FISIKA STATISTIK
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
1
Kata Pengantar
Pada umumnya wujud zat bisa berbentuk padat, cair, maupun gas. Partikel
sebagai penyusun zat memiliki jumlah yang sangat besar. Sebagai contoh, gas pada
persamaan ini dapat ditentukan posisi, laju, dan keterkaitan posisi, laju terhadap
waktu dapat ditetapkan energy rata-rata molekul dan akhirnya bisa ditetapkan
energy system.
Karena posisi, laju molekul tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan.
makroskopik. Dijelaskan bahwa sifat-sifat zat akan berubah bila system menerima
termodinamika seperti tekanan, volume, temperature dan entrophi, dan besaran ini
dapat diukur secara langsung dengan alat ukur. Sehingga besaran yang diukur di
2
Di dalam termodinamika statistic pembahasannya tinjauan secara
dikelompokkan ke dalam dua bidang, yakni teori kinetika dan mekanika statistic. Di
dalam teori kinetika membahas tentang sifat-sifat, laju, energi partikel. Sementara
untuk merumuskan fluks partikel, distribusi laju, distribusi energy, asas bagi rata
energy, jalan bebas rata-rata. Persamaan transport, keadaan mikro, keadaan makro
Einstein diperlukan untuk aplikasinya dalam radiasi benda hitam, hukum pergeseran
elektron yang merambat dalam zat padat. Dan ensambel kanonik dan mikrokanonik
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
4
BAB IV Teori Kinetika Gas
5
BAB VIII Statistika Bose-Einstein
DAFTAR PUSTAKA
GLOSSARY
INDEKS
6
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai pengantar dalam bab ini akan dijelaskan ruang lingkup pembahasan
fisika statistik, Bahwa dalam memahami fisika statistik memiliki cara yang berbeda
bila dibandingkan dengan cara memahami mata kuliah fisika lain seperti
bahan kajian bidang matematika seperti permutasi dan kombinasi. Namun demikian
persoalan fisika statistik tidak bisa dipandang hanya sebagai pesoalan statistik
matematik semata yang diberikan syarat batas fisis, sehingga memberikan kesan
yang tampak bahwa persoalan matematika murni menjadi persamaan yang memiliki
interprestasi fisis. Tentu saja cara pandang demikian diperlukan pemahaman secara
Pada umumnya wujud zat bisa berbentuk fasa padat, cair, maupun gas.
Ketika berbentuk fasa gas, maka zat tersebut tersusun oleh kumpulan partikel-
partikel gas, partikel atomik atau sub atomik lainnya. Untuk menganalisis gas ini kita
tidak bisa menghindari dari statistik. Partikel sebagai penyusun zat memiliki jumlah
yang sangat besar. Sebagai contoh, gas pada temperature ruang, dalam tekanan 1
atmosfer dengan volume 1 cm3, memiliki jumlah 2 x 1019 molekul. Secara teoritik
distribusi dari partikel-partikel tersebut. Akan tetapi tiap partikel memiliki enam
7
variabel untuk mendiskribsikan dengan lengkap keadaan geraknya, yakni tiga
koordinat ruang dan tiga komponen momentum. Sangat tidak mungkin menjelaskan
dinamika partikel tersebut satu per satu dengan jumlah partikel yang demikian
banyak. Pendekatan yang diberikan dalam fisika ststistik adalah melihat sifat rata-
rata dari partikel-partikel tersebut tanpa harus melihat partikel secara tunggal.
laju, dan keterkaitan posisi dan laju terhadap waktu dapat ditetapkan energy rata-
rata molekul dan akhirnya bisa ditetapkan energi sistem. Namun demikian
Karena posisi, laju molekul tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan.
koordinat termodinamika.
akan berubah bila sistem menerima atau melepaskan kalor. Bahwa perubahan
tersebut bergantung pada variabel fisis seperti tekanan, volume, temperature dan
8
Di dalam termodinamika statistik pembahasan ditinjau secara mikroskopik.
dalam dua bidang, yakni teori kinetika dan mekanika statistik. Di dalam teori kinetika
untuk merumuskan fluks partikel, distribusi laju, distribusi energi, asas bagi rata
energi, jalan bebas rata-rata. Persamaan transport, keadaan mikro, keadaan makro
diperlukan untuk aplikasinya dalam radiasi benda hitam, hukum pergeseran Wien
elektron yang merambat dalam zat padat. Dan ensambel kanonik dan mikrokanonik
9
1.2 Tujuan
dan kontinu.
ideal.
1.3 Manfaat
Klasik berlakunya sangat terbatas. Artinya banyak kejadian didalam Fisika Modern,
Fisika Zat Padat, Fisika Kuantum ataupun lainnya tidak bisa dipecahkan dengan
menggunakan tinjauan secara klasik. Di sisi lain perlu cara untuk mengelaborasi dari
dua sisi pandang tersebut, maka Fisika Statistik dapat digunakan untuk membantu
sebagai jembatan antara Fisika Klasik dengan Fisika Modern maupun Fisika
10
BAB II
fungsi distribusi diskret dan fungsi distribusi kontinu. Banyak contoh kasus untuk
mempelajari fungsi distribusi diskret, sebagai contoh dalam satu kejadian muncul
dua pilihan. Seperti pernyataan yang hanya memiliki dua jawaban, yakni apakah
pernyataan yang dimaksud benar atau salah. Contoh lain, seorang wanita akan
melahirkan, maka hanya ada dua pilihan yakni lahir anak laki-laki atau perempuan,
dan lainnya. Bila kejadian-kejadian seperti ini terjadi berulang maka akan membetuk
distribusi binomial. Selanjutnya bila dalam sistem untuk satu kejadian memiliki tiga,
empat, dan seterusnya pilihan, maka apabila kejadian ini berlangsung berulang akan
kejadian hanya terjadi satu kali saja maka kombinasi pilihannya ada dua yakni a1
atau a2. Kejadian ini merupakan bentuk aljabar yang dinyatakan sebagai berikut:
(a1 a2 )1 a1 a2
11
Bila kejadian terjadi dua kali, maka urutan kejadiannya adalah a1a1, a1a2, a2a1 a2a2,
Dan seterusnya, maka kombinasi yang terjadi dalam sistem ini dirumuskan sebagai
berikut:
a1 a 2 N N! a1 n a 2 N n
n!N n ! …………………………………… 2.1
n ( N n) N
Selanjutnya bila dalam sistem untuk satu kejadian memiliki tiga pilihan, maka apabila
N
a1 a2 a3 N
N! v v v
.a1 1 a 2 2 a3 3
0 v1!v2 !v3 ! ………………….…… … 2.2
Dengan v1 v2 v3 N
12
Dengan cara yang sama jumlah kombinasi system untuk system polynomial dengan
a a ... a
N N!
a1 1 a2 2 ...a
1!. 2!... !
1 2
…………………….…… 2.3
Di mana 1 2 ... N
N buah bola yang berwarna merah, biru, kuning dan hijau, jika akan diambil n buah
n n.PN
…………………….…………………………………..… 2.4
n 2 n 2 .PN
…………………….….…………………………..… 2.5
13
2 (n n ) 2 PN (n2 2n n n ) PN
2
n2 .PN 2 n n.P( N ) P( N )
2
n
n2 2 n n
2 2
2 n2 n
2
……………………………………….………………….. 2.6
kemungkinan akan muncul adalah angka (A) atau gambar (G).. Apabila muncul
angka (A) terjadi dengan kebolehjadian p dan muncul gambar dengan kebolehjadian
q. Maka berlaku p + q = 1.
