Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN TINITUS

OLEH:

KELOMPOK 4:

1. NURUL IFTIKHOTUL MUBARORO


2. SYAVIREA MAZNIA
3. SISWANTO
4. MEILINDA KURNIA PUTRI
5. SAVITRI WULANDARI
6. HAFITRI HANDAYANI

DOSEN PEMBIMBING: Ns. Putinah S.Kep , M.Kes

STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG


TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah penulis ucapkan atas kehadiran allah SWT serta nikmat ilmu
dan limpahan rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “asuhan keperawatan tinitus”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini terutama kepada dosen pengajar mata kuliah sistem endokrin dan anggota
kelompok yang sangat kompak dan saling membantu untuk menyelesaikan tugas makalah ini.

Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Palembang, Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................2

DAFTAR ISI.................................................................................................3

LAPORAN PENDAHULUAN ....................................................................4

A. Definisi ...............................................................................................4
B. Anatomi dan Fisiologi........................................................................4
C. Etiologi ...............................................................................................5
D. Manifestasi klinis ...............................................................................6
E. Patoflow .............................................................................................7
F. Pemeriksaan penunjang .....................................................................8
G. Komplikasi .........................................................................................8
H. Penatalaksanaan .................................................................................8
I. Prognosis …………………………………………………………...9
KONSEP KEPERAWATAN ......................................................................10

A. Pengkajian ..........................................................................................10
B. Diagnosis keperawatan ......................................................................11
C. Intervensi............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................14
LAPORAN PENDAHULUAN

A.DEFINISI

Tinitus adalah gejala gangguan mendasar pada telinga yang berhubungan dengan gangguan
pendengaran.(Husnul,2009) Tingkat keperahannya mulai dari ringan sampai berat. Pasien
yang mengalami tinnitus kan merasakan suara menderu, berdengung. Atau mendesis disalah
satu atau kedua teling. Sejumlah faktor dapat berkontribusi terhadap perkembangan tinitus,
termasuk beberapa zat ototoksik. Gangguan mendasar yang memicu tinitus bisa disebabkan
penyakit tiroid, hiperglikemia, kekurangan vitamin B12, gangguan psikologis (misalnya
depresi, kecemasan), fibromyalgia, gangguan otologis (penyakit Meniere, neuroma akustik),
dan kelainan neurologis (cedera kepala, multiple sclerosis). Tinitus dapat dibagi atas 2, yaitu :

1) Tinitus objektif, bila suara tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dengan
auskultasi disekitar telinga. Tinitus objektif bersifat vibritorik, berasal dari transmisi
vibrasi sistem vaskuler atau kardiovaskuler disekitar telinga.
2) Tinitus subjektif, bila suara tersebut hanya didengar oelh pasien sendiri, jenis ini
sering terjadi. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif
atau perubahan degenerative traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea
sampai pusat saraf pendengaran (Husnul,2009)

Tinitus objektif umumnya disebabkan kelainan vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut


mengikuti denyut jantung, keadaan ini biasanya ditemui pada pasien dengan malformasi
arteriovena, tumor glomus jugular, dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai
sebagai suara klik (cliking sound) yang berhubungan dengan penyakit sendi
temporomandibular 4iagnostic kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus
palatat. Tuba eustakius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara
dari nasofaring ke rongga telinga. Tinitus subjektif tejadi bila suara hanya didengar oleh
pasien sendiri. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif atau
perubahan 4iagnostic4e traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat
saraf pendengar.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang
telinga.Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang
telinga.Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus dan stapes, ke
foramen oval.Getaran Struktur koklea pada tingkap lonjong akan diteruskan ke cairan limfe
yang ada didalam skala 5iagnosti. Getaran cairan ini akan menggerakkan 5iagnost Reissner
danmenggetarkan endolimfa. Sehingga akan menimbulkan gerakan 5iagnost antara 5iagnost
basalisdan 5iagnost tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinyadefleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi
sel rambut,sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius. Lalu di lanjutkan ke nukleus auditoris sampai korteks
pendengaran di area39-40 lobus temporalis.

