Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH EMBRIOLOGI

ASPEK BIOLOGI MOLEKULAR EMBRIOLOGI


SISTEM REPRODUKSI PRIA

DISUSUN OLEH :
NOVATALIA BATOSAMMA
NIM : 1710911220041

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2017-2018
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah saya dapat
terselesaikan dengan judul "ASPEK BIOLOGI MOLEKULAR EMBRIOLOGI
SISTEM REPRODUKSI PRIA".
Dalam makalah ini dijelaskan tentang konsep teori aspek biomolekular
embriologi sistem reproduksi pria. Makalah ini juga ditunjukkan untuk
memenuhi tugas yang diberikan kepada saya. Saya hanya manusia biasa tempat
dimana ada kesalahan-kesalahan, maka saya mohon maaf apabila ada
kesalahan-kesalahan dan kekurangan di dalam makalah yang saya buat ini.
Mungkin dari yang telah membaca makalah tersebut, saya sangat mengharapkan
dapat memberikan saran dan kritik guna untuk membangun kelengkapan dari
makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi yang membacanya. Dan sebelumnya
saya meminta maaf jika ada kata yang salah dan Terima kasih banyak atas
perhatiannya. Selamat membaca.
DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar
2. Daftar isi
3. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan masalah
4. BAB II PEMBAHASAN
5. BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
6. DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Alat reproduksi merupakan suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat
dalam organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak. Siorganisme
berbeda antara jantan dan betina. Sistem organisme pada wanita berpusat pada
ovarium sedangkan pada pria berpusat pada kedua testis. Ovarium dan testis
merupakan gonad yang merupakan tempat di mana benih berupa sel telur dan
sperma diproduksi untuk selanjutnya mengalami fertilisasi untuk melakukan
reproduksi baik pada hewan maupun manusia. Alat reproduksi tidak hanya
berpusat pada gonad, namun terdapat bagian- bagian lain dari alat reproduksi
yang berperan dalam sistem reproduksi pada hewan dan manusia. Sistem
reproduksi yang lengkap terdiri atas: 1) gonad, berupa ovarium pada betina dan
testis pada jantan,2) duktus gonadal, yaitu tuba fallopii pada betina serta ductus
efferens, ductus epididimis, dan ductus deferens pada jantan, 3) struktur yang
berhubungan dengan perjalanan sel spermatozoa dari penis pada jantan dan
penerima pada betina yaitu vulva dan vagina, 4) bagian khusus dari sistem
ductus pada betina, yaitu uterus yang pada keadaan tertentu dapat dimodifikasi
menjadi penerima dan pemberi makan konseptus. Sel spermatozoa yang
merupakan sel kelamin jantan awal mulanya ditemukan oleh Ham pada 1667
dan dilaporkan kepada Anthoni van Leeuwenhoek dan olehnya sel spermatozoa
ini dipelajari dan hasilnya dilaporkan ke Royal society di Inggris. Di lain pihak,
de Graff pada 1672 menemukan sel telur pada betina dan pada 1827 Karl Ernst
von Baer menemukan benda-benda kecil di dalam folikel de Graff yang identik
dengan sel-sel telur yang ditemukan di dalam tuba fallopii yang ternyata adalah
sel kelamin yang sudah masak. Bakat sel kelamin baru diketahui jauh setelah sel
kelamin diketahui. Waldeyer pada 1870 mengemukakan bahwa bakat sel
kelamin berasal dari sel-sel epitel coelome yang membungkus bakal kelenjar
kelamin yang disebut gonad. Nussbaum pada 1880 melakukan penelitian pada
katak dan ikan trout dan menemukan bahwa bakal sel kelamin terdapat di luar
gonad. Dari tempat tersebut kemudian pindah ke dalam gonad dan
perpindahannya terjadi pada awal perkembangan embriologi. Setelah
perpindahan sel kelamin yang disebut sebagai sel germinal primordial menuju
gonad, terjadilah perkembangan berikutnya mulai dari tahap indifferent yaitu
belum dapat dibedakan antara jenis kelamin jantan dan betina hingga tahap
different yaitu telah terbentuk alat kelamin yang membedakan antara jantan dan
betina atau pria dan wanita serta terbentuknya alat reproduksi yang lengkap
(Soenardirahardjo et al, 2011).
B. TUJUAN
- Dapat mengetahui dan memahami tentang perkembangan alat reproduksi pada
masa embrional.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Organ Genetalia pria
2. Pembentukan Sel Germinal Primordial
3. Perkembangan Organ Genetalia
4. Tahap Indiferen Gonad
5. Tahap Diferen Gonad.
6. Regulasi Molekuler Perkembangan Duktus Genetalia
7. Perkembangan Duktus Genetalia pria
8. Perkembangan Genetalia Eksterna pria
9. Spermatogenesis
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Sistem Genitalia pria