Contoh 1:
Uang logam dilemparkan sebayak 3 kali, maka urutan kejadian dan kebolehjadian
I II III
A A A ppp = p3
A A B ppq = p2 q
A B A pqp = p2 q
B A A qpp = p2 q
B B A qqp = p q2
B A B qpq = p q2
A B B pqq = p q2
B B B qqq = q3
14
Di mana P2 (3) = p2 q + p2 q + p2 q = 3 p2 q
Dalam kasus ini N = 3 dan n = 2, jadi nilai 3 pada 3 p2 q dicari dengan rumus
kombinasi.
3! 2
P2 (3) pq
2!.1!
Contoh 2:
10! 10
Kebolehjadian semua muncul angka dinyatakan P10 (10) p
10!.0!
10! 9
Kebolehjadian semua muncul 9 angka dinyatakan P9 (10) p q
9!.1!
10! 8 2
Kebolehjadian semua muncul 8 angka dinyatakan P8 (10) p q
8!.2!
dan seterusnya hingga semua muncul gambar dengan kebolehjadian
10! 10
P0 (10) q
0!.10!
Maka jumlah kebolehjadian:
10 10
10!
n 0
Pn (10)
n 0 n!.(10 n)!
p n q 10 n
( p q)10 1
15
Jadi suatu peristiwa yang terjadi sebanyak N kejadian dapat ditentukan
kebolehjadian untuk kejadian yang ke-n. dan jumlah kebolehjadian dalam bentuk
Pn N
N!
p n q N n
n!N n !
N N
P N n!N n! p q p q 1
N! n N n N
n
n 0 n 0
P N n!N n! p
N!
Dengan menggunakan persamaan n
n
q N n
n 0
N
n n.Pn N
n 0
N
N!
n p n q N n
n 0 n!N n !
N
N!
n p n q N n
n 0 n(n 1)!N n !
N
N!
p n q N n
n 1 ( n 1)! N n !
N
N ( N 1)!
p. p n1q ( N 1)( n1)
n 1 (n 1)! N 1 n 1
N
( N 1)!
Np p n1q ( N 1)( n1)
n 1 ( n 1)! N 1 n 1
16
Np. p q p q N 1 = 1maka diperoleh nilai
N 1
, karena nilai
n Np .................................................................................... 2.7
Untuk menentukan standar deviasi σ, harus dicari terlebih dahulu nilai variansi σ2.
Seperti telah diketahui dalam probabilitas dalam distribusi diskret, bahwa variansi
σ2 = <n2> - <n>2. Telah diperoleh nilai ekspektasi <n> = Np, sehingga nilai rata-rata
kwadrat <n>2 = N2p2. Sementara nilai kwadrat rata-rata <n2> dicari dengan cara
sebagai berikut:
N
n 2 n 2 .Pn N
n 0
N
N!
n2 p n q N n
n 0 n!N n !
N
N!
n p n q N n
n 1 (n 1)!.N n !
N
n 1 1
N!
p n q N n
n 1 (n 1)!.N n !
N N
N! N!
(n 1) p n q N n p n q N n
n 1 (n 1)!.N n ! n 1 ( n 1)!. N n !
N
N!
p n q N n Np
n 2 (n 2)!. N n !
N
N ( N 1)( N 2)!
p 2 p n2 q ( N 2)( n2) Np
n 2 ( n 2)!. N 2 n 2 !
17
N
( N 2)!
N N 1 p 2 p n2 q ( N 2)( n2) Np
n2 ( n 2
)!. N 2 n 2 !
N N 1 p 2 Np
n 2 N 2 p 2 Np 2 Np
Substitusi nilai kwadrat rata-rata dan rata-rata kwadrat diperoleh variansi sebagai
berikut:
2 n2 n
2
( N 2 p 2 Np 2 Np) N 2 p 2
2 Npq
perbedaan yang kontras, dan bila digambarkan dalam bentuk grafik maka selisih
tersebut diskontinu, maka distribusi seperti ini merupakan distribusi yang bersifat
diskret. Akan tetapi apabila selisih Δx ~0, sehingga grafik fungsi membentuk grafik
18
yang kontinu. Apabila fungsi distribusi dinyatakan dengan f(x) maka f(x) dx
merupakan kebolehjadian dalam ruang antara x and x + dx. Seperti dalam distribusi
f x dx 1 ……………………………………………………….
2.9
Fungsi distribusi tersebut memiliki sifat yang simetri, artinya jumlah kebolehjadian
sebagai berikut:
0
f x dx f x dx 1
0
0
Nilai ekspektasi atau rerata <x> dan varians σ dari fungsi distribusi diatas dinyatakan
sebagai
x x. f ( x)dx
2 x x f ( x)dx x 2 x 2
2
19
Fungsi distribusi f(x) di dalamnya mengandung informasi yang diperlukan dalam
fungsi, pada umumnya fungsi distribusi f(x) tersebut diatas berbentuk fungsi
eksponensial.
• • • λ
antara dua buah titik itu . Kebolehjadian tidak ada titik sama sekali = 1 .
Jika didefinisikan :
P P0 P0 P0 P0
P0
P0 ln P0
1
C
20
P0 C ' e
Jika kecil , maka C’ = 1, maka: P0 e
Dari P0 e
dapat dirumuskan fungsi didtribusi sebagai berikut:
f e atau f
1
e
• • • ξ
f
1
e atau P0 e
P2 e
e
0
1
2
P2 e
2
1
3
P3 e
3.2
21
1
4
P4 e
4.3.2
1
n
Pn e …………………………………………………. 2.11
n!
rentang yang sangat besar yakni dari -~ sampai ~, maka pada umumnya fungsi
sebagai:
f ( x) A.e x
2
,……………………………………………… 2.12
Sesuai dengan fungsi distribusi kontinu, bahwa total kebolehjadian pada fungsi
f ( x).dx 1
22
x
A.e
2
dx 1
2 A e x dx 1
2
Atau
0
1 n 1
x e
n ax2
dx n 1
0 2
2
2a
2 A e x dx 1
2
Intergrasi persamaan
0
2 A e x .d ( x ) 1
2
1 0 1
2A 1
021 2
2
2 A 1
2
A. 1
diperoleh konstanta A . …………………………………………………… 2.13
Untuk menentukan konstanta gunakan ekspektasi <x> dari fungsi distribusi ini
23
x x. f ( x)dx
2 x. A.e ( x ) dx
2
( x )
2 x. d (x )
2
.e
0
( x )
2 e ( x ) d ( x )
2 2
( x ).e d ( x )
0 0
Persamaan ini merupakan fungsi genap, sehingga suku pertama berharga nol. maka
persamaannya menjadi:
x 2 e ( x ) d ( x )
2
0
0
2
2
x ………………………………………………………………. 2.14
2 ( x x ) 2 . f ( x)dx
2 2 ( x )2 . A.e ( x ) dx
2
0
2 ( x )2 .e ( x ) d ( x )
2
24
2 1
2
2
221
2
1
2
2
2
1
2
2
1
Maka diperoleh konstanta ……………………………………………….. 2.15
2 2
x x 2
1
f ( x) .e 2 2
f(x)
1
2 2
<x> x
25
Persamaan ini merupakan fungsi distribusi Gauss atau fungsi distribusi normal.
