Laporan Minipro ISPA
Laporan Minipro ISPA
Disusun oleh:
dr. Johan Lazuardi
Pendamping:
dr. Susan
1
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
dr. Johan Lazuardi
Dokter Internsip Puskesmas Tegal Selatan
Dokter Pendamping,
dr. Susan
NIP. 197210262014122001
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas segala nikmat, karunia, dan rahmat yang
diberikan Tuhan Yang Maha Esa dalam menempuh Internship di Puskesmas
Tegal Selatan. Atas ridho-Nya pula, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas
penulisan Mini Project dengan judul “Hubungan Berat Badan Lahir terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas
Tegal Selatan” untuk memenuhi salah satu syarat program Internship di
Puskesmas Tegal Selatan, Kota Tegal, Jawa Tengah.
Terima kasih kami ucapkan kepada :
1. dr. Hartono selaku Kepala Puskesmas Tegal Selatan.
2. dr. Susan sebagai dokter pendamping Puskesmas Tegal Selatan.
3. Rekan-rekan paramedis yang telah membantu pengerjaan mini project.
4. Kedua orang tua dengan segala curahan kasih sayang, restu, dan
dukungan kepada penulis.
5. Rekan – rekan dokter Internship.
6. Para ibu yang mau menjadi responden mini project ini.
Demikian laporan ini kami susun dengan harapan agar Mini Project ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Penulis
3
ABSTRAK
Kata kunci: infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), berat badan lahir, balita
4
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN .............................................................................................6
A. Latar Belakang ...........................................................................................6
B. Pernyataan Masalah ...................................................................................8
C. Tujuan ........................................................................................................8
D. Manfaat ......................................................................................................8
5
IV. ANALISIS SITUASI ......................................................................................23
A. Data Geografi ...........................................................................................23
B. Data Demografi ........................................................................................23
C. Luas Tanah dan Bangunan Puskesmas ....................................................24
......................................................................................................................
D. Data Ketenagaan di Puskesmas ...............................................................24
E. Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas .......................................................25
F. Sarana Kesehatan .....................................................................................25
G. Fasilitas Pendukung Pelayanan ................................................................26
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama
14 hari. ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah. ISPA dapat menimbulkan gejala
ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak, mengi) bahkan sampai gejala berat
(sianosis, pernapasan cuping hidung).1
Pada umumnya anak-anak lebih sering mengalami ISPA baik di negara
berkembang maupun di negara maju. Kejadian ISPA lebih sering terjadi di
negara yang sedang berkembang. Insidensi kejadian ISPA bila dikelompokkan
menurut kelompok umur balita diperkirakan sebesar 0,29 episode per
anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara
maju. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per
tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus
terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta), dan Pakistan (10 juta). Di
Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-masing sekitar 6 juta episode.1, 2
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih menjadi masalah
kesehatan utama di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013
sebesar 25,0%, tidak jauh berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar
25,5%. Prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun
sebesar 25,8%, diikuti kelompok umur kurang dari 1 tahun sebesar 22,0%.
ISPA mengakibatkan sekitar 20-30% kematian pada balita.1,3
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan
penting untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan
pemenuhan nutrisi pada bayi. ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak lahir
hingga usia 6 bulan tanpa diberikan makanan tambahan apapun. Setelah itu,
baru kemudian bayi harus diberi makanan pendamping yang bergizi dan tetap
menyusu sampai bayi berusia dua tahun atau lebih. Menyusui sejak dini
mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi ibu,
7
memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin kasih sayang , tetapi
juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat
pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi risiko
terkena kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan
yang bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.4
Pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum dilaksanakan
sepenuhnya. Terdapat beberapa permasalahan seperti faktor sosia budaya,
rendahnya kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas
kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program Peningkatan
Pemberian ASI (PP-ASI), gencarnya promisi susu formula, dan ibu yang
bekerja. Selain itu, rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian
ASI eksklusif juga menjadi salah satu faktor penyebab permasalahan di atas.
5,6
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, terdapat rumusan
masalah yaitu apakah terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan
lahir pasien ISPA terhadap kejadian ISPA pada balita?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan berat badan lahir pasien ISPA
terhadap kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Tegal Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi berat badan lahir pasien ISPA pada
balita di Puskesmas Tegal Selatan tahun 2018.
b. Menganalisis hubungan berat badan lahir pasien ISPA terhadap
kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Tegal Selatan tahun 2018.
D. Manfaat
1. Manfaat bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis lebih
mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA
khususnya berat badan lahir pada pasien ISPA.
2. Manfaat bagi Puskesmas
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan
bagi perumusan program baru di Puskesmas Tegal Selatan yang bisa
mengendalikan faktor berat badan lahir pada pasien ISPA, sehingga dapat
menurunkan angka kejadian ISPA.
3. Manfaat bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya bagi ibu-ibu tentang
ISPA dan menambah pengetahuan masyarakat tentang hubungan berat
badan lahir pasien ISPA terhadap kejadian ISPA pada bayi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm
(37-42 minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram1. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
2. Klasifikasi
Klasifikasi bayi menurut masa gestasi dan umur kehamilan adalah bayi
kurang bulan, bayi cukup bulan dan bayi lebih bulan. Berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam jangka waktu 1 jam pertama setelah
lahir. Klasifikasi menurut berat lahir adalah Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) yaitu berat lahir < 2500 gram, bayi berat lahir normal dengan
berat lahir 2500-4000 gram dan bayi berat lahir lebih dengan berat badan >
4000 gram.
10
2) Bayi kecil masa kehamilan (KMK)
Bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari
presentil 10 kurva pertumbuhan janin. Sedangkan bayi dengan berat
lahir kurang dari 1500 gram disebut bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR).
3. Faktor Risiko
11
2) Faktor lingkungan eksternal
Yaitu meliputi kondisi lingkungan, asupan zat gizi dan tingkat sosial
ekonomi ibu hamil.
Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir
antara lain adalah sebagai berikut.
12
2) Jarak Kehamilan
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga
berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun
atau lebih, karena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan
seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya
setelah melahirkan sebelumnya.
3) Paritas
Paritas dalam arti khusus yaitu jumlah atau banyaknya anak yang
dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu atau wanita
melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah
mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan
kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang
darah (anemia), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi
sungsang atau melintang.
13
5) Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapan
mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain
itu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka
pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan.
Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai
status gizi ibu hamil. Ukuran antopometri yang paling sering
digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran
lingkar lengan atas (LLA) selama kehamilan. Lingkar Lengan
Atas (LLA) adalah antropometri yang dapat menggambarkan
keadaan status gizi ibu hamil dan untuk mengetahui resiko
Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi kurang. Ibu yang
memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) di bawah 23,5 cm
berisiko melahirkan bayi BBLR (Depkes RI, 2008).
6) Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan
mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga
kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting
ibu dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat
persalinan.
14
atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung
pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.14
2. Epidemiologi
ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, baik di
negara maju maupun di negara berkembang. ISPA banyak terjadi di negara
berkembang dan sering menyerang anak-anak terutama bayi dan balita.9
Di Bangladesh, ISPA merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan
kematina sebesar dua per tiga dari total kematian anak berusia di bawah
satu tahun.15 Insidens kejadian ISPA menurut kelompok umur balita
diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05
episode per anak/tahun di negara maju. Di Indonesia, angka kejadian ISPA
pada tahun 2013 sebesar 25,0%. Lima provinsi dengan prevalensi ISPA
tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh
(30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%). ISPA
paling banyak diderita oleh kelompok usia 1-4 tahun (25,8%). Tidak ada
perbedaan angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan.
Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan
ekonomi menengah ke bawah.5
3. Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA terbanyak dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan
Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain dari golongan
Myxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, dan lain-lain.
Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus. 1,16
4. Klasifikasi
Berasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:
a. ISPA bagian atas
15
Yang termasuk ISPA bagian atas adalah nasofaringitis atau common
cold, faringitis akut, rhinitis akut, dan sinusitis akut.13
b. ISPA bagian bawah
Yang termasuk ISPA bagian bawah adalah bronkitis akut, bronkiolitis,
dan pneumonia.13
Menurut Kemenkes RI dalam Pedoman Pengendalian ISPA, ISPA
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. ISPA Pneumonia, merupakan ISPA yang sampai mengenai jaringan
paru-paru (alveoli).11
b. ISPA bukan pneumonia, merupakan penyakit yang dikenal masyarakat
dengan istilah batuk dan pilek (common cold).11
Berdasarkan kelompok umur, ISPA diklasifikasikan lagi menjadi:
a. Kelompok umur 2 bulan – di bawah 5 tahun
- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar
bernapas disertai adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing).
- Pneumonia, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas
disertasi napas cepat sesuai golongan umur, yaitu bila umur 2 bulan
hingga <1 tahun sebanyak 50 kali atau lebih/menit; dan bila umur 1
hingga <5 tahun 40 kali atau lebih/menit.
- Bukan pneumonia, apabila hanya terdapat gejala batuk dan/atau
sukar bernapas.
b. Kelompok umur kurang dari 2 bulan
- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar
bernapas disertai napas cepat >60 kali per menit, atau adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).
- Bukan pneumonia, apabila hanya teradpat gejala batuk dan/atau
sukar bernapas.
5. Faktor Risiko
a. Mikroorganisme penyebab
Penyebab tersering ISPA adalah virus, karena sifatnya yang mudah
menular sehingga angka kejadian ISPA di masyarakat menjadi tinggi.
16
Tetapi, ISPA yang disebabkan virus tidak memerlukan tatalaksana
khusus karena bersifat self-limiting.
b. Faktor host (pejamu)
1) Usia
ISPA lebih sering terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Anak
berusia kurang dari 2 tahun mempunyai risiko terkena ISPA lebih
besra daripada anak yang lebih tua karena pada usia kurang dari 2
tahun anak tersebut belum memiliki imunitas yang sempurna dan
lumen saluran napas yang relatif sempit.17
2) Jenis kelamin
Suatu studi menyebutkan laki-laki lebih banyak mengalami ISPA
daripada perempuan.18 Tetapi dalam Riskesdas disebutkan tidak
terdapat perbedaan angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun
perempuan.1 Terdapat sedikit perbedaan anatomi saluran napas
antara anak laki-laki maupun perempuan, namun hal ini tidak
mempengaruhi kejadian ISPA.17
3) Berat lahir
ISPA cenderung terjadi pada balita dengan riwayat berat badan lahir
rendah (BBLR) dibandingkan dengan balita tanpa riwayat BBLR.22
Bayi BBLR memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum
sempurna yang mengakibatkan bayi BBLR memiliki daya tahan
tubuh yang rendah. Selain itu, bayi BBLR juga memiliki pusat
pengaturan pernapasan yang belum sempurna, surfaktan paru yang
masih kurang jumlahnya, otot-otot pernapasan dan tulang iga yang
masih lemah. Bayi BBLR juga mudah mengalami infeksi paru dan
gagal napas.19
4) Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi
seseorang. Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan
tubuh seperti antibodi. Semakin baik status gizi seseorang, maka
semakin baik sistem kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran
pernapasan akut yang disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh
17
sistem kekebalan tubuh. Bila sistem kekebalan tubuh baik, maka
seseorang akan kebal terhadap serangan virus. Selain itu,
kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus juga akan lebih
cepat. Anak dengan malnutrisi juga lebih sering mengalami ISPA
dibandingkan dengan anak dengan gizi yang baik.17
5) Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung
lebih sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak
terjadi akibat komplikasi dari campak yang merupakan faktor risiko
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Namun, kemampuan tubuh
untuk menangkal suatu penyit masih dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang lain seperti faktor genetik dan kualitas vaksin.18
6) Pendidikan
Kurangnya pengetahuan di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangan ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah
terserang penyakit ISPA menyebabkan masih banyak kasus ISPA
yang dapat ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan
berat.20
7) Pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi
kebutuhan gizi dan memberikan perlindungan bagi bayi dari
serangan infeksi khususnya ISPA.21 ASI mengandung banyak faktor
kekebalan dan bermanfaat terhadap pencegahan ISPA terutama
sejak pemberian ASI di awal kehidupan bayi hingga bayi berusia 6
bulan, salah satunya adalah imunoglobulin. Imunoglobulin yang
banyak ditemukan pada saluran cerna dan saluran napas adalah
imunoglobulin A (IgA).21 Selama minggu pertama kehidupan (4-6
hari) payudara ibu akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal
yang banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh (imunoglobulin,
komplemen, lisozim, laktoferin, dan sel-sel leukosit) yang sangat
penting untuk melindungi bayi dari serangan infeksi.21
18
Bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami
ISPA sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-eksklusif
cenderung lebih sering mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi
ASI tidak secara eksklusif lebih besar dibandingkan dengan anak
yang diberi ASI secara eksklusif.21 Kematian akibat penyakit
saluran pernapasan 2-6 kali lebih banyak pada bayi yang diberi susu
formula dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI.21
c. Faktor lingkungan
Beberapa faktor dari lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan,
meliputi udara, kelembapan, air, dan pencemaran udara. ISPA
termasuk air-borne disease yang merupakan penyakit yang
penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernapasan.22 Karena itu, secara epidemiologi, udara
mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran
pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan yang meningkatkan
risiko terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang dihasilkan pabrik,
asap kendaraan bermotor, asap dari perokok, asap dari bahan bakar
yang digunakan untuk memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu
ruangan rumah di bawah 18°C atau di atas 30°C, kepadatan hunian
rumah, penggunaan antinyamuk, dan partikel debu.22
6. Manifestasi Klinis
Gejala ISPA dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Gejala ISPA Ringan
Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
satu atau lebih gejala-gejala berikut:
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
seperti pada waktu berbicara atau menangis
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
4) Demam, dengan suhu badan lebih dari 37°C
b. Gejala ISPA Sedang
Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika ditemukan
19
gejala ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:
1) Pernapasan cepat sesuai umur yaitu pada kelompok umur <2 bulan
dengan frekuensi napas 60 kali per menit atau lebih, pada
kelompok umur 2 - <12 bulan dengan frekuensi napas 50 kali per
menit atau lebih, dan pada kelompok umur 12 bulan - <5 tahun
dengan frekuensi napas 40 kali per menit atau lebih.
2) Suhu badan lebih dari 39°C
3) Tenggorokan berwarna merah
4) Telinga sakit atau mengeluarkan cairan dari lubang telinga
5) Pernapasan berbunyi seperti mengorok / mendengkur
c. Gejala ISPA Berat
Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan
gejala ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:
1) Bibir atau kulit membiru
2) Kesadaran anak menurun
3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
4) Sela iga tertarik ke dalam saat bernapas
5) Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
6) Pernapasan cuping hidung 22
7. Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada bayi/balita cukup sulit ditegkkan
karena pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan
imunologi pun belum bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk
menentukan penyebab ISPA. Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen
fungsi atau aspirasi paru bisa dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA.
Cara ini cukup efektif untuk menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini
dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika. Dengan
pertimbangan ini, diagnosis etiologi penyebab ISPA di Indonesia
didasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO) bahwa
Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang,
20
sedangkan di negar amaju seringkali disebabkan oleh virus. Diagnosis
ISPA ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul pada bayi/balita seperti
yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas.22
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini msemua penderita ISPA
langsung ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi
bayi/balita sudah berada dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan
tidak mencukupi maka penderita langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas
yang lebih lengkap. Pengobatan ISPA dilaksanakan berdasarkan
klasifikasi ISPA sebagaimana diuraikan secara ringkas pada bagan berikut.
21
Gambar 2. Tatalaksana ISPA pada bayi/balita usia 2 bulan - <5 tahun
22
b. Imunisasi lengkap
c. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi.
d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi BBLR.
e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.22
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui hubungan
berat badan lahir pasien ISPA terhadap kejadian ISPA pada bayi. Desain
penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional.
24
D. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan cara wawancara.
Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah dengan pembagian
kuesioner.
25
BAB IV
ANALISIS SITUASI
A. Data Geografi
1. Batas Wilayah
Batas-batas daerah wilayah kerja UPTD Puskesmas Tegal Selatan adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Wilayah UPTD Puskesmas Tegal Barat
Sebelah Timur : Wilayah Puskesmas Slerok
Sebelah Selatan : Wilayah Puskesmas Bandung
Sebelah Barat : Wilayah Puskesmas Debong Lor
2. Luas Wilayah
Luas wilayah kerja UPTD Puskesmas Tegal Selatan yaitu 3,228 km2
terdiri dari 3 Kelurahan, yaitu :
3. Relief Daerah
Merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 2,5 meter diatas
permukaan laut
B. Data Demografi
Jumlah penduduk di wilayah UPTDP Puskesmas Tegal Selatan Tahun 2016
sebanyak 35.050 jiwa dengan kepadatan penduduk 10.934 jiwa /km2 dengan
jumlah RW sebanyak 22 dan RT sebanyak 142. Perincian jumlah penduduk
per kelurahan seperti tabel dibawah ini :
26
Tabel 2. DATA JUMLAH PENDUDUK PER KELURAHAN
JUMLAH PENDUDUK ( Jiwa )
NO KELURAHAN
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. Randugunting 8.304 8.829 17.133
2. Debong Tengah 6.572 6.506 13.078
3. Debong Kulon 2.526 2.313 4.839
Jumlah 17.402 17.648 35.050
Sumber : Data Sekunder Th. 2016
27
3 Debong Kulon 1 6
2 4
3 5
4 3
Jumlah 4 18
Sumber : Data Sekunder Th. 2016
28
Tabel 8. DATA KETENAGAAN
NO KETENAGAAN JUMLAH
1. Kepala Puskesmas 1
2. Dokter Umum 2
3. Dokter Gigi 1
4. Bidan 3
5. Nutrisionis 2
6. Perawat 6
7. Sanitarian 2
8. Promosi Kesehatan 2
9. Perawat Gigi 2
10. Apoteker 1
11. Asisten Apoteker 2
12. Pranata Laboratorium 2
13. Administrasi/Tata Usaha 2
14. Penjaga Malam 1
15. Tenaga BLUD 29
Jumlah 58
NO KELURAHAN JUMLAH
1. Randugunting 104
2. Debong Tengah 43
3. Debong Kulon 25
Jumlah 172
29
2. Fungsi
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
b. Pusat pemberdayaan masyarakat
c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
1) Pelayanan kesehatan perorangan
2) Pelayanan kesehatan masyarakat
F. Sarana Kesehatan
UPTD Puskesmas Tegal Selatan terdiri dari 1 Puskesmas Induk di Jl.
Ababil No.2 Tegal dan 2 Puskesmas Pembantu (Pustu) , yaitu Pustu Debong
Tengah dan Pustu Debong Kulon serta didukung dengan 26 posyandu balita
,dan 11 posyandu lansia dengan lokasi posyandu terletak di masing-masing
RW di setiap kelurahan (kegiatan posyandu balita pada umumnya bersamaan
dengan posyandu lansia) dan 8 puskesmas keliling ( pusling ). Tahun 2016
UPTD Puskesmas Tegal Selatan telah melaksanakan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) , di tiga kelurahan yaitu Kelurahan Randugunting, Debong Tengah
dan kelurahan Debong Kulon, kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan
yang sasarannya adalah masyarakat yang berumur 25 tahun sampai dengan 50
tahun. Adapun pemeriksaannya antara lain pengukuran berat badan, tinggi
badan , pemeriksaan kadar gula darah, asam urat dan kadar kolesterol dalam
darah serta konsultasi gizi.
Tabel 10. DATA SARANA KESEHATAN
NO FASILITAS KESEHATAN JUMLAH
1. Puskesmas Induk 1
2. Pustu 2
3. Praktek Dokter Umum 5
4. Praktek Dokter Spesialis 9
5. Bidan Praktek Swasta 8
6. Balai Pengobatan 3
7. Rumah Sakit Umum 1
8. Rumah Sakit Khusus 2
9. Apotek 3
10. Laboratorium Klinik 1
11. Pengobatan Tradisional 11
Sumber : Data Primer Th. 2016
30
Tabel 11. DATA POSYANDU DAN POSBINDU
31
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Tabel 12. Data Dasar Responden (Baseline Characteristic)
No Karakteristik Jumlah Persentase
Demografi Balita
1 Usia
1-12 bulan 14 35,0%
13-24 bulan 6 15,0%
25-36 bulan 9 22,5%
36-48 bulan 8 20,0%
49-60 bulan 3 7,5%
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 18 45,0%
Perempuan 22 55,0%
3 Diagnosis
ISPA 24 60,0%
Bukan ISPA 16 40,0%
4 Rekurensi ISPA
<2x dalam setahun 35 87,5%
≥2x dalam setahun 5 12,5%
Demografi Ibu
1 Usia Ibu
≤20 tahun 1 2,5%
21-25 tahun 4 10,0%
26-30 tahun 9 22,5%
31-35 tahun 14 35,0%
36-40 tahun 9 22,5%
>40 tahun 3 7,5%
2 Pekerjaan Ibu
Ibu rumah tangga 36 90,0%
PNS 2 5,0%
Swasta/lainnya 2 5,0%
32
Tabel 13. Jumlah Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir
≥ 2500 gram
1500-2499 gram
1000-1499 gram
<1000 gram
