Anda di halaman 1dari 39

1

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada hewan ternak

(peliharaan) dan pada industri peternakan masa kini, pakan yang diberikan biasanya

berupa campuran dari bahan alami dan bahan buatan (komposisi) yang telah

ditingkatkan kandungan gizinya. Maka itu pakan sangatlah penting bagi hewan

ternak karena merupakan pelangsung hidup ternak tersebut.

Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh 3 faktor yang sama

pentingnya, yaitu: 1) breeding (pemulia biakan, bibit), 2) feeding (pakan), dan 3)

management (tata laksana). Namun jika dilihat dari total biaya produksi dalam

usaha peternakan, maka kontribusi pakan adalah yang paling tinggi yaitu sekitar

75%nya. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan,

sedangkan pengertian pangan (food) digunakan untuk manusia. Berkaitan dengan

pakan, maka dihadapkan pada masalah-masalah: kuantitatif, kualitatif, kontinuitas,

dan keseimbangan zat pakan yang terkandung di dalamnya. Bahan pakan (bahan

makanan ternak) adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik

berupa bahan organik maupun organik) yang sebagian atau seluruhnya dapat

dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak.

Unggas adalah jenis hewan ternak kelompok burung yang dimanfaatkan

untuk daging dan/atau telurnya. Agar dapat mengoptimalkan produksi dari ternak

unggas, sangatlah diperlukan pengetahuan mengenai bahan – bahan pakannya.


2

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Apa yang dimaksud dengan pakan unggas.

(2) Bagaimana syarat pakan unggas yang baik.

(3) Bagaimana bentuk bahan pakan unggas.

(4) Apa saja jenis pakan konvensional dan inkonvensional.

(5) Bagaimana pengelompokan bahan pakan unggas berdasarkan sifat kimia.

(6) Bagaimana evaluasi bahan pakan unggas.

1.3 Maksud dan Tujuan


(1) Mengetahui pengertian pakan unggas

(2) Mengetahui syarat pakan unggas yang baik

(3) Mengetahui bentuk bahan pakan unggas

(4) Mengetahui jenis pakan konvensional dan inkonvensional

(5) Mengetahui pengelompokan bahan pakan unggasberdasarkan sifat kimia

(6) Mengetahui evaluasi bahan pakan unggas

1.4 Manfaat Praktikum

Mengetahui bahan pakan yang mencakup pengertian, syarat, bentuk, jenis

pakan konvensional dan inkonvensional serta pengelompokan berdasarkan sifat

fisik dan kimia. Selain itu, untuk mengetahuievaluasi dari bahan pakan ternak

unggas.

1.5 Waktu dan Tempat

Hari/tanggal : Selasa, 30 April 2019

Waktu : 12.30 – 14.30 WIB


3

Tempat : Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas

Peternakan Universitas Padjadjaran


4

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian Pakan Unggas

Pakan merupakan suatu bahan yang dimakan hewan yang mengandung

energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam bahan pakan tersebut. Sedangkan

pangan (food) digunakan untuk pangan manusia dan ransun adalah campuran dua

atau lebih bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak selama 24

jam (Haratdi dkk., 1907). Bahan pakan merupakan bahan makanan ternak yang
terdiri dari bahan kering dan air yang harus diberikan kepada ternak untuk

memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak (Setiawan dan Arsa, 2005).

Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain

untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimaksudkan

untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau pakan lengkap

(Hartadi dkk., 1997).

Pakan adalah bahan ransum ternak yang telah diramu dan biasanya terdiri
dari berbagai jenis bahan ransum dengan komposisi tertentu. Pemberian pakan

bertujuan untuk menjamin pertumbuhan berat badan dan menjamin produksi daging

agar menguntungkan. Konsumsi pakan ayam broiler tergantung pada strain, umur,

aktivitas, serta suhu lingkungan. Pakan ayam broiler dibedakan menjadi dua macam

yaitu ransum untuk periode starter dan periode finisher. Komposisi pakan pada fase

starter terdiri atas protein 22 sampai 24 persen, lemak sebanyak dua koma lima

persen, serat kasar empat persen, kalsium (Ca) satu persen, phosphor (P) nol kona

tujuh sampai nol koma sembilan persen, dan pada fase finisher terdiri atas protein

18,1 sampai 21,2 persen, lemak dua koma lima persen, serat kasar empat koma lima
5

persen, kalsium (Ca) satu persen, dan phosphor (P) nol koma tujuh sampai nol koma

sembilan persen (Faradis, 2009).

2.2 Syarat Pakan Unggas

Sebelum mengolah pakan dalam jumlah yang cukup besar, perlu

diperhatikan informasi tentang keberadaan bahan pakan. Pakan yang akan

digunakan harus memenuhi persyaratan antara lain (Retnani, 2012):

a Tidak bersaing dengan manusia

b Mengandung nilai nutrisi tinggi


c Bahan pakan tersedia secara kontinu

d Tidak mengandung racun (antinutrisi)

e Harga murah atau terjangkau

f Butirannya halus atau bisa dihaluskan

g Mudah diolah

2.3 Bentuk Pakan Unggas


Berikut berbagai macam bentuk pakan yaitu:

a. Grain (bijian), jenis ransum yang diberikan pada ungags dalam

bentuk murni biji-bijian

b. Bentuk tepung (mash): campuran bahan pakan berbentuk tepung

biasanya, ayam petelur (grower, layer), kambing dan domba, puyuh

petelur (stater, layer); bentuk pellet: biasanya untuk ternak ayam

petelur (layer), ayam pedaging (finisher).


6

c. Bentuk crumble (pecahan pellet): biasanya untuk ternak ayam

pedaging (stater), ayam petelur (stater, grower dan layer), puyuh

(stater, remaja).

d. Meal, jenis ransum yang diberikan pada ungags yang terdiri dari

macam bahan pakan yang sudah digiling

e. Pellet, mash yang dibentuk seperti tabung setelah melalui proses

peletting yang berukuran 5-8 mm (Kartasudjana, 2001)

2.4 Jenis Pakan Unggas Konvensional dan Inkonvensional

(1) Pakan konvensional

Pakan konvensional adalah bahan pakan yang umum dipakai contohnya

yang sering digunakan seperti dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa, minyak

kelapa, tepung ikan, jagung, tepung tulang, grit (Diwyanto dan Prijono,

2007).Bahan pakan konvensional merupakan bahan pakan yang umum digunakan

dalam formulasi pakan dan sudah banyak diperdagangkan. Bahan pakan ini
merupakan komoditas perdagangan idustri pakan dantersedia di poultry shop dan

toko obat-obatan ternak yang tersebar diberbagai wilayah, sehingga peternak

mudah mendapatkan pakan dan bahan-bahan pakan konvensional tersebut.

Kuantitas, kualitas dan kontinuitas bahan pakan konvensional relatif stabil

walaupun harganya mahal dan tidak stabil (Litbang Pertanian, 2011).

(2) Pakan inkonvensional

Pakan inkonvensional adalah bahan pakan yang jarang dipakai contohnya

sorghum, gaplek, bungkil kacang tanah, kacang kedele, kacang tanah, kulit

kerabang, cacing, siput (Diwyanto dan Prijono, 2007). Bahan-bahan pakan


7

inkonvensional adalah bahan pakan yang tidak lazim digunakan, ketersediaanya

masih terbatas dan direkomendasikan dapat dimanfaatkan untuk formulasi pakan,

karena mempunyai kandungan nutrisi yang baik, untuk pertumbuhan dan produksi

ternak. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menggunakan bahan pakan

inkonvensional adalah sifat dan karakteristik bahan pakan tersebut, seperti secara

fisik tidak terlihat adanya perubahan warna dan bau yang menyengat, segar, tekstur

lembut, sedangkan secara kimia untuk mengetaui kandungan zat-zat nutrisi dan zat

anti nutrisinya perlu dilakukan analisa laboratorium pada instansi yang mempunyai

fasilitas terakreditasi maupum belum terakreditasi (Litbang Pertanian, 2011).