C. ETIOLOGI

Tinitus dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Terkadang, penyebabnya sulit diketahui. Ada
beberapa faktor yang umumnya mengakibatkan tinitus :
1) Adanya kerusakan telinga bagian dalam. Hal ini merupakan penyebab sebagian besar
tinitus. Bagi telinga yang normal, suara yang masuk akan dikirim ke otak oleh saraf-
saraf pendengaran setelah melalui koklea. Jika koklea mengalami kerusakan, proses
penghantar gelombang suara akan terputus dan otak akan terus mencari sinyal dari
koklea yang tersisa sehingga menyebabkan bunyi tinitus.
2) Hilang pendengaran karena lanjut usia. Kepekaan saraf pendengaran akan berkurang
seiring bertambahnya usia sehingga kualitas pendengaran juga akan menurun.
3) Telinga terlalu sering menerima suara atau bunyi yang nyaring. Contoh,
mendengarkan earphone, pekerja pabrik yang menangani mesin-mesin berat, atau
mendengar bunyi ledakan. Akibat jangka pendek, biasanya akan menyebabkan tinitus
yang bisa hilang sendiri. Sementara, akibat jangka panjang berpotensi menimbulkan
kerusakan permanen.
4) Penumpukan kotoran dalam telinga. Hak ini akan menghalangi pendengaran dan bisa
memicu iritasi pada gendang telinga akibat tumbuhnya bakteri.
5) Infeksi pada telinga bagian tengah
6) Penumpukan cairan dalam telinga tengah
7) Pecahnya gendang telinga
8) Efek samping obat-obatan tertentu, seperti 6iagnostic, kina, antidepresan tertentu,
serta aspirin

Adapun faktor resiko :


1. Paparan bunyi keras
2. Usia. Lanjut usia memiliki resiko lebih tinggi terkena tinitus daripada mereka
yang masih muda.
3. Jenis kelamin. Ini biasanya mempengaruhi lebih banyak pria dibandingkan wanita
4. Merokok
5. Masalah kardiovaskuler

D. MANIFESTASI KLINIS

Pada kasus tinitus terdapat gejala telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau
bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinitus bernada rendah atau
tinggi. Sumber bunyi diantaranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dalam rongga telinga
yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf pendengaran.
D. PATOFLOW

Suara eksternal kuat impedensinya

Stereosilia pada organon corti terdefleksi

Impedansi terlalu tinggi Suara berdenging

Kerusakan sel rambut pada telinga Cairan endolimphe

berlebih

Ketulian acoustic neuroma


cerebelum (precuneus) Hidrops pada labirintus
GANGGUAN Tindakan bedah membranaseous
SENSORI
Jaringan atensi dorsal
PERSEPSI
ANSIETAS Yang aktif Meniere’s syndrome

Insomnia NYERI

GANGGUAN POLA

TIDUR
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus secara rutin dilakukan.pemeriksaan penala,
audiometri nada murni, audiometri tutur, bial perlu pemeriksaan Otoacustic Emmision
(OAE), Brainstem Evoked Responese Audiometri (BERA), atau Electro Nystagmography
(ENG). Serta pemeriksaan dengan CT Scan, Weber Test, dan Rine Test.

F. KOMPLIKASI

1. Kelelahan
2. Stress
3. Masalah gangguan tidur
4. Sulit berkonsentrasi
5. Masalah dengan daya ingat
6. Depresi
7. Cemas dan mudah tersinggung

G. PENATALAKSANAAN

Melakukan penatalaksanaan tinitus, harus diketahui penyebabnya, agar disesuaikan obatnya.


Penatalaksanaan bertujuan untuk menghilangkan penyebab tinitus dan atau mengurangi
keparahan akibat tinitus. Pada tinitus penatalaksanaan bertujuan menghilangkan penyebab
dan mengurangi keparahan yang diakibatkan.

Jastreboof mengemukakan penatalaksanaan terkini, berdasar pada model neurofisiologinya


adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan medika mentosa bila diperlukan.
Metode ini disebut dengan Tinitus Retraining Therapy (TRT). Tujuannya adalah memicu dan
menjaga reaksi habiutasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang menganggu.
Habiutasi diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan sistem auditorik ke sistem 8iagno dan
sistem saraf otonom. TRT walau tidak dapat menyembuhkan tinitus dengan sempurna, tetapi
dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan toleransi terhadap suara.

