I
PENDAHULUAN
(peliharaan) dan pada industri peternakan masa kini, pakan yang diberikan biasanya
berupa campuran dari bahan alami dan bahan buatan (komposisi) yang telah
ditingkatkan kandungan gizinya. Maka itu pakan sangatlah penting bagi hewan
management (tata laksana). Namun jika dilihat dari total biaya produksi dalam
usaha peternakan, maka kontribusi pakan adalah yang paling tinggi yaitu sekitar
dan keseimbangan zat pakan yang terkandung di dalamnya. Bahan pakan (bahan
makanan ternak) adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik
berupa bahan organik maupun organik) yang sebagian atau seluruhnya dapat
untuk daging dan/atau telurnya. Agar dapat mengoptimalkan produksi dari ternak
fisik dan kimia. Selain itu, untuk mengetahuievaluasi dari bahan pakan ternak
unggas.
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam bahan pakan tersebut. Sedangkan
pangan (food) digunakan untuk pangan manusia dan ransun adalah campuran dua
atau lebih bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak selama 24
jam (Haratdi dkk., 1907). Bahan pakan merupakan bahan makanan ternak yang
terdiri dari bahan kering dan air yang harus diberikan kepada ternak untuk
memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak (Setiawan dan Arsa, 2005).
Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain
untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau pakan lengkap
Pakan adalah bahan ransum ternak yang telah diramu dan biasanya terdiri
dari berbagai jenis bahan ransum dengan komposisi tertentu. Pemberian pakan
bertujuan untuk menjamin pertumbuhan berat badan dan menjamin produksi daging
agar menguntungkan. Konsumsi pakan ayam broiler tergantung pada strain, umur,
aktivitas, serta suhu lingkungan. Pakan ayam broiler dibedakan menjadi dua macam
yaitu ransum untuk periode starter dan periode finisher. Komposisi pakan pada fase
starter terdiri atas protein 22 sampai 24 persen, lemak sebanyak dua koma lima
persen, serat kasar empat persen, kalsium (Ca) satu persen, phosphor (P) nol kona
tujuh sampai nol koma sembilan persen, dan pada fase finisher terdiri atas protein
18,1 sampai 21,2 persen, lemak dua koma lima persen, serat kasar empat koma lima
5
persen, kalsium (Ca) satu persen, dan phosphor (P) nol koma tujuh sampai nol koma
g Mudah diolah
(stater, remaja).
d. Meal, jenis ransum yang diberikan pada ungags yang terdiri dari
yang sering digunakan seperti dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa, minyak
kelapa, tepung ikan, jagung, tepung tulang, grit (Diwyanto dan Prijono,
dalam formulasi pakan dan sudah banyak diperdagangkan. Bahan pakan ini
merupakan komoditas perdagangan idustri pakan dantersedia di poultry shop dan
sorghum, gaplek, bungkil kacang tanah, kacang kedele, kacang tanah, kulit
karena mempunyai kandungan nutrisi yang baik, untuk pertumbuhan dan produksi
ternak. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menggunakan bahan pakan
inkonvensional adalah sifat dan karakteristik bahan pakan tersebut, seperti secara
fisik tidak terlihat adanya perubahan warna dan bau yang menyengat, segar, tekstur
lembut, sedangkan secara kimia untuk mengetaui kandungan zat-zat nutrisi dan zat
anti nutrisinya perlu dilakukan analisa laboratorium pada instansi yang mempunyai
lebih kecil 20 persen baik bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun
(1) Jagung
Jagung adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan (graminae)
anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas
buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain.
Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi
ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama
penyinaran, dan suhu. Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang
sama, namun interval waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang
8
dan buah jagung muda yang umumnya dipanen pada umur tanaman
45-65 hari
persen, tetapi pertimbangan penggunaan jagung sebagai pakan adalah untuk energi.
Apabila energi yang terdapat pada jagung masih kurang, misalnya untuk pakan
ayam broiler, biasanya ditambahkan minyak agar energi ransum sesuai dengan
kebutuhan ternak. Kontribusi energi jagung adalah dari patinya yang mudah
dicerna. Jagung juga mengandung tiga koma lima persen lemak, terutama terletak
di bagian lembaga biji. Kadar asam lemak linoleat dalam lemak jagung sangat
tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan ayam, terutama ayam petelur. Jagung
mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang relatif rendah dan sebagian besar
fosfor terikat dalam bentuk fitat yang tidak tersedia seluruhnya untuk ternak
minyak kelapa. Minyak ini termasuk golongan minyak asam laurat. Asam laurat
merupakan asam lemak jenuh yang tahan terhadap reaksi oksidasi (Djatmiko dan
9
Enie, 1985). Penggunaan minyak kelapa dalam ransum sebesar 2 - 6 persen dari
keseimbangan dengan naiknya tingkat minyak yang tinggi sebagai sumber energi
(Wahju, 1997)
daya simpan bahan pakan, sedangkan serat kasar tinggi akan menyebabkan bahan
pakan sulit dicerna oleh ternak atau ikan (Kompiang dkk., 1997).