2.5 Pengelompokan Bahan Pakan Berdasarkan Sifat Kimia

2.5.1 Sumber Energi

Sumber protein adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan protein kasar

lebih kecil 20 persen baik bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun

hewani. (Wahyono,2003). Contoh pakan unggas yang termasuk sumber energi:

(1) Jagung
Jagung adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan (graminae)

yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang

anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas

buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain.

Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi

penterbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya

ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama

penyinaran, dan suhu. Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang

sama, namun interval waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang
8

berkembang dapat berbeda (Subekti dkk., 2007). Bagian-bagian tanaman jagung

yang digunakan untuk pakan ternak antaralain:

a. Tebon jagung, yaitu seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun,

dan buah jagung muda yang umumnya dipanen pada umur tanaman

45-65 hari

b. Biji jagung, dapat digunakan untuk pakan ternak unggas khususnya

untuk pembuatan ransum ayam broiler atau ayam petelur

(Soeharsono dan Sudaryanto, 2006)

Jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan istilah energi


metabolis, walaupun jagung mengandung protein sebesar delapan koma lima

persen, tetapi pertimbangan penggunaan jagung sebagai pakan adalah untuk energi.

Apabila energi yang terdapat pada jagung masih kurang, misalnya untuk pakan

ayam broiler, biasanya ditambahkan minyak agar energi ransum sesuai dengan

kebutuhan ternak. Kontribusi energi jagung adalah dari patinya yang mudah

dicerna. Jagung juga mengandung tiga koma lima persen lemak, terutama terletak

di bagian lembaga biji. Kadar asam lemak linoleat dalam lemak jagung sangat
tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan ayam, terutama ayam petelur. Jagung

mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang relatif rendah dan sebagian besar

fosfor terikat dalam bentuk fitat yang tidak tersedia seluruhnya untuk ternak

berperut tunggal (Tangendjaja dan Wina, 2006).

(2) Minyak Kelapa

Minyak yang banyak digunakan untuk menggoreng di Indonesia adalah

minyak kelapa. Minyak ini termasuk golongan minyak asam laurat. Asam laurat

merupakan asam lemak jenuh yang tahan terhadap reaksi oksidasi (Djatmiko dan
9

Enie, 1985). Penggunaan minyak kelapa dalam ransum sebesar 2 - 6 persen dari

total ransum (Rasyaf, 1993).

Minyak kelapa membantu penyerapan vitam A, D, E, dan K, mengedarkan

asam-asam lemak esensial, Menambah efisiensi penggunaan pakan, mempengaruhi

penyerapan vitamin A dan karotein dalam saluran pencernaan, penting dalam

penyerapan kalsium dan menambah efisiensi penggunaan energi (Santoso, 1986).

Keuntungan penggunaan minyak ke dalam ransum hanya dapat diperoleh

bila banyaknya zat-zat makan lainnya juga ditingkatkan agar mendapat

keseimbangan dengan naiknya tingkat minyak yang tinggi sebagai sumber energi
(Wahju, 1997)

Lemak yang tinggi akan menyebabkan ketengikan sehingga memperpendek

daya simpan bahan pakan, sedangkan serat kasar tinggi akan menyebabkan bahan

pakan sulit dicerna oleh ternak atau ikan (Kompiang dkk., 1997).

(3) Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil pengilingan padi yang berasal dari lapisan luar

beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Proses pengolahan gabah
menjadi beras akan menghasilkan dedek padi kira-kira sebanyak 10 persen

pecahan-pecahan beras atau menir sebanyak 17 persen, tepung beras 3 persen,

sekam 20 persen, dan berasnya sendiri 50 persen. Persentase tersebut sangat

bervariasi tergantung pada varietas dan umur padi, derajat pengilingan serta

penyosohannya (Grist, 1972).

Menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi

metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12,9 persen, lemak 13 persen, serat

kasar 11.4 persen, Ca 0,07 persen, P tersedia 0,22 persen, Mg 0,95 persen, serta

kadar air 9 persen (Dewan Standarisasi Nasional, 2001).


10

Dedak padi merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi

beras yang mengandung “bagian luar” beras yang tidak terbawa, tetapi tercampur

pula dengan bagian penutup beras itu. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau

rendahnya kandungan serat kasar dedak (Rasyaf, 1990).

Kandungan lemak yang tinggi yaitu 6 sampai 10 persen menyebabkan

dedak padi mudah mengalami ketengikan oksidatif. Dedak padi mentah yang

dibiarkan pada suhu kamar selama 10 sampai 12 minggu dapat dipastikan 75

sampai 80 persen lemaknya berupa asam lemak bebas, yang sangat mudah tengik

(Amrullah, 2002).
Dedak padi yang mengandung kualitas baik mempunyai ciri fisik seperti

baunya khas, tidak tengik, teksturnya halus, lebih padat dan mudah digenggam

karena mengandung kadar sekam yang rendah, dedak yang seperti ini mempunyai

nilai nutrisi yang tinggi (Rasyaf, 2002). Dedak padi yang berkualitas tinggi

mempunyai kandungan sekam lebih rendah (Anggorodi, 1994).

2.5.2 Sumber Protein


Suatu bahan makanan ternak sangat baik jika mengandung sumber-sumber

yang baik dan lebih baik jika mengandung protein yang tinggi (Agustin, 2000).

Pakan sumber protein yang baik adalah yang berasal dari tumbuhan seperti bungkil

dan bakatul, juga yang berasal dari hewani seperti tepung ikan (Antan, 2002). Zat

pakan adalah bagian dari bahan pakan yang dapat dicerna, dapat diserap dan

bermanfaat bagi tubuh (ada 6 macam zat pakan: air, mineral, emiliki
11

karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin) (Sunarso dkk., 2009). Contoh

pakan unggas yang termasuk sumber protein:

(1) Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang cukup tinggi terutama

untuk protein kasarnya, sehingga kurang baik jika diberikan terlalu banyak (Rasyaf,

1991). Kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin. Penghambat

tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil kedelai yang mengalami

proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah dalam penyusunan

ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan.
Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin (Wahju, 1997) Kandungan

proteinmencapai 43 sampai 48 persen. Bungkil kedelai juga mengandung zat

antinutrisi seperti tripsin inhibitor yang dapat mengganggu pertumbuhan unggas,

namun zat antinutrisi tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk

digunakan sebagai pakan unggas. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan

seperti pengambilan lemak, pemanasan, dan penggilingan (Boniran, 1999) bungkil

kedelai yaitu bahan makanan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
ternak, meskipun bungkil kedelai tersebut sudah diambil minyaknya tetapi masih

menyimpan protein nabati sebesar kurang lebih 40 persen (Rasyaf, 2001). Sekitar

50 persen protein untuk pakan unggas berasal dari bungkil kedelai dan

pemakaiannya untuk pakan ayam pedaging berkisar antara 15-30 persen, sedangkan

untuk pakan ayam petelur 10 sampai 25 persen (Wina, 1999). Bungkil kedelai yang

baik mengandung air tidak lebih dari 12 persen (Hutagalung, 1999).

(2) Tepung Ikan

Tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil

atau tidak, dikeringkan kemudian digiling (Wahyuwidodo, 2010) Tepung ikan


12

merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani yang dibutuhkan dalam

komposisi makanan ternak dan ikan. Tepung ikan sebagai sumber protein hewani

memiliki kedudukan penting yang sampai saat ini masih sulit digantikan

kedudukannya oleh bahan baku lain, bila ditinjau dari kualitas maupun harganya.

Kandungan protein tepung ikan memang relatif tinggi. Protein tersebut

disusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks, diantaranya asam amino

lisin dan metionin (Purnamasari dkk., 2006).