Secara umum, pengobatan tinitus dibagi dalam 4 cara :

1) Psikologis, memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa


penyakitnya tidak membahayakan. Diajarkan juga relaksasi setiap hari.
2) Elektrofisiologik, memberi stimulus elektro akustik dengan intensitas suara yang lebih
keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau dengan tinitus masker
3) Terapi medikamentosa sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya
untuk meningkatkan aliran darah koklea, transquilzer, antidepresan sedative,
neurotonik, vitamin dan mineral.
4) Tindakan bedah dilakukan pada tumor akustik neuroma

Sering ditemui, kasus pasien menjadi gelisah dengan tinitus. Akibatnya, pasien menjadi susah
tidur. Obat penenang atau obat tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang
sangat terganggu dengan tinitus. Pasien harus diberi penjelasan yang baik, sehingga rasa takut
tidak menambah keluhan. Pasien juga harus dijelaskan bahwa gangguan sukar diobati dan
dianjurkan agar beradaptasi dengan gangguan tersebut.

Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk mengetahui penyebab tinitus. Pengujian 9iagnostic
menentukan apakah ada gangguan pendengaran. Tes diskriminasi ucapan audiograf atau
timpanogram dapat digunakan untuk membantu menentukan penyebabnya. Beberapa bentuk
tinitus bersifat ireversibel, akibatnya pasien harus mengerti tentang cara menyesuaikan diri
dengan pengobatan dan menangani tinitus di masa depan.

H. PROGNOSIS

Tinitus adalah gejala non-spesifik yang diproduksi oleh berbagai macam penyakit. Jika
proses penyakit yang mendasari ditanganinya dengan bantuan pembedahan, seperti pada
schwannoma vestibular atau otoklerosis, atau jika obat diberikan untuk proses infeksius,
seperti otitis, tinitus dapat sembuh. Namun, bila penyebab yang dapat diobati dan yang
mengancam jiwa dihilangkan, manajemen dukungan utama mungkin hanya berupa jaminan
dan dukungan psikologis. Seringkali, dokter hanya bisa mencoba mengurangi dampak
penyakit pada kehidupan pasien.
KONSEP KEPERAWATAN

a. Pengkajian Teori
1) Aktivitas
- Gangguan keseimbangan tubuh
- Mudah lelah
2) Sirkulasi
- Hipotensi, hipertensi, pucat (menandakan adanya stress)
3) Nutrisi
- Mual
4) Sistem pendengaran
- Adanya suara abnormal (dengung)
5) Pola istirahat
- Gangguan tidur/kesulitan tidur
6) Anamnesis
Melalui anamnesis ditanyakan waktu permulaan munculnya gejala, lokasi
bunyi apakah uni atau bilateral, durasi, jenis bunyi, keluhan yang menyertai,
riwayat penyakit sebelumnya, dan riwayat penyakit yang lain yang mungkin
dapat berhubungan.
7) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tinitus dapat
dilakukan dengan tes-tes anatara lain :
a) Baer test/ uji baer
Uji ini dilakukan untuk mencatat respon gelombang elektroda ditulang
kepala pada 0-10 msec(potensi awal), 10-50 msec (potensi tengah),
dan 50-500 msec (potensial akhir). Uji pada akhirnya dapat untuk
menentukan adanya gangguan pendengaran sensorineural dan
penyebabnya, apakah akibat kelaianan koklea, N.VIII atau lesi
disusunan saraf pusat.
b) Bedside test
Bedside test digunakan untuk analisis awal suatu gangguan pada
telinga, yang terdiri dari 4 jenis test, antara lain:
 Tes menggunakan suara dari pemeriksa sendiri dengan
menggunakan intensitas yang berbeda-beda (misalnya berbisik,
berbicara keras dan berteriak)
 Tes Rinne : saraf konduksi dibandingkan antara hantaran udara dan
hantaran tulang mastoiden. Tes ini digunakan untuk
membandingkan antara hantaran melalui udara dan melalui tulang.
Normalnya hantaran udara dua kali lebih daripada hantaran tulang.\
 Tes Weber : penala diletakkan digaris tengah kepala (dahi, vertex,
pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau di dagu). Tes ini
digunakan untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan
telinga kanan.
c) Audiometri
Semua pasien dengan tinitus dianjurkan untuk diperiksa dengan
audiometri karena keluhan yang subyektif biasanya berhubungan
dengan alat-alat pendengaran.

b. Diagnosis keperawatan
1) Nyeri b.d resiko tinggi cedera
2) Gangguan pola tidur b.d rasa tidak nyaman ditandai dengan adanya suara berdenging
3) Gangguan sensori persepsi (auditorius) b.d perubahan penerimaan sensori ditandai
dengan penurunan pendengaran
4) Ansietas (cemas) b.d kurang nya informasi tentang gangguan pendengaran

RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : nyeri berhubungan dengan resiko tinggi cedera

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri pada klien berkurang

Kriteria hasil :

 Klien terbebas dari cedera


 Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah cedera
 Klien mampu mengenali perubahan status kesehatan

Intervensi Rasional
1. Observasi nyeri secara berkala dan 1. Luasnya ketidakmampuan menurunkan
komprehensif resiko jatuh
2. Observasi reaksi non verbal dan 2. Mengurangi kemungkinan jatuh dan
ketidaknyamanan cedera
3. Gunakan teknik komunikasi 3. Suara bising dapat memperparah tinitus
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Kontrol lingkungan yang mampu
mempengaruhi nyeri : suhu
ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan
5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, nonfarmakologi,
interpersonal)

Diagnosa 2 : Gangguan pola tidur b.d rasa tidak nyaman ditandai dengan adanya suara
berdenging

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam gangguan tidur klien
teratasi

Kriteria hasil :

 Jumlah jam tidur dalam batas normal, 8 jam sehari


 Klien mampu mengidentifikasi hal-hal yang mampu meningkatkan tidur
 Perasaan fresh setelah tidur/istirahat

Intervensi Rasional
1. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat 1. Kebutuhan tidur yang cukup
2. Fasilitasi untuk mempertahankan meminimalisir kelelahan
aktivitas sebelum tidur (membaca) 2. Kegiatan tersebut dapat mengalihkan
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman klien dari suara berdenging yang
4. Kolaborasi pemberian obat tidur didengarnya
3. Lingkungan yang tenang dapat membantu
klien beristirahat
4. Agar kebutuhan tidur klien terpenuhi

Diagnosa 3 : Gangguan sensori persepsi (auditorius) b.d perubahan penerimaan sensori


ditandai dengan penurunan pendengaran

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan KDM klien
terpenuhi

Kriteria hasil :

 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan


 Mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi Rasional
1. Monitor tingkat kelemahan persepsi klien 1. Suara berdenging pada tinitus terjadi terus
2. Memperbaiki komunikasi : berbicara menerus
tegas dan jelas tanpa berteriak 2. Mengurangi resiko mudah marah yang
3. Kurangi kegaduhan lingkungan biasanya muncul
4. Ajarkan cara berkomunikasi yang tepat 3. Lingkungan yang tenang dapat
5. Berkomunikasi dengan menggunakan mengurangi kecemasan
tanda non verbal (ekspresi wajah, 4. Penurunan pendengaran dapat
menunjuk dan sikap tubuh) menghambat komunikasi
5. Menghindari adanya komunikasi karena
penurunan pendengaran yang dialami
klien

Diagnosa 4 : Ansietas (cemas) b.d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam diharapkan cemas klien berkurang

Kriteria hasil :

 Tidak terjadi kecemasan


 Pengetahuan klien terhadap penyakit meningkat

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan / rasa 1. Mengetahui tingkat kecemasan /
takut rasa takut pasien dalam
2. Kaji tingkat pengetahuan klien menentukan tindakan selanjutnya
tentang gangguan yang di 2. Mengetahui seberepa jauh
alaminya pengetahuan dan pengalaman
3. Berikan penyuluhan tentang pasien serta pemahaman tentang
tinnitus penyakit yang di derita
4. Yakinkan klien bahwa 3. Pasien mengetahui tentang
penyakitnya dapat disembuhkan penyakit yang dideritanya
5. Anjurkan klien untuk rileks, dan 4. Pasien akan merasa tenang dan
menghindari stress rasa takut berkurang dengan
penyakit yang di derita
5. Mengurangin ketegangan dan
membuat perasaan pasien lebih
nyaman dan tenang
DAFTAR PUSTAKA

Dwi Antara Nugraha. 2017.Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pendengaran. Pustaka Baru Press. Yogyakarta

https://www.scribd.com/document/105555909/Askep-tinnitus

https://googleweblight.com/i?u=https://kliniktht.com/definisi-tinnitus&hl=id-ID

Anda mungkin juga menyukai