BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
konsep tentang gejala alam yang terjadi dimuka bumi ini. Salah Satu konsep yang
diterangkan dalam fisika adalah indeks bias. Indeks bias adalah perbandingan
yang tepat dan cepat untuk menentukan indeks bias, serta suatu metode yang
misalnya, untuk mengetahui kadar dan konsentrasi suatu sediaan ataupun obat-
percobaan ini.
2
percobaan ini diharapkan dapat menetapkan indeks bias dan persen kadar glukosa
B. TUJUAN PERCOBAAN
Mengukur konsentrasi gula dengan memanfaatkan prinsip indeks bias
C. PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan indeks bias dan % kadar glukosa dari beberapa sampel, yaitu
larutan glukosa 10%, 20%, 30% dan larutan jeruk dengan cara memasukkan
sampel pada refraktometer yang sudah dibersihkan berdasarkan cara kerjanya dan
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
3
A. DASARTEORI
Seberkas sinar bila di lewatkan dari suatu medium ke medium lainnya maka
arah dari sinar tersebut cendrung di biaskan. Pembiasan yang terjadi merupakan
parameter yang di ukur untuk menghitung indeks bias suatu senyawa. Indeks bias
n = Vvakum / V medium
n = sin i
sin r
Ket :
4
i = sudut yang di bentuk oleh berkas sinar datang dengan garis normal pada
r = sudut bias yang di bentuk oleh sinar setelah masuk ke dalam medium
kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk indentifikasi zat
tetapi pada banyak monografi indeks bias di tetapkan pada suhu 20˚. Suhu
untuk garis d cahaya natrim pada panjang gelombang deblet 589,0 nm dan 589,6
nm. Umumya alat ini rancang untuk di gunakan dengan cahaya yang putih tetapi
hal.1030
Refraktor alat dalam perdagangan umumnya di buat dengan sinar putih yang
telah di tera hingga dapat dinyatakan indeks bias yang menggunakan sinar
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia Edisi III (Jakarta
5
Refraktormeter adalah alat yang di gunakan untuk mengukur kadar atau
konsentrasi bahan terlarut. Misalnya : garam, gula, protein dsb. Prinsip kerja
1. Dari gambar di bawah terdapat 3 bagian yaitu : sampel, prisma dan papan
sudut refraksi akan lebar dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan
sampel besar. Maka pada papan skala sinar “ a” akan jatuh pada skala
rendah.
3. Jika sampel merupakan larutan pekat atau konsentrasi tinggi, maka sudut
refraksi akan kecil karena perbedaan refraksi prisma dan sampel kecil. Maka
pada papan skala sinar “b” akan jatuh pada skala besar.
adalah zat padat kering terlarut dalam suatu larutan ( gram per 100 gram larutan )
yang dihitung sebgai sukrosa. Zat yang terlarut seperti gula ( sukrosa, glukosa,
fruktosa dll ) atau garam gram klorida atau sulfat dari kalium, natrium, kalsium,
dll merespon diri sebagai brix dan dihitung setara dengan sukrosa.
6
Jika tidak dinyatakan lain gunakan refraktor abbe. Indeks bias diukur dalam
batas suhu + 0.2 C dari suhu yang dinyatak pada masing-masing monografiatau
buku yang telah disiapkan pabrikya dan melakukan pengecekan sering kali
air, destilasi, adalah 1,330 pada suhu 20˚C dan 1.3325 pada suhu 25˚C.
Refraktor abbe :
7
Hand refraktor memiliki flap imunilator yang mengahsilkan cahaya
mengukur kadar zat tertentu saja dan terbatasi jika kadar tidak terbaca
dengan pengenceran.
Refraktor tangan atau hand refraktor :
8
Penggunaan refraktormeter : larutan yang diukurindeks bias/di
teteskanpadaprisma refrak.
Catatan : pada waktu meneteskan, jangan sampai ada gelembung udara.
B. URAIAN BAHAN
1. Air (anonim.1979. FI III, Hal. 96)
Nama latin : aqua destilata
RM / BM : H2O / 18,20
Air suling di buat dengan penyuling air yang dapat
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai
rasa
Penyimpanaan : dalam wadah tertututp baik.
BAB III
METODE KERJA
A. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Hand refraktor
b. Gelasukur
c. Timbangan
d. Pipettetes
2. Bahan
a. Larutangulakonsentrasi 0 -30 %
9
b. Buah-buahan seperti semangka, papaya dan jeruk
c. Air
d. Tissue
B. PROSEDUR KERJA
1. Prisma di bersihkan dan dikeringkan dengan alcohol
2. Prisma ditetesi dengan air suling dan di rapatkan hingga diperoleh garis batas
yang bersih lanagan sehingga indeks bias dapat di baca pada skala dan suhu
juga diamati.
4. Pengukuranterhadapbeberapasampeljuga di lakukandengancara yang sama.
10
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. DATA PENGAMATAN
1. Aqudest Gambar :
11
3. Konsentrasi larutan gula 30 %
B. TABEL PENGAMATAN
Namasampel Konsentrasi
Larutangula 10 % 8,6 ° Brix
Larutanjeruk 11 °Brix
Larutakangula 23 °Brix
BAB V
PEMBAHASAN
memanfaatkan prinsip indeks bias. Indeks bias adalah perbandingan antara kecepatan
12
cahaya dalam ruang hampa dengan cepat rambat cahaya pada suatu medium. Indeks
bias juga dapat di artikan perbandingan antara keceptan cahaya dalam udara dengan
kecerahan cahaya dalam zat. Indeks bias suatu zat adalah pembelokan cahaya ketika
berkas cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias
berguna untuk mengidentifikasi zat serta mendeteksi ke tidak murnian minyak atsiri.
Jika cahaya melewati media kurang rapat ke media lebih padat, maka sinar akan
membelok dari garis normal indeks bias. Adapun factor yang mempengaruhi indeks
bias adalah :
13
Prinsip kerja dari alat ini adalah didasarkan pada pengukuran sudut kritis yaitu
sudut terkecil dari luas bidang dengan garis normal dalam medium yang indeks
biasnya besar.
aquadest dan dibiarkan sampai kering, Setelah itu permukaannya ditetesi dengan
Dari percoban yang dilakuakan, kami mendapati indeks bias yang berbeda
darisemuasampel yang ada, dan Setelah kami banding kan dengan Farmakope
Indonesia, ternyata yang nilainya sama hanyalah aquadest, sedangkan sampel yang
lain memiliki indeks bias yang lebih dan kurang dari ketetapan yang ada dalam
Farmakope Indonesia.
Dari hasil pengamatan sampel larutan gula 10 % adalah 8.6, larutan jeruk
dengan nilai 11dan larutan gula adalah 23. Berdasarkan hasil tersebut diketahui
14
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan terdapat beberapa kesimpulan :
Indeks bias larutan berbanding lurus dengan konsentrasi larutan tersebut
Semakin besar konsentrasi suatu larutan maka indeks bias akan semakin
besar dan sebaliknya apabila konsentrasi larutan semakin kecil maka akan
15
Indeks bias larutan gula lebih besar dibandingkan dengan indeks bias air
murni
B. SARAN
Sebaiknya pada percobaan berikutnya dapat dijelaskan grafik hubungan antara
konsentrasi dengan indeks bias, dapat dilihat garis lurus yanga saling berakaitan
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
16
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
panjang gelombang yang dapat bervibrasi kesegala arah. Cahaya putih dapat
gelombang) dengan menggunakan suatu filter atau sumber cahaya yang khusus.
18
Peristiwa polarisasi tidak dapat diamati secara langsung oleh mata manusia,
sehingga diperlukan suatu alat yang dapat membantu untuk menunjukan gejala
itu melalui alat ini dapat dilihat pula bagaimana larutan optic aktif seperti larutan
yang dapat dilakukan melalui polarimeter ini lah yang melatar belakangi
B. TUJUAN PERCOBAAN
C. PRINSIP PERCOBAAN
Pengukuran daya putar optis suatu zat yang menimbulkan terjadinya
Cahaya terpolarisasi kemudian melewati senyawa optis atif yang akan memutar
bidang cahaya terpolarisasi dengan arah tertentu. Prisma Nicol kedua yang
disebut analisator akan membuat cahaya dapat melalui celah secara maksimum.
Rotasi optis yang diamati atau diukur dari suatu larutan bergantung kepada
jumlah senyawa dalam tabung sampel, panjang jalan atau larutan yang dilalui
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
Suatu molekul yang memiliki atom pusat asimetris disebut molekul kiral.
Molekul seperti ini dapat merespon dan memutar cahaya sebagaimana lensa.