Tepung ikan merupakan bahan pakan yang sangat baik sebagai sumber

protein, lemak maupun mineral. Tepung ikan mengandung protein cukup tinggi
yang tahan terhadap degradasi dalam rumen, dan mengandung lemak sekitar 105

yang sebagian besar berupa asam lemak tak jenuh yang sangat penting untuk sistem

hormon reproduksi kualitas tepung ikan juga sangat bervariasi tergantung pada

beberapa faktor, terutama kualitas bahan baku dan proses pembuatannya (Abdullah

dkk., 2007).

Usaha pengolahan tepung ikan sangat menguntungkan bagi pengusaha ikan,

sebab sisa-sisa ikan yang dibuang percuma dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan tepung. Salah satu syarat pembuatan tepung ikan adalah tersedianya

bahan mentah yang cukup bahkan berlebih serta harganya murah. Mutu tepung ikan

yang dihasilkan tergantung pada jenis dan kesegaran bahan mentah yang diolah,

dan juga teknologi pengolahannya. Untuk mendapatkan tepung ikan bermutu baik

perlu dikembangkan teknologi pengolahan dengan cara konvensional yang sudah

lazim digunakan dalam industri tepung ikan (Irawan, 1995).

Kegunaan utama tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pakan ternak.

Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga, jamur, dan

mikroorganime patogen. Di dalam susunan pakan ternak, tepung ikan merupakan


13

bagian yang tidak dapat dipisahkan lagi, terutama untuk pakan ternak ayam dan

babi. Untuk pakan ternak yang masih muda dipakai tepung ikan yang berkadar air

10 sampai 40 persen (Moeljanto,1992).

Tepung ikan perlu diuji proksimat untuk mengetahui kadar air, kadar abu,

protein, lemak, dan kalsium yang terdapat dalam tepung ikan, sehingga dapat

diperoleh informasi mengenai kualitas tepung ikan. Hasil uji proksimat kadar air,

abu, protein, lemak dan kalsium tepung ikan menunjukkan bahwa kandungan air

sebesar 32,57 persen, abu sebesar 7,81 persen, protein sebesar 55,02 persen, lemak

sebesar 1,77 persen dan kalsium sebesar 2,48 persen. Kadar air, abu, protein, lemak
dan kalsium dari bentuk ikan basah ke bentuk tepung ikan mengalami penurunan.

Dalam bentuk basah, kandungan abu sebesar 8,2 persen, protein 57,86 persen,

lemak 1,86 persen dan kalsium 2,61 persen (Kurnia dan Purwani 2008),

Kadar lemak terendah tepung sekitar 5 persen, sedangkan tepung ikan yang

diolah dengan ekstraksi dapat mencapai 1 persen, tergantung pada kesempurnaan

proses ektraksi. Mutu tepung terutama ditentukan oleh kadar proteinnya. Kadar

protein yang tinggimencapai 92-95 persendari total kandungan protein harus dapat
dicernakan. Sebagian besar abu dan mineral dari dalam tepung ikan berasal dari

tulang-tulang ikan. Sebagian besar dari abu berupa kalsium fosfat yang diperlukan

untuk makanan ternak (Moeljanto, 1992)

(3) CGM

CGM merupakan limbah pengolahan minyak jagung dan merupakan hasil

sampingan dari wet milling proses dari hasil sampingan pembuatan corn starch dan

corn syrup. Dalam proses sentrifugasi untuk memisahkan pati akan dihasilkan

produk samping Corn Gluten Meal (CGM) yang mengandung protein jagung, dapat

mencapai lebih dari 60 persen yang berguna untuk pakan. Pati juga dapat
14

dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku industri lainnya, misalnya sirup

berfruktosa tinggi (bahan pemanis) atau bahan fermentasi untuk menghasilkan

vitamin, asam amino, atau diolah untuk menghasilkan turunan gula seperti sorbitol

(Tangendjaja dan Wina, 2006)

Dunia ternak penggunaan CGM pada umumnya digunakan untuk pakan

ruminansia. Penggunaan CGM sama seperti Corn Gluten Feed sudah banyak

diterapkan dalam pakan ternak. Hal ini karena nutrisi yang dikandungnya.

Penggunaan pada pakan unggas sampai 8 persen dari formulasi ransum pakan. Corn

Gluten Meal memiliki kandungan protein yang tinggi dan berserat rendah sehingga
bermanfaat digunakan pakan broiler yang membutuhkan energi dan protein tinggi

sehingga bersaing dengan protein hewani. Meski demikian kandungan asam amino

hasil samping terutama lisin dan triptopan relatif rendah dan belum dapat memenuhi

kebutuhan ayam dan babi, sehingga perlu penambahan bungkil kedelai yang tinggi

kandungan lisin dan triptofannya. Selain itu Corn Gluten Meal juga mengandung

karotenoid yang relatif tinggi yang bermanfaat memberi warna kuning pada telur

dan warna kaki pada ayam broiler, sehingga bahan tersebut banyak digunakan
dalam ransum ayam. Nilai TDN-nya lebih sedikit dari pada jagung dan serat kasar

tertinggi adalah 5 persen dan terendah TDN-nya 78 persen (Tangendjaja dan Wina,

2006).

2.5.3 Sumber Vitamin

Sumber vitamin adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan vitamin

cukup tinggi, misalnya makanan berbutir dan umbi-umbian. (Wahyono,2003).

Contoh pakan unggas yang termasuk sumber vitamin adalah hijauan segar.
15

2.5.4 Sumber Mineral

Sumber mineral adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan yang cukup

tinggi, misalnya garam dapur, kapur makan, tepung ikan, grit kulit ikan dan grit

kulit kerang. (Wahyono,2003). Contoh pakan unggas yang termasuk sumber

mineral adalah tepung tulang. Tepung tulang merupakan salah satu bahan baku

pembuatan pakan ternak yang terbuat dari tulang hewan. Tulang yang akan

dijadikan tepung haruslah tulang yang berasal dari hewan ternak dewasa dan

biasanya berasal dari tulang hewan berkaki empat seperti tulang sapi, kerbau, babi,

domba, kambing, dan kuda. Tepung tulang dijadikan sebagai salah satu bahan dasar
pembuatan pakan karena mengandung mineral makro yakni kalsium dan posfor

serta mineral mikro lainnya. tepung tulang selain dijadikan sebagai sumber mineral

juga mengandung asam amino dan protein. Kalsium dan posfor sangat diperlukan

oleh hewan karena memiliki peranan dalam pembentukan tulang dan kegiatan

metabolisme tubuh (Murtidjo, 2001).

Bahan-bahan sumber mineral kalsium yang sering ditambahkan kedalam

pakan ternak untuk menambah kandungan nutrisi mineral kalsium antara lain
tepung tulang yang diperoses dan mengandung kalsium 24 persen .dibeberapa

pabrik makanan ternak mempergunakan tepung tulang yang tercampur dengan sisa-

sisa daging atau limbah rumah potong. Sesuai dengan namanya maka tepung tulang

ini digunakan untuk tambahan dan juga sebagai pelengkap untuk melengkapi

kandungan nutrisi mineral kalsium pada pakan ternak (Budiharjho, 2003). Tepung

tulang yang baik memiliki ciri-ciri tidak berbau, kadar air maksimal 5 persen,

berwarna keputih- putihan, tingkat kehalusan 80 saringan, bebas bakteri serta

penyakit, dan kadar tepungnya mencapai 94 persen. Kandungan kalsium yang


16

terdapat pada tepung tulang dipasaran umumnya adalah 19 persen sampai 26 persen

dan posfor 8 persen sampai12 persen (Rasidi, 1999).

