ILMU TAUHID
1
Ilmu ini dinamakan juga dengan ilmu kalam, sedang
ulama-ulama yang memperkatakannya dinamakan
mutakallimin, atau Ulama Kalam.
2
ilmu ini masalah-masalah yang tidak diperkatakan
oleh Ulama Salaf, seperti penta’wilan ayat-ayat
mutasyabihah, pembahasan tentang pengertian
qadla’, tentang kalam dan lain-lain. Karenanya
dinamailah ilmu ini dengan ilmu Kalam. Lantaran
itulah istilah ilmu Kalam baru terkenal dimasa
‘Abbasiyah sesudah terjadi banyak perdebatan,
pertukaran pikiran dan bercampur masalah-masalah
tauhid dengan problema-problema falsafah, seperti
memperkatakan “maddah (materi)”, susunan tubuh,
hukum-hukum jauhar (zat), sifat dan lain-lain.
3
dalil itu, berdasarkan beberapa pendahuluan yang mudah
ditangkap akal, tanpa memerlukan pikiran”. Dalil-dalil itulah
yang merupakan ma’rifah-ma’rifah yang diperoleh manusia.
4
pengaruh yang mempengaruhi jalan pikiran umat Islam dan
keadaan-keadaan mereka.
5
pendapat. Dan tiadalah diragui oleh siapapun bahwasanya
perdebatan dalam ‘aqidah adalah dari sebesar-besar sebab
perpecahan dan perbedaan pendapat. Orang yang berbeda
pendapat senantiasa berusaha mempertahankan fahamnya
dengan mempergunakan dalil-dalil yang dapat digunakan,
benar atau salah.
6
menjadi golongan Ya’qubiyah dan ada yang menjadi golongan
Milkaniyah.
7
“Kami telah beriman kepada Allah, kepada apa yang
telah diturunkan kepada kami dan kepada apa yang
telah diturunkan kepada kamu”. Tuhan kami dan Tuhan
kamu adalah Tuhan yang Esa. Dan kami menyerahkan
diri kepadanya”.
8
alam sendiri, serta menghindari perdebatan yang
menimbulkan pertengkaran.
9
b) Masa Khulafa Rasyidin
10
dan usaha, dan terbukalah pintu ta’wil bagi nash-nash Al Qur-
an dan hadits dan terjadilah perbuatan riwayat-riwayat palsu.
11
jangan memberi salam, jangan menengok orang yang sakit
dari mereka dan jangan menyembahyangkan jenazah mereka.
12
Diperhujung abad pertama Hijrah terkenallah dalam
masyarakat mazhab (pendapat-pendapat) golongan khawarij,
yaitu : “mengkafirkan orang yang mengerjakan dosa besar”.
Al Hasan Al-Bisri Menetapkan pendapat yang menjadi anutan
umat-umat Islam, yaitu : orang yang mengerjakan dosa besar
dipandang fasiq, tidak keluar dari gelanggang mu’min.
13
Dikatakan mereka dengan ahlul ‘ad-li, adalah karena
mereka menetapkan: bahwasanya hamba ini mempunyai
qudrat, bebas aktif dalam segala tindakannya, yang karenanya
mereka dipahalai dan disiksa. Mereka menidak adakan
kezaliman bagi Allah.
14
Dengan demikian dapatlah kita katakan, bahwa dalam
masa inilah mulai timbul usaha menyusun ilmu (kitab) dalam
Ilmu Kalam. Walaupun kitab-kitab ini telah dibawa oleh arus
zaman tidak ada yang sampai ke tangan kita.
15
menggunakan falsafah untuk kepentingan pikiran mereka.
Dengan demikian, timbullah beberapa partai yang sama sekali
tidak dikehendaki Islam.
16
gandakan kesungguhan mereka dalam mengembangkan
da’wah kepada dasar-dasar yang telah dihunjamkan atau
digariskan oleh Washil Ibn ‘Atha’.
17
memang bermaksud dengan jalan diskusi-diskusi itu dapat
diperoleh suatu pendapat yang dianut oleh semua orang.
18
Abul Hasan menempuh jalan menengah antara madzhab
salaf dan madzhab penentangnya. Dia mengumpal dalil-dalil
naqli bagi pendapat-pendapat dalam menolak paham
Mu’tazillah. Usaha Abul Hasan Al Asy’ari dibantu dan
dikuatkan oleh Abul Mansur Al Mutiridi. Maka dengan usaha
dua tokoh ini, madzhab i’tizal menjadi lemah yang berangsur
lenyap dari anutan masyarakat.
19
menetapkan bahwa batalnya dalil belum tentu batalnya mad-
lul ; karena mad-lul itu mungkin ditetapkan dengan dalil-dalil
lain. Itulah jalan yang ditempuh ulama muta-akhirin. Diantara
yang menempuh jalan ini ialah :
20
suatu tipuan belaka. Maka jauhkanlah dirimu dari pada
menjadi orang yang menggolongkan diri ke dalam salah
satu partai itu dan hendaklah kamu mengumpulkan
antara kedua-dua dasar pokok itu (akal dan naqal) :
karena sesungguhnya ilmu-ilmu ‘aqli adalah setamsil
makanan, sedangkan ilmu-ilmu syar’i adalah setamsil
obat”.
21
Al Qur-an yang sesuai dengan fithrah manusia dan
berpedanan dengan kemudahan agama Islam.
22
yang mencampur baurkan falsafah dengan kalam, atau
menentang usaha-usaha yang memasukkan prinsip-prinsip
falsafah ke dalam ‘aqidah Islamiyah.
23
Muhammad Abduh dan gurunya Jamaluddin Al Afghani
yang kemudian dilanjutkan oleh As-Said Rasyid Ridla.
BAB II
RUKUN IMAN
24
maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang
menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat
Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu 'ain Al-maujud ,
karena wujud itu zat maujud karena tidak disebutkan wujud
melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah
SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua
kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan
itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
" Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang
menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu
Allah yang menjadikan……………" ( Surah Luqman : Ayat
25 )
2. Qidam : Artinya Sedia
Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah
SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada,
yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu
daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta'ala tidak
lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya
adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah SWT.
bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid
ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu
Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua
25
perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada
permulaan baginya. Maka qadim itu khas dan azali itu am.
Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh
sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim.
Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada
empat bagian :
a. Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta'ala )
b. Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta'ala )
c. Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu
seperti terdahulu bapa nisbah kepada anak )
d. Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-
kurangnya satu tahun )
Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati ) tidak
harus dikatakan lain daripada Allah Ta'ala.
3. Baqa' : Artinya Kekal
Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT .
Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan bagi wujud
Allah Ta'ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta'ala , ada
yang kekal dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan
dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar ) Bahkan kekal
yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz,
Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para
26
Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara tersebut kekal secara
mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan
Iradat Allah Ta'ala pada mengekalkannya. Segala jisim
semuanya binasa melainkan 'ajbu Az-zanabi ( tulang kecil
seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih
anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ). Jasad
semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi
Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini
nyatalah perkara yang diiktibarkan permulaan dan kesudahan
itu terbahagi kepada 3 bagian :
a. Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan
sifat Alllah SWT.
b. Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti
Arash, Luh Mahfuz , syurga dan lain-lain lagi.
c. Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala
makhluk yang lain daripada perkara yang diatas tadi
( Kedua ).
4. Mukhalafatuhu Ta'ala Lilhawadith. Artinya :
Bersalahan Allah Ta'ala
dengan segala yang baharu.
Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru ,
yang telahada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah
27
menafikan Allah Ta'ala menyerupai dengan yang baharu pada
zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah
Ta'ala bukannya berjirim dan bukan aradh Dan tiada sesekali
zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis
leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat
dan tiada dalam masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta'ala itu
tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat Allah
Ta'ala itu qadim lagi azali dan melengkapi ta'aluqnya. Sifat
Sama' ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta'ala berta'aluq ia
pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk
hanya pada suara saja. Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan
Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. ,
maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap )
secara yang layak dengan Allah Ta'ala Yang Maha Suci
daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta'ala bersifat dengan
segala sifat yang baharu.
5. Qiyamuhu Ta'ala Binafsihi : Artinya : Berdiri Allah
Ta'ala dengan sendirinya .
Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan
tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka
hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT.
berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang
28
menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat
kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau
hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan
mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan
maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT
menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah karena
kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah.
Allah SWT. Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa
manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali
menjadi mudharat kepada Allah Ta'ala atas sebab kemaksiatan
dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan
atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang
kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya
jua. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
" Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka
pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat
jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke
atas dirinya jua ". ( Surah Fussilat : Ayat 46 ).
Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat
itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada
yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian :
29
a. Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang
menjadikannya Yaitu zat Allah SWT.
b. Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada
yang menjadikannya Yaitu segala aradh ( segala sifat
yang baharu ).
c. Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi
berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu segala
jirim. ( Segala zat yang baharu ) .
d. Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia
pada zat Yaitu sifat Allah Ta'ala.
6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa Allah Ta'ala pada zat, pada
sifat & pada perbuatan.
Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang
pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada bilangan
yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil
( yang bercerai ).
Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan
Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang berhubung
dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta'ala tersusun daripada
darah , daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan
Kam Munfasil pada zat ( menafikan bilangan yang bercerai
30
pada zat Allah Ta'ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat
Allah Ta'ala.
Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam
muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang berhubung
pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta'ala pada
satu-satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam
Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –bilangan yang
bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai
sebagaimana sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.
Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan
Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang
bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan
yang lain menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala
apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah
SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya
seperti iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-
nya seperti kufur dan maksiat sama ada perbuatan dirinya atau
perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan
tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada
hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada memberi
bekas. Maka wajiblah bagi Allah Ta'ala bersifat Wahdaniyyah
dan ternafi bagi Kam yang lima itu Yaitu :
31
1. Kam Muttasil pada zat.
2. Kam Munfasil pada zat.
3. Kam Muttasil pada sifat.
4. Kam Munfasil pada sifat.
5. Kam Munfasil pada perbuatan.
Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan
yang lain menyamai dengan zat , sifat dan perbuatan Allah
SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang
membawa kepada menyekutukan Allah Ta'ala dan perkara-
perkara yang menjejaskan serta merusakkan iman.
7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah Allah SWT.
Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap
sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang qadim lagi azali
yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang
mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang
tiada bersetuju dengan iradah. Adalah bagi manusia itu usaha
dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau
meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan
sesuatu . Kepercayaan dan iktiqad manusia di dalam perkara
ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya membawa
berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad.
a. Iktiqad Qadariah :
32
Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat .
Maksudnya orang yang beriktiqad akan segala perbuatan
yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat
semuanya terbit atau berpunca daripada usaha dan ikhtiar
manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada bersangkut-paut
dengan kuasa Allah SWT.
b. Iktiqad Jabariah :
Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar ( Tergagah )
dan maksudnya orang yang beriktiqad manusia dan
makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah
semata-mata ( tiada usaha dan ikhtiar atau boleh memilih
samasekali ).
33
usaha dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan
ikhtiar serta usaha hamba adalah tempat pergantungan
taklif ( hukum ) ke atasnya dengan suruhan dan tegahan (
ada pahala dan dosa ).
8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah Ta'ala.
Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau
tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi azali thabit
berdiri pada Zat Allah Ta'ala yang menentukan segala perkara
yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka
Allah Ta'ala yang selayaknya menghendaki tiap-tiap sesuatu
apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal
yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan
mendapat ketentuan daripada Allah Ta'ala tentang rezeki ,
umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib
pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di
dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang
bermaksud : " Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian )
kamudi dalam dunia " . (Surah Al – Qasash : Ayat 77).
Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-
sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana
menjunjung titah perintah Allah Ta'aladan menjauhi akan
34
segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah
kepada Allah SWT.
9. ‘Ilmu : Artinya : Mengetahui Allah Ta'ala .
Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu
sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma'adum ( tiada ).
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi
azali berdiri pada zat Allah Ta'ala. Allah Ta'ala Maha
Mengetahui akan segala sesuatu sama ada perkara. Itu
tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata.
Maka ’ilmu Allah Ta'ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu
diAlam yang fana' ini.
10. Hayat . Artinya : Hidup Allah Ta'ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali
berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat yang ada berdiri
pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat,
iradat , Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam.
11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah Ta'ala.
Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi
azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu dengan terang dan
nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu
qadim seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus
sama ada atau telah ada atau yang akan diadakan. Tiada
35
terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising ,
bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta'ala Maha
Mendengar akan segala yang terang dan yang tersembunyi.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala yang bermaksud :
" Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui ".
( Surah An-Nisa'a - Ayat 148 )
12. Bashar : Artinya : Melihat Allah Ta'ala .
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim
lagi azali berdiri pada zat Allah Ta'ala. Allah Ta'ala wajib
bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh
manusia atau tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir
atau tersembunyi dan sebagainya. Firman Allah Ta'ala yang
bermaksud : " Dan Allah Maha Melihat akan segala yang
mereka kerjakan ". ( Surah Ali Imran - Ayat 163 )
13 .Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah Ta'ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim
lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta'ala. Menunjukkan apa
yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia
menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah
Ta'ala yang bermaksud : " Aku Allah , tiada tuhan melainkan
Aku .........". ( Surah Taha - Ayat 14 ) Dan daripada yang
36
mustahil sebagaimana firman Allah Ta'ala yang bermaksud :
" ........( kata orang Nasrani ) bahwasanya Allah Ta'ala yang
ketiga daripada tiga..........". (Surah Al-Mai'dah - Ayat 73).
Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta'ala
yang bermaksud : " Padahal Allah yang mencipta kamu dan
benda-benda yang kamu perbuat itu". (Surah Ash. Shaffaat –
Ayat 96). Kalam Allah Ta'ala itu satu sifat jua tiada berbilang.
Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara yang
dikatakan Yaitu :
1. Menunjuk kepada 'amar ( perintah ) seperti tuntutan
mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan.
2. Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan
mencuri dan lain-lain larangan.
3. Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-
kisah Firaundan lain-lain.
4. Menunjuk kepada wa'ad ( janji baik ) seperti orang
yang taat dan beramal soleh akan dapat balasan syurga
dan lain-lain.
5. Menunjuk kepada wa'ud ( janji balasan siksa )
seperti orang yang mendurhaka kepada ibu & bapak akan
dibalas dengan azab siksa yang amat berat.
37
14. Kaunuhu Qadiran : Artinya : Keadaan Allah Ta'ala
Yang Berkuasa
Mengadakan Dan Mentiadakan.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah
Ta'ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma'adum , Yaitu lain
daripada sifat Qudrat.
15.Kaunuhu Muridan : Artinya : Keadaan Allah Ta'ala
Yang Menghendaki
dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah
Ta'ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma'adum , Yaitu lain
daripada sifat Iradat.
16.Kaunuhu 'Aliman : Artinya : Keadaan Allah Ta'ala
Yang Mengetahui
akan Tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah
Ta'ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma'adum , Yaitu lain
daripada sifat ‚Ilmu.
17.Kaunuhu Hayyun : Artinya : Keadaan Allah Ta'ala
Yang Hidup.
38
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah
Ta'ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma'adum , Yaitu lain
daripada sifat Hayat.
39
- Sifat Mustahil Bagi Allah S.W.T
40
13. Bukm beerti “bisu”
14. Kaunuhu ‘Ajizan beerti “keadaannya yang
lemah”
15. Kaunuhu Karihan beerti “keadaannya yang
terpaksa”
16. Kaunuhu Jahilan beerti “keadaannya yang
jahil/bodoh”
17. Kaunuhu Mayyitan beerti “keadaannya yang
mati”
18. Kaunuhu Asam beerti “keadaannya yang tuli”
19. Kaunuhu A’ma beerti “keadaannya yang buta”
20. Kaunuhu Abkam beerti “keadaannya yang bisu”
41
Qudrat dan Irodah. Dan boleh-boleh saja bagi Allah SWT
meniadakan sesuatu.
A. Pengertian
42
Dan mereka berkata, “Tuhan yang Maha Pemurah telah
mengambil (mempunyai) anak.” Maha Suci Allah.
Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba
yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan
perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.
(Al-Anbiya: 26-27)
43
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-
rasul-Nya. (Mereka mengatakan), “Kami tidak membeda-
bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-
rasul-Nya”, dan mereka mengatakan, “Kami dengar dan
kami taat.” (Mereka berdoa), “Ampunilah kami, Ya Tuhan
kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah:
285)
44
B. Dalil Iman Kepada Malaikat
45
mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka
berdoa), “Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada
Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah: 285)
46
penyampai wahyu adalah roh yang berakal yang memiliki
ilmu yang luas dengan izin Allah. Malaikat menyampaikan
wahyu kepada roh Nabi sebagai pokok agama. Karenanya,
penyebutan iman kepada malaikat didahulukan atas
penyebutan iman kepada kitab dan para nabi. Sebab,
merekalah yang datang kepada para nabi membawa kitab.
Jadi, mengingkari malaikat berarti mengingkari wahyu,
kenabian, dan ruh. Dan itu berarti mengingkari hari akhir.
Orang yang mengingkari hari akhir tujuan utama hidupnya
adalah kenikmatan dunia, syahwat, dan segala tuntutannya.
Hal ini adalah sumber kesengsaraan di dunia sebelum di
akhirat.”
D. Sifat-sifat Malaikat
47
dari api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah
diceritakan pada kamu (tanah).”
48
Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan
mereka mengerjakan perintah-perintahNya. (Al-Anbiya: 27)
49
Allah memiliki anak dan anak-anaknya adalah para wanita
(malaikat). Sementara di sisi lain mereka tidak senang dengan
anak-anak perempuan. Lihat gambaran ini di surat An-Nahl
ayat 58.
50
Bukan sesuatu yang aneh keyakinan yang salah ini masih
mempengaruhi akal dan hati banyak orang. Contoh yang
paling jelas adalah menyerupakan malaikat dengan
perempuan-perempuan berkostum putih dan membuat patung
atau gambar malaikat pada bentuk anak-anak perempuan dan
wanita-wanita cantik yang memiliki sayap. Gambar-gambar
itu dijual di pasar-pasar dalam bentuk ucapan selamat pada
hari bahagia dan hari raya. Bahkan ada yang membuat boneka
malaikat dengan wujud anak perempuan atau wanita cantik.
Tentu hal ini adalah kekufuran yang jelas. Barangsiapa yang
meyakini bahwa suara perempuan adalah suara malaikat atau
para perempuan merupakan potret malaikat rahmah, ia adalah
kafir. Begitu pendapat Al-Bani dalam buku Arkanul Iman.
51
(lihat surat Yusuf: 31). Tapi, mereka tidak menyakini bahwa
Nabi Yusuf itu malaikat.
52
kamu takut.” Dan mereka memberi kabar gembira kepadanya
dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak).
22. Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada
kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka
berkata, “Hijraan mahjuuraa”.
53
besar, yang dianggap sebagai kesombongan dan melampaui
batas; dan Allah menjelaskan kepada kita bahwa kita sebagai
manusia tidak akan pernah dapat melihat malaikat sampai hari
kiamat.”
54
Walaupun kita, manusia, tidak dapat melihat malaikat,
namun ada sebagian makhluk yang diberi kelebihan khusus
sehingga dapat melihat malaikat. Bukhari dan Muslim dalam
shahihnya meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
saw. bersabda, “Jika kamu mendengar suara ayam jago, maka
mintalah kepada Allah sebagian dari karunianya, karena ayam
jago itu dapat melihat malaikat; dan bila kamu mendengar
suara ringkik keledai, maka berlindunglah kepada Allah dari
setan karena ia melihat setan.”
55
Dalam kisah tamu Nabi Ibrahim, para malaikat datang dengan
menjelma sebagai laki-laki dewasa. Karena itu, Nabi Ibrahim
langsung menjamu mereka dengan makanan. Contoh lain
adalah ketika malaikat datang kepada Maryam ibu Nabi Isa
a.s. Perhatikan surat Maryam ayat 16-17 ini.
56
sangat hitam, lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua
lutut Rasulullah dan meletakkan kedua telapak tangannya di
atas paha Rasul, dan ia berkata, ‘Wahai Muhamad, beritahu
saya tentang Islam.” Kemudian bertanya lagi tentang iman,
ihsan, dan hari kiamat. Kemuian meninggalkan tempat itu.
Lalu Rasulullah saw. bertanya kepada Umar, “Wahai Umar,
apakah kamu tahu siapa yang bertanya tadi?” Umar
menjawab, “Allah dan RasulNya lebih tahu.” Kemudian
Rasulullah saw. menjelaskan, “Dia adalah Malaikat Jibril yang
telah datang kepadamu mengajarkan kami tentang agamamu.”
Jika kursi Allah swt. luasnya seluas tujuh lapis langit dan
bumi, coba bayangkan sebesar apa ‘Arsy dan bayangkan
betapa dahsyatnya kekuatan yang dimiliki para malaikat
pemikul ‘Arsy. Coba bayangkan bagaimana kekuatan malaikat
57
peniup sangkakala dimana saat sangkakala ditiupkan seluruh
makhluk yang ada di langit dan bumi mati seketika. “Dan
ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan
di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian
ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka
berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (Az-Zumar:
68)
58
(menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima
puluh ribu tahun.”
59
“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan
mereka mengerjakan perintah-perintahNya.” (Al-Anbiya: 27)
ayat
“ فلس سسول انس سسه كس سسان مس سسن السمس سسبحيseandainya ia bukan orang yang selalu
60
Dan Abdurrahman bin Qarth bahwa Rasulullah saw. pada
malam Isra’ dan Mi’raj mendengar suara tasbih di langit yang
paling atas:““ سبحان العلي العألى سبحانه وتعالى. (Al-Baihaqi, Tafsir
Al-Qurthubi juz 1/267).
61
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan
melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (An-
Nahl: 50)
62
Di ayat 30 surat Al-Baqarah, malaikat berkata, “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.
Malaikat mencela terjadinya maksiat yang dilakukan Adam
dan keturunannya, dan ini berarti menunjukkan bahwa mereka
(malaikat) bebas dari dosa. Sikap mereka itu diperkuat dengan
kata-kata, “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” Yang berarti
mereka senantiasa bertasbih dan mensucikan Allah tanpa
henti.
63
tentang bebasnya malaikat dari kesalahan. Hal itu ditinjau dari
beberapa sisi:
64
4. Bahwa perkataan mereka, “Maha Suci Engkau,
tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah
Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” adalah
sikap minta permakluman dan itu tidak terjadi kecuali
karena telah melakukan kesalahan.
65
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.“
66
Jika saya beriman kepada Allah dan malaikat-malaikat-Nva,
tetapi saya masih meragukan kitab-kitab dan Utusan-utusan-
Nya; rmeyakini bahwa Dia telah nenurunkan Taurat kepada
Nabi Musâ atau Alquran kepada Nabi Muhammad saw.,
berarti ternyataan semacam ini menyebabkan orang yang
mengucapkannya keluar dan Islam.
67
kepada semua itu. Namun, saya tidak mengerti bagaimana
wujud surga. Apakah di dalam surga kita akan makan seperti
layaknya di muka bumi? Saya juga tidak mengerti bagaimana
kita menikmati segala sesuatu yang abadi dalamnya.” Ucapan
seperti ini tidak menyebabkan orang yang mengucapkannya
keluar dari Islam, karena ia membicarakan hal gaib yang tidak
diketahuinya. Ia beriman kepadanya, tetapi tidak mengetahui
hakikatnya.
68
membawa kitab kepada kaumnya untuk menunjukkanjalan
kebenaran.
69
Ada baiknya kalau kita berusaha mengetahui apa yang
belum dikisahkan Allah kepada kita. Penting bagi kita untuk
mengetahui rahasia diutusnya para nabi dan rasul. Pada
dasarnya, diutusnya Nabi Muhammad adalah rahmat bagi
manusia. Jika Allah tidak mengutus para nabi dan rasul-Nya,
Dia akan menegaskan argumen (hujjah)-Nya atas nanusia
karena dua sebab. Pertama, Allah telah menganbil kesaksian
atas manusia sewaktu diciptakan oleh Allah. Padahal, saat itu,
manusia masih berupa sel dalam tulang rusuk Adam. Kedua,
firman Allah yang penuh kasih sayang selalu
berkesihambungan kepada manusia. Tanda-tanda-Nya dapat
dijumpai di alam semesta, di dalam diri manusia sendiri, di
dalam berbagai mukjizat-Nya yang sangat dahsyat di ufuk dan
di alam bawah sadar. Seandainya manusia merenungkan ihwal
pernapasanya, menyadari bahwa ia hidup dalam setiap tarikan
napas berkat udara yang diciptakan oleh Allah, dan
merenungkan ihkwal darahnya yang telah mengenyami
berbagai nikmat-Nya, pastilah ia akan mengetahui bahwa
semua argumen ini sudah sudah cukup menjadi pegangan
tanpa memerlukan pengutusan para rasul.
70
ada interpretasi lain dari pengutusan para nabi, kecuali hanya
hanya sebagai rahmat bagi ummat manusia. Karena
kemurahan dan rahmat-Nya, Dia mengutus para nabi dan
memberlakukan hukuman.
Selain itu, masih ada sebab lain bagi diutusnya para rasul
Allah, yakni memperbaiki kesalahan dan mengantarkan
manusia kepada sumber-sumber iman asli, setiap kali situasi
kehidupan, kejahatan hawa-nafsu, atau tekanan kebutuhan
menjauhkan manusia dari iman itu.
71
Sumber ilmu para nabi adalah wahyu. Sementara itu,
sumber ilmu orang-orang selain mereka entah filosof,
cendekiawan, intelektual, atau pemikir adalah akal yang
menjadi alat untuk hidup di muka bumi ini. Akal menjadi
sarana untuk mengungkap kehidupan manusia di dunia.
Membebani akal untuk mengkaji dan meneliti alam gaib sama
seperti halnya hati manusia bertanya tentang pemandangan
yang dilihat oleh mata. Hati akan berbicara kepadanya tentang
perubahan berbagai aliran darah yang keluar masuk
melaluinya. Hati juga dapat memberitahu ihwal aktivitas,
misalnya saja, perut. sistem pencernaan, dan jantung: tetapi ia
tidak tahu bahwa ada dua mata dan tidak tahu apa yang dapat
disaksikan oleh kedua mata itu berupa pemandangan di jalan-
jalan, gunung-gunung, lautan, langit, dan bintang-bintang.
72
Allah lebih mengetahui, di mana Dia menempatkan tugas
kerasulan…
(QS6: 124).
73
pilihan yang bukan berasal dari-Nya sama sekali tidak berarti
apa-apa.
74
Kemudian, usaha memusuhinya semakin bertambah sengit
dan meluas hingga mencapai skala yang dapat
mencelakannya. Sang bahi pun kehilangan kedamaiannya di
luar tugas kenabiannya. Namun, kedamaiannya dalam
menjalankan tugas kenabian semakin bertambah besar. Ia
benjalan dengan kekuatan dalam dirinya untuk berdakvah di
jalan Allah hingga menemukan apa yang telah ditetapkan
Allah baginya. Keutamaannya bertambah sesudah Allah
memilihnya sebagai seorang nabi . Kecenderungan hatinya
pada Allah menyebabkan dipilih sebagai nabi. Betapa berat
harga yang dibayarkan para nabi dan betapa besar
pengorbanan mereka demi kepentingan kita.