Tabel 14. Perbandingan Berat Badan Lahir Balita Terhadap Kejadian ISPA
33
Presentase BBL Pada Pasien ISPA
≥ 2500 gram
1500-2499 gram
1000-1499 gram
<1000 gram
≥ 2500 gram
1500-2499 gram
1000-1499 gram
<1000 gram
B. Pembahasan
Responden dalam penelitian ini adalah ibu balita yang berdomisili di
wilayah kerja Puskesmas Tegal Selatan, dan telah memberikan persetujuan
untuk mengikuti penelitian ini. Responden berjumlah 40 orang dan semuanya
34
bisa tercakup dalam penelitian. Usia balita yang paling banyak menderita ISPA
adalah usia 0-12 bulan (35%), dengan jenis kelamin paling banyak adalah
perempuan (55%). Usia ibu mayoritas berkisar di antara 31-35 tahun (35%)
dengan dominasi pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (90%). Hasil penelitian
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang jelas antara berat badan lahir pada
pasien ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Tegal
Selatan. Didapatkan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Tegal Selatan
sebesar 95,83% mengalami ISPA pada berat lahir normal yaitu ≥ 2500 gram
dan hanya 4,17% mengalami ISPA pada rentang berat badan lahir 1500 – 2499
gram. Sedangkan pasien yang mengalami ISPA dengan berat badan lahir 1000
– 1499 dan < 1000 gram tidak didapatkan. Sementara itu pada bayi dengan
berat lahir normal yaitu ≥ 2500 gram yang tidak terkena ISPA didapatkan
87,5% dan 12,5% sisanya terdapat pada rentang berat badan lahir 1500 – 2499
gram. Oleh karena itu, didapatkan bahwa tidak adanya hubungan yang
signifikan dengan kurangnya berat badan lahir dengan angka kejadian ISPA.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat
ditarik kesimpulan yaitu terdapat 95,83% balita yang mengalami ISPA
memiliki berat badan lahir ≥ 2500 gram, sementara yang lahir dengan berat
badan lahir rendah yaitu hanya terdapat 4,17%.
B. Saran
Masyarakat diharapkan untuk memberikan nutrisi yang cukup pada
balita agar mengurangi angka kejadian ISPA dan dapat dilakukan pencegahan
seperti pemberian imunisasi.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko lain
yang berhubungan dengan angka kejadian ISPA pada balita dalam upaya
pencegahan.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
20. Dharmage et al. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in
Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop Med
Public Health, 27(1): 107-110, 2009.
21. Gani, A. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada anak Balita di
Kecamatan Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan.
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2004.
22. Gulo, R.R., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli
Kabupaten Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
23. Noorhidayah, Widya S. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Socioscience, 6(1):
45-50, 2014.
24. Tallo, Karolina T et al. The Effect of Exclusive Breastfeeding on Reducing
Acute Respiratory Infections in Low Birth Weight Infants. Paediatr Indones,
52(4): 229-232, 2012.
25. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DKI Jakarta. Bedah ASI.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.
38
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
A. Data Ibu
Nama : ………………….
Usia : …………………..
Pekerjaan : ………………………
Alamat : ………………………….
Nomor HP : ………………………
B. Data Balita
Nama : ……………………………
Usia : …. tahun … bulan
Jenis Kelamin : …………..
Alasan Dibawa ke Puskesmas : ………………
39
C. Kuesioner Penelitian
1. Kejadian ISPA
JAWABAN
NO PERTANYAAN
YA TIDAK
1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu
disertai demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung
lebih dari 14 hari?
4 Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek
lebih dari 2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
Keterangan:
Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.
- Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomr 1 dijawab Ya dan nomor 3
dijawab Tidak.
- Bayi tidak menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Tidak.
JAWABAN
NO PERTANYAAN
YA TIDAK
1 Berat Badan Lahir
Berapa berat badan bayi saat lahir? ……….. gram
Klasifikasi (lingkari yang sesuai)
a. BBLC (≥2500 gram)
b. BBLR (1500-2499 gram)
c. BBLSR (1000-1499 gram)
d. BBLER (<1000 gram)
2 Paparan Asap Rokok di Rumah YA TIDAK
(centang ya / tidak)
a. Apakah terdapat anggota keluarga yang merokok?
b. Apakah yang bersangkutan merokok di dalam
rumah?
c. Apakah yang bersangkutan mengganti baju
setelah merokok?
d. Berapakah jumlah bungkus rokok yang dihisap
dalam sehari? …… bungkus
40
3 Kontak dengan Pasien ISPA YA TIDAK
(centang ya / tidak)
a. Apakah terdapat anggota keluarga serumah yang
memiliki gejala ISPA?
b. Apakah terdapat tetangga sekitar rumah yang
memiliki gejala ISPA?
c. Apakah terdapat teman sepantaran pasien yang
memiliki gejala ISPA?
d. Apakah mereka yang memiliki gejala ISPA sudah
berobat?
e. Apakah mereka yang memiliki gejala ISPA
menggunakan masker pelindung?
4 Status Ekonomi Keluarga
Berapakah total penghasilan keluarga dalam sebulan?
(lingkari yang sesuai)
a. <Rp500.000
b. Rp500.000-999.000
c. Rp.1.000.000-Rp1.999.000
d. Rp.2.000.000-Rp2.999.000
e. >Rp.3.000.000
5 Pendidikan Orang tua
Ayah : Tidak sekolah / SD / SMP / SMA / S1 / S2 / S3
Ibu : Tidak sekolah / SD / SMP / SMA / S1 / S2 / S3
(lingkari yang sesuai)
6 ASI Eksklusif YA TIDAK
Jika bayi berusia di atas 6 bulan :
(centang ya / tidak)
a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai
berusia 6 bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan
tambahan atau susu formula sampai berusia 6
bulan?
Jika bayi berusia di bawah atau berusia 6 bulan:
(centang ya / tidak)
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan
tambahan atau susu formula?
41
LEMBAR PENJELASAN
Kami dokter internsip Puskesmas Tegal Selatan yang sedang melakukan penelitian berjudul
Hubungan Berbagai Faktor Risiko terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada Bayi di Puskesmas Tegal Selatan. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak terutama bayi dan balita. Adapun gejala
dari penyakit ini adalah seperti batuk dan pilek (gejala ringan), sesak napas dan wheezing/bunyi
napas tambahan (gejala sedang), serta sianosis/kebiruan pada tubuh dan pernapasan cuping
hidung (gejala berat). ISPA yang ringan jika tidak segera ditangani akan menjadi berat dan
bahkan sampai menyebabkan kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA pada
bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan berat badan lahir, paparan asap rokok,
kontak dengan pasien ISPA lain, status ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, dan ASI
eksklusif terhadap kejadian ISPA. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan
informasi tambahan di bidang kesehatan tentang hubungan berbagai faktor risiko terhadap
kejadian ISPA, serta dapat memberikan data untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
Oleh karena itu kami meminta kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan
sukarela dan tanpa paksaan. Kami akan melakukan wawancara dengan mengajukan beberapa
pertanyaan seputar faktor risiko eksklusi dan ISPA pada bayi Ibu pada lembaran kuesioner untuk
diisi. Kami mengharapkan Ibu menjawab semua pertanyaan dengan kejadian sebenar-benarnya
yang dialami. Identitas pribadi Ibu sebagai partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang
diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini, Ibu tidak akan
dikenakan biaya apapun. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini
diharapkan Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah kami siapkan. Bila terdapat hal
yang kurang dimengerti, Ibu dapat langsung menanyakan kepada kami sebagai peneliti. Demikian
informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesediaan Ibu menjadi partisipan dalam
penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.
Juli-Agustus 2018
Nama : …………………………………………………………………………
Usia : ……. tahun
Alamat : …………………………………………………………………………
setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Berbagai Faktor Risiko
terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Tegal
Selatan ”, dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk ikut serta
berpartisipasi dengan menjadi objek penelitian.
*) coret yang tidak perlu
Tegal, 2018
Peneliti, Yang Membuat Pernyataan,