Variabel x di dalam fungsi f(x) mempunyai jenis yang beraneka ragam. Variabel x
bisa berupa data pengukuran, nilai ujian, atau variabel lainnya. Misalkan variable x
dalam sistem koordinat merupakan titik atau posisi, maka dapat digambarkan
distribusi titik dari x, sehingga f(x) dapat digambarkan sebagai grafik yang
menyatakan fungsi distribusi titik. Dari grafik funbgsi tersebut dapat ditentukan
besaran statistik, seperti posisi titik rata-rata, standar deviasi dan lain-lain. Namun
partikel, momentum partikel, energi partikel, maka dapat dirumuskan fungsi distribusi
kecepatan, fungsi distribusi momentum maupun fungsi distribusi energi. Hanya saja
26
BAB III
dan temperature ini akan mempengaruhi besar energi di dalam system. Berdasarkan
system dinyatakan sebagai U, dan energi dalam ini merupakan fungsi dari variable
tekanan, volume dan temperature, maka energi dalam ini dinyatakan sebagai
U U U
dU dP dV dT ………………………… 3.1
P V ,T V P ,T T P ,V
terhadap tekanan dalam kondisi volume dan temperature konstan, suku kedua
merupakan perubahan energi dalam terhadap volume dalam kondisi tekanan dan
temperature konstan dan suku ketiga merupakan perubahan energi dalam terhadap
27
berubah, atau volume tidak berubah atau temperaturnya tidak berubah. Sehingga
energinya yang terjadi hanya bergantung dua variable saja. Dengan demikian, akan
paradoks Gipp’s dan energi Helmholtz. Energi-energi ini memiliki potensi berubah
termodinamika.
bahwa perubahan energi system meliputi energi dalam, entalphy, paradog Gipps
temperatur dan satu koordinat lagi yang menentukan keteraturan partikel di dalam
dalam, entalphy, paradox Gibbs dan energi Helmholtz akibat perubahan koordinat
28
Potensial termodinamika:
G = paradox Gibbs
H = entalphy
U = energy dalam
A = energy Helmholtz
Koordinat termodinamika:
P = tekanan
S = entrophy
V = volume
T = temperatur
Gambar 2: Diagram mnemonic potensial
dan koordinat termodinamika
perubahan energi. Perhatikan pada diagram mnemonic pada paradog Gibbs variabel
entrophy dan volume memiliki nilai konstan. Sementara variabel temperature dan
G
Sehingga persamaan diferensial parsialnya berbentuk V . Dengan
P T
demikian diperoleh volume yakni perubahan paradog Gibbs terhadap tekanan pada
temperature tetap.
29
Akan tetapi bila dikondisikan pada tekanan tetap (dP = 0), maka dG S.dT
G
Sehingga persamaan diferensial parsialnya berbentuk S . Dengan
T P
entalphy temperature dan volume sebagai variable tetap, sementara entrophy dan
tekanan sebagai variable yang berubah. Atau H sebagai fungsi S dan P, yang
Apabila system dikondisikan pada entrophy tetap (dS = 0), maka persamaan
H
entalphy menjadi dH V .dP atau V . Selanjutnya bila system
P S
H
dikondisikan tekanan tetap, persamaan menjadi dH T .dS atau T
S P
30
Jika system dikondisikan dengan entrophy tetap (dS = 0), maka
U
dU P.dV atau P . Sementara bila system dikondisikan dengan
V S
volume tetap (dV = 0), maka persamaan diferensial energi dalam menjadi
U
dU T .dS atau T
S V
A
dA P.dV atau P . Sementara bila system dikondisikan dengan
V T
volume tetap (dV = 0), maka persamaan diferensial energi Helmholtz menjadi
A
dA S.dT . atau S
T V
31
BAB IV
Untuk gas riil akan terjadi interaksi antar partikel penyusunnya, sehingga bentuk
persamaan keadaan akan lebih kompleks. Pembahasan teori kinetika gas dalam
bab ini dipilih gas ideal. Karena sifat gas ideal lebih mudah dipahami bila
dibandingkan dengan gas riil. Untuk memudahkan dalam memahami sifat-sifat gas
ideal maka dibuat model gas ideal dengan asumsi sebagai berikut:
d. Jarak antar partikel jauh lebih besar dari pada ukuran partikel, karena partikel
32
Bila dalam suatu ruangan berbentuk bola dengan jari-jari ρ, memiki volume V
N
terdapat N buah partikel, dengan densitas partikel . Bila partikel-partikel
V
tersebut bergerak ke segala arah, dan saling bertumbukan antar partikel dengan
partikel, partikel dengan dinding bola. Maka banyak partikel yang mampu menabrak
dinding pada elemen luas dA = ρ2 sin θ dθ dφ. Bila banyak partikel yang mampu
dN N
…………………….…………………………………… 4.1
dA A
dA
ρ dθ
ρ sin θ dφ
dθ
33
Jika partikel memiliki laju antara v dan v + dv, θ dan θ + dθ serta φ dan φ + dφ,
maka banyak partikel yang mampu menembus elemen luas A pada bola:
v.dt θ
dA
memahami interaksi tumbukan dengan dinding perlu memperhatikan dari mana arah
partikel tersebut dating. Disamping itu, mengingat jumlah partikel mempunyai jumlah
34
menumbuk dinding dipandu dengan ruang kubus miring (bidang parallel epipedum)
dengan kemiringan θ.
(parallel epipedum) dengan arah kemiringan θ dalam waktu dt, maka banyak
.
d v. f (v) sin . cos .dv.d .d.dA.dt ……………………………… 4.5
4
v f (v).dv.
0
v .………………………………………………………………….. 4.6a
2
d 2
0
………………………………………………………………………………….. 4.6b
2
1
sin . cos .d 2
0
…………………………………………………………………………….. 4.6c
menumbuk bidang seluas A tiap satuan luas tiap satuan waktu dan disebut fluks
partikel hubungan:
d
v ……………………………………………………………………………………….. 4.7
dA.dt 4
35
4.2 Hubungan Laju dengan Tekanan dan Temperatur
Apabila fluks partikel dalam bidang parallel epipedum tersebut di atas, tinjau
dengan sudut θ. Setelah menumbuk partikel dipantulkan dengan sudut yang sama
vsinθ v’cosθ v’
v cosθ v θ v’sinθ
menumbuk elemen luas dA, maka dalam arah horisontal partikel datang
v’ cosθ. Ini berarti bahwa selisih momentumnya adalah m {v’ cosθ – (-v cosθ)} =
2mv cosθ. Seperti diasumsikan partikel yang dimaksud adalan partikel gas ideal,
36
maka v = v’. Jadi untuk sebuah partikel setiap kali menumbuk bidang, partikel
v dan v + dv
θ dan θ + dθ
φ dan φ + dφ
partikel yang menumbuk elemen luas dA dikalikan dengan momentum tiap partikel.
dp 2mv cos v. f (v) sin . cos .dv.d .d.dA.dt
4
m 2
v . f (v) sin . cos 2 .dv.d .d.dA.dt …………..…………………. 4.8
2
v f (v).dv. v 2
2
………………………………………………………………………. 4.9a
0
2
d 2
0
………………………………………………………………………. 4.9b
2
1
sin . cos .d
2
………………………………………………………………………. 4.9c
0
3
dp
Maka m v2 ………………………………………………………………………. 4.10
dA.dt 3
37
dp N
merupakan dimensi tekanan (P) dan rapat partikel ,
dA.dt V
sehingga:
N
P m v2 …………………………………………………………………….. 4.11
3V
N N
Dari persamaan P m v2 dapat dinyatakan PV m v2 ,
3V 3
ungkapan ini mengingatkan kita pada persamaan gas ideal PV nRT atau
PV NkT .
N
Dari persamaan PV m v2 dan PV NkT , dapat diperoleh besar
3
T
2
3k
1 / 2m v 2 ………………………………………………………………………. 4.12
Seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan teori kinetika gas, bahwa
gas yang dimaksud adalah gas ideal. Alasannya bahwa gas ideal memiliki
persamaan yang lebih sederhana bila dibandingkan dengan gas riil. Namun
38
demikian persamaaan gas ideal tersebut berlaku terbatas, sebab perumusan
partikel memiliki jumlah yang sangat besar, seluruh ruang hanya ditempati
partikel sejenis, tidak ada interaksi antar partikel maupun interaksi partikel
temperature.
gas ideal. Untuk gas riil, terbentuk dari partikel-partikel yang tidak sejenis.