Kemampuan untuk memutar cahaya ini disebut sifat optis aktif. Senyawa optis
enantiomer memutar cahaya dengan sudut yang sama besar tetapi dengan arah
1. Analisis kualitatif
20
Untuk mengamati perputaran cahaya, maka cahaya yang melewati larutan
segala arah (cahaya tidak terpolarisasi). Cahaya terpolarisasi bidang dibuat dari
terpolarisasi bidang melewati larutan optis aktif maka cahaya tersebut akan
mengalami perputaran.
gelombang transversal menjadi satu arah. Dalam radiasi tak terkutubkan, vektor
berosilasi ke semua arah tegak lurus pada arah perambatan. Polarisasi cahaya
terpolarisasi, medan listrik bervibrasi ke semua arah, tegak lurus pada arah
medan listrik terkurung ke satu arah dan radiasi dikatakan sebagai cahay terkutub
–bidang. Bidang cahaya yang terkutub-bidang dapat diputar bila melewati zat
Menurut Soekardjo (2002 :430) polarisasi dapat dibagi menjadi dau , yaitu :
elektrode.
21
Gelombangcahaya terpolarisasi terletak pada satu bidang yaitu bidang getar
berputar ke arah kanan atau kiri. Proses pemuutaran bidang getar cahaya
∝D20= ∝l×c
Apabila rotasi spesifik telah diketahui dari tabil yang telah ada, maka dengan
rumus di atas dapat dihitung konsentrasi larutan. Analisis kuantitatif ini dilakukan
22
Polarimeter adalah alat yang didesain untuk mempolarisasikan cahaya dan
kemudian mengatur sudut rotasi bidang polarisasi cahaya oleh suatu senyawa
aktif optis yang prinsip kerjanya didasarkan pada pemutaran bidang polarisasi
(Anonim, 2010).
1. Struktur molekul
2. Panjang gelombang
3. Temperatur
4. Konsentrasi
Di industri gula di Indonesia, polarimeter digunakan ada yang manual dan ada
suugar scale (ṡ), sedangkan yang digital umumnya sudah menunjukkan ṡ atau ẑ
(Anonim,2010).
Sukrosa (gula ) dapat terhidrolisis karena pengaruh asam atau enzim invertase,
sedut (inversi) dari pemutaran kanan menjadi pemutaran kiri. Sukrosa adalah
pemutaran kanan (putaran jenis +66,53), glukosa juga pemutaran kanan putaran
jenis +52,7), tetapi fruktosa adalah pemutaran kiri (putaran jenis -92,4), daya
pemutaran kiri fruktosa ternyata lebih besar dari daya pemutaran kanan glukosa.
23
Sukrosa glukosa + Fruktosa
putaran optik yang dihasilkan oleh suatu zat yang bersifat optis aktif yang
terdapat dalam larutan. Jadi polarimeter ini merupakan alat yang didesain khusus
untuk mempolarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif. Senyawa optis aktif
adalah senyawa yang dpat memutar bidang polarisasi, sedangkan yang dimaksud
dengan polarisasi adalah pembatasan arah getaran (vibrasi) dalam sinar atau
Untuk mengetahui besarnya polarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif,
maka beesarnya perputaran itu bergantung pada beberapa faktor yakni : struktur
jenis zat, ketebalan, konsentrasi dan juga pelarut. Polarisasi bidang dilakukan
suatu larutan yang mengandung suatu enantiomer tunggal maka bidang polarisasi
itu diputar kekanan atau kekiri. Perputaran cahaya terpolarisasi-bidang ini disebut
rotasi optis. Suatu senyawa yang memutar bidang polarisasi suatu senyawa
24
terpolarisasi-bidang dikatakan bersifat aktif optis. Karena inilah maka enantimer-
Prinsip kerja alat polarimeter adalah sebagai berikut, sinar yang datang dari
diputar-putar sedangkan analizer dapat diatur atau di putar sesuai keinginan. Bila
polarizer dan analizer saling tegak lurus (bidang polarisasinya juga tega lurus),
maka sinar tidak ada yang ditransmisikan melalui medium diantara prisma
polarisasi. Peristiwa ini disebut tidak optis aktif. Jika zat yang bersifat optis aktif
ditempatkan pada sel dan ditempatkan diantara prisma terpolarisasi maka sinar
akan ditransmisikan. Putaran optik adalah sudut yang dilalui analizer ketika
diputar dari posisi silang ke posisi baru yang intensitasnya semakin berkurang
hingga nol.
Untuk menentukan posisi yang tepat sulit dilakukan, karena itu digunakan apa
yang disebut “setengah bayangan” (bayangan redup). Untuk mancapai kondisi ini,
memberikan pemadaman pada kedua sisi lain, sedangkan ditengah terang. Bila
analyzer diputar terus setengah dari medan menjadi lebih terang dan yang lainnya
redup. Posisi putaran diantara terjadinya pemadaman dan terang tersebut, adalah
posisi yang tepat dimana pada saat itu intensitas kedua medan sama. Jika zat yang
25
bersifat optis aktif ditempatkan diantara polarizer dan analizer maka bidang
ke posisi semula, analizer dapat diputar sebesar sudut putaran dari sampel.
Sudut putar jenis ialah besarnya perputaran oleh 1,00 gram zat dalam 1,00 mL
larutan yang barada dalam tabung dengan panjang jalan cahaya 1,00 dm, pada
digunakan ialah 589,3 nm, dimana 1 nm = 10-9m. Sudut putar jenis untuk suatu
senyawa (misalnya pada 25o C) Macam macam polarisasi antara lain, polarisasi
pembiasan ganda.
dengan arah tertentu dan menyerap hampir semua arah polarisasi yang lain.
sempurna.
26
kesegala arah. Sifat bahan isotropik yang demikian dinyatakan oleh indeks
Pada kristal – kristal tertentu misalnya kalsit dan kuartz, kecepatan cahaya
didalamnya tidak sama kesegala arah. Bahan yang demikian disebut bahan
anisotropik ( tidak isotropik). Sifat anisotropik ini dinyatakan dengan indeks bias
mempunyai bentuk dengan sifat berbeda. Jika D-glukosa dikristalkan dari air
maka dihasilkan bentuk yang disebut dengan α-D-glukosa yang rotasi spesifiknya
adalah [α]= +112,2o. Jika D-glukosa dikristalkan dari piridin maka dihasilkan β-
D-glukosa dengan [α]= +18,7o. Jika α-D-glukosa dilarutkan dalam air maka rotasi
nilai stabil pada 52,7o. Jika β-D-glukosa diperlakukan sama, maka rotasinya akan
sepertiga α-D-glukosa dan dua per tiga β-D-glukosa dan sejumlah kecil senyawa
berantai lurus pada suhu 25oC. Jadi isomer α dan β dari D-glukosa bersifat dapat
27
BAB III
PROSEDUR KERJA
1. Alat
c. Pipet tetes
d. Batang pengaduk
e. Polarimeter
2. Bahan
a. Aquadest
28
b. Larutan gula
B. CARA KERJA
aquadest dan diusahakan tidak boleh ada gelembung udara dalam sel.Sel
lensa mata maaju mundur . Pembacaan ini dicatat sebagai titik nol.Harga titik
2. Sel dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan larutan sampel . Dengan
menggunakan rumus
29
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. DATA PENGAMATAN
30
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan rotasi optic dengan prinsip
gelombang transversal menjadi satu arah. Dalam radiasi tak terkutubkan, vektor
berosilasi ke semua arah tegak lurus pada arah perambatan. Polarisasi cahaya
merupakan vektor gelombang cahaya ke satu arah. Dalam cahaya tak terpolarisasi,
medan listrik bervibrasi ke semua arah, tegak lurus pada arah perambatan. Sesudah
dipantulkan atau ditransmisikan melalui zat tertentu, maka medan listrik terkurung ke
satu arah dan radiasi dikatakan sebagai cahay terkutub –bidang. Bidang cahaya yang
terkutub-bidang dapat diputar bila melewati zat tertentu (dantith, 1990 : 342-343).
31
Pada praktikum ini, tidak dilakukan pengamatan secara komprehensif
dilakukan secara sederhana. Secara garis besar, percobaan ini dilakukan untuk
memahami prinsip kerja polarimeter, dan mengukur sudut putar jenis larutan gula
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Percobaan kali ini yaitu dengan topic Rotasi Optik dan bertujuan untuk
memahami dan mempelajari prinsip polarisasi dan mengukur sudut putar jenis
larutan gula. Alat yang digunakan dalam praktikkum ini, yaitu polarimeter.
cahaya menuju prisma Nicol pertama, dan analisator, yaitu Polaroid yang dapat
gelombang menjadi sama dengan arah getar Polaroid dengan cara menyerap
32
gelombang yang memiliki arah getar berbeda dan meneruskan gelombang dengan
B. SARAN
Percobaan ini harus mendapatkan bimbingan lebih lanjut dan juga perhatian
yang lebih khusus agar praktikkum ini dapat dilaksanakan dan mahasiswa dapat
memahami tentang praktikum khususnya dalam hal ini, yaitu tentang rotasi optic.
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
33
34
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang massa jenis dalam sebuah praktikum sangat penting
mengingat bahwa pengetahuan tentang massa jenis akan selalu kita butuhkan dan
dalam penelitian.
