Anda di halaman 1dari 7

RMK PERTEMUAN II

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA

Oleh:
Kelompok IV

Ni Putu Yulianda Damayanti Suparsada (1607612013)


I Made Dwi Darma Artanaya (1607612014)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017

1
Sistem Manajemen Biaya didasarkan atas beberapa konsep dasar yaitu :

1. Konsep Nilai Tambah


Adalah konsep yang menjelaskan bahwa perusahaan harus berusaha melaksanakan aktivitas-
aktivitas bernilai tambah dengan efisiensi bernilai sempurna dan mengeliminasi aktivitas-
aktivitas yang tidak bernilai tambah.
2. Konsep Akuntansi Aktivitas
Adalah proses pengumpulan dan pelacakan kinerja keuangan dan operasional mengenai
aktivitas-aktivitas signifikan perusahaan dan penyediaan umpan balik antara hasil-hasil
sesungguhnya dengan yang direncanakan serta penentuan tindakan koreksi jika diperlukan.
Activity-based costing (ABC) adalah metodologi untuk mengukur biaya dan kinerja aktivitas,
sumber-sumber, dan obyek biaya.
3. Konsep Biaya Target
Adalah biaya berbasis pasar yang dihitung dengan menggunakan harga pasar yang diperlukan
untuk mencapai pangsa pasar yang ditentukan terlebih dahulu. Biaya target = Harga pasar
untuk mencapai pangsa pasar – Laba diharapkan. Penentuan biaya target adalah alat
manajemen untuk mengurangi biaya selama daur hidup produk tertentu.

1. Biaya Langsung dan Tidak Langsung

Berdasarkan penelusuran ke objek biaya, biaya dikelompokan menjadi dua kategori


yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost).
a. Biaya langsung adalah biaya yang dapat dipisahkan dan dikenali secara langsung
digunakan untuk memproduksi suatu satuan output, sedangkan biaya tak langsung adalah
biaya gabungan (joint cost) atau biaya – biaya overhead untuk semua satuan output yang
diproduksi.
Menurut Hilton (2005) “A cost that can be traced to a particular department is called a
direct cost of a department” Biaya langsung adalah biaya yang terjadi pada suatu segmen
dan terjadinya karena adanya segmen tersebut. Biaya ini merupakan biaya yang dapat
ditelusuri dengan jelas dan nyata ke bagian segmen tertentu yang akan dianalisa.
b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Menurut Hilton (2005) “A cost that is t directly traceable to a particular department is
called an indirect cost of the department”. Biaya tidak Langsung adalah biaya yang tidak
secara langsung berkaitan dengan segmen Contoh biaya tidak langsung adalah gaji dan
eksekutif perusahaan.
Biaya dapat secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan objek biaya. Objek biaya
dapat berupa apa pun, seperti produk, pelanggan, departemen proyek, aktivitas, dan
sebagainya, yang diukur biayanya dan dibebani biaya. Pembebanan biaya secara akurat ke
objek biaya sangatlah penting. Untuk dapat mengevaluasi kinerja dari masing-masing
segmen dengan baik, perlu diketahui biaya-biaya mana yang dapat ditelusuri secara
langsung ke suatu segmen.

2
2. Activity Based Costing
Activity Based Costing adalah suatu pendekatan terhadap sistem akuntansi yang
memfokuskan pada aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi produk, dimana aktivitas
tersebut merupakan titik akumulasi biaya yang mendasar.
Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas ini didasarkan pada konsep produk yang
mengkonsumsi aktivitas dan aktivitas mengkonsumsi sumber daya. Dengan metode ini
diharapkan manajemen dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan aktivitas-aktivitas
yang tidak bernilai tambah (aktivitas yang dipertimbangkan tidak memberi kontribusi
terhadap nilai pelanggan atau terhadap kebutuhan organisasi).
Garrison dan Noreen (2003:316) mendefinisikan Activity Based Costing sebagai berikut:
“Activity Based Costing is a costing method that is designed to provide managers cost
information for strategic and other decision that potentially affect capacity and therefore
‘fixed’ costs”. Menurut Hansen dan Mowen (2003:122) adalah: “Activity Based Costing
systems first trace cost to activities then to product. Menurut Mulyadi (2003:40) “Activity
Based Costing adalah sistem informasi biaya yang berorientasi pada penyediaan informasi