Interaksi gas riil tentu berbeda dengan interaksi antar partikel pada gas ideal
yang memiliki partikel-partikel sejenis. Untuk gas riil digunakan interaksi gaya
39
Van der Walls. Kehadiran partikel lain dalam system gas, maka memerlukan
ruang untuk ditempati dalam system gas tersebut. Oleh karena itu pada
persamaan gas ideal perlu ditambahkan factor koreksi pada volume, disinilah
atau ruang untuk bergerak. Disisi lain ruang tersebut juga ditempati oleh
partikel-partiikel gas yang . Kalau dalam gas ideal seluruh ruang V ditempati gas
sejenis, maka untuk gas riil volume V dikoreksi menjadi (V – NB), dengan B
menjadi:
Di sisi lain, seperti yang telah dibahas dalam teori kinetika gas, bahwa
interkasi berupa tumbukan antar partikel dan atau partikel dengan dinding terjadi
pada gas ideal adalah elastik sempurna. Akibatnya bila partikel menumbuk
dinding, maka momentum sebelum dan setelah menumbuk akan tetap. Namun
pada gas riil, jika partikel menumbuk dinding, akibat gaya interaksi partikel
Besar momentum tergantung dari partikel yang datang pada dinding dan
tergantung banyaknya partikel yang menarik partikel yang dating pada dinding
2
N
atau . Seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya, perubahan
V
momentum akan berkaitan erat dengan perubahan tekanan dalam system. Oleh
40
karena itu, pada persamaan Clausius memerlukan koreksi terhadap nilai
N
2
N2
p AV NB NkT ………………………………………………………. 4.15
V2
k = tetapan Boltzmann
N2 2
N2A 2
.N A . A n 2 .a
NA
NA = bilangan Avogadro.
sebagai berikut:
n2a
p 2 V nb nRT ………………………………………………………… 4.16
V
V2
Jika v 2 , di mana v adalah volume molar (volume per mol gas), maka
n2
a
p 2 v b RT ………………………………………………………… 4.17
v
tergantung pada jenis gas. Bila konstanta pembanding ini berharga semakin
mendekati nol, maka sifat gas yang dikaji akan semakin mendekati sifat gas
41
ideal. Apa bila digambarkan grafik hubungan antara tekanan dan volume dapat
T1 T2 Tc
dalam kondisi kritis, dan berlaku:
p 2 p
0 dan 2 0
v Tc v Tc
Dalam kondisi kritis, besar tekanan pada persamaan Clausius yang di modifikasi
RTc a
p 2 ……………………………….… 4.18
vb v
p RTc 2a
0 2 0 …………………………………………………………… 4.19
v Tc vc b vc
2
2 p 2 RTc 6a
2 0 4 0 ………………………………………………………… 4.20
v Tc vc b vc
3
vc b vc
2 3
42
Substitusi nilai volume molar vc 3b ke dalam persamaan 4.19 diperoleh nilai
temperature kritis besarnya:
8a
Tc …………………………………………………………………… 4.22
27bR
Dalam kondisi kritis, tekanan pada persamaan 4.18 juga dalam kondisi kritis.
Maka persamaan tersebut dapat dituliskan:
RTc a
pc 2 …………………………………………………… 4.23
vc b vc
a
pc ………………………………………………………… 4.24
27b 2
Berikut ini disajikan faktor pembanding atau konstanta a dan b untuk beberapa
gas.
3 -2 3 -2
Gas a (Jm K mol ) b (m K mol )
O2 138 0,0318
Hg 292 0,0055
43
BAB V
vy
dvy
vx
dvx
vz
44
d 3 N vxvyvz N . f (vx ). f (v y ). f (vz ).dvx dv y dvz ………………. 5.1
Rapat partikel (ρ) yang merupakan banyaknya partikel tiap satuan volume dalam
ruang kecepatan dinyatakan sebagai:
d 3 N vxv y vz
N . f (v x ). f (v y ). f (v z ) ………………………………… 5.2
dv x dv y dv z
Di dalam ruang posisi densitas partikel ρ (x,y,z) besarnya tetap, sementara di dalam
ruang kecepatan densitas partikel ρ (vx,vy,vz) besarnya berubah-ubah. Mengingat
dinsitas partikel sangat bergantung pada vx, vy dan vz, agar pembahasan menjadi
lebih sederhana maka dianggap kecepatan rata-rata partikel nilainya konstan. Besar
kecepatan rata-rata partikel dinyatakan sebagai v 2 v x2 v y2 v z2 = konstan,
akibatnya dρ = 0. Maka diperoleh hasil diferensiasi parsial persamaan 5.2 sebagai
berikut:
d N f ' (v x ). f (v y ). f (v z )dv x f (v x ). f ' (v y ). f (v z )dv y f ' (v x ). f (v y ). f ' (v z )dv z
…………………………………………….. 5.3
Dengan persyaratan tersebut, tampak pada persamaan 5.5, maka partikel dalam
keadaan tidak bebas. Akan tetapi tidak selamanya demikian, karena ada partikel
45
yang mempunyai sifat bebas dengan memperhatikan satu factor. Misalnya jika v y
dan vz bebas maka vx tidak bebas, maka vx dipengaruhi oleh vy dan vz dan
dinyatakan oleh vx = g (vy,vz) atau vx sebagai fungsi dari vy dan vz. Jika vx dan vz
bebas maka vy tidak bebas, maka vy dipengaruhi oleh vx dan vz dan dinyatakan oleh
vy = g (vx,vz) atau vy sebagai fungsi dari vx dan vz. Jika vx dan vy bebas maka vz tidak
bebas, maka vz dipengaruhi oleh vx dan vy dan dinyatakan oleh vz = g (vx,vy) atau vz
sebagai fungsi dari vx dan vy. Dengan memperhatikan sifat-sifat tersebut, maka
persamaan 5.5 diubah dengan menambahkan factor pengali Lagrange λ (Lagrange
undetermined multiplier), sehingga persamaan 5.5 menjadi:
f ' (v x ) '
f (v y )
f ' (v z )
.v xdv x .v ydv y .v z dv z 0 ……………. 5.6
f (v x )
f (v y )
f (v z )
f ' (v x )
Pada persamaan 5.6 dipilih .v x 0 ….………….…………… 5.7a
f (v x )
f ' (v y )
Akibatnya .v y 0 ….………….…………… 5.7b
f (v y )
f ' (v z )
.v z 0 ….………….…………… 5.7c
f (v z )
Penyelesaian persamaan 5.7a sebagai berikut:
f ' (v x )
.v x 0
f (v x )
df (v x )
dv x
.v x 0
f (v x )
df (v x )
.v x dv x
f (v x )
46
df (v x )
f (v x )
v x dv x
ln f (v x ) .v x2 ln C atau
2
.v x2
f (v x ) C.e 2
………………………………………………………….…. 5.8
C adalah konstanta dan f (vx) adalah fungsi distribusi kecepatan pada arah sumbu x.