Pengidentifikasian suatu zat kimia dapat diketahui berdasarkan sifat-sifat
yang khas dari zat tersebut. Sifat-sifat tersebut dapat dibagi dalam
beberapa bagian yang luas. Salah satunya ialah sifat intensif dan sifat ekstensif.
Sifat tekstensif adalah sifat yang tergantung dari ukuran sampel yang sedang
diselidiki. Sedangkan sifat intensif adalah sifat yang tidak tergantung dari ukuran
sampel. Kerapatan atau densitas merupakan salah satu dari sifat intensif. Dengan
kata lain, kerapatan suatu zat tidak tergantung dari ukuran sampel.
35
Untuk menentukan massa benda dapat dilakukan dengan menimbang benda
tersebut dengan timbangan yang sesuai, seperti neraca analitik atau yang lainnya.
Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat
terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama,
jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah berat jenis, dilihat dari definisinya,
sangat lemah; akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relative
Cara penentuan bobot jenis ini sangat penting diketahui oleh seorang calon
farmasis, karena dengan mengetahui bobot jenis kita dapat mengetahui kemurnian
untuk gas. Dalam farmasi, perhitungan berat jenis terutama menyangkut cairan,
zat padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar
jenisnya maka kita dapat menentukan apakah suatu zat dapat bercampur atau
BAB II
36
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
Bobot per mL suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding
dengan volume zat pasa suhu trtentu (biasanya 20 ℃ ). Bobot jenis adalah
perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang ditimbang di udara pada
jenis digunakan hanya untuk cairan dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada
perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25 ℃ terhadap bobot air dengan
volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan pada monografi, bobotjenis
adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang ditetapkan terhadap bobot
air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 ℃ zat berbentuk
padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing
padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar
menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Bobot jenis untuk
suatu zat terhadap massa sejumlah volume air pada suhu 4 ℃ atau temperature
37
Pengujian bobot jenis dilakukan untuk menentukan 3 macam bobot jenis yaitu
:
1. Bobot jenis sejati
Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk rongga yang
tertutup.
1. Penentuan bobot per mL dengan piknometer
Penentuan bobot jenis suatu zat cair (air suling, alcohol dan gliserin )
berisi zat cair yang diuji. Selisih penimbangan adalah massa zat cair tersebut
pada pengukuran suhu (20 ℃ ) dan dalam volume konstan, tertera pada
piknometer. Maka bobot jenis zat cair tersebut adalah massanya sendiri dibagi
kosong dan piknometer berisi zat cair yang ingin diuji. Selisih dari
penimbangan adalah massa zat cair tersebut pada pengukuran suhu kamar (25
pikno yang berisi aquadest . maka bobot jenis zat cair tersebut perbandingan
bobot zat cair tersebut terhadap air volume sama yang ditimbang di udara
38
3. Penentuan rapat jenis dan bobot jenis dengan metode hydrometer
Penentuan bobot jenis ( air suling , gliserin )dengan memasukkan zat cair
yang terbaca pada permukaan zat cair menunjukkan bobot jenis zat cair
tersebut.
massa cairan dan penentuan ruang , yang ditempati cairan ini. Untuk itu
tergantung pada balok timbangan yang ditoreh menjadi 10 bagian sama dan
dilaksanakan.
39
Metode Areometer. Penetuan kerapatan dengan aerometer berskala
tabung gelas tercelup yang sepihak diberati dan pada kedua ujungnya ditutup
dengan pelelehan.
B. MONOGRAFI BAHAN
1. Air Suling (anonim.1979.FI III Hal. 96)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai
rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
40
Pemerian : cairan seperti sirop;jernih,tidak berwarna; tidak berbau; manis
lemak.
Indeks bias : Antara 1,471 dan 1,474
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
KegunaaN : Zat tambahan
BAB III
PROSEDUR KERJA
41
Thermometer
Gelas ukur
Beaker glas
2. Bahan
Aquadest
Alkohol 96% /aseton
Sampel : alcohol, gliserin,
B. CARA KERJA
1. Menentukan Bobot per mL menggunakan piknomete.
a. Bersihkan piknometer hingga tidak meninggalkan bekas tetesan air
dengan kain bersih . biarkan pada suhu kamar dan timbang secar teliti
42
e. Setelah suhu mencapai tepat 20 ℃ segera piknometer di tutup dan lap
dengan kain bersih . biarkan pada suhu kamar dan timbang secar teliti
kali.
f. Aquadst dikeluarkan , bilas dengan aseton / alcohol (90%), keringkan.
g. Isikan zat cair yang akan di ukur ke dalam piknometer hingga penuh.
h. Seluruh piknometer mencapai 20 ℃ menggunakan thermometer.
i. Setelah suhu mencapai tepat 20 ℃ segera piknometer di tutup dan lap
dengan kain bersih . biarkan pada suhu kamar dan timbang secar teliti
masukkan ke dalam gelas ukur yang telah berisi cairan yang akan diperiksa.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
43
A. DATA PENGAMATAN
1. Pengukuran bobot per mL menggunakan piknometer
sampel
1. Aquadest 1.
2.
2. Alcohol 1.
2.
3. Gliserin 1.
2.
sampel
1. Aquadest 1. 1 1
2.
2. Alcohol 1. 0,88 0,88
2.
3. Gliserin I. 1,15 1,15
II.
44
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam melakukan praktikum ini dilakukan penentuan bobot jenis dan bobot per
mL dari beberapa sampel, kemudian dihitung dengan rumus yang telah ditentukan.
Penentuan bobot jenis dan bobot per mL digunakan sebagai salah satu metode analisis
yang berperan dalam menentukan senyawa yang digunakan pula untuk uji identitas
Dalam percobaan bobot jenis dan bobot per mL dilakukan dua percobaan yakni
Berat jenis adalah bilangan murni tanpa dimensi, yang dapat diubah menjadi
kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Berat jenis didefinisikan sebagai
perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu
45
ditentukan pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus.
Istilah berat jenis, dilihat dari definisinya, sangat lemah, akan lebih cocok apabila
neraca Mohr-Westphal, hidrometer dan alat-alat lain. Alat sesuai dengan prinsip
jenis zat semifluida. Cara penggunaan piknometer sangat mudah. Piknometer diisi
dengan zat yang akan diukur beratnya dan ditutup dengan penutupnya. Penutupnya
ditekan ke bawah hingga sebagian cairan keluar melalui lubang piknometer. Volume
perbedaannya.
Penerapan penentuan bobot jenis dan bobot per mL dalam bidang farmasi dengan
mengetahui bobot jenis kita dapat mengetahui kemurnian dari suatu sediaan
khususnya yang berbentuk larutan. Disamping itu dengan mengetahui bobot jenis
suatu zat, maka akan mempermudah dalam memformulasi obat karena dengan
mengetahui bobot jenisnya maka kita dapat menentukan apakah suatu zat dapat
46
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bobot jenis adalah rasio bobot zat baku yang volumenya sama pada suhu
hubungan antara bobot suatu zat terhadap bobot suatu zat baku. Dalam farmasi,
Bobot jenis adalah faktor yang memungkinkan pengubahan jumlah zat dalam
formula farmasetik dari bobot menjadi volume dan sebaliknya. Bobot jenis juga
47
B. SARAN
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
Kasta, Yongki. 2009. Penentuan Bobot Jenis dan Bobot Per mL.
48
49
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suatu keadaan dimana zat padat berubah menjadi cairan dibawah tekanan 1
atmosfer dapat diartikan sebagai titik lebur dari suatu zat. Selain itu, titik lebur
juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana terjadi keseimbangan antara fase
Titik lebur suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, zat
pengotor, penempatan pada termometer dan lain-lain sebagainya. Oleh karena itu
dalam percobaan penentuan titik lebur kita harus melakukannya dengan teliti dan
dari suatu zat ataupun kemurnian dari suatu zat yang terdapat pengotoran yang
dapat menyebabkan penurunan nilai titik lebur dari suatu zat ataupun baaahan
50
Untuk sediaan-sediaan farmasi berupa bahan obat, pada umumnya berbentuk
berbeda-beda. Maka dengan memahami titik lebur kita dapat mengetahui kapan
terjadinya keseimbangan antara zat padat dan bentuk cair dari bahan tersebut.
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan titik lebur dari zat padat yaitu asam salisilat dengan
C. PRINSIP PERCOBAAN
penentuan titik lebur Aspirin dengan menggunakan labu tile berdasarkan titik
penghantar panasnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
51
Besarnya titik lebur suatu zat padat dipengaruhi oleh bentuk dan sifat ikatan
kemurnian suatu zat. Apabila suatu zat padat tercampur oleh bahan pengotor,
maka tentu saja akan mempengaruhi besarnya titik lebur zat murni. Dalam bidang
farmasi, suatu senyawa obat murni dapat ditentukan kemurniannya salah satunya
dengan jalan penentuan titik leburnya. Selain ini penentuan titik lebur dari suatu
bahan obat juga digunakan dalam pembuatan sediaan obat (terutama untuk obat
yang diberikan melalui rektal), dan diperlukan pada penentuan cara penyimpanan
suatu sediaan obat agar tidak mudah rusak pada suhu kamar tertentu. Melihat
kegunaan dari penentuan titik lebur suatu zat padat ini, maka diadakan praktikum
ini dengan maksud agar mahasiswa memahami cara penentuan titik lebur suatu
senyawa obat. Dalam praktikum ini akan ditentukan titik lebur dari asetosal. Titik
didih normal adalah temperatur dimana tekanan uap menjadi sama dengan
tekanan uap sama dengan tekanan luar, maka gelembung uap yang terbentuk
dalam cairan dapat mendorong diri ke permukaan menuju fase gas. Oleh karena
itu, titik didih suatu cairan bergantung pada tekanan luar (Anonim,2005). Jarak
lebur zat adalah jarak antara suhu awal dan suhu akhir peleburan zat. Suhu awal
dicatat pada saat zat mulai menciut atau membentuk tetesan pada dinding pipa
kapiler, suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat. (Anonim,1979).
52
Suhu lebur zat adalah suhu pada saat zat tepat melebur seluruhnya yang
ditunjukakkan pada saat fase padat tepat hilang (Anonim,1979). Titik beku atau
titik leleh dari senyawa murni adalah temperature dimana fase padat dan fase cair
kecendrungan zat padat berubah wujud menjadi cair sama dengan kecendrungan
terlarut dilarutkan dalam cairan pada titik tripel (air bebas udara, dimana zat
padat, zat cair dan uap ada dalam keseimbangan, terletak pada tekanan 4,58
cair dan padat. Karena kenyataan ini, titik beku larutan selalu lebih rendah
daripada sebagai larutan padat yang mengandung zat terlarut. Apabila komplikasi
dilakukan (Martin,1990).
B. MONOGRAFI BAHAN
1. Asam Salisilat (anonim.1979.FI III Hal.56)
Nama Resmi : Acidum Salicylicum
Nama Lain : Asam salisilat
RM / BM : C7H6O3 / 138, 12
Titik Lebur : 158,5o – 161o C
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna
53
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol
BAB III
PROSEDUR KERJA
54
2. Zat padat yang diperiksa harus kering dan digerus jadi serbuk dulu, kemudian
setebal 0,10 - 0,15 mm. panjang kapiler secukupnya agar ujung yang terbuka
berada di atas permukaan cairan dalam alat tile dengan diameter sebelah
dalam 0,9 – 1,1 mm (untuk zat yang melebur dibawah 100°C) atau 0,8 – 1,2
mm (untuk zat yang melebur diatas 100°C) diisi dengan serbuk setinggi 2 – 4
mm.
3. Lekatkan pipa kapiler tersebut pada alat.
4. Panaskan dengan mengatur suhu pada alat sampai kurang lebih 15°C iawah
55
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. DATA PENGAMATAN
B. PERHITUNGAN
% Rendemen = suhu lebur/suhu lebur teoritis X 100%
1. Suhu awal = 170°/92°C X 100% = 184,78 %
2. Suhu akhir = 190°C/96°C X 100% = 197,91%
BAB V
56
PEMBAHASAN
Menurut Farmakope Indonesia III jarak lebur zat adalah jarak antara suhu awal
dan suhu akhir peleburan zat. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai menciut atau
membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler, suhu akhir dicatat pada saat hilangnya
fase padat sedangakan suhu lebur zat adalah suhu pada saat zat tepat melebur
Tinggi rendahnya suhu lebur pada suatu zat padat dipengaruhi oleh bentuk zat
padat tersebut dan kekuatan/jenis ikatan yang ada pada padatan tersebut. Pada suatu
padatan dengan bentuk kristal dan ikatan kovalen maka akan memiliki suhu lebur
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan padatan lain dengan ikatan van der Waals,
Suhu lebur suatu padatan murni adalah spesifik, hal ini berarti dapat digunakan
untuk penentuan kemurnian suatu zat padat. Apabila terdapat zat pengotor yang larut
maka akan menyebabkan turunnya suhu lebur dari padatan murni tersebut, sedangkan
apabila terdapat zat pengotor yang tidak larut maka akan menyebabkan suhu lebur
penurunan titik lebur tidak hanya disebabkan oleh zat pengotor saja, tetapi juga
disebabkan oleh besar dan banyaknya kristal. Setelah digerus maka luas permukaan
57
Dalam percobaan ini akan diukur suhu lebur asam salisilat secara mikro dengan
menggunakan labu tile yang diisi dengan paraffin cair sebagai medium penghantar
panas.
karena titik didihnya yang tinggi sehingga tidak akan mendidih/menguap sampai
tercapai suhu lebur dari sampel (asam salisilat). Apabila medium penghantar panas
mendidih maka akan terjadi floating yang akan mengganggu dan bisa saja medium
penghantar akan menguap habis sebelum tercapai suhu lebur dari salo dan timol.
Cairan lain yang dapat digunakan sebagai medium penghantar panas dalam
praktikum ini adalah asam sulfat pekat. Akan tetapi tidak digunakan karena sangat
berbahaya, sebab sifat dari asam sulfat pekat yang mudah menghasilkan panas dan
sifatnya sebagai asam kuat yang dapat merusak jaringan bila terkena tubuh.
Pada pemanasan dilakukan dibagian segitiga dari labu tile dimaksudkan agar
lebih mudah terjadi aliran panas sehingga suhu dalam labu tile lebih merata. Pada saat
peletakan termometer diberi split agar tekanan di sebelah dalam tetap sama dengan di
Jarak lebur dari zat yang didapatkan pada pengukuran di laboratorium harus
berada dikedua suhu jarak lebur yang terdapat dalam monografi, atau tidak boleh
Dari hasil pengukuran didapatkan suhu lebur dari asam salisilat adalah 170oC -
190°C. Dan dengan rendamen adalah 184,78% - 197,91%. Cukup jauh berbeda
dengan yang ada di teori yang mana titik lebur asam salisilat yaitu 141 oC.
58
Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor kesalahan diantaranya adalah
dan pengukuran juga dapat mempengaruhi jumlah kristal asam salisilat yang
didapatkan.
BAB VI
PENUTUP
59
A. KESIMPULAN
farmakope Indonesia .
B. SARAN
mana bahan yang diuji harus sama banyak serta tidak mengandung kotoran
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia.Jakarta
60
61
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rheologi meliputi pencampuran dan aliran dari bahan, pemasukan kedalam
62
pengeluaran dari tube, atau pelawatan dari jarum suntik. Rheologi dari produk
tertentu yang dapat berkisar dalam konsentrasi dari bentuk cair kesemiloid sampai
alat yang akan digunakan untuk memproses produk tersebut dalam pabrinya.
Lebih-lebih lagi tidak adanya perhatian terhadap pemilihan alat ini akan berakibat
alirannya. Aspek ini dan banyak lagi aspek-aspek rheologi yang diterapkan
dibidang farmasi.
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi adalah sebagai berikut
: sistem newtom dan sistem non Newton. Pemilihan bergantung pada sifat-sifat
alirannya apakah sesuai dengan hukum aliran dari newton atau tidak. Jika
menurut metode analisis dari rheologi, dapat diperoleh informasi yang berharga
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan cara penentuan jenis aliran dari sampel (Ultramilk, Fanta, dan
C. PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan kecepatan aliran suatu zat cair (Ultramilk, Fanta, dan Suspensi
63
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
Rheologi berasal dari bahasa yunani mengalir (Rheo) dan limu (Logos).
Sehingga rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi adalah sebagai berikut
:
1. System Newtonian
2. System non-newtonian
Pemilihan bergantung pada sifat-sifat alirannya apakah sesuai dengan
hokum aliran dari newton atau tidak jika karakteristik fisika masing-masing ini
dirancang dan dipelajari secara objektif menurut metode analisis dari rheologi,
64
dapat diperoleh informasi yang berharga untuk digunakan dalam memformulasi
yaitu : (Anonim,2007)
1. Cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu :
a. Aliran plastis
b. Aliran pseudoplastis
c. Aliran dilatan
2. Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu :
a. Aliran tiksotropik
b. Aliran rheopeksi
c. Aliran viskoelastis
newtonian dibanding dengan cairan biasa. Oleh karena itu mereka harus
newton : disperse heterogen cairan dan padatan seperti larutan koloid, emulsi,
suspense cair, salep, dan produk-produk serupa masuk kelas ini. Jika bahan-
bahan non-newton dianalisis dalam suatu Viskometer putar dan hasilnya diplot
Kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tapi memotong sumbu shearing
stress (atau akan memotong jika bagian lurus dari kurva tersebut
sebagai harga yield. Cairan plastis tidak akan mengalir sampai shearing stress
65
dicapai sebesar yield value tersebut. Pada harga stress di bawah harga yield
value, zat bertindak sebagi bahan elastis (meregang lalu kembali ke keadaan
alam dan sisntesis seperti dispersi cair dari tragacanth, natrium alginat, metil
oleh polimer-polimer dalam larutan, hal ini berkebalikan dengan sistem plastis,
aliran pseudoplastis dimulai dari (0,0) , tidak ada yield value, dan bukan suatu
harga tunggal.
66
Aliran dilatan terjadi pada suspensi yang memiliki presentase zat padat
B. MONOGRAFI BAHAN
1. Fanta
67
Komposisi : Air berkarbonasi, gula, beverange Base fanta termasuk pengawet
14720.
No Reg : BPOM RI MD 250010032349
2. Sunquick
Komposisi : Gula, kosentrat jeruk, air, asam sitrat, pemantap (natrium alginat
coklat
No Reg : BPOM RI MD 405710199022
BAB III
PROSEDUR KERJA
68
b. Viscometer Brookfield
2. Bahan
a. Fanta
b. Ultramilk
c. Suspense antasida
B. CARA KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dipasang spindle pada gantungan spindle
3. Diturunkan spindle sedemikian rupa sehingga batas spindle tercelup
ditekan tombol on lalu ditekan lagi dikembalikan ke speed lalu diatu speed
lalu diatur Rpm yang dikhendaki misalnya : 5, 10, 20, 30, 50, 60, 100 Rpm.
kembali.
6. Dilihat dan catat Cp yang terlihat di alat tersebut
7. Dihitung dan dibuat grafiknya setelah itu ditentukan tipe alirannya.
69
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. DATA PENGAMATAN
70
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktekum kali ini mahasiswa atau praktikan melakukan percobaan reologi
dengan menggunakan sampel yakni suspense antasida dan juga memakai alat yaitu
pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir; semakin tinggi viskositas,
krim, suspensi, emulsi, losion, pasta, penyalut tablet, dan lain-lain. Selain itu, prinsip
rheologi digunakan juga untuk karakterisasi produk sediaan farmasi (dosage form)
sebagai penjaminan kualitas yang sama untuk setiap batch. Rheologi juga meliputi
pencampuran aliran dari bahan, penuangan, pengeluaran dari tube, atau pelewatan
dari jarum suntik. Rheologi dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi penerimaan
obat bagi pasien, stabilitas fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh
bahwa viskositas suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa factor yakni : waktu
(lamanya pengocokkan atau pemutaran) dan Rpm (kecepatan putaran atau kekuatan
71
pengocokkan). Semakain lama waktu yang diperlukan untuk spindle berputar atau
pengocokkan (Rpm) maka semakin keil harga Cp dan sebaliknya persentasi akan
semkin besar.
Namun pada praktikum kali ini mahasiswa atau praktikan tidak sampai mencari
nilai Rate of Share, Shearing stress, nilai yield, dan viskositas. Dikarenakan ada
beberapa kendala selama praktikum berlangsung, maka dari itu pada praktikkum kali
72
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rheologi berasal dari bahasa yunani mengalir (Rheo) dan limu (Logos).
Sehingga rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan
semakin kecil, selain itu viskositas dipengaruhi oleh yakni : kekuatan putaran dan
B. SARAN
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang
DAFTAR PUSTAKA
73
74
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
75
Kelarutan suatu senyawa dalam zat pelarut tergantung sifat fisik dan kimia
dari zat terlarut tersebut. Salah satu sifat fisika yang dapat kita amati setiap saat
adalah peristiwa larutnya suatu zat padat dalam pelarut air. Konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu disebut sebagai kelarutan.
Larutan merupakan suatu campuran homogen antara 2 zat dari molekul, atom
ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut
dalam air. Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia farmasi
karena suatu obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan
usus, sehingga salah satu usaha mempertinggi efek farmakologi dari sediaan
adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya. Selain itu dapat membantu para
ahli farmasi dalam membantunya memilih medium pelarut yang paling baik untuk
yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi dapat
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan
informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Kelarutan dari
suatu senyawa bergantung pada sifat kimia dan fisika zat terlarut dan pelarut, juga
bergantung pada factor temperatur, tekanan, pH dan untuk jumlah yang lebih kecil
bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dalam percobaan ini akan dilakukan
uji kelarutan asam benzoat dan asam borat dalam pelarut air.
B. TUJUAN PERCOBAAN
76
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk :
1. Menentukan kelarutan Asam Benzoat dan Asam Borat suatu zat secara
kuantitatif
2. Menentukan kelarutan asam borat dan asam benzoate dalam pelarut air pada
C. PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan kelarutan dari zat padat yaitu asam borat dan asam benzoat pada
suhu kamar, suhu 45o C dan 60o C dengan cara melarutkan, menyaring,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
77
Kelarutan dalam Farmakope Indonesia, diartikan dengan kelarutan pada suhu
200C (FI III) atau 250C (FI IV) dinyatakan dalam satu bagian bobot zatpadat atau
1 bagian volume zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut, kecuali
dinyatakan lain.
Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis
atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebih penting
Suhu merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelarutan suatu obat
kelarutan dengan suatu kenaikan suhu. Disamping suhu, faktor-faktor lain juga
sifat fisika lainnya dari zat terlarut dan pelarut, faktor tekanan, keasaman atau
kebasaan dari larutan, keadaan bagian dari zat terlarut, dan pengadukan secara
Kelarutan suatu zat kimia murni pada suhu dan tekanan tertentu adalah tetap;
tetapi, laju larutnya yaitu kecepatan zat itu melarut, tergantung pada ukuran
partikel dari zat dan tingkat pengadukan. Makin halus bubuk makin luas
78
permukaan kontak dengan pelarut, makin cepat proses melarut. Juga makin kuat
pengadukan, makin banyak pelarut yang tidak jenuh bersentuhan dengan obat,
sejumlah pelarut tertentu pada suatu suhu tertentu dan merupakan larutan jenuh
maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu
pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya
melarutnya, larutan ini disebut larutan jenuh. Agar supaya diperhatikan berbagai
dua contoh sediaan resmi larutan jenuh dalam air, yaitu larutan Topical Kalsium
HIdroksida, USP (Calcium Hydroxide Topical Solution, USP), dan larutan oral
Kalium Iodida, USP (Potassium Iodida Oral Solution, USP). Larutan yang
dengan air murni, mengandung hanya 140 mg zat terlarut yang larut per 100 ml.
Lrutan pada suhu 250 C, sedangkan larutan yang berikutnya mengandung kira-
kira 100 g zat terlarut per 100 ml larutan, lebih dari 700 kali sebanyak zat terlarut
79
Larutan Jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir
jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di
tertentu. Suatu larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat
terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada
temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. Keadaan lewat
jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk
pembentukan kristal permulaan adalah lebih mudah larut daripada kristal besar
Dalam istilah fisika kimia, larutan dipersiapkan dari campuran yang mana saja
dari tiga keadaaan zat yaitu padat, cair, dan gas. Dalam istilah farmasi, larutan
yang didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air yang karena bahannya, cara
homogen dari zat terlarut yang dilarutkan dalam pelarut, menurut prinsip farmasi
bahan campuran adalah mengocok dengan lama zat bubuk halus dengan zat
itu kemudian disaring dan untuk menentukan bahan yang melarutkan dengan
80
metode yang cocok seperti metode fisika dan kimia atau dengan menggunakan
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh poaritas dari pelarut, yaitu oleh
dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lainnya.
Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan
Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat
polar. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion
elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut
juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi
lemah karena pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen
dengan nonelektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat
polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehingga menjadi dapat larut
dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan nonpolar. Sesuai dengan itu,
B. MONOGRAFI BAHAN
81
1. Asam benzoat (Anonim.1979.FI III Hal.49)
berbau.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih
RM / BM : H3BO3 / 61,83
82
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
RM / BM : H2O / 18,02
mempunyai rasa.
BAB III
PROSEDUR KERJA
a. Baskom
c. Batang pengaduk
83
d. Oven
e. Botol semprot
f. Pipet tetes
g. Cawan porselin
h. Corong kaca
i. Termometer
j. Erlenmeyer
k. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Asam benzoat
b. Asam borat
c. Aquadest,
B. CARA KERJA
dengan suhu 45 ℃ ).
