanggung jawab terhadap pasien.
c. Peliputan yang dilakukan oleh media massa baik berupa
wawancara maupun pengambilan gambar harus mendapat izin
dari bagian Humas, dokter yang merawat pasien, dan pasien
sendiri atau keluarga pasien.
d. Melakukan wawancara survey harus seizin pasien.
3. Menjaga Privasi di Ruang Pemeriksaan
a. Menempatkan pasien dalam ruang pemeriksaan.
b. Menutup gorden pada saat pemeriksaan.
c. Memasang selimut pada saat melakukan pemeriksaan.
d. Memberitahukan pasien/keluarga pasien akan dilakukan
pemeriksaan dan memberikan izin keluarga pasien untuk
melihat jalannya pemeriksaan seizin dari pasien.
e. Menutup pintu kamar pada saat dilakukan pemeriksaan.
4. Menjaga Privasi Pasien Saat Melakukan Tindakan
a. Membuka bagian yang akan dilakukan intervensi.
b. Kalau perlu, memberikan pakaian khusus pada pasien.
c. Menutup pintu dan keluarga menunggu di luar
ruangan/memberikan izin untuk menunggu kepada yan
mempunyai keterkaitan kepentingan dengan kondisi pasien.
5. Menjaga Privasi Pasien Saat Memandikan
a. Memberitahu kepada pasien dan keluarga, bahwa pasien
akan dimandikan.
b. Menutup gorden dan menyarankan agar keluarga pasien
menunggu di luar.
c. Membuka bagian-bagian tubuh yang hanya akan dibersihkan
saja secara bertahap.
d. Menggunakan selimut mandi.
6. Menjaga Privasi Pasien SaatMembantu BAB/BAK
a. Memberitahu kepada keluarga pasien agar menunggu di luar.
b. Menutup gorden.
c. Membuka pakaian bawah pasien.
d. Menutupi pasien dengan selimut mandi.
7. Privasi Pasien Saat Melakukan Transportasi
a. Menutupi tubuh pasien dengan selimut.
b. Memastikan bahwa semua bagian tubuh pasien tertutup,
kecuali muka pasien.
c. Menaikkan pengaman brancard/tempat tidur.
8. Menjaga Privasi Pasien Saat di Kamar Operasi
a. Membuka bagian/area yang akan dioperasi.
b. Tidak membicarakan privasi pasien walaupun pasien sudah
tertutup kecuali muka pasien.
c. Jangan tertawa/menertawakan keadaan pasien walaupun
pasien dalam kondisi terbius.
d. Menutup kembali semua tubuh pasien pada saat selesai
operasi.
9. Menjaga Privasi Rekam Medis Pasien
a. Memastikan penempatan rekam medis pasien di tempat yang
aman.
b. Rekam medis hanya boleh dibawa oleh petugas RSUD Ratu
Zalecha Martapura.
c. Tidak dibenarkan rekam medis dibaca oleh semua orang
kecuali dokter/perawat yang merawat pasien tersebut atau
tenaga kesehatan yang berkepentingan dengan kesembuhan
pasien.
d. Semua rekam medis setelah pasien pulang disimpan oleh
petugas rekam medis.
e. Rekam medis akan dimusnahkan setelah berumur lebih dari
lima tahun.
10. Menjaga Privasi Pasien Saat Berakhirnya Kehidupan
a. Keluarga pasien diinformasikan kondisi pasien.
b. Bila pasien dirawat di bangsal, makapasien dipindahkan ke
tempat khusus atau dengan menutup gorden sehingga terpisah
dari pandangan pasien lainnya.
c. Mengurangi kegiatan di kamar tersebut atau menimilkan
kebisingan.
d. Memfasilitasi bila keluargamembutuhkan pendamping
rohaniawan.

E. Dokumentasi
1. Sesuai kebijakan RSUD Ratu Zalecha Martapura tentang hak dan
kewajiban pasien, maka seluruh pasien yang dirawat di Rumah
Sakit ini (rawat inap, maupun rawat jalan) mendapatkan
privasi/jaminan kerahasiaan pribadi pasien yang telah tercantum
dalam Formulir Persetujuan Umum (General Consent) dan seluruh
staff Rumah Sakit wajib menghormati dan melaksanakan hak
privasi pasien tersebut.
2. Pasien yang menghendaki adanya privasi khusus atau privasi
tertentu, dilakukan identifikasi di bagian Admisi Rumah Sakit dan
dicatat/didokumentasikan dalam Formulir Persetujuan Umum
(General Consent).
BAB V
PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)

A. Latar Belakang
Tujuan Panduan ini bertujuan agar dijadikan acuan bagi seluruh dokter,
dokter gigi dan seluruh tenaga kesehatan Rumah Sakit RATU ZALECHA
MARTAPURA dalam melaksanakan ketentuan tentang persetujuan
tindakan kedokteran.

B. Definisi
1. Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
2. Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang selanjutnya
disebut Tindakan Kedokteran, adalah suatu tindakan medis berupa
preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
3. Tindakan Invasif, adalah tindakan yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
4. Tindakan Kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah
tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu,
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
5. Pasien, adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
6. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi
dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
7. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau
pengampunya.
Ayah :
a. Ayah Kandung
b. Termasuk “Ayah” adalah ayah angkat yang ditetapkan
berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Ibu :
a. Ibu Kandung
b. Termasuk “Ibu” adalah Ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan
penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat
Suami :
Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Istri :
a. Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan
seorang laki-laki berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri
persetujuan / penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari
mereka.
8. Wali, adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain
yang belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan
perbuatan hukum, atau orang yang menurut hukum menggantikan
kedudukan orang tua.
9. Induk semang, adalah orang yang berkewajiban untuk mangawasi
serta ikut bertangung jawab terhadap pribadi orang lain, seperti
pemimpin asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga
dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.
10. Gangguan Mental, adalah sekelompok gejala psikologis atau
perilaku yang secara klinis menimbulkan penderitaan dan
gangguan dalam fungsi kehidupan seseorang, mencakup Gangguan
Mental Berat, Retardasi Mental Sedang, Retardasi Mental Berat,
Dementia Senilis.
11. Pasien Gawat Darurat, adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam
keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.

C. Ruang Lingkup
1. Konsep Umum
a. Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung
jawab seorang (pasien) itu sendiri. Dengan demikian, sepanjang
keadaan kesehatan tersebut tidak sampai menggangu orang
lain, maka keputusan untuk mengobati atau tidaknya masalah
kesehatan yang dimaksud, sepenuhnya terpulang dan menjadi
tanggung jawab yang bersangkutan.Bahwa tindakan kedokteran
yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi untuk
meningkatkan atau memulihkan kesehatan seseorang (pasien)
hanya merupakan suatu upaya yang tidak wajib diterima oleh
seorang (pasien) yang bersangkutan. Karena sesungguhnya
dalam pelayanan kedokteran, tidak seorangpun yang dapat
memastikan keadaan hasil akhir dari diselenggarakannya
pelayanan kedokteran tersebut (uncertainty result), dan karena
itu tidak etis jika sifat penerimaannya dipaksakan. Jika
seseorang karena satu dan lain hal, tidak dapat atau tidak
bersedia menerima tindakan kedokteran yang ditawarkan, maka
sepanjang penolakan tersebut tidak membahayakan orang lain,
harus dihormati.
b. Bahwa hasil dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna
dan berhasil guna apabila terjalin kerjasama yang baik antara
dokter dan pasien sehingga dapat saling mengisi dan
melengkapi. Dalam rangka menjalin kerjasama yang baik ini
perlu diadakan ketentuan yang mengatur tentang perjanjian
antara dokter atau dokter gigi dengan pasien. Pasien menyetujui
(consent) atau menolak, adalah merupakan hak pribadinya yang
tidak boleh dilanggar, setelah mendapat informasi dari dokter
atau dokter gigi terhadap hal-hal yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi sehubungan dengan pelayanan
kedokteran yang diberikan kepadanya.
c. Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah
mendapatkan informasi dan consent berarti persetujuan (ijin).
Yang dimaksud dengan Informed Consent dalam profesi
kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari
seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa
paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang
cukup tentang kedokteran yang dimaksud.
d. Bahwa, untuk mengatur keserasian, keharmonisan, dan
ketertiban hubungan dokter atau dokter gigi dengan pasien
melalui informed consent harus ada pedoman sebagai acuan
bagi seluruh personil rumah sakit.
2. Jenis-Jenis Informed Consent
a. Persetujuan tindakan kedokteran.
b. Persetujuan tindakan kedokteran dan terapi beresiko tinggi.
c. Persetujuan tindakan pembiusan.
d. Persetujuan pemberian transfusi darah.
3. Informasi yang Diberikan Meliputi
a. Diagnosa.
b. Tata cara tindakan medis.
c. Tujuan tindakan.
d. Alternative tindakandanresikonya.
e. Resiko dan komplikasinya.
f. Prognosis terhadap tindakan.
g. Perkiraanbiaya.
4. Urutan Prioritas untuk Memberikan Persetujuan
a. Pasien sendiri.
b. Suami atau istrinya.
c. Anaknya yang sudah dewasa.
d. Orang tuanya.
e. Saudara kandungnya.
f. Keluarga lain, teman, atau kenalan bila yang disebut di atas tidak
ada.

D. Dasar Hukum
Sebagai dasar ditetapkannya Panduan Pelaksanaan Persetujuan
Tindakan Kedokteran ini adalah peraturan perundang-undangan dalam
bidang kesehatan yang menyangkut persetujuan tindakan kedokteran,
yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
b. Undang –Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
c. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
d. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran;
e. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan
f. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008
tentang Rekam Medis;
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 290/Menkes/Per/III/2008
tentang Persetujuan tindakan kedokteran;
h. Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Nomor :
HK.00.06.3.5.1866 tahun 1999 tentang Pedoman Pelaksanaan
Persetujuan Tindakan Medis.

E. Tata Laksana
Persetujuan dan Penjelasan Tindakan Kedokteran Dalam
menetapkan dan Persetujuan Tindakan Kedokteran harus
memperhatikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut :
a. Memperoleh Informasi dan penjelasan merupakan hak pasien
dan sebaliknya memberikan informasi dan penjelasan adalah
kewajiban dokter atau dokter gigi.
b. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan kedokteran dianggap benar
jika memenuhi persyaratan dibawah ini :
1) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan
untuk tindakan kedokteran yang dinyatakan secara spesifik
(The Consent must be for what will be actually performed)
2) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan
tanpa paksaan (Voluntary)
3) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan
oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang
berhak memberikannya dari segi hukum
4) Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan
setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan
yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
dilakukan.
c. Informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika
sekurang-kurangnya mencakup :
1) Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran(contemplated
medical procedure);
2) Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
3) Alternatif tindakan lain, danrisikonya(alternative medical
procedures and risk);
4) Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan
komplikasi yang mungkin terjadi;
5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with
and without medical procedures;
6) Risiko atau akibat pasti jika tindakan kedokteran yang
direncanakan tidak dilakukan;
7) Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek
keberhasilan tindakan kedokteran yang dilakukan (purpose
of medical procedure);
8) Informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah
tindakan kedokteran.
d. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan.
Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan
medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan
informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan,
informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat
diwakilkan kepada dokter atau dokter gigi lain dengan
sepengetahuan dokter atau dokter gigi yang bersangkutan. Bila
terjadi kesalahan dalam memberikan informasi tanggung jawab
berada ditangan dokter atau dokter gigi yang memberikan
delegasi.
Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa
yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk
mempermudah pemahaman. Penjelasan tersebut dicatat dan
didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau
dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan
 Tanggal
 Waktu
 Nama
 Tandatanganpemberi penjelasan dan penerima penjelasan
Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa
penjelasan yang akan diberikan dapat merugikan kepentingan
kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan,
maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan
kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang
tenaga kesehatan lain sebagai saksi.
a) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan
kedokteran adalah semua risiko dan komplikasi yang dapat
terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan,
kecuali :
1) Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan
umum;
2) Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau
dampaknya sangat ringan;
3) Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan
sebelumnya (unforeseeable).
b) Penjelasan tentang prognosis meliputi :
1) Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
2) Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
3) Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang
merawat pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi dari tim
dokter yang merawatnya.
Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya
berhalangan untuk memberikan penjelasan secara langsung,
maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada
dokter atau dokter gigi lain yang kompeten. Tenaga kesehatan
tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai
dengan kewenangannya. Tenaga kesehatan tersebut adalah
tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan
secara langsung kepada pasien.
Demi kepentingan pasien, persetujuan tindakan
kedokteran tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat dalam
keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga pasien
yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan
kedokteran.
e. Pihak yang Berhak Memberikan Persetujuan
Yang berhak untuk memberikan persetujuan setelah
mendapatkan informasi adalah:
1) Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur 21 tahun atau
telah menikah.
2) Bagi Pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (informed
consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh
mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
a. Ayah/ Ibu Kandung
b. Saudara – saudara kandung
3) Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai
orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir,
persetujuan (Informed Consent) atau Penolakan Tindakan
medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut :
a. Ayah/Ibu Adopsi
b. Saudara – saudara Kandung
c. Induk Semang
4) Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan
(Informed Consent) atau penolakan penolakan tindakan
medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
a. Ayah/Ibu kandung
b. Wali yang sah
c. Saudara – Saudara Kandung
5) Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan
(curatelle) Persetujuan atau penolakan tindakan medis
diberikan menurut hal tersebut.
a. Wali
b. Curator
6) Bagi Pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua,
persetujuan atau penolakan tindakan medik diberikan pleh
mereka menurut urutan hal tersebut.
a. Suami/ Istri
b. Ayah/ Ibu Kandung
c. Anak- anak Kandung
d. Saudara – saudara Kandung

Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan


secara terucap (oral consent), tersurat (written consent), atau
tersirat (implied consent). Setiap tindakan kedokteran yang
mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan. Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam formulir Persetujuan Tindakan
Medis Kedokteran.
Sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu jari
tangan kiri, formulir tersebut sudah diisi lengkap oleh dokter
atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan kedokteran
atau oleh tenaga medis lain yang diberi delegasi, untuk
kemudian yang bersangkutan dipersilahkan membacanya, atau
jika dipandang perlu dibacakan dihadapannya.
Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan
kedokteran yang tidak mengandung risiko tinggi. Dalam hal
persetujuan lisan yang diberikan dianggap meragukan, maka
dapat dimintakan persetujuan tertulis.

F. Ketentuan pada Situasi Khusus


1. Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/
withholding life support) pada seorang pasien harus mendapat
persetujuan keluarga terdekat pasien.
2. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga
terdekat pasien diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari
tim dokter atau dokter gigi yang bersangkutan. Persetujuan harus
diberikan secara tertulis.

G. Penolakan Tindakan Kedokteran


1. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien
dan/atau keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang
tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
2. Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang
berhak memberikan atau menolak memberikan persetujuan
tindakan kedokteran adalah orang tua, keluarga, wali atau
kuratornya.
3. Bila pasien yang sudah menikah maka suami atau isteri tidak diikut
sertakan menandatangani persetujuan tindakan kedokteran, kecuali
untuk tindakan keluarga berencana yang sifatnya irreversible; yaitu
tubektomi atau vasektomi.
4. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima
informasi dan kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada
kebijakan dokter atau dokter gigi maka orang tersebut dianggap
telah menyetujui kebijakan medis apapun yang akan dilakukan
dokter atau dokter gigi.
5. Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak
untuk memberikan persetujuannya maka penolakan tindakan
kedokteran tersebut harus dilakukan secara tertulis. Akibat
penolakan tindakan kedokteran tersebut menjadi tanggung jawab
pasien.
6. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter
pasien.
7. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut)
setiap saat, kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan sudah
sampai pada tahapan pelaksanaan yang tidak mungkin lagi
dibatalkan.
8. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran yang telah diberikan
oleh keluarga, maka yang berhak menarik kembali (mencabut)
adalah anggota keluarga tersebut atau anggota keluarga lainnya
yang kedudukan hukumnya lebih berhak sebagai wali.
9. Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan kedokteran
harus diberikan secara tertulis dengan menandatangani format yang
disediakan.

H. DOKUMENTASI
Dokumen Persetujuan Tindakan Kedokteran
a. Semua hal – hal yang sifatnya luar biasa dalam proses
mendapatkan persetujuan tindakan kedokteran harus dicatat
dalam rekam medis.
b. Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan kedokteran
harus disimpan bersama-sama rekam medis.
c. Format persetujuan tindakan kedokteran atau penolakan
tindakan kedokteran, menggunakan formulir dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Tenaga
keperawatan bertindak sebagai salah satu saksi;
2) Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis
pasien;
3) Formulir harus sudah mulai diisi dan ditandatangani 24 jam
sebelum tindakan kedokteran;
4) Dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelaan harus
ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa telah
memberikan informasi dan penjelasan secukupnya;
5) Sebagai tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta
huruf harus membubuhkan cap jempol jari kanan.
BAB VI
PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DO NOT RESUSITATION/DNR)

A. Definisi
Resusitasi jantung-Paru (RJP) didefinisikan sebagai suatu sarana dalam
memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti nafas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien
yang tidak sadar, tidak bernafas, dan yang tidak menunjukkan adanya
tanda-tanda sirkulasi.
1. RJP merupakan suatu prosedur emergensi dan di rumah sakit biasanya
telah dibentuk tim khusus yang terlatih dan berpengalaman dalam
melakukan RJP.
2. Menurut statistic, tindakan RJP dilakukan sebanyak 1/3 dari 2 miliar
kematian pasien yang terjadi di rumah sakit Amerika Serikat setiap
tahunnya. Proporsi dari tindakan RJP ini dianggap berhasil merestorasi
fungsi kardiopulmoner pasien.
3. Dari pasien-pasien yang dilakukan RJP, sebanyak 1/3-nya berhasil
dan 1/3 dari pasien-pasien yang berhasil ini dapat bertahan hingga
pulang dari rumah sakit.
4. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada sifat dan derajat penyakit
pasien.
5. Pada suatu studi di Rumah Sakit Boston, pasien dengan kanker lanjut
yang telah bermetastasis tidak ada yang dapat bertahan hidup hingga
pulang dari rumah sakit. Diantara pasien gagal ginjal hanya 2% yang
bertahan hidup sampai pulang dari rumah dari rumah sakit.
6. Biasanya pada pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial tetapi
meninggal sebelum pulang dari rumah sakit, hampir selalu dirawat di
Ruang Rawat Intensif (intensive Care Unit- ICU).
7. Pada suatu studi lainnya menyatakan bahwa sekitar 11% pasien yang
berhasil dilakukan RJP inisial akan mengalami RJP ulang minimal 1
kali selama masa perawatannya di rumah sakit.
8. Biasanya pasien RJP yang berhasil bertahan hidup dan pulang dari
rumah sakit tidak mengalami gangguan / disfungsi yang berat.
9. Suatu studi menyatakan 93% dari pasien-pasien ini memiliki orientasi
yang baik saat dipulangkan dari rumah sakit.
10. Pada pasien-pasien yang berhasil dilakukan RJP, beberapa diantaranya
berhasil mengalami pemulihan sempurna, beberapa pulih tetapi
memiliki masalah kesehatan dan tidak pernah kembali ke level normal
sebelum terjadi henti jantung/napas, beberapa mengalami
kerusakan/cedera otak atau koma, dan beberapa lainnya jatuh kembali
ke dalam kondisi henti jantung/napas sehingga harus dilakukan RJP
ulang.
11. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada:
a. Penyebab terjadinya henti jantung/napas pada pasien
b. Penyakit/masalah medis mendasari
c. Kondisi kesehatan pasien secara umum
12. Seringnya pasien yang berhasil dilakukan RJP masih mengalami
kondisi yang sakit dan membutuhkan penanganan lebih lanjut, dan
biasanya dirawat di ICU.
Penting untuk mengidentifikasi pasien dimana terjadinya henti napas
dan jantung menandakan kondisi terminal penyakit pasien dan dimana
usaha RJP tidak akan membuahkan hasil (sia-sia).
Dalam menetapkan kebijakan DNR, penting untuk diketahui bahwa
kebijakan ini harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh tenaga kesehatan
profesional di tingkat primer, rumah sakit, dan petugas/tim transfer intra
dan antar rumah sakit.
Hak pasien untuk menolak RJP harus dihargai. Hal ini mungkin
dikarenakan pasien berpendapat bahwa dengan melakukan usaha RJP
hanya akan memperpanjang kualitas hidup yang buruk.
Kebijakan ini hanya berkaitan dengan usaha RJP, bukan dengan
penundaan atau pembatalan pemberian tatalaksana lainnya, seperti terapi
antibiotik, nutrisi parenteral, dan sebagainya.