Seperti pada pembahasan fungsi distribusi, maka f (vx) dvx adalah kebolehjadian/
probabilitas partikel dengan kecepatan antara vx dan vx + dvx. Hasil integrasi
probabilitas nilainya 1. Dengan persyaratan ini maka konstanta C besarnya dapat
ditentukan dengan cara sebagai berikut.
f (v
x ).dv x 1
v x2
2C e 2
dv x 1
0
1
2
2C 1
1
2
2
2
2
C 1
C ……………………………………………………………………. 5.9
2
47
1
Energi kinetic tiap partikel Ek m.v x2 , energi kinetik ini berdasarkan azas bagi
2
1
rata energi nilainya E k kT , jadi nilai kecepatan kwadrat rata-rata adalah:
2
kT
v x2 …………………………………………………………………… 5.10
m
v x2 v x2 . f v x dv x
v x2
v .C.e2
x
2
dv x
2 2v 2
2 0
2
x
vx e dv x
3
2
2 3
2
2
2
2
1
2
3
2
2
2
1
v x2 ……..………………………………………………………………… 5.11
48
m m
Dari persamaan 5.10 dan 5.11 diperoleh , sehingga konstanta C .
kT 2kT
mv 2
m 2 kTx
f v x e ………………………………………………………… 5.12
2kT
mv 2
m 2 kTx
f v x dv x e dv x ………………………………………… 5.13a
2kT
mv 2
f v y dv y
m 2 kTy
e dv y ………………………………………… 5.13b
2kT
mv 2
m 2 kTz
f v z dv z e dv z ………………………………………… 5.13c
2kT
3
m ( v x2 v 2y v z2 )
f v x , v y , v z dv x dv y dv z
m 2
e 2 kT
dv x dv y dv z …………….. 5.14a
2kT
49
3
mv 2
f v x , v y , v z dv x dv y dv z
m 2 2 kT
Atau e dv x dv y dv z ……..…………….. 5.14b
2kT
jari-jari bola.
V sinθ dφ
dv
V dθ
dφ
3/ 2 mv 2
m
f v, , dv.d .d e 2 kT
v 2 sin .dv.d .d ………………….. 5.15
2kT
Distribusi kecepatan partikel tanpa memperhatikan arah sudut dalam koordinat bola:
3/ 2 mv 2 2
m
f v .dv e 2 kT
v 2 dv sin .d d
2kT 0 0
50
3/ 2 mv 2
m
f v .dv 4 e 2 kT
v 2 dv
2kT
3/ 2 mv 2
m
f v 4 e 2 kT
v 2 ………………………….………………….. 5.16
2kT
Fungsi distribusi kecepatan Maxwell ini bersifat normal sehingga grafiknya berbentuk
simetris. Ada perbedaan syarat batas antara distribusi kecepatan Maxwell
menggunakan koordinat kartesian dengan menggunakan koordinat bola. Untuk
koordinat kartesian grafik yang terbentuk simetri di sumbu x = 0, karena syarat batas
fungsi vx diambil dari -~ sampai ~. Sementara untuk koordinat bola grafik yang
terbentuk simetri di vmaks (kecepatan maksimum) karena syarat batas kecepatan v
dalam koordinat bola berlaku sebagai jari-jari bola sehingga diambil dari 0 sampai ~.
Gambar grafik fungsi kedua distribusi kecepatan seperti tampak pada gambar
berikut:
f(vx)
-~ 0 ~ vx
51
f(v)
0 vmaks ~ v
52
Soal-soal:
mv 2
m 2 kTx
1. Dengan menggunakan fungsi distribusi kecepatan f v x e
2kT
tentukan:
a. vx b. v x2 c. Apakah v x2 = v x 2
53
Catatan:
Agar fungsi distribusi pada persamaan 5.16 tersebut berlaku secara umum,
maka Boltzmann mengusulkan agar energi kinetic 1/2mv2 diganti energi dengan
notasi E. Di mana energi E ini di dalamnya terdapat energi yang disebabkan oleh
gerak translasi, rotasi, vibrasi, energi potensial atau energi lainnya. Pada bab
berikutnya akan dibahas bahwa energi-energi ini akan diperhitungkan akibat
perubahan temperatur. Sehingga fungsi distribusi kecepatan pada persamaan 5.16
berubah menjadi sebagai berikut:
3/ 2 E
m
f v 4 e kT
v 2 ……………………………………………. 5.17
2kT
E
kT
Faktor e pada persamaan 5.17 disebut faktor Bolzmann. Dimana di dalam E
terkandung energi translasi, vibrasi, rotasi, potensial dan energi lainnya. Sehingga
persamaan 5.17 disebut persamaam Maxwell-Boltzmann untuk distribusi kecepatan
partikel.
54
5.3 Distribusi Energi
………………………………………………………. 5.18
d 2m dv
1
Atau dv d
2m
2 1
f ( )d B.e kT
d
m 2m
2
1
f ( )d B. e kT
2 d
m 2m
1
f ( )d C. 2 e kT
d …………….………………………………………….5.19
55
Di mana C adalah konstanta.
Walaupun dengan menggunakan persamaan 5.17 dapat pula ditentukan energi rata-
rata tiap partikel. Yakni dengan cara menentukan kecepatan rata-rata tiap partikel,
lalu menentukan energi rata-rata tiap partikel. Akan tetapi dengan menggunakan
persamaan 5.19 kita dapat langsung menentukan energi rata-rata tiap partikel tanpa
Jika di dalam sistem terdapat N buah partikel, maka dapat dihitung energi total
sistem, dengan cara mengalikan energi tiap partikel dengan N buah partikel. Setelah
energi total system dapat dihitung kapasitas panas pada volume konstan (Cv) dan
kapasitas panas pada tekanan konstan (Cp). Sehingga rasio antara Cp dan Cv dapat
56
Gambar 13: Grafik f(ε) terhadap ε.
Untuk gas monoatomik (He, Ne, Ar, Xe) besar energi yang diperoleh dari
hasil teori dan eksperimen ada kesesuaian, tetapi untuk gas diatomik (H2, N2, O2,
CO) hasil teori dan eksperimen tidak sesuai. Karena untuk gas monoatomik massa
atom terpusat pada inti yang dapat dianggap sebagai titik, sehingga gerak atom
hanya terkontribusi untuk gerak translasi saja, tanpa rotasi dan vibrasi. Untuk
memahami hal tersebut pada gas diatomik dapat diilustrasikan seperti pada gambar
berikut.
z
m1 m2 y
x
Gambar….: Grafik f(ε) terhadap ε.
Gambar 14: Ilustrasi gas diatomic dengan massa m1 dan m2 pada sumbu y
x
57
Pada gambar 14 di atas mengilustrasikan partikel gas berotasi pada sumbu x
dan sumbu z dengan kecepatan sudut masing-masing x dan z, sedang sumbu y
kecepatan sudut y tidak memberikan kontribusi yang berarti, artinya momen
inersianya nol. Maka energi rotasi pada sistem tersebut :
Dalam sikap dan molekul yang sama, molekul tersebut bervibrasi pada arah
y. Kalau simpangannya dinyatakan dengan dan lajunya , maka energi vibrasi
terdiri dari energi kinetik dan energi potensial yang besarnya sebagai berikut:
2
Ev 1/ 2k 2 1/ 2M …………………………………………………….. 5.21
m1m2
M disebut massa reduksi
m1 m2
Dengan demikian energi total sistem besarnya merupakan jumlah aljabar energi
translasi, energi rotasi dan energi vibrasi.
E Et Er Ev ……………………………………………………………. 5.22
Et = energi translasi
Er = energi rotasi
Ev = energi vibrasi
58
Apabila diperhatikan secara seksama dalam energi total system yang di
dalamnya terdiri dari energi translasi, energi rotasi dan energi vibrasi, maka di dalam
energi translasi terdapat tiga derajat bebas, berkaitan dengan vx2 , v y2 dan v z2 . Dalam
Sedang dalam energi vibrasi menyumbangkan dua derajat bebas, berkaitan dengan
2
2 dan . Bahwa masing-masing derajat bebas menyumbang energi setara
dengan ½kT, maka energi total sistem besarnya menjadi :
Sehingga setiap derajat bebas yang energinya sebanding dengan kuadrat variabel
bebas mempunyai energi rata-rata sebesar ½kT, prinsip ini disebut equipartisi energi
(azas bagi rata energi).
Besar energi total sistem yang terdiri dari energi kinetik translasi, rotasi,
vibrasi, untuk partikel tersebut merupakan energi dalam sistem. Energi total tersebut
adalah energi total rata-rata untuk tiap partikel. Oleh karena itu, jika di dalam sistem
terdapat N buah partikel, maka energi total dalam sistem dinyatakan sebagai :
PV = NkT , atau
PV = nRT
59
Karena Nk = nR (n= jumlah mol gas dan R = konstanta gas umum) , maka energi
dalam dapat juga dinyatakan sebagai :
Besar energi dalam ini sangat penting untuk digunakan mencari kapasitas kalor
pada volume tetap, maupun kapasitas kalor pada tekanan tetap. Rasio kapasitas
kalor pada tekanan tetap terhadap kapasitas kalor pada volume tetap ini merupakan
konstanta Laplace gas.
Kapasitas kalor pada volume tetap merupakan gradien energi dalam terhadap
temperatur dalam kondisi volume tidak berubah dinyatakan:
U
Cv
T V
7 / 2nRT V
T
Sedangkan kapasitas kalor pada tekanan tetap merupakan gradient energi dalam
temperatur pada tekanan tetap, sementara di dalam termodinamika besarnya
dinyatakan:
U
Cv
T P
C p CV nR
7 / 2nR nR
60
5.6 Konstanta Laplace
Jadi konstanta Laplace merupakan rasio kapasitas kalor pada tekanan tetap
(Cp) terhadap kapasitas kalor pada volume tetap (Cv). Konstanta ini nilainya
ditentukan oleh kondisi temperatur sistem. Untuk gas hydrogen (H2) pada
temperatur rendah, yaitu T< 50 K maka partikel gas hanya bergerak translasi saja
sehingga energi total yang ditimbulkan dalam sistem hanya energi kinetik atau
energi translasi saja. Maka sesuai persamaan 5.23 diperoleh Cp = 5/2 nR dan Cv =
3/2 nR, sehingga besar konstanta Laplace sistem gas besarnya:
C P 5 / 2nR
5 / 3 1,6
CV 3 / 2nR
Pada temperatur sedang, yaitu pada 250 < T < 500 K maka partikel gas
bergerak translasi dan rotasi sehingga energi total yang ditimbulkan dalam sistem
berupa energi kinetik dan energi rotasi. Maka sesuai persamaan 5.23 diperoleh Cp =
7/2 nR dan Cv = 5/2 nR, sehingga besar konstanta Laplace sistem gas besarnya:
C P 7 / 2nR
7 / 5 1,4 .
CV 5 / 2nR
Sedangkan pada temperatur tinggi, yaitu T > 500 K maka partikel gas
bergerak translasi, rotasi dan vibrasi. Sehingga energi total yang ditimbulkan dalam
sistem berupa energi kinetik atau energi translasi, energi rotasi dan energi vibrasi.
Maka sesuai persamaan 5.23 diperoleh Cp = 9/2 nR dan Cv = 7/2 nR, sehingga
besar konstanta Laplace system gas besarnya:
C P 9 / 2nR
9 / 7 1,3
CV 7 / 2nR
61
BAB VI
Tinjau dalam sistem gas, partikel bergerak tanpa medan dengan kecepatan
rata-rata v dengan fungsi distribusi f( v ) atau fungsi distribusi yang bergantung pada
kecepatan dan posisi dipengaruhi medan dinyatakan sebagai f( v, r ). Bila system
dalam kondisi seimbang., maka fungsi-fungsi tersebut tidak bergantung pada waktu.
Akan tetapi dalam kondisi tidak seimbang, maka fungsi distribusi akan bergantung
pada waktu. Karena variabel kecepatan juga bergantung pada waktu v (t ) , posisi
bergantung pada waktu r (t ) , Sehingga fungsi distribusi dinyatakan sebagai
f {v (t ), r (t ), t} . Diferensial parsial fungsi ini terhadap variable kecepatan v (t ) , posisi
r (t ) dan waktu t dinyatakan sebagai berikut:
df f
r . f .v v . f
dv
…………………………………… 6.1
dt t dt
v (t )
Suku ke tiga pada persamaan 6.1 yakni a , apabila dinamika gerak pertikel-
dt
v (t ) F v (t ) 1
partikel tersebut mengikuti Hukum Newton, maka atau r .V ,
dt m dt m
di mana V sebagai potensial. Sehingga bentuk persamaan 6.1 dapat dinyatakan
sebagai berikut:
df f 1
r . f .v v . f r .V ……………………………… 6.2
dt t m
62
tersebut sangat berperan dalam memecahkan persoalan dalam difusi, distribusi gas
neon dalam lampu, viskositas, konduktivitas pada konduktor dan lain-lain.
f f 0 ……………………………………………………… 6.3
df
dt
Untuk menyamakan antara ruas kanan dan ruas kiri pada persamaan 6.3, ruas
kanan dibagi dengan , besaran ini disebut waktu relaksasi yaitu interval waktu
antara tumbukan pertama dan tumbukan kedua, atau waktu dimana tidak terjadi
tumbukan. Sehingga persamaan 6.3 berubah menjadi sebagai berikut:
df f f0
……………………………………………………… 6.4
dt
df d f f 0
Anggap bahwa f0 konstan, maka , jadi persamaan 6.4 menjadi:
dt dt
d f f0 f f0
dt
d f f0 dt
f f0
t
ln( f f 0 )
t
f f0 e
……………………………………….………………… 6.5
63
6.2 Jalan bebas Rata-rata
………………………………………… 6.6
Persamaan 6.6 tersebut hasilnya kurang baik, maka secara empiris diambil
pendekatan yang lebih baik dengan formulasi sebagai berikut:
………………………..…………………………… 6.7
Contoh:
Maka:
64
Jarak antara partikel rata-rata:
65
6.3 Koefisien Viskositas
Arah aliran
……………………………………..…………….. 6.8
Satuan viskositas:
66
Momentum berpindah pada saat tumbukan
…………………………………………………………………… 6.9
67
z
Netto momentum yang diperoleh tiap satuan waktu tiap satuan luas adalah:
………………………………………………………………….. 6.10
68
Seperti diketahui bahwa perpindahan kalor dapat terjadi dalam 3 (tiga) cara,
yakni konduksi, konveksi dan radiasi.
Z
Rapat arus kalor (kalor yang mengalir tiap
T satuan waktu tiap satuan luas).
T - dT
Fourier
…………………………….……………………. 6.11
69
6.4 Koefisien Difusi
A A’ x
JA’
D = koefisien difusi
70
Jumlah partikel netto yang terdistribusi/pindah terhadap satuan luas tiap satuan
waktu
Jika yang masuk kubus sama dengan yang keluar kubus, dikatakan tidak ada
pemusnahan dan pembentukan partikel. Maka,
berarti
Jika yang masuk tidak sama dengan yang keluar dan didalamnya tidak ada
71
…………… disebut persamaan difusi
Atau
………………………………………………………………….. 6.13
Contoh:
Jika dalam ruangan terdapat atom-atom dan ion-ion. Konsentrasi ion sangat kecil,
artinya jumlah ion jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan atom-atom. Jika tidak
ada medan maka ion-ion akan tersebar merata.
