Anda di halaman 1dari 165

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR
BLUD RSUD KOTA BAUBAU
NOMOR ..../PER/DIR/..../ 2016
TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Isu mengenai munculnya penyakit infeksi atau Emerging Infectious Diseases


timbul sejak dua tahun ini dengan kekhawatiran akan terjadi pandemi flu.
Perkiraan akan terjadi pandemi flu, baik akibat virus strain burung maupun
virus influenza lainnya, telah membuat sibuk para ahli virologi, epidomiologi,
pembuat kebijakan, maupun pihak pers dan masyarakat. Keadaan ini
menimbulkan “histeria” yang tak beralasan di kalangan masyarakat maupun
komunitas tertentu. Bila tidak dilakukan persiapan upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi. Komunitas dibidang kesehatan yang bekerja difasilitas
kesehatan termasuk kelompok beresiko tinggi untuk terpajan oleh penyakit
infeksi yang berbahaya dan mengancam jiwa. Rsiko tersebut meningkat secara
signifikan bila terjadi wabah penyakit pernafasan yang menular, seperti SARS
( Severe Acute Respiratory Syndrome ), penyakit mengingokokus, flu burung,
dan lain lain.

SARS pertama kali diidentifikasih di cina pada bulan november 2002. Tidak
lama kemudian terjadi wabah di dunia yang pada akhirnya menyebar ke 26
negara dengan jumlah penderita 8.098 orang dan dari jumlah tersebut, 774
orang meninggal dunia (WHO, 2004 ). Jumlah tenaga kesehatan yang
terinfeksi berkisaran antara 20 % sampai 60 % dari semua kasus infeksi di
seluruh dunia (WHO, 2005). Pada bulan april 2003 pemerintah indonesia
secara resmi menyatakan SARS sebagai epidemi nasional, dengan total 2 kasus
probable yang dilaporkan ( tidak ada korban jiwa ) pada bulan juli 2003 WHO
menyatakan wabah SARS telah berakhir. Tidak ada yang mengetahui kapan
pandemik SARS akan muncul kembali.

Penyakit meningokokus adalah penyakit lain yang menyebar melalui sekresi


pernapasan. Penyakit ini muncul secara berkala (musiman) dan dapat terjadi di
seluruh dunia, dengan jumlah kasus terbanyak ditemukan di Afrika. Dalam 30

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |1


tahun terakhir, di Asia pernah teriadi wabah penyakit meningokokus, yaitu di
Cina ( 1979 dan 1980 ) dan vietnam (1977)

Penularan flu burung subtype H5N1 yang patonegitasnya tinggi pada manusia.
Tercatat pertama kali terjadi di hongkong pada tahun 1997. Penularan flu
burung pada manusia terutama disebabkan karena interaksi manusia dengan
hewan unggas yang terinfeksi H5N1. Beberapa kasus penularan dari manusia
ke manusia memang pernah terjadi. Sebagian besar kasus penularan terjadi
antar anggota keluarga yang menderita flu burung, namun demikian ada
kekhawatiran bahwa virus tersebut akan dapat benrmutasi menjadi bentuk yang
mudah menular antar manusia, yang pada akhirnya bisa menjadi pandemik.
Tenaga kesehatan lebih beresiko tertular karena lebih sering terpapar, buruknya
praktek-praktek penceghan infeksi, serta minimnya tenaga kesehatan yang
mendapat vaksinasi influenza.

Dunia telah menyepakati bahwa flu burung merupakan isu global yang harus di
atasi bersama melalui persiapan menghadapi pandemik flu burung. Dengan
latar belakang tersebut Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainya di indonesia
perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi pandemik penyakit infeksi (
Emerging Infectious Diseases). Flu burung, meningkatkan upaya pencegahan
dan pengendalian infeksi. Untuk melindungi tenaga kesehatan, pasien dan
pengunjung.

II. TUJUAN

Tujuan Umum
Menyiapkan agar Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau dapat menerapka
pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga dapat melindungi tenaga
kesehatan, dan masyarakat dari penularan penyakit menular ( Emerging
Infectious Diseases) yang mungkin timbul khususnya dalam menghadapi
kemungkinan pandemik.

Tujuan Khusus
Memberikan Informasi kepada petugas kesehatan di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Baubau mengenai :
1. Fakta penyakit menular yang perlu diketahui
2. Pencegahan dan pengendalian infeksi penyakit menular
3. Perawatan pasien dalam isolasi
4. Menjaga kebersihan tangan
5. Menggunakan alat pelindung diri
6. Kesiapan menghadapi pandemi flu ataupun penyakit menular lain yang
akan muncul.

III. RUANG LINGKUP

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |2


Pedoman ini memberikan panduan bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Baubau dalam melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang menderita
penyakit menular udara ( airbone ). Dengan pengalaman yang suda ada
dengan pelayanan pasien SARS , pedoman ini dapat juga di terapkan untuk
menghadapi penyakit-penyakit infeksi lainnya (Emerging infectious
diseases ) yang mungkin akan muncul di masa yang akan datang, baik
yang melalui droplet, udara atau kontak.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |3


BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatn di dunia termasuk
indonesia . ditinjau dari asal atau didapatkan infeksi dapat berasal dari komunitas
(comunity Acquired infection ) atau berada dilingkungan rumah sakit ( hospital
Acquired infection ) yang sebelumnya di kenal dengan istilah infeksi nasokomial
tindakan medis yang dilakukan oleh tenag kesehat yang dimaksudkan untuk
tujuan perawatan atau penyembuhan pasien. Bila dilakukan dengan tidak sesuai
prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi (pasien yang
lain atau bagi petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara
pasti ditentukan asal infeksi. Maka sekarang istilah infeksi naskomial ( hospital
Acquired Infection ) diganti denan istila baru yaitu “Healthcare Assosiated
Infections” (HAIs) , dengan pengertan yang lebeh luas tidak hanya dirumah sakit
tetapi juga difasilitas pelayanan kesehatan lainnya, juga tidak terbatas pada pasien
saja tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan
tindakan keperawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di
rumah sakit selanjutnya disebut sebabai infeksi rumah sakit (Hospitals Infections).

Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya ruma


sakit perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi, pada
bab ini akan dibahas mengenai beberapa pengertian tentang infeksi, dan
kolonisasi, inflamasi, rantai penularan penyakit, faktor resiko terjadinya infeksi
(HAIs), serta strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.

1. Beberapa Batasan / Definisih

a. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa
disertai adanya respon imun yang gejala klinis. Pada klonisasi tubuh
penjamuh tidak dalam keadaan suseptibel. Passien atau petugas kesehatan
bisa mengalami klonisasi dengan kuman patogen pada penderita sakit tetapi
dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas
kesehatan tersebut dapat bertindak sebgai “carier”.

b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) dimana terdapat respon imun tetapi tidak disertai kejala klinik

c. Penyakit Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

d. Penyakit Menular dan Infeksius

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |4


Adanya penyakit (infeksi) tentu yang dapat berpindah dari satu orang ke
orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.

e. Inflamasih (radang atau peraangan lokal)


Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen ( tidak hanya suatu
infeksi , dapat berupa trauma pembedahan atau luka bakar ) yang ditandai
dengan adanya sakit/nyeri (dolor) , panas (calor), kemerhan (rubor),
pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. “Systemik Inflamatory Response Syndrome” (SIRS)
Sekumpulan gejala klinis atau kelainan laboratorium yang merupakan
respon tubuh (inflamasih) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila
ditemukan dua atau lebih keadaan berikut :
1. Hipertermi dan Hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil
2. Takikardi (sesuai Usia)
3. Takipnoe ( Sesuai Usia)
4. Lekositosis atau Leukopenia ( sesuai usia) atau pada hitung, jenis
leukosit jumlah sel mudah (batang) lebih dari 10 % SIRS dapat
disebabkan karena infeksi atau non infeksi seperti trauma, pembedahan,
luka bakar, pankreatitis, dan gangguan metabolik. SIRS yang
disebabkan infeksi disebut sepsis.

g. “Health Associated Infections “ (HAIs)


An infections occurring in a patient during the process of care in a hospital
or other healthcare fasility which was not present or incubating at the time
of admission. This includes infections acquired in the hospital but
appearing after dishcharge, and also occupational infections among staff of
the facility.

2. Rantai Penularan

Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu


mengetahu rantai penularan apabila suatu mata rantai dihilangkan atau dirusak
maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan
sehingga terjadi penularan tersebut adalah :

a. Agen infeksi (infectious agent)


Adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia,
agen infeksi dapat ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum
adalah manusia, ada tiga faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya
infeksi yaitu, patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis load)

b. Reservoir
Atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak,
dan siap ditularkan kepada orang. Reservior yang paling umum adalah
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |5


lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas
atas, usus dan fagina merupakan reservior yang umum.

c. Pintu Keluar (portal of exit)


Adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan reservior. Pintu keluar
meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit
dan membran mukosa, transplasenta, dan darah, serta cairan tubuh lain.

d. Transmisi (cara penularan)


Adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir
kependerita (yang suseptibel) . ada beberapa cara penularan yaitu :

1. Kontak : langsung dan tidak langsung


2. Droplet
3. Airbone
4. Melalui vehikulum ( makanan, air / minuman, darah )
5. Melalui vektor ( biasanya serangga dan binatang pengerat )

e. Pintu Msuk (Portal of entry)


Adalah tempat dimana agen infeksi memasuki penjamu ( yang suseptibel ).
Pintu masuk bisa melalui saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih
dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).

f. Penjamu (host) yang suseptibel


Adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk
melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit.
Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status
imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan dengan immunosupresan. Faktor lain yang mungkin
mempengaruhi adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, gaya hidup,
pekerjaan, dan herediter.

Bagan
.....................................................
Gambar 1. Skema rantai penularan penyakit infeksi

3. Faktor Resiko Healthcare Associated Infections (HAIs)

a. Umur
Neonatus dan lansia lebih rentan

b. Satatus imun yang rendah/tergantung ( immunocompromised)


Penderita dengan penyakit kronis, penderita keganasan, obat-obatan
immunosupresan.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |6


c. Interupsi barrier amatomis
 Kateter urine : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK)
 Prosedur Operasih : dapat menyebabkan infeksi luka operasi (ILO)
atau Surgical site Infections (SSI)
 Instubasi Pernapasan : peningkatan kejadian Hospital Acquired
Pneumonia (HAP/VAP)
 Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI) Blood
Stream Infections (BSI)
 Luka bakar dan trauma.

d. Implantasi benda asing


a. Indwelling catheter
b. Surgical suture material
c. Cerebrospinal fluid shunt
d. Valvular / vascular prostheses

e. Perubahan mikroflora normal


Pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana menyebabkan timbulnya
kuman yang resisten terhadap berbagai antibiotika.
4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas


penjamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis ) serta cara penularann.
Identifikasih faktor resikon pada penjamu dan pengendalian teradap infeksi
tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.

5. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terdiri dari :


a. Peningkatan daya tahan penjamu.
Daya tahan penjamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif (
contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(Imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang
adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

b. Inaktivasi agen penyebab infeksi


Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun
kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau
Sterilisasi ) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk
klorinasi air, disinefeksi.

c. Memutus Rantai Penularan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |7


Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas
dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan
ini tetap disusun dalam suatu Isolation precautions ( kewaspadaan isolasi)
yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu Standard precautions
(kewaspadaan satandart ) dan Transmission-based precautions
(kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja
dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.

d. Tindakan Pencegahan pasaka pajanan (post Exposure Prophylaxis/PEP)


terhadap petugas kesehatan.

Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan
melaui darah dan cairan tubuh lainnya sering terjadi karena luka tusuk
jarum bekas pakai atau pajanan lainnya, penyakit yang perlu mendapat
perhatian adalah Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV. Untuk lebih jelasnya
akan dibahas pada bab selanjutnya.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |8


BAB II
FAKTA-FAKTA PENTING BEBERAPA PENYAKIT MENULAR

Dalam bab ini akan dibahas fakta-fakta mengenai bebrapa penyakit menular yang
perlu diketahui. Sebagai ilustrasi akan dibahas beberapa penyakit yang mewakili
cara penularan yang berbedah dan dapat menimbulkan dampak yang sangat
penting bagi kesehatan masyarakat. Dengan memahami fakta-fakta penyakit
tersebut khususnya tentang cara penularannya diharapkan peserta dapat lebih baik
lagi dalam mempraktekan cara pencegahannya.

1. INFLUENZA
1.1. Influenza Musiman dan Influenza A (H5N1)

Influenza adalah penyakit virus akut yang menyerang saluran pernapasan,


ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu, dan batuk.

Penyebab
Virus influenza A,B, dan C . tipe A terdiri dari banyak subtipe terkait
dengan potensi terjadinya kejadian luar biasa (KLB) atau
epidemi/pandemi. Ada subtipe yang menyerang unggas dan mamalia. Bila
terjadi pencampuran antara 2 subtipe dapat terjadi subtipe baru yang
sangat virulen dan mudah menular serta berpotensi menyebabkan epidemi.

Epidemiologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim
penghujan di wilayah 2 musim dan pada musim dingin di wilayah 4
musim. Biasa terjadi epidemi tahunan berulang yang disebabkan oleh virus
yang mengalami antigenic drift, namun dapat terjadi pandemi global
akibat virus yang mengalami antigenic shift.

Cara penularan
Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontaminasi

Masa inkubasih
Biasanya 1-3 hari

Gejala Klinis
Gejala influenza yang umum adalah demam, nyeri otot, dan malaise,
biasanya influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |9


Masa Penularan
Mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala klinis,
pada anak muda bisa sampai 7 hari.

Kerentanan dan kekebalan


Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik.
Lamanya antibody bertahan paska infeksi dam luasnya kekebalan
tergantung tingkat perubahan antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.

