Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM II

BIOETIK KESEHATAN MASYARAKAT DALAM KERANGKA BERPIKIR


ISLAM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5 / ALIH JENIS II B

1. Nuria 101611123008
2. Paramita Ismaniar P. A 101611123010
3. Ika Rahma N 101611123022
4. Hardian Bimanto 101611123034
5. Riza Ramli 101611123048
6. Puput Dwi Cahya 101611123050
7. Dewi Nur Pratiwi 101611123102
8. Bella Putri Lanida 101611123106
9. Ahmad Hanif 101611123118

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat,
rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah yang berjudul Bioetik Kesehatan Masyarakat dalam Kerangka Berpikir
Islam ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam II dan sekaligus
sebagai latihan bagi penulis untuk menganalisa suatu hal yang bermanfaat bagi penulis
dan orang lain serta menambah pengetahuan kami mengenai materi tersebut.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bimbingan serta bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Farid
Dimyati, dr. atas pengarahan mata kuliah dan tugas yang diberikan serta pihak-pihak
yang langsung maupun tidak langsung telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, tentu masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik serta saran dari berbagai pihak
sangat bermanfaat bagi penulis agar makalah ini menjadi lebih baik. Penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 12 Maret 2017

Kelompok 5
Alih Jenis 2B

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioetik................................................................................................... 3
2.2 Transplantasi Organ.............................................................................. 8
2.3 Hukum Transplantasi Organ................................................................. 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 23
3.2 Saran....................................................................................................... 23
Daftar Pustaka............................................................................................................ 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat di
berbagai bidang. Salah satunya adalah perkembangan di bidang kedokteran dan
kesehatan, misalnya kemajuan dalam teknik transplantasi organ. Transplantasi
adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka
pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak
berfungsi dengan baik (UU RI Nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan). Teknik
transplantasi organ maju dengan pesat setelah kesuksesan transplantasi yang
pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954 di
Boston, Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, transplantasi ginjal pertama telah
dilakukan pada tahun 1977 oleh tim yang dipimpin (Alm) Prof. Dr. R. P. Sidabutar,
SpPD-KGH. Inisiasi ini menawarkan pilihan lain bagi pasien dengan penyakit
ginjal kronis, sebuah langkah yang terbukti memperbaiki kualitas hidup banyak
pasien dan membuka jalan bagi perkembangan transplantasi di Indonesia sampai
saat ini.
Perkembangan pesat transplantasi bukanlah akhir dari masalah, bahkan
membuka berbagai pertanyaan dan tantangan lain, baik dari aspek medik maupun
non-medik. Aspek medik meliputi seleksi dan persiapan pasien, baik sebagai
penerima (resipien) maupun pemberi (donor). Semua kendala medik ini telah dapat
diatasi dengan kemajuan, pengalaman, dan tersedianya obat-obat baru yang cukup
menjanjikan. Di sisi lain, kendala non-medik justru masih sangat sulit diatasi, yang
meliputi masalah etis, moral, hukum, religi, biaya yang tinggi, dan kendala utama,
yaitu sangat kurangnya jumlah pendonor dibandingkan yang membutuhkannya.
Penyusun mengambil tema makalah transplantasi organ dikarenakan
maraknya kasus transplantasi di Indonesia yang bahkan sampai diwarnai dengan
kasus jual beli organ, serta masih adanya pro dan kontra di kalangan masyarakat
maupun dunia kesehatan tentang etis dan tidaknya praktik transplantasi. Meskipun

1
kalau dilihat dari segi hukum, di Indonesia transplantasi organ ataupun jaringan
secara legal sudah diatur dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan
Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat klinis dan Bedah
Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Sedangkan,
dari segi religi atau agama, dalam hal ini adalah agama Islam, akan dibahas lebih
mendalam di dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan bioetik?
2. Apa yang dimaksud dengan transplantasi organ?
3. Bagaimana bioetik mengenai transplantasi organ dalam pandangan Islam?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud tentang bioetik.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud tentang transplantasi organ.
3. Untuk mengetahui kaitan bioetik transplantasi organ dalam pandangan Islam.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioetik
2.1.1 Pengertian Bioetik
Bioetik adalah cabang etika yang mengkaji masalah etika dalam dunia
kesehatan atau etika yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan
kesehatan. Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang
kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Bioetik
mulai berkembang pada awal tahun 1960-an karena saat itu banyak
bermunculan teknologi medis sebagai upaya untuk memperpanjang atau
meningkatkan kualitas hidup manusia.
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang
berarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi
interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di
bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa
kini dan masa mendatang
Lebih lanjut, bioetik difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul
tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik,
hukum, dan theology. Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan
evaluasi etik pada moralitas treatment atau inovasi teknologi dan waktu
pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik
mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau
bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan
nyeri yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan
dan biologi.
Bioetika Islam, atau - merupakan pedoman Islam pada
masalah etika atau moral yang berkaitan dengan kesehatan dan bidang ilmiah
biologis, khususnya, yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Dasar
dasar bioetika Islam adalah semua keputusan dan tindakan harus sesuai
dengan hukum Islam (syariah) dan etika Islam. Dengan mengevaluasi isu-isu