Dalam hal ini karena ion konsentrasinya kecil maka tidak menimbulkan kalor. Maka
f
frekuensi ion bukan merupakan fungsi eksplisit dari waktu atau 0 . Karena ion
t
tersebar merata maka frekuensi ion tidak tergantung waktu atau v r f 0
Ex x
= atom
= ion
72
Dari persamaan Boltzman pada fenomena transport:
73
Maka diperoleh harga <vx> besarnya:
q
v x E x …………………………………………………………….. 6.14
m
……………………………………………………………… 6.15
koefisien konduktivitas
74
BAB VII
STATISTIKA MAXWELL-BOLTZMANN
Di dalam suatu sistem tersusun oleh keadaan makro dan keadaan mikro.
Misalkan di dalam suatu ruang terdapat N buah pertikel, maka partikel-partikel
tersebut terdistribusi pada tingkat-tingkat energi tertentu dengan jumlah partikel
tertentu. Sebagai ilustrasi bila dalam kotak berisi 3 partikel (N1) dengan tingkat
energi 1 dan kotak dengan 2 partikel (N2) dengan tingkat energi 2, maka keadaan
ini disebut keadaan makro. Untuk membedakan keadaan makro, 3 buah partikel
pada tingkat energi 1 diberikan nama a, b dan c. Sedang 2 partikel pada tingkat
energi 2 diberikan nama d dan e. Partikel-partikel a, b, c, d dan e ini masing-masing
disebut keadaan mikro. Jadi keadaan makro di dalamnya tersusun keadaan-
keadaan mikro.
1 abc
Keadaan makro dengan tingkat energi 1 dan 2 yang
tersusun oleh keadaan mikro a, b, c, d dan e.
2 de
Keadaan makro pada tingkat energi 1 dengan keadaan mikro a, b, c dan tingkat
energi 2 dengan keadaan mikro d dan e, dapat disusun dan dibedakan menjadi
keadaan makro yang sama tetapi keadaan mikro yang berbeda. Pada ilustrasi di
atas dapat dibuat kombinasi sebagai berikut:
2 de ce cd be bd ae ad bc ac ab
75
Tampak bahwa keadaan makro I sama dengan keadaan makro II, yakni di
tingkat energi 1 terdapat 3 keadaan mikro dan tingkat energi 2 memiliki 2
keadaan mikro. Hanya saja pada keadaan makro I, keadaan mikro c berada
pada tingkat energi 1 dan mikro d berada pada tingkat energi 2. Sementara
pada makro II, keadaan mikro d berada pada tingkat energi 1 dan mikro c
berada pada tingkat energi 2. Tetapi antara keadaan makro I sama dengan
keadaan makro II. Demikian seterusnya sehingga diperoleh 10 keadaan makro
yang sama, tetapi memiliki keadaan mikro yang berbeda.
Dalam kasus ini untuk memperoleh jumlah keadaan makro ditentukan sebagai
berikut. Jika jumlah keadaan mikro pada tingkat energi 1 dinyatakan N1 dan
jumlah mikro pada tingkat energi 2 dinyatakan N2. Maka jumlah keadaan mikro
N = N1 + N2. Sehingga kemungkinan membentuk jumlah keadaan makro dengan
cara mengkombinasi bentuk permutasi sebagai berikut. Dalam hal ini N1 = 3,
N2 = 2 dan N = N1 + N2 = 3 + 2 = 5, maka:
5!
10
3!.2!
N!
C ……………………………………….………………… 7.1
N1!.N 2 !
Dengan menggunakan cara yang sama jika dalam sistem terdapat N partikel
terbagi atas tingkat energi 1 memiliki N1 partikel, tingkat energi 2 memiliki N2
partikel, dan seterusnya hingga tingkat energi I ditempati Ni partikel. Maka
jumlah keadaan makro yang memungkinkan dapat disusun dalam sistem ini
adalah:
N!
C ….…………………………….………………… 7.2
N1!.N 2 !...N i !
76
Dengan N = N1 + N2 + N3 + …+ Ni.
Contoh:
Keadaan makro I, pada tingkat energi 1 memiliki 4 degenerasi (g1 = 4), pada tingkat
energi 2 memiliki 3 degenerasi (g2 = 3) .
I II
1 ab c abc g1 …… dst
2
d e e d g2
4 3.32 576
N N2
Jumlah kombinasi yang memungkinkan dibuat sebanyak: g 1 1 .g 2
cara. Jadi keadaan makro total I s/d X oleh Maxwell-Boltzmann dinyatakan W I
besarnya sebagai berikut:
N!
Wi
N N
g1 1 g 2 2 , atau
N1!.N 2 !
77
2 N
gi i
Wi N! …………………………………………….………………… 7.3
i 1 Ni!
N
gi i
Wi N! ………………………………………….………………… 7.4
i 1 N i !
Contoh :
Suatu partikel yang berada dalam ruang yang disekat dengan volume V dan
temperaturnya T. Banyak partikel = N dan tiap partikel mempunyai energi diskrit
yakni 1 , 2 , 3 dst dan terdapat tingkat keadaan atau degenerasi g1, g2, g3, dst.
1 , 2 , 3 … U
N1 , N2 , N3 …
g1 , g2 , g3 …
N T V
Jika ruang disekat dengan N tetap, maka terjadi peristiwa adiabatik. Berarti tidak ada
tambahan energi dalam, artinya energi dalam besarnya juga tetap.
78
Keadaan degenerasi tersebut ditentukan oleh momentum masing-masing partikel
p2
E
2m
Atau px
h dengan x 2 L
x nx
Berapakah jumlah keadaan mikro yang mungkin dibuat dalam sistem tersebut?
N
gi i
Wi N!
i 1 Ni!
N i N1 N2 N3 ... N
N
i i N11 N2 2 N3 3 ... U
N
gi 1
W1 N!
i 1 N 1!
N
g 2
W2 N! i
i 1 N 2 ! Wmax =?
N
g 3
W3 N! i
i 1 N 3 !
dst
79
Untuk menentukan keadaan makro mana yang memiliki probabilitas terbesar, yakni
dengan cara mencari keadaan makro yang memiliki keadaan mikro yang terbesar.
Untuk mencari jumlah mikro terbesar atau W maks, maka syaratnya dengan
hanya memvariasikan N.
W
dW dN i ………………………………………….………………… 7.5
N i
ln W
d ln W dN i
N i
ln N! N i ln g i ln N i!!
Misal: ln x! y
ln x! y
80
d ln W ln N! N i ln g i ln N i!!
d ln W N ln N N N i ln g i N i ln N i! N i
Pilih ln g i ln N i! i 0
ln N i! ln g i i
N i! g i e i ………………………………………….………………… 7.8
Ni pada persamaan 7.8 merupakan jumlah partikel pada tingkat energi ke-i.
Tinjau kembali sistem partikel yang berada dalam ruang yang disekat dengan
volume V dan temperaturnya T. Banyak partikel = N dan tiap partikel mempunyai
energi diskrit yakni 1 , 2 , 3 dan seterusnya. dan terdapat tingkat keadaan atau
degenerasi g1, g2, g3, dan seterusnya. Jika ruang disekat dengan N tetap, maka
jumlah partikel ini dinyatakan sebagai N i N . Sehingga persamaan 7.8 bila
dijumlahkan:
81
N i! g i e i
N
i 1
i! g i e i
i 1
Karena N
i 1
i N , maka:
N e g i e i
i 1
N
e
g e
i 1
i
i
N
e ………………..………………………………….………………… 7.9
Z
Arti fisis e pada persamaan 7.9 sebagai konstanta normalisasi. Sementara nilai
N .g i e i
N i! ………………..…………………………………………..… 7.10
Z
Persamaan 7.10 menyatakan jumlah partikel pada energi pada tingkat ke-i.