Prosedur Pengalokasian Dua-Langkah

- Prosedur pengalokasian dua-langkah digunakan untuk menghitung biaya-biaya sumber daya


yang digunakan perusahaan, seperti biaya overhead pabrik, kelompok biaya dan kemudian
untuk membiayai objek berdasarkan besarnya cost objek yang digunakan untuk sumber-
sumber daya tersebut.
- Sistem biaya perhitungan tradisional pertama kali mengalokasikan biaya overhead pabrik
secara keseluruhan ataupun melalui pusat biaya dan kemudian ke hasil produksi. Model
prosedur pengalokasian dua-langkah ini, bagaimanapun juga dapat memperhitungkan biaya
produk ataupun jasa.
- Sistem ABC menggunakan sistem yang berbeda dari sistem pembiayaan tradisional,
dimana dapat dilihat dari kemampuannya untuk memodelkan penggunaan dari sumber-
sumber daya perusahaan terhadap aktifitas yang dilakukan oleh sumber-sumber daya ini dan
kemudian menghubungkan biaya aktifitas-aktifitas terhadap biaya objek seperti halnya
produk, pelanggan ataupun jasa.

Kapan dibutuhkan Sistem Activity Based Costing?

Dimasa lalu, sistem biaya activity based costing hanya digunakan pada saat :

- Biaya untuk mengukur biaya aktifitas dan biaya-biaya lainnya menurun, yang dapat
disebabkan adanya komputerisasi sistem penjadwalan dilantai produksi.
- Activity yang tetap, menaikkan biaya dari penetapan harga.
- Deferensiasi produk yang tinggi dalam jumlah, ukuran ataupun kompleksitas.

3
Langkah-Langkah dalam Melaksanakan Sistem Activity based costing.

Ada 3 (tiga) tahap dalam melaksanakan sistem Activity Based Costing yaitu:

1. Mengidentifikasi Biaya Sumber Daya dan Aktifitas.


a. Langkah pertama ini berupa pelaksanaan analisa aktifitas untuk mengidentifikasikan
biaya sumber daya, dimana bisa muncul dalam berbagai bentuk aktifitas.
b. Analisa aktifitas mengidentifikasikan dan memaparkan pekerjaan yang dilaksanakan oleh
suatu organisasi dimana termasuk didalamnya kegiatan pengumpulan data dari dokumen
yang ada dan dapat juga menggunakan survey kuesioner, observasi langsung dan
wawancara dengan pelaku kunci.

Proses manufaktur memiliki 4 (empat) level aktifitas:

a. Unit-level activity, dilakukan untuk setiap unit produksi setiap kali unit produksi tersebut
melaksanakan proses prduksi.
b. Batch-level acativity, dilakukan untuk setiap batch atau grup produk dari setiap unit
produk yang diproduksi.
c. Product-sustaining activity, dilakukan untuk mendukung produksi dari suatu produk
yang spesifik.
d. Facilities-sustaining activity, dilakukan untuk mendukung proses produksi dari produk-
produk yang ada secara umum.

2. Mengalokasikan Biaya Sumber Daya ke Aktifitas.


a. kriteria penting untuk memilih resources cost drivers yang baik adalah dengan
menggunakan hubungan sebab-akibat.
Contoh-contoh resources cost drivers adalah sebagai berikut:
 pengukuran kegunaan utilitas,
 karyawan dalam hal pembayaran gaji,
 setup untuk aktifitas mesin,
 kegiatan pemindahan dalam kaifitas material handling,

Biaya dari sumber daya dapat dialokasikan terhadap aktifitas dengan cara penelusuran
langsung ataupun dengan cara estimasi. Penelusuran langsung membutuhkan data aktual
mengenai sumber daya yang digunakan dalam aktifitas. Jka penelusuran langsung tidak bisa
dilaksanakan, manager ataupun supervisor akan diminta untuk mengestimasi persentasi dari
waktu atau usaha yang dikeluarkan karyawan untuk menggunakan suatu aktifitas.

3. Mengalokasikan Biaya Aktifitas ke Biaya Objek.


a. Setelah biaya aktifitas diketahui, biaya perunit aktifitas harus diukur, hal ini dapat dilakukan
denga cara mengukur biaya per unit output yang diproduksi oleh suatu aktifitas.
b. Output adalah biaya objek untuk setiap aktifitas yang dilaksanakan dimana dapat berupa
sistem biaya untuk produk, jasa, pelanggan ataupun unit bisnis.
c. Activity cost drivers digunakan untuk mengalokasikan biaya aktifitas ke biaya objek dalam
hal ini dapat berupa pesanan pembelian, laporan penerimaan, laporan inspeksi, jumlah

4
sumber daya yang disimpan, pembayaran, jam kerja langsung, jam mesin, waktu setup dan
waktu siklus manufaktur.

Keuntungan dan Keterbatasan dari Activity Based Costing

Keuntungan

1. ABC menyediakan perkiraan tentang biaya produksi yang lebih akurat dan lebih
informatif, yang pada akhirnya akan menuju pengukuran profitabilitas produk yang lebih
akurat dan kemampuan yang lebih baik untuk mengambil keputusan strategis dalam hal
penentuan harga,lini produk, pelanggan, dan pengeluaran kapital.
2. ABC menyediakan pengukuran yang lebih akurat mengenai aktifitas yang menimbulkan
biaya, sehingga para manager akan terbantu untuk meningkatkan kualitas produk dan
peningkatan nilai proses sehingga dapat dihasilkan keputusan produk yang lebih baik,
kemampuan mengontrol biaya.

Keterbatasan

1. Allocation, ada beberapa biaya yang mungkin perlu dialokasikan pada suatu departemen
dan pengukuran volume terhadap produk hal ini dikarenakan adanya penemuan spesifik
aktifitas yang menyebabkan ketidak akuratan biaya penggunaan.
2. Omission of cost, ABC berasal dari penganalisisan beberapa biaya yang diidentifikasikan
dengan spesifikasi produk. Aktifitas dapat menyebabkan pemasukan bagi biaya
pemasaran, periklanan pencarian dan pengembangan, teknik produk dan permasalahan
yang ditimbulkannya.
3. Activity Based Costing With Idle Capacity (Kapasitas yang Menganggur)

Kapasitas yang seharusnya dapat digunakan jika lebih banyak produk yang dijual.
Mengkomunikasikan informasi kapasitas menganggur merupakan salah satu prioritas utama
didalam capacity model. Kapasitas menganggur terdiri atas idle marketable, idle not
marketable dan idle-off marketable. Idle marketable merupakan keadaan dimana pasar
tersedia namun kapasitas menganggur karena meningkatnya pangsa pasar dari kompetitor,
produk subtitusi, kendala distribusi, atau kendala biaya atau harga. Idle not marketable
merupakan kondisi dimana pasar tidak tersedia atau pihak manajemen memutuskan untuk
tidak berpartisipasi didalam pasar. Idle off-limits merupakan kondisi dimana kapasitas tidak
tersedia karena dari libur, kontrak, atau kebijakan atau strategi dari pihak manajemen.
Didalam terjadinya kapasitas menganggur (idle capacity) pihak penjualan dan manajemen
atas (upper management) biasanya merupakan pihak yang memiliki tanggung jawab utama
untuk mengatasi kapasitas menganggur dengan cara meningkatkan pesanan pembelian atau
meningkatkan produksi.
Dalam akuntansi biaya tradisional, tarif overhead yang ditentukan dimuka dihitung dengan
membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang dianggarkan seperti
anggaran jam kerja langsung. Praktek seperti ini akan mengakibatkan pembebanan kapasitas
yang menganggur ke produk dan juga akan menyebabkan biaya produksi per unit tidak
stabil. Jika anggaran aktivitas turun, tarif overhead akan meningkat karena komponen tetap

5
dalam overhead hanya digunakan untuk jumlah produk yang lebih sedikit sehingga biaya
produksi per unit akan meningkat. Berlawanan dengan akuntansi biaya tradisional, dalam
ABC produk hanya dibebani biaya dari kapasitas yang digunakan dan tidak dibebani oleh
biaya kapasitas yang tidak digunakan. Pendekatan ini menyebabkan biaya per unit yang
lebih stabil dan konsisten dengan tujuan pembebanan biaya ke produk yang menyebabkan
aktivitas.