Cara pencegahan
 Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan
penularann melalui batuk, bersin, dan kontak tidak langsung
melalui tangan dan selaput lendir saluran napas.
 Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80%
perlindugan pada orang dewasa muda apabila anti gen dalam
vaksin sama atau mirip dengan strain virus yang sedang musim.
Pada orang usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi beratnya
penyakit kejadian komplikasih dan kematian .
 Obat anti virus ( penghambat neuraminidase seperti Oseltamivir
dan penghambat M2 channel Rimantadin, Amantadin ) dapat
dipertimbangkan terutama pada mereka yang beresiko mengalami
komplikasih ( orang tua, orang dengan penyakit jantung/paru
menahun ). Akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi
terhadap Amantandin Rimantandin yang semakin meningkat.
 Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat
epidemi isolasi perlu dilakukan terhadap pasien dengan cara
menempatkan mereka secara kohort.

1.2. Influenza A (H5N1) atau Flu Burung


Flu burung, salah satu penyakit yang dikhwatirkan dapat menyebaban
pandemi. Fakta yang diuraikan mengenai flu burung ini, penting diketahui
juga untuk penyakit menular lain yang mungkin akan muncul ( Emerging
Infestious Diseased)

Penyebab
Flu burung (afian influenza) merupakan penyakit menular yang
disebabkan virus influenza tipe A. Flu brung dapat terjadi secara alami
pada semua burung terutama brung air liar. Burung membawa virus
kemudian menyebarkan melalui saliva, sekresi hidung dan feses. Burung

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


10
yang kontak dengan burung pembawa virus dapat tertular dan
menimbulkan gejala dalam waktu 3-7 hari. Walaupun burung yang
terinfeksi mungkin tidak sampai sakit sekretnya akan tetap infeksius
setidaknya selama 10 hari. Feses burung yang terinfeksi dapat
mengeluarkan virus dalam jumlah besar.

Epidemiologi
Flu burung pada manusia sampai saat ini dilaporkan dibanyak negara
terutama di Asia. Di daerah dimana terdapat interaksi tinggi antara
populasi hewan khususnya unggas dan manusia (anima-human interface )
resiko terjadinya penularan ke manusia. Saat ini flu burung dianggap
sangat potensial sebagai penyebab terjadinya pandemi influenza.
Sebagian besar khusus infeksi flu burung pada manusia yang dilaporkan
terjadi akibat dekat dan kontak erat dengan unggas terinfeksi atau benda
terkontaminasi. Angka kematian tinggi, antara 50-80 %. Meskipun
terdapat potensi penularan virus H5N1 dari manusia ke manusia, model
penularan semacam ini belum terbukti.

Kelompok usia yang beresiko


Tidak seperti influenza manusia yang menyerang kelompok usia sangat
mudah dan sangat tua virus H5N1 menyerang dan membunuh kelompok
usia mudah. Sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang sebelumnya sehat. Kemunhgkinan kasus-kasus yang
dilaporkan saat ini hanya yang terpara saja gambaran sepenuhnya penyakit
yang disebabkan virus H5N1 ini belum secara lengkap didefinisihkan.

Jumlah total kasus dan kematian akibat H5N1 di-update setiap hari dan
dapat ditemukan dalam website WHO ( www.who.int ) atau center for
infectious Disease Research and policy (CIDRAP) (www.cidrap.umn.edu
). Tabel dibawah ini memperlihatkan distribusih usia kematian akibat Flu
burung di Indonesia pada akhir Agustus. 2016.

USIA DALAM JUMLAH KEMATIAN / JUMLAH ORANG


TAHUN YANG TERINFEKSI
0-10 12 / 18 (65 %)
11-20 13 / 16 ( 81 % )
21-30 9 / 13 ( 69 % )
31-40 12 / 12 ( 100 % )
41- 60 1 / 3 ( 33 % )

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


11
Tabel 2-1. Presentase Kematian Akibat Flu Burung di Indonesia Menurut Umur ( agustus
2006 )

Mengapa virus H5N1 perlu mendapat perhatian khusus


Dari 15 subtipe virus flu burung, virus H5N1 menjadi perhatian secara
khusus dengan alasan sebgai berikut :
 Sejak tahun 2003, H5N1 menyebar luas di Asia pada populasi
unggas dan bergerak ke Eropa pada tahun 2005. Selain itu terjadi
perluasan host (pejamu) dari burung ke manusia
 Resiko manusia terpajan dan terinfeksi H5N1 tinggi, di perdesaan
Asia unggas diternakan dekat wilayah pemukiman dan dibiarkan
berkeliaran secara bebas.
 Virus ini telah menyebabkan penyakit yang para pada manusia
dengan angka kematian yang tinggi (di laporkan mencapai sekitar
50 %, meskipun data surveilans mungkin tidak lengkap ).
 Fakta terpenting bahwa H5N1 dapat bermutasi secara cepat dan
berkemampuan memperoleh gen dari virus yang menginfeksi
spesies hewan lain.
Virus influenza tipe A, H5N1 dapat bermutasi dengan antigenic drift terjadi
dua jalur (strain) influenza yang berbeda berkombinasi dari dua virus
awalnya. Mutasi semacam ini di mungkinkan pada virus influenza tipe A.
Karena virus ini menyerang banyak spesies ( misalnya burung, babi atau
manusia ). Cara lain ini dimana virus influenza dapat berubah adalah
melalui antigenic shilft terjadi sepanjang waktu pada saat firus berupaya
menghindari sistem imun organisme penjamu (host).

Meskipun tidak semua subtipe flu burung berpindah dari burung ke


manusia, namun galur yang ada saat ini yaitu H5N1, merupakan salah satu
subtipe yang sudah berpindah. Hal ini menciptakan kesempatan untuk
perpaduan genetik galur H5N1 burung dengan gen dari galur manusia (H1
atau H3), sehingga meningkatkat kemungkinan suatu galur baru akan
muncul saat ini di Asia. Lebih lanjut lagi, manusia atau babi dapat menjadi
perantara percampuran virus influenza A yang diperoleh dari burung dengan
virus influenza manusia (virus flu manusia).

Pandemi influenza pada tahun 1918, 1957 dan 1968 disebabkan oleh subtipe
virus baru dari hasil persilangan berbagai virus influenza. Subtipe virus baru
ini memiliki karakteristik sangat berbeda dari virus induknya yang pada
umumnya tidak menginfeksi manusia sehingga hanya terdapat sedikit atau

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


12
tidak ada sama sekali perlindungan kekebalan bagi manusia. Dalam konteks
populasi manusia hal ini dapat di artikan bahwa flu burung merupakan
penyakit yang serius dan bersifat mengancam nyawa.

Cara penularan kemanusia


Kontak langsung dengan unggas terinfeksi atau benda yang terkontaminasi
oleh feses burung saat ini dianggap sebagai jalur utama penularan terhadap
manusia. Sebagian besar kasus flu burung pada manusia terjadi didaerah
pedesaan dan pinggiran kota dimana banyak yang memelihara unggas dalam
skala kecil dan dibiarkan berkeliaran secara bebas. Bahkan kadang-kadang
unggas memasuki rumah dan berkeliaran ditempat bermain anak-anak.
Kondisi ini memungkinkan pajanan dari feses infeksius atau lingkungan
yang tercemar feses.

Masa inkubasi
Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat singkat yaitu 2-3 hari,
berkisar 1-7 hari. Pada influenza A (H5N1) masa inkubasi 3 hari berkisar 2-
8 hari.

Gejala-gejala pada manusia


 Demam tinggi ( suhu ≥38 ˚C )
 Batuk
 Pilek
 Nyeri tenggorokan
 Nyeri otot
 Nyeri kepala
 Gangguan pernapasan

Gejala tambahan yang mungkin di temukan


 Infeksi selaput mata
 Diare atau gangguan saluran cerna
 Fatigue/letih

Catatan :
Bila menemukan kasus demam ( suhu tubuh ≥38 ˚C ) ditambah 1 atau lebih
dari gejala dan tanda di atas patut dicurigai sebagai kasus flu burung;
terutama bila dalam anamnesa diperoleh keterangan salah satu atau lebih
dibawah ini :

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


13
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan penderita
influenza tipe A/H5 yang telah dikonfirmasi
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala; pernah kontak dengan unggas,
termasuk ayam yang mati karena penyakit.
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejalah pernah bekerja memproses
sampel dari orang atau hewan yang diduga mengalami infeksi virus
flu burung patogen tinggi (HPAI).
 Tinggal diwilayah/dekat dengan kasus (HPAI) yang dicurigai atau
telah dikonfirmasi.

Sebagian beasar pasien sebelum adalah anak-anak atau orang dewasa yang sehat.
Sebagian beasar pasien mengalami gejala awal berupa demam tinggi dan penyakit
seperti influenza dengan infeksi saluran pernapasan bawah. Tidak seperti pasien
dengan infeksi yang disebabkan oleh influenza lain pasien yang terserang H5N1
yang mengalami konjungtivitis. Diare,muntah, nyeri perut, nyeri pleura,
perdarahan dari hidung, dan gusih pernah dilaporkan pada tahapan awal
perjalanan penyakit pada beberapa pasien. Yang sangat khas pada infeksi H5N1
adalah gejala infeksi pernapasan akut (pneumonia) pada dewasa atau anak-anak
yang sehat. Kondisi ini dengan cepat melaju ke Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) ditandai napas pendek yang parah. Cepat pada bentuk
influenza lain. Meskipun demikian, jika flu burung ditemui didaerah tersebut
setiap orang dengan syndrome pernapasan menjadi tersangka flu burung. Pasien
yang menderita Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) mengalami gejalah
seperti demam dan batuk, tetapi gejala hidung berair dan nyeri tengorokan tidak
banyak dialami.

Pencegahan
Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu:

 Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau benda terkontaminasi


 Menghindari peternakan unggas
 Hati-hati ketika menangani unggas
 Memasak unggas dengan baik (60 derajat selama 30 menit, 80 derajat
selama 1 menit)
 Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan
- Setelah memegang unggas
- Setelah memegang daging unggas
- Sebelum memansak
- Sebelum makan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


14
Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia yang dilaporkan, terjadi
akibat dekat dan kontak erat dengan unggas terinfeksi atau benda terkontaminasi.
Angka kematian tinggi. Meskipun terdapat potensi penularan virus H5N1 dari
manusia ke manusia, model penularan semacam ini belum terbukti.

Untuk mendapatkan informasi mutakhir dan informasi tambahan lainnya, dapat


mengakses “Avian Influenza “ di website world health organization (WHO)
http://www.who.int dan “pandemik Flu” dari website Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) di http://www.cdc.gov .

Pengobatan anti virus untuk influenza


Obat anti virus bekerja menghambat replikasih virus, sehingga dapat mengurangi
gejala dan komplikasih orang yang terinfeksi. Obat tersebut tidak menyembuhkan
penyakit. Obat anti virus tidak memiliki sifat spesifik untuk galur tertentu
influenza (tidak seperti vaksin) sehingga secara teoritis dapat digunakan untuk
memerangi galur barulae sebelum dapat dproduksi vaksin yang sesuai.

Empat obat anti virus influenza yang berbeda Amantadine, Rimantadine,


Osemelawan ltamivir, (Tamiflu®) dan Zanamivir (Relenza®) telah ditunjukan
oleh food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat untuk pengobatan
Influenza. Keempat obat tersebut memiliki aktifitas melawan virus influenza A.
Meskipun demikian, galur influenza kadang-kadang menjadi resisten terhadap
obat-obatan ini sehingga mungkin tidak selalu efektif. Sebagai contoh beberapa
virus H5N1 yang diisolasi dari unggas dan manusia pada tahun 2004 di Asia.
Memperpihatkan virus telah resisten terhadap dua jenis obat yaitu : Amantadine
dan Rimantadine. Saat ini obat-obat inhibitor neuraminidase seperti Oseltamivir
(Tamiflu®) dan Zanamivir (Relenza®) yang mengurangi berat dan lamanya
penyakit influenza virus manusia diharpakan dapat bermanfaat dalam melawan
infeksi H5N1. Namun penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan untuk
memperlihatkan efektifitasnya. Pemantauan resistensi virus influenza A terhadap
obat-obatan anti virus masih berlangsung terus.

Walaupun saat ini belum tersedia vaksin H5N1 untuk manusia, menurut CDC dan
WHO ada yang sedang dikembangkan dan dalam pengujian oleh National
Institutes of Health (NIH).

Penularan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan

 Virus mungkin masuk kefasilitas pelayanan kesehatan melalui cairan


tubuh (terutama dari pernapasan) pasien yang sudah didiagnosa
menderita flu burung atau masi suspek maupun probabel.
 Semua tenaga kesehatan, radiologi, petugas kebersihan atau pasien lain
dan pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan beresiko terpajan flu
burung.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


15
 Berdasarkan pengetahuan saat ini mengenai flu burung WHO dan
CDC menyarankan perawatan pasien dengan flu burung sesuai
kewaspadaan standar ditambah kewaspadaan penularan lewat udara,
droplet, dan kontak
 Meskipin pengalaman dengan flu burung di rumah sakit masih terbatas
pengalaman sebelumnya dengan SARS telah menunjukan bahwa
penerapan kewaspadaan isolasi menghasilkan dampak efektif terhadap
pencegahan penularan SARS, ditandai dengan berkurangnya jumlah
kasus yang tertular difasilitas pelayanan kesehatan.

Penatalaksanan
Identifikasih dan isolasi pasien

Semua pasien yang datang kefasilitas layanan kesehatan dengan


demam dan gejala infeksi pernapasan harus ditangani sesuai dengan
tindakan higiene saluran pernapasan seperti dibahas dalam buku
panduan ini. Pasien dengan riwayat perjalanan kedaerah yang
terjangkit flu burung dalam waktu 10 hari terakhir dirawat inap dengan
infeksi pernapasan berat atau berada dalam pengamatan untuk flu
burung harus ditangani dengan menggunakan kewaspadaan standar
dan kewaspadaan penularan lewat kontak. Droplet dan udara seperti
pada pasien SARS. Kewaspadaan ini harus dilakukan selama 7 hari
setelah turunnya demam pada orang dewasa, 21 hari sejak onset
penyakit pada anak-anak dibawa 12 tahun, sampai diagnosis alternatif
ditegakan atau hasil uji diagnostik menunjukan bahwa pasien tidak
terinfeksi oleh virus influenza A. Lampiran A memuat definisih kasus
flu burung yang dikeluarkan oleh WHO dan dianjurkan untuk
disesuaikan dengan kondisi setempat.

Langkah penting pencegahan dan pengendalian infeksi

Praktek pencegahan dan pengendalian infeksi sama dengan yang


diperlukan untuk menghadapi patogen infeksius saluran pernapasan
dan yang dilakukan sewaktu menangani SARS tahun 2002-2003.
Langkah-langkah ini akan dibahas secara rinci dalam bab-bab berikut.
Pencegahan dan pengendalian penyebab flu burung di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan akan berhantung pada :

 Penempatan pasien dikamar terpisah yang bertekanan negatif


atau ruang dengan pintu tertutup, jendela dibuka dan
memasang ekshaust fan.
 Pengawasan terhadap implementasi kewaspadaan satandar dan
kewaspadaan lewat udara, droplet, dan kontak.
 Ketersedian serta pemakaian alat pelindung dari (APD) yang
benar, termsuk masker efiensi tinggi, respirator khusus serta
ketersediaan alat dan bahan penting lainnya.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


16
Pencegahan kedepan dan menyeluruh di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan sangat penting untuk menjamin rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan siap melayanai kasus flu burung.
Perencanaan secara rinci juga dapat mencegah timbulanya rasa takut
berlebihan (histeria) bila ada kasusu potensi flu burung. Sebelum ada
kasus flu burung yang terdiagnosa atau dicurigai rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan harus :

 Menunjukan juru bicara rumah sakit yang memiliki


kewenangan yang diakui dan dipercaya oleh masyarakat
maupun petugas rumah sakit.
 Menyusun langkah-langkah untuk meningkatkan kapasitas
pelayanan, memperoleh bahan, obat-obatan dan peralatan
tambahan yang mungkin diperlukan seperti respirator dan
ventilator.

Prencanaan menghadapi kemungkinan wabah influenza dapat


memanfaatkan rencana yang telah disusun untuk mengahadapi bioterorisme
atau bencana alam. Perencanaan harus dilakukan bersama secara
terkoordinasih dengan badan pemerintah yang terkait ditingkat daerah dan
pusat.

2. HIV-AIDS

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh


penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human
Immnodeficienci Virus (HIV).

Penyebab
Human Immunodefisiensifirus sejenis retrovirus yang terdiri atas 2 tipe :
tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2)

Cara penularan
HIV menular dari orang ke orang melalaui kontak seksual yang tidak
dilindungi, baik homo maupun heterioseksual, pemakaian jarus suntik
yang terkontaminasih, kontak kulit yang lecet dengan bahan infeksius,
transfusi darah atau komponennya,transpalasi organ dan jaringan. Sekitar
15-35 % bai yang lahir dari ibu yang HIV (+ ) dapat tertular, penularan
juga dapat terjadi pada petugas kesehatan yang termasuk jarum suntik
yang mengandung darah yang terinfeksi.

Masa inkubasi
Berfariasi tergantung usia dan pengobatan anti virus. Waktu antara
terinfeksi dan terdeteksinya antibody sekitar 1-3 bulan namun untu

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


17
terjadinya AIDS sekitar <1 tahun hingga >15 tahun. Tampa pengobatan
efektif, 50% orang dewasa yang terinfeksi akan menjadi AIDS dalam
waktu 10 tahun.

Gejala klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi
HIV dalam waktu 5-10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara
bermakna baru AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala-gejala
seperti :
 Penurunan berat badan secara drastis
 Diare yang berkelanjutan
 Pembesaran kelenjer leher atau ketiak
 Batuk terus menerus.

Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium dan jenis infeksi


oportunistik yang terjadi.

Pengobatan
Pemberian anti virus (Highli Active Anti Retroviral Theraphy, HAART)
dengan tiga obat atau lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan
hidup pasien HIV. Angka kematian dinegara maju menurun 80 % sejak
digunakan kombinasih obat anti virus.

Masa penularan
Tidak diketahui pasti diperkirakan mulai sejak segera setelah terinfeksi
dan berlangsung seumur hidup.

Kerentanan dan kekebalan


Diduga semua orang rentan. Pada penderita PMS dan pria yang tidak
dikhitan kerentanan akan meningkat.

Cara pencegahan
Menghindari perilaku resiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan,
menghindari penggunaan alat suntik bergantian, melakukah praktek
transfusi dan donor organ yang aman serta praktek medis dan prosedur
laboratorium yang memenuhi standar.

Profilaksis paksa pajanan


 Kemungkinan seseorang individu tertular setelah terjadi pajanan
tergantung sifat pajanan dan kemungkinan sumber pajanan telah
terinfeksi. Luka tusukan jarum berasal dari pasien terinfeksi
membawa resiko rata-rata penularan 3/1000; resiko meningkat bila
luka cukup dalam tampak darah dalam jarum dan bila jarum suntik

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


18
ditempatkan di arteri atau vena. Pajanan mukokutan menimbulkan
resiko 1/10.000. cairan tubuh lain yang beresiko terjadi penularan
adalah ludah, cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan pericardial,
cairan synovial, dan cairan genital feses dan muntah tidak
menimbulkan resiko penularan.
 Penggunaan obat ARV untuk mengutangi resiko penularan HIV
terdapat petugas kesehatan setelah pajanan ditempat kerja telah
banyak dipraktekan secara luas. Studi kasus-kelola menyatakan bahwa
pemberian ARV segera setelah pajanan perkutan menurunkan resiko
infeksi HIV sebesar 80% (Cardo dkk. N Engl J Med 1997). Efektifitas
optimal PPP apabila diberikan dalam 1 jam setelah pajanan. Sampel
darah perlu segera diambil dan disimpan untuk pemeriksaan
dikemudian hari. Obat propilaksis sebaiknya diberikan selama 28 hari,
di ikuti pemeriksaan antibody pada bulan ke 3 dan ke 6. Petugas yang
terpajan perlu dimonitor dan tindak lanjut oleh dokter yang
berpengalaman dalam perawatan HIV dan perlu mendapat dukungan
psikologis.

3. Antraks

Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran
pernapasan atau saluran pencernaan.

Epidemiologi
Penyakit Antraks pada manusia terdapat di seluruh dunia. Umumnya didaerah
petanian dan industri. Mereka yang beresiko terkena Antraks adalah orang
yang kontak dengan binatang yang sakit, digigit serangga tercemar antraks,
(sejenis lalat Afrika), orang yang mengonsumsi daging binatang terinfeksi dan
mereka yang terkontaminasi kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung
spora antraks.

Penyebab
Bacillus antrhracis, bakteri gram positif berbentuk batang berspora.

Cara penularan
Infeksi kulit terjadi melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit
dan mati atau tanah yang terkontaminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat
melalui inhalasi spora (antraks paru) atau memakan daging tercemar yang tidak
dimasak dengan baik (antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan
dari orang ke orang.

Masa inkubasi
Anrtara 1-7 hari bisa sampai 60 hari.

Gejala Klinis

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


19
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena
(kulit, paru, saluran pencernaan, meningitis). Di indonesia terbanyak
ditemukan antraks kulit :

 Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit
timbul makula kecil warna mera yang berkembang menjadi papel gatal
dan tidak nyeri. Dalam 1-2 hari terjadi vesikel ulkus dan ulcerasi yang
dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu. Dengan anti biotika
mortalitas antraks kulit kurang dari 1%.
 Gejala antraks saluran pencernaan bentuk intestinal berupa mual,
demam, nafsu makan menurun, abdomen akut, hematemesis, melena.
Bila tidak segera di obati dapat mengakibatkan kematian.
 Bentuk orofaring menimbulkan gejala demam, sukar menelan,
limfadenopati regional.
 Gejala antraks paru ada 2 tahap. Tahap pertama yang ringan
berlangsung 3 hari pertama berupa flu, nyeri tenggorokan, demam
ringan, batuk non produktif, nyeri otot, mual mumtah, tidak terdapat
coriza,. Tahap kedua ditandai gagal napas, stridor, dan penurunan
kesadaran dan sepsis sampai syok. Sering berakhir dengan kematian.
Meningitis antraks terjadi pada 50% kasus antraks paru.

Masa penularan
Tanah dan bahan lain yang tercemar spora dapat infeksius sampai piluhan
tahun.

Kerentanan dan kekebalan


Kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas, infeksi kedua mungkin terjadi tapi
tidak manifest.

Cara pencegahan

 Pencegahan antraks pada manusia berupa upaya umum seperti


kebersihan tangan, memasak daging dengan semesitnya dan tindakan
khusus berupa vaksinasi dan pemberian antibiotika.
 Vaksinasi hanya diberikan kepada kelompok resiko tinggi. Lamanya
efektifitas vaksin belum doketahui pasti.
 Profilaksis paska pajanan dilakukan dengan pemberian antibiotika
selama 60 hari tanpa vaksin atau selama 30 hari ditambah 3 dosis
vaksin, dapat dimulai sampai 24 jam paska pajanan.
 Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi
spora yang dapat menetap lama dijaringan paru dan kelenjer getah
bening. Antibiotika yang dipakai adalah Siprofloksasin 500 mg dua kali
sehari aau Doksisiklin 100 mg dua kali sehari.
 Resiko penularan antara manusia walaupun tidak serius namun tetap
diperlukan kewaspadaan standar, terutama terdapat penyebatran lewat
inhalasi :
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
20
- Peralatan bedah harus segera disterilkan setelah digunakan.
- Petugas kesehatan dianjurkan memakai pakaian pelindung dan
sarung tangan bedah, dan segera mandi menggunakan sabun dan
air mengalir yang cukup banyak.
- Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profiklasis
antibiotika
- Pakaian pelindung dimasukan dalam kantong plastik diikat
rapat.
- Jenazah pasien antraks dibungkus dengan kantong plastik
dimasuksan peti mati yang ditutup rapat dan disegel. Bila
memungkunkan dibakar.
- Tempat tidur dan bahan yang terkontaminasi harus dibungkus
dan dibakar, atau dimasukan autoklaf 120˚C selama 30 menit.
- Limbah padat, limbah cair dan limbah laboratorium
diperlakukan dan diolah semestinya.

4. Tuberklosis

Penyebab
Tuberklosis (TB) disebabkan kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni
Mykrobacterium tuberclosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung. Tetapi dapat bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab dan
gelap. Beberapa jenis Mycrobacterium yang lain juga dapat

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


21
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
22
1. Tuberkolosis
Penyebab
Tuberkolosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tanah asam
(BTA) yakni MikrobacteriumTuberkolosis.Kuman ini cepat mati bila
terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa hari
ditempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis Microbacterium lain juga
dapat menyebabkan penyakit pada manusia (Matipik). Hampir semua organ
tubuhmanusia dapat diserang bakteri ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal,
tulang dan paling sering paru-paru.

Epidemiologi
Penyakit tuberkolosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
baik di Indonesia maupun di dunia.Indonesia menduduki peringkat ke 3
dunia dalam hal jumlah pasien TB setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta
kasus baru terjadi setiap tahun di seluruh dunia.Diperkirakan sepertiga
penduduk dunia terinfeksi TB secara laten,.Sekitar 95% pasien TB berada di
negara sedang berkembang, degan angka kematian mencapai 3 juta orang
pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan
140.000 kemtian tiap tahun.Umumnya (sekitar 75-85%) pasien TB berasal
dari kelompok usia produktif. Orang yang tertular kuman TB belum tentu
jatuh sakit terutama bila daya tahan tubuhnya kuat.Beberapa keadaan seperti
HIV/AIDS, Diabetes, gizi krang dan kebiasaan merokok merupakan faktor
resiko bagi seseorang untuk menderita sakit TB.

Cara Penularan
Penyakit TB paru termasuk relative mudah menular dari orang ke
orang melalui dropket nuclei. Bila seseorang batuk, dalam sekali batuk
terdapat 3000 percikan dahak (droples) yang mengandung kuman yang
dapat menulari orang lain di sekitarnya.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


23
Masa Inklubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul adanya gejalah lesi primer atau
reaksi tes tuberkolosis positif memerlukan waktu antara 2-10
minggu.Resiko Menjadi TB paru (breakdown) dan TB ekstrapulmoner
progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan
kedua. Infeksi laten bisa berlangsung seumur hidup. Pada pasien dengan
imun defesiensi seperti HIV, masa inklubasi bisa lebih pendek.

Masa Penularan
Pasien TB paru berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif
dan dahaknya mengandung BTA.Pada umumnya kemampuan untuk
menularkan jauh berkurang apabila pasien telah menjalani pengobatan
adekuat minimal selama 2 minggu. Selanjutnya pasien yang tidak diobati
atau diobati secara tidak adekuat dan pasien dengan persistent dapat menjadi
sumber penularan sampai waktu lama., terjadinya aerosolisasi waktu batuk
atau bersin dan tindakan medis bereisiko tinggi seperi intubasi dan
bronkoskopi

Gejala Klinis
Gejalah klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus
menerus disertai dahak selam 3 minggu atau lebih, batuk berdarah, sesak
napas, nyeri dada, badan lemah, sering demam, nafsu makan menurun dan
penurunan berat badan.