75
orang-orang awam yang berbuat baik (al-abrâr) adalah
keburukan yang dilakukan oleh orang-orang yang dekat
dengan Allah (al-muqarrabin). (Sebuah diktum yang terkenal
berbunyi: hasanat al-abrár sayyi’at al-muqarrabin peny).
Kebaikan orang-orang yang dekat dengan Allah
disempurnakan oleh para nabi. Dengan demikian,
persoalannya di sini hanyalah bersifat relatif.
76
menunjukkan kemurkaan dan lebih tinggi daripada harus
meninggalkan kaumnya.
77
beliau yang ditegur oleh Allah dan diajarkan oleh-Nya. Tetapi,
ada juga penistiwa yang tidak diridhai Allah:
78
hatinya bagi seorang buta dan hendaknya tidak memalingkan
pandangannya. Nabi saw. juga memahami bahwa seluruh
waktu dan usahanya hanya diperuntukkan bagi Allah, orang-
orang miskin, dan orang-orang yang tengah dalam kesusahan.
Begitulah beberapa kesalahan yang dilakukan oleh para nabi.
Diukur dengan parameter manusia, kesalahan-kesalahan itu
merupakan kebaikan. Akan tetapi, menurut parameter Allah,
ini merupakan suatu bentuk tersendiri dan akan mendapatkan
teguran tersendiri juga.
79
dan alam semesta. Seseorang yang mengaku bahwa dirinya
adalah utusan Tuhan haruslah mampu mengemukakan bukti
atas pengakuannya itu. Misalnya saja, mukjizat Nabi Nuh
adalah bahwa beliau mampu meyeru kaumnya selama 950
tahun, dan kemudian dipertegas oleh Allah dengan topan.
Mukjizat Nabi Ibrahirn adalah bahwa hati beliau bersih dari
segala sesuatu selain Allah. Beliau merasa dingin sewaku
dibakar dalam api membara. Mukjizat Nabi Musâ adalah
tongkat yang mampu berubah menjadi ular yang sangat
perkasa. Mukjizat Nabi Isa adalah kemampuannya
menghidupkan orang mati. Sementara itu, mukjizat nabi
Muhammad adalah kitab dan akhlak, yaitu Alquran. Allah
berfirman :
80
(Ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari nabi-
nabi dan dari kamu (sendiri), Nûh, Ibrâhîm, Mûsâ, Isâ
putra Maryam; dan kami telah mengambil dai mereka
perjkanjian yang teguh (QS 33:7).
81
kepada Isâ putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami
perkuat dia dengan Rûh al-Quds …(QS 2:253).
82
yang lain”. Di antara nabi Allah .” beliau juga bersabda,”
janganlah kalian mengutamakan diriku atas Yûnûs bin Matâ.”
A.Pengertian
1).
As-Sam’ani ialah : Abdul Mudhaffar Mansyur. Ibn Muhammad Ibn Abdul Jabar Ibn Ahmad Al
Marwazi As-Sam’ani At-Tamimi seorang ahli tafsir, masuk golongan ulama hadits. Lahir pada
tahun426 Hijrah, wafat pada tahun 489 Hijrah.
83
mengetahuinya. Nabi dan malaikat tidak dapat
mengetahuinya.
84
keimanannya kepada qadar, menambahkan keberanian mereka
dalam berjuang mengembangkan agama Allah.
85
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap
perempuan, dan kandungan rahim yang kurang
Sempurna dan yang bertambah. dan segala sesuatu pada
sisi-Nya ada ukurannya. Tuhan yang mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, lagi Maha Tinggi”.(ayat 8, 9 S.
13 : Ar Ra’ad)
86
kawaasan kekuasaannNya, terkecuali apa yang
dikehendakinya ; karena tak ada dalam wujud ini sesuatupun
atau seseorangpun yang menyamaiNya dalam martabat
wujudNya. Segala yang selainNya memperoleh wujud dari
padaNya.
87
Berkata Al Hafidh dalam Fat-hul Barie setelah
mengemukakan hadits ini sebagai berikut : Maksudnya ialah
segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidaklah terjadi,
malainkan telah diketahui Allah terlebih dahulu dan
dikehendakiNya.
88
iradatNya yang azali tanpa ada sedikitpun perubahan dan
penukaran.
1).
Qatadah ialah : Qatadah Di’amah Ibn Qatadah Abul Khathab As-Saudi Al Basri seorang ahli tafsir
dan penghafal hadits. Imam Ahmad berkata : “Qatadah adalah seorang yang paling terkemuka dalam
menghafal hadits dari penduduk Bashrah dan Qatadah terkenal pula sebagai seorang ulama terkemuka
dalam bidang Arabiah Mufradat Lughah dan mengetahui pula tentang keturunan bangsa-bangsa Arab.
Lahir pada tahun 61 H. Wafat tahun 118 H.
22). Al-Kalby ialah : Muhammad Ibn Said al Kalby Abun-Nadlri, seorang ulama Tafsir dan sejarah
bangsa Arab. Beliau ini mempunyai sebuah kitab dalam bidang tafsir, tetapi dipandang lemah di
dalam bidang hadits. Wafat pada tahun 146 Hijrah.
89
bahwasanya yang dikehendaki dengan kalimat-kalimat Allah
dalam ayat ini ialah : mu’jizat yang Allah telah janjikan
kepada Nabi-nabiNya ya’ni : memberi pertolongan.
90
menetapkan apa yang Dia kehendaki”.( ayat 39 S. 13 :
Ar-Ra’ad)
91
C.Iman Kepada Qadar Adalah Salah Satu Dari Sendi
Agama
92
jiwa manusia, melengahkan urusan perobatannya dan
melemahkan kemalaratannya. Jika tidak, suburlah pada
manusia tabi’at cinta diri dan mengutamakan diri sendiri dan
putuslah hubungannya dengan orang-orang yang ada di
sekitarnya, apabila dia memperoleh kebajikan, dan timbullah
keluh kesahnya dan lemahlah cita-citanya apabila dia ditimpai
bencana.
93
Maka jalan yang paling baik untuk memelihara manusia
dari pada pongah, congkak dan sombong, apabila dia
memperoleh kebajikan dan menghibur hatinya, apabila dia
ditimpa kesusahan, ialah iman, bahwa apa segala yang telah
terjadi adalah demikian takdir azali.
94
tidak terjadi kesukaran atau kemudahan, kekayaan atau
kepapaan, hidup dan mati, melainkan dengan ketentuan Allah.
Orang itu bekerja dengan sebaik-baiknya. Dia tidak takut
melainkan kepad Allah. Dan dia tidak mengharap, melainkan
rahmat dan keridhaan Allah Swt.
95
diciptakan untuknya”.
96
mudahkan untuknya memperoleh jalan yang mudah. Dan
adapun orang yang kikir dan merasa berkecukupan dan
mendustakan apa yang paling indah, maka kami akan
memudahkan untuknya kesulitan (kesukaran). Maka
berkatalah orang ramai kepada sesamanya : “Kalau
demikian maka hendaklah kita bersungguh-sungguh.
97
Dan bagaimana iman kepad qadar, memalingkan mu’min
dari berusaha, padahal qadar itu melengkapi sebab dan
musabbab. Orang yang ditaqdirkan syurga untuknya
umpamanya, ditaqdirkanlah baginya mengerjakan segala
amalan yang saleh yang menyebabkan dia menjadi penghuni
syurga.
98
Allah menyuruh kita mencari obat diwaktu kita sakit,
Rasu Saw bersabda:
99
pekerjaan sesudah terjadinya, adalah merupakan dalil yang
menunjukkan bahwasanya Allah Swt telah mengetahui dan
telah berlaku kehendakNya. Adapun sebelum berwujudnya
dan terjadinya, maka itu merupakan suatu rahasia dari pada
rahasia-rahasia Allah yang berkeinginan akan mengerjakan
sesuatu, tidak dapat dia mengatakan, bahwasanya dia
berkeinginan mengerjakan sesuatu itu, karena Allah telah
mentaqdirkan kejadiannya lantaran ‘illat yang membangkit
dia mengerjakannya tentulah telah ada pada si pekerja
sebelumnya dia mau mengerjakannya, karena ‘illat itulah
yang membangkitkannya dari tidur untuk menunaikan tugas,
dan bagaimana manusia mengetahui apa yang ditakdirkan
baginya, padahal Allah telah menyembunyikan kepada
seutama-utama makhluqnya Nabi Saw.
100
Maka betapa kita mengatakan dikala iradat kita menuju
kepada sesuatu amal, bahwasanya iradat itu menuju kepada
apa yang Allah telah menghendaki terjadinya. Dapatlah kita
mengatakan dikala bertemu dengan teman kita secara
kebetulan, bahwa kita sengaja menemuinya? Apa kita
dipandang benar kalau kita mengat demikian? Tidak, tidak
dipandang benar, karena kita berjumpa dengan teman kita itu,
bukan digerakkan oleh keinginan menjumpainya.
101
tetap dalam syirik dengan alasan telah ditaqdirkan demikian.
102
berkecamuk penyakit tha-un. Maka ‘Umar menanyakan
pendapat para muhajirin dan para Anshar tentang sikap apa
yang harus diambil. Para Muhajirin sepakat untuk kembali
saja ke Madinah. Diketika ‘Umar memerintahkan para
jama’ah untuk kembali, Abu Ubaidah berkata : “Apakah kita
lari dari qadar Allah? ‘Umar menjawab : “Mudah-mudahan
orang lain dari pada yang mengatakan demikian.
Benar, kita lari dari pada qadar Allah kepada qadar Allah.
Bagaimana pendapat engkau kalau engkau mempunyai
sejumalah unta yang digembala di dua lembah. Yang sebuah
subur dan sebuah lagi kering, tidak mempunyai tumbuh-
tumbuhan. Bukanlah masing-masing engkau
mengembalakannya dengan qadar Allah. Abu ‘Ubadiah
beralasan dengan qadar untuk tidak lari dari tha’un. Abu
‘Ubaidah tidak membedakan antara sifat kebenarannya
dengan sifat menjerumuskan diri ke dalam kancah kebinasaan.
103
berdusta kepada Allah dan aku potong tanganmu engkau
mencuri”.
104
yang menunjukkan kepada wujud Allah dan kesempurnaan
sifatNya dan Allah menunjuki manusia kepada atuaran-aturan
kebenaran, keadilan dan kebajikan dengan perantaraan
RasulNya. Allah memberikan pula hidayat akal dan fitrah
yang dengan hidayat ini manusia mengetahui jalan-jalan
memperoleh penghidupan, bercocok tanam, berdagang,
bertukang, berburu, menangkap ikan dan sebagainya.
105
membedakan antara yang baik dengan yang buruk, agar
dapatlah manusia itu dipuji atau dicela, diberikan pahala atau
siksa.
106
“Sesungguhnya Allah telah menciptakan rahmat dihari
Allah menciptakan seratus rahmat, lalu Allah menahan
di sisiNya sembilan puluh sembilan rahmat, dan
melepaskan satu rahmat saja. Maka jikalau orang kafir
mengetahui segala rahmat yang ada di sisi Allah,
tentulah dia tidak putus asa dari pada memperoleh
syurga. Dan sekiranya para mu’min mengetahui segala
azab yang ada di sisi Allah, tentulah dia tidak akan
merasa aman dari api neraka”.
107
ma’siat) dan engkau mengharap terlepas dari ‘azab”.
108
atau betapa Allah mengetahui sedari azali pekerjaan yang
akan terjadi dari manusia dengan iradat manusia yang
merdeka, maka hal itu adalah yang tidak diperkatakan, karena
membahasnya tak ada gunanya ; tak dapat akal mencapainya.
Lantaran itulah menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ath-
Thabrani dengan sanadnya yang hasan, Nabi Saw bersabda :
109
mempertengkarkan masalah ini. Saya menakan
kepadamu supaya kamu tidak mempertengkarkan
masalah ini”.
110
BAB III
POKOK MANFAAT DAN PENGARUH IMAN
PADA KEHIDUPAN MANUSIA
111
“Dimana saja kamu berada,kematian akan datang
mendapatkan Kamu kendatipun kamu dalam benteng yang
tinggi lagi kokoh”. (An-nisaa,4:78)
112
kehidupan yang baik ialah kehidupan oran-
orangyangselalu melakukan kebaikan,mengerjakan perbuatan-
perbuatan yang baik
113
BAB IV
PENYEBAB NAIK TURUNNYA IMAN
114
begitu juga, dia dituntut untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab menurunnya keimanannya, sehingga dengan begitu
dia bisa menghindarinya. Kewajiban ini memancar dan sudut
pandang yang ditemukan di dalam sebuah peribahasa berikut :
115
mendapat ilmu mengenai penyebab-penyebab penurunan ini
tidak kurang pentingnya daripada mempelajari penyebab
kenaikan iman seseorang.
116
bahwa ini adalah salah satu alasan terbesar bagi kegagalan
dan kehilangan iman.
117
Dia meriwayatkan dari Mujahid, Sa’id bin Jubair dan
Ikrimah, “Sesungguhnya, beruntunglah dia yang mensucikan
jiwanya. “ Mereka mengatakan: “Barangsiapa yang
membersihkan,,, jiwanya. “
118
Allah mengotorinya dengan melalaikan dan mengabaikannya,
dengan membiarkan jiwanya tanpa petunjuk sampai dia
berbuat dosa dan meninggalkan ketaatan kepada Allah.”
119
Mengenai penyebab turunnya iman dan faktor yang
melemahkannya, ada banyak dan jenisnya. Bagaimanapun
juga, secara umum, mereka terbagi ke dalam 2 kategori dan
sejum1ah faktor terletak dibawah masing-masing kategori,
yaitu penyebab dari dalam dan dari luar diri seseorang.
1. Kebodohan
120
Orang yang bodoh bahkan sebaliknya, karena perbuatan
kebodohan yang melampaui batas yang ia kerjakan dan karena
kurangnya ilmu, dia mungkin lebih mengutamakan kepada
hal-hal yang membawa kepada kerugiannya. Hal ini karena
ukuran dalam dirinya telah berubah dan atas ke bawah dan
juga karena sudut pandangan yang lemah.
121
mengandung bahaya dan tacun, dia tidak akan berani
mendekatinya.”
Allah berfirman:
122
(berhala),”Musa menjawab. “Sesungguhnya kamu ini adalah
kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Thhan)” (al-A’raaf
7: 138)
123
Untuk alasan ini, siapa saja yang tidak mematuhi Allah
dan melakukan beberapa bentuk dosa adalah orang yang
bodoh, sebagaimana pemahaman para Salaf dalam penjelasan
firman-Nya:
124
Arti daripada “. .kebodohan...” dalam ayat ini adalah di
luar dan kebodohan si pelaku terhadap akibat perbuatannya
berupa kemarahan dan hukuman Allah. Itulah kebodohannya
secara nyata yang Allah lihat dan amali padanya dan
kebodohan daripada penurunan iman yang kembali padanya
atau kehilangan iman sepenuhnya.
125
Mujahid berkata: “Setiap orang yang tidak patuh kepada
Tuhannya, dia adalah orang yang bodoh, sampai dia kembali
dan kebodohannya itu.”
126
kunci kepada semua kebaikan. Tidak ada obat lain untuk
penyakit ini kecuali ilmu Allah. Penyakit ini tidak akan
berpisah dari orangnya kecuali bila Allah mengajarinya
tentang apa saja yang akan bermanfaat baginya dan
mengilhaminya untuk melakukan perbuatan yang baik.
127
maka imannya akan menurun sesuai kehadiran daripada
ketiga penyebab ini. Itu akan menimbulkan penyakit hati atau
kematian hati karena pengaruhnya oleh kesalahan pandangan
dan hawa nafsu.
128
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan
(tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa
puas dangan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan
kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat
Kami, mereka itu tempatnya,, ialah neraka, disebabkan apa
yang selalu mereka kerjakan.” (Yunus 10:7-8)
129
dari dzikir kepada Allah. Bila di melakukan amal shaleh
tertentu untuk Allah, amalnya kosong dari kerendah hatian,
pertobatan rasa takut kebenaran, ketulusan, kesederhanaan
dan ketenangan.
130
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
telah dipeningatkan dengan ayat-ayat dan Tuhannya lalu dia
berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah
dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah
meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka
tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di
telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka
kepedapetunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat
petunjuk selama-lamanya.” (al-Kahfi 18 : 57)
131
“Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan
Yang Maha Pemurah (Al-Qun’an), Kami adakan baginya
syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi
teman yang selalu menyertainya” (az-Zukhruf 43 : 36)
Allah berfirman:
132
Inilah akibat keengganan manusia yang akan
menyebabkan dia mendapatkan akibat dan bahayanya.
Sebagaimana firman-Nya :
133
S77ebagaimana firman Allah:
134
Bagaimanapun juga, derajat dosa berbeda tingkatannya,
sesuai dengan kejahatan yang mereka datangkan dan
kehebatan kerugian yang ditimbulkannya. Ini seperti yang
dikatakan oleh Ibnul Qayyim: “Tanpa ragu lagi, kufur, fasiq,
dan ketidakpatuhan adalah bertingkat-tingkat seperti juga
iman dan amal shaleh juga bertingkat-tingkat.”
Allah berfirman:
135
maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka
disamping kekafirannya” (at-Taubah 9: 124 - 125)
136
Sebagaimana tercatat dalam Shahihain, Abdur Rahman
bin Abi Bakrah menceritakan dari bapaknya bahwa kata
bapaknya: “Kami sedang bersama dengan Rasulullah saat
beliau bertanya 3 kali,Tidak sebaiknyakah aku
memberitahukanmu dosa besar yang terbesar ? Berbuat
syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua, dan bersaksi
palsu.”
137
Syaithaniyyah, Sab’iyyah dan Bahiimiyyah; semua dosa dapat
dikelompokkan ke dalam jenis ini.
138
lemah dan tidak mampu. mi melahirkan banyak jenis kerugian
kepada manusia berupa keberanian ke arah melakukan
penindasan dan pelanggaran.
139
Perbedaan dosa-dosa ini dan dampaknya bagi iman
bertingkat-tingkat dengan pelbagai jenis pertimbangan.
Beberapa dari itu adalah : kelas dosa, jumlahnya, tingkatan
dampak kerugiannya, tempat, waktu dan juga mengenai
pelakunya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
140
bersuami, karena penindasan dan pelanggaran mendatangkan
perlawanan suami karena merusak kamarnya. Dosa orang ini
dapat lebih besar atau lebih sedikit daripada semata-mata
perzinahan.
141
seorang budak adalah setengah dari orang merdeka. Hal yang
lebih jijik bila dilakukan oleh orang yang telah menikah
daripada dilakukan oleh orang yang belum menikah, begitu
pula bagi orang tua dibanding anak muda.
142
kekasihnya memerintahkannya diluar atau di atas kepatuhan
kepada Allah dan Rasul-Nya, maka orang yang dirundung
cinta tersebut akan mau untuk menjalankannya.
143
Penurunan iman dengan cara membunuh jiwa dengan tidak
sah adalah lebih besar daripada menelan harta secara tidak
sah. Penurunan iman oleh dua perbuatan ketidak patuhan
adalah lebih besar daripada oleh satu perbuatan
ketidakpatuhan.
144
pameran kesombongan oleh orang kaya dan perzinahan oleh
anak muda. Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits.
1. Kelas dosa
2. Tingkatan clampak merugikan dan dosa
3. Jumlah dosa
4. Tempat dan waktu dosa
5. Ketidaksengajaan pelaku
6. Tentang Pelaku
145
Penjelasan mengenai hal ini telah dilakukan, dan pada
Allah terletak semua taufiq.
146
peringatan dan Allah, yang nilainya sebanding seperti kepada
tumbuhan yang disirami dengan air dan kebakaran yang
disebabkan oleh api. Lawan dan hal-hal ini muncul dan
amalan yang shalih.
147
“. . . Sekiranya tidak lah karena kurnia Allah dan
rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun
dan kamu bersih selama-lamanya (dari perbuatan-perbuatan
keji dan mungkar itu)...” (an-Nuur 24: 21)
148
Bila Allah menganugerahi taufiq dan menolongnya, Dia akan
mengantarkannya pergi meninggalkan semua perbuatan jahat
ini. Allah telah membuat keadaan yang berlawanan kepada
jiwa ini, sebuah jiwa yang tenang.’1Bila salah satu jiwa
memerintahkan kejahatan yang mendorong seorang hamba
dengan sesuatu perbuatan keji, maka jiwa yang tenang
melarang si pemilik untuk melakukan itu.
1 Yakni bukan jiwa lain, tetapi sebuah sifat yang berbeda dan jiwa yang sama. Al-Qadi bin Abu al-Izz al-Hanafi,
rahimahullah berkata dalam komentarnya kepada uraian al-Imam ath-Thahawi tentang aqidah: “Banyak orang
berpendapat bahwa anak Adam mempunyai tiga jiwa: yakni jiwa yang tenang (muthma’innah), sebuah jiwa
yang menyesal (lawwa,mah) dan sebuah jiwa yang suka memerintahkan kejahatan (ammarah), dan sebagian
orang lagi disifati dengan salah satu sifat khnsus darinya , dan orang lain lagi dengan sifat-sifat yang lainnya lagi.
Sebagaimana Firman Allah :“ Wahai jiwa yang tenang (muthma’innah) ( Al—Fajr :28). “Dan Aku bersumpah
dengan jiwa yang menyesali dirinya (lawwamah) (Al- Qiyaniah : 2). “ Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan ( Yusuf: 53) Kecenderungan yang betul, yakni adalah bahwa itu adalah satu jiwa, yang mana
mempunyai beberapa sifat/karakter yang berbeda. Kemudian, jiwa itu bersemangat melakukan kejahatan. Jika
hal itu berlawanan dengan iman , maka jiwa itu menjadi jiwa yang menyesali; dia melakukan dosa kemudian
memarahi pelakunya dan menyesali dengan tujuan untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan perbuatan. Bila
iman menguat, maka jiwa itu tadi berubah menjadi jiwa yang tenang. ” Menurut Syarh al-’Aqidah ath-
Thahawiyyah ole Ibnu Abi al-Jzz al-Hanafi , halaman 569. Diteliti oleh Dr. Abduliah bin Abdul Muhsin At-Turki
dan Syu’aib al-Arna’ut, cetakan kedua 1413 II, Mu’asassah Ar-Risalah, Beirut.
149
tenang dan jiwa yang jahat, dan mereka saling bermusuhan
satu sama lain.”
150
untuk muhasabah (instropeksi) agar tidak hancur dalam
kebinasaan.
151
akan hal itu. Dan hal itu akan lebih baik daripada dia telah
melakukan perbuatan itu.
152
baginya, dia merasa mudah untuk melakukannya dan menjadi
sulit baginya untuk berhenti dan kebiasaan buruk dosanya.
Bila ada hal yang dia tidak pedulikan yang pernah dia
lakukan, dia bisa memperbaikinya dengan mengingat dan
kembali kepada Alah. Dia kemudian menyeru dirinya sendiri
untuk bertanggungjawab atas apa yang dia telah bicarakan,
ataukah kakinya telah melangkah ke mana saja, atau apa yang
telah dilakukan oleh kedua tangannya atau apa yang
telinganya telah pernah dengarkan.
153
Apa yang kamu niatkan dari hal itu? Untuk siapa kamu
lakukan hal itu?
154
dan kelalaian jiwanya dan tidak menahan diri darinya.’ Allah
adalah satu-satunya Dzat yang dimintai pertolongan dan tidak
ada daya dan kekuasaan kecuali dan Allah.
155
1. Syaitan
156
Firman Allah:
157
merusak keadaan anak-anak Adam dan Allah telah
memerintahkan manusia untuk berhati-hati kepadanya.”
158
kita untuk memiliki kebencian kepada syaitan itu dan untuk
melawannya, Allah berfirman:
159
dosa-dosa yang penuh nafsu. Betapa celaka agamanya dan
betapa rusak imannya, bila manusia mengikuti syaitan!
160
kepadamu. Engkau menyuruhnya pergi dan meneriakinya dan
dia menolak, tetapi mondar-mandir mengelilingi engkau dan
mencoba menipumu dengan maksud mengambil apa yang ada
di tanganmu.”
Allah berfirman:
161
petunjuk. Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu
datang kepada Kami (di Hari Kiamat) dia berkata. Aduhai,
semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara
masyrik dan maghrib, maka syaitan itu adalah sejahat-jahat
teman (yang menyertai manusia).” (az-Zukhruf 43 : 36 - 38)
162
kepatuhan kepada Allah dan kerinduannya kepada negeri
akhirat.”
Allah berfirman:
163
menjadi kening yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak
adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan
yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (al-Kahfi
18 : 45 - 46)
164
Lebih jauh lagi, Allah berfirman dalam mencela orang-
orang yang beriman yang cinta kepada dunia ini:
165
melawan jiwanya dalam menjauhkan dirinya sendiri dari
dunia ini, godaannya, rayuannya dan hiburan yang
mengacaukannya, dan betapa banyak mereka itu.
Hal ini hanya akan bisa dicapai dan akan menjadi nyata
setelah mempertimbangkan dua hal berikut ini:
Yang pertama:
Yang Kedua:
166
Mempertimbangkan dan melihat kepada negeri akhirat
dan pendekatannya serta kedatangannya yang tidak dapat
ditolak; keabadian dan kelanggengannya, kemuliaan yang di
dalamnya ada rahmat dan kegembiraan; serta perbedaan
antara beberapa hal dengan apa yang ada di dunia.
“Sedang negeri akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (al-
A’1aa87: 17)
167
mengesampingkannya. Mereka tidak pernah membiasakan
diri dengan itu.
Allah berfirman:
168
mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka
selalu menikmatinya.” (asy-Syu’araa 26: 205 - 207)
(Yunus 10 : 45)
169
Telah tercatat bahwa Rasulullah saw. bersabda
170
Yang mirip seperti ini sangatlah banyak. Artinya adalah
bahwa seorang manusia jangan sampai berteman dengan
seseorang yang akan mengajaknya kepada perbuatan dan jalan
yang menyedihkan. Adapun seseorang yang tidak merasa
takut dalam hal, maka tidak ada kerugian menemani dia.
171
Dikatakan bahwa al-Khullah diambil dari “cinta yang
dimasukkan antara hati dan dengan kuatnya membangun hal
itu di dalamnya.” ini adalah peringkat tertinggi dan
persaudaraan dan orang adalah awalnya asing kepada masing-
masing yang lain. Sekali mereka mendapatkan rasa
kekeluargaan, mereka saling memberi keselarasan dengan
yang lain, sehingga mereka menjadi teman yang baik. Bila
mereka sama sejenis, mereka kemudian mempunyai cinta
kepada masing-masing yang lain dan bila cinta ini menghebat,
maka hubungan ini menjadi Khullah.
172
Alasan bagi pelarangan dalam bercampur dengan teman
yang buruk dan sebagai peringatan mengambil teman dengan
mereka, adalah bahwa perbuatan orang diatur untuk
berlomba-lomba dan mencontoh teman dekatnya.
173
Abu Darda berkata: “ini adalah dan kecerdasan seorang
hamba (untuk mempertimbangkan dan menjadi waspada)
dengan siapa dia berjalan, keluar dan masuk”
3 Jangan diambil dalam arti harfiahnya, karena bahasa Arab mengganakan beberapa istilah di dalam cara yang
berbeda dan saat ini mereka menggunakan frase yang mengandung kata-kata kemarahan, tetapi sebenarnya
berarti berlawanan seperti menunjukkan pujian dan keheranan.
4 Diceritakan oleh al-Khattabi dalam al-Uzlah , dan Ibnu Battah dalam al-Ibaanah, halaman 59
174
biasa masuk, dan kepada siapa dia berteman di antara
manusia”
175
Engkau bisa menyaksikan seseorang yang baik, saat dia
berteman dengan orang yang jahat dia akan menjadifasiq dan
fajir seperti mereka dan ini adalah pola dalam ciptaan Allah.
176
BAB V
KUFUR
A. Pengertian Kufur
177
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”
Dalam kufur akidah pun ada dua macam, yaitu kufur asli
dan kufur setelah beriman. Kufur asli yakni orang belum
pernah beriman ia menganut ajaran atau kepercayaan yang
selain Islam. Kita wajib untuk mengajak orang tersebut untuk
beriman kepada Allah dan menganut agama Islam, tetapi tidak
boleh mengancam atau memaksa mereka untuk menyembah
Allah dan memaksa mereka menganut Islam karena keimanan
adalah hanya hidayah Allah yang diberikan kepada orang-
orang yang dikehendaki-Nya. Bahkan rasul pun tak dapat
membuat pamannya Abu Thalib untuk beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya. Seperti yang tersebut dalam surat al-Qashash
ayat 56: : “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi
petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah
memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya”.
Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa walaupun Nabi
Muhammad seorang Rasul yang sangat dikasihi Allah, tetapi
beliau tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang
dicintainya (pamannya / Abi Thalib), karena hidayah akan
keimanan dalam hati hanyalah milik Allah SWT. Allahlah
178
yang berhak memberi petunjuk keapda hamba-hambanya
yang Dia kehendaki.
Murtad yaitu orang yang telah beriman dengan agama Islam,
lalu ia keluar dari iman itu dengan memeluk agama lain.
179
a. Beriman seperti iman orang kafir, misalnya tidak
mengakui adanya Allah Yang Maha Esa dan kerasulan
Nabi Muhammad SAW
b. Ucapan atau perbuatan yang hanya dilakukan oleh
orang kafir, seperti membuang al-Qur’an dengan sengaja,
pergi ke Gereja untuk beribadat, atau sujud kepada
berhala
c. Mengingkari akan apa yang jelas diketahui sebagai
ajaran agama, seperti mengingkari wajib shalat, wajib
puasam, wajib haji dan sebagainya. Dan juga
menghalalkan minum khomer, berjudi, zina dan
sebagainya.
Demikianlah pengerian kufur dalam dua macamnya :
kufur akidah dan kufur amaliyah yang disebut juga kufur
nikmat. Dalam al-Qur’an istilah kafir mempunyai pelbagai
bentuk dan manifestasinya, yaitu :
180
c. Kafir juhud, yaitu orang yang mengingkari
kebenaran, sedangkan ia tahu bahwa itu adalah benar
d. Kafir nifaq, yaitu orang yang pura-pura
menampakkan kebaikan, tetapi di dalam hatinya berisi
kejahatan. Secara lahiriyah nampak Islam, tetapi hakikat
isi hatinya mengingkari kebenaran ajaran Islam.
e. Kafir harbi, artinya kata harbi berlaku dalam hukum
perang. Hal ini terjadi jika pihak musuh orang kafir yang
dihadapinya belum menyerahkan diri atau belum mau
menerima perdamaian atau perjanjian dengan kaum
muslimin.
f. Kafir zimmi, arti kata zimmi yaitu tanggungan
kaum muslimin. Hal ini berlaku dalam wilayah yang
dikuasai oleh perdamaian atau perjanjian yang diberikan
oleh kaum muslimin.
181
tahkim / arbitrase judge between parties to a dispute.
Dari persoalan politik, kemudian kaum khawarij
memasuki juga persoalan teologi Islam. Menurut
golongan Khawarij al-Muhakkimah, Ali, Mu’awiyah,
kedua pengantara Amr ibn al-‘As dan Abu Musa
al-‘Asy’ari adalah kafir.
2. Menurut Mu’tazilah
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa orang mukmin
yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum
bertaubat, maka ia bukan termasuk mukmin dan bukan
pula kafir, tetapi di hukum sebagai orang yang fasiq. Jadi
kefasikan adalah suatu hal yang berdiri antara dengan
182
mengambil jalan tengah antara mukmin dan kafir. Ini
berdasarkan pada:
183
SWT, maka orang itu dimasukkan ke neraka, akan tetapi
untuk sementara sebagai penebus dosa daripada akhirnya
nanti akan dikeluarkannya untuk selanjutnya ke dalam
surga. Orang mukmin bisa menjadi kafir apabila
mengingkari rukun iman yang enam.
184
Para Mutakallimin secara umum merumuskan
unsur-unsur iman terdiri dari al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar
bi al-lisan; dan al-‘amal bi al-jawarih. Ada yang
berpendapat unsur ketiga dengan istilah yang lain:
al-‘amal bi al-arkan yang membawa maksud
melaksanakan rukun-rukun Islam. Perbedaan dan
persamaan pendapat para mutakallimin dalam konsep
iman nampaknya berkisar di sekitar unsur tersebut.
185
a. Iman adalah Tasdiq dalam hati atas wujud Allah dan
keberadaan Nabi atau Rasul Allah. Menurut konsep ini
iman dan kufur semata-mata adalah urusan hati, bukan
Nampak dari luar. Jika seseorang membenarkan atau
meyakini adanya Allah maka ia dapat disebut teklah
beriman kepada Allah meskipun perbuatannya tidak
sesuai dengan ajaran agama islam. Konsep iman ini
banyak dianut oleh mazhab murjiah yang sebagian
besar penganutnya adalah Jahamiyah dan sebagian
kecil Asy’ariyah.
Menurut paham diatas bahwa keimanan seseorang
tidak ada sangkut pautnya dengan perbuatan atau
amaliyah-amaliyah zahir, dikarenakan hati adalah
sesuatu yang tersembunyi sehingga tidak dapat
disangkut pautkan dengan keadaan yang zhahir.
186
Tasdiq dalam hati dan diikrarkan dengan lisan konsep
ini dianut oleh sebagian pengikut Mahmudiyah.
187
Asy’ariyyah yang menekankan tugas hati bagi iman atas
pengakuan. Cuma Murjiah menggunakan perkataan
ma’rifah, sementara Asy’ariyyah menggunakan al-tasdiq.
188
b. Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan
melenyapkan nama fasiq dari seseorang serta yang
melepaskan dari neraka, iaitu mengerjakan segala
yang wajib dan menjauhi segala dosa besar.
c. Iman yang menjadikan seseorang itu memperolehi
prioriti untuk langsung masuk ke syurga tanpa
perhitungan, iaitu mengerjakan segala yang wajib serta
yang sunat dan menjauhi segala dosa.
189
sebagai ma’rifah dan tasdiq. Golongan ini termasuk
Murjiah, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah.
2. Konsep Kufur
190
syirik (mengingkari tauhid) termasuk salah satu ciri
konkret dari kekufuran.
191
adakah kemungkinan keluar dari neraka dan masuk
syurga? Sebelum menjawab persoalan-persoalan
tersebut, perlu dinyatakan, apakah faktor yang termasuk
dalam dosa besar.
a. Zina
b. Sihir
c. Membunuh manusia tanpa sebab yang
dibolehkan Allah
d. Memakan harta anak yatim piatu
e. Riba
f. Meninggalkan medan perang
g. Memfitnah perempuan yang baik-baik
192
ekstrim dari golongan pertama. Mereka menghukum
sebagai syirik bagi orang yang melakukan dosa besar. Di
dalam Islam syirik lebih besar dari kufur, bahkan lebih
jauh dari itu bagi golongan Azariqah menyatakan bahawa
yang menjadi musyrik bukan hanya orang Islam yang
melakukan dosa besar saja, tetapi juga semua orang
Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Berlainan
dengan Khawarij cabang Ibadiah, mereka tidak
sependapat dengan Azariqah, menurut mereka orang
yang tidak masuk golongan mereka bukanlah musyrik
dan bukanlah pula mukmin, paling berat ia boleh
dikatakan kafir. Mereka membagikan golongan kafir ini
kepada dua golongan:
193
dan waris mewarisi, bahkan yang terpenting haram darah
mereka, artinya tidak diperangi.
194
mendustakan dan mengingkari adanya Allah dengan
perkataan bukan dengan perbuatan adalah kafir.