3
bioetika dari dan sudut pandang etika dan hukum, ahli hukum dapat
mengeluarkan keputusan atau fatwa tentang kebolehan dari subjek yang
berkaitan. Semua prosedur medis serta hubungan antara pasien dan
profesional medis harus dilegitimasi oleh sumber-sumber hukum Islam : Al
Qur'an dan Hadits. Hal-hal lain dilakukan secara ijtihad termasuk qiyas
(analogi), ijma (konsensus ulama), mashlahah (kesejahteraan masyarakat) dan
'urf (adat) selama tidak mengandung unsur bidah.

2.1.2 Pendekatan Bioetik


Dalam pelaksanannya, bioetika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu pendekatan
teleologik, pendekatan deontologik, dan pendekatan intiutionism.
a. Pendekatan teleologik
Pendekatan teleologik adalah suatu doktrin yang menjelaskan
fenomena dan akibatnya, di mana seseorang yang melakukan pendekatan
terhadap etika dihadapkan pada konsekuensi dan keputusan-keputusan etis.
Secara singkat, pendekatan tersebut mengemukakan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan the end justifies the means (pada akhirnya, membenarkan
secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk kepentingan
medis).
b. Pendekatan deontologik
Pendekatan deontologi merupakan suatu teori atau studi tentang
kewajiban moral. Simplifikasi dari pendekatan deontologi adalah moralitas
dari suatu keputusan etis yang sepenuhnya terpisah dari konsekuensinya.
c. Pendekatan intiutionism
Pendekatan ini menyatakan pandangan atau sifat manusia dalam
mengetahui hal yang benar dan salah. Hal tersebut terlepas dari pemikiran
rasional atau irasionalnya suatu keadaan.

2.1.3 Prinsip Bioetik


a. Respect for person (autonomy)
- Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki
otonomi (hak untuk menentukan nasib sendiri).

4
- Setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapat
perlindungan
- Tell the truth : menghormati privasi (Doktrin informed consent)
b. Berbuat Baik (beneficence), yaitu mengusahakan agar individu terjaga
kesehatannya
- General beneficence : melindungi dan mempertahankan hak orang lain
serta mencegah kerugian orang lain
- Specific beneficence : menolong orang cacat, menyelamatkan orang dari
bahaya, mengutamakan penderita lebih dari kepentingan individu/rumah
sakit
c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence), artinya harus memilih
pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya (do
no harm first).
- Tidak berbuat jahat pada penderita
- Minimalisasi efek samping buruk
- Mencegah bahaya akibat tindakan
d. Keadilan (justice)
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama,
dan faham kepercayan, kebangsaan dan kewarga negaraan, status
perkawinan, dan perbedaan gender tidak mengubah sikap terhadap
penderita.
Jenis keadilan, antara lain komparatif (perbedaan kebutuhan), distributif
(sesuai kontribusi, jasa, dll), sosial (sama rasa sama rata), utilitarian
(memaksimalkan keuntungan untuk penderita), komunitarian (untuk
komunitas tertentu), hukum (keadilan yang diatur hukum).

2.1.4 Kaidah Dasar Bioetik dalam Islam


a Kaidah Niatan
Prinsip ini meminta petugas kesehatan untuk berkonsultasi dengan hati
nuraninya. Terdapat banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan
medis yang tidak diketahui oleh orang awam. Seorang petugas kesehatan
dapat saja melakukan suatu prosedur dengan alasan yang mungkin masuk
akal dari sudut pandang luar, namun sesungguhnya memiliki niatan yang
berbeda namun tersembunyi.
b Kaidah Kepastian (Qoidah al yaqiin)

5
Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu kedokteran, artinya
tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu kedokteran tidak mencapai standar
yaqiin yang diminta oleh hukum. Meskipun demikian diharapkan petugas
ksehatan dalam mengambil keputusan medis, mengambil keputusan
dengan tingkat probabilitas terbaik dari yang ada. Termasuk pula dalam hal
diagnosis, perawatan medis didasarkan dari diagnosis yang paling
mungkin.
c Kaidah Kerugian (Qoidah al dharar)
- Intervensi medis untuk menghilangkan al dharar (luka, kerugian,
kehilangan hari-hari sehat) pada pasien.
- Tidak boleh menghilangkan al dharar dengan al dharar yang sebanding
(al dharar la yuzaal bi al dharar mitslihi).
- Keseimbangan antara kerugian vs keuntungan. Pada situasi dimana
intervensi medis yang diusulkan memiliki efek samping, kita mengikuti
prinsip bahwa pencegahan penyakit memiliki prioritas yang lebih tinggi
ketimbang keuntungan dengan nilai yang sama, darian mafasid awla min
jalbi al mashaalih. Jika keuntungan memiliki kepentingan yang jauh lebih
tinggi daripada kerugian, maka mendapatkan keuntungan memiliki
prioritas yang lebih tinggi.
- Keseimbangan antara yang dilarang vs diperbolehkan. Petugas kesehatan
kadang dihadapkan dengan intervensi medis yang memiliki efek yang
dilarang namun juga memiliki efek yang diperbolehkan. Petunjuk hukum
adalah bahwa yang dilarang memiliki prioritas lebih tinggi untuk dikenali
jika keduanya muncul bersamaan dan sebuah keputusan harus diambil,
idza ijtimaa al halaal wa al haram ghalaba al haraam al halaal.
- Pilihan antara 2 keburukan. Jika dihadapkan dengan 2 situasi medis
dimana keduanya akan menyebabkan kerugian dan tidak ada pilihan
selain memilih salah satu dari keduanya, yang kurang merugikan
dilakukan, ikhtiyaar ahwan al syarrain. Suatu hal yang merugikan
dilakukan untuk mencegah munculnya kerugian yang lebih besar, al
dharar al asyadd yuzaalu bi al dharar al akhaff. Dengan cara yang sama,
intervensi medis yang memiliki kepentingan umum diutamakan di atas
kepentingan individu, al mashlahat al aamah muqoddamat ala al

6
mashlahat al khassat. Individu mungkin harus mendapatkan kerugian
untuk melindungi kepentingan umum, yatahammalu al dharar al khaas lil
dafiu al dharar al aam. Untuk melawan penyakit menular, pemerintah
tidak boleh melanggar / menghilangkan hak-hak umum kecuali ada
keuntungan umum yang bisa didapatkan, al tasarruf ala al raiuyat
manuutu bi al mashlahat.
d Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al Masyaqqat)
- Dalam kondisi yang menyebabkan gangguan serius pada kesehatan fisik
dan mental, jika tidak segera disembuhkan, maka kondisi tersebut
memberikan keringanan dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan
dan kewajiban syariah.
- Batas-batas prinsip kesulitan: dalam melanggar syariah tersebut tidak
melewati batas-batas yang diperlukan (secukupnya saja).
- Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan. Adanya suatu kesulitan, tidak
menghilangkan secara permanen hak-hak masyarakat yang harus
direkompensasi dan dikembalikan pada keadaan semula seiring dengan
waktu.
- jika hambatan telah dilewati, tindakan medis/intervensi kesehatan yang
dilarang kembali menjadi terlarang.

e Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf)


- Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum untuk praktek-
praktek intervensi kesehatan yang disesuaikan dengan budaya dan adat
istiadat lokal (local wisdom) harus diperkuat oleh syarah.
- Bila sudah ada standar syariah maka harus diikuti sesuai standar syariah
tsb.
- Bila tidak ada batasan syariah yang di nash (dalil) maka boleh
mempraktekkan local wisdom sejauh tidak melanggar syara.

2.1.5 Issue Bioetik


Issue dalam bioetik antara lain peningkatan mutu genetik, etika
lingkungan, dan pemberian pelayanan kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa
issue bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut pelayanan
kesehatan modern, aplikasi teori etik, dan prinsip etik terhadap masalah-
masalah pelayanan kesehatan.

7
Salah satu issue bioetik adalah transplantasi organ tubuh manusia yang
merupakan suatu dilema yang dihadapkan pada kontradiksi antara etika,
moral, dan hukum.

2.2 Transplantasi Organ / Jaringan tubuh


Salah satu dari permasalahan di bidang kesehatan, yaitu mengenai
transplantasi organ jaringan tubuh sebagai berikut:
2.2.1 Definisi Transplantasi Organ Dan Jaringan Tubuh
Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan
organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain
atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan
atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik (UU RI Nomer 23
tahun 1992 tentang kesehatan). Transplantasi organ dan jaringan tubuh
manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien
dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat.
Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik
untuk menolong pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih
memuaskan dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia
kedokteran, namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja
karena masih harus dipertimbangkan dari segi non-medik, yaitu dari segi
agama, hukum, budaya, etika, dan moral. Kendala lain yang dihadapi
Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi adalah
terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi
organ jenazah. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang saling
mendukung antara para pakar terkait (hukum, kedokteran, sosiologi,
pemuka agama, pemuka masyarakat), pemerintah, dan swasta.

2.2.2 Jenis-Jenis Transplantasi


Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan,
baik berupa sel, jaringan, maupun organ tubuh, yaitu sebagai berikut:
a. Transplantasi Autologus
Yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri
yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
b. Transplantasi Alogenik

8
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya,
baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
c. Transplantasi Singenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya
pada kembar identik.
d. Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama
spesiesnya.

2.3 Hukum Transplantasi Organ


2.3.1 Ilmu Fikih
Dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak terlalu membahas secara detail
karena pada masa itu transplantasi belum riil. Jangkauan bahasannya hanya
dalam bentuk hipotesis (andaikan). Itu pun terbatas pada transplantasi
(tepatnya: penyambungan) tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun adalah: Pertama, organ manusia itu
terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal. Kedua,
kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat
itu. Misalnya, warna negara muslim, warga negara dzimmi, warna negara
harbi, dan warga negara murtad. Paradigma itu memengaruhi keputusan
hukum transplantasi. Ibn al-Imad dalam Hasyiyah al-Rasyidi (2001, 26),
menyatakan: "diharamkan mentransplantasi kornea mata orang yang sudah
meninggal, walaupun ia tidak terhormat seperti karena murtad atau kafir
harbi. Selanjutnya, diharamkan pula menyambungkan kornea mata tersebut
kepada orang lain, karena bahaya buta masih lebih ringan dibandingkan
dengan perusakan terhadap kehormatan mayat".
Tujuan ideal ini, mengacu pada lima kebutuhan pokok manusia yang
sangat mendesak (al- dhoruriyat al-khoms), yaitu :
1. Proteksi pada agama (hifdz al-din) maksudnya dalam konteks modern
menjadi hak untuk beragama dan menganut suatu sistem kepercayaan
(haqq al-tadayyun)
2. Proteksi untuk melindungi jiwa (hifdz al-nafas) maksudnya
dikembangkan menjadi hak untuk bisa menyambung kehidupan, baik

9
dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun kehidupan dalam
pengertian ekonomi (haqq al-hayah)
3. Proteksi melindungi harta (hifdz al-mal)
4. Proteksi untuk melindungi kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-aql).
Dalam konteks modern menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak dan kebebasan mengeluarkan pendapat (haqq al-
tarbiyah wa ibda al-rayi)
5. Proteksi terhadap kesucian keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks
modern, menjadi hak untuk menjaga kesehatan reproduksi (haqq shihhah
wasail al-nasl).
Dalam fiqih sendiri terdapat lima pedoman kaidah fiqh yang harus
menjadi acuan.
1. Suatu ungkapan dalam Alquran, hadis, atau ketentuan hukum dalam
kitab fiqh klasik yang dipertimbangkan adalah keumuman tujuan hukum,
bukan bergantung kepada ketentuan teks statis atau sebab (al-ibrah bi
umum al-maqashid, la bikhusus al-nash wa al-sabab).
2. Kepentingan umum adalah dalil hukum yang kehujahannya mandiri, tak
bergantung kepada konfirmasi teks atau nash (al-maslahah dalil syari
mustaqillun an al-nushus).
3. Akal mempunyai otoritas untuk menentukan baik dan buruk (mashalih
dan mafasid), tanpa bergantung kepada teks (istiqlal al-uqul bi idrak al-
mashalih wa al-mafasid dun al-taalluq bi al-nushus).
4. Kepentingan umum adalah hujah hukum yang terkuat (al-maslahah aqwa
dalil al-syari).
5. Lapangan pemberlakuan rasionalitas maslahah adalah bidang hubungan
antara manusia dan tradisi, bukan aturan ibadah kepada Allah (majal
al-amal bi al-maslahah wuha al- muamalah wa al-adah dun al-ibadat).

2.3.2 Transplantasi Dalam Hukum Islam


Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang
mendukung dan ada pula yang menolaknya. Oleh karena itu, dalam
pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari beberapa sumber,
yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:
a. Transplantasi organ ketika masih hidup.

10
Pendapat 1: Hukumnya tidak Boleh (Haram). Meskipun pendonoran
tersebut untuk keperluan medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah
sampai dalam kondisi darurat.
Dalil1: Firman Allah SWT Dan janganlah kamu membunuh dirimu
sendiri, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu ( Q.S.An-
Nisa:4:29) dan Firman Allah SWT Dan Janganlah kamu jatuhkan
dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik (Q.S.Al-Baqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk
membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada
kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan, orang yang mendonorkan salah
satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan
yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia
tidak disuruh berbuat demikian, manusia hanya disuruh untuk
menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas.
Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya karena
pemilik organ tubuh manusia adalah Allah swt.
Pendapat 2: Hukumnya jaiz (boleh), namun memiliki syarat-syarat
tertentu.
Dalil 2: Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang
lain untuk menyelamatkan hidupnya merupakan perbuatan saling
tolong-menolong atas kebaikan sesuai firman Allah swt Dan saling
tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah
kamu saling tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan
(Qs.Al-maidah 2).
Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun
memiliki kehendak atas apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya.
Ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk
mengambil manfaat dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada
kehancuran, kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa 29 dan al-
Baqarah 95). Oleh karena itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh
ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah (boleh) dengan dalil.

11
b. Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma.
Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam
keadaan masih hidup, meskipun dalam keadaan koma, hukumnya haram.
Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh
manusia dapat membawa kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan
yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan yang
terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw Tidak boleh melakukan
pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada
kemudlaratan
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya demi
mempertahankan hidupnya karena hidup dan mati itu berada di tangan
Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya
sendiri atau mempercepat kematian orang lain, meskipun mengurangi
atau menghilangkan penderitaan pasien.
c. Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal.
Pendapat 1: Hukumnya haram karena kesucian tubuh manusia,
setiap bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan hal yang terlarang.
Dalil: Ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist yang melarang.
Diantara hadist yang terkenal, yaitu: Mematahkan tulang mayat
seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan
tulang orang tersebut ketika ia masih hidup.
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik
manusia, tapi merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga. oleh
karena itu, manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya kepada
orang lain.
Pendapat 2: Hukumnya Boleh.
Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa Apabila bertemu
dua hal yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka
dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar dengan
melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua
madharat.

12
Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak
tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya.

2.3.3 Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ.


Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain karena karakter fikih dalam
Islam, pendapat yang muncul tak hanya satu, tetapi beragam dan satu
dengan lainnya bahkan ada yang saling bertolak belakang, meskipun
menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini, akan
disampaikan beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan
yang mendukung dan menentang transplantasi organ. Menurut aziz dalam
beranda, yaitu: Pandangan yang menentang pencangkokan organ.
Ada tiga alasan yang mendasar, yaitu:
a. Kesucian hidup/tubuh manusia.
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang karena ada
beberapa perintah yang jelas mengenai ini dalam Al-Quran. Dalam
kaitan ini ada satu hadist (ucapan) Nabi Muhammad yang terkenal yang
sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh
manusia, meskipun sudah menjadi mayat, Mematahkan tulang mayat
seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan
tulang orang itu ketika ia masih hidup.
b. Tubuh manusia adalah amanah.
Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya
sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga. Oleh
karena itu, manusia tidak boleh untuk merusak pinjaman yang diberikan
oleh Allah SWT.
c. Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata.
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang
untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain, di sini tubuh dianggap
sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya bisa dipindah-
pindah tanpa mengurangi ke tubuh seseorang. Pandangan yang
mendukung pencangkokan organ. Ada beberapa dasar, antara lain:

13
a. Kesejahteraan publik (maslahah).
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan,
meski demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa
mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan
hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam.
Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang mesti
diperhatikan, yaitu:
1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tidak ada alternatif lain
untuk menyelamatkan nyawa.
2) Derajat keberhasilannya cukup tinggi, ada persetujuan dari pemilik
organ asli.
3) Penerima organ sudah tahu persis segala implikasi pencangkokan
(informed consent).
b. Altruisme.
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu
manusia lain khususnya sesama muslim. Pendonoran organ secara
sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini
dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk
tindakannya) dan karenanya dianjurkan.

2.3.4 Keadaan Darurat


Setelelah kita tinjau transplantasi organ dari Ilmu Fiqih, sekarang kita
akan membahas mengenai bagian bagian tubuh yang halal dan haram
apabila didonorkan, sehingga kita sebagai seorang perawat dapat
mengetahui organ organ apa saja yang di halalkan untuk didonorkan.
Adapun ketentuan mengenai halal dan haram mendonorkan organ tubuh,
yaitu :
1. Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali .
Diantara bagian tubuh yang dapat tumbuh kembali apabila di
donorkan adalah darah, yang lebih dikenal sebagai donor darah. Sejarah
pertama kali diperkenalkan adanya donor darah, yaitu di Prancis pada
tahun 1667 M. Pada waktu itu donor darah berasal dari hewan dan

14
dipindahkan ke manusia, tetapi pendonoran darah ini mengakibatkan
manusia tersebut meninggal.
Kemudian dilakukan percobaan sekali lagi di Inggris, tetapi kali ini
diambilkan dari darah manusia lainnya yaitu pada tahun 1918 M dan
akhirnya berhasil. Adapun pelaksanaan donor darah ini disebabkan
karena pasien kekurangan atau kehabisan darah seperti ketika terjadi
kecelakaan lalu lintas, kebakaran pada anggota tubuh, akibat persalinan
setelah melahirkan anak, masalah pada ginjal yang menyebabkan gagal
ginjal, atau kanker darah dan lain-lainnya. Dari situ bisa disimpulkan
bahwa donor darah hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat dan
dibutuhkan. ( Fatawa Kibar Ulama Ummah, hal. 939 ) Adapun dalil-
dalilnya adalah sebagai berikut :
Firman Allah swt : Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 ). Dalam ayat ini, Allah swt
memuji setiap orang yang memelihara kehidupan manusia, maka dalam
hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani pasien adalah
orang-orang yang mendapatkan pujian dari Allah swt, karena memelihara
kehidupan seorang pasien, atau menjadi sebab hidupnya pasien dengan
ijin Allah swt.
Firman Allah swt : " Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "( Qs Al
Baqarah : 172 )
2. Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan
menyebabkan kematian seseorang, seperti : limpa, jantung, ginjal , otak,
dan sebagainya. Maka mendonorkan organ- organ tubuh tersebut kepada
orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam katagori bunuh diri.
Dan ini bertentangan dengan firman Allah swt :

15
" dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.
" (Qs Al Baqarah : 195)
Juga dengan firman Allah swt :
" Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri , sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( Qs An Nisa : 2)
3. Donor anggota tubuh yang tunggal .
Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda
(berpasangan). Adapun yang tunggal, diantaranya adalah : mulut,
pankreas, buah pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya ganda
(berpasangan) karena salah satu sudah rusak atau tidak berfungsi
sehingga menjadi tunggal, seperti : mata yang tinggal satu. Mendonorkan
organ-organ seperti ini hukumnya haram, walaupun hal itu kadang tidak
menyebabkan kematian.
Karena, kemaslahatan yang ingin dicapai oleh pasien tidak kalah
besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai pendonor. Bedanya
jika organ tubuh tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya akan lebih
banyak, dibanding kalau dia mendonorkan kepada orang lain.
4. Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ
tubuh manusia ada yang berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki,
telinga, paru-paru dan sebagainya. Untuk melihat hukum donor organ-
organ tubuh seperti ini, maka harus diperinci terlebih dahulu :
e. Jika donor salah satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan
pendonor dan kemungkinan besar donor tersebut bisa
menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh, seperti seseorang
yang mendonorkan salah satu ginjalnya. Alasannya, bahwa seseorang
masih bisa hidup, bahkan bisa beraktifitas sehari-hari sebagaimana
biasanya hanya menggunakan satu ginjal saja. Hanya saja
pemindahan ginjal dari pendonor ke pasien tersebut jangan sampai
membahayakan pendonor itu sendiri.
Berkata Syekh Bin Baz rahimaullahu - Mufti Saudi Arabia
(Fatawa Kibar Ulama Ummah, hal. 941) :
Tidak apa-apa mendonorkan ginjal, jika memang sangat dibutuhkan,
karena para dokter telah menyatakan bahwa hal tersebut tidak

16
berbahaya baginya, dan dalam sisi lain, bisa bermanfaat bagi pasien
yang membutuhkannya. Pendonornya Insya Allah akan mendapatkan
pahala dari Allah swt karena perbuatan ini termasuk berbuatan baik
dan menolong orang lain agar terselamatkan jiwanya, Sebagaimana
firman Allah :
"dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik " ( Qs Al Baqarah : 192 )
Dan Rasulullah saw sendiri bersabda :
"Dan Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama hamba
tersebut membantu saudaranya " ( HR Muslim no 2699 ) .
f. Sebaliknya jika donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya
tersebut membahayakan atau paling tidak membuat kehidupan
pendonor menjadi sengsara, maka donor anggota tubuh tersebut tidak
diperbolehkan, apalagi jika tidak membawa banyak manfaat bagi
pasien penerima donor, seperti halnya dalam pendonoran paru-paru.

2.3.5 Aspek Hukum di Negara Terhadap Transplantasi


Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan, dan sel tubuh
dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan
mensejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan yang
melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan. Akan tetapi,
mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi
diancam pidana dan dapat dibenarkan.
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat
anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal
tentang transplantasi sebagai berikut:
a. Pasal 1.
1) Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang
dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal
(fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
2) Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal
(fungsi) yang sama dan tertentu.
3) Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk
pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh

17
orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan
atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
4) Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan
tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
5) Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli
kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan, dan atau
denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat 5 mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, maka IDI
dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah
mati, yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan
pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,
atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.
b. Pasal 10.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan, yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau
keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
c. Pasal 11
1) Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh
dokter yang ditunjuk oleh menteri kesehatan.
2) Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan
oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
d. Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada
sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
e. Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan, yaitu dibuat di atas kertas
materai dengan 2 (dua) orang saksi.
f. Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan
transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal
dunia dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.
g. Pasal 15
1) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh
manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan
terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk

18
dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
2) Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar
bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti
dari pemberitahuan tersebut.
h. Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam
kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
i. Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
j. Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan
semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
a. Pasal 33.
1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh, transfusi darah,
implan obat dan alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekontruksi.
2) Transplantasi organ dan jaringan serta transfusi darah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan
yang dilarang untuk tujuan komersial.
b. Pasal 34
1) Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan disarana kesehatan tertentu.
2) Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada
persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

2.3.6 Aspek Etik Transplantasi


Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang
pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik

19
kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan
dalam KODEKI, yaitu:
a. Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran
tertinggi.
b. Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi
hidup insani.
c. Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981 pada
hakikatnya telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual
belikan alat atau jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta
kompensasi material. Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi
adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya yang
dilakukan oleh dua orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan
dokter yang melakukan transplantasi. Ini erat kaitannya dengan keberhasilan
transplantasi karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik
hasilnya. Takan tetapi, jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien
yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan
saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan
dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti
tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan. Pemeriksaan
dilakukan oleh para dokter lain, bukan dokter transplantasi agar hasilnya
lebih objektif.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bioetika adalah penerapan etika dalam masalah yang ditimbulkan oleh
perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran. Salah satu contoh masalah
bioetika adalah mengenai transplantasi organ. Secara etika, transplantasi organ
dibahas sekaligus dalam pandangan hukum, dan tertuang dalam undang-undang
serta peraturan pemerintah. Sedangkan, menurut pandangan Islam, transplantasi
organ masih menjadi suatu pro dan kontra, apakah boleh atau tidak untuk
dilakukan. Ada pendapat yang menyatakan bahwa transplantasi organ itu haram
dilakukan dengan alasan kesucian tubuh manusia, tubuh manusia adalah amanah,
dan bahwa tubuh manusia tidak boleh diperlakukan seperti material. Namun, ada
pula pendapat yang menyatakan bahwa transplantasi organ boleh dilakukan dengan
tujuan meningkatkan kemaslahatan manusia, dan merupakan sikap tolong
menolong yang sangat dianjurkan dalam Islam, dengan catatan bahwa penolong
atau dalam hal ini adalah pendonor tidak menerima uang atau bayaran atas
tindakannya. Beberapa hal yang perlu diingat dalam hal bioetik seperti halnya
transplantasi organ adalah mengenai prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah bioetik,
yaitu tindakan berbuat baik, tidak merugikan, keadilan dan otonomi.

3.2 Saran
1. Sebagai manusia kita harus selalu berusaha untuk menjaga kesehatan tubuh dan
organ-organ tubuh supaya terhindar dari penyakit, dalam hal ini yang bisa
sampai mematikan organ tubuh kita, hingga diperlukan transplantasi organ.
2. Apabila seorang pasien membutuhkan transplantasi organ, maka harus diketahui
terlebih dulu darimana organ tersebut berasal, mempertimbangkan norma dan
etika, hukum, dan terutama adalah norma agama yang dianut.
3. Sebagai seorang pendonor organ, pahami betul syarat-syarat serta resiko-resiko
yang mungkin bisa diperoleh sebagai akibat dari tindakan donor tersebut.

21
Lakukan donor dengan alasan kemanusiaan untuk tolong menolong, jangan
melakukan donor sebagai akibat dari tekanan pihak lain atau tekanan ekonomi.
4. Para tenaga medis, lakukan pekerjaan sesuai dengan ukurannya. Jangan
melakukan tindakan tranplantasi karena tergiur bayaran yang tinggi dengan
mengesampingkan koede etik atas profesinya, etika dan moral, hukum, serta
agama.
5. Jangan melakukan tindakan jual beli organ tubuh manusia.

22
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto.2001.Bioteknologi Kedokteran Sebuah Kajian Bioetika.


http://ejournal.umm.ac.id/index.php/bestari/article/view/3168/3804

Maruf. 2016. Transplantasi Organ Tubuh Manusia Perspektif Nahdlatul Ulama Dan
Persatuan Islam. http://digilib.uin-suka.ac.id/19080/

Hariyanto.2011. Transplantasi Organ Dalam Pandangan Islam.


http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/transplantasi-organ-dalam-pandangan-islam/

23
Lampiran

Tanya Jawab
1. Di China telah dilakukan transplantasi kornea babi ke manusia. Bagaimana
tanggapan kelompok?
Menanggapi hal tersebut, di dalam makalah telah disebutkan pada jenis
transplantasi alogenik, bahwa transplantasi boleh dilakukan ketika dalam spesies
yang sama. Artinya, manusia juga seharusnya memperoleh transplantasi dari
manusia, bukan dari hewan.
Kemudian, ada referensi lain yang menyatakan boleh transplantasi organ dari
hewan yang boleh dimakan dagingnya dan disembelih secara mutlak atau selainnya
ketika dalam keadaan darurat untuk ditransplantasikan pada orang yang sangat
membutuhkannya.
Akan tetapi, dalam hal ini, karena yang memerlukan donor adalah kornea mata, di
mana ini sifatnya tidak darurat, dalam arti apabila kornea manusia tidak berfungsi
tidak mengakibatkan kematian atau menimbulkan kerusakan bagian tubuh lainnya
(Qoidah masyaqqat), sehingga transplantasi dari hewan tidak perlu dilakukan,
lebih baik menunggu donor yang berasal dari manusia saja. Terlebih lagi adalah kita
sebagai seorang muslim, kita mengetahui bahwa babi haram hukumnya, apabila
seorang muslim menerima donor kornea dari babi, maka muslim tersebut akan
membawa najis di tubuhnya selama hidupnya.

2. Bioetika kedokteran dan bioetika kesehatan masyarakat, sama atau beda?


Bioetika kedokteran dengan bioetika kesehatan masyarakat pada prinsipnya adalah
sama, hanya saja berbeda di dalam aplikasinya.
Berikut adalah prinsip-prinsip yang dipakai dalam aplikasi bioetika:
a. Beneficence/manfaat (kaidah yakin) adalah prinsip bioetika di mana suatu
tindakan dilakukan untuk kepentingan (memberi manfaat) pasien.
b. Non-maleficence/prinsip gawat darurat (kaidah dlarar)
c. Autonomy/menghormati martabat dan hak manusia (kaidah masyaqqat)
d. Justice/ adil dalam pikiran dan perbuatan (kaidah niat)
e. Kaidah adah.

3. Pada kasus transplantasi rahim, bagaimana status anaknya?


Pada kasus transplantasi rahim, status anak adalah tetap status dari pemilik ovum
dan sperma. Jadi, meskipun rahim yang dipakai sebagai tempat perkembangan janin

24
adalah milik wanita lain, akan tetapi karena sudah ditransplantasikan ke tubuh calon
ibu yang menginginkan memiliki anak, maka rahim tidak dipermasalahkan. Oleh
karena itu, pada saat sebelum rahim ditransplantasikan ke penerima rahim, maka
dokter harus memastikan bahwa tidak ada sel telur atau ovum dari pemilik rahim
sebelumnya yang masih tertinggal di rahim tersebut. Hal tersebut juga disimpulkan
dari pertimbangan bahwa rahim tidak menghasilkan ovum, melainkan ovarium
yang menghasilkan ovum.
Akan tetapi, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebelum
memutuskan melakukan transplantasi rahim, yaitu memastikan apakah memang
rahim yang tidak berfungsi atau bagian lainnya yang tidak berfungsi.
a. Harus dipastikan dulu bagaimana kualitas sperma suami, untuk melihat
kemungkinan ketidaksuburan dari pihak suami.
b. Kemudian pastikan, apakah ovarium mampu menghasilkan ovum.
c. Memastikan apakah tuba falopi berfungsi (tidak lengket). Apabila masalahnya
karena ovum yang menempel pada tuba falopi, maka lebih baik lakukan
inseminasi.
d. Melakukan pemeriksaan untuk melihat sistem imun istri, apakah berlebih atau
tidak. Jika sistem imun istri berlebih yang berakibat sistem imun istri akan
mengenali sperma suami sebagai benda asing, maka sistem imun akan
menyerang sperma suami.
e. Kalau semua sudah diperiksa dan dipastikan, maka pertimbangkan kaidah-
kaidah bioetika.
f. Baru kemudian dapat diputuskan untuk transplantasi rahim atau dilakukan bayi
tabung.

25

Anda mungkin juga menyukai