2.5.5 Feed Aditif

Feed aditif merupakan zat yang perlu ditambahkan dalam jumlah relative

sedikit yang kadang kala diperlukan untuk melengkapi ransum yang di susun, yang

berfungsai sebagai aroma/cita rasa, asam amino/campuran asam amino dan vitamin

mix perikanan. (Himaya, 2006).

2.5.6 Feed Suplement

Feed supplement adalah suatu bahan berupa zat nutrisi, terutama nutrisi

mikro (asam amino, vitamin, mineral) yang ditambahkan ke dalam

ransum.Pemberian feedsupplementhanya dalam jumlah sedikit berfungsi untuk

melengkapi dan memenuhi kebutuhan nutrisi terutama nutrisi mikro yang penting

(Medion, 2012).

Feed supplement merupakan bahan makanan tambahan esensial yang


berguna untuk merangsang pertumbuhan dan mencegah penyakit, serta

memperbaiki mutu ransum. Feed supplement ini berisikan sebagian atau beberapa

unsur zat-zat makanan dan obat-obatan. Unsur zat makanan yang biasa terdapat di

dalamnya ialah vitamin-vitamin, asam-asam amino dan mineral. Sedangkan unsur

obat-obatan yang biasa ialah antibiotik dan ciccodiostat (Medion, 2012). Contoh

pakan unggas yang termasuk feed suplement:

1) Premix

Feed suplement/premix adalah makanan pelengkap untuk pakan unggas

agar lebih baik kwalitas maupun gizinya. Feed suplemen ini biasa disebut premix.
17

Premix biasanya terdiri dari vitamin asam amino ,mineral, anti biotik atau

keempatnya (Rasyaf, 2001).Penggunaan Feed Suplement (Premix):

a) Feed suplement yang membantu pencernaan

Pencernaan dapat dioptimalkan dengan cara memberikan enzim.

Pemberian enzim protease umpamanya akan meningkatkan kecernaan

protein. Pemberian enzim lipase akan meningkatkan kecernaan lemak dan

pemberian enzim karbohidrase akan meningkatkan kecernaan karbohidrat.

b) Feed suplement untuk meningkatkan sisi komersial produk ternak

Salah satu contoh yang populer adalah penggunaan karotenoid.


Karetenoid adalah pigmen berwarna kuning. Karotenoid dapat digunakan

untuk pigmentasi ayam broiler dan kualitas kuning telur. Konsumen

umumnya menyukai ayam broiler yang kulitnya berwarna kuning sehingga

terlihat segar dan menarik perhatian. Beberapa contoh produk karotenoid

adalah karotenoid sintesis, carophy yellow dan jagung kuning.

c) Feed suplement untuk meningkatkan metabolisme

Salah satu feed suplement yang umum digunakan untuk


meningkatkan metabolisme adalah estrogen. Estrogen menyebakan

penimbunan lemak lebih banyak dan karkas yang diperoleh lebih empuk.

Feed suplement lainnya adalah kasein dan yodium yang dapat mempercepat

pertumbuhan bulu dan menurunkan kadar lemak. Hormon dapat mengatur

siklus bertelur dan molting. Senyawa arsen dapat menstimulasi

pertumbuhan (Hartadi dkk., 1907).


18

2.6 Evaluasi Bahan Pakan

2.6.1 Evaluasi Fisik

Tujuan evaluasi fisikuntuk mengetahui bagaimana kualitas pakan

secara eksterior dan bagaimana untuk mengenali bahan pakan yang sesuai

dengan karakteristiknya, yaitu pakan dengan kandungan nutrisi yang baik.

Jika diragukan, observasi pada binatang yang memakan makanan ternak

akan menunjukannya, bagi peternakan memilih dan mengembangkan pakan

yang berkualitas tinggi. Evaluasi fisik dari makanan hewan, terutama pakan

ternak adalah berdasarkan pada penampilan visual dan baunya (Kamal,


1998).

2.6.2 Uji Mikrobiologis

Uji mikrobiologis, dikenal sebuah mikroorganisme dipilih untuk

menentukan nutrient dalam pertanyaan. Karena itu, jika nutrient tidak ada,

mikroorganisme yang dipilih tidak akan tumbuh. Pertumbuhan medium

dipersiapkan sehingga secara nutrisi melengkapi kecuali untuk nutrient

yang akan diuji. Level–level yang ditingkatkan dari nutrient kemudian


ditambahkan pada media dan kurva respon pertumbuhan dipersiapkan.

Sampel untuk di uji kemudian dapat dites dan dibandingkan dengan kurva

respon pertumbuhan untuk menentukan konsentrasi nutrient. Banyak dari

mikronutrient, seperti vitamin B kompleks, diuji dengan cara ini (Kamal,

1998).

Jenis pengujian ini, experimental kepada binatang, seperti tikus dan

anak ayam, diberikan makanan yang kurang dalam sebuah nutrient tertentu.

Kurva respon pertumbuhan adalah dikembangkan dengan memberi makan

sejumlah nutrisi pada beberapa binatang yang kekurangan nutrisi. Binatang


19

lainnya yang kurang baik memberikan produk untuk diuji dan respon

mereka dibandingkan dengan kurva pertumbuhan. Sebagai tambahan,

evaluator dapat mengamati perubahan dalam jaringan khusus sebagai level

yang beragam dari nutrient khusus yang di supplay (Kamal, 1998).


20

III

ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat

(1) Baki atau Nampan : Sebagai tempat mambawa bahan pakan

(2) Cawan atau Mangkuk Plastik : Sebagai wadah bahan pakan

(3) Mikroskop : Untuk mengamati bahan pakan secara mikroskopis

3.2 Bahan

(1) Jagung (7) Tepung Bulu

(2) Minyak Kelapa (8) Tepung Tulang

(3) Dedak Padi (9) Premix

(4) Bungkil Kedelai (10) Meat Bone Meal

(5) Tepung Ikan (11) Bungkil Kopra

(6) CGM (12) DDGS

3.3 Prosedur Kerja

(1) Diamati setiap sampel bahan pakan unggas yang tersedia dalam baki

diamati

(2) Masing-masing bahan pakan dievaluasi secara fisik menggunakan

penginderaan dengan tahapan dilihat, diraba, dicium dan dikecap

(3) Nama bahan pakan ditulis dan diberi keterangan pada tabel yang

telah disediakan.
21

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Pengamatan Fisik Bahan Pakan Unggas

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fisik Pakan Unggas


Nama Pakan Warna Bau Rasa Tekstur
Dedak Coklat Tidak Bau Tidak Halus
Muda Berasa
Tepung Jagung Putih- Seperti Jagung Tidak Agak halus
Kuning Berasa
Bungkil Kedelai Putih- Tidak Bau Seperti Kasar
Kuning Kedelai
Bungkil Kopra Coklat tua Wangi Hambar Kasar
Tepung Tulang Putih Bau Tidak Kasar
Berasa
Tepung Ikan Coklat Bau Tidak Kasar
Muda Berasa
Tepung Ikan II Coklat Bau Asin Halus
Minyak Kelapa Kuning Tidak Bau Hambar Cair
Premix Putih Bau Sedikit Halus
kekuningan Asin
CGM Coklat Tengik Hambar Kasar
DDGS Coklat Tidak Bau Pahit Kasar
Tepung Bulu Coklat Menyengat - Halus
MBM Coklat Tidak Menyengat Mirip Halus
terang Kapur

4.1.2 Pengamatan Mikroskopis Pakan Unggas

Tabel 2. Hasil Pengamatan Mikroskopis Pakan Unggas

Tepung Tulang Bungkil Kedelai Dedak Padi


22

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengamatan Makroskopis

4.2.1.1 Jagung

Jagung meal adalah pakan ayam yang berbentuk butiran lebih besar dari

jagung mesh. Kandungan untuk jagung meal dan mash sama saja, hanya berbeda

bentuk dan tekstur yang berbeda. Fungsi dan manfaatnyapun sama dengan jagung

mash. Bentuk meal lebih baik untuk pencernaan ayam karena bentuknya yang kasar

membantu dalam proses pencernaan di empedal atau gizzard.

Menurut Tangendjaja dan Wina (2006), kontribusi energi jagung adalah dari
patinya yang mudah dicerna. Jagung juga mengandung tiga koma lima persen

lemak, terutama terletak di bagian lembaga biji. Kadar asam lemak linoleat dalam

lemak jagung sangat tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan ayam, terutama

ayam petelur. Jagung mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang relatif rendah

dan sebagian besar fosfor terikat dalam bentuk fitat yang tidak tersedia seluruhnya

untuk ternak berperut tunggal.

4.2.1.2 Minyak Kelapa

Minyak kelapa adalah salah satu bahan yang penting bagi pakan ternak

dikarenakan disanalah ada berbagai macam aditif ternak berada. Seperti yang

dinyatakan oleh Santoso (1986) minyak kelapa membantu penyerapan vitamin A,

D, E, dan K, mengedarkan asam-asam lemak esensial, Menambah efisiensi

penggunaan pakan, mempengaruhi penyerapan vitamin A dan karotin dalam

saluran pencernaan, penting dalam penyerapan kalsium dan menambah efisiensi

penggunaan energi.
23

Berbagai macam manfaat tersebut minyak kelapa tidak dianjurkan melebihi

dari dosis tertentu hal ini dikarenakan dengan ditambahkan nya minyak kelapa

lemak yang berada di pakan ternak akan meningkat sehingga resiko ketengikan dari

pakan akan meningkat. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Kompiang dkk.,

(1997), bahwa lemak yang tinggi akan menyebabkan ketengikan sehingga

memperpendek daya simpan bahan pakan. Serta untuk bisa keuntungan-

keuntungan tersebut diperlukan adanya zat gizi dari pakan itu sendiri yang bisa

menyeimbangkan energi untuk minyak bisa teraktivasi. Hal ini sesuai apa yang

dinyatakan Wahju (1997), keuntungan penggunaan minyak ke dalam ransum hanya


dapat diperoleh bila banyaknya zat-zat makan lainnya juga ditingkatkan agar

mendapat keseimbangan dengan naiknya tingkat minyak yang tinggi sebagai

sumber energi.

Maka dari itu diperlukan adanya batas dari penggunaan minyak kelapa yang

sekitar 5 persen penggunaannya dalam pakan. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh

Rasyaf (1993), penggunaan minyak kelapa dalam ransum sebesar 2 sampai 6 persen

dari total ransum.

4.2.1.3 Dedak Padi

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum kali ini, didapatkan bahwa pada

ciri-ciri dari dedak berkualitas baik yang diamati mempunyai warna yang coklat

keputihan, tidak berbau, berasa hambar, dan bertekstur halus. Ciri-ciri ini

merupakan karakteristik yang mirip dengan apa yang dinyatakan oleh Rasyaf

(2002), tentang ciri-ciri dari suatu dedak yang kualitasnya baik yaitu, tidak berbau,

tidak tengik, dan bertekstur halus.


24

Dedak padi berkualitas baik adalah dedak padi yang mempunyai kandungan

sekam lebih rendah dan mempunyai ciri-ciri tertentu yang membuatnya bisa

dijadikan sebagai pakan. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Rasyaf (2002)

dan Anggorodi (1994), bahwa dedak padi yang mempunyai kandungan sekam

rendah dan ciri-ciri fisik seperti tidak berbau, tidak tengik, dan bertekstur halus

adalah dedak yang berkualitas baik.

Selain dari itu, kandungan dalam dedak padi juga bisa membuat kualitasnya

baik atau memburuk. Jika kadar air, protein, dan lemak tingkat persenannya lebih

banyak dibandingkan serat kasar dan abu. Maka kualitas dari dedak padi akan naik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Creswell dkk., (2002), dedak kualitas baik dengan

nilai kandungna nutrisi yaitu kadar air 11,5 persen, 13,0 perses, lemak 19 persen,

serat kasar 7,5 persen dan abu 7,0 persen.

4.2.1.4 Bungkil Kedelai

Hasil pengamatan bungkil kedelai didapat warna cokelat muda, tidak

berbau, hambar dan bertekstur kasar sesuai dengan Khajarern dkk., (1987), dalam
Ahsani (2006), mengemukakan bahwa bungkl kedelai yang mempunyai kualitas

bagus adalah berwarna terang, coklat terang, berbau khas segar (tidak apek) dan

tiak berbau gosong, teksturnya homogen bebas bergerak dan tidak menggumpal,

serta bebas dari partikel debu.

Bungkil kedelaiadalah sisa dari proses ekstraksi minyak biji kedelai,

merupakan salah satu sumber protein nabati terbaik sesuai yang dikatakan Rasyaf

(1991), bungkil kedelai merupakan sumber protein yang cukup tinggi terutama

untuk protein kasarnya, sehingga kurang baik jika diberikan terlalu banyak. selain

mengandung protein relatif tinggi, bungkil kedelai juga mengandung energi tinggi.
25

kacang kedelai mentah tidak dianjurkan untuk dipergunakan sebagai pakan ayam

karena kacang kedelai mentah mengandung beberapa tripsin, yang tidak tahan

terhadap panas, karena itu sebaiknya kacang kedelai diolah lebih dahulu sesuai

yang dikatakan Wahju (1997), kedelai mentah mengandung beberapa penghambat

tripsin. Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil

kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah

dalam penyusunan ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh

cara pengolahan.

Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin. bungkil kedelai
merupakan limbah pembuatan minyak kedelai, mempunyai kandungan protein

kurang lebih 42,7 persen dengan kandungan energi metabolisme sekitar 2240

kkal/kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6 persen sesuai yang dikatakan

Hutagaling (1999), Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12

persen. tetapi kandungan methionisne rendah. penggunaan bungkil kedelai dalam

ransum ayam dianjurkan tidak melebihi 40 persen, sedang kekurangan methionisme

dapat dipenuhi demi tepung ikan atau methionisme buatan pabrik. Menurut Wina
(1999) sekitar 50 persen protein untuk pakan unggas berasal dari bungkil kedelai

dan pemakaiannya untuk pakan ayam pedaging berkisar antara 15 sampai 30

persen, sedangkan untuk pakan ayam petelur 10 sampai 25 persen. Bungkil kedelai

termasuk bahan pengelompokan konvensional sesuai yang dikatakan Diwyanto dan

Prijono (2007) Pakan konvensional adalah bahan pakan yang umum dipakai

contohnya yang sering digunakan seperti dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa,

minyak kelapa, tepung ikan, jagung, tepung tulang, grit.


26

4.2.1.5 Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan unsur penting dalam pakan yang telah di keringkan,

digiling dan diambil kadar air dan minyaknya, dan tepung ikan juga merupakan

pakan sumber protein asal hewani berkualitas tinggi. Hal ini sesuai menurut

Wahyuwidodo (2010), tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang

minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling dan mengandung

protein tinggi. Tepung ikan mengandung asam amino esensial yang paling lengkap.

tepung ikan berwarna keabuan dengan tekstur agak kasar, rasanya amis dan agak

asin, dan baunya juga amis. Tepung ikan mengandung PK 65 persen, SK 1,5 persen,
LK 10 persen sesuai yang dikatakan Sitompul (2004), Tepung ikan yang baik

mempunyai kandungan protein kasar 58 sampai 68 persen, air 5,5 sampai 8,5

persen, serta garam 0,5 sampai 3,0 persen ditambahkan oleh Kurnia dan Purwani

(2008), hasil uji proksimat kadar air, abu, protein, lemak dan kalsium tepung ikan

menunjukkan bahwa kandungan air sebesar 32,57 persen, abu sebesar 7,81 persen,

protein sebesar 55,02 persen, lemak sebesar 1,77 persen dan kalsium sebesar 2,48

persen. Kadar air, abu, protein, lemak dan kalsium dari bentuk ikan basah ke bentuk
tepung ikan mengalami penurunan. Dalam bentuk basah, kandungan abu sebesar

8,2persen, protein 57,86 persen, lemak 1,86 persen dan kalsium 2,61

persen.Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan

ikan yang digunakan serta pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan

menghasilkan tepung ikan yang berwarna coklat dan kadar protein atau asam

aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak. Penggunaan tepung ikan dalam

ransum dibatasi penggunaannya karena rasanya yang kadang terlalu asin.

Menurut Irawan (1995), untuk mendapatkan tepung ikan bermutu baik perlu

dikembangkan teknologi pengolahan dengan cara konvensional yang sudah lazim


27

digunakan dalam industri tepung ikan. Tepung ikan termasuk bahan

pengelompokan konvensional sesuai yang dikatakan Diwyanto dan Prijono (2007),

pakan konvensional adalah bahan pakan yang umum dipakai contohnya yang sering

digunakan seperti dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa, minyak kelapa, tepung

ikan, jagung, tepung tulang, grit.

4.2.1.6 CGM

Corn Gluten Meal (CGM) adalah sisa dari penggilingan jagung dalam

proses produksi pati dan sirup jagung, yang merupakan residu dari pemisahan pati
dan lembaga jagung kemudian dikeringkan. CGM merupakan pakan sumber

protein. Bahan pakan ini memiliki protein mencapai 60 persen, sehingga dapat

bersaing dengan protein hewani. Pengertian ini sebanding dengan literatur yang

ditulis Tangendjaja dan Wina (2006), yang menyatakan bahwa CGM merupakan

limbah pengolahan minyak jagung dan merupakan hasil sampingan dari wet milling

proses dari hasil sampingan pembuatan corn starch dan corn syrup. Dalam proses

sentrifugasi untuk memisahkan pati akan dihasilkan produk samping Corn Gluten
Meal (CGM) yang mengandung protein jagung, dapat mencapai lebih dari 60

persen yang berguna untuk pakan. CGM merupakan bahan pakan berjenismash

karena teksturnya yang berbentuk tepung. Antinutrisi pada bahan pakan ini adalah

defisiensi lisin.

Protein yang terkandung dalam bahan ini pada saat musim dingin minimal

58 persen. Kadar air dalam bahan pakan ini adalah mancapai 12 persen sedangkan

kadar lemaknya maksimal 2 persen dan kadar abunya 2 persen Kandungan

xanthopyll juga cukup tinggi (200 ppm) sehingga biasanya digunakan juga untuk

membantu proses pigmentasi pada ayam. Hal ini kurang sebanding dengan literatur
28

yang ditulis TangendjajaDanWina (2006), yang menyatakan bahwa Corn Gluten

Meal juga mengandung karotenoid yang relatif tinggi yang bermanfaat memberi

warna kuning pada telur dan warna kaki pada ayam broiler, sehingga bahan tersebut

banyak digunakan dalam ransum ayam. Disana disebutkan bahwa kandungan yang

dapat memberikan warna kuning pada telur adalah karotenoid bukan xanthopyll.

4.2.1.7 Tepung Bulu

Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA) dengan

jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya populasi ayam dan
tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya permintaan daging ayam di pasar.

Bulu ayam sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya sebagian kecil

saja yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kemoceng, pengisi jok,

pupuk tanaman, kerajinan tangan/hiasan dan shuttle cock (Adiati et al., 2004).

Penggunaan tepung bulu ayam untuk ransum unggas sebagai pengganti sumber

protein pakan konvensional (bungkil kedelai) sampai dengan taraf 40 % dari total

protein ransum memberikan respons sebaik ransum kontrol. Berbagai hasil


penelitian menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih

dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot.

Semakin baik pengolahannya, semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak

digunakan tepung ini justru akan menekan prestasi unggas, produksi telur

berkurang dan pertambahan berat badan juga merosot (Rasyaf, 1992). Tepung bulu

tidak disukai (kurang palatable) oleh ternak, sehingga penggunaannya dalam

ransum harus dibatasi. Pemakaian yang berlebihan akan mengurangi konsumsi

ransum, mengkibatkan kandungan asam amino yang tidak berubah Pemakaian

dalam ransum unggas dan babi disarankan maksimum 5-7 %. Untuk broiler (ayam
29

potong ) disarankan < 5%, untuk ayam petelur 7%. Di lapangan, pabrik pakan hanya

menggunakan tepung bulu sekitar 1- 2 % saja dalam ransum pakan komplit.

4.2.1.8 Tepung Tulang

Tepung tulang adalah bahan hasil penggilingan tulang telah diekstrak

gelatinnya. produk ini digunakan untuk bahan baku pakan yang merupakan sumber

mineral (terutama kalsium) dan sedikit asam amino menurut Murtidjo (2001),

tepung tulang adalah salah satu bahan baku pembuatan pakan ternak yang terbuat

dari tulang hewan. pembuatan tepung tulang juga merupakan upaya untuk
mendayagunakan limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah

pemotongan hewan. tepung ini mengandung kalsium dan posfor yang sangat tinggi

sesuai yang dikatakan Murtidjo (2001), tepung tulang dijadikan sebagai salah satu

bahan dasar pembuatan pakan karena mengandung mineral makro yakni kalsium

dan posfor serta mineral mikro lainnya tepung tulang selain dijadikan sebagai

sumber mineral juga mengandung asam amino dan protein. Kalsium dan posfor

sangat diperlukan oleh hewan karena memiliki peranan dalam pembentukan tulang
dan kegiatan metabolisme tubuh ditambahkan oleh Rasidi (1999), kandungan

kalsium yang terdapat pada tepung tulang dipasaran umumnya adalah 19 persen –

26 persen dan posfor 8 persensampai 12 persen dan Tepung tulang yang baik

memiliki ciri-ciri tidak berbau, kadar air maksimal 5 persen, berwarna keputih-

putihan, tingkat kehalusan 80 saringan, bebas bakteri serta penyakit, dan kadar

tepungnya mencapai 94 persen. Tepung tulang termasuk bahan pengelompokan

konvensional sesuai yang dikatakan Diwyanto dan Prijono (2007), pakan

konvensional adalah bahan pakan yang umum dipakai contohnya yang sering
30

digunakan seperti dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa, minyak kelapa, tepung

ikan, jagung, tepung tulang, grit.

4.2.1.9 Premix

Feed suplementt (premix) adalah bahan yang memiliki zat makanan yang

ditambahkan kedalam pakan untuk mengurangi defisiensi. Hal ini sebanding

dengan literatur yang ditulis Rasyaf(2001), yang menyatakan bahwa Feed

suplement adalah makanan pelengkap untuk p-akan unggas agar lebih baik kwalitas

maupun gizinya, Feed suplement ini biasa disebut premix. Dalam praktikum yang
kami lakukan, diketahui bahwa salah satu contoh Feed suplementt adalah premix.

Namun menurut Rasyaf (2001), premix merupakan nama lain dari Feed suplementt.

Premix/Feedsupplement berguna untuk merangsang pertumbuhan dan

mencegah penyakit, serta memperbaiki mutu ransum. Feedsupplement ini berisikan

sebagian atau beberapa unsur zat-zat makanan dan obat-obatan. Unsur zat makanan

yang biasa terdapat di dalamnya ialah vitamin-vitamin, asam-asam amino dan

mineral. Sedangkan unsur obat-obatan yang biasa ialah antibiotik dan ciccodiosta
pernyataan ini sebanding dengan literatur yang ditulis Rasyaf (2001), yang

menyatakan bahwa premix biasanya terdiri dari vitamin asam amino, mineral,

antibiotik atau keempatnya.