84
7. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring ( sesuai dengan
suhunya masing-masing)
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. DATA PENGAMATAN
N
Sampel Suhu Berat Sampel (g) Berat Residu (g)
o
0,5 gram 0,21 gram
1. Asam Benzoat Suhu kamar 0,5 gram 0,22 gram
0,5 gram 0,28 gram
0,5 gram 0,07 gram
2. Asam Benzoat 45oC 0,5 gram 0,11 gram
0,5 gram 0,08 gram
0,5 gram 0,05 gram
3. Asam Benzoat 60oC 0,5 gram 0,06 gram
0,5 gram 0,10 gram
85
B. PERHITUNGAN
1) Asam Benzoat
b. Kelarutan
X=
1) Asam Benzoat
86
X2 = = 1,86 mg/ml
X3 = = 1,467 mg/ml
X2 = = 2,6 mg/ml
X3 = = 2,8 mg/ml
X2 = = 2,93 mg/ml
X3 = = 2,66 mg/ml
87
BAB V
PEMBAHASAN
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut 1 gram zat
terlarut.
pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta
efek garam. Semakin tinggi temperature maka akan mempercepat kelarutan zat,
semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan
kelarutan antara lain oleh temperatur, luas permukaan, jenis pelarut, serta bentuk dan
88
ukuran partikel. Pada percobaan ini akan ditentukan kelarutan asam benzoat dan asam
borat dalam pelarut air pada suhu kamar, 45ºC dan 60ºC. Asam borat ditimbang 2
gram yang dilarutkan dalam 25 ml akuades dan asam benzoat ditimbang 0,5 gram
yang kemudian dilarutkan dalam 50 ml air. Pada suhu 45ºC, aquades terlebih dahulu
seperti perlakuan pada suhu 45ºC, pada suhu 60ºC aquades terlebih dahulu
yang berisi larutan asam tersebut baik pada suhu kamar, suhu 45ºC dan suhu 60ºC,
sampel disaring dengan corong dan kertas saring. Kertas saring tersebut dilipat dan
diletakkan dia atas cawan uap, lalu dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada
suhu 100ºC. Dikeringkan pada suhu ini dikarenakan air menguap pada suhu 100ºC.
Kemudian larutan didinginkan selama 3 menit lalu ditimbang residu yang terdapat
pada kertas saring dan residu tersebut dianggap sebagai residu zat yang tidak larut.
Tujuan dari pengadukan yaitu untuk mempercepat difusi antar partikel sehingga
mempercepat kelarutan.
Dalam percobaan ini alasan zat dilarutkan yaitu untuk melihat tingkat
kelarutan asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air. Kertas saring sebelumnya
dipanaskan dalam oven pada suhu 100ºC dengan tujuan agar kandungan air yang
terdapat di dalam kertas saring hilang sehingga tidak mempengaruhi hasil akhir
pengamatan. Diperoleh berat kertas saring yang konstan. Setelah itu pada proses
89
penyaringan bertujuan untuk menyaring zat yang tidak terlarut dalam pelarut yang
bentuk yang susunannya tetap sebelum ditimbang dan menghilangkan kandungan air
dalam endapan di kertas saring sehingga diperoleh zat yang lebih murni bukan berat
20 bagian air sedangkan asam benzoat larut dalam 350 bagian air. Sehingga dapat
diketahui bahwa asam borat lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan asam
benzoat. Hal inilah yang mendasari bahwa pada percobaan ini meskipun asam borat
yang digunakan 2 gram dengan pelarut 25 mL mudah larut dalam jika dibandingkan
dengan asam benzoat 0,5 gram dengan pelarut yang lebih banyak dari asam borat
yaitu 150 mL. Kelarutan asam borat dalam air mendidih 3 bagian. Hal ini
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka diperoleh data untuk kelarutan
asam benzoat pada suhu kamar adalah 1,75 mg/mL, pada suhu 45ºC adalah 2,75
mg/mL dan pada suhu 60ºC 2,863 mg/mL. Sedangkan kelarutan asam borat pada
suhu kamar adalah 78,6 mg/mL, pada suhu 45ºC adalah 79,86 mg/mL dan pada suhu
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu pelarutnya
maka semakin tinggi pula kelarutan asam benzoate dalam pelarut air. Hal ini sesuai
dengan teori yaitu semakin tinggi temperature maka kelarutan suatu zat semakin
besar.
90
Pada praktikum kali ini kami hanya menggunakan salah satu sampel yaitu
asam benzoate sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan kelarutan antara asam
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Sebaiknya dalam parktikum ini kita menggunakan lebih dari satu sampel
91
DAFTAR PUSTAKA
92
93
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi farmasis,
ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus
termasuk didalam koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat organ target serta
terapeutik.
zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta
erat hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari
fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel
yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.
94
Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara
B. TUJUAN PERCOBAAN
menentukan koefisiensi partisi asam benzoate dalam pelarut air serta dalam
C. PRINSIP PERCOBAAN
berdasarkan perbandingan kelarutan satu zat dam dua pelarut yang tidak saling
95
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya
tidak salingbercampur. Jika ada kelebihan cairan atau suatu zat padat ditambahkan
kedalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusikan
diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu
ditambahkan kedalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah yang tidak cukup
untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan didistribusikan diantara kedua
dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara kedua fase
pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan
larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara kedua lapisan dengan
pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut
lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi
lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan
96
air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal
tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).
Hubungan antara konstanta disolusi, kelarutan dalam lemak, dan pH pada
tempat absorbsi serta karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan dasar
dari teori pH-partisi. Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat obat
dari efek-efek yang mungkin pada absorbsi dari berbagai tempat pemberian
(Ansel,2005).
Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting
diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak
minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat
Hukum distribusi digunakan hanya untuk yang umum konsentrasinya pada kedua
fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin,1993).
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau
hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan
corong pisah maka dalam system tesebut akan terjadi suatu keseimbangan sebagai
suatu zat terlarut dalam fase bawah dan zat terlarut dalam fase atas. Menurut
97
terlarut dalam kedua fase itu merupakan suatu ketetapan atau konstanta. Hal ini
disebut sebagai Hukum Distribusi Nerst. Nilai K tergantung pada suhu bukan
merupakan fungsi konstanta absolute zat atau volume kedua fase itu.
Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan,
yaitu :
1. Temperature
2. Kekuatan ion
Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil
3. Konstanta Dielektrik
maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang
4. Katalisis
98
Katalisis dapat menurunkan laju-laju distribusi ( katalis negative ). Katalisis
Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju
peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion hydrogen atau
hidroksi
6. Cahaya Energi
terjadi reaksi.
B. MONOGRAFI BAHAN
1. Aquadest (anonim.1979.FI III Hal.96)
berasa
99
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kelarutan : Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam kurang lebih
BAB III
PROSEDUR KERJA
100
A. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Batang pengaduk
Buret
Corong pisah
Gelas kimia
Erlenmeyer 250 ml
Gelas ukur 50 ml
Statif dan klem
Timbangan analitik
2. Bahan
Asam benzoate
Indicator fenolftalein
Minyak kelapa
NaOH 0,1 N
B. CARA KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang 100 mg asam benzoate diatas timbangan analitik, lalu masukkan
didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.
6. Dibuka tutup corong pisah, lalu ditampung cairan yang berada sebelah bawah
corong pisah dalam sebuah Erlenmeyer 250 ml, cairan lainnya dibuang.
7. Dititrasi larutan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan
PP 2-3 tetes
101
8. Diambil 25 ml larutan no. 2di atas, kemudian dititrasi dengan larutan baku
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. DATA PENGAMATAN
No Asam Benzoat
Dengan minyak Tanpa minyak
1. 0,9 ml 1
2. 0,9 ml 1
B. PERHITUNGAN
1. Pembakuan
a. Diketahui
Mr : 204,2
b. Ditanyakan :N?
102
c. Penyelesaian
g 1000
N 1= +
Mr Vt
0,118 1000
N 1= +
204,2 5.8
1,8
N 1= =0,0996 N
1184,36
0,113 1000
N 2= +
204,2 5,6
1,3
N 2= =0,0988 N
204,2
0,0996 N +0,0988 N
N rata−rata= =0,0992 N
2
2. Penetapan kadar
a. Diketahui
1) Dengan penambahan minyak
Vt2 : 0,9 ml fp :4
N : 0,0992 N Bs : 100
2) Ditanyakan : % ?
3) Penyelesaian
103
v X N X Bst X fp
C=%K = X 100
Bs X fk
%K1=22,08
%K2=22,08
22,08 X 22,08
CA %K rata−rata= =22,08
2
V1 :1 ml Bst :61,84
Vt2 : 1 ml fp :4
N : 0,0992 N Bs : 100
2) Ditanyakan : % ?
3) Penyelesaian
v X N X Bst X fp
C=%K = X 100
Bs X fk
1 X 0,00992 N X 61,83 X 4
%K1= X 100
100 X 1
104
%K1=24,53
%K2=24,53
24,53 X 24,53
CB%K rata−rata= =24,53
2
24,53 −22,08
koef . Distribusi=CB−CA=
2
CA = 1,225
105
BAB V
PEMBAHASAN
dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak saling bercampur. Faktor yang
antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan
kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.
benzoat sebanyak 100 mg, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml,
larutakan dengan aquadest sebanyak 100 ml, kemudian ambil 25 ml dari larutan
minyak kelapa. Setelah itu, dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah,
diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.
Selanjutnya buka tutup corong pisah, pisahkan air dari minyak dengan menampung
air dalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2-3 tetes ke dalam
106
erlenmeyer, titrasi larutan dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna dari bening menjadi merah muda. Kemudian diambil 25 ml larutan asam
Asam benzoate digunakan karena asam borat dan asam benzoate dapat larut
dalam air dan minyak, dan karena asam borat dan asam benzoate memiliki dua sifat
menggunakan partisi karena kedua pelarut ini tak dapat larut satu sama lain
tetapisampel asam borat dapat larut dalam minyak dan air. Hal ini disebabkan karena
air merupakan pelarut polar sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut non polar
karena agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan
yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan pengocokan selama 5
menit agar gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat
dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana
107
Tujuan dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit, karena
agar pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa yang
dilakukan titrasi hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak yang
Metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkalimetri yang
dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan
titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik
akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah
muda.
digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan
indikator fenolftalein dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi
reaksi antara sampel asam yaitu asam borat atau asam benzoat dengan titran basa
yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam
tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik
ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan
NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah
muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan
indikatorfenolftalein.
108
Pada percobaan ini didapat kadar asam benzoat tanpa partisi adalah 24,53%
dan dengan partisi adalah 22,08%. Jadi koefisien distribusinya adalah 0,111minyak
dalam air
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penentuan kadar asam benzoat tanpa partisi adalah 24,53% dan dengan partisi
B. SARAN
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang
109
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik jilid I Edisi III. Universitas Indonesia Press :
Jakarta
110
111
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
pesat, juga adanya selalu penemuan-penemuan dari para pakar atau ahli kimia
sering menemukan sistem koloid yang bahkan kita tidak ketahui kalau itu adalah
system koloid.
Banyak para pelajar yang kurang mengetahui apa itu system koloid, dan
mungkin mereka tidak memperdulikan bagaimana system koloid itu ada. Mereka
hanya selalu ingin mencari sesuatu yang asyik, seperti main game, dll.
Melihat kesuksesan para pakar ahli kimia dalam meneliti suatu objek, muncul
keinginan untuk mengikuti jejak mereka. Itulah acuan kita untuk menuju
kesuksesan
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menganalisa volume sedimentasi dan derajat flukolasi sediaan suspense dan
uji redispersi.
112
C. PRINSIP PERCOBAAN
Berdasarkan Hukum Stokes: Bahwa sedimentasi berkaitan dengan ukuran
partikel dari zat terdispersi dan bergantung pada viskositas fase pendispersi.
113
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
System terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
yang ukurannya diukur dalam milliliter. Oleh karena itu, cara yang paling muda
rata-rata dari bahan terdispers. Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu
ukuran partikel
Dispersi Kurang dari 1,0 Partikel tidak terlihat dalam Molekul
114
mikroskop electron, dapat
membrane semipermeable,
B. MONOGRAFI BAHAN
1. Lotio faberi
Komposisi : acid salicylic 1,talk venet 10, oxyd zink 10, amyl. oryzae 10,
BAB III
PROSEDUR KERJA
115
c. Mortar dan stamper
2. Bahan
a. Lotiofaberi
b. Antasida suspense
B. CARA KERJA
1. Uji Volume sedimentasi dan derajat flukolasi
a. Tuang sediaan yang homogeny ke dalam gelas ukur 10 ml (Vo).
b. Amati volume pengendapan pada setiap rentang waktu tertentu (Vu) sampai
pengendapan konstan.
c. Hitung volume sedimentasi ( F= Vu / Vo ) dan derajat flokulasi( β = Vu / V~ )
2. Uji redispersi
a. Tuangkan sediaan antasida sebanyak 100 ml ke dalam botol
b. Diamkan selama 1-3 jam
c. Lakukan pengocokan (tekan stopwatch)
Catat waktu yang diperlukan sediaan untuk terdispersi
116
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. DATA PENGAMATAN
O (Menit) (ml
)
1 1 10 8, 10 0,8 1 2,6 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 4 4 4 8 9 3 2
2 2 10 7, 10 0,7 1 2,2 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 2 2 5 4 8 9 3 2
3 3 10 6, 10 0,6 1 1,8 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 0 0 7 4 8 9 3 2
4 4 10 5, 10 0,5 1 1,6 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 2 2 2 4 8 9 3 2
5 5 10 4, 9, 0,4 0.9 1,4 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 6 8 6 8 3 2 8 9 3 2
6 6 10 4, 9, 0,4 0,9 1,3 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
117
ml 2 8 2 8 2 2 8 9 3 2
7 7 10 3, 9, 0,3 0,9 1,1 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 8 8 8 8 8 2 8 9 3 2
8 8 10 3, 9, 0,3 0,9 1,0 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 4 6 4 6 6 2 8 9 3 2
9 9 10 3, 9, 0,3 0,9 1,0 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 2 6 2 6 6 2 8 9 3 2
10 10 10 3, 9, 0,3 0,9 1,0 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 2 6 2 6 6 2 8 9 3 2
11 11 10 3, 9, 0,3 0,9 1,0 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 2 6 2 6 6 2 8 9 3 2
12 12 10 3, 9, 0,3 0,9 1,0 1,0 0,9 0,4 1,5 1,0
ml 2 6 2 6 6 2 8 9 3 2
BAB V
PEMBAHASAN
Sistem dispersi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang salah satu zatnya
adalah fase terdispersi kedalam zat atau fase pendispersi. Klasifikasi sistem dispersi
118
dalam farmasi dilakukan berdasarkan keadaan fisik medium dispersi, fasa terdispersi,
serta ukuran partikel fasa terdispersi. Klasifikasi ketiga sistem dispersi dibatasi pada
medium cair berdasarkan interaksi antara fasa terdispersi dan medium dispersi.
terdispersi yang terdistribusi secara merata keseluruh medium kontinu atau medium
dispersi. Bahan-bahan yang terdispersi bisa saja memiliki ukuran partikel berdimensi
atom atau molekul sampai partikel yang dapat diukur dengan satuan milimeter. Oleh
karena itu, cara paling mudah untuk menggolongkan system dispersi adalah
berdasarkan diameter dari partikel rata-rata dari bahan yang terdispersi. Umumnya,
Dispersi Koloidal
Dispersi Kasar
Pada sistem iyofilik terdapat afinitas antara fasa terdispersi dan medium cair.
Dalam sistem iyofobik terdapat hanya sedikit tarik-menarik antara kedua fasa, seperti
belerang dan magnesium stearat dalam air. Jika cairan adalah air, maka di pakai
terminologi hidrofobik. Kelompok ketiga dari klasifikasi ini adalah molekul, yang
Molekul ini membentuk agregat dimensi koloidal yang dalam medium despersi
119
Berdarkan hasil praktikum mengenai system disperse, dilakukan pengujian
volume sedimentasi pada anatasida suspensi dengan lotio faberi dengan variasi
konsentrasi yang sama dari setiap kelompoknya. Didalam literature hasil pengujian
volume sedimentasi (F) untuk semua sediaan baik blanko lotio faberi maupun
antasida suspensi dengan variasi konsentrasi berbeda untuk evaluasi stabilitas fisik
suspense, dijelaskan bahwa volume sedimentsi harus ± 1, karena jika tidak sediaan
Berdasarkan hasil praktikum yang lakukan nilai dari volume sedimentasi dari
sediaan lotio faberi untuk F rata-rata adalah 0,49 dan antasida suspensi adalah 0,982
sedangka untuk β rata-rata dari sediaan lotio faberi adalah 1,53 dan sediaan suspensi
adalah 1,022.
volume sedimentasi pada lotio faberi terbentuk pada pengamatan menit pertama
dengan volume sedimentasi (F) sebesar 0,84 ml. Setelah diamati selama 10 menit
terbentuk pada pengamatan menit pertama dengan nilai yang sama sebesar 1 ml.
120
dengan melakukan pengocokan sebanyak tiga kali dengan waktu selama 1 menit 24
detik untuk lotio faberi dan antasida suspensi selama 46 detik di dapatkan bahwa
Setelah didiamkan kembali ternyata sedimen yang terbentuk dari kedua sediaan
homogennya.
Selain itu, blanko suspensi lotio faberi dan antasida suspensi menunjukan nilai
F mendekati sama dengan 1. Artinya anatasida suspense dan lotio faberi yang dipakai
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum system disperse, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
121
Sistem dispersi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang salah satu zatnya
ke-10 di dapatkan bahwa nilai untuk lotio faberi 3,2 ml dan untuk
B. SARAN
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Universitas Indone
122
123
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam bidang
124
aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan
Sekarang ini banyak bentuk sediaan obat yang kita jumpai dipasaran.
Emulsi merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair, yang secara
umum dapat diartikan sebagai sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan
luar.Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air
beberapa keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau
yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar
misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan oral.
faktor yang penting untuk diperlihatkan karena mutu dan kestabilan suatu
B. Tujuan Praktikkum
125
1. Menghitung jumlah elmugator golongan surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi.
2. Membuat emulsi menggunakkan elmugator golongn surfaktan.
3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
4. Menentukan nilai HLB butuh minyak yang digunakkan dalam pembuatan
emulsi.
C. Prinsip Percobaan
Penentuan dan pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
(Anonim,1979;9)
Emulsi adalah sistem dua fase dimana salah satu cairannya terdispersi
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
126
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam
fasa minyak.
faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu
dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa
Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil
surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin
hidrofil.
127
a. Fase I
Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan
dipilih emulsi yang terbaik maka diperoleh nilai HLB yang ideal.
c. Fase III
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal
B. Monografi Bahan
1. Span 80 (4:567)
Nama resmi : Sorbitan monooleat
Nama lain : Sorbitan atau span 80
RM : C3O6H27Cl17
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
128
Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak
biji kapas P
3. Minyak Kelapa
Nama resmi : Oleom cocos
Bobot jenis : 0,845 – 0,905 g/ml
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna atau kuning pucat; bau
129
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu 60 0C;
dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di
tempat sejuk.
Kegunaan : Sebagai fase minyak.
BAB III
PROSEDUR KERJA
botol semprot, cawan porselen, gelas kimia 250ml, gelas ukur 100ml,
mixer, penangas air, pencatat waktu, pipet tetes, termometer, tissue roll,
timbangan analitik.
130
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium foil,
B. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Tween 80 dan span 80 ditimbang dalam cawan porselen sesuai
perhitungan untuk membuat emulsi dengan HLB butuh 12, HLB butuh 13,
ditambahkan tween 80 yang telah ditimbang dengan HLB butuh 12, lalu
air).
diemulsikan ke dalam fase air sedikit demi sedikit lalu diaduk dengan
7. Cara yang sama dilakukan untuk HLB 13 dan 14 dengan volume air suling
131
9. Ditentukan kestabilan emulsi berdasarkan perubahan warna, perubahan
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Data Pengamatan
132
B. Perhitungan
Rumus :
( X−HLBb)
A= x 100
(HLBa−HLBb)
B=(100 − A)
Keterangan :
( 12−4,3 ) 7,7
Tween 80= x 100 = x 100 =71,96
( 15−4,3 ) 10,7
71,96
Bobot Tween 80= x 4 g=2,87 ml
100
133
(13−4,3) 8,7
Tween 80= x 100 = x 100 =81,31
(15−4,3) 10,7
81,31
Bobot Tween 80= x 5 g=4,06 ml
100
Span 80=100 −81,31 =18,69
18,69
Bobot Span 80= x 5 g=0,93 ml
100
Minyak kelapa 10% : 10/100 x 100ml = 10ml
Air : 100ml – (10ml + 4,06ml + 0,93ml) =85ml
3. HLB butuh 14 sebanyak 6 gram @100ml emulsi:
(14−4,3) 9,7
Tween 80= x 100 = x 100 =90,65
(15−4,3) 10,7
90,65
Bobot Tween 80= x 6 g=5,4 ml
100
Span 80=100 −90,65 =9,35
9,35
Bobot Span 80= x 6 g=0,56 ml
100
Minyak kelapa 10% : 10/100 x 100ml = 10ml
Air : 100ml – (10ml + 0,56ml + 5,4ml) = 84ml
BAB V
134
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikkan membuat suatu elmulsi dari campuran 2
elmugaotor dari golongan surfaktan, yakni Tween 80 dan Span 80, namun
memiliki bobot yang lebih dari pada Span 80 dalam pembuatan elmugator yang HLB
butuhnya telah ditentukkan, hal ini dikarenakan nilai HLB Tween 80 lebih besar dari
pada Span 80 (HLB Tween 80 = 15,0 ; HLB Span 80 = 4,3), jadi HLB butuh adalah
HLB yang ingin dibuat, jika membuat suatu elmugator dengan tipe-tpe tertentu,
misalkan jika HLB butuh = 12 maka tipe elmugator yang ingin dibuat adalah
elmugator tipe M/A atau O/W ; dan jika HLB butuh = 3 maka tipe elmugator yang
BAB VI
135
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semakin besar nilai HLB yang dihasilkan maka akan bersifat M/A
atau O/W, dan semakin kecil HLB yang dihasilkan maka akan bersifat A/M
atau W/O.
B. SARAN
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., 2005, Ilmu Meracik Obat Cetakkan XII, Gadja Mada University
Press ; Yogyakarta
Anonim., 1979, Farmakope Indonesia Edisi-III, Departemen Kesehatan RI ;
Jakarta
Anonim., 1995, Farmakope Indonesia Edisi-IV, Departemen Kesehatan RI ;
Jakarta
Syamsuni, H., 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit
136
137
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagian besar komponen penting yang diperlukan dalam peningkatan
kesehatan adalah obat. Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun
mencegah penyakit. Proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam
menciptakan suati produk yang berkualitas, baik dari segi kesetabilan obat
padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya
138
karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut
melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Obat yang telah
dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek
terapi. Karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau
kapsul.
Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut dalam
absorpsinya.Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada laju rendah
atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian absorpsi obat tersebut
disolusi.
C. PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan konstanta kecepatan disolusi dari tablet amoksisilin 500 mg
larutan baku NaOH 0,0731 N hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi
BAB II
139
TINJAUAN PUSTAKA
A. DASAR TEORI
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan
padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi
ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke
dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus
diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau
salep. Agar suatu obat diasorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan
pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral
dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel
obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam
hal dimana kelautan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau
medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan
Bila suatu tablet atau sediannya obat lainnya dimasukan dalam saluran cerna,
obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet
tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi
serentak dengan melepasnya suatu obat dalam bentuk dimana obat tersebut
140
diberikan. Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau
1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap
B. MONOGRAFI BAHAN
Amoxillin ( FI edisi IV halaman 95 )
Kelarutan :sukar larut dalam air dan methanol, tidak larut dalam
benzene, dalam karbon tetraklorida dan dalam
kloroform.
pH : antara 3,5dan 6,0
Khasiat : antibiotikum
Penyimspanan :dalamwadahtertutuprapat,padasuhukamarterkendali
BAB III
PROSEDUR KERJA
141
1. Alat
a. Disolution Tester
b. Erlenmeyer 250 ml
c. Gelas piala
d. Gelas ukur
e. statif dan klem
f. Buret
g. pipet volume 10 ml.
2. Bahan
a. air suling
b. indikator fenolftalein
c. amoksisilin
B. CARA KERJA
1. Bak disolusi diisi dengan aquadest hingga ¾ nya.
2. Suhu diatur 37˚C
3. Alat diaktifkan (on/off suhu)
4. Panaskan 900 ml aquadest sampai suhu 37˚C
5. Air dimasukkan ke dalam labu disolusi
6. Sampel dimasukkan ke dalam keranjang
7. Alatnya dinyalakan (on/off kecepatan)
8. Batang pengaduk mulai bergerak, mulai dihitung waktunya.
9. Digunakkan beberapa waktu : menit ke -5,15,25,35,45
10. Sampel dipipet 10 ml dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
11. Dihitung kadarnya dengan NaOH yang sebelumnya ditambah PP
12. Titrasi dilakukan duplo
13. Setelah dipipet, dicukupkan isi buret dicukupkan lagi dengan NaOH
142
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. DATA PENGAMATAN
Ket :
Hanya melakukan pengamatan sederhana
BAB V
PEMBAHASAN
143
Disolusi merupakan proses dimana suatu zat padat melarut. Dalam penentuan
kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlihat berbagai macam proses disolusi
yang melibatkan zat murni supaya partikel padat terdisolusi. Molekul solut pertama-
tama harus memisahkan diri dari permukaan padatan, kemudian bergerak menjauhi
permukaan memasuki pelarut, tergantung pada kedua proses ini dan cara bagaimana
transport berlangsung. Perilaku disolusi dapat digambarkan secara fisika. Ada 3 dasar
model fisika yang dapat menggambarkan mekanisme kecepatan disolusi yang terlibat
dalam zat murni, yaknimodel lapisan difusi (diffusion layer model), model halangan
antar muka (interfacial barier model), dan model dankwert (Dankwert model).
Laju disolusi intrinsic dapat didefinisikan sebagai laju disolusi dari suatu zat
aktif murni yang diperoleh dengan menjaga konstan kondisi-kondisi yang bisa
mempengaruhi laju disolusi zat tersebut, yaitu luas permukaan, suhu, laju
pengadukan, pH, dan kekuatan ionik dari medium disolusi yang digunakan. Dengan
demikian, besarnya laju disolusi intrinsik suatu zat aktif tidak dipengaruhi oleh faktor
formulasi sehingga bisa dijadikan ukuran kelarutan inharen obat tersebut di dalam
medium disolusi.
Pelarutan intrinsik merupakan pelarutan dari suatu serbuk yang
disolusinya sangat lambat yang disebabkan oleh kelarutannya yang sangat lambat
144
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
145
Disolusi merupakan proses dimana suatu zat padat melarut. Laju disolusi
intrinsic dapat didefinisikan sebagai laju disolusi dari suatu zat aktif murni yang
disolusi zat tersebut, yaitu luas permukaan, suhu, laju pengadukan, pH, dan
mg/cm2 menit.
B. SARAN
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
146