Organ Reproduksi pada Pria meliputi : Organ Genitalia Eksterna, Organ
Genitalia Internal, dan juga Kelenjar pada Organ Reproduksi Pria.
1. Organ Genitalia Eksterna
Organ genitalia eksterna terdiri dari :
A. Penis
Penis berasal dari berasal dari bahasa latin Phallus yang artinya ekor. Penis
merupakan organ eksternal karena berada di luar ruang tubuh. Pada penis
terdapat 3 jaringan erektil yang besar,yang masing-masing mengandung
sejumlah besar pembuluh darah yang beranastomosa. Kedua kumpulan jaringan
erektil dorsal,tersambung oleh jembatan dari jenis jaringan yang sama, yaitu
Korpus kavernosa. Kumpulan ventral yang lebih kecil, yang mengelilingi uretra,
dan membungkus uretra disebut Korpus spongiosum. Ujung penis disebut
dengan glans penis. Badan kavernosa dikelilingi oleh selubung jaringan
penyambung padat, yakni Tunika albuginea.Uretra pada penis dikelilingi oleh
jaringan erektil yang rongga-rongganya banyak mengandung pembuluh
darah.Darah dibawa ke penisoleh arteria penis,yang bercabang untuk
membentuk arteria dorsal dan arteri bagian dalam yang berpasangan. Penis
mempunyai suplai darah yang melimpah dalam hal urat saraf spinal,
simpatik,dan parasimpatik dan banyak organ ujung sensoris.
Penis memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Alat untuk membuang air seni
2. Sebagai alat untuk senggama (kopulasi).
B. Skrotum (Scrotum)
Skrotum merupakan kantung yang membungkus testis. Skrotum terletak
diantara penis dan anus serta di depan perineum. Skrotum berjumlah sepasang
yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Diantara skrotum kanan dan skrotum kiri
dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot dartos). Otot
dartos berfungsi untuk menggerakkan skrotum sehingga dapat mengerut dan
mengendur. Di dalam skrotum juga terdapat serat-serat otot yang berasal dari
penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster.
Fungsi utama skrotum adalah untuk memberikan kepada testis suatu lingkungan
yang memiliki suhu 1-80C lebih dingin dibandingkan suhu tubuh. Fungsi ini
dapat terlaksana disebabkan adanya pengaturan oleh sistem otot rangkap yang
menarik testis mendekati dinding tubuh untuk memanasi testis atau membiarkan
testis menjauhi dinding tubuh agar lebih dingin. Suhu testis pada manusia 340C.
Pengaturan suhu dilakukan dengan mengeratkan atau melonggarkan skrotum,
sehingga testis dapat bergerak mendekat atau menjauhi tubuh.
2. Organ Genitalia Internal
Organ Genitalia Internal terdiri dari :
A. Testis
Testis disebut juga gonad jantan. Alat ini jumlahnya sepasang dan bentuknya
bulat telur. Testis tersimpan dalam suatu kantong yang disebut skrotum. Suhu
dalam skrotum 20 C lebih rendah dari suhu dalam rongga perut. Testis tertutup
kapsul jaringan penyambung yang berlapis dua. Lapisan luar dari testis, tunika
albuginea,yang tersusun dari jaringan berserat kolagen yang padat. Lapisan
dalam atau lapisan vaskulernya tersusun dari jaringan areoler yang lebih
longgar, kaya akan suplai pembuluh darah. Testis melaksanakan dua fungsi
yaitu :
1. Menghasilkan sperma (spermatozoa)
2. Mengeluarkan testosteron
Testis terdiri dari tubulus seminiferus yang padat,berkelok-kelok,yang di
dalamnya berlangsung spermatogenesis. Tubulus seminiferus dipenuhi oleh
lapisan sel sperma yang sudah atau tengah berkembang. Diantara tubulus
seminiferus, terdapat sel khusus yang disebut sel Leydig ataupun sel
Interstisium. Tubula seminiferus yang tergulung melilit, tertutup oleh lapisan
epitel germinal yang dapat mengandung sampai lima lapisan sel.
Testis kiri sering tergantung lebih rendah dari testis kanan. Testis terdiri dari
200-300 lobuli. Setiap lobulus mengandung beberapa tubuli seminiferus yang
berkelok-kelok. Dari tubulus seminiferus melanjutkan diri ke rete testis,dektus
eferen, epididimis, duktus deferen.
B. Epididimis
Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok-kelok dan keluar dari
testis. Epididimis terletak di dekat testis dan dikelilingi oleh suatu lipatan dari
tunika vaginalis. Epididimis berjumlah sepasang disebelah kanan dan kiri.
Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara sperma sampai
sperma menjadi matang dan bergerak menuju vas deferens. Sperma di dalam
epididimis selama 1-3 minggu dan selama waktu ini terjadi perubahan dalam
penampilan, kemampuan gerak, ukuran besarnya, daya tembus, membran,
kepekaan terhadap suhu, dan fungsi metabolisme. Peranan epididimis dalam
menunjang pemasakan sperma tergantung dari androgen, dan sel-sel epitel torak
utama yang melapisi epididimis membutuhkan androgen untuk memelihara
bentuk maupun fungsi sekresi dan absropsi.
C. Vas Deferens
Vas Deferens merupakan lanjutan dari duktus epididimis. Vas Deferens
merupakan saluran panjang dan juga lurus yang mengarah keatas dan berujung
di kelenjar prostat. Vas deferens dilapisi oleh epitel yang agak rendah. Vas
deferens tidak menempel pada testis dan ujung salurannya terdapat di dalam
kelenjar prostat. Vas deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma
dari epididimis menuju kantung semen atau vesikula seminalis.
D. Vas Ejakulatorius
Merupakan saluran pendek yang menghubungkan kantung semen dengan
uretra. Saluran ini berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar masuk kedalam
uretra.
E. Urethra
Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi. Uretra
merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di dalam penis. Uretra
berfungsi sebagai saluran kelamin yang berasal dari kantung semen dan saluran
untuk membuang urin dari kantung kemih.
3. Kelenjar pada Organ Reproduksi Pria
Kelenjar yang terdapat pada organ reproduksi pria terdiri dari :
A. Vesikula Seminalis
Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga
disebut sebagai kantung semen, berjumlah sepasang. Terdiri dari 2 saluran yang
berkelok-kelok dengan panjang ±15 cm. Menghasilkan getah berwarna
kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali. Disimpan di
dalam kelenjar dan dikeluarkan waktu ejakulasi oleh kontraksi otot polos.
Berfungsi menetralkan asam dalam saluran reproduksi wanita. Tinggi sel
vesikula seminalis dan derajat aktivitas proses sekresi tergantung pada
testosterone.
Duktus ejakulatori
Vas deferen
Vesikula seminalis
Prostat
Uretra
Ampula
B. Kelenjar Prostat
Kelenjar Prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan getah
putih yang bersifat asam yang dikeluarkan waktu ejakulasi. Kelenjar Prostat
dibagi 3 struktur yaitu : mukosa, submukosa, dan kelenjar utama. Kelenjar
utama menghasilkan sebagian besar volume sekresi prostat. Proses sekresi
prostat juga tergantung pada testosteron.
C. Kelenjar Cowper’s / Cowpery / Bulbourethra
Kelenjar Cowpery ini merupakan kelenjar yang menghasilkan getah berupa
lendir yang bersifat alkali yang terletak dibelakang ureta pars membranosa,
sekretnya bermuara ke uretra dan mempunyai bentuk mukoid. Berfungsi untuk
menetralkansuasana asam dalam saluran uretra.