4.2.1.10 Meat Bone Meal (MBM)

Meat Bone Meal (MBM) atau tepung daging dan tulang merupakan bahan

baku pakan yang terbuat dari hasil limbah pengolahan hewan ternak. Kandungan

protein yang terdapat pada MBM berkisar antara 45 -55 % (Lovell, 1989). Namun

NRC (1993) mengatakan bahwa kualitas protein MBM masih berada di bawah
31

tepung ikan. Scoot, Nesheim, and Young (1982) juga menambahkan bahwa tepung

tulang dan daging (MBM) memiliki kandungan asam amino methionine dan cystine

dalam jumlah sedikit tetapi memiliki kandungan asam amino lysine yang tinggi.

Selain itu, karena merupakan hasil pengolahan limbah ternak yakni tulang

dan daging maka bahan ini memiliki kandungan fosfor yang tinggi (Lovell, 1989).

Namun pemakaian MBM dalam pakan ikan tidak dapat seutuhnya menggantikan

tepung ikan sebagai sumber protein hewani. Millamena et al., (2002) menyebutkan

bahwa sumber protein yang baik dalam pakan adalah bahan baku yang memiliki

kandungan asam amino mendekati komposisi asam amino ikan budidaya. Hal
tersebutlah yang menjadi faktor pembatas bagi MBM dalam persentase

pemakaiannya dalam pakan ternak. Lebih lanjut Millamena et al., (2002)

mengatakan bahwa rekomendasi persentase maksimum pemakaian MBM (meat

bone meal) pada formulasi pakan ikan karnivor hingga 20% dan ikan herbivor serta

omnivor hanya mencapai 25%.

4.2.1.11 Bungkil Kopra


Ampas kopra merupakan hasil ikutan yang diperoleh dari ekstraksi daging

buah kelapa kering (Woodrof, 1979). Bungkil kopra adalah hasil ikutan dari

ekstraksi minyak dari daging buah kelapa kering yang masih mengandung protein

sekitar 16%-18% dan berpotensi digunakan sebagai bahan pakan ikan. Bungkil

kopra masih mengandung protein, karbohidrat, mineral, dan sisa-sisa minyak yang

masih tertinggal (Child, 1964). Karena kandungan protein yang cukup tinggi (16%–

18%). Komposisi nutrisi bungkil kopra sebagai sumber protein nabati cukup tinggi

bila dibandingkan dengan bahan limbah lainnya seperti bungkil kelapa sawit

(10,6%) dan dedak halus (13,8%); selain itu, juga kandungan serat kasarnya lebih
32

rendah bila dibandingkan dengan bungkil kelapa sawit (31,8%) dan dedak (14,3%).

Sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh ikan baronang, sebab tingkat

pemanfaatan bahan baku dipengaruhi antara lain oleh serat kasar. Menurut Nyina-

Wamwiza et al. (2010), kandungan serat kasar bahan yang tinggi dalam pakan dapat

menyebabkan kecernaan bahan kering dan energi pakan menjadi rendah.

Kandungan nutrisi pada bungkil kopra meliputi bahan kering 90,557 %, Protein

Kasar 27,597 %, Lemak Kasar 11,216 %, Serat Kasar 6,853 %, TDN 75,333 %

(Sundu, dkk. 2004).

Kelemahan dari bungkil kopra yaitu mudah rusak oleh jamur dan
menimbulkan racun untuk ayam. Miskin lysine dan histidine dan kandungan

seratnya cukup tinggi yaitu 15%. Bungkil yang baik diberikan kepada ternak pada

campuran konsentrat, Idealnya adalah sebesar 10% dari total konsentrat yang kita

berikan. Misalnya untuk seekor sapi berat 300 Kg dibutuhkan konsentrat sebesar

1% dari berat badan yakni 3 Kg / hari. Jadi bungkil yang kita butuhkan untuk seekor

sapi 300 Kg adalah 300 gram atau 3 ons dan dan sisanya adalah dedak atau bekatul

( forsum 2013).

4.2.1.12 DDGS

DDGS dapat digunakan sebagai sumber energi, protein (asam amino) dan

fosfor untuk ternak. Kandungan fosfor tersedia relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan jagung akibat proses fermentasi yang meningkatkan ketersediaan fosfor

bagi ternak monogastrik. Akan tetapi komposisi DDGS seringkali bervariasi

tergantung pabrik etanol yang menghasilkannya. SPIEHS et al. (2002) melaporkan

bahwa kandungan gizi DDGS bervariasi di antara pabrik etanol dan juga bervariasi

di dalam pabrik etanol sendiri, meskipun demikian kandungan gizi DDGS yang
33

dihasilkan oleh pabrik etanol yang baru lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan DDGS yang dilaporkan oleh National Research Council untuk unggas

(NRC, 1994) maupun untuk babi (NRC, 1998). Di antara kandungan gizi yang ada

dalam DDGS, lisin, metionin dan juga kandungan seratnya merupakan zat gizi yang

paling bervariasi. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan DDGS yang benar agar

diperoleh kualitas yang konsisten.

4.2.2 Pengamatan Mikroskopis

4.2.2.1 Tepung Tulang


Berdasarkan hasil praktikum, pengamatan secara mikroskopis

menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x10, didapat partikel dari tepung

tulang berwarna putih dan kasar serta terdapat serpihan kecil seperti bubuk halus

dari tepung tulang yang sudah dihaluskan.

4.2.2.2 Bungkil Kedelai

Berdasarkan hasil praktikum, pengamatan secara mikroskopis


menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x10, didapat bungkil kedelai

partikel berwarna coklat muda dan kasar juga terlihat serpihan kecil kulit bungkil

dan kotiledon. Hal ini sesuai dengan penelitian Ahsan (2006), yang menyatakan

karakteristik fisik mikroskopis bungkil kedelai terdiri dari kulit kedelai partikel

tipis, terdapat bintik-bintik pada permukaannya serta mengkilap, dan partikel

kedelai atau kotiledon berbentuk granula yang tidak beraturan, berwarna krem

cokelat kekuningan dan bertekstur keras. Bungkil kedelai yang diamati di bawah

mikroskop dapat dikatakan bagus jika didominasi oleh kotiledon. Keberadaan

kotiledon akan mempengaruhi kandungan protein kasar dan serat kasar karena
34

kotiledon memiliki kandungan protein kasar yang tinggi dan serat kasar yang lebih

rendah daripada kulit.

4.2.2.3 Dedak Padi

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum kali ini, didapatkan bahwa di

bawah mikroskop pembesarannya 4x10 dedak berkualitas baik yang diamati

berbentuk serpihan-serpihan yang menyatu dan berwarna putih. Hal ini sesuai

dengan apa yang dinyatakan oleh Creswell dkk., (2002) dan Rasyaf (2002), dimana

dikarenakan kadar air yang lebih banyak maka serpihan-serpihan dari dedak padi
tersebut akan cenderung menyatu dan hal ini akan membuat ruangan antara tiap

serpihan tersebut menipis sehingga membuatnya padat dan mudah digenggam.


35

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

(1) Pakan merupakan suatu bahan yang dimakan hewan yang mengandung

energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam bahan pakan tersebut

(2) Syarat pakan unggas yaitu, tidak bersaing dengan bahan pangan,

mengandung nilai nutrisi tinggi, tersedia secara kontinu, tidak mengandung

racun (antinutrisi), harga murah, butirannya halus atau bisa dihaluskan, dan

mudah diolah

(3) Bentuk pakan unggas diantaranya yaitu grain, mash, crumble, meal, dan

pellet

(4) Jenis pakan konvensonal contohnya; dedak, bungkil kedelai, bungkil

kelapa, minyak kelapa, tepung ikan, jagung, tepung tulang, grit. Sedankan

inkonvensional contohnya; sorghum, gaplek, bungkil kacang tanah, kacang

kedele, kacang tanah, kulit kerabang, cacing, siput

(5) Pengelompokan pakan berdasar sifat kimia terbagi atas; sumber energi,

sumber protein, sumber vitamin, sumber mineral, feed additive dan feed

suplemen

(6) Evaluasi pakan dilakukan dengan evaluasi fisik, yaitu dengan pengamatan

makroskopis dan pengamatan mikroskopis

5.2 Saran

Praktikum kali ini sudah cukup baik, mungkin saja kurang kondusif

mahasiswanya.
36

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Marjuki; Kusmartono; Suyadi; Soebarinoto dan M.Winugroho. 2007.


Pengaruh Pemberian Tepung Ikan Lokal dan Impor Terhadap
Pertumbuhan Bobot Badan, Tingkah Laku Seksual, dan Produksi Semen
Kambing Kacang. Journal Peternakan. Vol. 9(3): 135-144.
Adiati, U., W. Puastuti dan I-W. Mathius. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung
Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa. 14(1): 39-
44.
Agus, A. 2007. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Badan Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Ahsani, Ezizia. 2006. Karakterisasi Standar Mikroskopis Bahan Pakan Sumber
Protein (Tepung Ikan, Bungkil Kedelai dan Tepung Daging dan Tulang)
Sebagai Metode Alternatif Pengujan Bahan Pakan. Skripsi Fakultas
Peternakan IPB. Bogor.
Alfin, Huda Faradis. 2009. Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Ransum Ayam
Broiler di Peternakan CV Perdana Putra Chicken Bogor. Universitas
Diponegoro Semarang. Semarang.
Amrullah, K. I., 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.
Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka.
Jakarta.
Boniran, S. 1999. Quality Control Untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan
Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop.
American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. hlm. 2-7.
Budiharjho, 2003. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Cheeke, P. R. 1999. Applied Animal Nutrition Feeds and Feeding. 2nd Edition.
Department of Animal Sciences Oregon State University. New Jersey.
Child, R. (1964). Coconut. Longman. London, 76 pp
Creswell, John W. 2002. Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches.
KIK Press. Jakarta
Dewan Standarisasi Nasional (DSN), 2001. Dedak Padi/Bahan Baku Pakan.
Sekretariat Pelaksana Pengelolaan Jurnal Standardisasi. Jakarta.
Diwyanto, K. & S. N. Prijono. 2007. Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam
Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. LIPI Press. Jakarta.
Grist, D.H., 1972. Rice. 4th Ed. Lowe and Brydine Ltd. London.
Hartadi, H., S. Reksodiprodjo, dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Bahan
Makanan Ternak untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hutagalung, R.I. 1999. Definisi dan Standar Bahan Baku Pakan. Kumpulan
Makalah Feed Qualiy Management Workshop. American Soybean
Association dan Balai Penelitian Ternak. hlm. 2-13.
37

Irawan, Agus. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. CV. Aneka. Solo
Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Kartasudjana R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Khalil. 2006. Respons Ayam Kampung terhadap Penambahan Kalsium Asal Siput
(Lymnae Sp) dan Kerang (Corbiculla molktiana) pada Kondisi Ransum
Miskin Fosfor. Universitas Andalas. Padang.
Kompiang, I.P., Purwadaria,, T., Hartati, T., dan Supriyati. 1997. Bioconversion of
Sago (Metroxylon sp.) Waste. Current status of Agricultural Biotechnology
in Indonesia. A. Darusmna, Kompiang, i.p., dan Moeljoprawiro,S.(Eds.).
AARD Indonesia, p. 523-526.
Kumar, R., 2003. Anti-nutritive factors, the potential risks of toxicity and methods
to alleviate them. Online. http://www.fao.org/DOCREP/003/T0632E/T06-
32E10.html. (Diakses pada 31 Maret 2018 pukul 18.00 WIB)
Litbang Pertanian. 2011.Badan Penelitian dan Pertanian, Balai Pengelola Alih
Teknologi. Panduan Umum Alih Teknologi dalam Rangka Inovasi Hasil
Litbang Pertanian. Badan Litbang dan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Jakarta.
Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold. New York
Martawijaya dkk. 1996. Itik Petelur. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Millamena, O. M, Relicado M. Coloso, and Felicitas P. Pascual. 2002. Nutririon In
Tropical Aquaculture. Aquaculture Departement. Southeast Asian Fisheries
Development Center. an, Iloilo: Philippines
Morrison, F. B. 1948. Feeds and Feeding. The Morrison Publishing Company.
New York.
Mukhopadhjay,N. dan Ray, A.k. 2005. Effect of Fermentation Apparent Total and
Nutrient Digestibility of Linseed, Linum usitatissium, Meal in Rohu, Lobeo
rohita, Fingerlings. Acta Ichthyologica Et Piscatoria, 35(2): 73-78
Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan.Kanisius. Yogyakarta.
National Research Council. 1993. Nutrien Requirement of Fish. National Academy
Press. Washington D.C. 102 pp
National Research Council. 1998. Nutrient Requirements of Swine: 10th Revised
Edition. Washington, DC: The National Academies Press.
https://doi.org/10.17226/6016.ess, Washington D.C.
Nir, I. dan Ptichi, I. 2001. Feed Particle Size and Hardness: Influence on
Performance, Nutritional, Behavioral and Metabolic Aspect. Netherlands.
Utretcht.
NRC, 1994. Ninth Revised Edition, 1994, National Academy Pr
Nyina-Wamwiza, L., Wathele, B., Richir, J., Rollin, X., & Kestemont, P. 2010.
Partial or total replacement of fish meal by local aqricultural by-products
in diets of juvenile African catfish (Clarias gariepinus): growth
performance, feed efficiency and digestibility. Aquaculture Nutrition, 16:
237-247.
38

Packham, R.G. 1982. Feed Composition, Formulation and Poultry Nutrition.


Nutrition and Growth Manual. Australian Universities International
Development Program (AUIDP), Melbourne
Pathak, N. 1997. Textbook of Feed Processing Technology. Vicas Publishing House
PVY Ltd. New Delhi.
Pell, A.N. 2001. Tannins: Interaction with other
Macromolecules.http://www.ansci.cornell.edu/plats/toxiagents/tannins/
(Diakses pada 31 Maret 2018 pukul 18.00 WIB)
Prakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Woodrof, J.G. (1979). Coconut: Production, processing and product. 2nd Edition.
The AVI Publ. Co. Inc., Wesport. Connecticut, 165 pp.
39

LAMPIRAN

Tabel 4. Daftar Pembagian Tugas


No. Nama NPM Keterangan
1 Ayi Liani P 200110170084 - Bab I (Pendahuluan)
- Bab II (Kajian Pustaka) (Sifat
Bahan Pakan Unggas)
- Bab III (Alat, Bahan &
Prosedur Kerja)
2 Mira Khaerunnisa N 2001101700200 - Bab II (Kajian Pustaka) (Bentuk
Bahan Pakan, Konvensional &
Inkonvensional, Tepung tulang,
tepung ikan, bungkil kedelai

- Bab IV (Pembahasan) (Tepung


tulang, tepung ikan, bungkil
kedelai)
- Editing Finishing
3 Sunny Buggy R 200110170235 - Bab II (Kajian Pustaka)
(Premix, CGM dan Evaluasi
Pakan Unggas)
- Bab IV (Pembahasan) (Premix
& CGM)
4 Muhammad Nur I 200110170151 - Hasil Pengamatan
- Kesimpulan
5 Yuga Syaiful Bahri 200110170053 - Bab II (Kajian Pustaka)
(Jagung, Tepung Kerang,
Pengertian & Syarat Pakan
Unggas)
Bab IV (Pembahasan) (Jagung
-
&Tepung Kerang)

Anda mungkin juga menyukai