4. Time Driven Aktivity Based Costing

Ketidakpastian lingkungan bisnis menyebabkan sistem pembiayaan terus mengalami


perkembangan dan perbaikan. Traditional ABC muncul pada tahun 1980an menggantikan
traditional costing. Kemudian pada tahun 2003, konsep Time-Driven ABC mulai
diperkenalkan dan dikembangkan untuk merevisi Traditional ABC. Berikut ini sejarah
perkembangan Time-Driven ABC:

1. Era Traditional Costing (Tahun 1925 sampai dengan tahun 1980an) Pada saat era
penggunaan traditional costing, lingkungan bisnis masih stabil, tidak ada kompetisi baik
dari dalam negeri maupun luar negeri, dan diferensiasi produk masih rendah. Hal ini
menyebabkan sistem pengendalian biaya tidak terlalu penting bagi perusahaan. Sistem
akuntansi manajemen tradisional cenderung berproduksi berdasarkan informasi besarnya
biaya yang dialokasikan pada produk dengan metode sederhana dan berubahubah, dan
alokasinya seringkali tidak berhubungan dengan permintaan yang dibuat oleh produk atas
sumber daya perusahaan.

1. Era Traditional ABC (Tahun 1980an sampai dengan tahun 2004) Pada tahun 1980an,
dikembangkan sistem biaya yang baru menggantikan Traditional Costing, yaitu
Traditional ABC. Traditional ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen
akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam
berbagai aktivitas untuk menghasilkan mekanisme penghitungan biaya yang akurat. Hal
ini didorong oleh: (1) Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk
cost effective, (2) Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi
biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost, dan (3)
Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategi
2. Era Time-Driven ABC (Tahun 2004 sampai dengan sekarang) Seiring dengan
berjalannya waktu, Traditional ABC menjadi sulit diterapkan pada banyak perusahaan
karena menimbulkan biaya yang mahal untuk keperluan wawancara dan survey terhadap
sistem ABC. Selain masalah mahalnya biaya untuk wawancara dan survei, masih banyak
kesulitan yang timbul dari aplikasi sistem Traditional ABC, padahal kompetisi usaha
semakin ketat dan semakin kompleks. Untuk memperbaiki kekurangan yang timbul dari
sistem Traditional ABC, maka pada tahun 2004, Robert S. Kaplan dan Steven R.
Anderson mengembangkan inovasi baru terhadap sistem ABC yang disebut Time-Driven
ABC.

6
Dalam modul CA, pembagian biaya berdasarkan model ini dari sisi perilakunya dibagi
menjadi 2 yaitu :

1. Biaya Fleksibel merupakan kategori biaya yang berfluktuasi sesuai dengan jumlah
aktivitas yang dilakukan perusahaan.
2. Biaya Tetap yaitu biaya-biaya ini muncul akibat adanya komitmen perusahaan terhadap
penggunaan sumber daya untuk melakukan suatu aktivitas. Contohnya adalah biaya gaji
dari pegawai tetap, biaya penyusutan, biaya sewa, biaya pajak bumi dan bangunan.

Berdasarkan model ini, maka biaya tetap ini harus dibebankan berdasarkan kapasitas teoritis
atau kapasitas praktikal. Kapasitas teoritis adalah kapasitas maksimal dari penggunaan
sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Kapasitas teoritis setelah dikurangi dengan waktu-
waktu yang tidak produktif tersebut dinamakan dengan kapasitas praktikal. Contohnya,
waktu kapasitas pemeliharaan dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai