PENDAHULUAN
(Ratzan et al., 2001). Literasi kesehatan mempunyai andil yang besar dalam
penanganan serta perawatan medis yang tepat untuk suatu penyakit (Berkman
et al., 2011).
merupakan salah satu isu prioritas kesehatan di wilayah Uni Eropa yang
berdampak pada outcome kesehatan. Saat ini literasi kesehatan menjadi isu
global yang sudah banyak diangkat oleh beberapa negara seperti Jepang,
Malaysia, Korea, China, Taiwan dan Vietnam. Beberapa negara tersebut telah
oleh Rohmah menunjukkan bahwa dari 141 siswa SMA, 114 di antaranya
besar pasien diabetes mellitus memiliki tingkat literasi kesehatan pada kategori
kurang/inadequate.
kesehatan dan literasi kesehatan yang rendah sering dikaitkan dengan hasil
kesehatan yang merugikan. Saat literasi kesehatan rendah, pasien dapat salah
mengikuti petunjuk pengobatan yang ada pada resep maupun pada kemasan
obat, sehingga penggunaan obat menjadi tidak tepat yang dapat berakibat pada
perburukan penyakit dan timbulnya efek samping (Wolf et al., 2007). Literasi
(Center for Health Care Strategies, 2003). Maka dari itu, literasi kesehatan
menjadi sangat penting untuk diidentifikasi karena memiliki peran yang besar
yang pertama adalah determinan personal yang meliputi usia, jenis kelamin,
ras, status sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan dan yang
layanan kesehatan (White, 2008). Dalam hal ini informasi dan edukasi
kesehatan yang berkaitan dengan profesi apoteker yaitu informasi obat yang
responden. Pada penelitian ini, responden dibagi menjadi dua yakni responden
yang bertempat tinggal di wilayah rural dan wilayah urban. Orang-orang yang
dibandingkan orang-orang yang tinggal di daerah urban. Hal ini karena orang-
mengakses berbagai pilihan pelayanan kesehatan yang ada dan juga dapat
literasi kesehatan pada responden rural dan urban di Apotek Panti Afiat dan RS
ini adalah:
Yogyakarta?
Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Yogyakarta
Muhammadiyah Yogyakarta
D. Manfaat penelitian
kesehatan.
3. Bagi peneliti
secara nyata.
kesehatan.
5. Bagi masyarakat
E. Keaslian Penelitian
ini dengan penelitian lain yakni adalah variabel penelitian, daerah penelitian,
F. Tinjauan Pustaka
kesehatan yang sampai sekarang konsep ini masih terus berkembang. Menurut
2012)
kesehatan, dan berbagai faktor sosial budaya di tempat tinggal, tempat kerja
dan masyarakat. Area-area ini yang dapat menjadi titik intervensi literasi
kesehatan yang hasil akhirnya akan memengaruhi hasil kesehatan serta biaya
ramah literasi kesehatan akan menjadi determinan yang potensial bagi tingkat
antara lain :
diakses
outcome kesehatan dan biaya kesehatan. Pada level daerah, tingkat kemampuan
perubahan kesehatan masyarakat yang lebih baik (Sorensen et al., 2012). Selain
itu, terdapat interaksi antara literasi kesehatan dan respon literasi kesehatan
tepat terkait dengan kondisi kesehatannya. Dalam hal ini literasi kesehatan
khususnya wilayah atau daerah tempat tinggal seseorang yang terbagi menjadi
daerah rural dan daerah urban. Daerah rural (desa) atau lingkungan pedesaan
perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap
warga/anggota masyarakat yang sangat kuat yang hakekatnya. Di wilayah desa
belum terjangkau fasilitas seperti rumah sakit, sekolah, apotek atau prasarana
dalam hal pendidikan dan kesehatan. Dalam hal kesehatan mungkin hanya
puskesmas yang ada di desa tapi itupun belum tentu ada di setiap daerah.
kebersamaan
d. Isolasi sosial
kelembagaan.
d. Mobilitas sosial
f. Birokrasi fungsional
g. Individualisme
selain itu hal penting yang mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah
kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan yang sering terjadi dimana
praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment delay. Perilaku menunda ini
penyakit yang tidak dapat ditangani dengan fasilitas pelayanan yang ada di desa
maka tempat rujukan pelayanan kesehatan yang tepat adalah rumah sakit yang
lebih sedikit daripada di kota Yogyakarta yaitu 14 rumah sakit dan 65 apotek
di kabupaten Bantul dan 20 rumah sakit dan 116 apotek di kota Yogyakara. Hal
inilah yang mendasari pemilihan kategori wilayah rural dan urban pada
penelitian ini.
memburuk dan masyarakat dapat tersesat dalam sistem kesehatan yang lebih
pendidikan yang rendah dan jenis kelamin laki-laki dan ras. Pasien dengan
keterbatasan Bahasa dan berusia lebih dari 65 tahun, memiliki tingkat literasi
kesehatan yang lebih rendah (Jacobson dkk., 2013). Pada kelompok ini,
banyak merokok termasuk saat hamil, lebih banyak yang tidak menyusui dan
lebih banyak yang tidak rutin datang ke pelayanan kesehatan anak (Weiss,
2007).
Alat ukur ini terdiri dari 3 kolom yang berisi 22 kata (total 66 kata) dari
konteks pelayanan kesehatan sesuai dengan urutan jumlah suku kata dan
dengan keras kemudian dicatat benar atau tidak dalam pelafalannya (Gibbs
dkk,. 2012). Nilai 0-44 menunjukkan tingkat literasi kesehatan yang rendah,
literasi cetak, numerasi, dan membaca (50 item). Nilai 0-59 menunjukkan
Pignone, 2008). Banyak alat ukur literasi kesehatan lain yang merujuk pada
dengan tingkat literasi kesehatan yang rendah. NVS diuji melalui perbandingan
dengan TOFHLA dan memiliki enam pertanyaan, tiap jawaban yang benar
akan mendapat nilai 1. Responden yang mendapat nilai lebih dari atau sama
dengan 4 pada tes NVS sebanding dengan tingkat literasi kesehatan yang tinggi
pada TOFHLA (nilai TOFHLA lebih dari 74) (Weiss dkk., 2005).
a. Usia
orang dewasa yang lebih tua, imigran, buta huruf, orang-orang dengan
dan orang yang menderita penyakit kronis seperti diabetes tipe II dan
b. Jenis kelamin
adalah karakteristik, peran, tanggung jawab dan atribut antara pria dan
wanita yang dibangun secara sosial yang dikenal dengan istilah gender
hal risiko kesehatan adalah perbedaan biologis dan fisiologis antara pria dan
wanita, perbedaan umur harapan hidup, perbedaan akses wanita dalam
perilaku yang menentukan peran-peran serta posisi pria dan wanita dalam
pendapatan antara pria dan wanita dan interaksi antara etnis, pendapatan dan
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
Status pekerjaan memengaruhi kemampuan ekonomi seseorang,
kesehatan. Selain itu, dengan bekerja maka lebih besar kemungkinan bagi
pelayanan kesehatan.
memahami istilah, angka dan teks dalam konteks kesehatan (Ng & Omariba,
2010).
e. Pendapatan
yang rendah dengan tingkat literasi kesehatan yang rendah pula (Ng &
Omariba, 2010).
meningkatkan kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004). Tujuan lain dari
pelayanan kefarmasian adalah untuk mencegah atau mengidentifikasi dan
memecahkan masalah produk obat dan masalah lain yang terkait kesehatan,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien yang meliputi dosis obat
interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan
tentang gaya hidup sehat serta bantuan kepada pasien untuk mengelola
menjadi salah satu hal yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan
obat) yang diberikan sudah benar dan tidak bias, perlu diketahui dahulu
informasi obat dan konseling kepada pasien yang diharapkan setelah pasien
dengan literasi kesehatan yang rendah akan cenderung lebih kesulitan dalam
Menurut Jacobson dkk., (2007), saat literasi kesehatan rendah hal itu dapat
label obat (Wolf dkk., 2007). Oleh karena itu, pengetahuan mengenai aspek-
terdapat bahaya yakni informasi yang diberikan tidak tepat atau berkualitas
tahun 2003. Penelitian ini dilakukan dalam skala besar dan mengandung
Inggris. Selain itu mereka juga melaporkan kesehatan yang lebih buruk,
tidak mendapat informasi kesehatan dari internet, berusia lebih tua, berasal
dari ras dan etnis minoritas (White, 2008). Selain itu penelitian Santosa
G. Landasan teori
literasi kesehatan di daerah rural dan urban menunjukkan bahwa tingkat literasi
kesehatan pada rural lebih rendah dibandingkan urban namun ketika sudah
1996; Eberhardt et al., 2001). Tingkat literasi kesehatan yang rendah umumnya
rural dihadapkan pada tingginya tingkat kemiskinan, akses yang terbatas pada
Literasi Kesehatan
literasi kesehatan pada responden rural dan urban di Apotek Panti Afiat dan RS
J. Hipotesis