B. Pengertian
1. Henti jantung adalah suatu kondisi dimana terjadi kegagalan jantung
secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
a. Hal ini dapat disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, asistol, atau
pulseless electrical activity (PEA).
b. Untuk memperoleh RJP yang efektif, resusitasi harus dimulai
sesegera mungkin (< 3 menit setelah kejadian henti jantung).
c. Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya denyut nadi,
dan pupil dilatasi maksimal, hal ini bukanlah kejadian henti jantung
dan tidal perlu dilakukan tindakan resusitasi.
2. Resusitasi Jantung-Paru (RJP) : didefinisikan sebagai suatu sarana
dalam memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk :
pasien tidak sadar, tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda sirkulasi dan tidak tertulis intruksi DNR di rekam
medisnya.
3. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR) : adalah suatu tindakan dimana jika
pasien mengalami henti jantung atau napas, paramedis tidak akan
dipanggil dan tidak akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar
maupun lanjut.
a. Jika pasien mengalami henti jantung atau napas, lakukan asesmen
segera untuk mengidentifikasi penyebeb dan memeriksa posisi
pasien, potensi jalan napas, dan sebagainya. Tidak perlu melakukan
usaha bantuan hidup dasar maupun lanjut.
b. DNR tidak berarti semua tatalaksana/penanganan aktif terhadap
kondisi pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien
(misalnya terapi intravena, pemberian obat-obatan) tetap dilakukan
pada pasien DNR.
c. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan tanpa kecuali.
4. Fase/kondisi terminal penyakit : adalah kondisi yang disebabkan oleh
cedera atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis
lainnya tidak dapat disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada
akhirnya akan menyebabkan kematian dalam rentang waktuyang
singkat, dan dimana pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dalam
memperlama proses penderitaan /sekarat pasien.
5. Pelayanan paliatif : adalah pemberian dukungan emosional dan fisik
untuk mengurangi nyeri/penderitaan pasien. Hal ini termasuk:
pemberian nutrisi, hidrasi, dan kenyamanan, kecuali terdapat intruksi
spesifik untuk menunda pemberian nutrisi/hidrasi.
6. Formulir Instruksi DNR di Luar Rumah Sakit yang valid: formulir
tertulis yang dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani oleh
pasien/wali sahnya dan dokter penanggung jawab pasien. Fotocopy yang
dilegalisir dianggap sah dan berlaku.
7. Gelang DNR: adalah gelang pengenal yang berarti bahwa pemakainya
memiliki instruksi DNR yang valid. Gelang ini harus telah disetujui oleh
pemerintah setempat, resmi, mudah dikenali, dan khusus/khas, dipakai
dipergelangan tangan tangan atau kaki. Gelang ini harus dikenali oleh
Tim Kegawatdaruratan Medis dan petugas kesehatan lainnya.
C. Ruang Lingkup
Penanggung Jawab
a. Chief Executive Officer dan Dewan Direksi: bertanggung jawab untuk
memberikan implementasi kebijakan Do Not Resuscitate (DNR).
Fungsi ini didelegasikan kepada Manajer Pelayanan Medis.
b. Manajer Pelayanan Medis: memastikan setiap staf/petugas
mengetahui dan mematuhi kebijakan ini, serta memastikan
dilakukannya audit kebijakan DNR.
c. Staf/Petugas Rumah Sakit: semua staf terlibat dalam pengambilan
keputusan tindakan DNR dan resusitasi memahami dan menerapkan
kebijakan ini. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama
proses ini berlangsung harus dilaporkan pada berkas/formulir
insiden sesuai dengan algoritma yang berlaku.

D. Pengambil Keputusan untuk DNR


1. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk intervensi
operatif pada pasien keputusan DNR adalah:
a. Alat bantu asupan nutrisi (misalnya feeding tube)
b. Pembedahan segera untuk kondisi yang tidak berhubungan dengan
penyakit kronis pasien (misalnya: apendisitis akut)
c. Pembedahan segera untuk kondisi yang berhubungan dengan
penyakit kronis pasien tetapi tidak dianggap sebagai suatu bagian
dari proses terminal penyakitnya (misalnya: ileus obstruktif)
d. Prosedur untuk mengurangi nyeri (misalnya: operasi fraktur kolum
femur)
e. Prosedur untuk menyediakan akses vascular.
2. Pada situasi emergensi:
a. Tidak selalu ad cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang
mengenai keputusan DNR sebelum melakukan anestesi, pembedahan
atau resusitasi.
b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi
adanya keputusan DNR dini/awal yang telah dibuat sebelumnya (jika
memungkinkan).
3. Fase pre-operatif:
a. Lakukan diskusi antara pasien/wali sah, keluarga, anestesiologi,
dokter bedah, dokter penanggung jawab pasien, dan perawat.
b. Lakukan asesmen mengenai:
1) Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi
pasien
2) Intervensi pembedahan yang perlu dilakukan
3) Riwayat keputusan DNR sebelumnya termasuk:
a) Durasi?batas waktu berlakunya keputusan tersebut
b) Siapa yang bertanggung jawab menetapkan keputusan tersebut
c) Alasan keputusan tersebut dibuat
4) Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasian
ini perlu menjalani anestesi dan pembedahan (pertimbangan dari
sudut pandang pasien, keluarga, dokter bedah, anestesiologi).
5) Jika pembedahan dianggap perlu, tentukanlah batasan-batasan
tindakan resusitasi apasaja yang dapat dilakukan di fase pri-
operatif, lakukan komunikasi yang efektif, detail, dan terbuka
dengan pasien, keluarga, dan atau wali sah pasien.
6) Jika keputusan DNR telah dibuat dan disepakati, harus dicatat di
rekam medis pasien, ditandatangani oleh pihak-pihak yang
terlibat, dan cantumkan tanggal keputusan dibuat.
7) Lakukan prosedur pembedahan segera setelah keputusan dibuat
dan kondisi medis pasien memungkinkan untuk menjalani
pembedahan.
4. Fase intra-operatif:
a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar pasien
operasi.
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati
untuk menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien
sebelum di trasfer ke kamar operasi.
c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui mengenai pilihan
keputusan DNR yang diambil.
d. Dokter bedah dan anestesiologi yang terlibat dalam konsultasi pre-
operatif harus hadir selama prosedur berlangsung.
5. Fase pasca-operatif:
a. Pilihan keputusan DNR harus dikomunikasikn kepada petugas di
ruangan pemulihan.
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien
dipulangkan/dipindahkan dari ruangan pemulihan.
c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi alih
rawat pasien dari ruangan pemuliahan ke perawat di ruang rawat
inap.
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang batas
waktunya hingga pasien telah ditrasfer ke ruangan rawat inap pasca-
operasi.
e. Harus ada audit rutin mengenai manjemen pasien dengan keputusan
DNR yang dijadwalkan untuk menjalani operasi.
6. Keputusan DNR Pada Pediatrik
a. Pada pasien anak (usia<18 tahun), diskusikan dengan orang tua
pasien.
b. Orang tua harus mendapat informasi selengkap-lengkapnya
mengenai kondisi dan penyakit pasien, prosedur RPJ dan DNR.
c. Pertimbangkanlah juga kondisi emosianal dan tumbuh kembang
pasien anak.
d. Intruksi DNR harus diberitahukan kepada orang tua pasien, kecuali
pada kondisi berikut ini:
 Jika RJP dianggap membahayakan atau bersifat non-
terapeutik.
e. Di rekam medis harus tertulis hasil diskusi dokter dengan orang tua
pasien. Keputusan harus ditandatangani oleh dokter, perawat yang
terlibat, dan orang tua pasien.
f. Pada kasus tertentu, dimana orang tua tetap meminta dilakukan
RPJ meskipun tim medis telah memberitahukan bahwa tindakan RPJ
ini membahayakan pasien/bersifat nonterapeutik, orang tua
diperboleh mencari pendapat ekspertise lainnaya(second opinion)
atau (juka orang tua meminta) di perbolehkan melakukan transfer
pasien jika kondisi pasien memungkinkan untuk di trasfer.
g. Jika masih belum ditemukan kesepakatan antara tim medis dengan
orang tua pasien, lakukanlah proses peninjauan ulang (review) oleh
tim medis untuk menentukan apakah DNR perlu dilakukan atau
tidak, seperti tercantum di bawah ini:
1) Tim medis harus menkonfirmasi bahwa terdapat kesepakatan
diantara anggota timnya mengenai keputusan DNR pada pasien.
2) Meminta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second
opinion) mengenai apakah RJP pada pasien ini bersifat non-
terapeutik/membahayakn.
3) Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, salah seorang
anggota tim medis harus menghubungi Komisi Etik untuk
menjadwalkan konsultasi etik.
4) Jika hasil dari konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim
medis harus memberitahukan/melaporkannya kepada Kepala
Pelayanan Medis dan Lembaga Hukum.
5) Jika Kepala Pelayanan Medis setuju dan Lembaga Hukum
menyatakan bahwa keterlibatan secara hukum tidak diperlukan,
orang tua harus diberitahu bahwa keputusan DNR akan
dituliskan di rekam medis pasien.
6) Jika orang tua masih tidak setuju dengan keputusan DNR ini,
orang tua sebaiknya diberikan kesempatan dan bantuan untuk
mentransfer pasien ke fasilitas lainnya yang bersedia untuk
menerima pasien.
7) Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, instruksi
DNR akan dituliskan di rekam medis pasien.

E. Tata Laksana
Prinsip
a. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali
telah dibuat keputusan secara lisan dan tertulis untuk melakukan
resisitasi (DNR).
b. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.
c. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
d. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan
henti nafas/jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim
medis lakukan jika hal ini terjadi.
e. Pasien harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai
kondisi dan penyakit pasien, prosedur RPJ dan hasil yang mungkin
terjadi.
f. Tanggung jawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada
konsultan/dokter umum yang bertanggung jawab atas pasien. Jika
terdapat keraguan dalam mengambil keputusan, dapat meminta saran
dari dokter senior.
g. RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi-kondisi beikut ini:
1) RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan
pernafasan pasien.
2) Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki
kapasitas untuk mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan
usaha RJP.
3) Terdapat alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai
pengambilan keputusan untuk tidak melakukan tindakan RJP.
4) Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan
dengan alasan kuat.
5) Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal
penyakitnya/sekarat, dimana tindakan RJP tidak dapat menunda
fase terminal/kondisi sekarat pasien dan tidak memberikan
keuntungan terapeutik (risik/berbahayanya melebihi
keuntungannya).
a) Contoh: henti jantung/nafas yang dialami oleh pasien
merupakan kejadian alamiah akibat penyakit terminal yang
diderita. Pada kasus ini, RJP mungkin dapat mengembalikan
fungsi jantung-paru pasien secara sementara tetapi kondisi
keseluruhan pada pasien dapat memburuk dan henti
jantung/nafas akan terjadi kembali, yang merupakan bagian
dari proses alamiah dan tidak dapat terhindar dari proses
sekarat/kematian pasien.
b) Melakukan RJP pada kasus ini akan
membahayakan/merugikan pasien dan bertolak belakang
dengan etika kedokteran (prinsip’do not harm’).
h. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.
i. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik
untuk pasien dan harus didiskusikan dengan pasien meskipun tidak
ada kewajiban secara etika untuk mendiskusikan DNR dengan pasien-
pasien yang menjalani perawatan paliatif (dimana usaha RJP adalah
sia-sia).
j. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang pentingdan
tergantung dengan kapasitas mental dan harapan hidup pasien.
Diskusi dapat dilakukan oleh konsultan rumah sakit, dokter umum
atau perawat yang bertugas. Staf harus memberitahukan hasil diskusi
mereka dengan pasien kepada dokter penanggung jawab pasien.
k. Jika pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter
dan pasien mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai
keinginan pasien (yang kompeten secara mental).
l. Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di
rekam medis pasien.
m. Di rekam medis, harus tercantum:
1) Tulisan ‘pasien ini tidak dilakukan resusitasi’
2) Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan
3) indikasi/alasan tindakan DNR
4) Nama dokter penanggung jawab pasien
5) Ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pasien yang
mengambil keputusan, Contoh:
 Tanggal 18 Maret 2010
 Pukul 10.30 WITA
 Tidak dilakukan RJP
 Indikasi: syok kardiogenik
 Batas waktu: 24 jam
n. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batas batasan waktu
pemberlakuan instruksi DNR, misalnya: keganasan fase terminal.
o. Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas dimana
terdapat kesulitan pemahaman bahasa, harus terdapat layanan
penerjemah yang kompeten.
p. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan
tatalaksan pasien lainnya tetap dilakukan dengan optimal.
q. Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai
berikut:
1) Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau
kerugian/penderitaan yang dirasakan pasien saat menjalani terapi
melebihi keuntungan dilakukannya terapi.
2) Pasien, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
3) RJP bertentangan dengan keputusan dini/awal yang dibuat oleh
pasien, yang bersifat valid dan matang, mengenai penolakan semua
tindakan untuk mempertahankan hidup pasien.

F. Keputusan Dini/Awal (Dahulu Dikenal Dengan Istilah Surat Wasiat)


1. Terdapat kebijakan dari pihak rumah sakit mengenai keputusan dini
akan penolakan tindakan penyelamatan hidup/ nyawa oleh pasien.
2. Dokter sebaiknya menghargai keputusan yang diambil oleh pasien
(autonomi).
3. Pasien dengan keputusan dini ini tetap diberikan terapi/ penanganan
lainnya, seperti pemberian obat-obatan, cairan infuse, dan lain-lain.
4. Putuskanlah apakah diskusi mengenai keputusan DNR ini perlu
dilakukan.
5. Berikut adalah beberapa kondisi dimana perlu dilakukan diskusi
dengan pasien:
a. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka
ingin mendiskusikan tindakan DNR dengan dokternya.
b. Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi dapat
mengakibatkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien.
c. Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya
keuntungan dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan untuk
membuat pasien menyadari, memahami, dan menerima kondisi
penyakitnya serta menerima hasil keputusan yang telah
didiskusikan. Diskusi juga membahas mengenai manajemen paliatif
dan prognosis secara keseluruhan.
6. Berikut adalah beberapa kondisi dimana tidak perlu dilakukan diskusi
dengan pasien:
a. Jika resusitasi dianggap tidak ada gunanya/ sia-sia.
b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya
pasien menjadi depresi.
c. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka
tidak ingin mendiskusikan hal tersebut.
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam fase
sekarat/terminal dari penyakitnya.
e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk
mengambil keputusan.
7. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan
penolakan tindakan penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa
persyaratan di bawah ini:
a. Usia pasien harus > 18 tahun.
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara
mental untuk mengambil keputusan.
c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti harus ditulis oleh pasien
sendiri atau keluarga/kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan harus
dicatat di rekam medis.
d. Harus ditandatangani oleh 2 orang, yaitu:
1) Penulis/pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama
pasien sambil diarahkan oleh pasien (jika pasien tidak mampu
menandatangani sendiri).
2) 1 oang lain sebagai saksi.
e. Harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh
pembuat keputusan, dapat dituliskan di dokumen lain/terpisah,
yang menyatakan bahwa keputusan dini ini diaplikasikan untuk
tindakan/penanganan spesifik, bahkan jika terdapat resiko
kematian.
f. Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah ini juga harus
ditandatangani dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien).
8. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini
harus atas izin pasien.
9. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan
dengan keluarga/wali sah pasien dengan mempertimbangkan kondisi
dan keinginan pasien. Jika tidak terdapat keluarga/wali yang sah,
keputusan dapat diambil oleh dokter penanggung jawab pasien.
10. Jika terdapat situasi dimana pasien kehilangan kompetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat ‘keputusan dini DNR’
sebelumnya yang valid, keputusan ini haruslah tetap dihargai.
11. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh
pasien, jika terdapat hal-hal berikut ini:
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap
keputusan dini/awal yang dibuat, yang mempengaruhi validitas
keputusan tersebut (misalnya, pasien pindah agama)
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi
tersebut dapat mempengaruhi keputusan pasien (misalnya,
perkembangan terkini dalam tatalaksana pasien yang secara drastis
mengubah prospek kondisi tertentu pasien).
c. Situasi/kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat di prediksi.
d. Terdapat perbedaan/perselisihan mengenai validitas keputusan
dini/awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.
12. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang pasien
inginkan/maksudkan, paramedis harus bertindak sesuai dengan
kepentingan/hal yang terbaik untuk pasien. Dapat meminta saran
dokter senior juga.
13. Tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya karena mencari ada
tidaknya instruksi DNR pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa
instruksi tersebut ada.
14. Pasien tidak diperbolehkan menolak perawatan dasar yang diberikan.
15. Perawatan dasar ini didefinisikan sebagai pemberian tempat tidur yang
nyaman dan hangat, penguranagn rasa sakit/analgesik, manajemen
gejala-gejala yang memicu stress fisik (seperti sesak napas, muntah,
inkontinensia), dan manajemen higiene/kebersihan diri pasien.
16. Jika pasien tetap menolak perawatan dasar, dokter yang bertugas
sebaiknya meminta saran dari dokter senior dan masalah ini dapat
juga dibawa ke komisi etik.
17. Rumah sakit sebaiknya membuat kerangka konsep dalam hal
mengambil keputusan DNR.

G. Panduan Dalam Mendiskusikan Keputusan DNR Dengan Pasien


1. Pastikan tercipta suasana yang kondusif, tenang, privasi pasien
terjaga.
2. Kehadiran yang lengkap dari orang-orang yang ingin dilibatkan oleh
pasien dalam mendiskusikan hal ini.
3. Komunikasi dan tatap mata sebaiknya sejajar dengan tinggi/posisi
pasien.
4. Jika pasien tidak keberatan, ajaklah satu orang perawat untuk
mendampingi diskusi.
5. Perawat dapat membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
pasien dalam memberi dukungan dan penguatan kepada pasien
setelah dokter meninggalkan ruangan.
6. Mulailah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan umum seperti
bagaimanakah pandangan pasien terhadap penyakit dan tatalaksana
yang dijalani.
7. Mengangkat topik utama:
a. Mulai dengan menyatakan: “Saya ingin berdiskusi dengan Anda”
b. “Apa yang Anda ingin kami (paramedis) lakukan jika suatu waktu
Anda menjadi terlalu sakit untuk dapat berbicara dengan kami?”
c. Salah satu hal penting adalah mengenai pernyataan tindakan
resusitasi.
d. “Meskipun hal ini jarang terjadi, saya perlu untuk
mempertimbangkan mengenai tindakan apa yang harus kami
lakukan jika jantung Anda berhenti.”
e. “Beberapa orang memiliki pandangan yang kuat terhadap seberapa
banyak penanganan yang ingin mereka terima jika mereka menjadi
sangat sakit. Saya ingin tahu apakah Anda pernah memikirkan hal
itu”.
8. Pemilihan waktu untuk berdiskusi:
a. Bukan waktu yang bagus untuk melakukan diskusi segera setelah
diagnosis ditegakkan.
b. Waktu diskusi yang terbaik adalah saat diagnosis dan prognosis
sudah jelas dan saat pasien telah mengetahui dan menerima
penyakitnya.
9. Berusahalah untuk membangun pemahaman pasien mengenai
situasinya saat ini, sifat dasar resusitasi, kemungkinan tingkat
keberhasilan resusitasi jika dilakukan, harapan dan keinginan pasien.
Pasien dan keluarganya sering memiliki harapan/ ekspektasi yang
tidak realistis dari nilai resusitasi.
10. Berikan informasi mengenai RJP menggunakan kata-kata sederhana
yang dapat dimengerti oleh pasien.
11. Tingkat pemberian informasi harus dinilai dari respons dan
pemahaman setiap pasien.
12. Jika tidak tercapai kesepakatan, diberikan pendapat dari sudut
pandang dokter (paramedis) mengenai kondisi pasien dan tindakan
RJP. Dapat dengan menyatakan: “Pendapat saya mungkin berbeda
dengan apa yang Anda inginkan. Karena alasan itulah saya ingin
berdiskusi dengan Anda.”
13. Cobalah untuk mengerti:
a. Sudut pandang pasien
b. Nilai-nilai yang dianut oleh pasien
c. Ruang lingkup pengaplikasian (misalnya, penanganan apa saja yang
dijalani pasien)
14. Catat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien, dan
ruang lingkup pengaplikasian rekam medis.
15. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai
bagian dari perawatan suportif. Banyak pasien yang merasa takut
diabaikan/ditelantarkan dan merasa nyeri, melebihi rasa takutnya
akan kematian.
16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-terapi mana saja yang
akan tetap diberikan, pasien masih akan tetap dikunjungi oleh dokter
secara teratur, pengendalian nyeri, dan memberikan kenyamanan
kepada pasien.
17. Penting untuk memisahkan/membedakan keputusan DNR dengan
keputusan mengenai manajemen pasien lainnya.
18. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi
dengan dokter, akan membuat pasien merasa dihargai dan
menurunkan tingkat kecemasan/stress pasien juga.

H. Keputusan DNR Pada Pasien Dewasa Peri-Operatif


1. Tindakan pembedahan dan anastesi turut berkontribusi dalam
perubahan kondisi medis pasien dengan keputusan DNR sebelumnya
dikarenakan adanya perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan
resiko pasien.
2. Tindakan anestesi sendiri (baik regional ataupun umum), akan
menimbulkan instabilitas kardiopulmuner yang akan membutuhkan
dukungan/penanganan medis.
3. Angka keberhasilan RJP di kamar operasi lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan di ruang rawat inap (dimana keputusan DNR ini
ditetapkan). Angka keberhasilan RJP di kamar operasi ini dapat
mencapai 92%.
4. Menilik dari hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan peninjauan ulang
keputusan DNR sebelum melakukan prosedur anestesi dan
pembedahan.
5. Rekomendasi:
a. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerlukan prosedur
pembedahan harus dikonsultasikan kepada tim bedah dan
anestesiologis.
b. Lakukan peninjauan ulan keputusan DNR oleh anestesiologis dan
dokter bedah dengan pasien, wali, keluarga atau dokter penanggung
jawab pasien (jika diindikasikan) sebelum melakukan prosedur
anestesi dan pembedahan.
c. Tujuan peninjauan ulan ini adalah untuk memperoleh kesepakatan
mengenai penanganan apa saja yang akan boleh dilakukan selama
prosedur anestesi dan pembedahan.
d. Terdapat 3 pilihan dalam meninjau ulang keputusan DNR, yaitu:
1) Pilihan pertama: keputusan DNR dibatalkan selama menjalani
anestesi dan pembedahan, dan tinjau ulang kembali saat pasien
keluar dari ruang pemulihan. Saat menjalani pembedahan dan
anestesia, lakukan RJP jika terdapat henti jantung/napas.
2) Pilihan kedua: keputusan DNR dimodifikasi, dengan mengizinkan
pemberian obat-obatan dan teknik anestesi yang sejalan/sesuai
dengan pemberian anestesi. Hal ini termasuk:
a) Monitor EKG, tekanan darah, oksigenasi, dan monitor
intraoperatif lainnya.
b) Manipulasi sementara dalam menjaga jalan napas dan
pernapasan dengan intubasi dan ventilasi, jika diperlukan dan
dengan pemahaman bahwa pasien akan bernapas secara
spontan di akhir prosedur.
c) Penggunaan vasopressor atau obat anti-aritmia untuk
mengkoreksi stabilitas kardiovaskular yang berhubungan
dengan pemberian anestesi dan pembedahan.
d) Penggunaan kardioversi atau defibriator untuk mengkoreksi
aritmia harus didiskusikan sebelumnya dengan pasien/wali
sahnya. Lakukan diskusi mengenai pemberian kompresi dada.
3) Pilihan ketiga: keputusan DNR tetap berlaku (tidak ada
perubahan).
a) Pada beberapa kasus, pilihan ini tidak sesuai dengan
pemberian anestesi umum dalam pembedahan
b) Pasien dapat menjalani prosedur pembedahan minor dengan
tetap mempertahankan keputusan DNR-nya.
c) Anestesiologi harus berdiskusi dan membuat kesepakatan
dengan pasien/wali sah mengenai intervensi apa saja yang
diperbolehkan, seperti: kanulasi intravena, pemberian cairan
intravena, sedasi, analgesic, monitor obat vasopressor, obat
anti-aritmia, oksigenasi, atau intervensi lainnya.
e. Pilihan yang telah disepakati harus dicatat di rekam medis pasien.
f. Pilihan DNR ini harus dikomunikasikan kepada semua petugas medis
yang terlibat dalam perawatan pasien di dalam kamar operasi dan
ruang pemulihan.
g. Secara hukum yang berwenang untuk membuat keputusan DNR ini
adalah:
1) Pasien dewasa yang kompeten secara mental
2) Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental)
3) Dokter penanggung jawab pasien, yang bertindak dengan
mempertimbangkan tindakan terbaik untuk pasien (jika belum
ada keputusan DNR dini/awal yang telah dibuat oleh pasien/wali
sahnya).
h. Jika setelah diskusi masih belum terdapat kesepakatan mengenai
pilihan DNR mana yang digunakan, penggunaan keputusan tetaplah
diberikan ke pasien/wali sahnya.
i. Jika terdapat keraguan atau ketidakjelasan mengenai siapa yang
berwenang untuk membuat keputusan DNR, atau terdapat keraguan
mengenai validitas suatu keputusan DNR dini/awal, atau terdapat
keraguan mengenai tindakan apa yang terbaik untuk pasien,
segeralah mencari saran kepada komisi etik atau lembaga hukum
setempat.
j. Dalam kondisi gawat darurat, dokter harus membuat keputusan yang
menurutnya terbaik untuk pasien dengan menggunakan semua
informasi yang tersedia.
k. Pilihan keputusan DNR ini harus diaplikasikan selama pasien berada
di kamar operasi dan ruang pemulihan.
l. Keputusan DNR ini haruslah ditinjau ulang saat pasien kembali ke
ruang rawat inap.

I. Keputusan DNR dan Transfer Pasien


1. Jika pasien ditransfer ke rumah sakit lain dengan instruksi DNR, dokter
senior yang saat itu sedang bertugas atau konsultan harus bertanggung
jawab untuk melakukan asesmen ulang dan mengambil keputusan
berdasarkan informasi yang didapat saat ini mengenai: ‘Apakah
instruksi DNR masih berlaku atau tidak?’ Sebelum asesmen ulang
tersebut dilakukan, pasien masih dianggap sebagai DNR.
2. Jika pasien ditransfer ke pelayanan primer lain dengan instruksi DNR,
dokter umum di layanan primer tersebut bertanggung jawab melakukan
asesmen ulang dan pengambilan keputusan harus dikomunikasikan
dengan semua petugas yang terlibat dalam perawatan pasien. Sebelum
asesmen ulang tersebut dilakukan, pasien masih dianggap sebagai DNR.
3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNR harus tetap disertakan
dalam rekam medis pasien. Formulir DNR ini tidak boleh difotocopy.

J. Instruksi DNR Pada Pasien Di Luar Rumah Sakit


1. Pada situasi kasus emergensi yang terjadi di luar rumah sakit, usaha
RJP memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan
usia sangat lanjut atau memiliki penyakit berat/terminal.
2. Saat itu, banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk
meninggal dengan tenang dan tidak ingin menjalani intervensi yang
agresif, seperti RJP. Banyak juga pasien yang memilih dirawat di tumah
sampai akhir usianya tiba.
3. Protokol pelayanan Kegawatdaruratan Medis menyatakan bahwa
inisiasin RJP ditujukan kepada semua pasien yang mengalami henti
jantung/napas, kecuali pasien telah ditemukan meninggal sebelumnya
dengan tanda-tanda kematian yang jelas atau pasien memiliki instruksi
tertulis DNR yang valid dan ditandatangani oleh dokter.

K. Penatalaksanaan
1. Tim Kegawatdaruratan Medis akan melakukan usaha RJP pada semua
pasien yang ditemukan henti nafas/jantung kecuali jika pasien tersebut
memilikiinstruksi DNR yang valid.
2. Jika pasien dengan henti jantung/nafas memiliki instruksi DNR, tim
kegawatdaruratan medis harus:
a. Melakukan asesmen mengenai tidak adanya pernafasan dan atau
denyut jantung.
b. Jika petugas tiba di tempat kejadian tanpa mobil rawat intensif
(MICU), ikuti protocol setempat.
c. Untuk petugas MICU, kontak/hubungi dokter penanggung jawab
pasien (yang menandatangani DNR) untuk menkonfirmasi validitas
instruksi DNR-di luar rumah sakit, beritahukan kondisi pasien.
3. Jika pasien dengan instruksi DNR yang valid tidak berada dalam kondisi
henti jantung/nafas, tim kegawatdaruratan medis harus:
a. Melakukan asesmen pasien.
b. Menyediakan semua tatalaksana yang sesuai.
c. Menyediakan transportasi ke rumah sakit, jika diperlukan.
d. Menghargai dan memauhi instruksi DNR jika terjadi henti
nafas/jantung pada pasien selama tresfer.
e. Memberikan salinan instruksi DNR ke rumah sakit penerima, jika
tersedia.
4. Saat memutuskan untuk membuat instruksi DNR, dokter tidak boleh
mempengaruhi keinginan pasien/wali sahnya.
5. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapapun oleh pasien dengan
merusak/menyobek formulir dan gelang DNR, atau dengan menyatakan
secara lisan .
6. Validitas Instruksi DNR:
a. Hanya dokter penanggung jawab pasien yang boleh menulis instruksi
DNR untuk pasien yang dirawat di rumah.
b. Hubungi dokter penanggung jawab pasien untuk mendiskusikan
pembuatan instruksi DNR.
c. Pastikan formulir DNR trlah diisi dngan lengkap oleh dokter,
termasuk tanda tangan dan alamat pasien/wali sah; nama, alamat,
nomor telepon, dan tanda tangan dokter; dan tanggal pembuatannya.
d. Gelang DNR dapat diperoleh dari dokter atau rumah sakit tempat
pasien berobat. (lihat Lampiran 5 mengenai panduan gelang DNR)
e. Simpan salinan instruksi DNR di rumah dan selalu dibawa oleh
pasien kemanapun dia pergi.
f. Pastikan semua keluarga/wali pasien mengetahui instruksi DNR ini.
7. Pada pasien di panti jompo: perawat pasien diperbolehkan untuk
menulis instruksi DNR dan ‘penolakan untuk dirawat di rumah sakit’
(do not hospitalized), berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter.
a. Prosedur Dasar
1) Memperoleh izin persetujuan tertulis (informed consent) dari
pasien/wali sahnya.
2) Melengkapi informasi instruksi DNR di luar rumah sakit. Berikan
salinan direkam medis pasien. Berikan nenenrapa salinan kepada
pasien dan atau keluarga/pengasuh di luara rumah sakit/panti
jompo.
3) Informasikan kepada pasien dan atau pengasuh mengenai
penggunaan formulir DNR ini anjurkan agar formulir ini
diletakkan di tempat-tempat yang mudah terlihat di rumah
(misalnya: papan harian pasien, senderan ranjang, pintu kamar
tidur atau kulkas).
4) Pasien boleh menggunakan gelang DNR (tidak wajib). Gelang ini
harus dianggap valid dan mengindikasikan bahwa pasien memiliki
instruksi DNR di luar rumah sakit. Dokter harus
menginformasikan kepada pasien/wali sahnya mengenai
ketersediaan gelang DNR sebagai sarana tambahan untuk
memberitahu Tim Kegawatdaruratan Medis.
5) Lakukan peninjauan ulan terhadap status DNR secara periodik
dengan pasien/wali sahnya, lakukan revisi terhadap rencana
penanganan pasien (jika diperlukan), dan catatlah di rekam medis
pasien. Jika instruksi DNR ini dibatalkan, berikan instruksi untuk
menghancurkan/menyobek formulir DNR dan melepas gelang
DNR.

L. Peninjauan Ulang Mengenai Keputusan DNR


1. Keputusan mengenai DNR ini harus ditinjau ulang secara teratur dan
rutin, terutama jika terjadi perubahan apapun terhadap kondisi dan
keinginan pasien.
2. Frekuensi peninjauan ulang ini harus ditentukan oleh dokter senior
yang saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan penanggung jawab
pasien.
3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 7 hari sekali, tetapi
dapat juga dilakukan setiap hari pada kasus-kasus tertentu.
4. Peninjauan ulang ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi
perbaiakan kondisi, dan respons pasien terhadap terapi/pengobatan.
M. Pembatalan Keputusan DNR
1. Jika instruksi DNR tidak lagi berlaku, bagian pembatalan formulir DNR
harus dilengkapi/diisi. Dituliskan tanggal dan ditandatangani oleh
dokter senior yang saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan.
2. Pembatalan ini harus dengan jelas dicatat di dalam rekam medis pasien.

N. Penggunaan Gelang DNR


1. Gelang DNR merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi
pasien yang memiliki instruksi DNR yang valid dan berada di luar rmah
sakit.
2. Gelang ini harus dihargai dan ditaati oleh tim kegawatdaruratan medis
dengan atau tanpa adanya formulir DNR tertulis.
3. Gelang ini harus:
a. Dipakai di pergelangan tangan/kaki pasien.
b. Bertuliskan:
1) Nama pasien
2) Nama dan nomor telepon dokter
3) Tanggal pembuatan instruksi DNR dan masa berlakunya (jika ada)
c. Tidak rusak/sobek.
4. Pasien/wali sahnya dapat meminta gelang DNR ini di rumah sakit
tempat pasien berobat dengan membawa formulir DNR tertulis yang
didapat dari dokter.
5. Rumah sakit akan menyimpan salinan formulir instruksi DNR.
6. Rumah sakit akan bertanggung jawab dalam:
a. Memberikan gelang DNR kepada pasien, berdasarkan formulir tertulis
DNR yang ada.
b. Melengkapi tulisan di gelang DNR, meliputi nama pasien, nama
dokter, dan tanggal pembuatan DNR.
c. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai tujuan
dan maksud dari instruksi DNR in. Menekankan bahwa instruksi
DNR ini hanya berlaku untuk usaha RJP, penanganan lainnya tetap
dilakukan.
7. Instruksi DNR dapat dibatalkan dengan cara:
a. Melepaskan gelang DNR
b. Menyatakan secara lisan mengenai pembatalan instruksi DNR
c. Menghancurkan/merobek instruksi tertulis DNR
8. Pembatalan DNR ini harus dilaporkan kepada dokter pembuat formulir
dan rumah sakit tempat pasien berobat sehingga dapat dicatat ke rekam
medis pasien.
BAB VII
PANDUAN PELAYANAN KEROHANIAN
A. DEFINISI
Setiap pasien yang datang di RSUD Ratu Zalecha Martapura
tentu dengan maksud untuk berobat agar sakitnya lekas sembuh (
sehat kembali ), maka oleh para dokter telah diberikan obatnya setelah
di temukan diagnosanya, Disamping itu perlu diketahui bahwa dari
sekian banyak pasien yang datang ke RSUD Ratu Zalecha Martapura
rata – rata tidak ada yang ikhlas ( terpaksa ), semua pasien yang datang
bermacam – macam perasaanya, ada yang merasa gelisah, putus asa
dengan penyakit yang dideritanya dan lain – lain menurut keadaan
penyakitnya masing – masing. Maka perlu sekali pasien itu
mendapatkan santunan dan pelayanan yang menyangkut rohaninya,
demikian pula dengan para keluarganya. Hal inilah yang menjadikan
pentingnya kunjungan binroh ke pasien.
Pelayanan kerohanian adalah suatu usaha bimbingan yang
diberikan oleh pihak RSUD Ratu Zalecha Martapura yang bekerja sama
di bidang kerohanian,untuk mendampingi dan menemui pasien rawat
inap, agar mampu memahami arti dan makna hidup sesuai dengan
keyakinan dan agama yang dianut masing-masingyang diakui oleh
Negara berupa sarana dan prasarana peribadatan dan bimbingan
kerohanian. Pelayanan ini sangat berarti sebagai upaya meningkatkan
rasa percaya diri kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menentukan
kehidupan manusia, sehingga motivasiini dapat menjadi pendorong
dalam proses penyembuhan.Sarana dan prasarana peribadatan adalah
tempat dan alat yang diperlukan pasien dan keluarga untuk dapat
menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
diakui oleh Negara.
Bimbingan kerohanian adalah bimbingan dari rohaniawan
kepada pasien dan keluarga sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
diakui oleh Negara.
Pelayanan bimbinngan rohani dilakukan oleh pihak luaryang
bekerja sama dengan RSUD Ratu Zalecha Martapura dengan
menggunakan tanda pengenal khusus.
Pelayanan bimbingan rohani dapat diselenggarakan atas
permintaan pasien/keluarga pasien dengan mengisi formulir yang
diberikan dari rekam medis, dan ditindaklanjuti oleh bagian Customer
Service.

B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan pelayanan kerohanian hanya untuk
pasien rawat inap di RSUD Ratu Zalecha Martapura meliputi agama
Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
1. Panduan ini di berlakukan untuk semua pasien dan keluarganya
yang di rawat di RSUD Ratu Zalecha Martapura.
2. Pelaksana panduan ini adalah binrohRSUD Ratu Zalecha Martapura,
yang tugasnya adalah, sebelum mengunjungi pasien petugas binroh
di harapkan memperhatikan jadwal kunjunganya dan mendata
pasien yang baru, kemudian mempersiapkan buku data kunjungan
dan buku tuntunan rohani bagi orang sakit yang akan di bagikan /
di berikan kepada pasien yang akan di kunjunginya.
3. Ketika yang sakit adalah pasien bayi dan anak – anak maka
kunjungan binroh di tujukan kepada keluarga pasien.
4. Pelayanan rohani dan bimbingan kerohanian harus sesuai dengan
agama/kepercayaan pasien.
5. Rumah sakit merespon dan memfasilitasi kebutuhan kerohanian
pasien.
6. Bimbingan kerohanian pasien harus dilakukan sesuai dengan
agama/kepercayaan pasien.
7. Sebelum memberikan bimbingan keagamaan harus melakukan
identifikasi agama/kepercayaan pasien.
8. Seluruh staf yang memberikan pelayanan pasien harus memahami
dan menjalankan kebijakan ini.
9. Batasan pelayanan rohani :
10. Pelayanan Rohani dapat berupa Motivasi, Konsultasi, Ceramah
Agama dan Doa yang dipimpin oleh rohaniawan.
11. Tidak dibenarkan untuk menggunakan pelayanan rohani sebagai
usaha untuk merekrut atau mengajak pasien atau keluarga pasien
memeluk atau mengubah kepercayaan yang sudah dianutnya.
12. Materi pelayanan Rohani disesuaikan dengan kemampuan
Rohaniawan dan Kebutuhan Rohani Pasien.
13. Tidak dibenarkan untuk menjelekkan atau mencemarkan suatu
kepercayaan atau budaya tertentu dalam proses pelayanan rohani.
14. Tidak dibenarkan untuk menjelekkan atau mencemarkan suatu
Instansi termasuk rumah sakit dalam proses pelayanan rohani.
15. Tidak dibenarkan untuk memberikan keterangan dan/atau pendapat
dan/atau motivasi yang bertentangan dengan keterangan dokter,
tenaga medis, dan Peraturan Rumah sakit.
16. Tidak dibenarkan untuk mempengaruhi pasien terkait pengambilan
keputusan persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter
terhadap pasien.
17. Tidak dibenarkan untuk membebankan biaya apapun terhadap
pasien.

C. TATA LAKSANA
1. Perawat memberikan informasi kepada pasien tentang pelayanan
kerohanian di RSUD Ratu Zalecha Martapura, serta membantu
pengisian formulir permintaan tersebut.
2. Pasien meminta pelayanan kerohanian kepada perawat dan perawat
mengisikan form tersebut. Setelah formulir tersebut diisi oleh
perawat, maka segera formulir tersebut diberikanke customer service
untuk ditindaklanjuti.
3. Customer service akan koordinasi dari daftar yang tersedia
berdasarkan permintaan waktu di formulir tersebut.
4. Customer service akan konfirmasi nama dan waktu petugas
pelayanan ini kepada pasien dan keluarga pasien penanggung jawab.
Setelah itu formulir akan diserahkan kepada nurse station.
5. Rohaniawan akan daftar ke admission dan akan konfirmasi ke nurse
station rawat inap tentang permintaan pelayanan kerohanian.
6. Di nurse station petugas kerohanian akan tanda tangan di formulir
untuk di simpan di arsip rekam medis pasien, setelah itu petugas
kerohanian akan di antar oleh perawat ke kamar pasien.
7. Waktu pelayanan dilakukan pada hari kerja sampai batas waktu
maksimal pukul 17.00 WITA.
8. Lama pelayanan maksimal 30 menit.
9. Jumlah petugas maksimal 2 orang.
10. Untuk ruangan bersama, perawat meminta izin terlebih dahulu
dengan pasien lain untuk melakukan pelayanan kerohanian.
11. Bentuk layanan yang diberikan berupa doa untuk keselamatan dan
kesehatan pasien.

D. DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan pelayanan kerohaian.
2. Buku kunjungan rohaniawan.
BAB VIII
Panduan Perlindungan Harta Dan Benda Milik Pasien

A. Latar Belakang
Seringkali terjadi banyak kasus atau peristiwa secara mendadak
atau tiba-tiba misalnya kecelakaan, pingsan, atau bencana alam
yang mengakibatkan timbulnya korban. Hal ini dapat mengakibatkan
suatu kondisi yang cukup berbeda yakni kepanikan, kacau, dan
kecurigaan. Baik korbanyang mengalami maupun oran yang melihat
atau menolong. Kadang kala sering juga dalam kesempatan tersebut
kewaspadaan kurang akibat situasi yang tidak menentu.Sehingga
berakibat adanya kehilangan barang atau benda terutama dari
korbaan yang mengalmi bencana.
Negara Indonesia mempunyai landaasan hokum yang cukup
kuat untuk dapat melindungi hak pribadi seseorang untuk
mendapatkan perlndungan yang layak tanpa terkecuali baik untuk
diri pribadi maupun barang atau benda yang dimilikinya.Sehigga
setiap orang yang berada di tempat manapun tidak merasa terancam
baik secara fisik maupun non fisik akibat kehilangan barang atau
benda.

B. Definisi
1. Barang milik pasien adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh
pasien rumah sakit baik pasien rawat jalan mau pun pasien yang
sedang dalam rawatan rumah sakit yang mempunyai arti dan
bisa dinilai dengan uang.
2. Perlindungan adalah proses menjaga atau perbuatan
untukmelindungi.
3. Tempat penyimpanan / penitipan barang adalah suatu sarana
atau tempat untuk menyimpan barang-barang berharga milik
pasien rumah sakit yang tertutup dan terkunci serta jauh dari
jangkauan pihak luar.

C. Tujuan
1. Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya
kehilangan harta benda pribadi pada pasien/ pengunjung/
karyawan selama berada di Rumah Sakit.
2. Mengurangi kejadian yang berhubungan dengan adanya
kehilangan/kecurian dari pihak dalam atau luar pada
pasien/pengunjung/karyawan.

D. Ruang Lingkup
1. Panduan ini diterapkan pada semua
pasien/pengunjung/karyawan selama berada di Rumah Sakit.
2. Pelaksana panduan ini adalah semua karyawan yang bekerja di
Rumah Sakit (medis ataupun non medis).

E. Prinsip
1. Semua pasien/pengunjung/karyawan yang berada dalam Rumah
Sakit harus mendapat perlindungan harta benda pribadi dengan
benar saat masuk Rumah Sakit dan selama berada di Rumahh
Sakit.
2. Setiap pasien/pengunjung/karyawan yang berada dalam Rumah
Sakit harus berusaha menjaga harta benda pribadi.
3. Tujuan utama perlindungan harta benda adalah untuk menjaga
keamanan yang memiliki harta benda tersebut.
4. Perlindungan harta benda digunakan pada proses
pasien/pengunjung/karyawan yang masuk dalam Rumah Sakit
atau selama berada dalam lingkungan Rumah Sakit.
F. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB
1. Seluruh Staf Rumah Sakit
a. Memahami dan menerapkan prosedur perlindungan harta
benda pribadi milik pasien/pengunjung.
b. Memastikan prosedur perlindungan harta benda pribadi
milik pasien/pengunjung yang benar ketika
pasien/pengunjung selama beraada di Rumah Sakit.
c. Melaporkan kejadian salah prosedur perlindungan harta
benda milik pasien/pengunjung/karyawan.
2. SDM yang Bertugas
a. Perawat :
 Bertanggung jawab memberikan perlindungan harta
benda pasien dan memastikan perlindungan tersebut
tercatat pada laporan di rawat inap.
 Memastikan harta benda tersimpan dengan baik. Jika
terdapat kesalahan penyimpanan, maka penyimpanan
harus dipindah tempatnya.
b. Petugas keamanan/security :
 Bertanggung jawab memberikan pengamanan harta benda
pasien dan memastikan pengamana tersebut tercatat pada
laporan.
 Memastikan harta benda tersimpan dengan baik. Jika
terdaapat kesalahan penyimpanan, maka penyimpanan
harus dipindah tempatnya.
3. Kepala Instalasi/Kepala Ruangan
a. Memastikan seluruh staf di instalasi memahami prosedur
perlindunga harta benda pasien.
b. Menyelidiki semua insiden salah perlindungan harta benda
pasien dan memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk
mencegah terulangnya kembali kejadian tersebut.

G. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN HARTA BENDA


1. Perlindungan Harta Benda Pasien
Berlaku untuk pasien yang berada di rawat inap dimana dalam
hal ini pasien menggunakan perhiasan atau barang berharga
lainnya dan sedang dalam kondisi akan dilakukan tindakan
pelayanan medis.
2. Tata Laksana Perlindungan Harta Benda Pasien
a. Semua pasien sebelum masuk rawat inap harus
diinformasikan bahwa Rumah Sakit tidak bertanggung jawab
jika ada hartabenda yang hilang sebab pada saat akan masuk
rawat inap sudah diinformasikan oleh unit Admission.
b. Pastikan bahwa pasien sudah menyetujui dan mengerti
tentang informasi yang disampaikan tentang perlindungan
harta benda .
c. Pastikan adanya proses serah terima penyimpanan sementara
untuk harta benda pribadi milik pasien apabila pada pasien
tersebut tidak ada keluarga yang mendampingi dan akan
dilakukan tindakan pelayanan kesehatan.
d. Segera hubungi pihak keamanan untuk kasus kehilangan
harta benda milik pasien jika ada peristiwa kehilangan.
e. Jika perlu hubungi pihak yang berwajib untuk menangani
kasus kehilangan harta benda milik pasien jika kasus
tersebut berlanjut.
3. Tindakan/Prosedur yang Membutuhkan Perlindungan Harta
Benda Pasien
a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan
perlindungan harta benda pasien :
1) Pada saat pasien tidak ada keluarga yang mendampingi,
sedangkan pada pasien tersebut akan dilakukan tindakan
pelayanan kesehatan.
2) Pada saat pasien mengalami hilang kesadaran/hilang
ingatan.
b. Pada staf RSUD Ratu Zalecha Martapura harus memberikan
perlindungan harta benda pasien dengan benar dan
menanyakan kejelasan informasi yang disampaikan oleh Unit
Admission untuk tidak meninggalkan harta benda,
khususnya yang berharga di luar pengamatan pasien,
kemudian membandingkannya dengan adanya Surat
Pernyataanyang tercantum di rekam medis. Jangan
menyebutkan semua informasi tentang perlindungan daan
meminta pasien untuk menginformasikan dengan jawaban
“Ya/Tidak”.
c. Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak
mengetahui untuk menjaga bendanya sendiri. Informasi
mengenai bahwa Rumah Sakit tidak bertanggung jawab atas
barang benda milik pasien diinformasikan ulang oleh perawat
yang bertugas menangani pasien secara personal sebelum
pasien menjalani prosedur.
d. Perlindungan harta benda mencakup 2 detail wajib,yaitu :
1) Didata semua harta benda pada saat pasien masuk.
2) Mendata semua pengunjung yang datang berkunjung di
ruang perawatan tempat pasien dirawat.
4. Pengunjung
Tata laksana perlindungan harta benda pengunjung
a. Semua pengunjung harus diidentifikasi dengan benar
sebelum masuk dalam lingkungan Rumah Sakit dengan
menggunakan tanda pengenal yang masih berlaku (KTP, SIM)
dan harta benda apa saja yang dibawa.
b. Pastikan pada pengunjung agar mrnjaga harta benda yang
dibawanya dan jelaskan bahwa tidak ada penitipan harta
benda yang dibawanya.
c. Perlindungan harta benda harus diberikan pada semua
pengunjung jika terjadi kecelakaan, bencana atau hilang
kesadaran/ingatan pada diri pengunjung tersebut dan tidak
ada pengecualian selama berada dalam lingkungan Rumah
Sakit.
d. Jika terjadi kcelakaan/bencana atau hilang
kesadaran/ingatan pada pengunjung secara tiba-tiba
pastikan segera berikan perlindungan terhadap diri dan harta
benda pengunjung, kemudian catat pada buku laporan dan
laporkan pada pihak manajemen Rumah Sakit.
e. Pada situasi dimana tidak dapat diberikan perlindungan
terhadap harta benda, maka harta benda harus dipastikan
dititipkan/ditinggal pada pihak keamanan dan kemudian
dikoordinasikan pada pihak manajemen.
f. Harta benda pengunjung tidak boleh dititipkan pada pihak
Rumah Sakit walaupun bersifat sementara dan kondisi
pengunjung masih memungkinkan untuk menjaga harta
benda tersebut kecuali dalam kondisi tertentu.
g. Pada saat menitipkan haarta benda untuk sementara waktu
jika pengunjung dalam kondisi terluka atau hilang
kesadaran/ingatan, maka harus memberikan surat
pernyataan penitipan dengan disertai tanda pengenal (KTP,
SIM) yang masih berlaku dan dibubuhi oleh tanda tangan
atau cap jempol pengunjung.
h. Tanda pengenal yang disertakan di pos keamanan sebaiknya
mencakup 2 detai wajib yang dapat mengidentifikasi
pengunjung, yaitu :
a) Tanda pengenal masih berlaku
b) Tanda pengenal harus asli bukan fotokopi
c) Apabila tidak ada tanda pengenal, bisa menggunakan
No. Rekam Medis
i. Jelaskan prosedur perlindungan harta benda sementara dan
tujuannya kepada pengunjung.
j. Periksa ulang dua kali detail data di buku laporan sebelum
memberikan perlindungan harta benda kepada pengunjung.
k. Saat menanyakan identitas dan harta benda pengunjung,
selalu gunakan pertanyaan terbuka, misalnya “Siapa nama
Anda?”, “Barang apa yang Anda titipkan?”. Jangan
menggunakan pertanyaan tertutup seperti “Apakah nama
Anda Ibu Desi?”.
l. Jika pengunjung tidak mampu memberitahukan namanya
(misalnya pada pengunjung yang disfasia), perifikasi harta
benda pengunjung kepada keluarga atau pengantarnya. Jika
mungkin, tanda pengenal jangan dijadikan satu-satunya
bentuk identifikasi pada saat menitipkan harta benda. Tanya
ulang nama dan alamat pengunjung, kemudian bandingkan
jawaban pengunjung dengan data yang tertulis di buku
laporan.
m. Pengecekan buku laporan pengunjung dilakukan tiap kali
pergantian jaga petugas keamanan.
n. Unit yang memberikan perlindungan harta benda pengunjung
harus menanyakan ulang identitas pengunjung dan
membandingkan data yang diperoleh dari laporan verifikasi
ppihak keamanan.
o. Pada kasus pengunjung yang tidak mau diberikan
perlindungan harta benda :
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti
 Menolak perlindunga harta benda
 Tidak ada kepercayaan dari pengunjung
2) Proses perlindunga harta benda harus diinformasikan
akan resiko yang terjadi jika tidak dilakukan. Alasan
pengunjung harus dicatat pada buku laporan petugas
keamanan.
3) Jika pengunjung menolak untuk diberikan perlindungan
harta bendanya, petugas harus lebih waspada dan
mencari cara lain untuk memberikan perlindunga harat
benda pengunjung dengan benar sebelum dilakukan
tindakan pelayanan kesehatan.
a. Tindakan/prosedur yang membutuhkan perlindungan harta
benda
1) Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan
perlindungan harta benda pengunjung :
a) Pada saat terjadi bencana (kebakaran, gempa)
b) Pada saat evakuasi karena terjadinya bencana
c) Pada saat terjadi kasus pencarian
d) Pada saat pengunjung hilang kesadaran/ingatan
2) Para staf RSUD Ratu Zalecha Martapura harus
mengkonfirmasi pengunjung dalam perlindungan harta
benda dengan benar dengan menanyakan nama dan harta
benda yang akan dilindungi, kemudian
membandingkannya dengan data berdasarkan informasi
yang didapat dari laporan petugas keamanan. Jangan
menyebutkan nama dan harta benda yang dilindungi dan
minta pengunjung untuk mengkonfirmasi dengan jawaban
“Ya/Tidak”.
3) Jangan melakukan prosedur apapun jika pengunjung tidak
mau diberikan perlindungan pada harta benda yang
dibawanya. Perlindungan harta benda harus dipastikan
diberlakukan ulang oleh petugas keamanan yang bertugas
menangani pengunjung secara personal pada saat
pengunjung datang.
5. Karyawan
a. Tata laksana perlindungan harta benda karyawan
1) Semua karyawan harus bertanggung jawab sendiri atas
harta benda yang dibawanya.
2) Pastikan pada karyawan agar menjaga harta benda yang
dibawanya dan jelaskan bahwa tidak ada penitipan harta
benda yang dibawanya.
3) Perlindungan harta benda harus diberikan pada semua
karyawan jika terjadi kecelakaan, bencana atau hilang
kesadaran/ingatan pada diri karyawan tersebut dan
tidak ada pengecualian selama berada dalam lingkungan
Rumah Sakit.
4) Jika terjadi kcelakaan/bencana atau hilang
kesadaran/ingatan pada karyawan secara tiba-tiba
pastikan segera berikan perlindungan terhadap diri dan
harta benda karyawan, kemudian catat pada buku
laporan dan laporkan pada pihak manajemen Rumah
Sakit.
5) Pada situasi dimana tidak dapat diberikan perlindungan
terhadap harta benda, maka harta benda harus
dipastikan dititipkan/ditinggal pada pihak keamanan
dan kemudian dikoordinasikan pada pihak manajemen.
6) Harta benda karyawan tidak boleh dititipkan pada pihak
Rumah Sakit walaupun bersifat sementara dan kondisi
karyawan masih memungkinkan untuk menjaga harta
benda tersebut kecuali dalam kondisi tertentu.
7) Pada saat menitipkan haarta benda untuk sementara
waktu jika karyawan dalam kondisi terluka atau hilang
kesadaran/ingatan, maka harus memberikan surat
pernyataan penitipan dengan disertai tanda pengenal
(KTP, SIM) yang masih berlaku dan dibubuhi oleh tanda
tangan atau cap jempol karyawan.
8) Tanda pengenal yang disertakan di pos keamanan
sebaiknya mencakup 2 detai wajib yang dapat
mengidentifikasi karyawan, yaitu :
a) Tanda pengenal masih berlaku
b) Tanda pengenal harus asli bukan fotokopi
9) Jelaskan prosedur perlindungan harta benda sementara
dan tujuannya kepada karyawan.
10) Periksa ulang dua kali detail data di buku laporan
sebelum memberikan perlindungan harta benda kepada
karyawan.
11) Saat menanyakan identitas dan harta benda karyawan,
selalu gunakan pertanyaan terbuka, misalnya “Siapa
nama Anda?”, “Barang apa yang Anda titipkan?”. Jangan
menggunakan pertanyaan tertutup seperti “Apakah
nama Anda Ibu Desi?”.
12) Jika karyawan tidak mampu memberitahukan namanya
(misalnya pada pengunjung yang disfasia), perifikasi
harta benda karyawan kepada teman sejawat/unit
kerjanya. Jika mungkin, tanda pengenal jangan
dijadikan satu-satunya bentuk identifikasi pada saat
menitipkan harta benda. Tanya ulang nama dan alamat
karyawan, kemudian bandingkan jawaban karyawan
dengan data yang tertulis di buku laporan.
13) Pengecekan buku laporan karyawan dilakukan tiap kali
pergantian jaga petugas keamanan.
14) Unit yang memberikan perlindungan harta benda
karyawan harus menanyakan ulang identitas karyawan
dan membandingkan data yang diperoleh dari laporan
verifikasi ppihak keamanan.
15) Pada kasus karyawan yang tidak mau diberikan
perlindungan harta benda :
a) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab,
seperti :
 Menolak perlindunga harta benda
 Tidak ada kepercayaan dari karyawan
b) Proses perlindungan harta benda harus
diinformasikan akan resiko yang terjadi jika tidak
dilakukan. Alasan karyawan harus dicatat pada buku
laporan petugas keamanan.
c) Jika karyawan menolak untuk diberikan perlindungan
harta bendanya, petugas harus lebih waspada dan
mencari cara lain untuk memberikan perlindunga
harat benda pengunjung dengan benar sebelum
dilakukan tindakan pelayanan kesehatan.
b. Tindakan/prosedur yang membutuhkan perlindungan harta
benda
1) Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan
perlindungan harta benda karyawan :
a) Pada saat terjadi bencana (kebakaran, gempa)
b) Pada saat evakuasi karena terjadinya bencana
c) Pada saat terjadi kasus pencarian
d) Pada saat karyawan hilang kesadaran/ingatan
2) Para staf RSUD Ratu Zalecha Martapura harus
mengkonfirmasi karyawan dalam perlindungan harta
benda dengan benar dengan menanyakan nama dan
harta benda yang akan dilindungi, kemudian
membandingkannya dengan data berdasarkan informasi
yang didapat dari laporan petugas keamanan. Jangan
menyebutkan nama dan harta benda yang dilindungi
dan minta karyawan untuk mengkonfirmasi dengan
jawaban “Ya/Tidak”.
3) Jangan melakukan prosedur apapun jika karyawan tidak
mau diberikan perlindungan pada harta benda yang
dibawanya. Perlindungan harta benda harus dipastikan
diberlakukan ulang oleh petugas keamanan yang
bertugas menangani karyawan secara personal pada saat
karyawan datang.

H. Dokumentasi
1. Pasien-pasien dengan keadan tertentu yang memerlukan
perlindungan harta benda diidentifikasi di ruangan rawat inap.
2. Barang-barang pasien yang dititipkan dicatat dengan lengkap
dalama formulir khusus, dengan saksi minimal 2 orang yang
berasal dari petugas keamanan dan petugas ruangan yang
bersangkutan.
3. Formulir tersebut kemudian disimpan dalam rekam medis
pasien.

I. Revisi dan Audit


1. Pasien
a. Kebijakan ini akan dikaji ulang dalam kurun waktu 2 tahun
b. Rencana audit akan disusun dengan bantuan panitia kesehatan
keselamatan kerja serta akan dilaksanakan dalam waktu 6
bulan setelah implemetasi kebijakan. Audit ini meliputi :
1) Jumlah persentasi pasien yang membutuhkan perlindungan
harta benda
2) Akurasi dan reabilitas informasi yang terdapat dibuku
laporan
3) Alasan mengapa pasien tidak menggunakan tanda identitas
untuk perlindungan khusus
c. Setiap pelaporan insiden yang berhubungan dengan visitor akan
dipantau dan ditindaklanjuti saat dilakukan revisi kebijakan
2. Pengunjung
a. Kebijakan ini akan dikaji ulang dalam kurun waktu 2 tahun
b. Rencana audit akan disusun dengan bantuan panitia kesehatan
keselamatan kerja serta akan dilaksanakan dalam waktu 6
bulan setelah implemetasi kebijakan. Audit ini meliputi :
1) Jumlah persentasi pengunjung yang membutuhkan
perlindungan harta benda
2) Akurasi dan reabilitas informasi yang terdapat dibuku
laporan
3) Alasan mengapa pengunjung tidak menggunakan tanda
identitas untuk perlindungan khusus
c. Setiap pelaporan insiden yang berhubungan dengan visitor akan
dipantau dan ditindaklanjuti saat dilakukan revisi kebijakan
3. Karyawan
a. Kebijakan ini akan dikaji ulang dalam kurun waktu 2 tahun
b. Rencana audit akan disusun dengan bantuan kesehatan
keselamatan kerja serta akan dilaksanakan dalam waktu 6
bulan setelah implemetasi kebijakan. Audit ini meliputi :
1) Jumlah persentasi karyawan yang membutuhkan
perlindungan harta benda
2) Akurasi dan reabilitas informasi yang terdapat dibuku
laporan
3) Alasan mengapa karyawan tidak menggunakan tanda
identitas untuk perlindungan khusus
c. Setiap pelaporan insiden yang berhubungan dengan visitor
akan dipantau dan ditindaklanjuti saat dilakukan revisi
kebijakan
BAB IX
PANDUAN PERLINDUNGAN PASIEN TERHADAP KEKERASAN FISIK

A. DEFINISI
1. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non
fisik,dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak
berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang merugikan
pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikehendaki oleh korban.
2. Kekerasan Fisik adalahekspresi dari apa baik yang dilakukan secara
fisik yang mencerminkan tindakan agresi dan penyerangan pada
kebebasan atau martabat seseorang. Kekerasan fisik dapat
dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang.
3. Kekerasan fisik (WHO) adalah tindakan fisik yang dilakukan
terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik,
seksual, dan psikologi. Tindakan itu antara lain berupa memukul,
menendang, menampar, menembak, mendorong (paksa), dan
menjepit.
4. Kelompok pasien yang berisiko adalah kelompok yang karena
keterbatasannya secara fisik maupun psikologis, memiliki
kemungkinan untuk mendapatkan perlakuan kekerasan secara fisik,
sehingga Rumah Sakit bertanggung jawab melindungi kelompok
pasien tersebut dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain
dan staf Rumah Sakit. Kelompok yang dimaksud adalah :
a. Bayi Baru Lahir (Neonatus) adalahbayi dalam kurun waktu satu
jam pertama kelahiran.
b. Bayi Yang Lahir Normal adalah bayi yang lahir dengan umur
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500
gram sampai 4000 gram.
c. Anak – Anak adalahmasa yang dimulai dari periode bayi sampai
masa pubertas yaitu 13-14 tahun.
d. Lansia (Lanjut Usia) adalah periode dalam kehidupan yang
ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik dan
psikologis.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan
lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -
59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua
(old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun.
e. Orang Dengan Gangguan Jiwa adalahorang yang
mengalamisuatu perubahan pada fungsi kejiwaan. keadaan ini
ditandai dengan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan
dalam melaksanakan peran sosial.
f. Perempuanadalahseorang manusia yang mempunyai vagina,
dapat menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui anak.
g. Kekerasan Pada Perempuan adalah segala bentuk kekerasan
berbasis jender yang berakibatmenyakiti secara fisik,seksual,
mental atau penderitaan terhadap perempuan.
h. Komadalam istilah kedokteran adalah suatu kondisi tidak sadar
yang sangat dalam, sehingga tidak memberikan respons atas
rangsangan rasa sakit atau rangsangan cahaya.
i. Pasien Koma adalah pasien yangtidak dapat dibangunkan, tidak
memberikan respons normal terhadap rasa sakit atau
rangsangan cahaya, tidak memiliki siklus tidur-bangun, dan tidak
dapat melakukan tindakan sukarela. Koma dapat timbul karena
berbagai kondisi, termasuk keracunan, keabnormalan metabolik,
penyakit sistem saraf pusat, serta luka neorologis akut seperti stroke
dan hipoksia, gegar otak karena kecelakaan berat terkena kepala
dan terjadi pendarahaan di dalam tempurung kepala. Koma juga
dapat secara sengaja ditimbulkan oleh agen farmasentika untuk
mempertahankan fungsi otak setelah timbulnya trauma otak
lain.
5. Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik adalah suatu upaya
rumah sakit untuk melindungi pasien dari kekerasan fisik oleh
pengunjung, pasien lain atau staf rumah sakit melalui prosedur
identifikasi seluruh pengunjung atau penghuni Rumah Sakit,
investigasi kepada setiap orang yang tidak memiliki identifikasi,
monitoring lokasi yang terpencil terisolasi di Rumah Sakit dan secara
cepat bereaksi terhadap mereka yang berada dalam bahaya
kekerasan.

Tujuan dari perlindungan terhadap kekerasan fisik, usia lanjut,


penderita cacat,anak-anak dan yang berisiko disakiti adalah
melindungi kelompok pasien berisiko dari kekerasan fisik yang
dilakukan oleh pengunjung, staf rumah sakit dan pasien lain serta
menjamin keselamatan kelompok pasien berisiko yang mendapat
pelayanan di Rumah Sakit. Dan juga buku panduan ini digunakan
sebagai acuan bagi seluruh staf Rumah Sakit dalam melaksanakan
pelayanan perlindungan pasien terhadap kekerasan fisik, usia lanjut,
penderita, anak-anak dan yang berisiko disakiti.

B. RUANG LINGKUP
1. Kriteria Kekerasan Fisik di Lingkungan Rumah Sakit
Pasien mempunyai hak untuk dilindungi dari kekerasan fisik baik
yang dilakukan oleh penunggu atau pengunjung pasien maupun
petugas, kekerasan fisik yang dimaksud meliputu tindakan :
a. Pelecehan seksual.
b. Pemukulan (termasuk menampar, menendang, menikam,
mendorong dengan paksa, dan menjepit)
c. Penelantaran.
d. Pemaksaan fisik, kecuali terdapat indikasi, petugas kesehatan
dapat melakukan pemaksaan fisik (seperti pengekangan atau
restrain) sesuai standar medis dan etika Rumah Sakit yang
berlaku.
2. Kriteria Kelompok yang Beresiko Mendapatkan Kekerasan Fisik di
Rumah Sakit
RumahSakitmengidentifikasi kelompok pasien yang lemah dan yang
beresiko dan menetapkan proses untuk melindungi hak dari
kelompok pasien tersebut. Kelompok pasien yang lemah dan
tanggung jawab Rumah Sakit dapat tercantum dalam Undang-
Undang atau peraturan. Staf Rumah Sakit memahami tanggung
jawabnya dalam proses ini. Pasien-pasien yang beresiko dan harus
dilindungi dari kekerasan fisik antara lain :
a. Bayi baru lahir (Neonatus) dan Anak – Anak
Kekerasan terhadap bayi meliputi semua bentuk tindakan/
perlakuan menyakitkan secara fisik,pelayanan medis yang tidak
standar seperti inkubator yang tidak layak pakai, penculikan,
bayi tertukar dan penelantaran bayi.
Menurut data dari Kementrian Kesehatan Kasus penculikan bayi
menujukkan peningkatan dari 72 kasus di tahun 2011 menjadi
102 di tahun 2012, diantaranya 25% terjadi di rumah sakit,
rumah bersalin, dan puskesmas.
Kekerasan pada anak (child abuse)di rumah sakit adalah
perlakuan kasar yang dapat menimbulkan penderitaan,
kesengsaraan, penganiayaan fisik, seksual, penelantara (ditinggal
oleh orangtuanya di rumah sakit), maupun emosional, yang
diperoleh dari orang dewasa yang ada dilingkungan rumah sakit.
Hal tersebut mungkin dilakukan oleh orang tuanya sendiri,
pasien lain atau pengunjungatauoleh staf rumah sakit.
Terjadinya kekerasan fisik adalah dengan penggunaan kekuasaan
atau otoritasnya, terhadap anak yang tidak berdaya yang
seharusnya diberikan perlindungan.
b. Pasien yang cacat
c. Lansia
Dalam kehidupan sosial, kita mengenal adanya kelompok rentan,
yaitu semua orang yang menghadapi hambatan atau
keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak
bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu
masyarakatyang berperadaban. Salah satu contoh kelompok
rentan tersebut adalah orang-orang lanjut usia (lansia).
Ternyata, walau sudah memiliki keterbatasan, lansia juga rentan
terhadap kekerasan. Menurut statistik, lebih dari dua juta lansia
mengalami kekerasan setiap tahunnya.
Kekerasan pada lansia adalah suatu kondisi ketika seorang
lansia mengalami kekerasan oleh orang lain. Dalam banyak
kasus, kekerasan fisik datang dari orang-orang yang mereka
percayai. Karenanya, mencegah kekerasan pada lansia dan
meningkatkan kesadaran akan hal ini, menjadi suatu tugas yang
sulit. Statistik dari Dinas Pelayanan di New Zealand
menunjukkan bahwa kebanyakan, orang-orang yang melakukan
kekerasan terhadap lansia, merupakan anggota keluarga atau
orang yang berada pada posisi yang mereka percayai, seperti:
pasangan hidup, anak, menantu, saudara, cucu, ataupun
perawat.
Kekerasan fisik pada lansia di rumah sakit, yaitu bisa berupa
perkosaan, pemukulan, dipermalukan/ diancam seperti anak
kecil, diabaikan / diterlantarkan, atau mendapatkan perawatan
yang tidak standar.
d. Kekerasan pada Perempuan
Kekerasandi rumah sakit dapat berupa perkosaan, yaitu
hubungan seksual yang dilakukan seseorang atau lebih tanpa
persetujuan korbannya. Namun perkosaan tidak semata-mata
sebuah serangan seksual akibat pelampiasan dari rasa marah,
bisa juga disebabkan karena godaan yang timbul sesaat seperti
melihat bagian tubuh pasien wanita yang tidak ditutupi pakaian
atau selimut, mengintip pasien pada saat mandi dan sebagainya.
e. Orang dengan gangguan jiwa
Pasien dengan gangguan jiwa terkadang tidak bisa
mengendalikan perilakunya, sehingga pasien tersebut perlu
dilakukan tindakan pembatasan gerak (restraint) atau
menempatkan pasien di kamar isolasi. Tindakan ini bertujuan
agarpasien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai
orang lain atau dicederai orang lain, Bila tindakan isolasi tidak
bermanfaat dan perilaku pasien tetap berbahaya, berpotensi
melukai diri sendiri atau orang lain maka alternatif lain adalah
dengan melakukan pengekangan/pengikatan fisik (restraint).
Kekerasan fisik pada pasien jiwa yang dilakukan restrain di
rumah sakit, bisa disebabkan oleh tindakan restrain yang tidak
sesuai prosedur, atau menggunakan pengikat yang tidak
standar. Selain itu, pasien jiwa yang dilakukan restrain mudah
menerima kekerasan fisik, baik dari pengunjung lain, sesama
pasien jiwa, maupun oleh tenaga medis. Hal ini disebabkan oleh
karena kondisi pasien yang “ terikat “ sehingga mudah
mendapatkan serangan.
f. Pasien koma
Kekerasan fisik bagi pasien yang koma di rumah sakit, bisa
disebabkan oleh pemberian asuhan medis yang tidak standar,
penelantaran oleh perawat, diperlakukan secara kasar oleh
tenaga kesehatan yang bertugas sampai pada menghentikan
bantuan hidup dasar pada pasien tanpa persetujuan
keluarga/wali.
g. Populasi pasien lain yang beresiko
a. Pasien dalam pengarih obat atauu sedasi
b. Pasien dengan sakit terminal atau stadium akhir
c. Wanita bersalin dan wanita yang mengalami terminasi
kehamilan
d. Pasien korban KDRT, penganiayaan, dan penelantaran.

C. TATA LAKSANA
1. Cara RSUD Ratu Zalecha Martapura melindungi pasien &
keluarganya dari kekerasan fisik terutama pada pasien yang tidak
mampu melindungi dirinya seperti bayi, anak – anak, manula,
perempuan, pasien jiwa, pasien koma, penyandang cacat dan lain
sebagainya.
2. Pengawasan terhadap lokasi pelayanan yang terpencil dan terisolasi,
seperti pada:
 Irna Bersalin
 Irna Anak
3. Pengawasan ketat terhadap ruang perawatan bayi dan anak–anak
untuk mencegahpenculikan dan perdagangan pada bayi dan anak -
anak, seperti pada :
 Ruang foto therapy di Ruang bayi
 Ruang bayi di Irna Anak
 Ruang Nicu
4. Penanganan pada bayi / anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya
di RSUD Ratu Zalecha Martapura dengan merawat bayi tersebut agar
sehat untuk selanjutnya diserahkan ke Dinas Sosial
5. Semua pengunjung yang masuk ke RSUD Ratu Zalecha Martapura
harusmemakai identitas yang dapat dikeluarkan oleh
Security/Satpol PP. Pengunjung yang mencurigakan diperiksa dan
diinvestigasi oleh petugas, khususnya oleh Satpol PP.
6. Semua pengunjung diluar jam kunjungan rumah sakit, baik di luar
jam kantor, di luar jam pelayanan maupun di luar jam besukdi
daftarkan dan dicatat oleh sekuriti/satpol PP.
7. Kekerasan pada pada lansia, dapat dicegah dengan beberapa
tindakan preventif, antara lain, menyediakan kamar mandi khusus,
loket khusus, serta membangun Pusat Geriatri
8. Membatasi jumlah pasien yang masuk ke ruang perawatan dengan
menerapkan ketentuan hanya mereka yang menggunakan ID Card
yang boleh memasuki ruang perawatan.
9. Pada ruang perawatan wanita, pendamping pasien harus berjenis
kelamin wanita

D. Tatalaksana dari perlindungan terhadap kekerasan fisik pada pasien


sebagai berikut :
1. Petugas Rumah Sakit melakukan proses mengidentifikasi pasien
berisiko terhadap kekerasan fisik melalui pengkajian secara
terperinci dimulai dari IGD.
2. Permintaan perlindungan dari kekeraasan fisik bisa dilakukan atas
permintaan pasien/keluarga pasien dan lembaga tertentu.
3. Perawat di ruang rawat inapmelakukan sensus harian untuk
mengidentifikasi pasien-pasien yang beresiko dan segera merespon
bila pasien butuh bantuan dengan koordinasi dengan pihak terkait.
4. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien : Perawat unit
bertanggung jawab untuk mengamankan kondisi dan memanggil
dokter medis untuk menilai kebutuhan fisik dan psikologis dan
mengecualikan masalah medis pasien tersebut.
5. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota staf rumah sakit :
Perawat unit bertanggung jawab menegur staf tersebut dan
melaporkan insiden ke kepala bidang terkait untuk diproses lebih
lanjut.
6. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung : Staf bertanggung
jawab dan memiliki wewenang untuk memutuskan diperbolehkan
atau tidak pengunjung tersebut memasuki area RSUD Ratu Zalecha
Martapura.
7. Monitoring di setiap lobi, koridor rumah sakit, unit rawat inap, rawat
jalan maupun di lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan
kamera CCTV ( Closed Circuit Television ) yang terpantau oleh
Direktur.
8. Setiap penunggu pasien wajib memakai tanda pengenal selama
berada di dalam RSUD Ratu Zalecha Martapura.
9. Setiap pengunjung rumah sakit RSUD Ratu Zalecha Martapurawajib
mengisi daftar buku pengunjung, mengenakan tanda pengenal (yang
ditukar dengan kartu identitas diri), dan harus sesuai
denganpemberlakuan jam berkunjung pasien, dan harus seizin dari
penunggu pasien.
10. Pengunjung pasien di luar dari jam berkunjung diperiksa
identitasnya dan akan dicatat dalam buku kunjungan dan
mendapatkan kartu pengunjung.
11. Koordinator keamanan melaksanakan koordinasi terhadap petugas
satpam dalam penjagaan khusus terkait ancaman kekerasan fisik.
12. Petugas keamanan berwenang menanyai pengunjung yang
mencurigakan dan mendampingi pengunjung terebut sampai ke
pasien yang dimaksud.
13. Staf perawat unit wajib melapor kepada petugas keamanan apabila
menjumpai pengunjung yan mencurigakan atau pasien yang dirawat
membuat keonaran maupun kekerasan.
14. Petugas keamanan mengunci akses pintu penghubung antar unit
pada jam atau waktu di luar jam besuk.
15. Pengunjung diatas jam 22.00 WITA lapor dan menulis identitas
pengunjung pada petugas keamanan.

E. DOKUMENTASI
1. Prosedur Menerima Pengunjung Rumah Sakit.
2. Prosedur Perlindungan Terhadap Ancaman.
3. Prosedur Pemantauan Terhadap Lingkungan Terpencil.
4. Prosedur Perlindungan Terhadap Penculikan Bayi dan Anak.
5. Daftar pengunjung RS di luar jam besuk.
6. Daftar kelompok yang beresiko.
7. Sensus harian pasien rawat inap
a. Identifikasi dilaksanakn oleh perawat ruangan terhadappasien-
pasien yang termasuk kelompok beresiko yang dicatat setiap hari
dalam formulir situasi pasien.
b. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam melaksanakan
pengawasan terhadap tindakan kekerasan fisik dan atau
berkoordinasi dengan petugas satpam jika diperlukan.
BAB X
PANDUAN PELAYANAN PASIEN TERMINAL

A. LATAR BELAKANG
Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman
manusia yang bersifat universal dan unik secara individual. Hidup
adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Duka cita adalah
respon alamiah terhadap kehilangan. Penting artinya untuk
diperhatikan bahwa apapun yang dikatakan disini tentang proses duka
cita dan kehilangan yang terdapat dalam perspektif social dan historis
mungkin berubah sepanjang waktu dan situasi. Menjadi tua adalah
proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap makhluk hidup dan
meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering
kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Kondisi terminal
merupakan kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau penyakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses
kematian dalam 6 (enam) bulan atau kurang. Dalam masyarakat kita,
umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin banyak
disebabkan oleh penyakit-penyakit degenerative, seperti kanker dan
stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu
proses pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya
berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai
dengan kelemahan umum, penderitaan, ketidakberdayaan, dan akhirnya
kematian.
Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-
tanda yaitu sakaratul maut, yang dalam istilah disebut “Dying”. Untuk
itu perlu adanya pendampingan terhadap pasien yang menghadapi
sakaratul maut (dying).
Pada tahap pelayanan terhadap pasien dalam kondisi terminal
juga bisa dikondisikan pasien dalam kondisi sakaratul maut sehingga
seluruh aspek pelayanan dan perawatan pada pasien berada dalam
kondisi seperti ini dapat disamakan. Bimbinglah orang yang hendak
meninggal mengucapkan (kalimat/perkaataan) “Tiada Tuhan Selain
Allah SWT.” (HR. Muslim)
Sangat penting diketahui untuk kita, sebagai tenaga kesehatan
tentang bagaimana cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul
maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut
adalah dengan memberikan perhatian yang lebih terhadap pasien
sehingga pasien dan keluarga lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi
kondisi sakaratul maut.
Untuk meningkatkan pelayanan akan kebutuhan yang unik ini
Rumah Sakit diperlukan suatu panduan. Bku panduan tersebut
diharapkan dapat menjadi pegangan atau acuan dalam memberikan
pelayanan terhadap pasien tahap terminal secara komprehensip dan
juga terhadap pasien dalam kondisi sakaratul maut di RSUD Ratu
Zalecha Martapura.

A. TUJUAN
1. Memberikan pengobatan yang seuai dengan gejala dan permintaan
pasien dan keluarga
2. Menghargai nilai yang dianut pasien, agama, dan preferensi budaya
3. Memberikan respon pada hal psikologis, emosional, spiritual, dan
budaya dari pasien dan keluarganya

B. PENGERTIAN
1. Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan untuk
pasien yang mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai
harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6
(enam) bulan atau kurang. Pasien yang berada pada tingkat akhir
hidupnya memerlukan pelayanan yang berfokus akan kebutuhannya
yang unik. Pasien dalam tahap ini dapat menderita gejala lain yang
berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau
memerlukan bantuan berhubungan dengan faktor psikososial, agama,
dan budaya yang berhubungan dengan proses kematian. Keluarga dan
pemberi layanan dapat diberikan kelonggaran melayani pasien tahap
terminal dan membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan
lagi. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang
tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang.
Terkadang kematian menyerang usia muda, tetapi selalu menunggu
yang tua. Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju
kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik,
psikososial, dan spiritual bagi individu. (Carpenito, 1995).
Pasien terminal adalah pasien-pasien yang dirawat, yang sudah jelas
bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka semakin lama
semakin memburuk. (P.J.M. Stevens, 1999).
2. Sakaratul maut (dying) adalah merupakan kondisi pasien yang sedang
menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu
untuk meninggal.
3. Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernafasan, nadi, dan
tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal,
ditandai dengan terhentinya aktifitas otak atau terhentinya fungsi
jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi NH, Sp. KJ
juga mendefinisikan Death sebagai :
a. Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversible
b. Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan Death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan,
serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu
proses, sedangkan Death merupakan akhir dari hidup. (Eny Retna
Ambarwati, 2010)
4. Cabang ilmu yang berkaitan dengan dying, adalah :
a. Geriatric, ilmu yang mempelajari penyakit pada lanjut usia
(degeneratif)
b. Gerontology, displin ilmu di luar atau cabang geriatri yang
mempelajari aspek fisik, mental, dan psikososial yang ada pada
lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita
lanjut usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp. KJ, 2009)

C. RUANG LINGKUP
1. Deskripsi rentang pola hidup sampai menjelang kematian
Pandangan pengetahuan tentang kematian yang difahami oleh seseorang
berbeda-beda. Adapun seorang ahli yang mengemukakan pendapatnya
tentang deskripsi rentang pola hidup sampai menjelang kematian adalah
Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup sampai menjelang
kematian sebagai berikut :
a. Pola puncak dan lembah
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan
periode krisis (lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar
merasakan harapan yang tinggi atau besar. Sebaliknya pada periode
lemah, pasien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa
menimbulkan depresi.
b. Pola dataran yang turun
c. Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari
kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga, yang terjadi
selama atau setelah periode kesehatan yang stabil serta berlangsung
pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
d. Pola tebing yang menurun
e. Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang
menetap atau stabil, yang menggambarkan semakin buruknya
kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam waktu yang
bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim
ditemui di unit khusus (Intensive Care Unit/ICU).
f. Pola landai yang turun sedikit-sedikit
g. Karakteristik dari pola ini adalah kehidupan yang mulai surut dan
hampir tidak teramati sampai akhirnya menghebat menuju ke maut.

2. Perkembangan persepsi tentang kematian


Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang
sangat menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun,
kematian itu adalah sesuatu hal sangat biasa saja, yang ada
difikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada orang
tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka
mengerti tentang apa itu kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi
tentang kematian menurut umur yang didefinisikan oleh Eny Retna
Ambarwati, yaitu :
a. Bayi-5 tahun
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur
atau pergi yang temporer.
b. 5-9 tahun
c. Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
d. 9-12 tahun
e. Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat
dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang
diperoleh dari orang tua atau dewasa lainnya.
f. 12-18 tahun
g. Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang
memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
h. 18-45 tahun
i. Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan
keyakinan.
j. 45-65 tahun
k. Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan
puncak kecemasan.
l. 65 tahun ke atas
m. Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna,
terbatasnya dari rasa sakit dan reuni dari anggota keluarga yang
talah meninggal.

3. Ciri-ciri pokok pasien yang akan meninggal


Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan
tingkah laku yang khas, antara lain :
a. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur
yang dimulai pada gerakan paling ujung, khususnya pada ujung
kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab.
b. Kulit tampak kebiru-biruan, kelabu atau pucat.
c. Nadi mulai tidak teratur dan lemah.
d. Terdengar suara mendengkur disertai sura nafas Cyenes Stokes.
e. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi
terhenti dan rasa nyeri yang ada biasanya menjadi hilang.
Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan dari individu biasanya
bervariasi. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang
tadinya kelihatan cemas tampak lebih pasrah menerima.
D. TATA LAKSANA
Tata laksana kegiatan pelayanan pada tahap terminal akhir hidup di
RSUD Ratu Zalecha Martapura
a. Melakukan assesmen dan pengelolaan yang sesuai terhadap pasien
dalam tahap terminal. Problem yang berkaitan dengan kematian
antara lain :
1) Problem fisik, berkaitan dengan kondisi atau penyakit
terminalnya.
2) Problem psikologi, ketidakberdayaan, kehilangan kontrol,
ketergantungan, dan kehilangan diri dan harapan.
3) Problem sosial, isolasi, dan perpisahan.
4) Problem spiritual.
5) Ketidaksesuaian antara kebutuhan dan harapan dengan
perlakuan yang didapat (dokter, perawat, keluarga, dan lain-lain).
b. Memberikan pelayanan dan perawatan pada pasien tahap terminal
dengan hormat dan respek.
c. Melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, secara primer
atau sekunder, serta memberikan pengobatan sesuai permintaan
pasien dan keluarga.
d. Menyediakan akses terapi lainnya yang secara realitas diharapkan
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. Mencakup terapi
alternativ dan terapi non tradisional.
e. Melakukan intervensi dalam masalah keagamaan dan aspek budaya
pasien dan keluarga.
f. Melakukan assesmen status mental terhadap keluarga yang
ditinggalkan serta edukasi terhadap mekanisme penanganannya.
g. Peka dan tanggap terhadap harapan keluarganya.
h. Menghormati hak pasien untuk menolak pengobatan atau tindakan
medis lainnya.
i. Mengikutsertakan keluarga dalam pemberian pelayanan.
Pelayanan tahap akhir di Rumah Sakit dilakukan di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dan di Unit Rawat Inap. Adapun proses operasional
pelayanan ini atau assesmen pasien tahap terminal dilakukan oleh
perawat/bidan dengan kuasifikasi lulusan DIII/DIV/S1
keperawatan/kebidanan yang mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR)
dan bekerja di RSUD Ratu Zalecha Martapura minimal 6 (enam) bulan,
yang meliputi intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, gejala primer dan
atau sekunder, mencegah gejala dan komplikasi sedapat mungkin,
intensitas dalam hal ini masalah psikologis, pasien dan keluarga, masalah
emosional dan kebutuhan spiritual mengenai kematian dan kesusahan,
intervensi dalam masalah kegamaan dan aspek budaya pasien dan
keluarga, serta mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam pemberian
pelayanan.

E. Fasilitas pelayanan pada tahap terminal


1. Instalasi Gawat Darurat
Fasilitas yang ada :
a. Monitor
b. ECG
c. Defibrillator
d. Ambubag (VSM)
e. Masker oksigen dan tabung oksigen
f. Suction set
g. Endotracheal tube
h. Pipa endotracheal
i. Nasogastric tube (NGT)
j. Kateter
k. Disposibel spuit
l. Alcohol swab
m. Injeksi plug
n. Wing needle
o. Infus set
p. Injeksi analgesic
q. Obat-obatan resusitasi (adrenalin, dopamine, sulfas atrofin, dan
lain-lain)
2. Unit Rawat Inap (termasuk Intensive Care Unit/ICU)
Fasilitas yang ada :
a. Monitor
b. ECG
c. Defibrillator
d. Ambubag (VSM)
e. Masker oksigen dan tabung oksigen
f. Suction set
g. Endotracheal tube
h. Pipa endotracheal
i. Nasogastric tube (NGT)
j. Kateter
k. Disposibel spuit
l. Alcohol swab
m. Injeksi plug
n. Wing needle
o. Infus set
p. Injeksi analgesic
q. Obat-obatan resusitasi (adrenalin, dopamine, sulfas atrofin, dan
lain-lain)
3. Unit rawat inap lainnya, bila kondisi pasien yang terminal atau
sakaratul maut menempati ruang biasa seperti zaal, maka pasien
ditempatkan pada bagian pinggir dekat jendela, dan ditemani oleh
keluarga dan dimonitor oleh perawat sebagai penanggung jawab untuk
mengontrol kondisi pasien, dan bila sewaktu-waktu mengalami
perubahan kondisi dan melaporkan pada Dokter Penanggung Jawab
Pasien (DPJP) atau dokter jaga Instalasi Rawat Inap untuk memastikan
kondisi pasien.
4. Bila pasien meninggal dunia, maka dilakukan tindakan perawatan
pasien setelah meninggal dunia atau perawatan jenazah, dengan tujuan
membersihkan dan merapikan jenazah, memberikan penghormatan
terakhir dan rasa puas kepada sesama insani.
a. Peralatan yang diperlukan :
1) Celemek atau skort
2) Verban atau kassa gulung
3) Gunting verban
4) Pinset
5) Sarung tangan (Hands scouen)
6) Bengkok (piala ginjal)
7) Baskom
8) Waslap
9) Kantong plastik kecil (tempat perhiasan)
10) Kartu identitas pasien atau gelang identitas
11) Kain kaffan
12) Kapas lipat lembab dalam Koran
13) Kassa berminyak dalam kom
14) Kapas lipat kering dalam kom
15) Kapas alokohol dalam kom
16) Lysol 2-4 %
17) Ember bertutup
b. Prosedur
1) Memberitahukan kepada keluarga pasien
2) Mempersiapkan peralatan dan dekatkan ke jenazah
3) Mencuci tangan
4) Memakai celemek atau skort
5) Memakai sarung tangan (Hands scoen)
6) Melepas perhiasan dan benda-benda berharga lain dan berikan
kepada keluarga pasien (dimasukkan dalam kantong plastik)
7) Melepas peralatan invasive (infus set, kateter, NGT Tube, dan
lain-lain)
8) Membersihkan mata pasien dengan kassa, kemudian ditutup
dengan kapas berminyak
9) Membersihkan bagian hidung dengan kassa, kemudian ditutup
dengan kapas berminyak
10) Membersihkan bagian telinga dengana kassa, kemudian ditutup
dengan kapas berminyak
11) Membersihkan bagian mulut dengan kassa
12) Merapikan rambut jenazah dengan sisir
13) Mengikat dagu (dari bawah dagu sampai ke atas kepala) dengan
verban gulung
14) Menurunkan selimut sampai ke bawah kaki
15) Membuka pakaian bagian atas jenazah, kemudian tempatkan
dalam ember
16) Melipat kedua tangan dan arahkan ke bagian perut, kemudian
mengikatnya pada pergelangan tangan dengan verban gulung
17) Membuka pakaian bagian bawah jenazah, kemudian tempatkan
dalam ember
18) Membersihkan genetalia dengan kassa kering dan waslap
19) Membersihkan bagian anus dengan cara memiringkan jenazah ke
arah kiri dengan meminta bantuan keluarga
20) Memasukkan kassa berminya ke dalam anus jenazah
21) Melepaskan stcik laken dan perlak bersamaan dengan
membentangkan kain kaffan, lipat stick laken dan taruh dalam
ember
22) Kembalikan jenazah ke posisi semula
23) Mengikat kaki di bagian lutut jenazah, pergelangan kaki, dan
jari-jari jempol dengan menggunakan peban gulung
24) Mengikatkan identitas jenazah pada jempol kaki
25) Membuka boven laken bersamaan dengan pemasangan kain
kaffan
26) Jenazah dirapikan dan dipindahkan ke brankart
27) Alat-alat tenun dilepas dan dimasukkan ke dalam ember serta
melipat kasur
28) Merapikan alat
29) Melepas handscoon
30) Melepaskan celemek
31) Mencuci tangan
32) Setelah selesai perawatan jenazah, kemudian jenazah dibawa ke
kamar jenazah dan setelah mencapai 2 (dua) jam, boleh dibawa
oleh keluarga, dengan serah terima antar perawat dan keluarga,
gelang identitas dilepas.

F. DOKUMENTASI
1. Status rawat jalan emergensi (instalasi gawat darurat/IGD)
2. Status rawat inap
3. Format asesmen pasien tahap terminal
4. Formulir permintaan pelayanan kerohanian
5. Buku kunjungan pelayanan kerohanian
6. Surat kematian
Lampiran II DIREKTUR RSUD RATU ZALECHA
Nomor : Tahun 2016

Tanggal :

DAFTAR SPO PELAKSANAAN HAK PASIEN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA

A. SPO Hak Pasien Dalam Pelayanan

SPO HAK PASIEN DALAM PELAYANAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

TanggalTerbit Ditetapkan,

Direktur RSUD
RatuZalechaMartapura

SPO

Drg. YasnaKhairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Informasi yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit


kepada pasien atau keluarganya yang mencakup
informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

TUJUAN Agar pasien dan keluarga memahami apa yang


menjadi hak dan kewajibannya

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura


NomorTahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak Pasien
Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Petugas admissi memberikan informasi tentang hak


dan kewajiban pasien kepada pasien/keluarga saat
pasien di rawat inap/rawatjalansaatpertama kali.
Informasi yang diberikan petugas admisi meliputi :
a. Hak dan kewajiban sebagai pasien.
b. Persetujuan pelayanan kesehatan.
c. Akses infomasi kesehatan.
d. Rahasia medis.
e. Privasi.
f. Barang pribadi.
g. Pengajuan keluhan.
h. Kewajiban pembayaran.
2. Pasien/keluarga membaca uraian hak dan
kewajiban yang tercantum dalam persetujuan
umum (general consent).
3. Petugas Admisi meminta kepada pasien/keluarga
untuk mengulang beberapa penjelasan terpenting
yang telah diberikan sebagai bukti verifikasi bahwa
pasien/keluarga telah memahaminya.
4. Petugas admisi member kesempatan
pasien/keluarga untuk bertanya.
5. Pasien/keluarga menandatangani formulir
persetujuan umum (general consent).
6. Admisi menyimpan formulir persetujuan umum
(general consent) yang telah ditandatangani dalam
rekam medis pasien yang bersangkutan.
7. Admisi memberikan leaflet sebagai salinan tentang
hak dan kewajiban pasien kepada pasien/keluarga.
UNIT 1. Instalasi rawat inap
2. Instalasi rawat jalan
TERKAIT
3. IGD

B. SPO Penanganan Keluhan / Komplain


PENANGANAN KELUHAN (KOMPLAIN)

NO. Dokumen NO Revisi Halaman


RSUD ................... ....... .......
RATU ZALECHA
MARTAPURA
Tanggal Terbit Ditetapkan
.................... Direktur RSUD Ratu Zalecha
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL drg. Yasna Khairina, MM
NIP. 19650611 199301 2 002

Pengertian Kegiatan penanganan terhadap pernyataan ketidak


puasan / kekecewaan pelanggan mengenai
kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi oleh
organisasi

Tujuan Sebagai acuan langkah-langkah dalam melakukan


penanganan keluhan pelanggan / komplai.)

Kebijakan 1. SK Direktur RSUD Ratu Zalecha no.........


tentang kebijakan Penanganan Keluhan
Pelanggan / komplain.
2. Setiap keluhan / komplain dari pelanggan
berhak untuk mendapatkan penanganan dari
rumah sakit.
3. Setiap keluhan / komplain dari pelanggan
ditangani oleh bagian/bidang/ instalasi yang
bertanggung jawab terhadap kegiatan /
pelayanan tersebut.
4. Setiap keluhan / komplain dari pelanggan
harus mendapat respon yang cepat dari rumah
sakit.
5. Setiap penanganan keluhan pelanggan harus
mengarah pada perbaikan mutu pelayanan
sehingga nantinya dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan.
6. Bila keluhan / komplain pelanggan tersebut
memerlukan klarifikasi, maka akan dilakukan
klarifikasi terhadap pelanggan.
7. Bila tidak diperlukan klarifikasi, penanganan
keluhan pelanggan/komplain hanya
diselesaikan secara internal rumah sakit
untuk mengantisipasi agar kejadian tersebut
tidak terulang lagi.
8. Setiap keluhan / komplain dari pelanggan
harus disampaikan melalui fasilitas/media
yang disiapkan oleh rumah sakit.
9. Penanganan keluhan/komplain dari pelanggan
dilaksanakan melalui cara :
a. Penanganan secara langsung yaitu
melalui costumer service
b. Penanganan secara tidak langsung yaitu
melalui kotak pengaduan, website,
telpon, hotline service, dan penyebaran
kuisioner.
10. Setiap keluhan / komplain dari pelanggan
yang masuk melalui media yang telah
disiapkan oleh rumah sakit ditangani dengan
menggunakan Laporan Tindakan Perbaikan
dan Pencegahan (LTTP).
11. Laporan Tindakan Perbaikan dan
Pencegahan (LTTP) dibuatkan melalui laporan
Tri Wulan (tiga bulan) kepada Direktur dan
ditembuskan kepada para Wakil Direktur.
12. Dokumen Laporan Tindakan Perbaikan dan
Pencegahan (LTTP) disimpan Seksi Promosi.
Prosedur 1. Bagian Hukum Data dan Kehumasan
menyediakan sarana/fasilitas dalam rangka
menampung berbagai keluhan yang akan
disampaikan pelanggan.
Kritik dan saran dapat disampaikan dapat
melalui :
 Kotak saran yang disediakan
 Website rumah sakit
 Telpon / Hotline Service
 Kuisioner
2. Bagian Hukum Data dan Kehumasan
memastikan setiap kritik dan saran pelanggan
yang diterima harus dicatat dalam Laporan
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
3. Setiap kritik dan saran dievaluasi untuk
menentukan tindakan perbaikan yang akan
dilakukan
4. Setiap tindakan perbaikan harus dievaluasi,
ditindak lanjuti, dan diimplementasikan
5. Wakil Direktur Umum dan Keuangan harus
memastikan bahwa penanggapan kritik dan
saran dilaksanakan secara efektif dan
terdokumentasi
Unit Terkait Semua bagian

C. SPO Memproleh Pendapat Medis Yang Berbeda (second opinion)


MEMPEROLEH SECOND OPINION /PENDAPAT MEDIS
YANG BERBEDA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

Tanggal Terbit Ditetapkan,

Direktur RSUD Ratu Zalecha


Martapura

SPO

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Hak pasien untuk memperoleh pendapat medis yang


diberikan oleh dokter lain di dalam Rumah Sakit maupun
di luar Rumah Sakit (selain dokter yang merawat)
terhadap suatu diagnosa atau terapi maupun
rekomendasi medis lain terhadap penyakit yang diderita
pasien.

TUJUAN Rumah sakit memberikan kebijakan dan prosedur untuk


mencari second opinion/pendapat kedua tanpa takut
untuk berkompromi dalam hal pelayanan, baik di dalam
maupun di luar rumah sakit

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura Nomor


Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak Pasien Dan
Keluarga

PROSEDUR 1. Petugas medis/perawat di ruang perawatan menerima


permintaan/keinginan pasien dan/keluarga untuk
mendapatkan opini kedua dari dokter lain yang tidak
merawat dengan kompetensi yang sama baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit.
2. Petugas medis perawat yang menerima permintaan dari
pasien dan/keluarganya dengan berpegangan pada
aturan yang berlaku di Rumah Sakit.
3. Bila penanggung jawab pasien adalah Dokter spesialis
selaku Dokter Penanggung Jawab, maka hal-hal yang
perlu diperhatikan adlah sebagai berikut :
3.1 Antar Dokter di dalam RSUD Ratu Zalecha
Martapura
a. Menginformasikan ke Dokter
Umum/Gigi/Spesialis yang merawat dengan
permintaan pasien daan atau keluarganya
meminta untuk difasilitasi keinginannya unttuk
mendapatkan second opinion.
b. Bila dokter yang diinginkan pasien saat itu
tidak bertugas agar disampaikan pasa
pasien/keluarga dan selanjutnya diberikan
daftar nama Dokter yang lain.
c. Petugas menginformasikan ke Dokter
Umum/Gigi/Spesialis yang diinginkan pasien
untuk memerikan second opinion.
3.2 Dokter yang di luar RSUD Ratu Zalecha Martapura
a. Rumah Sakit berkewajiban menyiapkan dan
memfasilitasi keeinginan pasien
dan/keluarganya melalui telepon dan faximile.
b. Jika pasien/keluarga meminta second opinion
dari Dokter lain yang berada di luar RSUD Ratu
Zalecha Martapura, dokter tersebut harus
mempunyai SIP di Rumah Sakit tempat ia
praktik dan mempunyai kompetensi yang sama
dengan dokter yang merawat pasien.
4. Selanjutnya pasien/keluarga mempunyi hak untuk
mengambil keputusan setelah mendapat penjelasan
dari dokter yang merawat dan dokter yang merawat
dan Dokter yang memberikan second opinion.
5. Segala akibat yang timbul dari keputusan tersebut
merupakan tanggung jawab pasien/keluarga.
UNIT TERKAIT 1. Pimpinan RS
2. DPDJ
3. Instalasi Rawat Jalan
4. Instalasi Rawat Inap

D. SPO Privasi dan Kerahasiaan Rekam Medis


SPO PRIVASI DAN KERAHASIAAN REKAM MEDIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

Tanggal Ditetapkan,
SPO Terbit Direktur RSUD Ratu Zalecha
Martapura
Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Penggunaan kata privasi, kerahasiaan dan


keamanan seringkali tertukar. Akan tetapi terdapat
berapa perbedaan yang penting, diantaranya :

1. Privasi adalah hak individu untuk dibiarkan


sendiri, termasuk bebas dari campur tangan
atau observasi terhadap hal-hal pribadi
seseorang serta hak untuk mengontrol
informasi-informasi pribadi tertentu dan
informasi kesehatan. (Harman, 2001a, hlm. 376)
2. Kerahasiaan merupakan pembatasan
pengungkapan informasi pribadi tertentu. Dalam
hal ini mencakup tanggungjawab untuk
menggunakan, mengungkapkan, atau
mengeluarkan informasi hanya dengan
sepengetahuan dan izin individu. (Harman,
2001a, hlm. 370)
Informasi yang bersifat rahasia dapat berupa
tulisan ataupun verbal. Privasi (Privacy) berarti
menghormati hak privasi pasien, kerahasiaan
(confidentiality) berarti kewajiban menyimpan
informasi kesehatan sebagai rahasia.
Privasi dan kerahasiaan informasi rekam medis
merupakan hak pasien yang harus diperhatikan
dalam penyimpanan rekam medis. Sehingga agar
privasi dan kerahasiaan informasi rekam medis
bisa terjaga perlu dibuatkan aturan untuk
diketahui dan difahami oleh semua praktisi
kesehatan dan mencegah penyalahgunaan hak-hak
tersebut oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.

TUJUAN 1. Untuk melindungi privasi dan kerahasiaan


informasi rekam medis pasien.
2. Untuk mencegah akses dan pengungkapan
informasi rekammedis yang tidak sah yang bisa
berdampak hukum.
3. Agar semua staff mengetahui dan memahami
bahwa informasi rekam medis bersifat privasi
dan rahasia, sehingga pengungkapan informasi
rekam medis bisa berjalan dengan tertib dan
lancar.

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura


Nomor Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak
Pasien Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Cover rekam medis hanya berisi nama dan


nomor rekam medis.
2. Permintaan informasi rekam medis melalui
telepon tidak bisa diberikan, kecuali oleh dokter
yang merawat pasien dan perawat penganggung
jawab pasien.
3. Permintaan informasi rekam medis melalui email
atau fax, harus diberikan catatan bahwa apabila
informasi rekam medis tidak sampai kepada
yang berhak, Rumah Sakit tidak
bertanggungjawab.
4. Permintaan informasi rekam medis oleh pihak
ketiga bisa diberikan apabila ada izin
pengungkapan informasi medis dari pasien atau
wali yang berhak.
5. Permintaan informasi medis oleh orang tua
pasien pada kasus Child Abuse (penganiyaan
anak oleh orang tuanya) tidak diperkenankan.
6. Petugas rekam medis, dokter, perawat, dan
prkatisi medis lainnya harus menjunjung tinggi
asas privasi dan kerahasiaan informasi rekam
medis sesuai dengan sumpah jabatan.
7. Informasi rekam medis hanya boleh dibuka
untuk kepentingan :
a. Kesehatan pasien.
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakkan hukum
atas perintah pengadilan.
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien
sendiri.
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
8. Audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien sesuai dengan SPO
pengungkapan informasi medis.

UNIT TERKAIT IRM, IGD, IRJ, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi


Gizi, Instalasi Farmasi, semua SMF, bidang
Pelayanan, bidang Keperawatan, bidang Hukum
dan Humas, bidang Pelaporan, Komite Medis,
Komite Keperawatan, panitia Rekam Medis.

E. SPO Menjaga Privasi Pasien


SPO MENJAGA PRIVASI PASIEN

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
1/2

RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

Tanggal Ditetapkan,
SPO
Terbit Direktur RSUD Ratu Zalecha
Martapura

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Suatu Penghormatan/perlindungan yang diberikan


RS terhadap hak-hak pribadi pasien

TUJUAN Sebagai acuan langkah-langkah dalam menjaga


privasi :
1. Privasi identitas pasien.
2. Privasi di ruang perawatan.
3. Privasi di ruang pemeriksaan.
4. Privasi saat dilakukan tindakan.
5. Privasi saat dimandikan.
6. Privasi saat membantu BAB/BAK.
7. Privasi saat transportasi.
8. Privasi saat di kamar operasi.
9. Privasi rekam medis.
10. Privasi saat akan mengakhiri kehidupan.

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura


Nomor Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak
Pasien Dan Keluarga

PROSEDUR A. Menjaga Privasi Identitas Pasien


1. Semua staf menjaga identitas
pasien/informasi tentang kesehatan pasien
agar tidak dapat dilihat/dibaca oleh
khalayak umum.
2. Admisi tidak mencantumkan identitas
pasien di Nurse Station, di depan kamar
pasien, dan di dalam kamar pasien.
3. Staff menggunakan simbol-simbol/istilah
yang hanya diketahui oleh petugas RSUD
Ratu Zalecha Martapura.

B. Privasi di ruang perawatan


e. Perawat menempatkan pasien dalam satu
kamar, tidak bercampur antara pasien
laki-laki dan perempuan, dan setiap
tempat tidur pasien agar dipasang
gorden/sampiran, apabila kamar
perawatan memuat lebih dari satu orang.
f. Memastikan satu orang perawat (PP) dan
satu orang dokter (DPJP) yang bertanggung
jawab terhadap pasien.
g. Bagian Humas, dokter yang merawat
pasien, dan pasien sendiri atau keluarga
pasien memberi izin, apabila akan
dilakukan peliputan oleh media massa,
baik berupa wawancara maupun
pengambilan gambar.
h. Pasien memberi izin terlebih dahulu,
apabila akan melakukan wawancara
survey.

C. Menjaga Privasi di Ruang Pemeriksaan


f. Perawat/dokter menempatkan pasien
dalam ruang pemeriksaan.
g. Perawat/dokter menutup gorden pada
saat pemeriksaan.
h. Perawat/dpkter memasang selimut pada
saat melakukan pemeriksaan.
i. Perawat/dokter memberitahukan
pasien/keluarga pasien akan dilakukan
pemeriksaan dan memberikan izin
keluarga pasien untuk melihat jalannya
pemeriksaan seizin dari pasien.
j. Perawat/dokter menutup pintu kamar
pada saat dilakukan pemeriksaan.

D. Menjaga Privasi Pasien Saat Melakukan


Tindakan
d. Perawat/dokter membuka bagian yang
akan dilakukan intervensi.
e. Perawat memberikan pakaian khusus
pada pasien, kalau diperlukan.
f. Perawat menutup pintu dan keluarga
menunggu di luar ruangan/memberikan
izin untuk menunggu kepada yang
mempunyai keterkaitan kepentingan
dengan kondisi pasien.

E. Menjaga Privasi Pasien Saat Memandikan


e. Perawat memberitahu kepada pasien dan
keluarga, bahwa pasien akan dimandikan.
f. Perawat menutup gorden dan
menyarankan agar keluarga pasien
menunggu di luar.
g. Perawat membuka bagian-bagian tubuh
yang hanya akan dibersihkan saja secara
bertahap.
h. Perawat menutupi pasien menggunakan
selimut mandi.

F. Menjaga Privasi Pasien SaatMembantu


BAB/BAK
e. Perawat memberitahu kepada keluarga
pasien agar menunggu di luar.
f. Perawat menutup gorden.
g. Perawat membuka pakaian bawah pasien.
h. Perawat menutupi pasien dengan selimut
mandi.

G. Privasi Pasien Saat Melakukan Transportasi


d. Perawat menutupi tubuh pasien dengan
selimut.
e. Perawat memastikan bahwa semua
bagian tubuh pasien tertutup, kecuali
muka pasien.
f. Perawat menaikkan pengaman
brancard/tempat tidur.

H. Menjaga Privasi Pasien Saat di Kamar Operasi


e. Dokter membuka bagian/area yang akan
dioperasi.
f. Dokter/perawat tidak membicarakan
privasi pasien walaupun pasien sudah
tertutup kecuali muka pasien.
g. Dokter/perawat jangan
tertawa/menertawakan keadaan pasien
walaupun pasien dalam kondisi terbius.
h. Dokter/perawat menutup kembali semua
tubuh pasien pada saat selesai operasi.

I. Menjaga Privasi Rekam Medis Pasien


f. Dokter/perawat memastikan penempatan
rekam medis pasien di tempat yang aman.
g. Rekam medis hanya boleh dibawa oleh
petugas RSUD Ratu Zalecha Martapura.
h. Tidak dibenarkan rekam medis dibaca
oleh semua orang kecuali dokter/perawat
yang merawat pasien tersebut atau tenaga
kesehatan yang berkepentingan dengan
kesembuhan pasien.
i. Petugas rekam medis menyimpan semua
rekam medis setelah pasien pulang.
j. Petugas rekam medis memusnahkan
catatan rekam medis setelah berumur
lebih dari lima tahun.

J. Menjaga Privasi Pasien Saat Akan Mengakhiri


Kehidupan
e. Dokter/perawat menginformasikan
kondisi pasien kepada keluarga pasien.
f. Perawat memindahkan pasien ke tempat
khusus atau dengan menutup gorden
sehingga terpisah dari pandangan pasien
lainnya, apabila pasien dirawat di
bangsal.
g. Perawat berusaha mengurangi kegiatan di
kamar tersebut atau menimilkan
kebisingan.
h. Perawat memfasilitasi bila keluarga
membutuhkan pendamping rohaniawan.

UNIT TERKAIT 1. Rawat Inap


2. Rawat Jalan
3. Ruang ICU
4. Ruang OK
5. Admisi

F. SPO Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

PERSETUJUAN TINDAKANKEDOKTERAN
RSUD RATU (INFORMED CONSENT)
ZALECHA
MARTAPURA No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

Tanggal Ditetapkan,
Terbit Direktur RSUD Ratu Zalecha
Martapura

SPO

Drg. YasnaKhairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Pemberian materi informasi yang berkaitan dengan


tindakan yang akan dilakukan kepada
pasiendan/keluarga berkaitan dengan kondisi
kesehatannya.

TUJUAN Pasien dan /keluarga memahami tujuan tindakan, dan


semua aspek yang terkait dengan tindakan tersebut.

KEBIJAKAN PeraturanDirektur RSUD Ratu Zalecha Martapura


Nomor Tahun 2016 tentangPelaksanaanHakPasien Dan
Keluarga

PROSEDUR 1. Dokter/doktergigi/DPJP memperkenalkandiri.


2. Dokter/doktergigi/DPJP memberi penjelasan
tentang rencana tindakan medis dan perawatan
bisa lisan atau tertulis dan memberi kesempatan
kepada pasien/keluarga untuk bertanya.
3. Dokter/doktergigi/DPJP menjelaskan dengan
bahasa yang mudah difahami.
4. Dokter/doktergigi/DPJP memberikan informasi,
meliputi :
a. Diagnose.
b. Tata cara tindakan medis.
c. Tujuan tindakan.
d. Alternative tindakan dan resikonya.
e. Resiko dan komplikasinya.
f. Prognosis terhadap tindakan.
g. Perkiraan biaya.
5. Dokter/doktergigi/DPJP memberi kesempatan
pasien/keluarga untuk bertanya.
6. Dokter/doktergigi/DPJP meminta pasien/keluarga
untuk mengulang penjelasan yang diberikan.
7. Pasien berhak menyetujui atau menolak tindakan.
8. Dokter/doktergigi/DPJP atau perawat memberikan
formulir informed consent kepada pasien atau
keluarga pasien.
9. Pasien memberikan sendiri persetujuan tindakan
kedokteran bila pasien kompeten, atau keluarga
terdekat bila pasien tidak kompeten.
10. Dalam gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan mencegah kecacatan tidak diperlukan
persetujuan tindakan kedokteran.
11. Dokter/doktergigi/DPJP wajib memberi penjelasan
sesegera mungkin bila pasien sudah sadar.
12. Urutan prioritas untuk memberikan persetujuan :
a. Pasien sendiri.
b. Suami atau istrinya.
c. Anaknya yang sudah dewasa.
d. Orang tuanya.
e. Saudara kandungnya.
f. Keluarga lain, teman, atau kenalan bila yang
disebut di atas tidak ada.
13. Pasien/keluarga memberi tandatangan pada
lembar persetujuan bila setuju dan pada lembar
penolakan tindakan kedokteran bila pasien
menolak tindakan disaksikan oleh saksi dan
Dokter/doktergigi/DPJP atau perawat.
14. Dokter/doktergigi/DPJP atau perawat mencatat
(mendokumentasikan) dan menyimpan dalam
catatan rekam medis pasien.
UNIT 1. Rawat inap
2. Rawat jalan
TERKAIT
3. IGD
4. Ruang HD
5. Ruang ICU
6. Kamaroperasi

G. SPO Penolakan Resusitasi


DO NOT RESUSCITATE

NO .... NO REVISI HALAMAN

RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

STANDAR Tanggal Terbit Ditetapkan


PROSEDUR
Direktur RSUD Wangaya Kota
OPERASIONAL
Denpasar

drg. Yasna Khairina, MM

Pengertian Tidak melakukan tindakan resuitasi pada pasien yang


sudah menyetujui dan menandatangai formulir Do not
Ressuicate (DNR)

Tujuan Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan


untuk melakukan tindakan Do Not Resuscitate (DNR)
tidak disalahartikan/misinterpretasi.

Untuk memastikan terjadinya komunikasi dan


pencatatan yang jelas dan terstandarisasi mengenai
pengambilan keputusan DNR

Kebijakan SK..........................

Prosedur 1. Pastikan tercipta suasana yang kondusif,


tenang, privasi pasien terjaga.
2. Kehadiran lengkap dari orang-orang yang ingin
dilibatkan oleh pasien/keluarga dalam
mendiskusikan ini.
3. Komunikasi dan tatatp mata sebaiknya sejajar
dengan tinggi/posisi pasien.
4. Jika pasien tidak keberatan, ajaklah satu orang
peraat untuk mendampingi diskusi.
5. Perawat dapat membantu dalam menjawab
pertanyaan pasien dalam memberi dukungan
dan penguatan kepada pasien setelah dokter
meninggalkan ruangan.
6. Mulailah dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan umum seperti bagaimanakah
pandangan pasien terhadap penyakit dan yang
dijalani.
7. Mengangkat topik utama :
a. Mulai dengan menyatakan “saya ingin
berdiskusi dengan anda”.
b. Salah satu hal penting adalah mengenai
pernyataan resusitasi.
c. Meskipun ini jarang terjadi saya perlu
untuk mempertimbangkan mengenai
tindakan apa yang harus kami lakukan
jika jantung anda berhenti.
8. Pemilihan waktu untuk berdiskusi :
a. Bukan waktu yang bagus untuk
melakukan diskusi segera.
b. Waktu diskusi terbaik adalah saat
diagnosis dan progonosis sudah jelas dan
saat telah mengetahui dan menerima
penyakitnya.
9. Bersusahalah untuk membangun pemahaman
pasien mengenai situasinya saat ini, sifat dasar
resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan
resusitasi jika dilakukan, serta harapan dan
keinginan pasien. Pasien dan keluarganya sering
memiliki harapan/ekspetasi yang realistis dari
nilai resusitasi.
10. Berikan informasi mengenai RJP menggunakan
kata-kata sederhana yang dapat dimengerti oleh
pasien.
11. Tingkat pemberian informasi harus dinilai dan
respons dan pemahaman setiap pasien.
12. Jika tidak tercapai kesepakatan, berikan
pendapat dari sudut pandang dokter
(paramedic) mengenai kondisi pasien dan
tindakan RJP. Dapat dengan menyatakan
“pendapat saya mungkin berbeda dengan apa
yang anda inginkan. Karena alasan itulah saya
ingin berdiskusi dengan anda”.
13. Cobalah untuk mengerti :
a. Sudut pandang pasien
b. Nilai-nilai yang dianut pasien
c. Ruang lingkup pengaplikasian (
misalnya penanganan apa yang pasien
jalani).
14. Catat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang
dianut oleh pasien, dan ruang lingkup
pengaplikasian rekam medis.
15. Diskusikan keptusan mengenai RJP dalm
konteks positif sebagai bagian dari keperawatan
suportif. Banyak pasien yang merasa takut
diabaikan/ditelantarkan dan merasa nyeri
melebihi rasa takutnya akan kematian.
16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-
terapi mana saja yang akan diberikan, pasien
masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara
teratur, pengendalian nyeri, dan memberikan
kenyamanan kepada pasien.
17. Penting untuk memisahkan/membedakan
keptusan DNR dengan keptusan mengenai
manajemen pasien lainnya.
18. Dengan memberikan kesempatan kepada
pasien untuk berdiskusi dengan dokter akan
membuat pasien merasa dihargai dan
menurunkan tingkat kecemasan/strees pasien
juga.
Unit Terkait 1. IGD
2. Instalasi Rawat Inap
3. ICU

H. SPO Penolakan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)


SPO PELAYANAN KEROHANIAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD RATU 1/2


ZALECHA
MARTAPURA

TanggalTerbit Ditetapkan,

Direktur RSUD
RatuZalechaMartapura
SPO

Drg. YasnaKhairina, MM
NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Pelayanan kerohanian adalah suatu usaha


bimbingan yang diberikan oleh pihak RSUD Ratu
Zalecha Martapura yang bekerja sama di bidang
kerohanian,untuk mendampingi dan menemui
pasien rawat inap, agar mampu memahami arti dan
makna hidup sesuai dengan keyakinan dan agama
yang dianut masing-masing yang diakui oleh
Negara berupa sarana dan prasarana peribadatan
dan bimbingan kerohanian.

TUJUAN Sebagaiacuanpenerapanlangkah-langkah untuk


pemenuhan kebutuhan rohani pasien dan keluarga
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang diakui
oleh Negara.

KEBIJAKAN PeraturanDirektur RSUD Ratu Zalecha Martapura


Nomor Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak
Pasien Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Perawat memberikan informasi kepada pasien


tentang pelayanan kerohanian di RSUD Ratu
Zalecha Martapura, serta membantu mengisikan
formulir permintaan tersebut.
2. Pasien meminta pelayanan kerohanian kepada
perawat dan perawat mengisikan form tersebut.
Setelah formulir tersebut diisi oleh perawat,
maka segera formulir tersebut diberikan ke
customer service untuk ditindak lanjuti.
3. Customer service akan koordinasi dari daftar
yang tersedia berdasarkan permintaan waktu di
formulir tersebut.
4. Customer service akan konfirmasi nama dan
waktu petugas pelayanan ini kepada pasien dan
keluarga pasien penanggung jawab. Setelah itu
formulir akan diserahkan kepada nurse station.
5. Rohaniawan akan dafta rke admission dan akan
konfirmasi ke nurse station rawat inap tentang
permintaan pelayanan kerohanian.
6. Di nurse station petugas kerohanian akan
tandatangan di formulir untuk di simpan di arsip
rekam medis pasien, setelah itu petugas
kerohanian akan di antar oleh perawat kekamar
pasien.
7. Untuk ruangan bersama, perawat meminta izin
terlebih dahulu dengan pasien lain untuk
melakukan pelayanan kerohanian.

UNIT 1. Instalasi Rawat Inap


2. Customer service
TERKAIT
I. SPO Perlindungan Barang Milik Pasien
SPO PERLINDUNGAN BARANG MILIK PASIEN

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
1/2
RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

TanggalTerbi Ditetapkan,
t Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura

SPO

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN 1. Suatu proses kegiatan pihak Rumah Sakit dalam


upaya melindungi barang milik pasien selama
berada di RumahSakit.
2. Pasien yang dilindungi barangnya adalah :
a. Pasien yang saat masuk ke Rumah Sakit daalam
kondisi tidak sadar
b. Pasien tanpa keluarga atau kerabat
c. Pasien yang terkait kasus kriminalitas
3. Barang yang dimaksud adalah :
a. Barang berharga berupa perhiasan (cincin,
gelang, kalung, dan lain-lain)
b. Barang elektronik (handphone, laptop)
c. Dokumen penting (passport, visa, tiket)
d. Barang bukti (seluruh barang yang ada dan
melekat pada pasein)
TUJUAN 1. Menghormati hak-hak pasien untuk hal-hal yang
terkaait dengan barang-barang milik pribadi yang
terbawa ke RumahSakit.
2. Menjaga keutuhan barang pribadi milik pasien bila
dibutuhkan untuk kepentingan penyelidikan atau
sebagai barang bukti kepolisian.

KEBIJAKAN

PROSEDUR 1 1. Anggota security melakukan identifikasi barang


milik pasien saat kedatangan di Instalasi Gawat
Anggota Darurat (IGD).
2. Petugas security memberikan perlindungan barang-
Security barang terhadap pasien yang tidak sadar dan tanpa
keluarga.
3. Petugas security melakukanpegamanan terhadap
barang-barang dan statusnya sebagai barang bukti
pada passion dengan kasus yang berkaitan dengan
kepolisian (kasus kriminalitas).
4. Petugas security melakukan pencatatan
terhadapbarang-barang milik pasien, disaksikan
oleh perawat atau dokter.
5. Dalam pencatatan barang milik pasien, petugas
security dilarang untuk melakukan penafsiran
sendiri terhadap nilai barang. Pencatatan dilakukan
dengan cara menyebutkan bentuk dan warna.
6. Petugas security mengamankanbarangmilikpasien di
loketbarangpasien IGD,
sebelumpasiendipindahkankeruangperawatan.
7. Kepindahan pasien dari IGD keruang rawat inap
disertai bukti serah terima barang milik pasien.
8. Anggota jaga security melakukan respon bila ada
permintaan penitipan barang milik pasien dari
ruang-ruang perawatan.
9. Anggota jaga security yang menerima barang milik
pasien di ruang perawatan, harusdilengkapi dengan
bukti serahterima barang.
10. Pengembalian barang milik pasien yang
dititipkan di security, dilakukan oleh perawat
ruangan dengan memmbawa catatan barang yang
dititip untuk dilakukan Cross Check keutuhan
barang tersebut.

PROSEDUR 2 1. Perawat mengingatkan pasien untuk tidak


membawa barang berharga selama menjalani
Ruang Rawat perawatan.
2. Perawat mengidentifikasi pasien yang tidak sanggup
Inap untuk mengamankan barang berharga miliknya.
3. Perawat melakukan pencacatan barang-barang
milik pasien yang akan diamankan sebelum
disimpan di loker atau tempat penyimpanan.
4. Dalam pencatatan barang milik pasien, petugas
security dilarang untuk melakukan penafsiran
sendiri terhadap nilai barang. Pencatatan dilakukan
dengan cara menyebutkan bentuk dan warna.
5. Pasien yang menitipkan barangnya, berhak
mendapatkan salinan jenis dan jumlah barang yang
disimpan untuk Cross Check pada saat
pengambilan.
6. Pelimpahan barang dari ruangan ke security harus
dilengkapi dengan bukti serah terima barang.

UNIT 1. Bidang keperawatan


2. Security
TERKAIT

J. SPO Penitipan / Penyimpanan Barang Milik Pasien


SPO PENITIPAN/PENYIMPANAN BARANG MILIK
PASIEN
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

Tanggal Terbit Ditetapkan,

Direktur RSUD Ratu Zalecha


Martapura

SPO

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Suatu proses menyimpan/menitipkan/menjaga


barang/harta benda milik pasien yang terbawa pada
saat pasien dirawat, tanpa ada keluarga atau
penanggung jawab yang bisa menyimpan barang
tersebut, sebagai upaya pencegahan adanya
kehilangan barrang tersebut.
TUJUAN Mengurangi kejadian yang berhubungan dengan
adanya kecurian dari pihak dalam atau luar Rumah
Sakit.
KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura
Nomor Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak Pasien
Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Petugas administrasi memberi informasi dan


penjelasan kepada pasien sebelum masuk rawat
inap dengan bahasa yang mudah dimengerti
mengenai tata tertib dan prosedur penitipan
barang miliknya berdasarkan peraturan yang
berlaku dirumah sakit.
2. Petugas administrasi memastikan bahwa pasien
sudah menyetujui dan mengerti tentang
informasi yang disampaikan tentang
perlindungan harta benda.
3. Petugas administrasi dan pihak pasien/keluarga
bersama-sama memastikan kondisi barang yang
dititip.
4. Pihak pasien/keluarga mengisi dan
menandatangani format penitipan barang.
5. Petugas administrasi memastikan adannya
proses serahterima penyimpanan sementara
untuk harta benda milik pasien apabila papda
pasien tersebut tidak ada keluarga yang
mendampingi dan akan dilakukan tindakan
pelayanan kesehatan.

6. Petugas keamanan rumah sakit wajib menjaga


dan melindungi barang yang dititip oleh pasien
agar tidak rusak dan aman dari pencurian
/kehilangan.
7. Petugas harus memastikan orang yang
memegang format penitipan barang ini adalah
yang mewakili pasien dengan mencocokkan
tanda tangan yang bersangkutan dengan tanda
tangan di format penitipan barang, pada saat
pengembalian barang berharga milik pasien yang
dititip.
8. Petugas membuat berita acara serah terima
dibuku penitipan barang pasien apabila barang
yang dikembalikan sesuai dengan yang tercatat
9. Petugas administrasi dan pihak
pasien/keluargayang menyerahkan barang dan
yang menerima barang sama-sama
membubuhkan tanda tangan di berita acara
serah terima barang.
10. Segera hubungi pihak keamanan untuk kasus
kehilangan harta benda milik pasien jika ada
peristiwa kehilangan.
11. Jika perlu hubungi pihak yang berwajib untuk
menangani kasus kehilangan harta benda milik
pasien jika kasus tersebut berlanjut.

UNIT 1. Pimpinan RS
2. Kepala unit pelayanan
TERKAIT
3. Kepala unit pengamanan
4. Staf pelaksana pelayanan
5. Staf pelaksana pengamanan

K. SPO Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik Pada Pasien


PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK
PADA PASIEN

No. Dokumen Tanggal Terbit Halaman


RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

STANDAR Ditetapkan,
PROSEDUR
Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura
OPERASIONAL

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Upaya rumah sakit untuk melindungi pasien dari


kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain atau
staf rumah sakit.

TUJUAN Melindungi kelompok pasien berisiko dari kekerasan


fisik yang dilakukan oleh pengunjung, staf rumah
sakit dan pasien lain serta menjamin keselamatan
kelompok pasien berisiko yang mendapat pelayanan
di Rumah Sakit.

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura


Nomor Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak Pasien
Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Perawat melakukan proses mengidentifikasi


pasien berisiko melalui pengkajian secara
terperinci dimulai dari IGD.
2. Pasien/keluarga pasien dan lembaga tertentu
dapat meminta perlindungan khusus atas
permintaan sendiri.
3. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh
pasien : Perawat unit bertanggung jawab untuk
mengamankan kondisi dan memanggil dokter
medis untuk menilai kebutuhan fisik dan
psikologis dan mengecualikan masalah medis
pasien tersebut.
4. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota
staf rumah sakit : Perawat unit bertanggung
jawab menegur staf tersebut dan melaporkan
insiden ke kepala bidang terkait untuk diproses
lebih lanjut.
5. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh
pengunjung : Staf bertanggung jawab dan
memiliki wewenang untuk memutuskan
diperbolehkan atau tidak pengunjung tersebut
memasuki area RSUD Ratu Zalecha Martapura.
6. Petugaskeamanan memonitoring di setiap lobi,
koridor rumah sakit, unit rawat inap, rawat
jalan maupun di lokasi terpencil atau terisolasi
dengan pemasangan kamera CCTV ( Closed
Circuit Television ) yang terpantau oleh Direktur.
7. Setiap penunggu pasien wajib memakai tanda
pengenal selama berada di dalam RSUD Ratu
Zalecha Martapura.
8. Setiap pengunjung rumah sakit RSUD Ratu
Zalecha Martapura wajib mengisi daftar buku
pengunjung, mengenakan tanda pengenal (yang
ditukar dengan kartu identitas diri), dan harus
sesuai dengan pemberlakuan jam berkunjung
pasien, dan harus seizin dari penunggu pasien.
9. Pengunjung pasien di luar dari jam berkunjung
diperiksa identitasnya dan akan dicatat dalam
buku kunjungan dan mendapatkan kartu
pengunjung.
10. Koordinator keamanan melaksanakan
koordinasi terhadap petugas satpam dalam
penjagaan khusus terkait ancaman kekerasan
fisik.
11. Petugas keamanan berwenang menanyai
pengunjung yang mencurigakan dan
mendampingi pengunjung terebut sampai ke
pasien yang dimaksud.
12. Staf perawat unit wajib melapor kepada petugas
keamanan apabila menjumpai pengunjung yan
mencurigakan atau pasien yang dirawat
membuat keonaran maupun kekerasan.
13. Petugas keamanan mengunci akses pintu
penghubung antar unit pada jamatatuwaktu di
luar jam besuk.
14. Pengunjung diatas jam 22.00 WITA lapor dan
menulis identitas pengunjung pada petugas
keamanan.
UNIT TERKAIT 1. Pimpinan RS
2. Kepala unit pelayanan
3. Kepalaruangan
4. Kepala unit pengamanan
5. Staf pelaksana pelayanan
6. Staf pelaksana pengamanan

L. SPO Perlindungan Terhadap Penculikan Bayi


SPO PERLINDUNGAN TERHADAP PENCULIKAN
BAYI

No. No. Revisi Halaman

RSUD RATU Dokumen


ZALECHA
MARTAPURA

Ditetapkan,

Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura

SPO

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Tindakan pencegahan/antisipasi terhadap


penculikan bayi dan anak

TUJUAN Melindungi pasien (bayi/anak) dari tindak


penculikan di lingkungan Rumah Sakit

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura


NomorTahun 2015 tentang Pelaksanaan HakPasien
Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Petugas keamanan melakukan pemeriksaan


secara berkala di ruang rawat bayi/anak.
2. Memonitor seluruh ruangan dengan
menggunakan CCTV.
3. Petugas keamanan mengawasi dengan ketat pintu
keluar di ruang rawat bayi/anak kepada semua
orang yang akan meninggalkan Rumah Sakit
dengan bayi/anak.
4. Petugas keamanan memastikan bahwa
keluarga/orang tua bayi/anak membawa surat
keterangan keluar Rumah Sakit seuai identitas.
5. Petugas keamanan melakukan konfirmasi kepada
ruangan yang bersangkutan yang memberikan
surat KRS (Keluar Rumah Sakit).
UNIT TERKAIT 1. Wadir administrasi umum
2. Kepala instalasi atau kepala ruangan dan perawat
ruangan

M. SPO Pelaksanaan Permintaan Khusus Penjagaan Terhadap Pasien


SPO PELAKSANAAN PERMINTAAN KHUSUS
PENJAGAAN TERHADAP PASIEN

No. No. Revisi Halaman

RSUD RATU Dokumen


1/2
ZALECHA
MARTAPURA

TanggalTerb Ditetapkan,
it Direktur RSUD Ratu Zalecha
Martapura

SPO

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Penjagaan yang dilakukan atas permintaan keluarga


pasien, dokter yang merawat ataupun instansi
terkait terhadap pasien dengan kondisi tertentu.

TUJUAN 1. Mengantisipasi pasien melakukan hal-hal yang


membahayakan dirinya sendiri.
2. Mengantisipasi pasien mengganggu kenyamanan
pasien yang lain.
3. Mengantisipasi pasien melarikan diri.

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura


NomorTahun 2015 tentang Pelaksanaan HakPasien
Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Wadir Administrasi Umumdan Keuangan atas


permintaan penjagaan khusus tersebut akan
menginstruksikan kepada coordinator security
gunapelaksaannya di lapangan.
2. Coordinator security setelah menerima instruksi
dari Wadir Administrasi Umum segera
berkoordinasi dengan Kepala Instalasi Rawat Inap
untuk melihat situasi guna pertimbangan
pengamanan yang perlu dilakukan.
3. Coordinator security berkoordinasi dengan
komandan regu jaga terkait pembagian
anggotanya dalam penjagaan khusus tersebut.
4. Penjagaan khusus akan mengikuti rotasi jaga.
5. Petugas jaga khusus akan melaporkan kegiatan
penjagaan secara periodic kepada pos induk atau
komandan regu.
6. Anggotajagakhususmelakukanresponcepatbiladipe
rlukanbantuananggotalainuntukmengatasisuatuk
ondisitertentu.
7. Anggota jaga khusus memasukkan laporan
penjagaan khusus dalam laporan penjagaan
komandan regu.
8. Anggota jaga khusus melakukan absensi
penjagaan di ruang perawatan dimana penjagaan
dilaksanakan di bawah pengawasan kepala
perawat jaga yang ada.

UNIT TERKAIT 1. Wadir administrasi umum


2. Kepala instalasi atau kepala ruangan dan perawat
ruangan

N. SPO Pengendalian Kartu Penunggu Pasien


SPO PENGENDALIAN KARTU PENUNGGU PASIEN

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
1/2

RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

TanggalTerb Ditetapkan,
it Direktur RSUD Ratu Zalecha
Martapura

SPO

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Kartu penunggu adalah alat yang digunakan sebagai


bukti identitas selaku penunggu pasien yang sah.

TUJUAN Membantu petugas di ruangan-ruangan dan anggota


pengamanan dalam mengontrol dan mengendalikan
jumlah pengunjung yang ada di ruangan-ruangan.

KEBIJAKAN PeraturanDirektur RSUD


RatuZalechaMartapuraNomorTahun 2015
tentangPelaksanaanHakPasien Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Pasien dan penunggu pasien mendapat kan


penjelasan terkait penggunaan kartu penunggu
pada saat orientasi ruangan.
2. Kartu penunggu hanya untuksatu orang
penunggu pasien.
3. Penunggu pasien harus menyerahkan kartu
identitas diri (KTP/SIM) kepada petugas ruangan
untuk ditukarkan dengan kartu penunggu.
4. Kartupenunggupasienmenggunakandesaindanwa
rnaberdasarkanketentuan yang berlaku.
5. Apabila penunggu atau pengunjung
menghilangkan kartu penunggu atau kartu
bertamu, maka akan dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
6. Pengunjungdanpenunggudi luar jam bertamu,
tanpa membawa kartu penunggu atau kartu
tamu dilarang untuk keluar masuk ruang
perawatan. Admisi menyerahkan kartu penunggu
kepada penunggu tetap pasien dan menukarnya
dengan identitas penunggu tersebut.
7. Petugas keamanan akan melakukan pengecekan
kartu penunggu pasien pada saat melakukan
patroli.
8. Petugas patroli wajib melakukan pengecekkan
jumlah kartu penunggu terpakai dengan identitas
penunggu yang dititipkan di counter perawat,
sebelum melakukan patrroli keruangan-ruangan.
9. Petugas patroli wajib mengeluarkan penunggu di
luar waktu berkunjung pasien tanpa kartu
penunggu dari ruangan-ruangan perawatan.
10. Apabila petugas patroli menemukan penunggu
yang tidak jelas statusnya, agar mengamankan ke
pos induk untuk dimintai keterangan.

UNIT TERKAIT 1. Kepala bidang keperawatan


2. Koordiator security
3. Instalasi Rawat Inap/kepala ruang perawatan

O. SPO Penertiban Kunjungan Tamu


SPO PENERTIBAN KUNJUNGAN TAMU

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

TanggalTerbit Ditetapkan,

Direktur RSUD
RatuZalechaMartapura

SPO

Drg. YasnaKhairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Tamu Rumah Sakit adalah pengunjung Rumah Sakit


yang mempunyai kepentingan selain kepentingan
berobat dan membesuk pasien.

TUJUAN 1. Untuk membatasi akses masuk bagi masyarakat


umum.
2. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
tindakan-tindakn yang dapat merugikan atau
membahayakan pasien dan karyawan Rumah Sakit.
3. Untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi
karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura


Nomor Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak Pasien
Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Petugas pos induk menanyakan maksud dan


tujuan kunjungan.
2. Petugas resepsionis/informasi/admisi
mengarahkan tamu untuk mengisi buku tamu yang
telah disediakan. Setiap tamu yang berkunjung ke
RSUD Ratu Zalecha Martapura, wajib mengisi buku
tamu di lobi utama,meninggalkan kartu identitas
dan mengenakan kartu pengunjung/visitor.
3. Untuk tamu direksi setelah menjalani ketentuan
No. 1 petugas mengarahkan dan berkoordinasi
dengan secretariat direksi.
4. Petugas resepsionis/informasi/admisi memberi
kartu pengunjung/visitor yang telah di sediakan.
5. Petugas resepsionis/informasi/admisi memberikan
informasi lokasi atau tempat tujuan tamu, dan bila
diperlukan mengantarkan tamu tersebut.
6. Setelah tamu selesai berkunjung, kartu
pengunjung/visitor diserahkan kembali kepada
petugas Petugas resepsionis/informasi/admisi.
7. Petugas keamanan menertibkan tamu tanpa tanda
pengenal.
8. Petugas keamanan mengarahkan kebagian hukum
dan humas, apabila ada pasien kompalain yang
hendak bertemu direksi.

UNIT 1. Koordiator security


2. Sekretaris direksi
TERKAIT
3. Seluruh unit pelayanan
4. Sub bagian Humas

P. SPO Pelayanan Pasien Tahap Terminal

PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

RSUD RATU
ZALECHA
MARTAPURA

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan,


Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002

PENGERTIAN Pelayanan yang diberikan untuk pasien yang mengalami


sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk
sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6 (enam)
bulan atau kurang.

TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah pelayanan


pasien dengan sakit terminal untuk meringankan gejala
yang diderita oleh pasien dan memberikan dorongan moral
dan spiritual bagi keluarga dan pasien yang menghadapi
kematian.

KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura Nomor


Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak Pasien Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Perawat melakukan essesmen problem yang berkaitan


dengan kematian (problem fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual)
2. Dokter dan perawat berkolaborasi memberikan
pengobatan untuk mengurangi rasa nyeri gejala primer
atau sekunder sesuai permintaan pasien dan keluarga
3. Perawat melakukan intervensi dalam hal keagamaan dan
kebudayaan pasien dan keluarga
4. Perawat melakukan pelayanan tahap terminal pada
pasien dengan hormat dan respek terhadap pasien
5. Dokter melakukan KIE kepada keluarga mengenai
kondisi pasien
UNIT TERKAIT 1. Instalasi rawat inap
2. IGD
3. ICU

Q. SPO Asessmen Pasien Tahap Terminal


ASSESMEN PASIEN TAHAPTERMINAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD RATU
1/2
ZALECHA
MARTAPURA

Tanggal Terbit Ditetapkan,

Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura

SPO

Drg. Yasna Khairina, MM

NIP. 19650611 199301 2 002


PENGERTIAN Assesmen peengambilan data pada seseorang yang mengalami
sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan (kondisi
terminal) untuk sembuh dan menuju pada proses kematian,
dalam rangka pendampingan fisik, mental, maupun spiritual.

TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah pengambian data


untuk :

1. Meringankan gejala yang diderita oleh pasien


2. Memberikan dorongan moral dan spiritual bagi keluarga dan
pasien yang menghadapi kematian
3. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada
pasien dan keluarga
4. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien di
sekitarnya
5. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal,
secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sign, dan
beberapa tahapan kematian
KEBIJAKAN Peraturan Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura Nomor
Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Hak Pasien Dan Keluarga

PROSEDUR 1. Perawat menyiapkan peralatan :


a. Tempatkan tersendiri (bila memungkinkan dan tidak
menganggu pasien lain)
b. Lat-alat pemberian oksigenasi
c. Alat resusitasi
d. Alat pemeriksaan vital sign dan senter
e. APD (alat pelindung diri) sesuai kondisi
f. Bengkok
g. Alat tulis dan catatan kecil
h. Handsrub berbaasis alcohol 70%
2. Perawat menyiapkan format assesmen pasien terminal
3. Perawat mengkaji identitas pasien dengan benar (verifikasi
identitas pasien dengan keluarga)
4. Perawat mencuci tangan dan memakai APD sesuai kebutuhan
5. Perawat memberitahu keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan
6. Perawat mendekatkan alat-alat yang diperlukan ke pasien
7. Perawat memisahkan pasien dengan pasien yang lain tau
menutup dengan gorden/sampiran/skerem
8. Perawat mengkaji keyakinan pasien dan keluarga
9. Perawat mengizinkan keluarga untuk mendampingi pasien,
pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
10. Perawat mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan
suara lembut dan penuh perhatian, serta tidak tertawa-tawa
atau bergurau di sekitar pasien
11. Perawat melakukan assesmen problem yang berkaitan dengan
kematian (problem fisik, psikologis, social, dan spiritual)
sesuai lembar assesmen
12. Perawat mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) dan
reaksi pupil secara periodic
13. Dokter dan perawat berkolaborasi dalam pemberian
pengobatan untuk mengurangi rasa nyeri, gejala primer atau
sekunder sesuai permintaan pasien dan keluarga
14. Perawat melakukan intervensi dalam hal keagamaan dan
kebudayaan pasien serta keluarga
15. Perawat melakukan pelayanan tahap terminal pada pasien
dengan hormat dan respek terhadap pasien
16. Dokter melakukan KIE kepada keluarga mengenai kondisi
pasien dan factor resiko yang terjadi pada keluarga yang
ditinggalkan serta mekanisme penanganannya
17. Perawat membereskan alat-alat dan mencuci tangan
18. Dokter melakukan dokumentasi tindakan di catatan rekam
medis kedokteran pasien, perawat melakukan dokumentasi
tindakan di catatan keperawatan pasien
UNIT TERKAIT 1. Instalasi rawat inap
2. IGD
3. ICU
4. Kamar operasi
5. Unit Haemodialisa

Direktur,

drg. Yasna Khairina, MM


NIP. 19650611 199301 2 002
Lampiran III Peraturan Direktur RSUD
Ratu Zalecha Martapur
Nomor : Tahun 2016
Tanggal :

A. Formulir Persetujuan Umum


B. Formulir Persetujuan Permintaan Pendapat Medis Yang Berbeda (Secon
Opinion)
C. Surat Pernyataan Penolakan Pengobatan
D. Surat Pernyataan Pulang APS
E. Formulir Permintaan Pelayanan Kerohanian
F. Formulir Penitipan Barang Berharga Milik Pasien
G. Formulir Keluhan / Komplain
H. Formulir Penolakan Resuitasi
PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA
Jl.Menteri Empat Martapura Kal-Sel Telp. ( 0511 ) 4789454-4789635 Fax. 4789454-4789635
Email : ratuzalecha@gmail.com

PERSETUJUAN UMUM/ GENERAL CONSENT

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Nomor Rekam Medis :
Tanggal Lahir :
Alamat :
No. Telp No : :800/ / Raza Martapura, 01 April 2014
Lampiran : - Kepada Yth.
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
PASIEN DAN/ ATAU WALI HUKUM HARUS MEMBACA, MEMAHAMI
DAN MENGISI INFORMASI BERIKUT Di
Tempat
No
Yang bertandatangan : 800/ ini :
dibawah / Raza Martapura, 01 April 2014
Nama Lampiran: : - Kepada Yth.
Alamat :
No Telp Perihal : : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Di
Selaku Pasien/Wali hukum RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA dengan ini
menyatakan persetujuan : Tempat

I. PERSETUJUAN UNTUK PERAWATAN DAN PENGOBATAN

Saya menyetujui untuk perawatan di RSUD RATU ZALECHA


MARTAPURA sebagai pasien rawat jalan atau rawat inap tergantung kepada
kebutuhan medis. Pengobatan dapat meliputi pemeriksaan x-ray/radiology,
tes darah, perawatan rutin dan prosedur seperti cairan infus atau suntikan
dan evaluasi (contohnya wawancara dan pemeriksaan fisik).
Persetujuan yang saya berikan tidak termasuk persetujuan untuk
prosedur/ tindakan invasif (misalnya, operasi) atau tindakan yang
mempunyai resiko tinggi.
Jika sayamemutuskanuntukmenghentikanperawatan medis untuk diri
saya sendiri. Saya memahami dan menyadari bahwa RSUD RATU
ZALECHA MARTAPURA atau dokter tidak bertanggungjawab atas hasil yang
merugikan saya.

II. PERSETUJUAN PELEPASAN INFORMASI

Saya memahami informasi yang ada didalam diri saya, termasuk


diagnosis, hasil laboratorium dan hasil tes diagnostik yang akan di
gunakan untuk perawatan medis, RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
akan menjamin kerahasiaannya.
Saya memberi wewenang kepada RS untuk memberikan informasi
tentang diagnosis, hasil pelayanan dan pengobatan bila diperlukan untuk
memproses klaim asuransi/ perusahaan dana tau lembaga pemerintah.
Saya memberi wewenang kepada RS untuk memberikan informasi
tentang diagnosis, hasil pelayanan dan pengobatan saya kepada anggota
keluarga saya dan kepada:
1. __________________
2. __________________
3. __________________

III. HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN

Saya memiliki hak untuk mengambil bagian dalam keputusan mengenai


penyakit saya dan dalam hal perawatan medis dan rencana pengobatan.
Saya telah mendapat informasi tentang “Hak dan Tanggung Jawab Pasien “
di RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA melalui leaflet dan banner yang
disediakan oleh petugas.
Saya memahami bahwa RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA tidak
bertanggungjawab atas kehilangan barang-barang pribadi dan barang
berharga yang di bawa ke Rumah Sakit.

IV. INFORMASI RAWAT INAP

Saya tidak diperkenankan untuk membawa barang-barang berharga


keruang rawat inap, jika ada anggota keluarga atau teman harus diminta
untuk membawa pulang uang atau perhiasan. Bila tidak ada anggota
keluarga, RS menyediakan tempat penitipan barang milik pasien di tempat
resmi yang telah disediakan RS.
Saya telah menerima informasi tentang peraturan yang diberlakukan
oleh Rumah Sakit dan saya beserta keluarga bersedia untuk mematuhinya,
termasuk akan mematuhi jam berkunjung pasien sesuai dengan aturan di
Rumah Sakit,
Anggota keluarga saya yang menunggu saya, bersedia untuk selalu
memakai tanda pengenal khusus yang diberikan oleh Rumah Sakit, dan
demi keamanan seluruh pasien setiap keluarga dan siapapun yang akan
megunjungi saya diluar jam berkunjung, bersedia untuk diminta/diperiksa
identitasnya dan memakai identitias yang diberikan oleh Rumah Sakit.

V. PRIVASI

Saya mengijinkan/ tidak mengijinkan (coret salah satu) Rumah Sakit


memberi akses bagi: Keluarga dan handaitaulan serta orang orang yang
akan menengok saya (sebutkan nama): ………………………..

VI. INFORMASI BIAYA

Saya memahami tentang informasi biaya pengobatan atau biaya


tindakan yang dijelaskan oleh petugas Rumah Sakit

TANDA TANGAN
Dengan tanda tangan saya di bawah, saya menyatakan bahwa saya telah
membaca dan memahami item pada Persetujuan Umum/ General Consent.

Tanda Tangan dan Nama


(wali jika pasien < 18 tahun) Tanggal

TandaTangan dan Nama


Saksi Tanggal
PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA
Jl.Menteri Empat Martapura Kal-Sel Telp. ( 0511 ) 4789454-4789635 Fax. 4789454-4789635
Email : ratuzalecha@gmail.com

PERSETUJUAN PERMINTAAN PENDAPAT MEDIS BERBEDA

(SECOND OPINION)

No
Yang bertandatangan di :bawah
800/ ini, saya
/ Raza Martapura, 01 April 2014
Lampiran : - Kepada Yth.
Nama :
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Tempat, tanggal lahir : Di
Tempat
Alamat :
No : 800/ / Raza Martapura, 01 April 2014
Dengan ini Lampiran
menyatakan: -permintaan untuk mendapat pendapat Kepada lainYth. (second
opinion) atas :..................................................................................................
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Di
Saya memahami perlunya dan manfaat second opinion tersebut sebagaimana
telah dijelaskan kepada saya. Saya telah mendapat Tempat untuk
kesempatan
bertanya dan telah mendapat jawaban yang memuaskan.Saya juga menyadari
bahwa oleh karena ilmu kedokteran bukanlah ilmu pasti dan selalu
berkembang, maka perbedaan pendapat ahli adalah biasa terjadi dalam dunia
kedokteran.Saya menyadari beban biaya second opinion menjadi
tanggungjawab saya.

Martapura ...., ............................... 2016

Saksi keluarga lain Yang menyatakan

…………………….. …………………………..
PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA
Jl.Menteri Empat Martapura Kal-Sel Telp. ( 0511 ) 4789454-4789635 Fax. 4789454-4789635
Email : ratuzalecha@gmail.com

SURAT PERNYATAAN PENOLAKAN PENGOBATAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya

Nama :

Tempat, tanggal lahir :

Jenis kelaminNo : 800/


: laki-laki / perempuan/ Raza Martapura, 01 April 2014
Lampiran : - Kepada Yth.
Alamat :
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Dengan ini menyatakan penolakan pengobatan :
Di
Terhadapsaya / diri sendiri / isteri / ayah / ibu / anak / kakak / adik /
teman / kerabat saya Tempat

Nama No : : 800/ / Raza Martapura, 01 April 2014


Lampiran : - Kepada Yth.
Tempat, tanggal lahir :
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Jenis kelamin : laki-laki / perempuan
Di
Alamat :
Tempat
No. RM :

Saya memahami perlunya dan manfaat pengobatan tersebut sebagaimana


telah dijelaskan seperti di atas kepada saya, termasuk resiko dan komplikasi
yang mungkin timbul.

Saya bertanggungjawab secara penuh atas segala akibat yang mungkin timbul
sebagaimana akibat tidak dilakukannya pengobatan tersebut.

Martapura, …………………………2016

Pukul ………………………WITA

Yang menyatakan Saksi 1 Saksi 2

………………….. ………….. ………….

Dokter / perawat yang


bertugas

…………………………
PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA
Jl.Menteri Empat Martapura Kal-Sel Telp. ( 0511 ) 4789454-4789635 Fax. 4789454-4789635
Email : ratuzalecha@gmail.com

SURAT PERNYATAAN PULANG APS


(ATAS PERMINTAAN SENDIRI)

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Alamat :
No : 800/ / Raza Martapura, 01 April 2014
Selakudirisendiri / isteri / ayah / ibu /anak / kakak / adik / teman / kerabat
dari pasien : Lampiran : - Kepada Yth.

Nama Perihal : Laporan


: Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar

Tempat, tanggal lahir : Di


Tempat
No. RM :
No : 800/ / Raza Martapura, 01 April 2014
Dengan ini menyatakan bahwa :
Lampiran : - Kepada Yth.
1. Dengan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun, meminta kepada
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
rumah sakit untuk pulang atas permintaan sendiri yang merupakan hak
saya/pasien dengan alasan:………………………………...............................
Di
Tempat
2. Saya telah memahami sepenuhnya penjelasan yang diberikan dari pihak
rumah sakit mengenai penyakit dan kemungkinan / konsekuensi
terbaik sampai dengan terburuk atas keputusan yang saya ambil, serta
tanggung jawab saya dalam mengambil keputusan ini.

3. Apabila terjadi sesuatu hal berkaitan dengan putusan yang telah


diambil, maka hal tersebut adalah menjadi tanggungjawab pasien
/keluarga sepenuhnya dan tidakakan menyangkutpautkan/
menuntut rumahsakit ini.

4. Atas keputusan saya ini, rumah sakit telah memberikan penjelasan


mengenai alternative pengobatan selanjutnya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk diketahui


dan digunakan sebagai mana perlunya

Martapura, ………………….2016

Saksi 1 Saksi 2 PembuatPernyataan

………… ………… ………………………

Perawat/Dokter yang
Merawat

……………………………….
PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA
Jl.Menteri Empat Martapura Kal-Sel Telp. ( 0511 ) 4789454-4789635 Fax. 4789454-4789635
Email : ratuzalecha@gmail.com

Permintaan Pelayanan Kerohanian

Identitas Pasien,

Nama :

Tempat, tanggal lahir :


No : 800/ / Raza Martapura, 01 April 2014
Agama Lampiran : - : Kepada Yth.

PermintaanPerihal : Laporan
Tanggal/Jam : Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Di
Konfirmasi Petugas Kerohanian :
Tempat
Tanggal/Jam
No Kedatangan
: 800/ : / Raza Martapura, 01 April 2014
Lampiran : - Kepada Yth.
No. Telepon/No. HP :
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Di
Tempat

Martapura......,...........................2016

TandaTangan,

Dokter yang Merawat atau Perawat Pasien/Keluarga

…………………………………….. …………………
PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA
Jl.Menteri Empat Martapura Kal-Sel Telp. ( 0511 ) 4789454-4789635 Fax. 4789454-4789635
Email : ratuzalecha@gmail.com

FORMULIR PENYIMPANAN BARANG BERHARGA MILIK PASIEN

Jumlah KondisiBarang

Saat Saat Diserahkan

No. Jenis Harta / Benda Ditetapkan


Tanggal
No : 800/ / Raza Martapura, 01 April 2014
Tanggal
Lampiran : - Kepada Yth.
Perihal Baik
: Laporan Kehilangan BMD Buruk Kepala
Baik BPKAD
Buruk
Kab. Banjar
Di
Tempat
No : 800/ / Raza Martapura, 01 April 2014
Lampiran : - Kepada Yth.
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Di
Tempat

Martapura, ………………………

PETUGAS SAKSI RS SAKSI

PASIEN/KELUARGA PASIEN

……………………… ………………….. ………………………………

CATATAN :dalam keadaaan khusus pasien tidaksadar ; saksi minimal dua


orang daripihak pengantar dan dari RS
PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RATU ZALECHA
Jl.Menteri Empat Martapura Kal-Sel Telp. ( 0511 ) 4789454-4789635 Fax. 4789454-4789635
Email : ratuzalecha@gmail.com

FORMULIR INSTRUKSI DNR PADA PASIEN DILUAR RUMAH SAKIT

DO NO RESUSCITATE (DNR).

SEMUA PEMBERI PERTOLONGAN PERTAMA DAN TIM KEGAWATDARURATAN


MEDIS DIWAJIBKAN UNTUK MEMATUHI INSTRUKSI DNR DI LUAR RUMAH
SAKIT INI.

Permintaan ini ditujukan untuk usaha resusitasi pada kondisi terjadinya henti
jantung/nafasNo pada .........................................
: 800/ / Raza Martapura,
(nama pasien), dan01 April
telah2014
diintruksikanLampiran
oleh dokter: yang
- bertandatangan dibawah ini. Intruksi ini sesuai
Kepada Yth.
dengan keingainan pasien dan telah diputuskan dan didokumentasikan oleh
dokter (yang Perihal
bertanda tangan dibawah
: Laporan ini) BMD
Kehilangan bahwa usaha resuitasi
Kepala pada
BPKADpasien
Kab. Banjar
ini dianggap tidak sesuai secara medis.
Di
Intruksi DNR ini harus dihormati seluruh Tim Kegawatdaruratan Tempat Medis,
Pemberi Pertolongan Pertama, dan petugas kesehatan lainnya yang
berhubunganNodengan pasien: 800/dalam situasi / Raza kegawatdaruratanMartapura,
medis. 01 April 2014

Tanda tanganLampiran : -sah


pasien/wali : Kepada Yth.
Perihal : Laporan Kehilangan BMD Kepala BPKAD Kab. Banjar
Alamat pasien :
Di
PASIEN DENGAN NAMA DI ATAS BERADA DIBAWAH PERAWATAN
Tempat
Nama Dokter :

Alamat Dokter :

Nomor Telepon :

Rumah Sakit Tempat bekerja :

Tanda Tangan Dokter :

Tanggal :

DOKUMEN INI HARUS DITUNJUKAN DAN TERSEDIA SETIAP SAAT UNTUK TIM
KEGAWATDARURATAN MEDIS SEBAGAI INTRUKSI UNTUK PEMBERI PERTOLONGAN PERTAMA /
TIM KEGAWATDARURATAN.

SEMUA PASIEN BERHAK MEMBUAT KEPUTUSAN MENGANI KESEHATANNYA TERMASUK HAK


UNTUK MENERIMA ATAU MENOLAK PENANGANAN/TINDAKAN MEMPERTAHANKAN
KEHIDUPAN PASIEN.

Anda mungkin juga menyukai