1.2 Perkembangan Sel Germinal Primordial


Sejak awal tahun 1990 penyelidikan untuk mengetahui asal dari sel germinal
primordial telah dilakukan pada ikan, amfibia, ayam, tikus, kucing, marmut, dan
manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel germinal primordial ada yang
berasal dari sel-sel epitel germinal gonad (intra gonad), misalnya pada tikus,
kucing, dan marmut. Sedangkan pada ikan, amfibia, ayam, dan manusia, bakal
sel kelamin berasal dari dinding endoderm kantung kuning telur (yolk sac)
(ekstra gonad). Penelitian dilakukan untuk menjawab masalah mengenai asal sel
germinal primordial dan hubungannya dengan sel germinal definitif. Banyak
peneliti hewan invertebrata dan invertebrata mirip mamalia menyimpulkan
bahwa segresi awal selama periode perkembangan sel germinal primordial
menyebabkan pembentukan sel kelamin pada organisme. Pada reptil dan
burung, sel germinal primordial pertama kali ditemukan pada ujung eksterna
embrionik endoderm dariyolk sac. Dari bagian ini, sel mengadakan migrasi
secara aktif dengan gerakan amuboid masuk ke dalam embrio. Pada beberapa
burung sebagian besar masuk ke dalam embrio melalui aliran darah dan pada
akhir fase somit menempatkan diri dalam daerah epitel germinal. Daerah ini
kemudian dijadikan basis proliferasi selama periode perkembangan awal sampai
dibentuk sel telur atau sel spermatozoa. Pada mamalia, sel germinal primordial
terjadi pada fase presomit yang berasal dari bagian endoderm dan bagian
mesoderm yaitu di dinding yolk sac dekat dengan divertikulum allantois.
Kemudian sel mengadakan migrasi lewat
messentery ke regio epitel germinal atau gonadal blastema. Pada manusia, sel
ini nampak bermigrasi dari yolk sac ke dinding usus belakang (hind gut
melewati mesentery sampai berkumpul di genital ridge.
Peneliti lain menolak keberadaan sel germinal primordial atau bila ada hanya
diperlukan untuk perkembangan sel kelamin yang definitif. Secara
histokimiawi, sel germinal primordial yang diamati pada berbagai jenis hewan
merupakan sel yang melakukan segregasi awal yang menjadi asal sel telur dan
sel spermatozoa.

Gambar 1.1 Asal sel germinal primordial pada embrio akhir minggu ke-3

Sel germinal primordial harus mempunyai efek induktif pada blastema


mesenchyme gonad. Hubungan keduanya bersifat timbal balik, yaitu jika
germinal ridge tidak berkembang karena ketiadaan sel germinal primordial,
maka sel ini nampaknya tidak akan berdiferensiasi atau mempersiapkan
mesenchyme dari germinal ridge (Soenardirahardjo et al, 2011).