195
Di dalam dunia ini, orang yang melakukan dosa
besar itu bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi
fasiq, tidak boleh disebut mukmin, walaupun dalam
dirinya ada iman, kerana pengakuan dan ucapan dua
kalimat syahadatnya, dan tidak pula disebut kufur,
walaupun ‘amal perbuatan dianggap dosa, kerana ia tidak
mempengaruhi imannya. Timbul lagi satu pertanyaan,
“Siapakah yang disebut kafir oleh aliran Mu’tazilah?”
Menurut mayoritas Mu’tazilah, orang yang tidak patuh
terhadap yang wajib dan yang sunat disebut ma’asi.
Ma’asi terbahagi kepada dua, iaitu pertama, ma’asi kecil
dan kedua ma’asi yang besar. Ma’asi yang besar
dinamakan kufur. Ma’asi yang besar, yang membawa
kepada kufur ada tiga, iaitu:
196
Kalau patuh dan taat terhadap yang wajib dan sunah
disebut iman, ini bukan berarti kalau tidak melakukan
yang wajib dan sunah langsung menjadi kufur. Menurut
Hisyam al-Fathi, salah seorang pemuka Mu’tazilah,
menyebut keadaan seperti itu dengan
contoh tentang orang yang melaksanakan shalat dan
berzakat. Menunaikan shalat dan zakat disebut realisasi
iman, maka orang yang melakukan keduanya disebut
mukmin, tetapi kalau shalat dan zakat tidak ditunaikan,
orang tersebut tidak boleh pula disebut kafir. Untuk
orang yang tidak melaksanakan yang wajib seperti shalat
dan zakat serta lainnya diistilahkan sebagai fasiq saja.
197
melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi
dosa besar.
198
disimpulkan menurut Asy’ariyyah orang-orang yang
berdosa besar bukanlah kafir, dan tidak akan kekal dalam
neraka.
199
BAB VI
TAQLID, ITTIBÂ’, TALFIQ DAN IFTA’
A. Taqlîd
200
Secara bahasa kata taqlîd ( )تسقسلسيس س س س س سسدberarti meniru,
.التاقاليادهاوالاعامال بسقسسول مسن ليسس قسوله احسدى السجسج السشسرعسيسة بل حجسة منسه
5 Wahbah Zuhaili. 1986. Ushul al-Fiqh Al-Islam, Jilid II. Damaskus ; Dar al-Fikr Lit-Tiba’ah wa al-Tauzi wa al-
Nasyar, Cet. I, halaman 1120
6 Ibid
201
.قاباول قااول باال حجاة
202
keimanan) dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
furû’iyah yaitu yang menyangkut amalan praktis.
203
nalar sama sekali. Hal ini berarti mengamalkan yang
wajib. Oleh karena itu, taqlîd tidak dibolehkan. Lebih
tegas lagi, jumhur ulama ushul dan ulama kalam
sepakat dalam hal mewajibkan kepada setiap orang
untuk mengetahui dan mengenal Allah Swt.
204
kesalahan) menegaskan bahwa bertaqlid dalam urusan
aqidah ialah dibolehkan. Bahkan kalangan ini
berpendapat bertaqlid dalam hal ini diwajibkan,
sebaliknya menggunakan nalar dan ijtihâd dalam urusan
aqidah adalah diharamkan.
205
Pertama, yaitu dari golongan mazhab zahiri,
sebagian muktazilah di Bagdad, dan sekelompok syi’ah
Imamiah mengatakan bahwa tidak dibenarkan bertaqlid
dalam urusan furû’iyah. Sekarang harus melakukan
ijtihad dan beramal sesuai dengan hasil ijtihadnya itu.
Bahkan Ibnu Hazm, salah seorang ulama usuhl fiqh dari
kalangan mazhab Zahiri mengatakan bahwa haram dan
tidak halal agi seseorang mengikuti (bertaqlid) pendapat
orang lain, selain yang datang dari Rasulullah SAW.
Kelompok ini beralasan kepada surat al-A’raf ayat/7,
ayat 3, yang artinya “ Ikutilah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya (Tuhan),
amat sedikitlah kamu yang mengambil pelajaran”.
Berdasarkan ayat ini, maka kelompok ini menyatakan
tidak boleh bertaqlid kepada selain dari apa yang
dibawa Rasul selanjutnya pendapat.
206
Pendapat ketiga, dari kalangan jumhur ulama
ushul fiqh yang terdiri dari mazhab Hanafi, mazhab
Maliki, mazhab Syafe’i dan mazhab Hanbali
mengatakan bahwa berijtihad dalam masalah furû’ tidak
dilarang dan para mujtahid diharamkan (dilarang)
bertaqlid.
207
Oleh karena itu, menurut jumhur ulama ushul
ini, orang-orang yang mampu berijtihad haram
baginya bertaqlid dan sedangkan orang-orang
awam dibolehkan bertaqlid.
208
(a) bertaqlid kepada orang tua atau
pemimpin tanpa mengkaji
209
orang yang bertaqlid kepada orang lain tanpa
mengetahui dalilnya adalah ibarat pencari
kayu bakar di malam yang mengambil
seluruhnya yang dianggapnya sebagai kayu
bakar, sehingga tidak tahu bahwa ular telah
melilit pada ikatan kayu bakar. Begitu juga
imam Ahmad bin Hanbal mengatakan
”jangan kamu bertaqlid pada saya, pada
Imam Malik, Sufyan As-Sauri dan
Abdurrahman al-Auza’i, ambillah pendapat
mereka sesuai tempat mereka
mengambilnya.
210
Bagi orang yang mampu memahami dalil
yang digunakan mujtahid maka harus ittibā’.
211
Kadang-kadang mereka bertanya kepada para Mufti
apabila mereka tidak menemukan jawaban atas sesuatu
kasus hukum. Karena lemahnya kemampuan hakim
dalam menetapkan hukum, sehingga mereka hanya
mempedomani pendapat mazhab saja. Disamping itu
pada masa ini mazhab-mazhab fiqih juga telah tersebur
dari berbagai wilayah Islam – yang juga menjadi anutan
masyarakat.
212
8. Munculnya sikap matrealitis di kalangan masyarakat
dan senang mengumpulkan harta serta hilangnya
semangat untuk mengembangkan ilmu.
B. Ittibâ’
213
seorang laki-laki yang bersentuhan kulit dengan seorang
wanita, maka harus mengetahui alasan yang digunakan oleh
Imam Abu Hanifah dalam mendukung pendapatnya.
C. TALFÎQ
214
“ تالفاياق- يالفاق-”لافاق, yang berarti “merapatkan dua tepi” atau
mempertemukan menjadi satu”. Adapun secara istilah terdapat
sejumlah definisi degnan redaksional yang berbeda. Wahbah
Zuhaili7 menyebutkan bahwa talfiq itu ialah ;
215
minimal tiga helai rambut. Setelah berwudluk orang tersebut
bersentuhan kulit dengan seorang wanita yang bukan
mahramnya. Menurut Syafe’i, wudluk orang (orang laki-laki)
tersebut batal. Jika bersentuhan dengan mahramnya tidaklah
batal.
216
Para ulama memang memperbincangkan pesoalan talfîq
ini. Menurut Amir Syarifuddin, ulama yang tidak
mengikatkan diri kepada salah satu mazhab atau kepada
seorang mujtahid tidak merasa perlu memperbincangkan
persoalan talfîq ini. Demikian juga halnya dengan kalangan
ulama yang mengharuskan bermazhab bahwa mereka tidak
perlu membicarakan talfîq, karena talfîq itu hakekatnya adalah
pindah mazhab.
217
2. Talfîq tidak boleh membatalkan hukum yang telah
ditetapkan hakim, karena apabila hakim telah
menentukan suatu pilihan hukum dari beberapa pendapat
tentang sesuatu masalah maka hukum itu wajib dita’ati.
D. IFTÂ’
218
tentang suatu hukum syara’ oleh ahlinya kepada orang yang
belum mengetahuinya. Dari sini dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan iftâ’ ialah jawaban yang diberikan oleh
seorang ahli atas suatu pertanyaan tentang suatu persoalan
hukum syara’. Orang yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu disebut dengan mufti ()المافاااتى. Secara lebih
tegas dikatakan bahwa iftâ’ itu adalah fatwa yang diberikan
oleh seorang mufti atas suatu persoalan hukum yang
ditanyakan kepadanya. Pekerjaan meminta fatwa itu disebut
dengan istaftâ’ ()اسااتافاااتى. Sedangkan orang yang meminta
fatwa atau yang diberi jawaban fatwa disebut dengan
mustaftî’ ()الامسااتافاتى.
219
2. Mufti hendaklah seorang yang memiliki ilmu,
penyantun, sopan dan tenang.
4. Berkecukupan
220
Terkait dengan syarat adil bagi mufti ulama ushul fiqh
juga mengemukakan implikasi dari syarat ini. Menurut
mereka ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh para mufti
dalam kaitannya dengan syarat adil ini ;
221
Kemudian yang paling penting dalam iftâ’ itu ialah harus
ada unsur-unsur berikut ini; yang juga unsur-unsur ini
merupakan rukun iftâ’ yaitu ;
222
223
224