Dedak padi merupakan hasil pengilingan padi yang berasal dari lapisan luar
beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Proses pengolahan gabah
menjadi beras akan menghasilkan dedek padi kira-kira sebanyak 10 persen
bervariasi tergantung pada varietas dan umur padi, derajat pengilingan serta
metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12,9 persen, lemak 13 persen, serat
kasar 11.4 persen, Ca 0,07 persen, P tersedia 0,22 persen, Mg 0,95 persen, serta
beras yang mengandung “bagian luar” beras yang tidak terbawa, tetapi tercampur
pula dengan bagian penutup beras itu. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau
dedak padi mudah mengalami ketengikan oksidatif. Dedak padi mentah yang
sampai 80 persen lemaknya berupa asam lemak bebas, yang sangat mudah tengik
(Amrullah, 2002).
Dedak padi yang mengandung kualitas baik mempunyai ciri fisik seperti
baunya khas, tidak tengik, teksturnya halus, lebih padat dan mudah digenggam
karena mengandung kadar sekam yang rendah, dedak yang seperti ini mempunyai
nilai nutrisi yang tinggi (Rasyaf, 2002). Dedak padi yang berkualitas tinggi
yang baik dan lebih baik jika mengandung protein yang tinggi (Agustin, 2000).
Pakan sumber protein yang baik adalah yang berasal dari tumbuhan seperti bungkil
dan bakatul, juga yang berasal dari hewani seperti tepung ikan (Antan, 2002). Zat
pakan adalah bagian dari bahan pakan yang dapat dicerna, dapat diserap dan
bermanfaat bagi tubuh (ada 6 macam zat pakan: air, mineral, emiliki
11
untuk protein kasarnya, sehingga kurang baik jika diberikan terlalu banyak (Rasyaf,
tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil kedelai yang mengalami
ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan.
Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin (Wahju, 1997) Kandungan
namun zat antinutrisi tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk
digunakan sebagai pakan unggas. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan
kedelai yaitu bahan makanan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
ternak, meskipun bungkil kedelai tersebut sudah diambil minyaknya tetapi masih
menyimpan protein nabati sebesar kurang lebih 40 persen (Rasyaf, 2001). Sekitar
50 persen protein untuk pakan unggas berasal dari bungkil kedelai dan
pemakaiannya untuk pakan ayam pedaging berkisar antara 15-30 persen, sedangkan
untuk pakan ayam petelur 10 sampai 25 persen (Wina, 1999). Bungkil kedelai yang
Tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil
merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani yang dibutuhkan dalam
komposisi makanan ternak dan ikan. Tepung ikan sebagai sumber protein hewani
memiliki kedudukan penting yang sampai saat ini masih sulit digantikan
kedudukannya oleh bahan baku lain, bila ditinjau dari kualitas maupun harganya.
disusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks, diantaranya asam amino
Tepung ikan merupakan bahan pakan yang sangat baik sebagai sumber
protein, lemak maupun mineral. Tepung ikan mengandung protein cukup tinggi
yang tahan terhadap degradasi dalam rumen, dan mengandung lemak sekitar 105
yang sebagian besar berupa asam lemak tak jenuh yang sangat penting untuk sistem
hormon reproduksi kualitas tepung ikan juga sangat bervariasi tergantung pada
beberapa faktor, terutama kualitas bahan baku dan proses pembuatannya (Abdullah
dkk., 2007).
sebab sisa-sisa ikan yang dibuang percuma dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan tepung. Salah satu syarat pembuatan tepung ikan adalah tersedianya
bahan mentah yang cukup bahkan berlebih serta harganya murah. Mutu tepung ikan
yang dihasilkan tergantung pada jenis dan kesegaran bahan mentah yang diolah,
dan juga teknologi pengolahannya. Untuk mendapatkan tepung ikan bermutu baik
Kegunaan utama tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pakan ternak.
Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga, jamur, dan
bagian yang tidak dapat dipisahkan lagi, terutama untuk pakan ternak ayam dan
babi. Untuk pakan ternak yang masih muda dipakai tepung ikan yang berkadar air
Tepung ikan perlu diuji proksimat untuk mengetahui kadar air, kadar abu,
protein, lemak, dan kalsium yang terdapat dalam tepung ikan, sehingga dapat
diperoleh informasi mengenai kualitas tepung ikan. Hasil uji proksimat kadar air,
abu, protein, lemak dan kalsium tepung ikan menunjukkan bahwa kandungan air
sebesar 32,57 persen, abu sebesar 7,81 persen, protein sebesar 55,02 persen, lemak
sebesar 1,77 persen dan kalsium sebesar 2,48 persen. Kadar air, abu, protein, lemak
dan kalsium dari bentuk ikan basah ke bentuk tepung ikan mengalami penurunan.
Dalam bentuk basah, kandungan abu sebesar 8,2 persen, protein 57,86 persen,
lemak 1,86 persen dan kalsium 2,61 persen (Kurnia dan Purwani 2008),
Kadar lemak terendah tepung sekitar 5 persen, sedangkan tepung ikan yang
proses ektraksi. Mutu tepung terutama ditentukan oleh kadar proteinnya. Kadar
protein yang tinggimencapai 92-95 persendari total kandungan protein harus dapat
dicernakan. Sebagian besar abu dan mineral dari dalam tepung ikan berasal dari
tulang-tulang ikan. Sebagian besar dari abu berupa kalsium fosfat yang diperlukan
(3) CGM
sampingan dari wet milling proses dari hasil sampingan pembuatan corn starch dan
corn syrup. Dalam proses sentrifugasi untuk memisahkan pati akan dihasilkan
produk samping Corn Gluten Meal (CGM) yang mengandung protein jagung, dapat
mencapai lebih dari 60 persen yang berguna untuk pakan. Pati juga dapat
14
dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku industri lainnya, misalnya sirup
vitamin, asam amino, atau diolah untuk menghasilkan turunan gula seperti sorbitol
ruminansia. Penggunaan CGM sama seperti Corn Gluten Feed sudah banyak
diterapkan dalam pakan ternak. Hal ini karena nutrisi yang dikandungnya.
Penggunaan pada pakan unggas sampai 8 persen dari formulasi ransum pakan. Corn
Gluten Meal memiliki kandungan protein yang tinggi dan berserat rendah sehingga
bermanfaat digunakan pakan broiler yang membutuhkan energi dan protein tinggi
sehingga bersaing dengan protein hewani. Meski demikian kandungan asam amino
hasil samping terutama lisin dan triptopan relatif rendah dan belum dapat memenuhi
kebutuhan ayam dan babi, sehingga perlu penambahan bungkil kedelai yang tinggi
kandungan lisin dan triptofannya. Selain itu Corn Gluten Meal juga mengandung
karotenoid yang relatif tinggi yang bermanfaat memberi warna kuning pada telur
dan warna kaki pada ayam broiler, sehingga bahan tersebut banyak digunakan
dalam ransum ayam. Nilai TDN-nya lebih sedikit dari pada jagung dan serat kasar
tertinggi adalah 5 persen dan terendah TDN-nya 78 persen (Tangendjaja dan Wina,
2006).
Contoh pakan unggas yang termasuk sumber vitamin adalah hijauan segar.
15
tinggi, misalnya garam dapur, kapur makan, tepung ikan, grit kulit ikan dan grit
mineral adalah tepung tulang. Tepung tulang merupakan salah satu bahan baku
pembuatan pakan ternak yang terbuat dari tulang hewan. Tulang yang akan
dijadikan tepung haruslah tulang yang berasal dari hewan ternak dewasa dan
biasanya berasal dari tulang hewan berkaki empat seperti tulang sapi, kerbau, babi,
domba, kambing, dan kuda. Tepung tulang dijadikan sebagai salah satu bahan dasar
pembuatan pakan karena mengandung mineral makro yakni kalsium dan posfor
serta mineral mikro lainnya. tepung tulang selain dijadikan sebagai sumber mineral
juga mengandung asam amino dan protein. Kalsium dan posfor sangat diperlukan
oleh hewan karena memiliki peranan dalam pembentukan tulang dan kegiatan
pakan ternak untuk menambah kandungan nutrisi mineral kalsium antara lain
tepung tulang yang diperoses dan mengandung kalsium 24 persen .dibeberapa
pabrik makanan ternak mempergunakan tepung tulang yang tercampur dengan sisa-
sisa daging atau limbah rumah potong. Sesuai dengan namanya maka tepung tulang
ini digunakan untuk tambahan dan juga sebagai pelengkap untuk melengkapi
kandungan nutrisi mineral kalsium pada pakan ternak (Budiharjho, 2003). Tepung
tulang yang baik memiliki ciri-ciri tidak berbau, kadar air maksimal 5 persen,
terdapat pada tepung tulang dipasaran umumnya adalah 19 persen sampai 26 persen
Feed aditif merupakan zat yang perlu ditambahkan dalam jumlah relative
sedikit yang kadang kala diperlukan untuk melengkapi ransum yang di susun, yang
berfungsai sebagai aroma/cita rasa, asam amino/campuran asam amino dan vitamin
Feed supplement adalah suatu bahan berupa zat nutrisi, terutama nutrisi
melengkapi dan memenuhi kebutuhan nutrisi terutama nutrisi mikro yang penting
(Medion, 2012).