1.2 Perkembangan Organ Genitalia


Perkembangan embrional alat reprdoduksi berasal dari keadaan yang indiferen
dengan kedua jenis kelamin yang sama sampai awal minggu ke-7 dan barulah
organ polar yang spesifik berdiferensiasi dalam berbagai sudut pandang. Pada
dinding dorsal perut sebelah medial dari mesonefros tampak suatu tonjolan yang
cembung mirip rigi (gonadal ridge) pada minggu ke-5, yang terbentang dari
diafragma sampai ke panggul dan di tengahnya terdapat bakal gonad yang agak
menonjol ke depan. Di daerah bakal gonad, membran basal epitel coelom
menghilang sehingga dapat tumbuh ke dalam tanpa halangan dan sel kelamin
dengan organnya dapat mengalami suatu situasi penting bagi diferensiasi gamet
yang sangat spesifik dan terjadi kemudian. Namun, jaringan mesonefros tumbuh
dengan cepat pada bakal gonad, yang menginduksi dan mengatur perkembangan
lebih lanjut pada gonad melalui ekspresi faktor-faktor spesifik. Tanpa faktor ini,
bakal gonad tidak berkembang lebih lanjut. Mesonefros dengan demikian tetap
ada pada kedua jenis kelamin di daerah bakal gonad yang mula-mula
menerimanya, namun segera mengalami degenerasi di kranial dan kaudal. Di
sebelah lateral dari mesonefros akhirnya terbentuk ductus genitales yang lebar,
yaitu duktus Muller (duktus paramesonefros). Dengan demikian, mula-mula
terbentuk lekukan ke dalam pada epitel coelom, yang lalu bertambah menjadi
saluran epitel yang tumbuh di samping duktus Wolff ke arah kaudal sampai ke
sinus urogenitalis. Karenanya, tercipta dasar duktus bersama bagi kedua jenis
kelamin untuk diferensiasi organ kelamin bagian dalam lebih lanjut, yakni
keadaan indiferen yang merupakan asal perkembangan pria dan wanita pada
bulan ketiga (Rohen & Drecoll, 2003).

1.3 Tahap Indiferen Gonad


Sex secara genetik terbentuk pada saat embrio pada saat fertilisasi, sedangkan
secara morfologi gonad belum menunjukkan antara pria dan wanita sampai
minggu ke-7. Gonad pada awalnya merupakan sepasang rigi longitudinal yang
disebut genital atau gonadal ridge yang terbentuk dari proliferasi epitel dan
kondensasi dari lapisan mesenchyme. Sel germinal primordial belum tampak di
genital ridge sampai minggu ke-6 (Langman, 2009). Gonad bukan merupakan
asal dari sel kelamin dan bukan merupakan “kelenjar” dalam arti sebenarnya,
melainkan tempat sel germinal dalam perjalanannya di
ductus genitales mengalami diferensiasi spesifik. Sel-sel germinal primordial
kemungkinan mengembara dari yolk sac melalui tangkai penghubung
(connecting stalk) atau juga dari epiblas ke dalam rongga tubuh bakal embrio
pada tahap dini. Sel-sel yang cepat bertambah banyak melalui mitosis, bergerak
dan mengembara seperti amoeba (kira-kira pada hari ke-28 sepanjang mesentery
dorsal dari
hind gut, tiba di gonad primitif pada awal minggu ke-5 dan menempati genital
ridge pada minggu ke-6. Apabila mereka gagal menempati genital ridge pada
masanya maka gonad tidak akan terbentuk (Langman,2009).
Gambar 1.2 A. Embrio minggu ke-, menunjukkan sel germinal primordial di
dinding yolc sac dekat dengan allantois, B. Pergerakan sel germinal primordial
sepanjang dinding hind gut dan dorsal mesentery menuju genital ridge.

Gambar 1.3 Minggu ke-6 gonad indiferen dengan korda seks primitif. Beberapa
sel germinal primordial dikelilingi oleh sel-sel dari korda sek primitif

Sel kelamin mulanya dapat ditemukan di epitel permukaan yang juga disebut
epitel benih. Sel-sel epitel coelom cepat tumbuh ke dalam dengan membawa
sel-sel germinal dan kemudian selalu mempertahankan hubungan sel yang erat
dengan sel-sel germinal tersebut yang penting untuk diferensiasi sel-sel ini. Sel
epitel coelom menunjang metabolisme sel germinal dan mengatur
perkembangan selanjutnya dengan cara yang spesifik. Sel epitel coelom
berdiferensiasi di dalam testis menjadi sel sertoli dan di dalam ovarium menjadi
sel epitel folikel. Dengan cara ini, pada bakal gonad embrio terbentuk dua
daerah yang berhadapan dan memiliki zat penginduksi yang berbeda, yaitu
korteks dan medula. Sel germinal mula-mula tetap berada di korteks dalam
pengaruh sel-sel sertoli atau sel epitel folikel. Medula sebaliknya lebih
(biasanya) dipengaruhi inhibisi dari blastema mesonefros.

Gambar 1.4 Gonad indiferen. Panah merah = pengembaraan sel germinal


dari daerah usus, panah biru = penetrasi sel-sel mesonefros. b) Bakal testis,
kiri = stadium awal, kanan = stadium lanjut dengan tubulus seminiferus
(D), rete testis (R), duktus epididimis (NH), tunika albugenia (Ta), L = sel
leydig. c) bakal ovarium, kanan = stadium awal, kiri = stadium lanjut
dengan epitel benih (K), dan folikel telur (E), P = folikel primordial. 1 =
daerah korteks luar, 2 = daerah korteks, 3 = daerah medula

Masih belum diketahui mekanisme pengaturan perjalanan sel-sel germinal


primer dari mesoderm ekstra embrional ke bakal gonad. Karena sel-sel benih
tetap memiliki faktor transkripsi (protein-Oct4) yang diekspresikan pada semua
sel blastomer yang totipoten. Faktor ini juga diekspresikan pada sel-sel benih
tahap ke-3 dan pada oosit, namun tidak diekspresikan pada sperma. Pada
permukaan gonad, sel-sel germinal mempunyai faktor sel tunas, yang
melindungi sel-sel germinal dari terjadinya apoptosis (Rohen & Drecoll, 2003).
Sebelum dan selama sel germinal primordial sampai, epitel dari genital ridge
mengalami proliferasi dan sel epitel masuk ke lapisan mesenchyme sehingga
membentuk beberapa bentuk korda yang tidak beraturan yang dinamakan
primitive sex cords (korda seks primitif). Pada pria dan wanita, korda tersebut
berhubungan dengan permukaan epitel dan tidak mungkin dapat dibedakan
antara gonad pria dan wanita. Gonad dalam keadaan ini dinamakan indifferent
gonad (gonad indiferen) (Langman, 2009).

1.4 Tahap Diferen Gonad


Pada akhir minggu ke-7 diferensiasi seksual bakal gonad baru dikenali. Gonad
yang terbetuk dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. 4.1 Testis
Embrio dikatakan secara genetik adalah pria apabila sel germinal primordial
membawa kromosom seks komplek XY. Di bawah pengaruh dari gen SRY pada
kromosom Y yang mengkode testis determining factor, korda seks primitif
berkembang secara proliferatif dan masuk lebih dalam ke medula untuk
membentuk testis atau ke dalam korda medula. Untuk menuju bagian hilus dari
kelenjar, korda berpisah ke bagian untaian sel kecil yang nantinya akan
menjadi tubulus dari rete testis. Selama perkembangan yang lebih lanjut, lapisan
padat dari jaringan konektif fibrosa yaitu tunica albugenia memisahkan korda
testis dari permukaan epitel (Langman, 2009).
Skema 2.1 Pengaruh sel germinal primordial pada gonad indiferen
Gambar 1.5 A. Testis 8 minggu, B. Testis dan duktus genital 4 bulan

Pada testis, sel-sel epitel coelom yang tumbuh di dalamnya (sel pra-sertoli),
membentuk korda yang letaknya sedemikian dekat satu sama lain dan saling
terjalin satu dengan yang lain (korda seksual, “duktuli pluger”) yang merupakan
tempat tinggal sel germinal dan terhambatnya diferensiasi sel tersebut lebih
lanjut oleh faktor-faktor inhibitorik. Di dalam mesenchyme yang tumbuh dari
mesonefros muncul sel yang lebih besar dan memproduksi hormon, yaitu sel
Leydig janin yang sudah memproduksi testosteron dari minggu ke-8 yang
penting untuk kelanjutan perkembangan seksual yang spesifik pada janin. Pada
minggu ke-10, anyaman korda seksual mulai memudar. Struktur tersebut
membentuk tubulus seminiferus yang independen dan sangat berliku-liku yang
memisahkan korteks dari epitel benih melalui lapisan jaringan ikat kasar (tunika
albugenia). Kini sel-sel germinal tidak dapat lagi mencapai testis. Sisa sel-sel
yang tersebar di korteks mulai berdegenerasi. Oleh karena saluran kecil sperma
(tubulus seminiferus) berakhir buntu dan simpai testis menebal melalui tunica
albugenia, pengeluaran sel germinal hanya dapat terjadi ke arah dalam. Agar
penyaluran sperma dapat terjadi, terjadi diferensiasi duktus mesonefros yang
berbatasan dengan testis menjadi duktus eferens dan bersatu di atas rete
testisdengan tubulus seminiferus. Di bawah pengaruh testosteron, duktus Wolff
di daerah gonad menjadi saluran epididimis dan ke arah distal menjadi saluran
sperma (duktus deferens). Dari minggu ke-20 pada dasarnya testis sudah
mencapai tahap diferensiasi tersebut, yang setelah lahir tetap berlangsung
sampai pematangan seksual (pubertas) terjadi (Rohen & Drecoll, 2003).

Skema 1.2 Penentuan jenis kelamin pada janin

1.4.2 Ovarium
Pada embrio wanita dengan seks kromosom XX dan tidak ada kromosom Y,
korda seks primitif memisahkan diri ke dalam gugus-gugus sel yang tidak
teratur. Gugus sel ini terdiri atas sekelompok sel germinal primordial yang
menempati bagian medula dari ovarium. Selanjutnya menghilang dan
digantikan oleh stroma vaskular yang membentuk ovarium medula.
Gambar 1.6 A. Potongan melintang ovarium pada 7 minggu, B. Ovarium dan
duktus genital pada 5 bulan
Diferensiasi spesifik mulai terjadi belakangan secara keseluruhan, epitel coelom
pada orang dewasa membentuk korda epitel ke dalam blastema gonad, namun
tidak ada yang menembus sampai ke medula, namun tetap tinggal di daerah
korteks. Di korteks, sel tersebut berubah menjadi gumpalan sel dengan oogoni
yang berproliferasi di dalamnya melalui pembelahan mitosis yang cepat dan
berurutan. Secara keseluruhan, terbentuk sekitar 7 juta sel benih, namun dari
jumlah tersebut menjelang kelahiran menjadi 5-6 juta sel akan mati (Rohen &
Drecoll, 2003). Dari minggu ke-12 sampai ke-16, penggolongan lapisan lambat
laun dapat dikenali di bakal gonad. Di luar daerah korteks jaringan tebal dari sel
penunjang yang gelap berkembang dengan oogoni yang aktif berproliferasi.
Kemudian, terbentuk zona yang bertambah lebar, tempat oosit muncul pertama
kalinya, yang dimulai di dalam “bola telur” berepitel dengan pembelahan
pematangan pertama (meiosis), namun bertahan pada stadium profase.
Gambar 1.7 Oogenesis dan perkembangan folikel, kotak merah = tahap istirahat
dari primordial folikel yaitu saat profase I
Pada daerah korteks, anyaman longar mesenkim zona medula menutup dan
akhirnya menutup ke dalam rete blastema, di mana tidak ada sel telur yang
tersisa. Karena di dalam ovarium tidak terjadi perkembangan ductus genitales,
transportasi sel telur harus terjadi ke arah luar di tempat ini yang berkebalikan
dengan testis. Oleh sebab itu, perlu adanya sistem duktus besar kedua dari bakal
indiferen, yaitu duktus Muller yang berdiferensiasi menjadi tuba fallopii dan
uterus setelah terjadinya induksi hormonal (Rohen & Drecoll, 2003).

1.5 Regulasi Molekuler Perkembangan Duktus Genetalia


SRY merupakan master gen pada perkembangan testis dan berperan secara
langsung pada gonadal ridge dan secara tidak langsung pada duktus mesonefros.
Faktor ini juga menyebabkan testis menghasilkan faktor kemotaksis yang
menyebabkan tubulus dari duktus mesonefros menembus gonadal ridge dan
menstimulasi perkembangan testis lebih lanjut. Apabila hal ini tidak terjadi
maka diferensiasi dari testis akan gagal. SRY juga meregulasi steroidogenesis
factor 1 (SF1) yang berperan melalui faktor transkripsi yang lain yaitu SOX9,
untuk menginduksi diferensiasi dari sel Sertoli dan sel Leydig.

Gambar 2.8 Kromosom sex X dan Y, kromosom Y mengandung


SRY (sex determining region)
Selanjutnya, sel sertoli memproduksi mullerian inhibiting substance (MIS)yang
disebut juga anti mullerian hormon (AMH) yang menyebabkan duktus
paramesonefros (duktus Muller) mengalami regresi. Sel Leydig menghasilkan
hormon testosteron yang masuk ke dalam sel dari organ target yang mungkin
tetap atau diubah menjadi dehidrotestosteron oleh enzim 5α reduktase.
Testosteron dan dehidrotestosteron berikatan dengan protein reseptor
intraseluler spesifik dan secara otomatis komplek reseptor hormon berikatan
dengan DNA untuk meregulasi transkripsi dari gen spesifik jaringan dan produk
protein. Reseptor testosteron memodulasi virilisasi duktus mesonefros,
sedangkan reseptor dehidrotestosteron memodulasi diferensiasi dari genetalia
ekternal pria.
Diferensiasi seks pada wanita dianggap sebagai mekanisme yang terjadi karena
ketidakadaan dari kromosom Y, tetapi sekarang diketahui bahwa ada gen
spesifik yang menginduksi perkembangan ovarium. Seperti contoh, DAX1,
salah satu famili reseptor hormon yang berlokasi pada lengan pendek dari
kromosom X dan berperan sebagai downregulating SF1 yang mencegah
terjadinya diferensiasi sel Sertoli dan sel Leydig. Growth Factor WNT4 juga
membantu deferensiasi ovarium dan diekspresikan lebih awal pada gonadal
ridge pada wanita tetapi tidak pada pria. Tidak adanya produksi MIS oleh sel
Sertoli, duktus Muller akan distimulasi oleh estrogen untuk membentuk tuba
fallopii, uterus, cervix, dan vagina bagian atas. Estrogen juga berperan pada
genetalia eksterna pada tahap indiferen untuk membentuk labia mayora, labia
minora, klitoris, dan vagina bagian bawah.

Skema 1.3 Pengaruh kelenjar seks pada diferensiasi seks


1.6 Perkembangan Duktus Genetalia Pada Pria
Genetalia embrio masih bersifat indiferen sampai minggu ke-7. Lalu dalam
pengaruh hormon estrogen yang dibentuk di dalam blastema gonad, duktus
Muller terus berkembang menjadi tuba fallopii, uterus, dan bagian proksimal
vagina pada janin wanita, sedangkan pada saat yang sama mesonefros dan
duktus Wolff mengalami degenerasi.

Gambar 1.9 A. Duktus genital pada janin laki-laki 4 bulan, B. Duktus genital
setelah desensus testis

Pada janin laki-laki, terjadi hal yang sebaliknya, yaitu duktus Muller mengalami
degenerasi dalam pengaruh MIS, sedangkan dalam pengaruh testosteron,
mesonefros di daerah bakal gonad terus berdiferensiasimenjadi epididimis dan
duktus Wolff menjadi vas deferens (duktus deferens). Pada kedua jenis kelamin,
bakal gonad mengalami suatu penurunan (desensus) ketika ligamen genetal
bertindak sebagai penuntun. Gonad wanita pada proses penurunan hanya
mencapai pelvis minor yang juga berada di rongga perut. Testis mengembara
lebih jauh melalui kanalis inguinalis sampai ke skrotum (desensus testis)
sehingga ligamen gonadal ridge (gubernakulum testis) memendek dan testis
tertarik ke bawah melalui kanalis inguinalis dari duktus Muller hanya tersisa
suatu vesikel pada puncak atas testis, begitu juga pada bagian awal uretra, yaitu
utriculus prostaticus. Degenerasi duktus Muller diinduksi oleh MIS atau AMH.
Dari bagian akhir duktus Wolff yang kelak menjadi vas deferens, vesicula
seminalis tumbuh dengan salurannya yang disebut duktus ejakulatorius dan
bermuara ke dalam uretra.

Gambar 1.10 a) perkembangan organ genetalia yang indiferen, b)


perkembangan organ genetalia laki-laki

1.7 Perkembangan Genetalia Eksterna


Pada janin laki-laki genital tubercle yumbuh menjadi penis (glans penis, corpus
spongiosum dan uretra) dalam pengaruh testosteron yang terjadi pada minggu
ke-10, pada saat yang sama kedua lipatan genetalia memanjang dan menyatu di
tengah. Kedua lipatan tersebut membentuk corpus penis dengan kedua corpus
cavernosum. Namun, celah di tengah yang mula-mula tampak cepat menutup,
dapat tetap terbuka (hipospadia) pada malformasi. Kedua genital swelling
tumbuh bersama di medial dan membentuk skrotum, dengan raphe medialnya
yang menandakan sepasang bakal genital. Skrotum pada akhir masa janin
menerima testis beserta pelapisnya, juga penonjolan peritonium (tunica
vaginalis). Desensus testis seharusnya sudah selesai pada waktu lahir, yang
dapat dinilai sebagai tanda kematangan seksual pria.
Gambar 1.17 A. Pertumbuhan genetalia eksterna janin laki-laki pada minggu
ke-10, B. Potongan melintang palus selama pembentukan penile uretra, C.
Pertumbuhan bagian glandula dai penil uretra, D. Baru lahir
Gambar 2.18 A. Hipospadia, abnormal orificium uretra

1.8 SPERMATOGENESIS
Spermatogenesis adalah proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa.
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus dan diatur oleh hormon
Gonadtotropin dan Testosterone. Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel
induk spermatozoa atau spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli
berfungsi memberi makan spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di
antara tubulus seminiferus berfungsi menghasilkan testosteron.
Beberapa saat sebelum pubertas, tali benih berongga dan menjadi tubuli
seminiferi kira-kira pada saat yang sama sel benih primordial berkembang
menjadi spermatogonia, yang selanjutnya berdiferensiasi menjadi spermatid
primer. Setelah melipatgandakan DNA-nya memasuki tahap profase yang
berlangsung selama 16 hari, kemudian berkembang menjadi dua spermatid
sekunder. Selanjutnya mulailah pembelahan pematangan menghasilkan dua
spermatid yang mengandung 23 kromosom dan DNA.
Pada spermatogenesis, spermatid mengalami serangkaian perubahan yang
menghasilkan pembentukan spermatozoa. Perubahan ini adalah :
1. Pembentukan akrosom lebih dari setengah permukaan inti
2. Pemekatan inti
3. Pembentukan leher, lempeng tengah dan ekor
4. Meluruhkan sebagian besar sitoplasma
Pada manusia, perubahan spermatogonium menjadi spermatozoa matang
memerlukan waktu 72 hari. Spermiasi (Spermiation) adalah peristiwa pelepasan
sperma matang dari sel sertoli ke lumen tubulus seminiferus selanjutnya ke
epididimidis. Sperma belum memiliki kemampuan bergerak sendiri (non-motil).
Sperma non motil ini di transpor dalam cairan testicular hasil sekresi sel Sertoli
dan bergerak menuju epididimis karena kontraksi otot peritubuler. Sperma baru
mampu bergerak dalam saluran epidimis namun pergerakan sperma dalam
saluran reproduksi pria bukan karena motilitas sperma sendiri melainkan karena
kontraksi peristaltik otot saluran.

Hormon - Hormon Yang Berperan Dalam proses Spermatogenesis


Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon,
diantaranya:
a. Kelenjer hipofisis menghasilkan hormon peransang folikel (Folicle
Stimulating Hormon/FSH) dan hormon lutein (Luteinizing Hormon/LH).
b. LH merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada
masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin
sekunder.
c. FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding
Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai spermatogenesis.
d. Hormon pertumbuhan, secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada
spermatogenesis.
Sperma Dewasa
Spermatid
Spermatosit II
Spermatosit I
Spermatogonium
Primordial sel

A. Tahap – Tahap Spermatogenesis :


1. Spermatogonium
Merupakan tahap pertama pada spermatogenesis yang dihasilkan oleh testis.
Spermatogoium terbentuk dari 46 kromosom dan 2N kromatid.
2. Spermatosit Primer
Merupakan mitosis dari spermatogonium. Pada tahap ini tidak terjadi
pembelahan. Spermatosit primer terbentuk dari 46 kromosom dan 4N kromatid.
3. Spermatosit Sekunder
Merupakan meiosis dari spermatosit primer. Pada tahap ini terjadi pembelahan
secara meiosis. Spermatosit sekunder terbentuk dari 23 kromosom dan 1N
kromatid.
4. Spermatid
Merupakan meiosis dari spermatosit sekunder. Pada tahap ini terjadi
pembelahan secara meiosis yang kedua. Spermatid terbentuk dari 23 kromosom
dan 1N kromatid.
5. Sperma
Merupakan diferensiasi atau pematangan dari spermatid. Pada tahap ini terjadi
diferensiasi. Sperma terbentuk dari 23 kromosom dan 1N kromatid dan
merupakan tahap sperma yang telah matang dan siap dikeluarkan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Penentuan sex pada janin laki-laki dan perempuan terjadi setelah fertilisasi,
janin dapat dibedakan secara genetik melalui kromosom sex yaitu XX atau XY.
Awal perkembangan alat reproduksi pada janin dimulai dari terbentuknya sel
germinal primordial yang kemudian mengalami peristiwa hingga terjadilah
tahap indiferen gonad, di mana gonad masih belum dapat dibedakan antara
testis dan ovarium hingga minggu ke-7 embrional. Setelah akhir minggu ke-7
embrional barulah dikenali diferensiasi bakal gonad. Setelah gonad terbentuk,
perkembangan alat reproduksi terus berlanjut mulai dari perkembangan duktus
genetalia yaitu duktus mesonefros (duktus Wolff) dan duktus paramesonefros
(duktus Muller) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor molekuler hingga terbentuk
genetalia interna sampai akhir minggu ke-20. Pada wanita duktus Muller akan
berkembang menjadi tuba fallopii, uterus, dan vagina bagian atas, sedangkan
pada pria duktus Wolff akan berkembang menjadi duktus epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis, dan duktus ejakulatorius. Perkembangan genetalia
eksterna dipengaruhi oleh hormon estrogen pada wanita dan testosteron pada
pria. Pada janin perempuan lipatan genetalia akan berdiferensiasi menjadi bibir
labia minora, genital swelling menjadi labia mayora dan genital tubercle
menjadi klitoris dan corpus cavernosum clitoridis. Sedangkan perkembangan
vagina terbagi menjadi 2 yaitu vagina bagian atas berasal dari bagian yang sama
dengan uterus dan bagian bawah berasal dari sinus urogenitalis. Pada janin laki-
laki genital tubercle tumbuh menjadi penis (glans penis, corpus spongiosum,
dan uretra) dan pada saat yang sama karena pengaruh testosteron membentuk
corpus penis dengan kedua corpus cavernosum. Kedua genital swelling
membentuk skrotum yang berlanjut hingga terjadinya desensus dari testis pada
akhir kehamilan yang menunjukkan kematangan seksual pria.

B. SARAN
Pembahasan yang ada pada makalah ini sebatas fisiologi dari perkembangan
alat reproduksi yang perlu dilengkapi dengan patologinya atau abnormalitasnya
beserta contoh sehingga dapat menjadi perbandingan bila terjadi kasus tersebut
di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rohen, Johanes W, Drecoll, Elke Lutjen. 2003. Embriologi Fungsional,
Perkembangan Sistem Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.
2. Langman, Sadler T. W. 2009. Embriologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta:
EGC
3. Soenardirahardjo, Bambang P., Widjiati, Mafruchati, Maslichah,
Luqman, Muhammad. 2011. Buku Ajar Embriologi. Surabaya: Pusat
Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.
4. Syaifuddin. 1994. Anatomi Fisiologi untuk perawat. Penerbit buku
Kedokteran : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai