Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH KETIDAK HARMONISAN ORANG TUA

DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP MENTAL ANAK

(study di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti Tangerang)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan pada Bidang Kajian Ilmu social dan sebagai salah satu syarat kelulusan
di Program Excellent Class Pondok Pesantren Daar El Qolam

oleh:

SRI ASTUTI RAHAYU

KELAS: 6 IPA B/NIS: 20302

PROGRAM EXCELLENT CLASS

PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM

GINTUNG, JAYANTI TANGERANG

2012 M/1433 H
LEMBAR PERSETUJUAN

Pengaruh Ketidak Harmonisan Orang Tua Dalam


Rumah Tangga Terhadap Mental Anak

Oleh:

Sri Astuti Rahayu


20302

Karya Tulis Ilmiah ini telah disahkan dan diterima sebagai salah satu syarat
kelulusan pada Program Excellent Class, Pondok Pesantren Daar el-Qolam,
PasirGintung, Jayanti, Tangerang pada ……………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keharmonisan sangat di butuhkan di dalam rumah tangga. Anak adalah


suatu anugerah Yang Maha Kuasa atau titipan agar orangtua mendidik dengan
baik, orangtua selalu mengajarkan hal-hal yang baik bagi anak-anaknya. Perilaku
dan sikap orangtua sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak.
Anak selalu memperhatikan keadaan orangtua, jika didalam suatu rumah tangga
mengalami ketidak harmonisan atau terjadi pertengkaran antar suami istri, dan
orang tua selalu disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing. Maka perhatian
orangtua terhadap anak semakin berkurang, akhirnya akan berpengaruh terhadap
perilaku dan kepribadian anak.
Anak sebagai buah hati orangtua seharusnya mendapat kasih sayang,
bimbingan, dan pendidikan. Perhatian, bimbingan dan perlindungan dalam
suasana yang aman damai dari keluarga, akan menjadikan anak tumbuh dan
berkembang menjadi manusia utuh ,orang tua merupakan sumber kebahagiaan
bagi anak-anak. Ayah merupakan figure pemimpin, ibu merupakan figure
pelindung pribadi yang lembut dan penuh kasih sayang.
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang menggembirakan, sering
dijadikan sarana silarurrahmi seluruh keluarga besar kedua belah pihak. Namun
dalam kenyataan banyak anak yang tidak menerima semua itu, banyak anak yang
menjadi korban, akibat keegoisan orang tua. Anak menderita bila terjadi
perceraian, dam banyak hal-hal negative mengoyak kepribadian anak dalam masa
pertumbuhan, baik dalam perkembangan mental, karakter, moral, spiritual, dan
kepribadianya. Perceraian bukanlah jalan satu-satunya untuk memecahkan
masalah dalam keluarga, perceraian menghancurkan masa depan bagi orang tua
sendiri terutama bagi anak-anak. Sebaliknya, ketika pasangan itu mampu
mengatasi berbagai kesulitan dan cobaan kehidupan dalam rumah tangganya, rasa
syukur, rasa hormat, dan rasa tidak berdaya di hadapan Allah menjadi sangat
besar. Perceraian sendiri adalah suatu hal yang halal untuk dilakukan. Tapi Allah
membenci perceraian. Islam membimbing umatnya agar tidak memecah belah
persaudaraan diantara sesame muslim. Pernikahan adalah salah satu sunah
Rosulullah S.A.W maka mendapat pahala jika melakukanya.
Maka dari itu penulis melakukan penelitian karya tulis ilmiah yang
berjudul pengaruh ketidak harmonisan orang tua dalam rumah tangga terhadap
mental anak.

B. RumusanMasalah
Dengan menimbang latar belakang penelitian yang telah penulis
kemukakan, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah ketidak harmonisan orang tua dalam rumah tangga?


2. Bagaimanakah mental anak?
3. Bagaimanakah pengaruh ketidak harmonisan orang tua dalam
rumah tangga terhadap mental anak?
C. TujuanPenelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui ketidakharmonisan dalam rumah tangga orang tua dalam
rumah tangga.
2. Mengetahui mental anak.

3. Mengetahui pengaruh ketidakharmonisan orang tua dalam rumah


tangga terhadap mental anak
D. Kegunaan Penelitian
Dari informasi yang diperoleh, penulis berharap hasil penelitian ini
dapat bermanfaat :
1. Bagi Penulis.
a. Mengetahui ketidak harmonisan orang tua dalam rumah
tangga,
b. Mengetahui mental anak,
c. Mengetahui pengaruh ketidak harmonisan orang tua dalam
rumah tangga terhadap mental anak,
d. Sebagai sarana pembelajaran dalam menulis Karya Tulis
Ilmiah.
2. Bagi Pondok Pesantren Daar el-Qolam.
Semoga KTI ini bisa bermanfaat bagi Pondok Pesantren Daar
El-Qolam.
3. Bagi pihak lain.
Semoga KTI ini dapat memberikan pengetahuan yang baru
bagi yang membacanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketidak Harmonisan Orang Tua

Rumah adalah tempat pertama bagi manusia. Ia ibarat dekapan dada ibu
yang penuh kasih sayang dan kehangatan, yang akan mengobarkan segala potensi
yang luar biasa. Seorang anak yang dilahirkan, lalu ia diasuh dirumahnya, ia akan
mendapatkan limpahan kasih sayang dari setiap anggota keluarganya.
Makanannya adalah cinta dan ridha, yang dicampur dengan sucinya air susu ibu,
dan kelembutan dari ayah dan kakeknya. Meski begitu kadang kita masih
menemukan adanya iklim keluarga yang tidak harmonis, sehingga berpengaruh
besar pada cara adaptasi anak, dan menganggu perkembangan baiknya.1
Jika hubungan antara anak dan keluarga kuat, maka rumah akan menjadi
salah satu sumber inspirasi pengetahuan mereka. Sedangkan jika anak-anak tidak
mendapatkan arahan dari ayah dan ibunya, yang bisa meneranngi
Perceraian adalah perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan melanggar
perintah Allah. Sesuatu yang tidak baik, tidak terpuji, pengkhianatan dan
perbuatan yang tidak bertanggung jawab terhadap berlangsungnya kehidupan
yang semestinya dibina dan dikembangkan.

Kesuksesan orangtua dalam memimpin keluarga tidaklah terjadi begitu


saja. sekolah formal Memimpin orang lain haruslah dimulai dari memimpin diri
sendiri. Walau kini telah berkembang teori tentang kepemimpinan dan cara
menjadi orangtua yang baik telah banyak dibukukan juga diseminarkan. Bahkan,
kini banyak pelatihan menjadi orangtua efektif, orangtua cerdas, orangtua shalih
dan sebagainya. Namun, masih banyak ditemukan ketidakharmonisan keluarga,
anak-anak teraniaya, istri disakiti, suami depresi, perselingkuhan, remaja
pengguna narkoba, pergaulan seks bebas, perceraian, dan sebagainya.

1
Nu’aim Ar-Rifai, ash-shihhah An-Nafsiyah,hal.298
Sebenarnya hal ini lebih merupakan puncak gunung dari krisis keberanian
(courage) ketimbang krisis ‘teori atau metode’ tentang keluarga sakinah,
mawahdah, wa rahmah. Keberanian untuk mewujudkan pengetahuan tersebut
dalam bentuk nyata (actual performance) itulah yang kurang. Keberanian harus
didukung oleh konsekuensi tingkat kesadaran (consciousness) seseorang. Di
sinilah pentingnya kemampuan memimpin diri sendiri sebagai orangtua. Intinya
dalah kemampuan diri dalam mengendalikan hawa nafsu. Pimpinlah nafsu diri
sendiri, atau nafsu itu yang akan memimpin keseluruhan hidup kita! Orangtua
harus mampu menegakkan disiplin atas diri sendiri sebelum menerapkannya pada
anggota keluarga. Maka, perlu kiranya orangtua belajar pengenalan diri yang lebih
tinggi sehingga tidak lagi bersikap reaktif namun menjadi proaktif dan kreatif.

Memang tidak mudah, Namun percayalah semua itu akan kita peroleh
sekali lagi dengan keberanian mengaktualisasikan pengetahuan yang telah kita
miliki. Sintesa antara kecerdasan intelektual, intuitif dan emosi akan mewarnai
kepemimpinan orangtua di dalam keluarga. Hal ini akan memungkinkan orangtua
untuk mampu mengelola hubungan dengan anggota keluarga, peristiwa, dan
gagasan dalam keluarganya. Sehingga keluarga sakinah, mawahdah, wa rahmah
akan terwujud.