memperbaiki mutu ransum. Feed supplement ini berisikan sebagian atau beberapa
unsur zat-zat makanan dan obat-obatan. Unsur zat makanan yang biasa terdapat di
obat-obatan yang biasa ialah antibiotik dan ciccodiostat (Medion, 2012). Contoh
1) Premix
agar lebih baik kwalitas maupun gizinya. Feed suplemen ini biasa disebut premix.
17
Premix biasanya terdiri dari vitamin asam amino ,mineral, anti biotik atau
penimbunan lemak lebih banyak dan karkas yang diperoleh lebih empuk.
Feed suplement lainnya adalah kasein dan yodium yang dapat mempercepat
secara eksterior dan bagaimana untuk mengenali bahan pakan yang sesuai
yang berkualitas tinggi. Evaluasi fisik dari makanan hewan, terutama pakan
menentukan nutrient dalam pertanyaan. Karena itu, jika nutrient tidak ada,
Sampel untuk di uji kemudian dapat dites dan dibandingkan dengan kurva
1998).
anak ayam, diberikan makanan yang kurang dalam sebuah nutrient tertentu.
lainnya yang kurang baik memberikan produk untuk diuji dan respon
III
3.1 Alat
3.2 Bahan
(1) Diamati setiap sampel bahan pakan unggas yang tersedia dalam baki
diamati
(3) Nama bahan pakan ditulis dan diberi keterangan pada tabel yang
telah disediakan.
21
IV
4.2 Pembahasan
4.2.1.1 Jagung
Jagung meal adalah pakan ayam yang berbentuk butiran lebih besar dari
jagung mesh. Kandungan untuk jagung meal dan mash sama saja, hanya berbeda
bentuk dan tekstur yang berbeda. Fungsi dan manfaatnyapun sama dengan jagung
mash. Bentuk meal lebih baik untuk pencernaan ayam karena bentuknya yang kasar
Menurut Tangendjaja dan Wina (2006), kontribusi energi jagung adalah dari
patinya yang mudah dicerna. Jagung juga mengandung tiga koma lima persen
lemak, terutama terletak di bagian lembaga biji. Kadar asam lemak linoleat dalam
lemak jagung sangat tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan ayam, terutama
ayam petelur. Jagung mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang relatif rendah
dan sebagian besar fosfor terikat dalam bentuk fitat yang tidak tersedia seluruhnya
Minyak kelapa adalah salah satu bahan yang penting bagi pakan ternak
dikarenakan disanalah ada berbagai macam aditif ternak berada. Seperti yang
penggunaan energi.
23
dari dosis tertentu hal ini dikarenakan dengan ditambahkan nya minyak kelapa
lemak yang berada di pakan ternak akan meningkat sehingga resiko ketengikan dari
pakan akan meningkat. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Kompiang dkk.,
keuntungan tersebut diperlukan adanya zat gizi dari pakan itu sendiri yang bisa
menyeimbangkan energi untuk minyak bisa teraktivasi. Hal ini sesuai apa yang
sumber energi.
Maka dari itu diperlukan adanya batas dari penggunaan minyak kelapa yang
sekitar 5 persen penggunaannya dalam pakan. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh
Rasyaf (1993), penggunaan minyak kelapa dalam ransum sebesar 2 sampai 6 persen
ciri-ciri dari dedak berkualitas baik yang diamati mempunyai warna yang coklat
keputihan, tidak berbau, berasa hambar, dan bertekstur halus. Ciri-ciri ini
merupakan karakteristik yang mirip dengan apa yang dinyatakan oleh Rasyaf
(2002), tentang ciri-ciri dari suatu dedak yang kualitasnya baik yaitu, tidak berbau,
Dedak padi berkualitas baik adalah dedak padi yang mempunyai kandungan
sekam lebih rendah dan mempunyai ciri-ciri tertentu yang membuatnya bisa
dijadikan sebagai pakan. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Rasyaf (2002)
dan Anggorodi (1994), bahwa dedak padi yang mempunyai kandungan sekam
rendah dan ciri-ciri fisik seperti tidak berbau, tidak tengik, dan bertekstur halus
Selain dari itu, kandungan dalam dedak padi juga bisa membuat kualitasnya
baik atau memburuk. Jika kadar air, protein, dan lemak tingkat persenannya lebih
banyak dibandingkan serat kasar dan abu. Maka kualitas dari dedak padi akan naik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Creswell dkk., (2002), dedak kualitas baik dengan
nilai kandungna nutrisi yaitu kadar air 11,5 persen, 13,0 perses, lemak 19 persen,
berbau, hambar dan bertekstur kasar sesuai dengan Khajarern dkk., (1987), dalam
Ahsani (2006), mengemukakan bahwa bungkl kedelai yang mempunyai kualitas
bagus adalah berwarna terang, coklat terang, berbau khas segar (tidak apek) dan
tiak berbau gosong, teksturnya homogen bebas bergerak dan tidak menggumpal,
merupakan salah satu sumber protein nabati terbaik sesuai yang dikatakan Rasyaf
(1991), bungkil kedelai merupakan sumber protein yang cukup tinggi terutama
untuk protein kasarnya, sehingga kurang baik jika diberikan terlalu banyak. selain
mengandung protein relatif tinggi, bungkil kedelai juga mengandung energi tinggi.
25
kacang kedelai mentah tidak dianjurkan untuk dipergunakan sebagai pakan ayam
karena kacang kedelai mentah mengandung beberapa tripsin, yang tidak tahan
terhadap panas, karena itu sebaiknya kacang kedelai diolah lebih dahulu sesuai
tripsin. Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil
kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah
dalam penyusunan ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh
cara pengolahan.
Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin. bungkil kedelai
merupakan limbah pembuatan minyak kedelai, mempunyai kandungan protein
kurang lebih 42,7 persen dengan kandungan energi metabolisme sekitar 2240
kkal/kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6 persen sesuai yang dikatakan
Hutagaling (1999), Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12
dapat dipenuhi demi tepung ikan atau methionisme buatan pabrik. Menurut Wina
(1999) sekitar 50 persen protein untuk pakan unggas berasal dari bungkil kedelai
persen, sedangkan untuk pakan ayam petelur 10 sampai 25 persen. Bungkil kedelai
Prijono (2007) Pakan konvensional adalah bahan pakan yang umum dipakai
contohnya yang sering digunakan seperti dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa,
Tepung ikan merupakan unsur penting dalam pakan yang telah di keringkan,
digiling dan diambil kadar air dan minyaknya, dan tepung ikan juga merupakan
pakan sumber protein asal hewani berkualitas tinggi. Hal ini sesuai menurut
Wahyuwidodo (2010), tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang
protein tinggi. Tepung ikan mengandung asam amino esensial yang paling lengkap.
tepung ikan berwarna keabuan dengan tekstur agak kasar, rasanya amis dan agak
asin, dan baunya juga amis. Tepung ikan mengandung PK 65 persen, SK 1,5 persen,
LK 10 persen sesuai yang dikatakan Sitompul (2004), Tepung ikan yang baik
mempunyai kandungan protein kasar 58 sampai 68 persen, air 5,5 sampai 8,5
persen, serta garam 0,5 sampai 3,0 persen ditambahkan oleh Kurnia dan Purwani
(2008), hasil uji proksimat kadar air, abu, protein, lemak dan kalsium tepung ikan
menunjukkan bahwa kandungan air sebesar 32,57 persen, abu sebesar 7,81 persen,
protein sebesar 55,02 persen, lemak sebesar 1,77 persen dan kalsium sebesar 2,48
persen. Kadar air, abu, protein, lemak dan kalsium dari bentuk ikan basah ke bentuk
tepung ikan mengalami penurunan. Dalam bentuk basah, kandungan abu sebesar
8,2persen, protein 57,86 persen, lemak 1,86 persen dan kalsium 2,61
persen.Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan
menghasilkan tepung ikan yang berwarna coklat dan kadar protein atau asam
aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak. Penggunaan tepung ikan dalam
Menurut Irawan (1995), untuk mendapatkan tepung ikan bermutu baik perlu
pakan konvensional adalah bahan pakan yang umum dipakai contohnya yang sering
digunakan seperti dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa, minyak kelapa, tepung
4.2.1.6 CGM
Corn Gluten Meal (CGM) adalah sisa dari penggilingan jagung dalam
proses produksi pati dan sirup jagung, yang merupakan residu dari pemisahan pati
dan lembaga jagung kemudian dikeringkan. CGM merupakan pakan sumber
protein. Bahan pakan ini memiliki protein mencapai 60 persen, sehingga dapat
bersaing dengan protein hewani. Pengertian ini sebanding dengan literatur yang
ditulis Tangendjaja dan Wina (2006), yang menyatakan bahwa CGM merupakan
limbah pengolahan minyak jagung dan merupakan hasil sampingan dari wet milling
proses dari hasil sampingan pembuatan corn starch dan corn syrup. Dalam proses
sentrifugasi untuk memisahkan pati akan dihasilkan produk samping Corn Gluten
Meal (CGM) yang mengandung protein jagung, dapat mencapai lebih dari 60
persen yang berguna untuk pakan. CGM merupakan bahan pakan berjenismash
karena teksturnya yang berbentuk tepung. Antinutrisi pada bahan pakan ini adalah
defisiensi lisin.