Pengobatan
 Pengobatan spesifk dengan kombinasi obat anti tuberkolosis (OAT),
dengan meode DOTS (Directly Observed Teratment Shortcourse),
pengobatan dengan regimen jangka pendek dibawah pengawasan
langsung Pengawas Minum Obat (PMO)
 Untuk pasien baru TB BTA (+), WHO menganjurkan 4 macam
pemberian obat setiap hari selama 2 bulan terdiri dari rifampisin, INH,

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


24
PZA dan Entabutol diikuti INH dan Rifampisin 3 kali seminggu dalm 4
bulan.
Cara Pencegahan
 Pemnemuan dan pengobatan paisen merupakan salah satu cara
pencegahan dan sumber penularan.
 Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi
memberikan daya perlindungan yang berfariasi tergantung karakteristik
penduduk, kualitas vaksin, dan strain yang dipakai. Penelitian
menunjukkan imunisasi BCG miner pada anak balita.
 Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi juga
merupakan bagian dari usaha pencegahan.
 Di Negara maju dengan prevalensi TB rendah, setiap pasien TB dab
paru BTA positif di tempatkan dalam ruang khusus bertekanan
negative. Setiap orang yang kontak diharuskan memakai pelindung
pernapasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submicron.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


25
BAB III
PRINSIP DASAR PENCEGAHAN INFEKSI

Infeksi nosocomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi berkaitan


dengan pelayanan di fasilitas kesehatanatau Helthcare Assosiated Infektion
(HAIs)dan infeksi yang didapat dari pekerjaan merupakan maslah penting di
seluruh dunia yang terus meningkat (Alvardo, 2000). Sebagai perbandingan
bahwa tingkat infeksi nosocomial yang terjadi dibeberapa Negara Eropa dan
Amerikaadalah rendah yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan kejaian di Negara-
negara Asia, Amerika Latin, dan Sub-Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai
40% (Linch dkk, 1997).
Di Indonesia telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pelaksanaan Pencegahan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit maupun Fasilitas Kesehatan Lain sebagai upaya untuk memutus
siklus penularan penyakit dan melindung pasien, petugas kesehatan, pengunjung
dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun
di pusat pelayanan lainnya. Sedangkan petugas kesehatan termasuk petugas
pendukung seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah
dan lainnya juga terpajan resiko besar terhadap infeksi. Petugas kesehatan harus
memahami, mematuhi, dan menerapkan tindakan tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang terangkum dalam Kewaspadaan Isolasiyaitu :
 Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua kliendan pasien/orang
yang dating ke fasilitas pelayanan kesehatan. (infectious cotrilled
guidelines CDC, Australia)
 Kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi hanya diterapkan pada
pasien yang dirawat inap di rumah sakit (Garner and HICPAC, 1996).
Sampai diagnosis tersebut dikesampingkan.
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi, dirancang untuk memutus
siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung,
dan masyarakat.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


26
I. KEWASPADAAN STANDAR
Oleh karena sebagian besar orang yang terinfeksi virus melalui darah
seperti HIV dan Hepatitis B tidak menunjukkan gejala setelah tertular, maka
kewaspadaan standar dirancang untuk perawatan bagi semua orang, pasien,
petugas atau pengunjung tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau
tidak. Termasuk bagi orang-orang yang terinfeksi dengan penyakit menular
melalui cara lain dan belum menunjukkan gejala.
Kewaspadaan standar disusun olehCDC tahun 1996 dengan
menyatukan Universal Precaution atau Kewaspadaan terhadap dadrah
dan cairan tubuh yang telah dibuat tahun 1985 untuk mengurangi resiko
terinfeksi pathogen yang berbahaya melalui darah dan cairan tubuh lainnya
dan Body Substance Isolation atau Isolasi Duh Tubuh yang dibuat tahun
1987 untuk mengurangi resiko penularan pathogen yang berada dalam
bahan yang berasal dari tubuh pasien terinfeksi. Kewaspadaan standar
diterapkan untuk sekreta pernafasan, darah dan semua cairan tubuh lainnya
serta semua ekskreta (kecuali keringat).Kulit yang tidak utuh dan membrane
mukosa.

Kewaspadaan standar dirancang untuk mengurangi resiko terinfeksi


penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang
diketahui maupun yang tidak diketahui.

Rekomendasi
Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :
 Kategori I A : Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah
didukung penelitian dan studi epidemilogi
 Kategori I B : Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan
telah ditinjau efektif oleh para ahli dilapangan. Dan berdasarkan
kesepakatan HICPAC (Hospital Infection Control Advisory
Committee)sesuai dengan bukti rasional walaupun mungkin belum
dilaksanakan suatu studi scientific

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


27
 Kategori II : Dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah sakit. Anjuran
didukung studi klinis dan epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi
dilaksanakan di beberapa rumah sakit.
 Tidak direkomendasikan :Masalah yang belum ada penyelesaiannya.
Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakaan
mengenai efikasinya.
Komponen Utama Kewaspadaan Standar dan Penerapannya
Komponen Utama Kewaspadaan Standar dan Penerapannya diuraikan
pada Tabel 3-1.Penggunaan pelindung (barrier) fisik, mekanik atau kimia
antara mikroorganisme dengan individu baik untuk pasien rawat jalan, pasien
rawat inap atau petugas kesehatan adalah caraa yang sangat efektif untuk
mencegah penyebaran infeksi.Pelindung berfungsi untuk memutus rantai
penularan penyakit.Sebagai contoh, tindakan berikut bertujuan melindungi
pasien. Petugas kesehatan serta pengunjung daru penularan infeksi dan
merupakan cara penerapan Kewaspadaan Standar.
Tabel 3-1. Penerapan Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan Tangan  Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan
terhindari kontaminasi pathogen dari dan kepermukaan
(KategoriIB)
2. Alat Pelindung Diri  Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairah tubuh, sekresi,
(APD) : Sarung, tangan, eksresi dan bahan terkontaminasi, mucus membrane dan kulit
Masker, Kacamata, yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi
Pelindung, Pelindung (Kategori IB)
Wajah, Gaun  Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan (Kategori IB)
 Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum
menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi atau
sebelum beralih ke pasien lain (Kategori IB)
 Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang
berbeda (Kategori IB)
 Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area bersih (Kategori IB)
 Cuci tangan segera setelaj melepas sarung tangan
 Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus membrane mata,
hidung,mulut selama melaksanakan prosedur dan aktivitas
perawatan pasien yang berisiko terjadi cipratan/semprotan dari
darah, cairan tubuh , sekresi, ekskresi (Kategori IB)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


28
3. Peralatan perawatan  Buat aturan dan prosedur untuk menampung, transportasi,
pasien (Kategori IB) peralatan yang mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh
(Kategori IB)
 Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal
dengan bahan pembersih sesuai dengan sebelum di DTT atau
sterilisasi (Kategori IB)
 Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi denganbenar sehingga kulit dan mukus
memberan terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer
mikroba ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan peralatan yang
telah dipakai untuk pasien infeksius telah dibersihkan dan tidak
dipakai untuk pasien lain. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang
dan dihancurkan melalui cara yang benar dan peralatan pakai
ulang diproses dengan benar (Kategori IB)
 Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai.
Peralatan semikritikal didisinfeksikan atau disterilisasi, peralatan
kritikal harus didisinfeksi kemudian disterilkan (Kategori IB)
 Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan detergen
(Kategori IB)
 Bila tidak tampak kotor, lap permukaan peralatan yang besar
(USG,X-ray) setelah keluar ruangan isolasi
 Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan terapi pernapasan
terutama setelah dipakai pasien infeksi saluran napas, dapat
dipakai Na hipoklorit 0.05%
 Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik atau manual
dengan detergen tiap setelah makan. Benda disposable dibuang
ketempat sampah.
4. Pengendalian Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur
lingkungan rutin untuk pembersihan, disinteksi permukaan lingkungan,
tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya.
Permukaan yang sering tersentuh dan pastikan kegiatan ini
dimonitor (Kategori IB)
RS harus mempunyai disinfektan standar untuk menghalau
pathogen dan menurunkannya secara signifikan di permukaan
terkontaminasi sehingga memutuskan rantai penularan penyakit.
Disinfeksi adalah membunuh secara fisikal dan kimiawi
mikroorganisme tidak termasuk spora
Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan permukaan
tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan organik
(ekskresi, sekresi, kotoran)
Pembersihan ditunjukan untuk mencegah aerosolisasi menurunkan
pencemaran lingkungan. Ikuti aturan pakai pabrik cairan
disinfektan wakru kontak, dan cara pengencerannya.

Disinfektan yang bisa dipakai RS


Na hipoklorit (pemutih), alcohol, komponen fenol, lomponen
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
29
ammonium quarternary, komponen peroksigen.

Pembersihan area sekitar pasien :


Pembersihan permukaan horizontal sekitar pasien harus dilakukan
secara rutin dan tiap pasien pulang.
Untuk mencegah aerosolisasi patodgen infeksi saluran
napas,hindari sapu, dengan cara basah (kain basah).
Ganti cairan pembersih,lap kain, kepala mop setelah dipakai
(terkontaminasi)
Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan tiap kali
setelah pakai.
Mop dilaundry, dikeringkan tiap hari sebelum disimpan dan
dipakai kembali
Untuk mempermudah pembersihan bebaskan area pasien dari
benda-benda/peralatan yang tidak perlu.
Jangan fogging dengan disinfektan, tidak terbukti mengendalikan
infeksi, berbahaya.
Pembersihan dapat dibantu dengan vacuum cleaner (pakai filter,
HEPA) jangan memakai karpet.
5. Pemrosesan peralatan Penanganan, transport dan proses linen yang terkena darah, cairan
pasien dan tubuh, sekresi,ekskresi dengan prosedur yang benar untuk
penatalaksanaan linen mencegah kulit. Mukus membrane terekspos dan terkontaminasi
linen. Sehingga mencegah transfer mikroba ke pasien lain,petugas
& lingkungan (Kategori IB)
Buang terlebih dahulu kotoran (missal : feses) ke toilet dan
letakkan linen dalam kantong linen
Hindari menyotir linen di ruang rawat pasien. Jangan
memanipulasi linen terkontaminasi untuk hindari kontaminasi
terhadap udara,permukaan dan orang.
Cuci dan keringkan linen sesuai SPO. Dengan air panas 700 C,
minimal 25 menit. Bila dipakai suhu < 700 C pilih zat kimia yang
sesuai.
Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi.
Kantong tidak perlu double
Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD
6. Kesehatan Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat
karyawan/perlindungan menangani jarum, skalpel dan alat tajam lain yang dipakai setelah
petugas kesehatan prosedur, saat membersihkan instrument dan saat membuang
jarum (Kategori IB)
Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum
dengan tangan, menekuk jarum, mematahkan, melepas jarum dari
spuit. Buang jarum, spuit, pisau scalpel, dan peralatan tajam habis
pakai ke dalam wadah atau tusukan sebelum dibuang ke
incenerator (Kategori IB)
Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventlasi lain
pengganti metode resusitasi mulut ke mulut (Kategori IB)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


30
Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh selain
akan menyuntik
7. Penempatan Pasien Tempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan
atau yang tidak dapat diharapkan menjaga kebersihan atau control
lingkungan ke dalam ruang rawat yang terpisah.
Bila ruang isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan
petugas PPI (Kategori IB)
Cara penempatan sesuai jenis kewaspadaan terhadap transmisi
infeksi.
8. Hygiene respirasi/etika  Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi
batuk untuk mencegah transmisi pathogen dalam droplet dan fomite
terutama selama musim/ KLB virus respiratorik di masyarakat
(Kategori IB)
 Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasein dengan
individu dengan gejala klinik infeksi respiratorik, dimulai dari unit
emergensi (Kategori IB)
 Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien
rajal atau pengunjung dengan gejala klinis infeksi saluran napas
harus menutup mulut dan hidung dengan tisu kemudian
membuangnya ke dalam tempat sampah infeksius dan mencuci
tangan (Kategori II)
 Sediakan tisu dan wadah untuk limbahnya (Kategori IB)
 Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan pada ruang
tunggu pasien rajal atau alcohol handrub (Kategori IB)
 Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan masker pada pasien
dengan gejala infeksi saluran napas, juga pendampingnya
anjurkan untuk duduk berjarak > 1 m dari yang lain (Kategori IB)
 Lakukan sebagai standar praktek (Kategori IB)

Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien


yang terinfeksi untuk transmisi kepada kontak yang tidak
terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melalui droplet
besar dan atau droplet muklei maka etika batuk harus diterapkan
kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran napas,
pasien, petugas pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus
:
 Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
 Pakai tisu, sapu tangan, masker kain/medis bila tersedia, buang ke
tempat sampah
 Lakukan cuci tangan

Manajemen fasilitas kesehatan/RS harus promosi hygiene


respirasi/etika batuk :
 Promosi kepada semua petugas, pasien,keluarga dengan infeksi
saluran napas dengan demam

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


31
 Edukasi petugas, pasien, keluarga, pengunjung akan pentingnya
kandungan aerosol dan sekresi dari saluran napas dalam mencegah
transimi penyakit saluran napas
 Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alcohol handrub),
wastafel anti septik, tisu towel terutama area tunggu harus
dipromosikan.
9. Praktek menyuntik Pakai jarum yang steril,sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
yang aman mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi
Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum
atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial
multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
10. Praktek untuk Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi suatu obat
lumbal punksi kedalam area spina/epidural melalui prosedur lumbal punksi
missal saat melakukan anestesi spinal dan epidural, myelogram,
untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.

Pertimbangan Praktis
 Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial
menularkan dan rentan terhadap infeksi.
 Cuci tangan prosedur paling penting untuk mencegah pencemaran silang dari
orang ke orang atau dari objek yang tercemar ke orang
 Gunakan sarung tangan pada kedua tangan sebelum menyentuh kulit yang
luka, membrane mukosa, darah, cairan tubuh sekreta, dan eksreta atau
peralatan kotor dan bahan sampah yang tercemar atau sebelum melakukan
prosedur invasif
 Gunakan Alat Pelindung Diri / APD (sarung tangan,masker, pelindung muka,
kecamatan dan apron pelindung) jika ada kemungkinan tertumpah atau
tercekik cairan tubuh (sekreta dan eksreta). Seperti membersihkan peralatan
dan barang-barang tercemar
 Gunakan anti septik berbasis alkohol untuk membersihkan kulit atau
membrane mukosa sebelum pembedahan,membersihkan luka serta
melakukan penggosokan tangan surgical handsrub
 Terapkan cara kerja aman, tidak memasang kembali penutup jarum atau
membengkokkan jarum dan menjahit dengan jarum tumpul

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


32
 Buang sampah infeksius ke tempat yang aman untuk melindungi dan
mencegah penularan atau infeksi kepada masyarakat
 Proses peralatan sarung tangandan barang-baran lain dengan terlebih dahulu
melakukan dekontaminasi pencucian kemudian melakukan sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi sesuai prosedur yang direkomendasikan

II. KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI


Kewaspadaan terhadap penularan/transmisi diperuntukan bagi
pasien yang menunjukkan gejala atau dicurigai terinfeksi atau mengalami
kolonisasi dengan kuman yang sangat mudah menular atau sangat patogen
dimana perlu upaya pencegahan tambahan selain kewaspadaan standar
untuk memutus rantai penyebaran infeksi.Kewaspadaan Berdasarkan
Transmisi perlu dilakukan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar
Tiga jenis Kewaspadaan Berdasarkan Penularan / Transmisi adalah
sebagai berikut :
 Kewaspadaan Transmisi Kontak
Merupakan transmisi yang terpenting dan tersering
menimbulkan HAIS.Kewaspadaan ini dirancang untuk mengurangi
resiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditrasmisikan
melalui kontak langsung atau tidak langsung.Transmisi kontak
langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan
berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien.Transmisi
kontak langsung juga dapat terjadi antar dua pasien. Transmisi kontak
tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak antara seseorang
yangrentan dengan objek tercemar mikroba infeksius yang berada
dilingkungan, instrument yang terkontaminasi, jarum,kasa, tangan
terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti
saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan
anak.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


33
Pada pedoman isolasi tahun 2007, dianjurkan juga kenakan
masker saat dalam radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba
virulen. Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkoloniasasi
(ada mikroba pada atau dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang
secara epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara
kontak langsung atau tidak langsung (Kategori IB)
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh
mata,hidung,mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi
ataupun tanpa sarung tangan. Hindari mengkontaminasi permukaan
lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien missal :
pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
 Kewaspadaan Transmisi Melalui Percikan (Droplet)
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap
pasien dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang
dapat ditransmisikan melalui ddroplet (>5 ). Droplet yang besar terlalu
berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari
sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau
membrane mukosa hidung/mulut, orang rentan dengan droplet partikel
besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier
dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction.bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan
resipien < 1 m. karena droplet tidak bertahan di udara maka tidak
dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi.Missal :
Adenovirus
Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai
membrane mukosa atau terinhalasi.Transmisi droplet ke kontak, yaitu
droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan ditrasmisikan ke sisi
lain misalnya membrane mukosa. Transmisi jenis ini lebih sering
terjadi daripada transmisi droplet langsung.Misal :commoncold,
respiratory syncytial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


34
batuk, bersin, bicara, intubasi endoktrakeal, batuk akibat induksi
fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
 Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara (airborne)
Kewaspadaan penularan melalui udara dirancang untuk
mengurangi resiko penularan melalui penyebaran droplet nuclei (sisa
partikel kecil < 5 m evaporasi dari droplet yang bertahan lama di
udara) ke udara, baik secara langsung atau melalui partikel debu yang
mengandung mikroorganisme infejsius. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara > 2 m dari sumber, dapat terinhalasi oleh
individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber
mikroba, tergantung pada factor lingkungan, misal penanganan udara
dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi melalui udara,
droplet nuklei atau sisik kulit luka terkontaminasi (saureus). Partikel
ini dapat tersebar dengan cara batuk, bersin, berbicara dan tindakan
seperti bronkoskopi atau lender.

Kewaspadaan Berbasis Transmisi harus dilaksanakan


sebagai tambahan Kewaspadaan Standar, bila penyakit
menular selain melalui darah

 Gabungan Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Penularan melalui droplet dan kontak merupakan cara
penyebaran flu musiman tersering, termasuk H5N1. Menggabungkan
ketiga Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi disamping penerapan
Kewaspadaan Standar akan menghasilkan tingkat kewaspadaan yang
mewadai untuk semua penyakit menular (Emerging infectious
diseases). Tindakan pencegahan perlu diterapkan pada pasien
infeksius, sebagai berikut :
 Tindakan kewaspadaan perlu dilakukan saat masuk fasilitas
kesehatan sampai dengan batas masa penularan, contoh :
- Untuk kasus flu burung orang dewasa (> 12 tahun ) sampai 7
hari bebas demam

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


35
- Anak-anak (usia < 12 tahun) sampai 21 hari sejak onset
penyakit
 Apabila ini tidak mungkin dilakukan misalnya karena
kekurangan sumber daya setempat, keluarga harus diberi
pendidikan mengenai cara menjaga kebersihan pribadi dan cara
pencegahan infeksi. Sebagai contoh, selalu cuci tangan dan
gunakan masker kertas atau masker bedah pada anak yang
sedang batuk.

Tabel 3-2

Komponen utama Kewaspadaan Berdasarkan Penularan/Transmisi dan


Penerapannya
Kontak Droplet Udara/Airborne
Penempatan Tempatkan diruang rawat Tempatkan diruang rawat Tempatkan pasien diruang
pasien terpisah, bila tidak mungkin terpisah, bila tidakmungkin terpisah yang mempunyai :
kohorting bila keduanya tidak kohorting bila keduanya tidak 1. Tekanan negatif
mungkin maka pertimbangan mungkin, buat pemisah dengan 2. Pertukaran udara 6-
epidemiologi mikrobanya dan jarak. > 1 meter antar TT dan 12x/ jam
populasi pasien, bicarakan jarak dengan pengunjung. 3. Pengeluaran udara
dengan petugas PPI (Kategori terfiltrasi sebelum
IB) tempatkan dengan jarak >1 udara mengalir ke
meter 3 kaki antar TT. ruang atau tempat lain
di RS
Jaga agar tidak ada Pertahankan pintu terbuka, Usahakan pintu ruang
kontaminasi silang ke tidak perlu penanganan khusus pasien tertutup. Bila runag
lingkungan dan pasien lain thd udara dan ventilasi terpisah tidak
(Kategori IB) (Kategori IB) memungkinkan tempatkan
pasien dengan pasien yang
mengidap mikroba yang
sama, jangan dicampur
dengan infeksi lain
(kohoting) dengan jarak >
1m
Transport Batasi gerak, transport pasien Batasi gerak dan trasportasi Batasi gerakkan dan
pasien hanya kalau perlu saja. Bila untuk batasi droplet dari pasien transport pasien hanya
diperlukan pasien keluar dengan mengenakan masker kalau diperlukan saja. Bila
ruangan perlu kewaspadaan pada pasien (kategori IB) an perlu untuk pemeriksaan
agar resiko minimal transmisi menerapkan hygiene respirasi pasien dapat diberi masker
ke pasien lain atau lingkungan dan etika batuk bedah untuk mencegah
(Kategori IB) menyebarnya droplet
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
36
nuclei (Kategori IB)
APD Petugas Sarung tangan dan cuci tangan Masker Perlindungan saluran nafas

Memakai sarung tangan bersih Pakilah bila bekerja dalam Kenakan masker respirator
non steril, lateks saat masuk radius I m terhadap pasien (N95/Kategori N pada
kerung pasien, ganti sarung (Kategori IB) saat kontak erat. efisiensi 90 %) saat masuk
tangan setelah kontak dengan ruang pasien atau suspek
bahan infeksius (feses, cairan Masker syogyanya melindungi TB paru.
drain), lepaskan sarung tangan hidung dan mulut, dipakai saat
setelah kontak sebelum keluar memasuki rung rawat pasien Orang yang rentan
dari kamar pasien dan cuci dengan infeksi saluran nafas seharusnya tidak boleh
tangan dengan anti septik masuk ruang pasien yang
(Kategori IB) diketahui atau suspek
campak, cacar air kecuali
Gaun petugas yang telah imun.

Pakai gaun bersih tidak steril Bila terpaksa harus masuk


saat masuk ruang pasien untuk maka harus mengenakan
melindungi baju dari kontak masker respirator untuk
dengan pasien, permukaan pencegahan orng yang
lingkungan, barang di ruang telah pernah sakit campak
pasien, cairan, diare pasien, atau cacar air tidak perlu
ileostomy, colostomy, luka memakai masker (Kategori
terbuka. IB).
Lepaskan gaun sebelum keluar
ruangan Masker bedah / prosedur
Jaga agar tidak ada
kontaminasi silng ke Sarung tangan
lingkungan dan pasien lain
(Kategori IB) Gaun

Apron Google

Bila gaun permeable, untuk Bila melakukan tindakan


mengurangi penetrasi cairan, dengan kemungkinan
tidak dipakai sendiri. timbul aerosol.

Peralatan Bila memungkinkan peralatan Tidak perlu penanganan udara Transmisi pada TB
untuk nonkritikal dipakai untuk 1 khusus karena mikroba tidak Sesuai pedoman TB CDC
perawatan pasien atau pasien dengan bergerak jarak jauh. “Guideline for preventing
pasien infeksi mikroba yang sama. of tuberculosis in
Bersihkan dan disinfeksi healthcare facilities”
sebelum dipakai untuk pasien
lain (Kategori IB)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


37
MDRO, MRSA, VRSA, VISA, MTB (obligt airborne),
VRE, MDRSP (Strep B. pertussis, SARS, RSV, campak, cacar air
pneumonia) Influenza, Adenovirus, (kombinasi transmisi),
Rhinovirus, N. meningitides, Norovirus (partikel feses,
Virus herpes simplex, SARS, Streptococ group A, vomitus), Rotavirus
RSV (indirek mel mainan). Mycoplsma pneumoniae melalui partikel kecil
S.aureus , MDRO, VRE, aerosol.
C.difficile, P. aeruginosa,
Influenza, Norovirus (juga
makanan dan air)

Pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkn aerosol pada pasien


yang suspek atau probable menderit penyakit menular melalui udara /
airbone.

Tindakan yang dapat menimbulkan batuk akan meningkatka pengeluaran


droplet nuclei ke udara. Tindakan yang menghasilkan aerosol antara lain tindakan
pengobatan yang dierosolisasi (misalnya salbutamol), induksi sputum diagnostik,
bronkoskopi, pengisapan jalan napas, dan intubasi endotrakeal.
 Petugas kesehatan harus memastikan bahwa pasien sudah diobservasi
terhadap kemungkinan penyakit menular melalui udara / airborne sebelum
memulai prosedur yang menimbulkan aerosol.
 Tindakan yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan penyakit menular
melalui udara / airbone, dilakukan hanya bila ada indikasi medis yang
penting.
 Tindakan harus dilakukan dengan menerapkan kewaspadaan berdasarkan
penularan melalui udara.

Petugas kesehatan harus menerapkan Kewaspadaan Standar (cuci tangan), kewaspadaan


Berdasarkan Penularan melalui udara (alat pelindung pernapasan dengan efisiensi
penyaringan sama atau lebih dari 95 %) dan Kewaspadaan Berdasarkan Penulran melalui
kontak (sarung tangan, gaun dan pelindung mata) ketika melakukn tindakan yang
menghasilkn aerosol dilakukan pada pasien dengan penyakit menular melalui udara/airbone

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


38
III. PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI

Pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang


isolasi (bila memungkinkan) untuk mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien.Harus dijaga
seminimal mungkin sesuai dengan tingkat perawatan petugas perlu
diawasi secara ketat dan hendaknya berpengalaman di dalam pencegahan
dan pengedalian infeksi.
Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan
sesual petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dari
pasien ke petugas pelayanan kesehatan atau orang lain. Perawatan pasien
di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak mencukupi, pasien
tidak memiliki kebiasaan menjaga kebersihan, sengja mencemari
lingkungan atau tidak dapat diharapkn bekerja sama dalam menerapkan
tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat
ditemukan misalnya pada anak-anak pasien dengan keadan mental yang
berubah-ubah atau orang lanjut usia.

FASILITAS KAMAR ISOLASI

a. Akomodasi
 Letakkn wadah khusus anti bocor untuk benda tajam di dalam ruangan
 Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi.
 Sediakan peralatan tersendiri untuk masing-masing pasien, seperti
stetoskop, thermometer dan tensimeter
 Bila karena keterbatasan ketersediaan, perlalatan digunakan untuk
pasien lain maka semua peralatan hendaknya dibersihkan dan
didisinfeksi sebelum digunakan.
 Tempat tidur tunggal dengan fasilitas cuci tangan
 Fasilitas toilet
 Cek kebersihan ruangan sebelum pasien dimasukkan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


39
 Minimalisasi furnitur dan peralatan yang tidak diperlukan, terutama
bila potensial sebagai sarana reservoir mikroorganisme seperti hiasan,
karpet, taplak, dan lain-lain
b. Kelengkapan pra ruang isolasi
 Sabun cuci tangan
 Handrub berbasis alkohol
 Apron plastik
 Sarung tangan sekali pakai
 Masker/baju khusus/goggles (kacamata) bila diperlukan
 Tempat sampah medis dengan plastic kuning
 Keranjang tertutup untuk tempat barang re-use
c. Kelengkapan ruang isolasi
 Sabun cuci tangan
 Wastafel
 Handrub berbasis alkohol
 Kantong sampah plastik kuning (medis) dan hitam (non medis)
d. Tata laksana
 Pasang tanda peringatan di pintu
 Pintu harus dalam keadaan selalu tertutup
 Semua petugas kesehatan yang masuk area isolasi harus mengisi
lembar catatan tersebut agar bila dibutuhkan tindak lanjut, tersedia
data yang dibutuhkan
 Pastikan setiap orang yang memasuki ruang memakai APD yang
lengkap sesuai dengan kewaspadaan berbasisi transmisi
 Cuci tangan dengan handrub berbasis alkohol sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
 Cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan isolasi
 Bila melakukan prosedur invasif, lakukan anti septik hand scrub

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


40
e. Prosedur management limbah, linen, dan kebersihan ruangan
 Pindahkan semua pengobatan yang tidak penting, terutama yang
potensial sebagai tempat kolonisasi mikroorganisme seperti hiasan,
karpet, taplak, dan lain-lain.
 Linen yang dikumpulkan dalam plastik kuning, ditandai infeksi
kemudian dikirm ke unit laundry dan ditangani sebagai linen yang
kotor dan terkontaminasi
 Letakkan tempat sampah dengan injakan kaki
 Perlakukan semua sampah sebagai sampah infeksius diletakkann
dalam kantong kuning
 Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi
seluruh permukaan
 Sediakan peralatan kebersihan (mop/pel basah/disinfektan) yang
dibutuhkan di dalam ruangan pasien
 Alat kebersihan harus dibersihkan setelah selesai penggunaan. Kirim
semua peralatan kebersihan tersebut ke laundry untuk dicuci dengan
air panas
 Bersihkan peralatan makan dengan air sabun panas.
TATA CARA
MEMASUKI RUANGAN
Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan, cuci tangan dengan air mengalir
atau gunakan handrub berbasis alkohol, pakai APD, masuk ruangan dan tutup
pintu
MENINGGALKAN RUANGAN
Dipintu keluar, lepaskan APD dengan urutan yang benar.Setelah keluar
ruangan, gunakan kembali handrub berbasis alcohol atau cuci tangan dengan air
mengalir.
Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di kamar ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan mengenakan pakaian dari rumah.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


