Anda di halaman 1dari 27

Pendahuluan

Suatu padatan massal (bulk solid) pada dasarnya mengandung banyak partikel -
partikel atau granula - granula dari berbagai ukuran (dan kemungkinan juga dari densitas dan
komposisi kimia yang berbeda - beda) yang secara acak terkumpul untuk membentuk suatu
padatan massal (bulk). Sifat alami dari suatu padatan massal yang akan diproses atau
dilibatkan merupakan hal yang harus diperhatikan ketika mendesain atau memilih peralatan
yang tepat untuk massalah penanganan ataupun penyimpanannya. Sangat banyak sekali
contoh dalam permassalahan industri yang tidak memperdulikan sifat dari padatan massal
yang terlibat. Kegagalan suatu material untuk lepas atau keluar dari alat penyimpanan hopper
(storage hopper), penyumbatan pada jalur conveyor pneumatik (pneumatic conveyor) dan
pembilasan (flushing) material yang tidak terkendali melalui sebuah alat pengumpan (weigh-
feeder) merupakan beberapa contoh dari permassalahan tersebut.

Kebanyakan material padatan massal diproduksi oleh proses industri pada setiap
tahunnya; di industri kimia saja nilai produk yang dibentuk sebagai partikel 30% lebih besar
dari keseluruhan. Dalam setiap operasi yang melibatkan partikel padat, cara penyimpanan
yang baik, aliran dan penanganan dari material padatan menjadi bagian utama dan terpenting
dari desain pabrik secara keseluruhan.

Desain yang tepat dari penyimpanan material padat secara massal, dan peralatan
penanganan sebaiknya membutuhkan pengetahuan dari individu, serta karakteristik dari
bahan partikel dalam kondisi statis dan dinamis. Ada banyak karakteristik seperti berikut ini:

-ukuran, bentuk, ukuran distribusi, dan luas permukaan partikel


-partikel, dan berat jenisnya
-sifat kohesif, daya aliran
-tingkat kesadahan, dan kompresibilitas
-beracun, mudah terbakar, dan mudah meledak
-optik, termal, magnetik, dan karakteristik kimia lainnya
-higroskopisitas (kemampuan untuk menarik kelembaban)

Hubungan penting dari karakteristik ini sangat bergantung pada operasi unit khusus
berdasarkan pertimbangan (Tabel 1). Banyak karakteristik yang tercantum diatas, misalnya
seperti mudah terbakar, mudah meledak, dan beracun merupakan sifat sekunder, akibatnya,
definisi dan metode pengukuran mereka seringkali sangat empiris, membutuhkan keahlian
untuk memperoleh dan menginterpretasikan data yang bermanfaat. Tujuan dari bab ini adalah
untuk memberikan penjelasan tentang sifat-sifat penting dari padatan yang mempengaruhi
sifat material dalam jumlah besar selama proses operasi. Pengolahan tersebut dibatasi oleh
karakteristik-karakteristik dimana terdapat basis yang memuaskan untuk menginterpretasikan
hasil eksperimen.
Unit Operasi Karakteristik padatan yg Perlu diperhatikan
Penyimpanan, Gravity Discharge dari tempat Ukuran, ukuran pendistribusian, bentuk, partikel,
pembuangan, Silo, dan Hopper densitas padatan, gaya gesek dan gaya kohesif
padatan, kemampuan untuk mengalir, dapat
menimbulkan ledakan, dapat beracun, dan dapat
dimampatkan.
Pneumatik dan Perpindahan secara Mekanik Ukuran, ukuran pendistribusian, bentuk, densitas
partikel, kerapuhan padatan, beracun, dan dapat
meledak
Perpindahan secara Hidrolik Ukuran, ukuran pendistribusian, bentuk, densitas
partikel, dan kemampuan untuk menyebar
Tabel 1. Pentingnya Partikel dan Karakteristik Material Padat untuk Operasi Penanganan Padatan

Partikel dan Karakteristik Padatan


Ukuran, Bentuk, dan Luas Permukaan Partikel

Ukuran, bentuk, dan luas permukaan partikel adalah karakteristik dasar dari sebuah
padatan dan sangat penting dalam unit operasi yang melibatkan material – material tersebut;
karakteristik ini sangatlah mirip, sehingga harus dipertimbangkan secara bersama-sama.
Mereka menentukan sebagian besar tingkat interaksi dari sautu partikel dengan cairan
disekitarnya dan dengan partikel yang lain. Interaksi ini secara bergantian sangat
mempengaruhi karakteristik material. Contohnya dari segi, kompresibilitas, toksisitas, mudah
terbakar, dan mudah meledak. Sayangnya hubungan antara parameter dasar dan karakteristik
dari padatan tersebut belum sepenuhnya dipahami.

Rentang Ukuran (µs/cm) Istilah Baku Karakteristik


komponen Padatan
30.000-3000 (tapi bisa Grain and lump Broken solid Mengalir bebas, namun
kurang hingga 100) bisa menyebabkan
lengkung mekanis selama
buangan berlangsung dari
bins atau silo
1000 – 100 granule Granular solid Mudah mengalir dengan
gaya kohesi dari
ketinggian tertentu
<100 particle Powder
(i)100-10 particle Granular powder Dapat menunjukkan efek
kohesif dan menyebabkan
massalah handling
(ii)10-1 particle Superfine powder Tingkat kohesi tinggi dan
sangat sulit di handling
(iii)<1 particle Ultrafine powder Sangat sulit untuk di
handling, bahkan hampir
tidak bisa dihandling
Tabel 2. Klasifikasi dari material padatan berdasarkan ukurannya.

Pada umumnya, tidak ada metode secara umum yang muncul untuk mendefinisikan
dan mengklasifikasi partikel menurut tingkatan mereka. Pada table 2 merupakan daftar
beberapa istilah umum yang berkaitan dengan ukuran partikel. Untuk partikel yang berbentuk
bulat, ukuran didefinisikan berdasarkan diameter partikel tersebut. Namun ada pengecualian
untuk beberapa jenis partikel, bentuk dari partikel industri yang tidak teratur dan ukuran dari
partikel tersebut menunjukan kesulitan. Pada table 3 menunjukkan beberapa diameter yang
lebih sering digunakan. Ukuran partikel dapat juga dinyatakan dalam diameter statik;
contohnya seperti diameter Feret dan Martin (Shamlou, 1988).

Semakin tidak teraturnya suatu partikel, semakin besar pula variasi antara diameter
yang equivalen. Oleh karena itu, bentuk dari partikel sama pentingnya dan juga perlu
ditetapkan. Bentuk dari suatu partikel dapat didefinisikan dengan beberapa cara. Salah satu
caranya adalah sebagai berikut:

luas permukaan lingkaran yang memiliki volume sebagai partikel 𝑑𝑣 2


Ѱ= yaitu => Ѱ = [ 𝑑𝑠 ] (1.1)
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙

Dimana dv adalah diameter bola dengan volume yang sama sebagai partikel
dan ds adalah diameter bola dengan luas permukaan yang sama sebagai partikel.

Diameter yang Equivalen Pengertian


Area proyeksi Diameter lingkaran yang sama dengan area proyeksi
dp dari partikel ketika dilihat dari arah tegak lurus hingga
posisi yang paling stabil (A = π/4dp2)
Volume Diameter bola dengan volume yang sama dengan
dv partikel (V = π/6v3)
Surface/permukaan Diameter bola dengan luas permukaan yang sama
ds dengan partikel (S = πds2)
Sieve/saringan Lebar permukaan minimum yang terbuka ketika
da partikel lewat
Permukaan Khusus dsv = ds3/ds2
dsv
Free-fall diameter/diameter jatuh bebas Diameter bola dengan kecepatan terminal yang sama
df dan berat jenis partikel
Drag Diameter bola dengan resistensi yang sama untuk
dd gerakan sebagai partikel dalam cairan dengan
≈ ds viskositas yang sama dan memiliki kecepatan yang
sama
Stokes dst = dv3/ds
dst
Tabel 3. Diameter yang equivalen dengan partikel yang tidak teratur.