Protein yang terkandung dalam bahan ini pada saat musim dingin minimal
58 persen. Kadar air dalam bahan pakan ini adalah mancapai 12 persen sedangkan
xanthopyll juga cukup tinggi (200 ppm) sehingga biasanya digunakan juga untuk
membantu proses pigmentasi pada ayam. Hal ini kurang sebanding dengan literatur
28
Meal juga mengandung karotenoid yang relatif tinggi yang bermanfaat memberi
warna kuning pada telur dan warna kaki pada ayam broiler, sehingga bahan tersebut
banyak digunakan dalam ransum ayam. Disana disebutkan bahwa kandungan yang
dapat memberikan warna kuning pada telur adalah karotenoid bukan xanthopyll.
Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA) dengan
jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya populasi ayam dan
tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya permintaan daging ayam di pasar.
Bulu ayam sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya sebagian kecil
saja yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kemoceng, pengisi jok,
pupuk tanaman, kerajinan tangan/hiasan dan shuttle cock (Adiati et al., 2004).
Penggunaan tepung bulu ayam untuk ransum unggas sebagai pengganti sumber
protein pakan konvensional (bungkil kedelai) sampai dengan taraf 40 % dari total
dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot.
digunakan tepung ini justru akan menekan prestasi unggas, produksi telur
berkurang dan pertambahan berat badan juga merosot (Rasyaf, 1992). Tepung bulu
dalam ransum unggas dan babi disarankan maksimum 5-7 %. Untuk broiler (ayam
29
potong ) disarankan < 5%, untuk ayam petelur 7%. Di lapangan, pabrik pakan hanya
gelatinnya. produk ini digunakan untuk bahan baku pakan yang merupakan sumber
mineral (terutama kalsium) dan sedikit asam amino menurut Murtidjo (2001),
tepung tulang adalah salah satu bahan baku pembuatan pakan ternak yang terbuat
dari tulang hewan. pembuatan tepung tulang juga merupakan upaya untuk
mendayagunakan limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah
pemotongan hewan. tepung ini mengandung kalsium dan posfor yang sangat tinggi
sesuai yang dikatakan Murtidjo (2001), tepung tulang dijadikan sebagai salah satu
bahan dasar pembuatan pakan karena mengandung mineral makro yakni kalsium
dan posfor serta mineral mikro lainnya tepung tulang selain dijadikan sebagai
sumber mineral juga mengandung asam amino dan protein. Kalsium dan posfor
sangat diperlukan oleh hewan karena memiliki peranan dalam pembentukan tulang
dan kegiatan metabolisme tubuh ditambahkan oleh Rasidi (1999), kandungan
kalsium yang terdapat pada tepung tulang dipasaran umumnya adalah 19 persen –
26 persen dan posfor 8 persensampai 12 persen dan Tepung tulang yang baik
memiliki ciri-ciri tidak berbau, kadar air maksimal 5 persen, berwarna keputih-
putihan, tingkat kehalusan 80 saringan, bebas bakteri serta penyakit, dan kadar
konvensional adalah bahan pakan yang umum dipakai contohnya yang sering
30
digunakan seperti dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa, minyak kelapa, tepung
4.2.1.9 Premix
Feed suplementt (premix) adalah bahan yang memiliki zat makanan yang
suplement adalah makanan pelengkap untuk p-akan unggas agar lebih baik kwalitas
maupun gizinya, Feed suplement ini biasa disebut premix. Dalam praktikum yang
kami lakukan, diketahui bahwa salah satu contoh Feed suplementt adalah premix.
Namun menurut Rasyaf (2001), premix merupakan nama lain dari Feed suplementt.
sebagian atau beberapa unsur zat-zat makanan dan obat-obatan. Unsur zat makanan
mineral. Sedangkan unsur obat-obatan yang biasa ialah antibiotik dan ciccodiosta
pernyataan ini sebanding dengan literatur yang ditulis Rasyaf (2001), yang
menyatakan bahwa premix biasanya terdiri dari vitamin asam amino, mineral,
Meat Bone Meal (MBM) atau tepung daging dan tulang merupakan bahan
baku pakan yang terbuat dari hasil limbah pengolahan hewan ternak. Kandungan
protein yang terdapat pada MBM berkisar antara 45 -55 % (Lovell, 1989). Namun
NRC (1993) mengatakan bahwa kualitas protein MBM masih berada di bawah
31
tepung ikan. Scoot, Nesheim, and Young (1982) juga menambahkan bahwa tepung
tulang dan daging (MBM) memiliki kandungan asam amino methionine dan cystine
dalam jumlah sedikit tetapi memiliki kandungan asam amino lysine yang tinggi.
Selain itu, karena merupakan hasil pengolahan limbah ternak yakni tulang
dan daging maka bahan ini memiliki kandungan fosfor yang tinggi (Lovell, 1989).
Namun pemakaian MBM dalam pakan ikan tidak dapat seutuhnya menggantikan
tepung ikan sebagai sumber protein hewani. Millamena et al., (2002) menyebutkan
bahwa sumber protein yang baik dalam pakan adalah bahan baku yang memiliki
kandungan asam amino mendekati komposisi asam amino ikan budidaya. Hal
tersebutlah yang menjadi faktor pembatas bagi MBM dalam persentase
bone meal) pada formulasi pakan ikan karnivor hingga 20% dan ikan herbivor serta
buah kelapa kering (Woodrof, 1979). Bungkil kopra adalah hasil ikutan dari
ekstraksi minyak dari daging buah kelapa kering yang masih mengandung protein
sekitar 16%-18% dan berpotensi digunakan sebagai bahan pakan ikan. Bungkil
kopra masih mengandung protein, karbohidrat, mineral, dan sisa-sisa minyak yang
masih tertinggal (Child, 1964). Karena kandungan protein yang cukup tinggi (16%–
18%). Komposisi nutrisi bungkil kopra sebagai sumber protein nabati cukup tinggi
bila dibandingkan dengan bahan limbah lainnya seperti bungkil kelapa sawit
(10,6%) dan dedak halus (13,8%); selain itu, juga kandungan serat kasarnya lebih
32
rendah bila dibandingkan dengan bungkil kelapa sawit (31,8%) dan dedak (14,3%).
pemanfaatan bahan baku dipengaruhi antara lain oleh serat kasar. Menurut Nyina-
Wamwiza et al. (2010), kandungan serat kasar bahan yang tinggi dalam pakan dapat
Kandungan nutrisi pada bungkil kopra meliputi bahan kering 90,557 %, Protein
Kasar 27,597 %, Lemak Kasar 11,216 %, Serat Kasar 6,853 %, TDN 75,333 %
Kelemahan dari bungkil kopra yaitu mudah rusak oleh jamur dan
menimbulkan racun untuk ayam. Miskin lysine dan histidine dan kandungan
seratnya cukup tinggi yaitu 15%. Bungkil yang baik diberikan kepada ternak pada
campuran konsentrat, Idealnya adalah sebesar 10% dari total konsentrat yang kita
berikan. Misalnya untuk seekor sapi berat 300 Kg dibutuhkan konsentrat sebesar
1% dari berat badan yakni 3 Kg / hari. Jadi bungkil yang kita butuhkan untuk seekor
sapi 300 Kg adalah 300 gram atau 3 ons dan dan sisanya adalah dedak atau bekatul
( forsum 2013).
4.2.1.12 DDGS
DDGS dapat digunakan sebagai sumber energi, protein (asam amino) dan
fosfor untuk ternak. Kandungan fosfor tersedia relatif lebih tinggi dibandingkan
bahwa kandungan gizi DDGS bervariasi di antara pabrik etanol dan juga bervariasi
di dalam pabrik etanol sendiri, meskipun demikian kandungan gizi DDGS yang
33
dihasilkan oleh pabrik etanol yang baru lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan DDGS yang dilaporkan oleh National Research Council untuk unggas
(NRC, 1994) maupun untuk babi (NRC, 1998). Di antara kandungan gizi yang ada
dalam DDGS, lisin, metionin dan juga kandungan seratnya merupakan zat gizi yang
paling bervariasi. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan DDGS yang benar agar
tulang berwarna putih dan kasar serta terdapat serpihan kecil seperti bubuk halus
partikel berwarna coklat muda dan kasar juga terlihat serpihan kecil kulit bungkil
dan kotiledon. Hal ini sesuai dengan penelitian Ahsan (2006), yang menyatakan
karakteristik fisik mikroskopis bungkil kedelai terdiri dari kulit kedelai partikel
kedelai atau kotiledon berbentuk granula yang tidak beraturan, berwarna krem
cokelat kekuningan dan bertekstur keras. Bungkil kedelai yang diamati di bawah
kotiledon akan mempengaruhi kandungan protein kasar dan serat kasar karena
34
kotiledon memiliki kandungan protein kasar yang tinggi dan serat kasar yang lebih
berbentuk serpihan-serpihan yang menyatu dan berwarna putih. Hal ini sesuai
dengan apa yang dinyatakan oleh Creswell dkk., (2002) dan Rasyaf (2002), dimana
dikarenakan kadar air yang lebih banyak maka serpihan-serpihan dari dedak padi
tersebut akan cenderung menyatu dan hal ini akan membuat ruangan antara tiap
5.1 Kesimpulan
(1) Pakan merupakan suatu bahan yang dimakan hewan yang mengandung
energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam bahan pakan tersebut
(2) Syarat pakan unggas yaitu, tidak bersaing dengan bahan pangan,
racun (antinutrisi), harga murah, butirannya halus atau bisa dihaluskan, dan
mudah diolah
(3) Bentuk pakan unggas diantaranya yaitu grain, mash, crumble, meal, dan
pellet
kelapa, minyak kelapa, tepung ikan, jagung, tepung tulang, grit. Sedankan
(5) Pengelompokan pakan berdasar sifat kimia terbagi atas; sumber energi,
sumber protein, sumber vitamin, sumber mineral, feed additive dan feed
suplemen
(6) Evaluasi pakan dilakukan dengan evaluasi fisik, yaitu dengan pengamatan
5.2 Saran
Praktikum kali ini sudah cukup baik, mungkin saja kurang kondusif
mahasiswanya.
36
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Agus. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. CV. Aneka. Solo
Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Kartasudjana R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Khalil. 2006. Respons Ayam Kampung terhadap Penambahan Kalsium Asal Siput
(Lymnae Sp) dan Kerang (Corbiculla molktiana) pada Kondisi Ransum
Miskin Fosfor. Universitas Andalas. Padang.
Kompiang, I.P., Purwadaria,, T., Hartati, T., dan Supriyati. 1997. Bioconversion of
Sago (Metroxylon sp.) Waste. Current status of Agricultural Biotechnology
in Indonesia. A. Darusmna, Kompiang, i.p., dan Moeljoprawiro,S.(Eds.).
AARD Indonesia, p. 523-526.
Kumar, R., 2003. Anti-nutritive factors, the potential risks of toxicity and methods
to alleviate them. Online. http://www.fao.org/DOCREP/003/T0632E/T06-
32E10.html. (Diakses pada 31 Maret 2018 pukul 18.00 WIB)
Litbang Pertanian. 2011.Badan Penelitian dan Pertanian, Balai Pengelola Alih
Teknologi. Panduan Umum Alih Teknologi dalam Rangka Inovasi Hasil
Litbang Pertanian. Badan Litbang dan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Jakarta.
Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold. New York
Martawijaya dkk. 1996. Itik Petelur. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Millamena, O. M, Relicado M. Coloso, and Felicitas P. Pascual. 2002. Nutririon In
Tropical Aquaculture. Aquaculture Departement. Southeast Asian Fisheries
Development Center. an, Iloilo: Philippines
Morrison, F. B. 1948. Feeds and Feeding. The Morrison Publishing Company.
New York.
Mukhopadhjay,N. dan Ray, A.k. 2005. Effect of Fermentation Apparent Total and
Nutrient Digestibility of Linseed, Linum usitatissium, Meal in Rohu, Lobeo
rohita, Fingerlings. Acta Ichthyologica Et Piscatoria, 35(2): 73-78
Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan.Kanisius. Yogyakarta.
National Research Council. 1993. Nutrien Requirement of Fish. National Academy
Press. Washington D.C. 102 pp
National Research Council. 1998. Nutrient Requirements of Swine: 10th Revised
Edition. Washington, DC: The National Academies Press.
https://doi.org/10.17226/6016.ess, Washington D.C.
Nir, I. dan Ptichi, I. 2001. Feed Particle Size and Hardness: Influence on
Performance, Nutritional, Behavioral and Metabolic Aspect. Netherlands.
Utretcht.
NRC, 1994. Ninth Revised Edition, 1994, National Academy Pr
Nyina-Wamwiza, L., Wathele, B., Richir, J., Rollin, X., & Kestemont, P. 2010.
Partial or total replacement of fish meal by local aqricultural by-products
in diets of juvenile African catfish (Clarias gariepinus): growth
performance, feed efficiency and digestibility. Aquaculture Nutrition, 16:
237-247.
38
LAMPIRAN