Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Bahan Pakan dan Ransum


Bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh ternak yang mengandung energi dan
zat-zat gizi di dalam bahan pakan (Hartadi et al., 1993). Bahan pakan adalah segala sesuatu yang
diberikan pada ternak yang berupa bahan organic maupun bahan anorganik yang secara
keseluruhan atau sebagian dapat dicerna dan tidak mengganggu kesehatan ternak (Soelistyono,
1976).
Bahan makanan adalah bahan yang dapat dimakan, dan digunakan oleh hewan untuk
pertumbuhan, produksi dan hidup pokok ternak (Tillman et al., 1991). Kebutuhan ternak akan
pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat
tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi
tubuh, dan lingkungan tempat hidupya, serta bobot badannya (Tomas et al., 1993).
Faktor yang menjadi persyaratan pakan unggas, yaitu:
a. Tidak bersaing / persaingan kecil dengan kebutuhan manusia
b. Ketersediaan harus kontinu
c. Harga relative murah
d. Kualitas baik (Tim Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2016)
Ransum adalah campuran dari beberapa jenis bahan makanan yang diberikan pada ternak
dalam waktu 24 jam, makanan itu dapat diberikan seluruhnya sekaligus atau dalam beberapa kali
secaa bertahap (AAK, 1995).
Ransum dimakan oleh ayam dalam bentuk tepung lengkap, butiran atau butiran pecah dan
dicerna dalam tubuhnya dan diubah dengan enzim – enzim pencernaan menjadi unsur gizi yang
dibutuhkannya, yaitu protein dan asam – asam amino, energi, vitamin, dan mineral. Unsur – unsur
gizi itulah yang digunakan oleh ayam untuk kehidupan pokoknya dan untuk produksi. Oleh karena
itu, baik atau buruknya produksi sangat tergantung pada ransum yang dimakan. Ransum yang baik
tergantung bahan – bahan makanan pembentuknya (Rasyaf, 1991).
Klasifikasi bahan pakan secara internasional telah membagi bahan pakan menjadi 8 kelas,
yaitu hijauan kering, pasture atau hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber
mineral, sumber vitamin, zat additive (Tillman et al., 1991).
Menurut Kartadisastra (1999), berdasarkan spesifikasinya bahan pakan dibedakan menjadi
tujuh kelompok yang masing – masing mempunyai batas maksimal dalam penggunaannya (safe
maximum) dan akan mempengaruhi rasa, warna, bau, dan tingkat tosikasi. Ketujuh kelompok
tersebut adalah:
1. Kelompok biji – bijian
Ciri khusus yang dimiliki kelompok ini yaitu mengandung karbohidrat dengan konsentrasi
tinggi, sedangkan kandungan protein, serat kasar, vitamin dan mineralnya rendah.
2. Kelompok hasil sampingan biji – bijian
Kelompok ini adalah dedak padi / bekatul / lunteh, dedak gandum dan polard.
3. Kelompok biji – bijian sumber minyak
Kelompok ini selain mengandung energi yang cukup tinggi juga sebagai sumber protein,
lemak, dan minyak. Pnggunaannya sebagai bahan pakan unggas sangat bersaing dengan
penggunaan sebagai bahan pangan untuk manusia. Termasuk ke dalam kelompok ini di
antaranya kacang tanah, wijen, kacang kedelai.
4. Kelompok hasil sampingan biji – bijian sumber minyak
Kelompok ini merupakan hasil ikutan dari proses pembuatan minyak baik melalui cara