Ada enam sifat yang harus dimiliki oleh orangtua (menurut Warren
Bennis) yaitu visioner; berkemauan kuat; integritas; amanah; rasa ingin tahu; dan
berani.
1. Sifat Visioner adalah orangtua mempunyai ide yang jelas tentang apa yang
diinginkan keluarga baik masing-masing pribadi maupun bersama dan memiliki
kekuatan untuk bertahan ketika mengalami kemunduran atau kegagalan.
2. Sidat Berkemauan kuat adalah orangtua mencintai apa yang dikerjakan dan
kesungguhan yang luar biasa dalam menjalani hidup, dikombinasikan dengan
kesungguhan yang luar biasa dalam menjalani hidup, dikombinasikan dengan
kesungguhan dalam bekerja menjalani profesi (berkarya di luar rumah).
3. Sifat Integritas adalah orangtua tahu kekuatan dan kelemahan yang dimiliki,
namun tetap teguh memegang prinsip dan belajar dari pengalaman bagaimana
belajar.
4. Sifat Amanah adalah orangtua memperoleh kepercayaan dari anggota keluarga.
5. Sifat Rasa ingin tahu adalah orangtua ingin selalu belajar sebanyak mungkin.
6. Sifat Berani adalah orangtua berani mengambil resiko, bereksperimen, dan
mencoba hal-hal baru.

Permasalahan yang sering terjadi di rumah tangga


1. Tidak adanya saling pengertian, percaya, mengerti, serta kurangnya
rasa tanggung jawab, dan kurangnya komunikasi.
2. Masalah financial, karakter, kebiasaan yang tidak baik, adanya
orang ke-3, pembagian peran dalam rumah tangga tidak seimbang,
tidak adanya kepercayaan lagi, sikap egois yang muncul sehingga
membuat masalah baru.
3. Terjadinya kesalahpahaman yang tak terselesaikan.
4. Masalah ekonomi, keuangan, karena kenaikan kebutuhan pokok
yang tidak terkendali dan terus menerus naik dan tuntutan dari
pasangan yang tidak wajar.
5. Perbedaan prinsip, tidak mau saling mengalah, masalah kecil di
besar-besarkan, selalu diungkit-ungkit apa yang dulu telah terjadi,
saling bersikeras.
6. Ketidakmampuan untuk rendah hati, egois yang berlebihan.
7. Perselingkuhan, ketidakjujuran.
8. Tidaksamanya prinsip dalam mendidik anak baik dirumah maupun
disekolah.
9. Kadang hal yang kecil bisa menimbulkan masalah yang besar,
karena perbedaan pendapat, emosi sesaat, karena kecapaian
kesalahpahaman dan tidak bisa mengendalikan diri.
10. Tidak mau menerima keadaan/kenyataan sebenarnya.
11. Tidak saling mengisi dan berbagi satu sama lain.
12. Cara pandang dan berkomunikasi dengan anak.
Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak
ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah
untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan
bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti
rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya
dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum
dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan.

faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut :

 Ketidakharmonisan dalam rumah tangga

Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh
pasangan suami – istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan
oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang
ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga
memerlukan perincian yang lebih mendetail.

 Krisis moral dan akhlak

Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering


memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya
tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat,
penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik
oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan
utang piutang.

 Perzinahan

Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya


perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang
dilakukan baik oleh suami maupun istri.
 Pernikahan tanpa cinta

Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk
mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah
berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat
sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami
masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama
dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.

 Adanya masalah-masalah dalam perkawinan

Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya
masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi
percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis
akan disusul dengan pisah ranjang seperti adanya perselingkuhan antara suami
istri. Langkah pertama dalam menanggulangi sebuah masalah perkawinan adalah :

1. Adanya keterbukaan antara suami – istri


2. Berusaha untuk menghargai pasangan
3. Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik
4. Saling menyayangi antara pasangan

Perceraian sering menimbulkan tekanan batin bagi tiap pasangan tersebut.


Anak-anak yang terlahir dari pernikahan mereka juga bisa merasakan sedih bila
orangtua mereka bercerai. Namun, banyak sumber daya yang bisa membantu
orang yang bercerai, seperti keluarga besar, teman-teman, terapi, konsultan, buku,
dan DVD.

Islam membimbing umatnya agar tidak memecah-belah persaudaraan di


antara sesama muslim. Pernikahan adalah salah satu sunnah Rosulullah S.A.W.
yang akanlah kita mendapat pahala jika melakukannya.Perceraian sendiri adalah
suatu hal yang halal untuk dilakukan. Namun halnya, jikalau sepasang suami-istri
melakukan perceraian, alkisah mengatakan bahwa 'Arsy terguncang sebegitu
dahsyatnya. Oleh karena hal tersebut, Allah membenci perceraian, meski telah
dikatakan bahwa hal ini adalah halal.

Setiap orang yang hidup di dunia ini pasti tidak lepas dari masalah.
Terkadang, masalah hidup yang dihadapi seseorang berujung kepada konflik. Jadi,
konflik dalam setiap kehidupah adalah sebuah keniscayaan. Dalam keluarga juga
demikian. Kehidupan rumah tangga, pada dasarnya, juga tidak terlepas dari
ancaman munculnya konflik. Perbedaan cara berpikir sering kali menjadikan
sebuah konflik dalam keluarga mencuat. Konflik tersebut, terkadang berujung
pada pertengkaran. Sebagai orang tua, tentu tidak berharap terjadi konflik dalam
kehidupan rumah tangganya. Apalagi, jika mempunyai anak kecil. Pertengkaran,
idealnya, tidak dilakukan oleh siapapun, termasuk orangtua. Namun, kenyataanya
berbicara lain; pertengkaran sering kali terjadi di lingkungan rumah tangga. Entah
demi alasan apapun, yang pasti pertengkaran tidak baik dilakukan. Pertengkaran
bahkan terjadi di depan anak, saat sebagian orang tua sedang marah, kemudian
terjadi pertengkaran, mereka tidak peduli apakah di dekatnya ada seorang anak
atau tidak.

Dalam ilmu psikologi, bertengkar di hadapan anak tidak boleh dilakukan.


Dengan kata lain, tindakan orang tua (atau orang dewasa) berupa pertengkaran di
depan anak, adalah suatu perbuatan yang tercela lagi merugikan anak. Oleh karena
itu, hal ini merupakan tindakan terlarang dilakukan di hadapan anak. Bila orang
tua sering bertengkar di hadapan anak, maka sang anak akan berpikir bahwa
bertengkar merupakan hal biasa yang terjadi. Boleh saja, sang anak beranggapan
bahwa bila ingin menyelesaikan segala sesuatu, seseorang bisa menggunakan cara
bertengkar, serta mengesampingkan dialog dan musyawarah untuk mendapatkan
penyelesaian. Selain itu, anak yang sering melihat pertengkaran tersebut sangat
besar kemungkinan untuk terlibat dalam penyalahgunaan narkoba di rumah.

Disisi yang lain, ada pula sebagian kalangan yang mampu memanfaatkan
pertengkaran keluarga (suami istri) sebagai sesuatu yang bermanfaat. Ini karena
keluarga tersebut menggunakan kaidah bertengkar yang islami. Ada beberapa tips
bertengkar yang islami. Namun, perlu kita ketahui bahwa bertengkar, sebenarnya
merupakan fenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan rumah tangga. Kalau
ada seseorang yang berkata “saya tidak pernah bertengkar dengan istri saya!”
peryataan ini memiliki dan kemungkinan ia belum beristri atau berdusta.
Bertengkar sebenarnya, sebuah keadaan diskusi, hanya saja diantarkan dalam
muatan emosi tingkat tinggi. Kalau tahu etikanya, dalam bertengkar pun kita bisa
mereguk hikmah. Betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang
terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan
desakan energy tinggi, pesan pesanya terasa kental, lebih mudah dicerna
ketimbang basa-basi tanpa emosi.berikut adalah kiat bertengkar secara islami:

1. Kalau bertengkar tidak boleh “berjamaah”. Cukup seorang saja yang


marah-marah, yang terlambat mengirim sinyal nada tinggi, harus
menunggu yang satu reda. Untuk urusan marah, pantang berjamaah.
Seorang pun sudah cukup membuat rumah menjadi meriah. Ketika suami
marah, dan istri ingin menyela, segera katakana kepadanya, “stop! Ini
giliran saya!”
2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat masa.
Siapa pun, kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab
masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa diubah.
Siapa pun tidak akan suka bila di nilai mas lalunya. Sebab, harapan
terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun, kita
perlu menjaga harapan, bukan menghancurkanya. Sebab, pertengkaran di
antara orang yang masih mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay,
sedangkan pertengkaran dua hati yang patah asa, meghancurkan peradaban
cinta yang telah sedemikian mahal dibangunya.
3. Jangan membawa-bawa keluarga dalam bertengkar.
4. Jangan marah di depan anak-anak. Anak adalah buah cinta dan kasih,
bukan buah kemarahan, dan kebencian. Ia tidak lahir lewat pertengkaran
kita. Karena itu, mengapa ia harus menonton komedi liar rumah tangga,
anak yang meliihat orang tuanya bertengkar, ia bingung harus memihak
siapa. Membela ayah, bagaimana ibunya. Membela ibu tapi kan itu ayah
ku. Kalau marah jangan lebih dari satu waktu shalat. Pada setiap tahiyat,
kita mengucapkan “asaalamu’alaina wa ‘ala ‘ibadish shalihin”, ya allah
damai atas kami, demikian juga atas hamba-hamba-Mu yang shalih. Andai
setelah salam kita cemberut lagi, itu artinya kita telah mendustai-Nya. Dan
boleh marah sepuasnya kalau senja, tapi habis maghrib harus selesai
semua persoalan.
5. Kalau kita saling mencintai, kita harus saling memaafkan. Selama ada
cinta, bertengkar “hanyalah proses belajar untuk mencintai lebih intens”.

B. Mental anak
Bertumpuknya masalah, membuat mereka tidak bisa berkonsentrasi pada
Anak membutuhkan perhatian, bimbingan, ddidikan orang tua mereka untuk
membentuk kepribadian serata karakter yang baik. Anak butuh waktu sebagai
anak-anak bermain, bercanda bersama keluarga dalam suasana aman bahagia.
Masa pertumbuhan anak sungguh harus di perhatikan , karena saat itulah
merupakan Golden Age untuk menumbuhkembangkan segala talenta dan
segala kemampuan yang dimilikinya. Baik kemampuan intelektual, spiritual,
moral, keterampilan, dan lain-lain. Jika orang tua membimbingnya dan tidak
memberi teladan yang baik, maka perkembanganya dalam segala aspek itupun
terhambat.
Jika orang tua bercerai atau berpisah, bukanya dukungan yang didapatkan
tapi malah beban berat, sakit hati, kehancuran dan luka batin yang akan
ditanggung, akibat perceraian orang tua yang terjadi. Tentu semua ini akan
membentuk sikap dan kepribadian yang tidak diharapkan sebagaimana yang
dimiliki anak-anak yang mengalami cinta kasih dan perhatian utuh dan penuh
dari keluarganya. Jika anak tersebut bersifat terbuka, masih mudah untuk
disadarkan dan di ajak bicara serta mudah mendapat pengaruh yang baik dari
luar yang dengan penuh ketulusan mau membantunya. Tapi kebanyakan dari
mereka bersifat tertutup, karena luka batin yang dialaminya dia malu dan tidak
mau orang lain mengetahuinya ini merupakan kesulitan tersendiri untuk
menembus dinding, tembok batin kepribadian mereka.
Mereka, anak-anak korban perceraian orangtua, pada umumnya:
1. Merasa minder, malu, tertutup dan amat sangat pendiam, kehilangan
keceriaanya.
2. Murung, sedih, penakut.
3. Mencari peratian dengan tingkah polah yang over acting.
4. Kebiasaan berkata jorok untuk mencari perhatian.
5. Berperilaku kasar, suka berantem, melawan.
6. Melamun, tidak kensentrasi pada pelajaran atau kegiatan di sekolah,
sehingga pelajaran di sekolah cenderung menurun.
7. Sensitive, mudah tersinggung, bahkan mudah sekali menangis karena
hal yang sepele, missal ada teman yang salah bicara, dia merasa itu
ditujukan pada dirinya (terlalu sensitive dan mudah terluka).
8. Pembohong, pembual dan cerita yang tidak-tidak, hanya khayalanya
saja.
9. Mencuri hanya untuk cari perhatian.
10. Sikap yang kasar, agresif, suka mengganggu teman-temanya.
11. Suka marah dan mengamuk.
12. Perasaan tidak aman (insecurity).
13. Tidak diinginkan atau rasa ditolak oleh orangtuanya, sedih, kesepian,
kehilangan.
14. Merasa bersalah, atau menyalahkan diri sebagai penyebab orangtuanya
bercerai.
15. Suka melamun dan membayangkan seandainya orangtuanya bersatu
lagi.
16. Melarikan diri dari rumah, sering tinggal berlama-lama di rumah
teman yang dia merasa cocok dan menerimanya.
17. Browsing/ surfing situs porno.
18. Melampiaskan kesepianya dengan bermain tanpa tahu batas.
19. Apatis, cuek, asosial, tidak mau berteman.
20. Histeris, teriak-teriak atau menangis meraung-raung tanpa sebab.
21. Kalau berteman, senangnya eksklusif, hanya dengan satu orang, atau
orang tertentu saja.
22. Yang paling menakutkan kalau mereka mencari pelarian dari kesepian
hidupnya dengan penggunaan narkoba dan sex bebas.