Mengingat fungsi partisi merupakan penjumlahan eksponensial pangkat energi pada
tingkat ke-I, maka semakin besar tingkat energi semakin besar pula fungsi partisi
tersebut. Sehingga seperti tampak pada persamaan 7.10, semakin besar tingkat
energi maka jumlah partikel pada tingkat energi tersebut semakin kecil. Artinya
bahwa partikel lebih senang menempatkan pada tingkat energi yang lebih kecil.
82
Sekarang bagaimana kalau ada dua sistem partikel dalam ruang yang saling
didekatkan tetapi batas antara dua ruang tersebut bersifat diabatik. Katakanlah
keadaan mikro dalam keadaan makro W pada sistem pertama memiliki energi dalam
Ui, energi tingkat ke-i dinyatakan sebagai i dengan jumlah partikel Ni. Sistem kedua,
keadaan mikro dalam keadaan makro W ’ memiliki energi dalam U’k, energi tingkat
ke-k dinyatakan sebagai ’k dengan jumlah partikel N’k. Sistem partikel dalam ruang
ini digambarkan sebagai berikut:
W W’
Ui I U’k ’k
Ni N’k
Contoh ini bisa dipandang sebagai dua buah sistem yang saling didekatkan
sehingga pada suatu saat akan terjadi keseimbangan. Sehingga makro total
dinyatakan sebagai:
WT W .W '
ln WT ln W ln W '
’
Di sini N i N dan N '
k N ' . Serta energi dalam Ui dan U k besarnya selalu
83
Pada sistem tersebut di atas yang dijamin tetap adalah temperaturnya, oleh karena
itu multiplier Lagrange merupakan fungsi dari temperatur atau (T). Untuk
Di dalam system, tingkat energi akan berubah jika volumenya berubah. Akan tetapi
apabila dikondisikan volumenya tetap, maka P dV akan tetap. Dengan situasi yang
sama ini berarti N E
i i akan tetap. Maka persamaan 7.12a dan 7.12 b berubah
menjadi
dU dQ ……………….……………………………………..……..… 7.13a
dU Ei N i ……..………………………………….……..……..… 7.13b
Dari persamaan 7.13a dan 7.13b didapatkan hubungan perubahan kalor seperti di
bawah ini.
84
dQ Ei N i
d ln W N i Ei N i 0 ………………….……..……...… 7.14
Apabila dipilih .dQ 0 , maka pilihan ini tetap memenuhi persamaan 7.15, maka
1 N .g i e i
nilai ~ . Sementara berdasarkan persamaan 7.10, yakni N i! , maka
T Z
nilai harus berharga negatif atau < 0. Berdasarkan kedua persamaan 7.15 dan
1
7.10, maka diperoleh nilai dengan k = konstanta Boltzmann.
kT
1
Dengan nilai akan mengubah persamaan 7.15 menjadi:
kT
dQ
d ln W 0
kT
dQ
d ln W ………………….……….……..…….............................… 7.16
kT
dS
d ln W
k
dS k.d ln W
S k. ln W ………………….……….……..…….............................… 7.17
85
Notasi S pada persamaan 7.17 merupakan entrophi sistem, yang menggambarkan
ukuran ketidakaturan partikel di dalam sistem. Tampak bahwa nilai entrophi
sebanding dengan keadaan makro sistem. Telah dibahas di depan bahwa keadaan
makro yang memiliki kebolehjadian/probabilitas terbesar yaitu W maks yakni keadaan
makro yang memiliki jumlah mikro paling banyak. Artinya semakin banyak keadaan
mikro, maka nilai entrophi semakin besar. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara
fisis apabila di dalam sistem jumlah partikelnya semakin banyak maka
ketidakteraturannya akan semakin tinggi.
N
g i
Wmaks N ! i
Ni!
Karena N i N , maka:
86
ln Wmaks N ln N Ni ln gi i Ni ln i Ni
S k. ln Wmaks
N
Karena e atau ln N ln Z , maka:
Z
U
S Nk ln Z ………….……….……..…….............................… 7.18
T
Dari entrophi ini dapat ditentukan energi bebas Helmholtz (F) besarnya sebagai
berikut:
Atau
………….……….……..…….............................… 7.19
87
Di dalam diagram Mnemonik, fungsi energi bebas Helmholtz merupakan potensial
termodinamika sebagai fungsi volume (V) dan temperatur (T). Artinya volume dan
dF S.dT P.dV
Jika sistem dikondisikan pada temperatur tetap (dT = 0), maka dF P.dV atau
F
P ….……..……...................................................… 7.20a
V T
Sementara bila sistem dikondisikan pada volume tetap (dV = 0), maka persamaan
diferensial energi Helmholtz menjadi dF S.dT . atau
F
S ….……..……...................................................… 7.20b
T V
Z B dxdydz .dVx dV y dVz e kT
Z 4BV v dv.e 2 kT
.............................................................… 7.21
0
1
Jika energi kinetik tiap partikel mv 2 , maka:
2
88
Maka fungsi partisi pada persamaan 7.21 menjadi:
1/ 2 1
4BVm 3 2 21 2 3 2
1
kT
4BVm 3 2 21 2 T 3 2
Jika 4BVm
3 2
21 2 CV , dengan C dan B adalah konstanta, maka diperoleh
fungsi partisi Z.
Z CVT 3 2
Jika fungsi partisi Z ini disubstitusikan pada persamaan 7.19, maka fungsi energi
bebas Helmholtz
3
F NkT (ln C ln V ln T ) …………………………………. 7.22
2
89
Diferensial parsial terhadap volume pada temperature tetap pada persamaan 7.22
diperoleh:
F NkT
……………………………………….……………. 7.23a
V T V
F
P …………………………………………………………. 7.23b
V T
Dari persamaan 7.23a dan 7.23b diperoleh hubungan tekanan, volume dan
temperature pada gas ideal yang dirumuskan sebagai:
Besaran yang berhubungan dangan hal tersebut seperti kapasitas panas pada
volume terap (Cv) dan entrophi . Dari energi bebas Helmholtz diperoleh:
Cv = =
-S = =
S = =
= =
W=
=
90
+ S =W( )
= +∑ + ………
91
Contoh lain misalkan di dalam suatu ruangan terdapat partikel-partikel, salah satu
partikel bergerak sambil memancarkan cahaya.
x .
4
3
2
Nyatakan intensitasnya
92
o )c =
2
) c
2
=-
o
93
Pada ketinggian y partikel mempunyai energi
dy
P0
bumi
Jika kecepatan partikel adalah antara v dan v + dv pada ketinggian antara dan
= .
bumi
94
` = = tekanan pada ketinggian
po = tekanan atmosfer
= . +
=P
95
P= mis.
= =L(
L(
L(
P=
P L( = fungsi Langevin
96
BAB VIII
STATISTIKA BOSE-EINSTEIN
97
98
99
8.2 Pancaran Benda Hitam
ly
lx
lz y
100
Jika tidak tergantung tempat
akan menghasilkan V
Dalam arah khusus (tidak tergantung pada variabel sudut) semua arah
sama didapat
101
Diskisisi Bose-Einstein:
, Ni dapat diganti
102
8.3 Hukum Pergeseran Wien
E(
Untuk kecil :
Untuk besar:
Reylight-Jean
Raylight-Jean
Wien
103
Uraian diatas menyatakan atom yang didalam
energi foton
Jika diintegrasikan
104
BAB IX
STATISTIKA FERMI-DIRAC
105
106
107
108
9.2 Elektron dalam Zat Padat
V, T, N V, T, N V, T, N V, T, N
Ui
T T T T
109
Dalam ensambel kanonik
110
W = banyaknya keadaan mikro yang berada dalam keadaan makro yang merupakan
energi
111
misal
Menurut semi-klasik
112
dimana
113
gas ideal
114
115
DAFTAR PUSTAKA
GLOSSARY
INDEKS
116