mekanik (pressing) maupun secara kimiawi (ekstraksi). Bahan pakan yang termasuk ke
dalam kelompok ini mengandung kadar lemak dan protein cukup tinggi, seperti bungkil
kedelai, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah.
5. Kelompok hasil hewan
Kelompok ini sebagai sumber protein hewani, sumber energi dan sumber lemak, tetapi
tingkat penggunaannya sangat terbatas. Beberapa bahan pakan yang sering digunakan adalah
tepung ikan, tepung tulang, bekicot, tepung bulu, lemak.
6. Kelompok legium atau polongan
Bahan pakan yang termasuk kelompok ini mengandung protein nabati cukup tinggi dan
memiliki daya pacu terhadap kegiatan reproduksi (meningkatkan libido). Beberapa bahan
pakan yang sering digunakan di antaranya kacang hijau, lamtoro, dan kaliandra.
Penggunaannya sangat terbatas karena tingkat toksikasi (daya pengaruh racun) yang tinggi.
7. Kelompok yang terakhir ini berfungsi sebagai “binder” (perekat, membuat kompak), sebagai
bahan pakan pensubstitusi, pemacu citarasa dan sebagai sumber vitamin / mineral.
Kandungan protein bahan pakan yang termasuk ke dalam kelompok ini sangat rendah dan
bahkan tidak ada, contohnya gula, tapioka, tetes/ molases, kapur, dan premix.
2.2 Jenis Ransum
Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Secara
umum, bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan atau edible (Tillman et al., 1991). Bentuk
fisik ransum ada beberapa macam, yaitu mash and limited grains (campuran bentuk tepung dan
butiran), all mash (bentuk tepung), pellet (bentuk butiran dengan ukuran sama), crumble (bentuk
butiran halus dengan ukutan tidak sama). Di antara keempat macam bentuk tersebut,
bentuk pellet memiliki palatabilitas paling tinggi dan lebih tahan lama disimpan. Bentuk all
mash atau tepung digunakan untuk tempat ransum otomatis, tetapi kurang disukai ayam, mudah
tengik, dan sering menyebabkan kanibalisme yang tinggi (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Pakan untuk ayam petelur umur 0 – 6 minggu (fase starter) sebaiknya menggunakan pakan jadi
buatan pabrik yang memiliki komposisi pakan yang tepat dan tekstur halus, sedangkan untuk fase
grower dan layer dapat digunakan pakan hasil formulasi sendiri (Ditjennak, 2001).
Ransum merupakan pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai
jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan kebutuhan nutrisi
dan energi yang diperlukan (Alamsyah, 2005). Menurut Alamsyah (2005), ransum dibagi menjadi
tiga jenis berdasarkan bentuknya, yaitu mash, pelet, dan crumble.
1. Ransum bentuk mash, adalah bentuk ransum paling sederhana yang merupakan campuran
serbuk (tepung) dan granula berbagai jenis bahan baku pakan.
2. Ransum bentuk pelet, adalah bentuk ransum yang berasal dari berbagai bahan pakan dengan
perbandingan komposisi yang diolah dengan menggunakan mesin pelet (pelletizer) dengan
tujuan mengurangi loss nutrisi dan dalam bentuk utuh.
3. Ransum bentuk crumble, adalah ransum bentuk pelet yang pecah menjadi 2 atau 3 bagian
dengan tujuan agar bisa dimakan oleh ternak.

2.3 Pakan Unggas


Pakan merupakan faktor utama bagi pertumbuhan ayam untuk dapat tumbuh dengan baik,
ayam memerlukan pakan yang bergizi, mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan
vitamin yang cukup. Setiap fase pertumbuhan ayam memerlukan pakan dengan kadar gizi yang
berbeda. Penyusunan ransum dapat berpedoman pada kadar protein yang dibutuhkan pada setiap
fase (Haryoto, 1999).
Pakan merupakan 70% biaya pemeliharaan. Pakan yang diberikan harus memberikan zat
pakan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral,
sehingga pertambahan berat badan perhari tinggi. Penggunaan pakan dari pabrik, maka jenis pakan
harus menyesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2 (dua) tahap.
Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar
protein minimal 23%. Tahap kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai
pakan berkadar protein 20 % (Prabowo, 2007).
Pakan yang dikosumsi sebagian dicerna dan diserap tubuh. Sebagian yang tidak dicerna
disekresikan dalam bentuk feses. Zat-zat makanan (nutrien) dari pakan yang dicerna digunakan
untuk sejumlah proses di dalam tubuh. Air harus tersedia secara ad libitum dengan kondisi suhu
air yang tepat dan kandungan bahan kimia serta kualitas mikrobiologi yang sesuai standar. Ketika
nipple drinker digunakan, maka lebih baik menambahkan baby drinkers khusus bagi DOC yang
berasal dari bibit muda (Suprijatna, et al., 2005).
Bahan makanan ayam yang berasal dari alam, yang terbagi atas nabati atau produk pertanian
dan makanan pelengkap asal hewani atau produk perikanan serta bahan makanan pelengkap yang
umumnya buatan pabrik untuk menyempurnakan keseimbangan nutrisi (Rasyaf, 1992).
Bahan makanan yang digunakan adalah yang bisa memenuhi kebutuhan ternak unggas yang
mengkonsumsinya dari sifat fisis, kimiawi dan biologisnya. Setiap bahan baku makanan ternak
unggas secara umum harus bisa diklasifikasikan menjadi 6 golongan yaitu air, hidrat arang,
protein, lemak, vitamin, dan mineral (Nurcahyo dan Widyastuty, 1998).
Menurut Rasyaf (1997), terdapat beberapa keriteria untuk pakan ayam:
a. Bahan makanan yang menjadi anggota pakan tidak mempunyai daya saing yang kuat
terhadap kepentingan manusia. Hal ini berarti bahwa produksi bahan makanan itu
memungkinkan. Jangan sampai permintaan melebihi penawaran sekalipun ketersaingan
lemah.
b. ketersediaan bahan makanan tersebut harus langgeng, artinya jangan sampai terjadi kini
ada lalu dua bulan lagi menghilang, suatu saat ada dan suatu saat sulit dicari. Sekalipun
kandungan nutrisinya lengkap dan baik, bahan makanan yang produksinya sedikit dan
tidak langgeng tidak pantas dimasukkan dalam jajaran pakan.
c. Bahan makanan itu mempunyai harga yang memenuhi syarat artinya, harga bahan
makanan itu imbang dengan kualitasnya.
2.3.1 Fungsi Pakan
Pertumbuhan produksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Pakan ternak
mengandung zat gizi untuk keperluan kebutuhan energi maupun fungsi-fungsi (pertumbuhan,
produksi dan hidup pokok) tetapi kandungan zat gizi pada masing-masing pakan ternak berbeda (
Parakkasi, 1995 ).
Makanan merupakan syarat – syarat hidup bagi setiap makhluk hidup. Ayam broiler dan
unggas lain dalam tubuhnya tidak mampu membuat sendiri zat – zat makanan, zat – zat tersebut
harus dipenuhi dari luar. Kebutuhan zat – zat yang dimaksud adalah protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral dan air. Unsur – unsur makanan ini masuk ke dalam tubuh dan dipergunakan
untuk keperluan hidup pokok dan untuk produksi (Rasyaf, 1991).

2.5 Kualitas Bahan Pakan


Secara umum, bahan baku pakan dinyatakan baik secara fisik apabila apabila memenuhi
beberapa criteria, antara lain kering (kadar air <12% sampai 14%), bebas kutu atau insekta lain,
tidak pecah atau rusak (utuh), bau atau rasa sesuai, penampilan luar tetap tidak berubah, dan tidak
terdapat atau sedikit dijumpai bahan pemalsu. Beberapa bahan pemalsu yang paling sering
digunakan adalah dedak padi halus, ekskreta ayam dan urea (bahan pemalsu yang mengandung
nutrien) dan serbuk gergaji, tepung arang, pasir halus, dan batu bata giling (bahan pemalsu yang
tidak mengandung nutrien (Agus, 2007).
Penurunan kualitas bahan baku dapat terjadi karena penanganan, pengolahan atau
penyimpanan yang kurang tepat. Kerusakan dapat terjadi karena serangan jamur akibat kadar air
yang tinggi, ketengikan dan serangan serangga. Pengawasan mutu bahan baku harus dilakukan
secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan kualitas bahan baku
menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang
dihasilkan tidak akan lebih baik dari bahan baku penyusunnya (Fairfield, 2003).
Quality control merupakan ujung tombak dari keberhasilan selama proses produksi
berlangsung, mulai dari pengadaan bahan baku sampai pakan yang dihasilkan. Program
pengawasan mutu yang baik adalah mencakup pengawasan terhadap empat aspek, yaitu: 1)
pengawasan kualitas bahan baku (ingredient quality), 2) kualitas produk akhir (finished feed
quality), 3) kandungan zat anti nutrisi atau racun (control of toxic substances), dan 4) kontrol
terhadap proses produksi (process control) (Khalil dan Suryahadi, 1997).
Bahan pakan yang digunakan dalam menyusun ransum harus dievaluasi kualitasnya agar
menghasilkan peforma produksi yang optimal. Evaluasi terutama harus dilakukan pada bahan
pakan yang baru diperkenalkan atau yang terlalu lama disimpan, dan juga dipalsukan. Evaluasi
dapat dilakukan secara fisik, kimiawi dan biologis.
2.5.1 Evaluasi Fisik
Evaluasi bahan pakan secara fisk dapat dilakukan langsung menggunakan panca indera
untuk mengetahui bau, rasa, warna dan tekstur. Keterampilan mengevaluasi secara fisik biasanya
diperoleh berdasarkan pengalaman. Bisa pula dengan menggunakan alat – alat seperti mikroskop
(mikroskopis). Evaluasi bahan pakan secara mikroskopis dilakukan untuk mengetahui struktur
jaringan tanaman maupun jaringan hewan. Evaluasi ini memerlukan ketelitian dan pengalaman.
(Tim Praktikum,2016)
2.5.1.1 Evaluasi Mikroskopi
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas produk pakan adalah bahan pakan yang berkualitas.
Kualitas bahan pakan dapat diketahui dengan melakukan pengujian dan pemeriksaan terhadap
kualitasnya. Pemeriksaan bahan pakan secara mikroskopis (feed microscopy) masih jarang
dilakukan dan diteliti di Indonesia sehingga karakteristik mikroskopis standar bahan pakan seperti
bahan pakan sumber energi di Indonesia belum banyak diketahui. Oleh karena itu, penelitian
tentang karakterisasi standar mikroskopis bahan pakan sumber energi sebagai metode pengujian
kualitas bahan pakan perlu dilakukan (Himaya, 2006).
Pemeriksaan dan pengujian kualitas bahan pakan penting untuk dilakukan karena salah
satu faktor penentu kualitas produk pabrik pakan adalah bahan pakan yang berkualitas.
Pemeriksaan kualitas bahan pakan harus dilakukan dengan cepat (rapid test) agar ketersediaan
bahan pakan yang berkualitas tetap terjamin. Selain itu, rapid test juga dilakukan agar bahan pakan
tidak terlalu lama menunggu dan menumpuk di pintu masuk pabrik (Himaya, 2006).
Rapid test dapat dilakukan melalui uji fisik bahan pakan baik secara makroskopis maupun
mikroskopis. Uji fisik makroskopis dan mikroskopis merupakan rapid test yang membutuhkan
biaya relatif sedikit atau murah, tetapi uji fisik mikroskopis atau sering disebut dengan feed
microscopy lebih akurat jika dibandingkan dengan uji fisik makroskopis. Feed microscopy
dikatakan lebih akurat karena dilakukan dengan melihat dan membandingkan karakteristik fisik
bahan pakan yang diuji dengan karakteristik standarnya di bawah mikroskop, sehingga komponen-
komponen fisik suatu bahan pakan dapat diuraikan secara terperinci (Himaya, 2006).
Analisis kimia dari komponen-komponen bahan pakan tersebut akan memberikan
informasi yang penting dalam penentuan kualitas melalui feed microscopy. Standar karakteristik
mikroskopis dapat dibuat dengan memotret komponen-komponen bahan pakan yang telah
dianalisis kimia (Himaya, 2006).
Salah satu faktor yang menentukan status suatu industri pakan adalah kualitas produk
pakan yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan pakan atau ransum,
menurut Khajarern et al. (1987) adalah variasi alam, pengolahan, pemalsuan atau pencampuran
dan kerusakan pada bahan pakan.
2.5.2 Evaluasi Kimiawi
Evaluasi bahan pakan secara kimiawi dilakukan di laboratorium diantaranya dengan
analisa proksimat untuk mengetahui kandungan air, protein, lemak, serat kasar dan abu. Evaluasi
kimiawi lainnya untuk mengukur komposisi asam – asam amino, kandungan racun dan anti nutrisi.
2.5.3 Evaluasi Biologis
Evaluasi biologis bahan pakan biasanya dilakukan secara langsung pada unggas melalui
feeding trial. Bahan pakan yang dievaluasi dicampurkan kedalam ransum dengan jumlah tertentu,
kemudian diberikan pada unggas untuk dilihat pengaruhnya diantaranya terhadap pertambahan
bobot badan, kosumsi dan koversi ransum serta kecernaan.

2.6 Jenis – Jenis Bahan Pakan


2.6.1 Jagung
Jagung menempati urutan pertama dalam jajaran bahan makanan asal nabati, sebab jagung
adalah bahan makanan yang paling digemari unggas. Rasyaf (1992) menyatakan bahwa jagung
dan dedak padi adalah bahan pakan yang mudah didapat sepanjang tahun dengan harga yang
relative murah sehingga jagung dapat digunakan sebagai bahan pakan unruk ternak khususnya
ayam broiler. Penggunaan jagung terbatas karena jagung mengandung asam fitat 0,29%
(Anggorodi, 1995), sehingga dapat menghalangi proses pembentukan energy dan metabolisme
yang menyebabkan zat-zat lainya kurang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak.
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan
karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati
umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau
seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan
gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu
memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda (Tirhoprodjo, 1983).
Jagung mengandung 86% BK; 4,3% SK; 61,8% BETN; dan 9,7% PK, hal ini sesuai dengan
pendapat Blakely and Blade (1994) bahwa jagung mengandung serat kasar yang rendah dan mudah
di dapat. Jagung kuning ini diberikan kepada unggas antara lain, ayam broiler, ayam ras pembibit,
itik, bebek, angsa, kalkun, ayam hias, ayam bekisar, ayam pelung, dan ayam buras lainnya (Rasyaf,
1994).

Ilustrasi 1. Jagung
2.6.2 Dedak Padi
Dedak Padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya
melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi (Parakkasi,
1995). Sedangkan menurut Rasyaf (1992) dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan
gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tapi tercampur dengan bagian
penutup beras. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak.
Bila dilihat dari asal-usul pengolahan gabah menjadi beras, wajar bila kandungan serat kasar yang
dikandungnya tinggi.
Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang
mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hal ini yang
mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari penggolongan gabah menjadi
beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992).
Dedak mempunyai harga yang relatif rendah tetapi kandungan gizinya tidak mengecewakan.
Dedak cukup mengandung energi dan protein, juga kaya akan vitamin. Hal tersebutlah yang
menyebabkan dedak dapat digunakan sebagai campuran formula ransum atau sebagai makanan
tambahan (Rasyaf, 1990). Adapun kandungan nutrisi dari dedak padi dapat dilihat pada Tabel .
Tabel Kandungan nilai gizi dedak padi
Uraian Kandungan (%)
Bahan kering 89,6
Protein kasar 13,8
Lemak kasar 7,2
Serat kasar 8,0
TDN 67,0
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005).
Dedak padi banyak mengandung komponen tanaman bermanfaat yang biasa disebut sebagai
fitokimia, berbagai vitamin (seperti thiamin, niacin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor,
magnesium, potassium), asam amino, asam lemak essensial dan antioksidan, sehingga berpotensi
menjadi ingridien gizi yang dapat mengurangi resiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan
kesehatan tubuh. Disamping itu, dedak padi merupakan ingridien yang bersifat hipoalergenik
(bebas alergi) dan merupakan sumber serat (dietary fiber) yang baik (Hadipernata, 2006).

Ilustrasi 2. Dedak padi

2.6.3 Minyak Kelapa


Minyak kelapa merupakan bagian yang paling berharga dari buah kelapa dan banyak
digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat
diekstraksi dari daging buah kelapa atau daging kelapa yang dikeringkan. Kandungan minyak pada
kopra umumnya 60 – 65%, sedangkan daging buah kelapa sekitar 43% (Suhardiman, 1999).
Minyak kelapa merupakan bahan sumber energi didalam ransum broiler. Menurut Rasyaf
(1993) penggunaan minyak kelapa dalam ransum sebesar 2 –6 % dari total ransum. Pada broiler
kadar lemak karkas ditingkatkan pada akhir penggemukan dengan jalan mengurangi kadar protein
ransum sedikit dibawah yang dibutuhkan untuk laju pertumbuhan maksimum dan meningkatkan
energi ransum sampai pada suatu tingkatan mendekati tingkatan energi tertinggi. Broiler yang
berumur tujuh sampai delapan minggu mengkomsumsi lebih banyak energi dari pada yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, disebabkan karena energi ransum yang sangat tinggi dan sebagian
karena defisiensi ringan dari protein. Kelebihan energi tersebut akan dirubah ke dalam lemak tubuh
disamping menghasilkan tubuh akhir (body finish) yang dikehendaki untuk dipasarkan
(Anggorodi, 1985).

2.6.4 Bungkil Kedelai


Bungkil kedelai adalah sisa dari proses ekstraksi minyak biji kedelai, merupakan satu
satunya sumber protein nabati terbaik dalam bahan pakan saat ini. Dalam pembuatan pakan ternak,
biasanya kandungan bungkil kedelai sebesar 7-10% dari total seluruh komposisi pakan ternak.
Bungkil kedelai memiliki keunggulan dengan tidak adanya kandungan zat yang berpotensi sebagai
racun. Pemberian imbuhan pakan yang berupa bungkil kedelai terproteksi belum memberikan
pengaruh terhadap jumlah nitrogen yang teretensi (Puastuti et al., 2006). Bungkil kedelai
mengandung PK 25 – 40%; LK 0,9%; SK 6% dan energy metabolis mencapai 2240 kkal/kg
(Hartadi et al., 1990).

Ilustrasi 3. Bungkil Kedelai


2.6.5 Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa berasal dari kelapa yang telah dikurangi kandungan minyaknya dengan cara
pengepresan mekanik. Pengepresan mekanik merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak
terutama untuk bahan yang berasal dari biji - bijian (Ketaren, 1986).
Selama penyimpanan bungkil kelapa mudah mengalami perubahan sifat fisik dan sifat kimia,
misal perubahan sifat kimia lemak selama penyimpanan adalah perubahan yang terjadi akibat
reaksi hidrolisis dan reaksi oksidasi. Reaksi hidrolisis terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam lemak (Ketaren, 1986). Hidrolisis dapat dipercepat dengan adanya enzim lipase yang
terdapat dalam bungkil kelapa (Winarno, 1991). Reaksi ini akan mengahasilkan asam lemak,
digliserida, monogliserida, dan gliserol (Wahju, 1985). Reaksi hidrolisis dapat menimbulkan
aroma yang menyimpang (off flavour) (Ketaren, 1986). Aroma tersebut disebabkan oleh adanya
asam lemak bebas dengan rantai atom C pendek yaitu kurang dari 14 (Winarno, 1991). Lemak
yang mempunyai aroma menyimpang akibat reaksi hidrolisis ini tidak berpengaruh terhadap nilai
gizinya.
Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar atau
kering. Mutu standar bungkil kelapa meliputi kandungan nutrisi dan batas tolerasi aflatoxin
(Chuzaemi et al., 1997). Bungkil kelapa diperoleh dari ampas kopra. Bungkil kelapa mengandung
11% air, minyak 20%, protein 45%, karbohidrat 12%, abu 5%, BO 84% dan BETN 45,5%. Bungkil
kelapa banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi (Hamid et al., 1999).
Protein kasar yang terkandung pada bungkil kelapa mencapai 23%, dan kandungan
seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan sumber
energi yang baik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti sebagai bahan pakan
pedet terutama untuk menstimulasi rumen dan pakan asal bungkil kelapa juga terbukti ternak dapat
menghasilkan susu yang lebih kental dan rasa yang enak (Mariyono dan Romjali, 2007).
Penambahan bungkil kelapa dapat meningkatkan konsumsi pakan, kecernaan pakan dan
pertambahan bobot badan harian. Ternak ruminansia yang mendapatkan pakan berkualitas rendah
sebaiknya diberikan pakan tambahan yang kaya akan nitrogen untuk merangsang pertumbuhan
dan aktivitas mikroba di dalam rumen (Marsetyo, 2006).

Ilustrasi 4. Bungkil Kelapa

2.6.6 Tepung Ikan


Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas karena bahan makanan tersebut
mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan ayam dalam jumlah yang cukup dan
merupakan sumber lisin dan methionin yang baik. Pemberian tepung ikan sering dibatasi untuk
mencegah bau ikan yang dapat meresap dalam daging dan telur (Anggorodi, 1985).
Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani yang dibutuhkan
dalam komposisi makanan ternak. Tepung ikan sebagai sumber protein hewani memiliki
kedudukan penting yang sampai saat ini masih sulit digantikan kedudukannya oleh bahan baku
lain, bila ditinjau dari kualitas maupun harganya. Kandungan protein tepung ikan memang relatif
tinggi. Protein tersebut disusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks, diantaranya asam
amino lisin dan metionin (Purnamasari et al .,2006).
Tepung ikan digunakan sebagai sumber protein mengandung asam-asam amino yang
lengkap dan berimbang, sumber kalsium, vitamin, dan mineral lainya. Karena kandungan gizinya
yang hampir sempurna inilah, tepung ikan mempunyai harga yang relatif mahal. Tepung ikan
masih terus digunakan untuk menyeimbangkan kebutuhan asam amino (Rasyaf, 1989).
Menurut Afrianto dan Evi (1985), tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang
dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian bear cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang
terkandung di dalam tubuh ikan. Tepung ikan merupakan bahan pakan yang sangat baik sebagai
sumber protein, lemak maupun mineral. Tepung ikan mengandung protein cukup tingg iyang tahan
terhadap degradasi dalam rumen, dan mengandung lemak sekitar 105 yang sebagian besar berupa
asam lemak tak jenuh yang sangat penting untuk sistem hormon reproduksi kualitas tepung ikan
juga sangat bervariasi tergantung pada beberapa faktor, terutama kualitas bahan baku dan proses
pembuatannya (Abdullah et al .,2005).
Tepung ikan digunakan dalam pakan unggas sampai 10% tergantung tingkat kualitasnya.
Tepung ikan mempunyai variasi kualitas yang sangat tinggi, sandarisasi pengolahan dengan
tingkat nutrient tepung ikan yang didatangkan dari luar negeri mempunyai kadar protein antara
55-65%, lemak 5-7%. Sedang keberadaan nutrient dan kontrol kualitas tepung ikan lokal sangat
rendah itu berkisar 30-50%, cemaran mikroorganisme yang sangat tinggi dan pengolahan tidak
ada ekstraksi lemak, kadar lemak mencapai 9-12% (Sobri,2010).
Menurut Kurnia dan Purwani (2008), berdasarkan besarnya kadar air, tepung ikan yang
berkualitas tinggi memiliki kadar air 6-10%. Kadar 6-10% pada tepung ikan merupakan batas
aman terhadap penggunaan kadar air oleh mikroba, sehingga tepung ikan terbebas dari kerusakan
akibat aktivitas mikroba. Kadar air rendah (6-10%) selain terbebas dari cendawan, bakteri dan
khamir, juga akan menekan aktivitas enzim peroksidase.
Untuk meningkatkan kualitas tepung ikan lokal. Teknologi yang dibutuhkan adalah
meningkatkan kandungan protein dan menurunkan kandungan lemak, teknologi pengolahan
tepung ikan impor, cara pengurangan kandungan ada dua keuntungan yang didapat yaitu
penurunan lemak dana peningkatan proteinnya. Adanya penurunan lemak menyebabkan daya
tahan, masa simpan menjadi lebih baik sedangkan peningkatan protein meningkatkan kandungan
gizinya yang pada gilirannya menaikkan kualitas tepung ikan (Basir et al .,1996).

Ilustrasi 5. Tepung Ikan

2.6.7 Premix
Premix merupakan bahan pakan tambahan dan pelengkap yang diberikan kepada ternak
untuk mencukupi kebutuhan yang kurang. Ichwan (2003) menyatakan bahwa penggunaan premix
mutlak diberikan jika kandungan nutrisi tersebut dalam pakan tidak lengkap atau tidak mencukupi.
Menurut Tangendjaja dan Wina (2007), dalam praktek sehari-hari penggunaan campuran mineral
dan vitamin (premix) yang telah banyak diperdagangkan dengan komposisi yang telah
disesuaikan, sehingga hanya perlu diberikan sebanyak 0,25 - 0,5 kg premix untuk tiap 100 kg
pakan.
Premix merupakan campuran beberapa mineral dalam suatu bahan pembawa (carrier) yang
digunakan sebagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan mineral ternak. Premix adalah
campuran bahan pakan yang diencerkan ( carrier), yang dalam pemakaiannya harus dicampurkan
kedalam bahan pakan ternak. Premix juga merupakan kombinasi beberapa mikro-ingredient
dengan bahan penyerta sehingga merupakan kombinasi yang siap dicampurkan dalam pakan
ternak. Komposisi premix berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan relatif pada tiap jenis ternak.
Premix disusun dengan mempertimbangkan faktor kebutuhan ternak dan faktor reaksi antar
mineral saat dimetabolisme dalam tubuh ternak. Premix mengandung mineral dan pemberian
sejumlah mineral bersifat esensial untuk kesehatan, pertumbuhan, dan produksi ternak yang
optimal (Sayadi dkk., 2005).

Anda mungkin juga menyukai