Persamaan 1.1 dapat digunakan untuk mendapatkan nilai dari kebulatan bagi
geometris biasa seperti kubus dan bola; itu mungkin perlu dicatat bahwa untuk kebanyakan
bentuk seperti, ѱ, mengambil nilai rata-rata 0,77 dengan standar deviasi dari ± 11%. Untuk
padatan industri, sementara ѱ dapat memiliki nilai serendah 0,28 untuk bahan seperti
serpihan mika, untuk sebagian besar serbuk nilainya jatuh di kisaran 0,65-0,98. Sayangnya di
praktik yang umumnya tidak mudah untuk menentukan nilai-nilai ѱ untuk partikel yang tidak
teratur karena kesulitan eksperimental terkait dengan penentuan dv.
Heywood (1963) merancang metode alternatif menggunakan setara diproyeksikan
luas diameter , 𝑑𝑝 , Sebagai dasar untuk menentukan luas permukaan diameter setara dan
diameter setara volume partikel.
Demikian:
luas permukaan partikel = f 𝑑𝑝2 = 𝜋 𝑑𝑠2
itu adalah
𝜋 𝑑𝑠2
f= 2
𝑑𝑝

Volume partikel = k 𝑑𝑝3 = 𝜋 𝑑𝑣3 /6


itu adalah
𝜋 𝑑𝑣3
k= 3
6𝑑𝑝

di mana f dan k adalah permukaan dan volume koefisien masing-masing dan ditentukan
secara eksperimental (Heywood, 1963). nilai dari f/k (𝑑𝑠2 𝑑𝑣 /𝑑𝑣3 Yaitu) adalah ukuran dari
bentuk partikel; itu merupakan pengaruh dari bentuk pada permukaan spesifik.
Definisi Metode Heywood yaitu untuk bentuk partikel dengan mengasumsikan bahwa
partikel dalam posisi yang paling stabil. Dalam praktek jika partikel secara acak berorientasi,
maka nilai-nilai yang berbeda dari f dan k akan diperoleh. Namun, kecuali untuk partikel
yang terlalu memanjang, definisi memberikan perkiraan yang wajar dari bentuk. Dalam hal
ini perlu dicatat bahwa jika, bukan diameter daerah diproyeksikan, yang diameter volume
yang setara, 𝑑𝑣 , digunakan untuk menilai bentuk partikel, yang k tetap konstan (sama dengan
𝜋/6) dan f akan independen dari orientasi. Sayangnya, 𝑑𝑣 sulit untuk mendapatkan
eksperimental, dan dengan demikian 𝑑𝑝 lebih disukai, karena dapat ditentukan relatif mudah
untuk semua ukuran partikel.
Heywood juga mengamati bahwa jika partikel memiliki dimensi T, B dan L dalam
peningkatan besarnya, maka ratio berikut dapat didefinisikan:
Pemanjangan = n = L/B
dan
Kerataan = m =B/T
untuk partikel equidimensional, yaitu B = L = T dan n = m = 1, Koefisien volume yang dapat
dijelaskan oleh hubungan berikut:
𝑘𝑐 =𝑘𝑚 √𝑛
𝑘𝑐 memiliki nilai-nilai yang unik bagi geometri seperti kubus dan bola, dan nilai-nilai dapat
ditugaskan dengan tingkat akurasi yang wajar untuk partikel yang pendekatan salah satu dari
ini (Heywood, 1963).
Koefisien permukaan, f, lebih sulit untuk mendapatkan. Heywood tersedia persamaan
empiris yaitu untuk estimasi f didasarkan pada banyak pengukuran pada partikel besar
dimana luas permukaan ditentukan langsung:
𝑘 𝑛+1
f = 1,57 + C [ 𝑚𝑐 ]1,333 [ ]
𝑛

di mana nilai-nilai C konstan dan faktor 𝑘𝑐


Meskipun untuk menetapkan bentuk berarti koefisien statistik untuk sampel bahan
jumlah besar, partikel dari industri saat diuji secara variasi dalam bentuk. Untuk debu batu
bara, Heywood (1961) memberikan beberapa data untuk distribusi baik k dan kc. Hasilnya
menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari variasi k adalah karena variasi dalam bentuk
geometri, dua-pertiga lainnya adalah karena variasi dalam proporsi.

Itu juga memungkinkan untuk mengungkapkan pembulatan, ѱ, dalam hal f dan k


dengan mencatat bahwa :
2
𝑑𝑝
6𝑘
ѱ = 𝜋 ( 𝜋 )2/3 (𝑓𝑑2 )
𝑝

𝑘 2/3
= 𝜋1/3 62/3 ( )
𝑓

demikian
𝑘 2/3
ѱ = 4,836 𝑓

Ukuran Rata – Rata Partikel dan Distribusi Ukurannya

Berbagai macam istilah telah digunakan untuk memberikan tanda secara kualitatif
terhadap ukuran – ukuran partikel yang membentuk suatu padatan massal. Sebenarnya istilah
– istilah yang digunakan tersebut tidak terlalu tepat dan cenderung berbeda – beda dalam hal
pemakaian atau penyebutannya dari satu industri ke industri lainnya. Meskipun demikian, hal
tersebut sangat membantu untuk mengenalkan sifat – sifat partikel apabila jangkauan ukuran
partikelnya menggunakan istilah – istilah tersebut seperti halnya granula, bubuk halus (fine
powder), dan seterusnya. Tabel 4 memperlihatkan jangkauan ukuran partikel – partikel
padatan beserta contoh – contohnya.
Tabel 4. Istilah – istilah kualitatif untuk mendeskripsikan ukuran dalam suatu padatan massal.

Kebanyakan proses pembentukan partikel dan operasi proses pada suatu industri akan
menghasilkan partikel dengan semua ukuran, dengan ukuran maksimalnya yang biasanya
ditetapkan oleh beberapa proses kontrol. Jika sejumlah besar sampel dari suatu material
diurutkan berdasarkan ukurannya, hasilnya dapat disampaikan atau disajikan baik dalam
basis massa ataupun dalam basis angka, tergantung dengan metode pengukuran ukuran
partikel yang digunakan.

Dalam setiap kasus, datanya dapat disusun atau diplot dalam berbagai cara, seperti
contohnya sebagai histogram frekuensi (atau frekuensi relatif) dan poligon, distribusi
persentasi, dan distribusi kumulatif. Beberapa percobaan juga telah dilakukan untuk
menggambarkan informasi pengurutan secara matematis dengan mencocokkan persamaan
empiris ke data eksperimen. Banyak sekali rumusan yang telah diusulkan untuk
menggambarkan persebaran ukuran partikel termasuk metode Gaussian (normal), log-normal,
dan Rosin-Rammler (Tabel 5).

Tabel 5. Variasi fungsi distribusi.


Sebuah contoh ditunjukkan di dalam Gambar 1, dimana distribusi dari partikel semen diplot
terhadap bermacam - macam jangkauan ukurannya; datanya diperoleh dengan menggunakan
teknik standar pengayakan kering atau dry sieving. Hasilnya juga dapat digambarkan dengan
mudah dengan menggunakan hukum distribusi Rosin-Rammler, contohnya:
𝑛′ )
𝑅 = 100 𝑒 (−𝑏𝑑𝑝 (1.2)

dimana R = volume material sisa pada ayakan khusus


e = persen kumulatif dari biji-bijian kasar
dp = ukuran partikel
n' dan b adalah parameter distribusi yang diperoleh dari data.

Persamaan 1.2 menyatakan bahwa plot dari log log (100/R) terhadap log dp (atau log
(100/R) terhadap dp pada kertas grafik log-log) seharusnya menghasilkan sebuah garis lurus
dari kemiringan n'. Konstanta b dapat ditaksir dengan menggunakan substitusi terhadap
Persamaan 1.1.

Gambar 1 Distribusi ukuran partikel semen.

Terlebih, akan lebih berguna lagi jika dapat menggambarkan ukuran dari suatu
kelompok partikel dengan menggunakan nilai rata - rata representatif dari kelompok tersebut.
Dalam aplikasi praktisnya, definisi khusus yang digunakan haruslah sangat berhubungan
terhadap proses yang diselidiki; seperti contohnya, dalam suatu operasi yang melibatkan
perpidahan massa dan panas, luas area dari partikel-partikelnya adalah parameter yang
penting dan maka dari itu, diameter yang sesuai untuk digunakan dalam kasus tersebut
haruslah diameter permukaan rata-rata (Shamlou, 1988).
Pengukuran Ukuran Partikel

Pengukuran ukuran partikel seharusnya tidak akan menimbulkan masalah. Subjek ini
telah dipelajari secara ekstensif dan secara teliti di tempat lain (Shamlou, 1985). Pada
dasarnya, ukuran partikel dapat diperoleh dengan mengukur ukuran masing-masing partikel
individu. Hal ini dapat dicapai baik melalui scanning sebuah bidang pandang partikel atau
dengan menghitung partikel jatuh melalui perangkat penginderaan dalam file tunggal.
Banyak teknik dan peralatan komersial yang tersedia untuk mencapai ini dan tabel 6.
memberikan daftar beberapa metode umum. Jelas ada beberapa tumpang tindih antara
berbagai metode yang tercantum dalam tabel 6.

Tabel 6. Metode umum yang digunakan untuk pengukuran ukuran partikel.

Secara umum, metode yang berbeda dari mengukur parameter yang diberikan terhadap bahan
yang sama tidak selalu menghasilkan hasil yang sama. Ini bukan untuk mengatakan bahwa
satu metode lebih baik dari yang lain, tetapi hanya mencerminkan fakta bahwa berbagai
teknik pengukuran besaran yang sama pada skala yang berbeda dari “ukuran” (Shamlou,
1985); memang hasilnya berbeda dan mungkin semuanya benar. Oleh karena itu, dalam
menentukan nilai untuk parameter tertentu, penting untuk menghitung rata – ratanya. Selain
itu, metode pengukuran harus terkait erat dengan penerapan produk akhir; misalnya, untuk
spesifikasi katalis, ukuran rata-rata yang sesuai karakteristik partikel mungkin diperoleh
dengan menggunakan permeabilitas dan adsorpsi gas, sedangkan mikroskop optik dapat
digunakan secara efektif untuk menilai kekuatan ketahanan dari sebuah pigmen warna atau
pigmen cat.
Teknik ini tidak bisa terlepas dari karakteristik serbuk itu sendiri. Misalnya particle size and
size distribution, particle shape, particle density, specific surface area, alloy phase and
phase distribution hingga ke quality of mixing. Bagaimanakah caranya untuk mengetahui
ukuran partikel?
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel yaitu:
1. Metode ayakan (Sieve analyses)
2. Laser Diffraction (LAS)
3. Metode sedimentasi
4. Electronical Zone Sensing (EZS)
5. Analisa gambar (mikrografi)
6. Metode kromatografi
7. Submicon aerosol sizing dan counting
Sieve analyses dalam dunia farmasi sering kali digunakan dalam bidang mikromeritik.
yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi partikel kecil. Metode yang paling
umum digunakan adalah analisa gambar (mikrografi). Metode ini meliputi metode
mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering digunakan biasanya SEM, TEM dan
AFM. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era
nanoteknologi, para peneliti mulai menggunakan Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai
lebih akurat untuk bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode
ayakan (sieve analyses), terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun
submikron.
Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah particle size analyzer (PSA). Alat
ini menggunakan prinsip dynamic light scattering (DLS). Metode ini juga dikenal
sebagai quasi-elastic light scattering (QELS). Alat ini berbasis Photon Correlation
Spectroscopy (PCS). Metode LAS bisa dibagi dalam dua metode:
1. Metode basah: metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan
material uji.

2. Metode kering: metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan
partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik digunakan untuk ukuran
yang kasar, dimana hubungan antarpartikel lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi
kecil.
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah.
Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran
partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel-sampel dalam
orde nanometer dan sub micron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang
tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak
saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah
ukuran dari single particle.Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil
pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.

A. Pengayakan (Screening)
Menurut (Fellows, 1990) pengayakan adalah suatu unit operasi dimana suatu campuran
dari berbagai jenis ukuran partikel padat dipisahkan kedalam dua atau lebih bagian-bagian
kecil dengan cara melewatkannya di atas screen (ayakan). Atau dengan kata lain pengayakan
adalah suatu proses pemisahan bahan berdasarkan ukuran lubang kawat yang terdapat pada
ayakan, bahan yang lebih kecil dari ukuran mesh/lubang akan masuk, sedangkan yang
berukuran besar akan tertahan pada permukaan kawat ayakan. Setiap fraksi tersebut menjadi
lebih seragam dalam ukurannya dibandingkan campuran aslinya. Screen adalah suatu
permukaan yang terdiri dari sejumlah lubang-lubang yang berukuran sama. Permukaan
tersebuat dapat berbentuk bidang datar (horizontal atau miring), atau dapat juga berbentuk
silinder. Screen yang berbentuk datar yang mempunyai kapasitas kecil disebut juga
ayakan/pengayak (sieve).
Screening atau pengayakan secara umum merupakan suatu pemisahan ukuran
berdasarkan kelas-kelasnya pada alat sortasi. Prinsip percobaan dari proses pengayakan pada
bahan pangan adalah berdasarkan ukuran partikel bahan yang mempunyai ukuran lebih kecil
dari diameter mesh agar lolos dan bahan yang mempunyai ukuran lebih besar dari diameter
mesh akan tertahan pada permukaan kawat ayakan.
Produk dari proses pengayakan / penyaringan ada 2 yaitu:
- Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).
- Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).
Tujuan dari proses pengayakan menurut (Taggart,1927) adalah:
- Mempersiapkan produk umpan (feed) yang ukurannya sesuai untuk beberapa proses
berikutnya.
- Mencegah masuknya mineral yang tidak sempurna dalam peremukan (primary crushing)
atau oversize ke dalam proses pengolahan berikutnya, sehingga dapat dilakukan
kembali proses peremukan tahap berikutnya (secondary crushing).
- Untuk meningkatkan spesifikasi suatu material sebagai produk akhir.
- Mencegah masuknya undersize ke permukaan.
Pengayakan biasanya dilakukan dalam keadaan kering untuk material kasar, dapat
optimal sampai dengan ukuran 10 in (10 mesh). Sedangkan pengayakan dalam keadaan basah
biasanya untuk material yang halus mulai dari ukuran 20 in sampai dengan ukuran 35 in.
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan screen:
- Kapasitas, kecepatan hasil yang diinginkan
- Kisaran ukuran ( size range)
- Sifat bahan : densitas, kemudahan mengalir (flowability)
- Unsur bahaya bahan : mudah terbakar, berbahaya, debu yang ditimbulkan.
- Ayakan kering atau basah.
Pemilihan screen berdasarkan ukuran disajikan di fig. 19 – 14 (Perry, 7th ed.)
Beberapa jenis ayakan yang sering digunakan antara lain:
1.Grizzly : merupakan jenis ayakan statis, dimana material yang akan diayak mengikuti aliran
pada posisi kemiringan tertentu.

Gambar 2. Ayakan.
2.Vibrating screen : yaitu ayakan dinamis dengan permukaan horizontal dan miring
digerakkan pada frekuensi 1000 sampai 7000 Hz. Ayakan jenis ini mempunyai kapasitas
tinggi, dengan efisiensi pemisahan yang baik, yang digunakan untuk range yang luas dari
ukuran partikel.
Gambar 3. Vibrating screen
3.Reciprocating screen yaitu ayakan dinamis dengan gerakan menggoyang, pukulan yang
panjang (20-200 Hz). Digunakan untuk pemindahan dengan pemisahan ukuran.
4.Oscillating screen: yaitu ayakan dinamis pada frekuensi yang lebih rendah dari vibrating
screen (100-400 Hz) dengan waktu yang lebih lama.

Gambar 4. Oscillating screen


5.Shifting screen yaitu ayakan dinamis yang dioperasikan dengan gerakan memutar dalam
bidang permukaan ayakan. Gerakan actual dapat berupa putaran, atau getaran memutar.
Digunakan untuk pengayakan material basah atau kering.
6.Revolving screen, ayakan dinamis dengan posisi miring, berotasi pada kecepatan rendah
(10-20 rpm). Digunakan untuk pengayakan basah dari material-material yang relatif kasar,
tetapi memiliki pemindahan yang besar dengan vibrating screen.
Gambar 5. Revolving screen

B. Shaker Screen
Shaker Screen adalah alat pemisahan mekanis dengan pola pengayakan dan
penyaringan yang ukuran bahan disesuaikan dengan saringan (screen) yang digunakan
dengan memanfaatkan tenaga listrik sebagai media penggeraknya. Jenis ayakan inibiasanya
digunakan untuk memisahkan suatu produk yang dipilah berdasaran ukuran partikelnya.
Saringan yang digunakan memiliki nilai mesh yang menyatakan jumlah lubang per 1 mm2 .
Saringan yang digunakan pada alat shaker screen memiliki nilai mesh 50, 70 dan 100.
Saringan bertingkat dengan nilai mesh sama akan memperbaiki kualitas dan keseragaman
hasil, sedangkan saringan bertingkat dengan nilai mesh berbeda akan menghasilkan beberapa
produk dengan keseragaman berbeda. Shaker screen ini akan menghasilkan 2 output yaitu
over size, dan under size. Untuk over size merupakan ukuran yang lebih besar dari lubang
ayakan yang berada diatas lubang ayakan dan under size adalah ukuran lebih kecil dari
lubang ayakan sehingga produk dapat lolos melalui lubang-lubang kecil ayakan yang berada
dibawah dari ayakan tersebut.
Pada dasarnya prinsip kerja dari alat shaker screen adalah proses pengayakan dengan
cara menggoyangkan atau mengayunkan. Screen yang sering kita sebut pengayakan dan
shaker yaitu goyangan. Bahan yang diayak akan bergerak-gerak diatas ayakan, berdesakan
melalui lubang kemudian terbagi menjadi fraksi-fraksi yang berbeda. Hal ini dapat terjadi
sebagai akibat dari perubahan posisi permukaan ayakan atau melalui pergeseran bahan yang
diayak.
Gambar 6. Shaker screen
Kelebihan dari alat shaker screen sendiri adalah sangat cocok untuk proses pengayakan
yang menghendaki hasil ayakan berukuran halus / kecil dengan hasil lebih banyak
dibandingkan dengan pengayak lain. Karena modifikasi shaker screen lebih baik dalam
proses pengoperasian, sehingga massa tepung ubi jalar tidak banyak yang terbuang ke
lingkungan. Sedangkan kekurangan dari alat ini adalah kurang cocok untuk operasi
pengayakan dengan material berukuran besar.

Interaksi Partikel-Partikel dan Partikel-Fluida


Luas permukaan dari bahan bubuk meningkat sangat drastis dengan penurunan ukuran
partikel seperti digambarkan secara grafis pada Gambar 7 di mana pengurangan ukuran
partikel dengan seperdelapan terbukti menyebabkan peningkatan luas permukaan dengan
800% (Shamlou, 1985). Dengan peningkatan luas permukaan, besarnya kekuatan permukaan
pada partikel juga meningkat.

Gambar 7. Peningkatan luas permukaan karena penurunan ukuran.


Gaya tersebut dapat timbul dari elektrostatik, van der Waals dan efek kapiler. Besarnya,
dan karenanya pentingnya kekuatan-kekuatan ini, sangat bergantung pada ukuran partikel dan
juga terpengaruh kuat oleh kadar air, kekasaran permukaan dan kotoran, bentuk partikel, dan
kelembaban. Gaya yang dihasilkan antara partikel dapat berupa menarik atau menampik,
tergantung pada sifat dari kekuatan permukaan. Ketika tinggi tingkat menarik gaya (kohesif)
ada antara partikel individu, bubuk akan menjadi kurang bebas-mengalir,dan akibatnya lebih
sulit untuk menyimpan, keluar, fluidize dan dihantarkan.

Gaya Elektrostatis

A. Hukum Coulomb

Meskipun J.C. Maxwell (1831-1879) berhasil memadukan semua hukum dan rumus
kelistrikan dalam bentuk empat persamaan yang lalu dikenal sebagai persamaan maxwell
sedemikian hingga semua gejala kelistrikan selalu dapat diterangkan berdasarkan atau
dijabarkan dari keempat persamaan itu, pada hakikatnya keempat persamaan itu dapat
𝑞1.𝑞2
dipadukan menjadi atau dapat dijabarkan dari hukum Coulomb : ”F” = k yakni yang
𝑟2
menyatakan bahwa gaya antara dua muatan listrik q1 dan q2 akan sebanding dengan
banyaknya muatan listrik masing–masing serta berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r)
antara kedua muatan listrik tersebut, serta tergantung pada medium di mana kedua muatan itu
berada, yang dalam perumusannya ditetapkan oleh suatu tetapan medium k. Jadi hukum
Coulomb merupakan hukum yang fundamental dalam ilmu kelistrikan, yang mendasari
semua hukum dan rumus kelistrikan, seperti halnya hukum 'inisial Newton' dalam mekanika
yang mendasari semua hukum dan rumus mekanika. Dalam sistem satuan m.k.s, tetapan
medium k tertuliskan sebagai 1/(4 π ε ), sehingga hukum Coulomb menjadi berbentuk : F =
𝑞1.𝑞2
dan ε disebut permitivitas medium. Dengan F positif berarti gaya itu tolak-menolak dan
4𝜋𝜖𝑟 2
sebaliknya F negatif berarti tarik–menarik.

B. Medan Listrik

Adanya muatan listrik di dalam ruang akan menyebabkan setiap muatan listrik yang
ada di dalam ruangan itu mengalami gaya elektrostatika Coulomb, yaitu yang menurutkan
hukum Coulomb di atas. Oleh sebab itu dikatakan bahwa muatan listrik akan menimbulkan
medan listrik disekitarnya. Medan listrik dikatakan kuat apabila gaya pada muatan listrik di
dalam ruangan bermedan listrik itu besar. Tetapi gaya coulomb itu besar terhadap muatan
listrik yang banyak sehingga didefinisikan kuat medan listrik sebagai gaya pada satu satuan
muatan listrik. Jadi dari hukum Coulomb di atas, kuat medan listrik oleh titik muatan listrik q
𝑞
adalah: E = 4𝜋∈𝑟 2 ȓ Di mana r ialah vektor satuan arah radial dari titik muatan q .
Sebagaimana gaya adalah besaran vektor maka begitu juga kuat medan listrik E sehingga
kuat medan listrik oleh beberapa titik muatan listrik q1, q2, q3, … sama dengan jumlah
vektor–vektor kuat medan listrik oleh masing–masing titik muatan listrik, yaitu: E = E1 + E2
+E3 + …

C. Garis Gaya Medan Listrik

Garis gaya medan listrik bukanlah besaran nyata melainkan suatu abstraksi atau
angan–angan atau gambaran yang menyatakan arah medan listrik di berbagai tempat di dalam
ruang bermedan listrik, yakni yang polanya menyatakan distribusi arah medan listrik. Arah
medan listrik setempat, yaitu pada arah garis gaya di tempat itu, sudah tentu menyinggung
garis gaya ditempat tersebut.

Pada hakikatnya memang setiap titik pasti dilalui suatu garis gaya, sehingga garis–
garis gaya akan memenuhi seluruh ruangan. Tetapi seandainya semua garis gaya kita
gambarkan, maka sistem pola garis dari gaya itu tidak akan tampak. Oleh sebab itu banyak
garis gaya yang dilukis harus dibatasi, misalnya sebanyak muatan yang memancarkannya;
artinya, banyak garis gaya yang digambarkan, yang memancar dari titik muatan listrik q
adalah juga sebanya q saja, agar pola sistem garis gaya itu tampak dan memiliki makna, yang
kecuali menyatakan distribusi arah medan listrik juga memperlihatkan distribusi kuat medan
listrik di mana yang bagian garis gayanya rapat, medan listriknya juga rapat.

Untuk medan listrik oleh titik muatan q, menurut hukum coulomb, kuat medan
listriknya berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Tetapi dengan melukis sebanyak q
garis gaya yang memancarkan radial merata dari titik muatan q, suatu permukaan bola
berjari–jari r yang berpusat di q akan ditembus tegak lurus leh flux garis gaya Φ yang
sebanyak q, yakni Φ sama dengan q, sehingga rapat garis gaya yang didefinisikan sebagai
banyaknya garis gaya yang menembus suatu satuan luas permukaan tegak lurus pada
𝜙 𝑞
permukaan bola itu diberikan oleh: 𝜎 = = = 𝜀𝐸 = 𝐷 dengan D yang disebut
4𝜋𝑟 2 4𝜋𝑟 2
induksi elektrik. Jadi induksi elektrik setempat diberikan oleh rapat flux garis gaya medan
listrik ditempat itu yaitu :𝐷 = 𝜎 Yang berarti kuat medan listrik setempat sebanding dengan
rapat flux garis gaya medan listrik ditempat itu. Dengan definisi serta pengertian garis gaya
medan listrik seperti yang diutarakan di atas, maka garis gaya tersebut memiliki sifat–sifat
sebagai berikut :

1. Tidak berpotongan satu sama lain, sebab arah medan listrik setempat adalah pasti.

2. Kontinyu, sebab medan listrik ada di setiap titik di dalam ruang.

3. Seolah–olah ditolak oleh muatan positif dan sebaliknya ditarik oleh muatan negatif.

4. Dipotong tegak lurus oleh bidang–bidang equipotensialsebab usaha yang dilakukan


satu satuan muatan listrik dari sutu titik ketitik lain di bidang equipotensial adalah nol
karena tidak ada perubahan tenaga potensial, yang harus berarti arah gaya medannya,
yaitu arah garis gaya medannya, selalu tegak lurus bidang equipotensial tersebut.

Gaya elektrostatis terjadi antara pasangan partikel atau partikel dan permukaan yang
terjadi karena surplus ataupun defisit elektron. Pengisisan elektostatik dapat sengaja diinduksi
selama pengolahan bubuk (powder) atau kebetulan terjadi karena penanganan dari operasi
tersebut. Pengisian elektrostatik karena kontak gesekan dapat terjadi dari pergerakan antara
permukaan yang satu dengan permukaan yang lain, baik itu antara bubuk dengan bubuk
(powder with powder) ataupun anatara bubuk dengan dinding (powder with wall).

Besarnya tegangan elektrostatik sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel


diantaranya yaitu bentuk dan ukuran partikel, kekasaran permukaan dan impuritis (pengotor),
kelembaban, dan kadar air. Untuk partikel yang non-konduktor, penyebaran tegangan pada
permukaan partikel menjadi tidak merata. Akibatnya, umumnya tidak mudah untuk
memperkirakan besarnya gaya elektrostatik yang bekerja antara pasangan partikel dan
partikel dan permukaan. Untuk dua partikel bermuatan, persamaan berikut dapat digunakan
untuk memperkirakan gaya elektrostatik yang dialami oleh setiap partikel :

𝑄1 𝑄2
Fel = − −12
8.86 × 10 𝑍
Dimana Fel adalah gaya dalam newton, Z adalah jarak dari pusat ke pusat antar partikel dalam
meter dan  adalah permitivitas interstitial fluida ( = 8.86 x 10-12 A s/V m untuk udara). Q1
dan Q2 adalah muatan listrik pada partikel dalam coulomb. Untuk patikel fly-ash yang
terdispersidibawah 10 µm, Shamlou (1985) menunjukkan bahwa tegangan rata-rata per
partikel dapat diperoleh dari persamaan empiris berikut :

𝑄 = −3.973 × 10−11 (𝑑𝑣 )1.025


Dengan demikian, untuk sebuah partikel dari ukuran 5 µm, persamaan diatas menghasilkan
tegangan sekitar – 1.47 x 10-16 C. Hal ini menunjukkan surplus sekitar 920 elektron pada
permukaan, mengingat bahwa muatan per elektron adalah 1.60206 x 10-19 C.

Gaya tarik elektrostatik antara partikel bola logam dan permukaan logam yang licin
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut yang dikembangkan oleh Russell
(Shamlou, 1985) :

𝑄2
𝐹𝑒𝑙 =
1 2𝑅
16𝜋 [0.5772 + 2 ln 𝑍 ]2 𝑅𝑍
Dimana Z adalah jarak partikel ke permukaan dan R adalah jari-jari partikel. Dari
persamaan diatas, kekuatan tarik antara partikel 5µm dan permukaan pada saat pemisahan
partikel-permukaan sekitar 4 Å menjadi sekitar 2 x 10-19 N. Shamlou (1985) menunjukkan
bahwa sebagian besar dilaporkan gaya tarik elektrostatik berada di kisaran 104 – 107 N/m2.
Besarnya gaya elektrostatik itu memiliki ketergantungan orde kedua yang berhubungan
dengan Q, dan menurun secara linear bersamaan dengan penurunan ruang dari reaksi partikel
dengan partikel (particle-particle) dan partikel dengan permukaan (particle-surface). (Dari
dua persamaan diatas.)

D. Hubungan Gaya Elektrostatis dengan Penanganan Material Padatan Massal

Hubungan antara gaya elektrostatik dengan bulk solid handling secara umum
ditemukan dalam proses pemisahan padatan itu. Proses ini disebut high tension separation
atau electrostatic separation. Dalam pengolahan bahan galian banyak alat yang digunakan.
Salah satunya adalah high tension separator, yaitu alat yang digunakan untuk memisahkan
partikel konduktor dan non konduktor. High tension separation atau electrostatic separation
adalah pemisahan mineral satu dengan lainnya berdasarkan perbedaan konduktivitas
elektriknya. Mineral di alam ada yang konduktivitas elektriknya tinggi (mineral konduktor)
dan ada yang rendah (mineral non konduktor). Mineral konduktor mempunyai sifat mudah
menerima ion negative juga mudah melepaskannya. Berbeda dengan mineral non –
konduktor yang sukar menerima maupun melepaskan ion negatif.

Pemisahan material padatan yang menggunakan electrostatic separator juga memiliki


beberapa faktor yang akan mempengaruhi hasil yang akan didapat. Faktor – faktor tersebut
antara lain adalah:

1. Kuat tegangan
Kuat tegangan berfungsi untuk membentuk medan korona, kemudian
membombardemant partikel dengan muatan negatif. Apabila medan korona sudah
terbentuk, maka kuat tegangan yang diperlukan sudah cukup. Pada tegangan yang
tinggi akan mempengaruhi hasil pemisahan, karena partikel akan mencapai muatan
maksimum dalam waktu singkat (kurang dari 1/50 detik). Suatu partikel yang sudah
mencapai muatan maksimum tidak lagi menerima muatan negatif, bahkan
menolaknya. Muatan maksimum akan lebih besar untuk partikel konduktor
dibandingkan dengan mineral non konduktor.

2. Laju umpan (feed rate)


Laju umpan yang keluar dari hopper perlu diatur sedemikian rupa supaya menyebar
sepanjang permukaan rotor. Tebal umpan diusahakan supaya terdiri dari satu lapis dan
tidak berjejal-jejal.

3. Posisi pembagi (splitter)


Posisi pembagi tidak berpengaruh pada fenomena utama yang terjadi dalam
electrostatic separator, tetapi dapat mempengarhi kadar dan perolehan produk. Posisi
pembagi perlu pada setiap percobaan dan tergantung pada kecepatan putar rotor,
diameter rotor dan ukuran butir. Apabila diinginkan mineral konduktor kadar tinggi,
posisi pembagi supaya diatur mendekati rotor, tetapi biasanya perolehan menjadi
rendah. Sebaliknya apabila diinginkan perolehan tinggi, maka posisi pembagi
dicondongkan menjauhi rotor, namum kadarnya rendah.

4. Pengaruh kelembaban
Pengaruh kelembaban udara mempunyai hubungan erat dengan sifat permukaan
mineral. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kelembaban relative
udara, maka partikel akan mempunyai sifat konduktivitas yang tinggi. Dari hasil
percobaan pemisahan antara hematit dengan kuarsa, menunjukkan bahwa kelembaban
relatif lebih rendah dari 35%, dapat dipisahkan pada temperatur 20oc. Kelembaban
relatif 60%, temperatur bijih yang diperlukan 40oc dan kelembaban relatif 90%
temperatur bijih yang diperlukan 90oc. Pengaruh kelembaban lebih jauh dituliskan
oleh kakovsky, digolongkan menjadi:
a. Partikel yang mempunyai konduktivitas besar dalam kelembaban rendah dan
perbedaan konduktivitas kecil dalam kelembaban tinggi, dapat dilakukan
pemisahan dengan melakukan pemanasan pada temperatur 110oc – 115oc.
b. Partikel yang mempunyai perbedaan konduktivitas besar dengan kelembaban
tinggi maupun rendah, paling mudah untuk dipisahkan.
c. Partikel yang mempunyai perbedaan konduktivitas rendah dengan kelambaban
tinggi maupun rendah, paling sulit dipisahkan.

5. Keadaan material
A. Gaya berat
Gaya berat berbanding lurus dengan bj dan ukuran partikel> menurut coppo ukuran
partikel yang dapat dikerjakan dengan pemisah tegangan tinggi adala 60 – 200 mesh
untuk material bulat. Untuk yang berbentuk kasar masih dapat dipisahkan jika
mempunyai perbedaan konduktivitas besar.

B. Derajat liberasi
Mineral yang belum terliberasi sempurna akan mempunyai sifat fisik yang berbeda,
tergantung pada jenis pengotor. Sebagai contoh ; mineral senotim bersifat konduktor,
tetapi bila ada limonit yang menempel maka mineral senotim tersebut akan mudah
menghantarkan listrik sehingga dapat dijumpai sebagai mineralkonduktor.

C. Pengelompokan mineral
Mineral non konduktor terdiri dari :
- siderit - apatit – garnet
- hornblende - gypsum – olivine
- biotit - corundum – zircon
- barit - zenolit – tormalin
- anhydrit - muscovit – fluorit

Mineral konduktor terdiri dari :


magnetit ilmenit wolframit
hematit tembaga kromit
emas covelit grafit
galena kassiterit franklinit

Gaya Van der Waals

Gaya van der Waals merupakan gaya tarik-menarik terjadi pada tingkat molekuler
yang dasarnya karena variasi dalam medan listrik lokal yang terkandung dalam tubuh atau
bagian padatan. Lifshitz menemukan bahwa gaya van der Waals tarik-menarik antara bola
dan dinding datar dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:

ℎ𝜔𝑅
Fvan =
8𝜋𝑍 2

di mana Z adalah jarak partikel-permukaan (≈ 4 𝐴̇) ,R adalah jari-jari partikel dan ℎ𝜔 adalah
Lifshitz-van der Waals konstan dengan nilai yang tergantung pada sifat partikel. Untuk gaya
van der Waals 'tarik-menarik antara dua partikel sperikal, sebuah persamaan serupa telah
diusulkan (Shamlou, 1985):

ℎ𝜔𝑅 𝑅1 𝑅2
Fvan = [ ]
8𝜋𝑍 2 𝑅1+ 𝑅2

Gaya Van Der Waals merupakan gaya tarik menarik listrik yang relatif lemah akibat
kepolaran molekul yang permanen atau terinduksi (tidak permanen). Gaya Van Der Waals
dapat terjadi antara partikel yang sama atau berbeda. Karena Ikatan Van Der Waals muncul
akibat adanya kepolaran, maka semakin kecil kepolaran molekulnya maka gaya Van Der
Waalsnya juga akan makin kecil.

Gaya Van Der Waals dibagi berdasarkan jenis kepolaran partikelnya :


1. Interaksi Ion – Dipol (molekul polar)
 Terjadi interaksi (berikatan) / tarik menarik antara ion dengan molekul polar (dipol).
 Interaksi ini termasuk jenis interaksi yang relatif cukup kuat.

2. Interaksi Dipol – Dipol


Merupakan interaksi antara sesama molekul polar (dipol). Interaksi ini terjadi antara
ekor dan kepala dari molekul itu sendiri. Berlawanan kutub saling tarik menarik dan jika
kutubnya sama saling tolak – menolak. Partikel penginduksi dapat berupa ion atau dipol lain

3. Interaksi Ion – Dipol Terinduksi


Merupakan antar aksi ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan
molekul netral, menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang berada didekatnya.
Kemampuan menginduksi ion lebih besar daripada dipol karena muatan ion >>> (lebih besar)
Ikatan ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi relatif kecil dari dipol permanen.

4. Interaksi Dipol – Dipol Terinduksi


Molekul dipol dapat membuat molekul netrallain bersifat dipol terinduksi sehingga
terjadi antar aksi dipol – dipol terinduksi.Ikatan ini cukup lemah sehingga prosesnya
berlangsung lambat

5. Antar Aksi Dipol Terinduksi – Dipol Terinduksi (Gaya London)


Mekanisme :
 Pasangan elektron suatu molekul, baik yang bebas maupun yang terikat selalu
bergerak mengelilingi inti.
 Electron yang bergerak dapat mengimbas atau menginduksi sesaat pada tetangga
sehingga molekul tetangga menjadi polar terinduksi sesaat.
 Molekul ini pula dapat menginduksi molekul tetangga lainnya sehingga terbentuk
molekul – molekul dipole sesaat.

Ikatan Van der Waals juga ditemukan pada polymer dan plastik. Senyawa ini
dibangun oleh satu rantai molekul yang memiliki atom karbon, berikatan secara kovalen
dengan berbagai atom seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, dan atom lainnya.
Gaya kapilaritas

Seiring dengan meningkatnya kadar air, gaya elektrostatis menjadi tidak terlalu
penting, sedangkan gaya yang baru muncul dari selaput cairan yang terserap (bagian
permukaan) dan jembatan cairan. Pada kelembaban yang rendah, kekuatan tarik - menarik
disebabkan oleh tumpang tindih lapisan film yang terserap antara permukaan partikel yang
berdekatan, sedangkan apabila di atas nilai atau kondisi kritis kelembabannya, ikatan yang
terjadi disebabkan oleh adanya jembatan cairan antara partikel – partikel tersebut (Shamlou,
1985). Untuk kelembaban yang mendekati 100%, kekuatan tarik menarik antar partikel
dinyatakan dalam persamaan berikut:
𝜋ɳ𝑑𝑝
𝐹𝑐𝑎𝑝 =
𝛿
1 + tan
2
Dimana δ adalah sudut yang mendekati nol; δ  0 dengan gaya tarik kapiler antara partikel
yang mendekati dpπɳ.
Untuk gaya tarik kapiler di titik mendekati (T) menggunakan persamaan Rump seperti
berikut:
6 1+ ∈ 𝐶
𝑇 = [𝑑 ( ) + 𝐴]ɳ cos 𝜑

Gaya kapiler secara substansial lebih tinggi daripada gaya van der waals dan elektrostatis.

Penanganan Material Padatan Massal dan Perilaku Alirannya


Meskipun telah cukup besar pekerjaan yang dilakukan dalam mengembangkan dasar
teori dan teknik pengukuran untuk gaya antar partike, hubungan antara gaya dan sifat dari
material padat dalam jumlah besar masih belum dapat dipahami; literatur penuh dengan
contoh dari material yang semuanya terlihat berpadu (kohesif) dan belum menunjukkan
variasi yang cukup banyak dalam aliran dan perilaku penangannya. Untuk mengatasi
beberapa kesulitan tersebut sejumlah pendekatan empiris dan semi-empiris telah dilakukan.
Hal tersebut dijelaskan di bawah ini.
Salah satu metode pengkategorian bubuk (powder) yang diterima dengan luas adalah
klasifikasi empiris yang disampaikan oleh Geldart (1973) dan terdapat pada Gambar 1.3. Hal
ini memberikan indikasi apakah, dan jika demikian dalam kondisi apa bubuk (powder) dapat
terfluidisasi oleh gas. Berdasarkan sifat fluidisasinya, powder diklasifikasikan ke dalam
Kelompok A, B, C, dan D.
Powder Kelompok B termasuk ke dalam material dengan ukuran rata-rata partikel
berkisar 40<dp<500 m dan densitasnya berkisar antara 4 g/cm3 dan 1.4 g/cm3. Powder
Kelompok B sangat mudah terfluidisasi, membentuk gelembung dengan kecepatan gas yang
sedikit di atas nilai minimum fluidisasi.
Powder Kelompok A juga mudah terfluidisasi, tetapi lebih berkembang besar sebelum
menunjukkan tanda-tanda adanya gelembung. Bahkan, pembentukan gelembung agak
terbatas.
Sebaliknya, powder Kelompok C sangat kohesif dan susah atau tidak mungkin
terfluidisasi, gas hanya lewat melalui saluran yang memanjang dari distributor ke permukaan
tumpukan powder pada unggun. Sifat bubuk Kelompok C seringkali dikaitkan dengan adanya
gaya antar partikel yang kuat (Van der Waals, elektrostatis, penyerapan kadar air, dan
kapiler). Besarnya gaya permukaan ini secara substansial melebihi dari apa yang disebabkan
oleh tarikan dari gas yang terfluidisasi yang digunakan pada partikel individual. Sebagaimana
menurunnya ukuran partikel, besarnya gaya antar partikel relatif menurun dibandingkan
dengan gaya tariknya. Dari material kelompok A dan B, besarnya gaya tarik relatif melebihi
daya tarik antar partikel sehingga Kelompok A dan B mudah terfluidisasi. (Molerus, 1982).
Dengan memungkinkan efek gaya antar partikel Molerus (1982), dapat memberikan
dasar untuk menafsirkan diagram klasifikasi empiris Geldart. Analisanya yang melibatkan
gaya tarik Van der Waals yang kemudian dikembangkan oleh Seville dan Clift (1984) yang
memasukkan gaya kapiler antar partikel. Gambar 8 menunjukkan penjelasan Molerus
terhadap klasifikasi Geldart, ternyata transisi sifat dari Kelompok A ke C tidak begitu
signifikan dan bergantung pada faktor-faktor lain seperti bentuk, kekerasan permukaan dan
kekasaran. Transisi antar Kelompok A dan C menjadi lebih lebar (garis putus-putus pada
Gambar 8) dengan adanya gaya lain yang disebabkan oleh gaya elektrostatis dan kadar air.
Penafsiran Molerus terhadap klasifikasi Geldart sangat baik, terutama untuk transisi
sifat Kelompok A dan C, mengingat bahwa kurva yang digambar oleh Geldart adalah murni
empiris dan memperhatikan beberapa ketidakpastian yang terkait dengan perkiraan gaya antar
partikel. (Schubert, 1984; Shamlou, 1985).

Gambar 8. Diagram klasifikasi bubuk Geldart untuk fluidisasi oleh udara.

A. Faktor yang mempengaruhi daya alir padatan dan bubuk granula


Daya alir adalah kemampuan padatan dan bubuk granula dalam jumlah besar untuk
mengalir. Sifat dari aliran ini multidimensi, dan hal in bergantung pada banyaknya ciri fisik.
Daya alir, pada kenyataannya merupakan akibat dari kombinasi sifat fisik suatu material yang
mempengaruhi aliran material, kondisi lingkungan, dan peralatan yang digunakan untuk
menangani, menyimpan dan mengolah material-material ini (Prescott dan Barnum, 2000).
Oleh karena itu, tidak ada satu tes pun yang dapat mengukur daya alir sepenuhnya dari suatu
produk. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya alir dari padatan curah dan bubuk meliputi
kadar air, kelembaban, suhu, tekanan, lemak, ukuran partikel, dan agen aliran.

1. Kadar Air
Di tengah semua faktor yang mempengaruhi penyimpanan suatu produk, kadar air
adalah faktor utama, karena sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Selain itu, sebagian
besar material granula organik yang higroskopis di alam, dan mendapatkan atau kehilangan
air ketika mereka menghadapi berbagai kondisi kelembaban. Kadar air penyerapan sering
disertai dengan peningkatan kekompakan, terutama karena pembentukan jembatan cair
interparticle. kadar air sehingga mempengaruhi kekuatan kohesif dan melengkungkan
kemampuan material curah (Johanson, 1978). Sebagaimana kadar air dari bubuk meningkat,
adhesi (Craik dan Miller, 1958) dan kohesi (Moreyra dan Peleg, 1981) cenderung meningkat.
Bahkan perubahan kecil dalam kadar air secara substansial dapat mempengaruhi gesekan
sifat (misalnya, dinding sudut gesek, sudut geser) bahan (Marinelli dan Carson, 1992).
Sifat fisik dari material juga sangat tergantung pada kadar airnya, dan masing-
masing material akan memiliki sifat yang berbeda. Duffy dan Puri (1994) meneliti daya alir
dari gula halus dan deterjen pada dua kandungan air. Apabila kadar air meningkat, sudut
internal gesekan baik gula dan deterjen menurun. Air pada tingkat tinggi mungkin dapat
mengubah sifat permukaan partikel sedemikian rupa bahwa pola kepatuhan dapat
dimodifikasi (Hollenbach et al., 1983).

2. Kelembaban
Kelembaban relatif udara dalam kontainer penyimpanan, seperti bin atau silo, juga
mempengaruhi sifat material curah. Banyak material curah adalah higroskopis dan oleh
karena itu paparan kondisi lembab menyebabkan peningkatan kadar air dari material curah.
Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kekuatan curah (Marinelli dan Carson, 1992), dan
juga untuk peningkatan sudut diam. Daya alir dari material apapun berkurang dengan
meningkatnya sudut diam dari material itu. Banyak peneliti telah mengamati bahwa
kelembaban yang lebih tinggi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap daya alir dan
kekompakan bubuk granula (Craik dan Miller, 1958; Irani et al, 1959;. Peleg dan Mannheim,
1973; Johanson, 1978; Stanford dan Corte, 2002; Fitzpatrick et al., 2004b).
Pengontrolan kelembaban ruang dipekerjakan dalam banyak laboratorium untuk
mempelajari sifat-sifat fisik dan stabilitas makanan dan feed. Asam Sulfat, gliserol, atau
larutan garam jenuh sering digunakan untuk mengontrol kelembaban ruang (Rockland, 1960).

3. Temperatur
Suhu juga memiliki efek besar pada daya alir material padat curah. Efek suhu yang
paling drastis adalah pembekuan uap air yang terkandung dalam material granula dan pada
permukaan partikel. Ikatan es yang dihasilkan melemahkan aliran (Irani et al., 1959;
Johanson, 1978; Fitzpatrick et al., 2004b). Memvariasikan suhu penyimpanan dari suhu atas
pembekuan ke 300 atau 400C biasanya tidak memiliki dampak yang besar pada daya alir
bubuk. Suhu dari kedua bahan dinding dan material curah dapat mempengaruhi sudut dinding
gesekan (Marinelli dan Carson, 1992).
4. Tekanan
Pemadatan tekanan juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi sifat aliran
material padatan curah. bagian terbesar dapat terkena pemadatan akibat getaran (misalnya,
selama transportasi), dampak dari aliran jatuh dari padatan (misalnya, selama silo mengisi),
atau beban eksternal. Efek peningkatan tekanan pada daya alir bubuk ada dua: (1) daya alir
mengarah ke jumlah yang lebih besar dari titik kontak antar partikel, sehingga menyebabkan
antar partikel lebih adhesi; (Irani et al, 1959). dan (2) pemadatan menghasilkan peningkatan
yang signifikan dalam dimensi lengkung kritis.

5. Kadar Lemak
Bebas lemak permukaan diharapkan dapat menjadi peran utama dalam daya alir
granula menjadi baik, tapi belum diteliti secara luas sampai saat ini. Misalnya, kandungan
lemak tinggi (20%) susu kedelai kering dapat menyebabkan aliran buruk dari bubuk susu
kedelai yang dihasilkan (Perez dan Flores, 1997). Lebih jauh lagi, kandungan lemak bebas,
bervariasi 13-74%, tidak berdampak besar pada keterpaduan dari 26% susu bubuk lemak
pada 200C (Fitzpatrick et al., 2004b). Daya alir material granula dan bubuk tergantung pada
komposisi permukaan di mana lemak bebas permukaan menjadi peran utama dalam
menentukan daya alir dari bubuk.

6. Ukuran Partikel
Ukuran partikel, dan distribusi ukuran partikel, keduanya memiliki peran
yang signifikan dalam daya alir dan ciri lainnya, seperti curah density, sudut diam, dan
kompresibilitas padatan curah. Bahkan perubahan kecil dalam ukuran partikel dapat
menyebabkan perubahan yang signifikan dalam daya alir yang dihasilkan. Pengurangan
ukuran partikel cenderung sering menurunkan daya alir dari bahan granula diberikan karena
luas permukaan meningkat per satuan massa (Fitzpatrick et al., 2004a, b).
Ukuran partikel juga memegang peran penting dalam kompresibilitas bubuk.
Peningkatan ukuran partikel umumnya mengarah ke peningkatan kompresibilitas (dan
dengan demikian mengurangi volume) (Yan dan Barbosa-Canovas, 1997). Semakin halus
ukuran partikel dan lebih besar kisaran ukuran partikel, semakin besar kekuatan kohesif, dan
menurunkan laju aliran (Marinelli dan Carson, 1992). Pengurangan ukuran meningkatkan
bidang kontak antara partikel, sehingga meningkatkan gaya kohesi.

7. Pendingin Aliran dan Bahan Anticaking


Caking dan kelengketan merupakan massalah umum yang hampir dijumpai di setiap
industri yang berurusan dengan padatan granula dan bubuk. Caking didefinisikan sebagai
ketika dua atau lebih makropartikel, masing-masing mampu melakukan gerak translasi,
kontak dan berinteraksi untuk membentuk padatan dengan partikel-partikel yang tidak
mampu melakukan gerak translasi (Barbosa-Canovas dan Yan, 2003). Pendingin aliran dan
bahan anticaking biasanya digunakan sebagai aditif yang dapat membantu bubuk dalam
menjaga aliran dan / atau meningkatkan laju aliran nya. pendingin aliran biasanya terbuat dari
zat kimia inert dan sering efektif pada konsentrasi hingga 2%. Agar efektif, bahan aliran
harus lebih halus dari material yang akan dikondisikan. semakin halus ukuran partikel
kondisioner, semakin sedikit penggumpalan dari bahan original seharusnya (Irani et al.,
1959). Selain itu, partikel pendingin harus menempel pada partikel bubuk, sehingga
menghasilkan permukaan yang halus dan kurang bergesekan dengan mengisi ruang-ruang
kosong (Peleg dan Hollenbach, 1984).
Sifat aliran dari Bubuk yang terkondisikan sangat dipengaruhi oleh jenis interaksi
permukaan antara bubuk host dan partikel conditioner (Hollenbach et al., 1983). Jika tidak
ada tarik-menarik antara partikel, maka kondisioner partikel itu sendiri dapat memisahkan
dan mengisi rongga antar-partikel dibanding mengurangi kekompakan (Peleg, 1983). Atas
tingkat inklusi tertentu, bagaimanapun, kondisioner benar-benar dapat menghambat aliran
keseluruhan materi (Irani et al, 1959;.. Nash et al, 1965; Danish dan Parrott, 1971;.
Hollenbach et al, 1982). Jika afinitas permukaan antara bubuk host dan kondisioner yang
kuat, maka efek yang besar akan ada dalam bulk density dan kompresibilitas pada konsentrasi
inklusi antara 0,1 dan 0,5%. Ketika ada sedikit afinitas, dampak menjadi terlihat hanya pada
konsentrasi yang lebih tinggi, seperti 1-2% (Hollenbach et al., 1983).
Daftar Pustaka
Barbosa-Canovas, G. V.; Yan, H. (2003). Powder characteristics of preprocessed cereal
flours. In: Characterization of Cereals and Flours (Kalentunc, G.; Breslauer, K. J.
eds), pp. 173–209. New York: Marcel Dekker.

Craik, D. J.; Miller, B. F. (1958). The flow properties of powders under humid conditions.
Journal of Pharmacy and Pharmacology, 10, 136–144.

Danish, F. Q.; Parrott, E. L. (1971). Effect of concentration and size of lubricant on flow rate
of granules. Journal of Pharmaceutical Sciences, 60(5), 752–754.

Duffy, S. P.; Puri, V. M. (1994). Effect of moisture content on flow properties of powders.
ASAE Paper No. 944033.

Fitzpatrick, J. J.; Barringer, S. A.; Iqbal, T. (2004a). Flow property measurement of food
powders and sensitivity of Jenike’s hopper design methodology to the measured
values. Journal of Food Engineering, 61(3), 399–405.

Fitzpatrick, J. J.; Iqbal, T.; Delaney, C.; Twomey, T.; Keogh, M. K. (2004b). Effect of
powder properties and storage conditions on the flowability of milk powders with
different fat contents. Journal of Food Engineering, 64(4), 435–444.

Ganesan, V., Rosentrater, K., & Muthukumarappan, K. (2008). Flowability and handling
characteristics of bulk solids and powders – a review with implications for DDGS.
Elsevier, 425-435.

Hollenbach, A. M.; Peleg, M.; Rufner, R. (1982). Effect of four anticaking agents on the bulk
characteristics of ground sugar. Journal of Food Science, 47, 538–544.

Hollenbach, A. M.; Peleg, M.; Rufner, R. (1983). Interparticle surface affinity and the bulk
properties of conditioned powders. Powder Technology, 35, 51–62.

Irani, R. R.; Callis, C. F.; Liu, T. (1959). Flow conditioning and anticaking agents. Industrial
and Engineering Chemistry, 51(10), 1285–1288.

Johanson, J. R. (1978). Know your material-how to predict and use the properties of bulk
solids. Chemical Engineering 9–17, (Deskbook issue).

Julia, Dulce. (2011). Cara mengetahui ukuran suatu partikel. (online). https://dulcejulia91
.files.wordpress.com/.../cara-mengetahui-ukuran-suatu-partikel.doc (diakses tanggal
18 Agustus 2016 Pukul 20:15 wib).

Marinelli, J.; Carson, J. W. (1992). Solve solids flow problems in bins, hoppers and feeders.
Chemical Engineering Progress, 88(5), 22–28.

Moreyra, R.; Peleg, M. (1981). Effect of equilibrium water activity on the bulk properties of
selected food powders. Journal of Food Science, 46, 1918–1922.
Nash, J. H.; Leiter, G. G.; Johnson, A. P. (1965). Effect of antiagglomerant agents on
physical properties of finely divided solids. Industrial and Engineering Chemistry, 4,
140–145.

Peleg, M. (1983). Physical characteristics of food powders. In: Physical Properties of Foods
(Peleg M; Bagley E eds), pp. 293–323. New York: AVI.

Peleg, M.; Hollenbach, A. M. (1984). Flow conditioners and anticaking agents. Food
Technology, 38(3), 93–102.

Peleg, M.; Mannheim, C. H. (1973). Effect of conditioners on the flow properties of


powdered sucrose. Powder Technology, 7, 45–50.

Perez, M. F.; Flores, R. A. (1997). Particle size of spray dried soymilk. Applied Engineering
in Agriculture, 13(5), 647–652.

Prescott, J. K.; Barnum, R. A. (Oct 2000). On powder flowability. Pharmaceutical


Technology 60–84.

Rockland, L. B. (1960). Saturated salt solutions for static control of relative humidity
between 5 C and 40 C. Analytical Chemistry, 32(10), 1375–1376.

Shamlou, P. (1988). Handling of Bulk Solids Theory and Practice. London: Butterworths.

Stanford, M. K.; Corte, C. D. (2002). Effects of humidity on the flow characteristics of PS304
plasma spray feedstock powder blend. NASA/TM-2002-211549. Ohio.

Woodcock, C., & Mason, J. (2012). Bulk Solids Handling: An Introduction to the Practice
and Technology. Springer Science & Business Media.

Yan, H.; Barbosa-Canovas, G. V. (1997). Compression characteristics of agglomerated food


powders: effect of agglomerate size and water activity. Food Science and Technology
International, 3(5), 351–359.

Anda mungkin juga menyukai