Hal-hal diatas adalah perilaku yang menyolok pada anak yang


mengalami orantuanya bercerai. Perceraian bukan pemecahan masalah,
yang kalu sudah bercerai persoalan selesai. Tapi malah menimbulkan
masalah baru dengan munculnya perilaku menyimpang, pemberontakan,
dan hal-hal negative lainya yang dilakukan olah anak-anak tersebut.
Bagaimanapun juga dan apapun alasanya perceraian adalah neraka yang
tercipta bagi anak-anak, yang seharusnya tidak mereka rasakan dan mereka
tanggung. Perceraian juga mengakibatkan runtuhnya mental dan moral
generasi muda, karena luka batin dan pertumbuhan kepribadian yang
terhambat.
Pertumbuhan kepribadian moral, mental dan kerohanian da hidup
sosial mereka. Luka batin yang dialaminya akan menimbulkan sakit hati,
rasa putus asa, terbuang, terasingkan, terabaikan bahkan balas dendam bila
yang bersangkutan tidak mampu mengolah diri. Akhirnya akan
menimbulkan pengrusakan pada mental, moral, kehidupan yang baik bagi
generasi berikutnya, karena seorang yang mengalami sesuatu yang tidak
wajar, akan cenderung, mencari teman/ orang lain harus mengalaminya.

1. Anak-anak bisa trauma, sehingga mereka bisa tiba sakit (untuk yang
pertahanan tubuhnya lemah).
2. Prestasi belajar di sekolah jadi menurun, akibat kepikiran orangtuanya
yang selalu rebut dan bertengkar setiap hari.
3. Terjadi perubahan sikap.

Anak menjadi lebih tertutup, tidak mau lagi bergaul dengan orang-orang
yang mengetahui bahwa orangtuanya nggak akur (akibat gossip tetangga dan
ejekan teman- teman), bahkan bisa menyebabkan si anak tidak respect lagi pada
orangtua sebagai akibat dari lunturnya kepercayaan si anak pada sosok
orangtuanya.
4. Image orangtua berubah di mata anak

Biasanya salah satu pihak akan dianggap “penindas” di mata si anak,


entah itu ayah atau ibu. Tapi biasanya ayah.

5. Ketika dewasa, jadi takut menikah

Tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa orang yang berasal dari
keluarga yang kurang harmonis, jadi takut menikah ketika trauma
pertengkaran kedua orangtuanya terus membayangi kepala. Ada juga
yang sebaliknya, trauma itu tetap ada, tapi dijadikan pelajaran yang
sangat berharga “jika orangtua saya dulu membuat saya trauma akibat
ketidakharmonisan yang mereka pertontonkan, maka saya tidak boleh
melakukan hal itu pada anak saya”.

6. Rentan terjerumus pada hal-hal negatif.

Biasanya karena pusing mau berpihak pada ayah atau ibu mereka.

Jadi lebih memilih untuk tidak memihak keduanya dan berusaha mencari
hal baru di luar rumah. Dan menjadi permisif terhadap hal negatif, jika benteng
keimanan yang dimiliki tidak cukup kuat, dan orangtua juga kurang peduli
terhadap anaknya (menganggap ketidakharmonisan dalam keluarga tidak
menyebabkan dampak apa-apa bagi si anak).

Para orangtua perlu mengenali anaknya sebaik-baiknya. Perlu dekat juga


pada si anak. Jadi ketika si anak tiba-tiba mengalami perubahan sikap setelah
pernah menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya, si anak perlu didekati
secara personal, apakah memang karena hal itu yang menyebabkan dia berubah,
Ataukah karena ada masalah lain di luar rumah.

Anak-anak yang sering mendapatkan perhatian negative, apalagi dengan


bentakan dan teguran yang keras, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia
bisa berkembang menjadi anak yang memiliki karakter-karakter negatif seperti
berikut:
a. Minder
Bila anak selalu dicela dan dibentak, dan tak pernah menerima
perhatian positif saat ia melakukan kebaikan, maka ia bisa
tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri atau minder.
Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia hanyalah anak yang
selalu melakukan kesalahan, serta tidak pernah bisa berbuat
kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya, ia sering
ragu-ragu dan tidak percaya diri untuk melakukan atau mencoba
sesuatu karena takut salah. Misalnya, ia menjadi tidak percaya
diri untuk belajar membaca, gara-gara orang tuanya selalu
membentaknya bila mendengar bacaanya salah.
b. Cuek
Anak yang selalu dibentak juga bisa berkembang menjadi anak
yang cuek dan tidak peduli. Akibat terlalu sering menerima
bnetakan, ia malah menjadi apatis, dan tidak peduli terhadap
sesama. Ia pun akan sering mengabaikan nasihat orang tuanya.
Mungkin, saat dibentak atau dimarahi, ia terlihat diam dan
mendengarkan, tapi sesungguhnya kata-kata orang tuanya hanya
dianggap angina lalu. Masuk ke telinga kanan, lalu keluar lewat
telinga kiri.
c. Tertutup
Orang tua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan
menakutkan bagi anak. Sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang
tertutup. Ia tak pernah mau berbagi cerita dengan orang tuanya.
Dengan demikian, komunikasi antara orang tua dan anak tidak
bisa berjalan lancer. Hal ini tentu berbahaya karena bila anak
menghadapi masalah, ia hanya menyimpanya sendiri dihati.
Akibatnya jiwa anak bisa sangat tertekan.
d. Pemberontak
Anak yang bersikap menentang bisa di golongkan dalam 3 tipe:
 Tipe penentang aktif.
Mereka menjadi anak yang keras kepala, serta suka
membantah dan membangkang semua kehendak orang tua.
Mereka marah karena merasa tidak dihargai oleh orang
tua. Untuk melawan jelas tak bisa karena ia hanya seorang
anak kecil. Maka, ia pun berusaha menyakiti hati orang
tuanya. Ia akan senang bila melihat orang tuanya jengkel
dan marah karena ulahnya. Semakin bertambah emosi
orang tua, semakin senanglah ia.
 Tipe penentang dengan cara halus.
Anak-anak ini jika di perintah memilih sikap diam, tapi
tidak juga memenuhi perintah. Sebagaimana halnya pada
budi, yang disuruh mandi oleh ibunya, tapi tak juga mau
beranjak dari tempatnya bermain. Saat ia ditinggalkan
sendiri dikamar mandi pun, ia tidak segera mandi malah
bermain air atau kapal-kapalan.
 Tipe selalu terlambat.
Anak seperti ini baru mengerjakan suatu perintahsetelah
terlebih dahulu melihat orang tuanya jengkel, marah,
mengomel, atau membentak-bentak. Misalnya, angga tidak
mau beranjak dari tidurnya bila belum dibentak atau
diomeli.
e. Pemarah, Temperamental, dan Suka Membentak
Anak sering sekali meniru sikap orang tuannya. Bila orang tua
suka marah atau “main bentak” karena sebab-sebab sepele, anak
pun bisa berbuat hal yang sama. Jangan heran bila anak yang
diperlakukan demikian, akan melakukan hal yang sama terhadap
adiknya atau teman-temanya.
f. Merusak Konsep Diri
Selain menimbulkan trauma yang berkepanjangan, kekerasan
psikis, seperti memaki, akan menghancurkan konsep diri pada
anak yang bersangkutan. Anak akan memiliki perasaan negative
terhadap orang-orang yang sudah melakukan tindak kekerasan
kepadanya. Saat ia dalam keadaan tertekan jiwanya, perasaan
negative itu akan muncul, terutama ketika sang anak mangalami
situasi dan kondisi yang tidak konduktif, semisal terasa terancam.
Belum lagi, efek berantai yang ditimbulkan. Anak-anak korban
kekerasan sering kali dituntun oleh masa lalunya untuk melakukan
kekerasan yang sama.

Memasuki usia antara 2-5 tahun, anak berada dalam masa ingin tahu yang
tinggi terhadap sesuatu. Sehingga, ia sering kali melontarkan pertanyaan
kepada orang tua atau pengasuhnya. Biasanya, pertanyaan tersebut tidak jauh
dari apa yang anak temui. Jika hubungan antara anak dan keluarga kuat, maka
rumah akan menjadi salah satu sumber inspirasi pengetahuan mereka.
Sedangkan jika anak-anak tidak mendapatkan arahan dari ayah dan ibunya,
yang bisa menerangi kelamnya mereka, maka mereka akan mencari orang
lain yang dianggap bisa menggantikan keduanya, dan dari orang-orang
tersebut anak akan memperoleh pendidikan yang telah tercemarkan,
pengetahuan yang rendah, dan tidak memiliki kualitas komitmen.2

2
Felix thoma, Tarbiyyatu Al-A’liyah,hal.77.
Saat ke sekolah, anak bukan hanya membawa tas, buku, dan alat-alat tulis
lainya, tapi mereka juga membawa darah ibu dan ayahnya, sifat-sifat dan
akhlak keduanya, bahasa yang biasa didengarnya dirumah, penampilan yang
biasa dihiaskan kepadanya, nasabnya, wawasanya, mahzabnya, jamaahnya,
club latihanya, club yang didukungnya, hartanya. Semua ini bukanlah hal
yang membahayakan selama anak-anak diberi pemahaman dan pengertian
yang baik, dan selama keharmonisan rumah terjaga, iklim demokratis
terbangun, cinta dan kasih sayang optimal diberikan. Merupakan suatu
kebiasaan yang besar, jika anak berangkat ke sekolah semmentara rumahnya
dipenuhi ooleh api kemarahan, kesewenangan, dan kekerasan. Jika itu yang
terjadi, maka anak akan belajar membandingkan antara suasana rumahnya
dengan suasana rumah temanya.
Dari sana, ia akan belajar hal-hal baru yang berbeda dan berlawanan
dengan apa yang ia rasakan di rumah. Disanalah pertarungan di dalam
jiwanya akan bermula, anak akan memulai pemberontakanya, melawan nilai-
nilai yang ia anggap salah, memprotes segala pertengkaran yang sering
dilakukan oleh ayah dan ibunya. Jika sekolah dapat merengkuh tanganya dan
memberikan kasih sayang dalm proses pendidikanya, maka segala tekanan
jiwa yang dirasakan anak akan menjadi ringan, dan ia akan dapat beradaptasi
denga baik dengan pelajaran-pelajaran yang diberikan. Tapi jika sekolah tak
jauh berbeda kondisinya dengan apa yang ia rasakan dirumahnya, maka
kiamat jiwanya akan semakin membesar. Dan tunas-tunas yang baru
berkembang akan menjadi layu dan tertekan pikiranya. Di rumah mereka tak
bisa mendapatkan ketenangan, dan disekolah mereka tak mendapatkan
tempat belajar yang nyaman.
Oleh karena itulah, syaikh Muhammad Al-Basyir Al-Ibrahim
menasehatkan kepada guru, “ aku memohon perlindungan kepada Allah
untuk kalian wahai anak-anakku. Aku berharap dalam mendidik anak kecil
kalian bersandar kepada kurikulum dan buku-buku. Karena disiplin yang
dibekali denga alat-alat kekerasan tidak akan menciptakan anak-anak yang
pintar, tidak akan mampu membangun umat, dan tidak akan memperbaharui
kehidupan. Disiplin-disiplin tersebut layaknya hanya sebagai rambu-rambu
dan garis aturan yang membawa pada suatu tujuan. Sedangkan sandaran
utamanya adalah kebaikan-kebaikanyang berasal dari jiwa kita. Yang bisa
ditularkan kepada anak didik kita. Di dalam pikiran mereka(anak didik) kita
terdapat kebenaran, di dalam tindakan mereka ada kemaslahatan dan
perbaikan, dan pada lidah mereka ada kefasihan dan kelancaran berbicara.3
Oleh karena itu, setiap rumah hendaknya mengevaluasi kembali
bagaimana kondisi yang berjalan selama ini. Bagaimana cara mendidik anak-
anak dan saran yang dipergunakan selama ini. Lalu ajaklah mereka berdialog
mengenai hal-hal yang mereka sukai dan tidak disukai. Cara-cara seperti
inilah yang dapat menyelamatkan orang tua dari kesalahan mendidik, agar
tidak seperti menanam di lautan, berladang di tengah gurun pasir.

3
Muhammad bin Ibrahim Al-hamdu, ma’a al-Muallimin,hal.19.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Daar el-Qolam
Gintung jayanti tangerang. .
2. Waktu penelitian
Penulis melakukan penelitian ini di mulai dari bulan agustus s.d
November 2012, dengan matrik kegiatan sebagai berikut :

Bulan
No. Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September
1 Pengesahan Judul Ѵ
Pembuatan
2 Proposal Ѵ
3 Proses Penelitian Ѵ Ѵ
4 Pengambilan Data Ѵ Ѵ
5 Pengolahan Data Ѵ
6
6 Persiapan Laporan Ѵ

B. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang alummi dalam mendiskripsikan penulis
melakukan penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif, yaitu dengan
memberikan angket kepada santriwati excellent class sebanyak 6 orang.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Seluruh santriwati excellent class di pondok pesantren daar el-
qolam.
2. Sampel
Penulis mengambil sampel 6 orang santriwati.
3. Jenis metode penelitian
Jeis metode penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif
kualitatif.

4. Prosedur penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan pada peneliti ini berupa


wawancara terhadap sampel yang diteliti.

D. Instrumen penelitian
Penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data secara interview atau wawncara langsung, Berdasarkan
instrument penelitian yang telah ditentukan.
Berikut daftar pertanyaan yang penulis gunakan.

Anda mungkin juga menyukai