41
PERATURAN UNTUK KEWASPADAAN ISOLASI
Harus dihindarkan transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat
perawatan pasien rawat inap perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan
sekresi dari seluruh pasien unytuk meminimalisir resiko transmisi
infeksi
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak di antara pasien
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk
menghindari menyentuh bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien
6. Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam
lubang pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan
urinal dan container pasien yang lain
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah
dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar antar pasien
Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap
bersih. Bersih diartikan :
1. Bebas dari kotoran
2. Telah dicuci setelah terakhir dipakai
3. Penjagaan kebersihan tangan personal
4. Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


42
MANAJEMEN KASUSU DENGAN PENYAKIT
MENULAR MELALUI UDARA

PASIEN dengan gejala penyakit TINDAKAN PENCEGAHAN


pernapasan akut dan riwayat dan pengendalian infeksi

Pasien dilakukan triage 1. Pakaikan masker bedah pada


pasein. Jika masker tidak siap
tersedia minta pasien untuk
menutup mulut dan hidung
dengan tissue ketika bersin
atau batuk
2. Tempatkan pasien terpisah
dari pasien lain (isolasi)

Tempatkan diruang tersendiri-


dengan tekanan negatif petugas
Pasien dilakukan pemeriksaan untuk harus memakai APD lengkap
ketika masuk ruangan
penyakit menular

Pasien dikonfirmasikan sebagai Kaji kembali


Diagnosis
penderita penyakit infeksi tindakan
lain
pencegahan

Terapkan tindakan pencegahan & pengendalian infeksi


lengkap selama periode waktu yang dibutuhkan sesuai

Gambar 3-1. Manajemen kasus


Pencegahan Infeksi Awal dan Kontrol Tindakan Pencegahan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Diadaptasi dari : WHO.2004.Influenza A (H5N1) : WHO Intern Infection Control
Guidelines for Health Care Farileties (Updated 10 March)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


43
Tabel 3.3. Kasus Yang Membutuhkan Kewaspadaan Isolasi

Infeksi Rute Evidence Resistensi Faktor Variabel Waktu Isolasi Kategori


Transmisi Penyebaran Antibiotika Resiko
di Rumah
Sakit
Varicella Airborne Sering Sedikit  Ante- Sampai Tinggi
natal/post- vestikel
natal/ankologi menjadi Tinggi
 Pasien onkologi krusta
atau
immunocompro
n ised

Clastridium Fecal-oral Sedang Sedikit Fecal Diare berhenti Sedang
dificille incontinence selam 48 jam
Diare (infeksi) Facel-oral Sering Sedikit Fecal Diare berhenti Sedang
incontinence selam 48 jam
Hepatitis B Bloodborne Jarang Hindari paparan Tidak Rendah
dengan darah dan diperlukan
cairan tubuh kecuali
dengan
perdarahan
yang tidak
terkontrol
HIV/AIDS Bloodborne Tergantung Rujukan Rendah/tinggi
organisme/infeksi mikrobiologist
yang spesifik
Campak Airbone Sering Sedikit  Ante- 14 hari Tinggi
natal/post-
natal/ankologi
 Pasien Tinggi
onkologi atau
immunocompr
on ised
Meningitis Droplet Jarang Sedikit  Batuk : tenaga 24 jam setelah Sedang
kesehatan pemberian
hartus terapi
memakai antibiotika
masker pada yang efektif
jarak 3 kaki
dari pasien
sampai dengan
24 jam setelah
pemberian

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


44
terapi
antibiotika
yang efektif
 Tanpa batuk Rendah
MRSA Kontak Sering Serius  Penyakit kulit Tidak dapat Tinggi
deskuamasi ditentukan
(eczema
psoriasis) atau
koloniasasi Sedang
sputum
 Koloniasai>1 Tidak
tempat ditentukan Rendah
 Karier nasal lagi pada
screening
 Tuberculosis Airbone Sering Sedikit 2 minggu Tinggi
(BTA
Positif)
 Tuberculosis Airbone Sering Serius Merujuk pada Sampai BTA Tinggi
MDRTB kebijakan negatif
(atau high tuberkulosis
probability)
Respiratory Droplet Sering Situasi non Sampai gejala Sedang
syncytial virus dan kontak epidemik hilang

Situasi
epidemik
Avian influenza Airborne, Sering Serius  Dewasa : Tinggi
droplet, 7 hari
dan kontak bebas
panas
 Anak <12
tahun : 21
hari bebas
panas

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


45
Tabel 3.4 Jenis Kewaspadaan Dikaitkan Dengan Rute Transmisi
Kewaspadaan Kondisi Patogen
Standar Semua pasien

Penyakit HIV. Hepatitis B dan C

Kontak Diare E. coli


Colostridium dificille
Rotavirus
Norovirus

Infeksi kulit dan jaringan Scabies


lunak Streptococcus grup A
(dewasa)
Staphylococcus aureus

Organisme resisten MRSA


antibiotika Virus Herpes simplex

Infeksi saluran nafas Influenza


Pseudomonas aeruginosa
SARS
Respiratory sayncytial
virus
(indirek melalui mainan)

Droplet Meningitis Neisseria meningitides


Haemophillus influenza

Infeksi saluran Influenza virus


pernapasan adenovirus
Difteri
Mycoplasma
Pertussis
Respiratory syncytial
virus

Infeksi dengan rash Rebella


Streptococcus grup A
(anak)

Lainnya Mumps

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


46
Airborne Infeksi saluran Mycobacterium
pernapasan tuberculosa
Avian influenza

Infeksi dengan rash Varicella-zooster


Measles

Diare Rotavirus (partikel kecil


aerosol)
Norovirus (partikel
faeces, vomitus)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


47
Tabel 3.5 Periode Inkubasi Pada Penyakit Infeksi
Penyakit Periode Inkubasi Durasi Infeksius
varicella 13-21 hari 1-5 hari sebelum muncul rash
hingga vesiket mengalami krustasi
Measles 7-18 hari Dari awal gejala prodromal
hingga 4 hari setelah muncul rash
Mumps 12-25 hari 1 minggu sebelum dan hingga 9
hari setelah muncul
pembengkakan
Rubella 14-23 hari 7 hari sebelum hingga 4 hari
setelah muncul rash
RSV 3-7 hari 3 hari sebelum muncul gejala
hingga asimptomatis
Influenza 1-5 hari 1 hari sebelum hingga 4 hari
setelah muncul gejala klinis
Avian influenza 1-4 hari Dewasa : 7 hari bebas panas
Anak-anak (<12 tahun ) : 21 hari
bebas panas
Pertussis 7-10 hari 21 hari seteah muncul paroxismal
Rotavirus 1-3 hari Dari muncul gejala hingga 5 hari
setelah resolusi
Herpes simplex 2-11 hari Infeksi primer : 3-4 minggu
virus Infeksi sekunder : 3-5 hari
Hepatitis A 15-50 hari 7 hari setelah muncul jaundice
Penyakit 2-10 hari 24 jam setelah pemberian terapi
meningococcal adekuat
Diteri 2-5 hari Mendapat terapi : 3 hari
Tidak mendapat terapi : 28 hari

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


48
BAB IV
KEBERSIHAN TANGAN

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat


dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokmial dan penyebaran
mikroorganisme multiresisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui
sebagai contributor yang penting terhadao timbulnya wabah.

(Boyce dan Pitler 2002)

Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek


membersihkan tangan dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan
melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta
menghambat atau membunuh mikroorganisme yang diperoleh dari kontak dengan
pasien dan lingkungan tetapi juga sejumlah mikroorganisme permanen
(staphylococcus epidermidis) yang tinggal di lapisan terdalam kulit.Selain
memahami panduan dan rekomendasi untuk kebersihan tangan, para petugas
kesehatan perlu memahami indikasi, keuntungan dan terutama keterbatasan
pemakaian sarung tangan.

DEFINISI

 Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lain
untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik yang
sementara atau yang merupakan penghuni tetap), sehingga mengurangi
jumlah hitung bakteri total.

Contohnya adalah :

- Alkohol 60-90 % (etil dan isopropil atau metil alkohol)


- Klorheksidin glukonat 2-4 % (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane)
- Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi
(Salvon)
- Yodium 3 . yodium dan produk alkohol berisi yodium atau licture
(yodium linktur)
- Lodofor 7,5-10 %, berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


49
- Kloroksilenol 0,54 % (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai
konsentrasi (Dettol)
- Triklosan 0,2-2 %
 Air Bersih
Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga
aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya (misalnya mencuci
tangan dan membersihkan instrument medis) karena memenuhi standar
kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus
bebas dari mikroorganisme dam memiliki turbiditas rendah (jernih, tidak
berkabut)
 Emollient
Cairan organik, seperti gliserol, propilen glikol, atau sorbitol yang ketika
ditambahkan pada handrub dan losion tangan akan melunakan kulit dan
membantu mencegah kerusakan kulit (keretakan,kekeringanm iritasi, dan
dermatitis) akibat pencucian tangan dengan sabun yang sering (dengan
atau tanpa anti septik) dan air
 Mencuci Tangan
Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit
tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air
 Infeksi nosocomial atau infeksi yang didapat dari fasilitas pelayanan
kesehatan
Infeksi yang tidak ada atau tidak sedang dalam inkubasi ketika pasien
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.
 Sabun dan deterjen
Produk-produk pembersih (batang, cair, lembar, bubuk) yang
menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan
kotoran, debris, dan mikroorganisme yang menempel sementara pada
tangan. Sabun biasa memerlukangosokan untuk melepas
mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptic
(antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat
pertumbuhan dari hamper sebagian besar mikroorganisme

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


50
 Flora transien dan flora residen
Istilah ini menggambarkan dimana bakteri dan mikroorganisme
berada dalam lapisan kulit.Flora transien diperoleh melalui kontak
dengan pasien, petugas kesehatan lain atau permukaan yang
terkontaminasi (misalnya meja periksa, lantai atau toilet) selama bekerja.
Organisme ini tinggal di lapisan luar kulit dan terangkas sebagian
dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air. Flora
residentinggal dilapisan kulit yang lebih dalam serta di dalam folikel
rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan
pencucian dan pembilasan kertas dengan sabun dan air
bersih.Untungnya, pada sebagian besar kasus, flora residen kemungkinan
kecil terkait dengan penyakit infeksi yang menular melalui udara, seperti
flu burung.Tangan atau kuku dari sejumlah petugas kesehatan dapat
terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan
infeksi seperti S.aureus, batang Gram negatif atau ragi.
 Handrub anti septik berbasis alkohol tanpa air
Anti septik handrub yang bereaksi cepat menghilangkan sementara
atau mengurangi mikroorganisme penghuni tetap tanpa melindungi kulit
tanpa menggunakan air. Sebagian besar anti septik ini mengandung
alkohol 60-90 % suatu emollient dan seringkali anti septik tambahan
(misalnya khlorheksidin glukonat 2-4 %) yang memiliki aksi residual
(Larson er al.2001)

CUCI TANGAN

Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya yang paling


penting dan efektif untuk mencegah penularan infeksi.Idealnya, air mengalir dan
sabun yang digosok-gosokkan harus digunakan selama 40 sampai 60
detik.Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.

Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan terlihat kotor. Untuk
kebersihan tangan rutin ketika tidak terlihat kotoran atau debris, alternatif seperti

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


51
handrub berbasis alkohol 70 % yang tidak mahal, mudah didapat, mudah
dijangkau dan sudah semakin diterima terutama ditempat dimana akses wastafel
dan air bersih berbatas

Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara
mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Mencuci tangan
dengan sabun biasa dan air bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan
sabun antimikroba (Pereira Lee dan Wade 1997). Sebagai tambahan, sabun biasa
mengurangi terjadinya iritasi kulit (Pereira Lee dan Wade 1990)

Saat Mencuci Tangan :

1. Sebelum kontak dengan pasien


2. Sebelum melakukan tindakan / prosedur terhadap pasien
3. Setelah tindakan / prosedur atau beresiko terpapar cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

Tangan harus dicuci dengan sabun dan air bersih (atau handrub anti septik)
setelah melepas sarung tangan karena pada saat tersebut mungkin sarung tangan
ada lubang kecil atau robek, sehingga bakteri dapat dengan cepat berkembang
biak pada tangan akibat lingkungan yang lembab dan hangat di dalam sarung
tangan

CDC 1989, Korniewicz et al 1990)

Teknik Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir harus


dilakukan seperti dibawah ini :

1. Buka kran dan basahi tangan dengan air


2. Tuangkan sabun cair secukupnya
3. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya
5. Gosok keuda telapak tangan dan sela-sela jari
6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling
digosokkan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


52
7. Gosok ibu jari kiri berputar kea rah bawah dalam genggaman tangan
kanan dan sebaliknya
8. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dansebaliknya
9. Bilas tangan dengan air bersih
10. Keringkan tangan dengan menggunakan handuk kertas
11. Gunakan handuk kertas tersebut untuk memutar kran sewaktu
mematikan air

Setiap gerakan dilakuan sebanyak 4 kali lamannya seluruh prosedur sebaiknya


selama 40-60 detik. Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada
keadaan lembab dan air yang tidak mengalir maka :

 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian


ulang
 Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada
isinya penambahan ini dapat menyebabkan kontadminasi bakteri pada
sabun yang dimasukan
 Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai
tambahan antiseptik (seperti Dettol atau savlon), mikroorganisme
dapat bertahan dan berkembang biak dalam larutan ini (Rutala 996)
 Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan kran atau
gunakan ember dan gayung, tamping air yang digunakan dalam
sebuah ember dan buanglah ke toilet

Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk yang bersih sekali
pakai atau keringkan dengan udara.Handuk yang digunakan bersama dapat
dengan cepat terkontaminasi dan tidak diperbolehkan. Untuk mendorong agar
mencuci tangan diterapkan dengan baik, kepala instalasi harus melakukan segala
cara untuk menyediakan sabun dan pasokan bersih terus menerus baik dari keran
atau ember danhanduk sekali pakai atau handuk kertas

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


53
Cara mencuci tangan dengan sabun dan air

ANDRUB ANTISEPTIK (HANDRUB BERBASIS ALKOHOL)

Penggunaan handrub anti septik untuk tangan yang berish lebih efektif
membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan sabun
anti septik atau dengansabun biasa dan air. Anti septik ini cepat dan mudah
digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih
besar (Girou et al.2002) handrub anti septik juga berisi emolien seperti gliserin.
Gliso propelin atau sorbitol yang melindungi dan melembutkan kulit.

Teknik Mencuci Tangan dengan Handrub Antiseptik harus dilakukan seperti


di bawah ini :

1. Tuangkan segenggam penuh bahan anti septik berbasis alkohol ke dalam


tangan
2. Gosok kedua telapak tangan hingga merata

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


54
3. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
4. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
5. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling
digosokkan
6. Gosok ibu jari kiri berputar ke arah bawah dalam genggaman tangan kanan
dan sebaliknya
7. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan
kiri dan sebaliknya
8. Biarkan tangan mongering

Setiap gerakan dilakukan sebanyak 4 (empat) kali.Lamanya seluruh prosedur


sebaiknya selama 20-30 detik.

Handrub anti septik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga
jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus
mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu.Selain itu, untuk
mengurangi penumpukan emolien pada tangan setelah pemakaian handrub anti
septik berulang tetap diperlukan mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali
5-10 kali aplikasi handrub.Terakhir, handrub yang hanya berisi alkohol sebagai
bahan aktifnya, memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan dengan
handrub yang berisi campuran alkohol dan anti septik seperti khlorheksidin.

Larutan Alkohol untuk Membersihkan Tangan


Handrub anti septik yang tidak mengiritasi dapat dibuat dengan menambahkan
gliserin, glikol propilen atau sorbitol ke dalam alkohol (2 ml daam 100 ml etil atau
isopropil alkohol 60-90 %)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


55
Gambar 4-2

Cara Mencuci Tangan dengan Antiseptik Berbasis Alkohol

UPAYA MENINGKATKAN KEBERSIHAN TANGAN

Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakanterpenting untuk


mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari
150 tahun.Penelitian semmelwesisi (1861) dan banyak penelitian lainnya
memperlihatkan bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien
mungkin terjadi melalui tangan petugas kesehatan.Menjaga kebersihan tangan
dengan aik dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi
infeksi nosocomial (Boyce 1999) Larson (1995).
Masalah yang selalu timbul adalah bagaimana membuat petugas kesehatan
patuh pada praktek mencuci tangan yang telah direkomendasikan. Meskipun sulit
untuk merubah kebiasaan mengenai hal ini, ada beberapa cara yang dapat
meningkatkan keberhasilan, seperti :
 Menyebarluaskan panduan terbaru mengenai praktek menjaga kebersihan
tangan dimana tercantum bukti mengenai efektifitasnya dalam mencegah
penyakit dan perlunya petugas kesehatan untuk mengikuti panduan tersebut

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


56
 Melibatkan pimpinan /pengelola rumah sakit dalam diseminasi dan
penerapan pedoman kebersihan tangan
 Menggunakan teknik pendidikan yang efektif, termasuk role model
(khususnya supervisor), mentoring, monitoring, dan umpan balik positif
 Menggunakan pendekatan kinerja yang ditargetkan ke semua petugas
keshatan, bukan hanya dokter dan perawat untuk meningkatkan kepatuhan
 Mempertimbangkan kenyamanan petugas dan pilihan yang efektif untuk
menjaga kebersihan tangan sehingga membuat petugas lebih mudah
mematuhinya.
Selain itu, salah satu cara mudah untuk meningkatkan kepatuhan adalah
dengan menyediaka botol kecil handrub anti septik untuk setiap petugas.
Pengembangan produk di mulai dari observasi bahwa teknik pencucian tangan
yang tidak layak sertarendahnya kepatuhan akan menjadikan tidak efektifnya
rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan.pemakaianhandrub anti septik
yang murah dengan pembuatannya yang mudah dapat menimalisasi banyak factor
yang menghambat penerapan panduan yang telah direkomendasikan. Sebagai
tambahan, handrub lebih efektif dibanding mencuci tangan dengan sabun biasa
atau sabun anti septik karena dapat disediakan diberbagai tempat sesuai jumlah
yang dibutuhkan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang
menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan
demikian, handrub anti septik dapat menggantikan proses cuci tangan dengan
sabun dan air sebagai prosedur utama untuk meningkatkan kepatuhan (Larson et
al 200; Pittet et al. 2000). Penyediaan handrub bagi meningkatkan praktik
kebersihan tangan untuk jangka panjang.Tidak cukup dengan hanya menyediakan
dispenser handrub anti septik (Muto dkk 2000).
Cara kedua adalah menganjurkan para pertugas menggunakan produk
perawatan tangan (losion pelembab dan cream) untuk membantu mencegah iritasi
kulit dan dermatitis kontak yang berhubungan dengan seringnya mencuci tangan,
terutama dengan sabun dan diterjen yang mengandung agen anti septik. Tidak
hanya petugas menjadi puas akan hasilnya namun yang terpenting pada penelitian

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


57
oleh McCormick et al (2000) kondisi kulit yang lebih baik karena penggunaan
losion tangan menghasilkan 50 % peningkatan frekuensi pencucian tangan
Meskipun meningkatkan kemampuan kepatuhan untuk menjaga kebersihan
tangan dengan panduan sulit, sejumlah program dan institusi mulai mencapai
keberhasilan.Kunci keberhasilan berasal dari berbagai intrvensi yang melibatkan
perubahan perilaku, pendidikan kreatif, monitoring dan evaluasi dan lebih penting
adalah keterlibatan supervisor sebagai role model serta dukungan pimpinan.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENJAGA


KEBERSIHAN TANGAN
Jari Tangan
Penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah kuku (ruang subungual)
mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon
1988).Beberapa penelitian baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang
dapat berperan sebagai resevoar untuk bakteri Gram negatif (P. aeruginosa).Jarum
dan patogen lain (Hedderwick et al 2000).Kuku panjang baik yang alami maupun
buatan, lebih mudah melubangi sarung tangan (Olsen et al 1993).Oleh karena itu,
kuku harus dijaga tetap pendek tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.
Kuku Buatan
Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku,pemanjang akrilik) yang
dipakai oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosocomial
(Hedderwick et al 2000) selain itu, telah terbukti bahwa kuku buatan dapat
berperan sebagai reservoir untuk bakteri Gram negatif pemakaiannya oleh petugas
kesehatan harus dilarang
Cat Kuku
Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan
Perhiasan
Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


58
BAB V
ALAT PELINDUNG DIRI

Pelindung (barrier) yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan.Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberculosis di banyak negara,
pemakaian APD menjadi juga sangat penting untuk melindungi petugas.Dengan
munculnya infeksi baru seperti flu burung. SARSdan penyakit infeksi lainnya
nanti (Emerging infectious disease) pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi
semakin penting
Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar.Misalnya, gaun
dan duk telah terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan
kering.Sedangkan dalam keadaan basah, kain bereaksi sebagai spons yang
menarik bakteri dari kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga dapat
mengkontaminasi luka operasi.
Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas
kesehaan harus mengetahui tidak hanyakegunaan dan keterbatasan dari APD
tertentu, tetapi juga peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi
sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN ALAT PELINDUNG DIRI ?
Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, alat pelindung mata
(pelindung wajah dan kacamata) topi, gaun, apron dan pelindung lainnya. Di
banyak negara,topi, masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain dan
kertas,namun pelindung paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah
diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan
tubuh) bahan yang tahan cairan ini tidak banyak tersedia karena harganya mahal.
Di banyak negara, kain katun ringan (dengan jumlah benang 140/inci persegi)
adalah bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian bedah (masker, topi,
dan gaun) serta duk. Sayangnya katun yang ringan tersebut tidak merupakan
penghalang yang efektif, karena cairan dapat tembus dengan mudah sehingga

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


59
memungkinkan terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas dan bahan berat lainnya,
di sisi lain terlalu tebal untuk tembus oleh uap air pada waktu pengukusan
sehingga tidak dapat disterilkan, sulit dicuci dan memerlukan waktu terlalu lama
untuk kering. Sebaiknya bahan kain yang digunakan berwarna putih atau terang
agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat dengan mudah. Topi atau masker
yang terbuat dari kertas tidak boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk
membersihkannya dengan baik.
Jika tidak dapat dicuci jangan digunakan lagi !
PEDOMAN UMUM ALAT PELINDUNG DIRI
1. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakanAPD
2. Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah anda mengetahui APD
tersebut tidak berfungsi optimal
3. Lepaskan semua APD segera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan dan hindari kontaminasi :
a. Lingkungan diluar ruang isolasi
b. Para pasien atau pekerja lain, dan
c. Diri anda sendiri
4. Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera
membersihkan tangan.
 Perkirakan resiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi
sebelum melakukan kegiatan perawatan kesehatan.
 Pilih APD sesuai dengan perkiraan resik terjadi pajanan
 Menyediakan sarana APD bila emergenci dibutuhkan untuk dipakai
JENIS-JENIS ALAT PELINDUNG DIRI
1. SARUNG TANGAN
Berfungsi melindungitangan dari bahan yang dapat menularkan
penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada ditangan
petugas kesehatan.Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling
penting untuk mencegah penyebaran infeksi.Sarunga tangan harus diganti

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


60
antara setiap kontak dengan atau pasien lainnya, untuk menghindari
kontaminasi silang.

INGAT !

Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan


atau pemakaian anti septik yang digosokkan pada tangan.

Penggunnaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupkan kunci


dalam meminimalkan penyebab penyakit dan mempertahankan suatu
lingkungan bebas infeksi (Garner dan favero 1986).Selain itu pemahaman
mengenai kapan sarung steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan
kapan sarung tangan tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar dapat
menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas.

TIGA SAT PETUGAS PERLU MEMAKAI SARUNG TANGAN


1. Perlu untuk menciptakan barrier protektif dan cegah kontaminasi yang
berat. Disinfeksi tangan tidak cukup untuk memblok transmisi kontak bila
kontaminasi berat. Missal menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ereksi,
mucus membrane, kulit yang tidak utuh.
2. Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas ke pada
pasien saat dilakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau
membrane mukosa.
3. Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien transmisi
kepada pasien lain. Perlu kepatuhan petugas untuk pemakaian sarung
tangan sesuai standar. Memakai swarung tangan tidak menggantikan
KAPAN MEMAKAI SARUNG TANGAN DIPERLUKAN
Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah
kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali (tenorio et al.
2001) tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk
mencuci tangan.Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


61
sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat.Sarung tangan
makin obek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas
sarung tangan (Bagg, Jenkis dan barker 2001).

Ingat untuk :
Sebelum memakai sarung tangan dan setelah mmelepas sarung tangan
lakukan kebersihan tangan dengan menggunakan antiseptic cair atau handrub
berbasis alcohol.

Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus


diguanakan olehs semua petugas ketika :
 Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain,
membrane mukosa atau kulit yang terlepas
 Melakukan prosedur medis yang bersifat invasive misalnya memasang
infus
 Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar
 Menerapkan Kewaspadaan Transmisi Kontak (yang diperlukan pada
kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai),
yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan
bersih, tidak steril ketika memasuki ruang pasien. Petugas kesehatan
harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meniggalkan ruangan pasien
dan mencuci tangan dengan air dan sauna tau dengan handrb berbasis
alcohol.
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai
upaya menghindari kontaminasi silang (CDC 1987). Pemakain sepasang sarung
tangan yang sama atau mencuci tanganyang masih bersarung tangan, ketika
berpindah dari satu pasien ke pasienlain atau ketika melakukan perawatan di
bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan
merupakan prakter yang aman. Doebbeling dan Coleagues menemukan bakteri
dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


62
keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika
berpindah dari satu pasien ke pasien lain.
Jenis-jenis sarung tangan : sarung tangan bersih, sarung tangan steril,
sarung tanagan rumah tangga

Gambar 5 – 1
Bagan alur pemilihan jenis sarung tanagan

Apakah kontak TANPA SARUNG


dengan darah atau TANGAN
Tidak
cairan tubuh

Apakah kontak SARUNG TANGAN


dengan pasien Tidak RUMAH TANGGA atau
SARUNG TANGAN

Apakah kontak SARUNG TANGAN


dengan dengan BERSIH atau SARUNG
Tidak
jaringan tangan TANGAN DTT

SARUNG TANGAN
STERIL Atau SARUNG
TANGAN DTT

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


63
HAL YANG HARUS DILAKUKAN BILA PERSEDIAAN SARUNG TANGAN
TERBATAS
Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak
memadai, sarung tanagn bedah sekali pakai (disposable) yang sudah digunakan
dapat diproses ulang dengan cara :
 Dekontaminasi dengan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
 Dicuci dan dibilas, serta dikeringkan
 Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau didisinfeksi tingkat tinggi
(dengan dikukus)
 Hanya digunakan pada tindakan-tindakan yang menembus jaringan tubuh
jangan memproses ulang sarung tangan yang retak, mengelupas atau
memiliki lubang, atau robekan yang dapat terdeteksi, (Bagg, Jenkis, dan
Barker 1990)

Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dus lapis sarung
tangan atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan
perlindungan yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, tenaga
pembantu keperawatan (TKP) serta petugas yang menangani dan membuang
limbah medis. Selain itu pemakaian bedak pada sarung tangan tidak
direkomendasikan.

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PEMAKAIAN SARUNG


TANGAN
 Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk
sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran
tangan dapat mengganggu keterampilan dan mudah robek
 Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan sarung tangan robek
 Tarik sarung tangan menset gaun (jika anda memakainya) untuk
melindungi pergelangan tangan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


64
 Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak)
untuk mencegah kulit tangan kering/berkerut
 Jangan gnakan lotion atau krim yang berbasis minyak, karena akan
merusak sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks
 Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena
dapat menyebabkan iritasi pada kulit
 Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu yang terlelu
panas atau terlaulu dingin misalnya dibawah sinar matahari langsung,
AC, cahaya ultraviolet, cahaya flouresen atau mesin rontgen, karena
dapat merusak sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai
pelindung
REAKSI ALERGI TERHADAP SARUNG TANGAN
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan
oleh berbagai petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga,
petugas laboratorium dan dokter gigi.Jika memungkinkan, sarung tangan bebas
lateks (nitril) atau sarung tangan lateks rendah alergenharus digunakan, jika
dicurigai terjadi alergi (reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi
jarang).Selain itu, pemakaina sarung tangan bebas bedak juga
direkomendasikan.Sarung tangan dengan membawa partikel lateks ke udara.Jika
hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan membawa partikel lateks
ke udara.Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan lateks dapat
membantu mencegah sesitasi kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan
dapat mencegah sersitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan
dapat mencegah sersitisasi pada membrane mukosa mata dan hidun. (Garner dan
HICPAC 1996).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejalah yang muncul adalah
warna merah pada kulit, hidung berair, dan gatal-gatal pada mata, mungkin
berulang atau semakain parah misalnya menyebabkan gangguan pernapasan
seperti asma.Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu satu bulan
pemakaian.Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih
lama sekitar 3-5 tahun, bahkan sampai 15 tahun (Bauman 1992) meskipun pada

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


65
orang yang rentan.Belum ada tetapi ataudesentisasi untuk mengatasi alergi lateks
satu-satunya pilihan adalah menghindari kontak.

2. MASKER
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian
bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot).Maskes dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara,
batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh
lainnay memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan.Bila masker terbuat
dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah
kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan,
kain kasa, dan bahan sintetik yang beberapa diantaranya tahan
cairan.Maskeryang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak
dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter.Masker yang dibuat dari bahan
sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar
(>5 um) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat
pasien (kurang dari 1 meter).Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak
dirancang untuk benar-benar menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya
pada wajah) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya.Dengan
demikian, masker tidak dapat secaraefektif menyaring udara yang dihisap
(Chen Welleke 1992) dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi. (Rothrock, Mc Ewen,
dan Smith 2003)

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita


penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus
dapat mencegah partikel mencapai membrane mukosa dari petugas kesehatan.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


66
Gambar 5-1. Masker
Masker debgan efesiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang
direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada
perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau
SARS.Masker dengan efesiensi tinggi misalnya N-95 melindungi dari partikel
dengan ukuran <5 mikron yang dibawah oleh udara.Pelindung ini terdiri dari
banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada
wajah tanpa ada kebocoran.Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu
pernapasan dan lebih mahal dari pada masker bedah.Sebelum petugas mamakai
masker N-95 perlu futest pada setiap pemakaiannya.
Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui airborne maupun droplet, misalnya seperti flu burung
atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakajn masker efisiensi tinggi.
Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US
National Institute for Occupational Safety dan Health (NIOSH), disetujui oleh
European CE, atau standar nasional regional yang sebanding standar tersebut dari
Negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinjggi dangan tingkat efisiensi
lebih lebih tinggi dapat juga digunakan Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya
N-95 harus diuji penepasannya (fit test) untuk menjamin bahwa perangkat
tersebutpas dengan benar pada waja\h pemakainya.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


67
Gambar 5-2 Masker Efisiensi Tinggi N-95

Masker, gogel, dan visor melindungi wajah dari percikan, darah. Untuk
melindungi petugas dari infeksi saluran pernapasan maka diwajibkan
menggunakan masker sesuai aturan standar. Pada fasilitas kesehatan yang
memadai petugas dapat memakai respiratos sebagai pencegahan saat merawat
pasien Multi Drug Resitnt (MDR) atau Extensively Drag Resistant (XDR) TB.

PEMAKAIN MASKER EFISIENSI TINGGI


Petugas kesehatan harus :
 Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotir, buang
masker tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan, terkkis, terpotong
atau terlipat pada sisi dalam masker juga tidak dapat digunakan.
 Memeriksa tali-tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak.
Tali harus menempel dengan baik disemua titik sambungan.
 Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada
pada tempatnya dan berfungsi demngan baik.
FIT TESTUNTUK MASKER EFISIENSI TINGGI
Fungsi masker akan terganggu/tidak efektif, jika masker tidak dapat
melekat secara sempurna pada wajah, seperi pada keadaan di bawah ini :
 Adanya janggut, cambang, atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian
bawah atau adanya gagang kaca mata
 Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi
perlekatan bagian wajah masker.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


68
 Apabila klip hidung dari logam dipencet /dijepit, karena akan
menyebabkan kebocoran. Ratakan klip tersebut diatas hidung setelah anda
memasang masker, menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan
dan menyusuri bagian atas masker
 Jika mungkin dianjurkan fit test dilakukan setiap saat.
KEWASPADAAN
Beberapa masker mengandung beberapa komponen lateks dan tidak bisa
digunakan oleh individu yang alergi terhadap lateks.Petugas harus diberi cukup
waktu menggunakan dan mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu
dengan pasien.
Gambar 5-3
Cara Fit Test Respirator Particulat

Langkah I
Genggamlah respirator dengan satu tangan,
posisikan sisi depanbagian hidung pada ujung jari-
jari Anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntai
bebas dibawah tangn Anda

Langkah II

Posisikan respirator di bawah dagu Anda dan sisi


untuk hidung berada diatas

Langkah III

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


69
tariklah tali pengikat respirator yang atas dan
posisikan tali agak tinggi di belakang kepala Anda di
atas telinga. Tariklah talipengikat respirator yang
bawah dan posisikan tali di bawah telinga

Langkah IV

Letakkan jari-jari kedua tangan Anda di atas bgian


hidung yang terbuat dari logam

Tekan sisi logam tersebut (gunakan 2 jari dari


masing-masingtangan ) mengikuti bentuk hidung
Anda. Jangan menekanrespirator dengan satu tangan
karena dapat mengakibatkan respirator bekerja
kurang efektif

Langkah V

Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan,


dan hati-hati agar posisi respirator tidak berubah

Langkah 5 a) pemerksaan segel positif

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


70
Hembuskan napas kuat-kuat, tekanan positif di dalam respirator berarti
tidak ada kebocoran
Langkah 5.b) Pemeriksaan Segel Negatif
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan
membuat respirator menempel kewajah.
Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan negative di dalam
respirator akibat udara masuk melalui cela-cela pada segelnya.

3. ALAT PELINDUNG MATA


Pelindung mata melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh
lain dengan cara melindungi mata. Perlindungan mata mencangkup kaca mata
(goggles) plastik bening, kaca mata pengaman, pelindung wajah, dan visor.
Kaca mata koreksi atau kaca mata dengan lensa polos juga dapat digunakan,
tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata.Petugas
kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau elindung
wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan
secara tidak sengaja kea rah wajah.Bila tidak tersedia pelindung wajah,
petugas kesehatan dapat menggunakan kaca mata pelindung atau kaca mata
biasa serta masker.

Gambar 5-4. Alat Pelindung Mata

4. TOPI

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


71
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga
serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama
pembedahan.Topiharus cukup besar untuk menutup semua rambut.Meskipun
topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan
utamanya adalah untuk melindungi pemakaiannya dari darah atau cairan tubu
yang terpecik atau menyemprot.

5. GAUN PELINDUNG
Gaun pelindung untuk melindungi pakaian biasa atau seragam lain,
pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui droplet/airborne.Pemakaian gaun pelindung terutama adalah
melindungi baju dari petugas kesehatan dari sekresi respirasi.Ketika merawat
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut,
petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk perawatan pasien karena ada kemungkinan terpecik atau
tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi, atau ekskresi.Pangkal sarung tangan
harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya.Lepaskan ganun sebelum
meninggalkan area pasien.Setelah gaun dilepas, pastikan pakaian dan kulit
tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera
untuk mencegah berpindahnya organisme.
Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan
20 – 100x dengan memakai gaun pelindung.Perawat yang memakai apron
plastik saat merawat pasien bedah abdomen dapat menurunkan transmisi
S.aureus 30x dibandingkan perawat yang memakai baju seragam setiap hari.

6. APRON
Apron yang terbuat dari plastik, merupakan penghalang tanah air
untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan
harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, membersikan pasien, atau melakukan prosedur dimana
ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh, atau cairan sekresi.Hal ini penting

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


72
jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien
mengenai baju dan kulit petugas keamanan.

Gambar 5-5. Apron


7. PELINDUNG KAKI
Pelindng kaki digunakan untuk melindungi kaki dari akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh tidak sengaja ke atas kaki.Oleh
karena itu sandal, sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain)
tidak boleh digunakan. Sepatu boot atau sepatu kulit tertutup lebih banyak
perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah
atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu
bersih.Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di
kamar bedah.Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain
atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah
merembes melalui seoatu dan sering kali digunakan sampai di ruang operasi.
Kemudian dilepas tanpa sarung tanga sehingga terjadi pencemaran (Summer
et al, 1992)

PEMAKAIAN APD DI SARANA PELAYAN KESEHATAN


BAGAIMANA MENGENAKAN, MENGGUNAKAN, DAN MELEPAS APD

Factor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD


 Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum
memasuki ruangan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


73
 Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
 Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat sampah infeksius yang telah
disediakan di ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan
 Segera lakukan pencucian tangan dengan habdrub anti septi atu dengan
mengalir dan sabun
Cara Mengenakan APD
Langkah-langkah mengenakan APD pad perawatan ruang isolasi dan
Arborne adalah sebagai berikut :
1. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung
2. Kenakan pelindung kaki
3. Kenakan sepasang sarung tangan pertama
4. Kenakan gaun luar
5. Kenakan celemek plastic
6. Kenakan sepasang sarung tangan ke dua
7. Kenakan masker
8. Kenakan penutup kepala
9. Kenakan pelindung mata
Prinsip-Prinsip PPI Yang Perlu Diperhatikan Pada Pemakaian APD
1. Gaun Pelindung
 Tutupi badan dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan, dan selabungkan kebelakang punggung
 Ikat pinggang belakan leher dan pinggang

Gambar 5-6. Pemakaian Gaun Pelindung


2. Masker

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


74
 Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher
 Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
 Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga melekat
dengan baik
 Periksa ulang pengepasan masker

Gambar 5-7. Pemakaian Masker


3. Kaca Mata atau Pelindung Wajah
 Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas

Gambar 5-8. Pemakaian Kaca Mata atau Pelindung Wajah

4. Sarung Tangan
 Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


75
Gambar 5-9. Pemakaian Sarung Tangan

Cara Melepas APD


Langkah-langkah melepas APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak
dan Iarborne adalah sebagai berikut :
1. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
2. Disinfeksi pelemak dan pelindung kaki
3. Lepaskan sarung tangan bagian luar
4. Lepaskan celemak
5. Lepaskan gaun bagian luar
6. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan
7. Lepaskan pelindung mata
8. Lepaskan penutup kepala
9. Lepaskan masker
10. Lepaskan pelindung kaki
11. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
12. Cuci tangan dengan sabun
1. Sarung Tangan
 Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi !
 Pegang bagian luar sarunga tangan dengan sarung tangan lainnya,
lepaskan
 Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan
yang masih memakai sarung tangan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


76
 Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di
bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan
 Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
 Buang sarung tangan di tempat lembah infeksius

Gambar 5-10. Melepaskan Sarung Tangan

2. Kacamata atau Pelindung Wajah


 Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah
terkontaminasi !
 Untuk melepasnya, pegang karet atau gaggang kacamata
 Letakkan di wajah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau
tempat limbah infeksius

Gambar 5-11. Melepaskan Kacamata atau Pelindung Wajah

3. Gaun Pelindung

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


77
 Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah
terkontaminasi !
 Lepas tali
 Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun
pelindung saja
 Balik gaun pelindung
 Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah
disediakan untuk diproses ulang atau dibuang di tempat sampah
infeksius

Gambar 5-12. Melepas Gaun Pelindung

4. Masker
 Ingatlah bahwa bagian depan masker tekah terkontaminasi, - JANGAN
SENTUH !
 Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
 Buang ke tempat sampah infeksius

Gambar 5-13. Melepas Masker

BAB VI
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
78
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

I. PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER


Pada dunia kesehatan dan rumah sakit, penggunaan kateter intravaskuler
tidak dapat dihindari karena bertujuan memberi terapi, cairan, nutrisi, dan
mengukur hemodinamik. Kateter IV sering menjadi penyebab komplikasi antara
lain:
1. Infeksi local atau sintemik
2. Septik trombopblitis
3. Endocarditis
4. Infeksi aliran darah akibat kateter yang terkolonisasi
Kolonisasi adalah terdapatnya mikroorganisme dalam darah tetapi tidak disertai
dengan tanda-tanda klinis.

akterimia adalah ditemukannya mikroorganisme dalam kultur darah

Infeksi Aliran Darah Primer/IADP adalah infeksi aliran darah primer yang
terjadi akibat dari IV devices diser disertai adanya tanda klinis, tetapi tidak ada
infeksi di tempat lain.

Infeksi Aliran Darah Sekunder adalah infeksi aliran darah akibat adanya infeksi
di tempat lain ditandai dengan adanya gejalah sistemik dan diketahui ada infeksi
di tempat lain.

Kriteria IADP :
1. Terdapat kuman pantogen dari satu atau lebih biakan darah dengan salah
satu gejalah klinis seperti :
- demam <380 c
- menggigil
- hipotensi
2. pada pasien berumur < 1 tahun paling sedikit satu dari tanda-tanda :

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


79
- demam >380 C atau hipotermia <360
- apneu
- bradikardia
Sumber Infeksi
1. intrinsik
- Terjadi pada cairan infus terkontaminasi mikroorganisme dari pabrik.
Missal : Kuman Gram Negatif, Klisiella spp, Enterobacter.
- Terdapatnat peyebaran hematogenous dari infeksi di tempat lain

2. Ekstrinsik
- Kontaminasi dari tangan petugas, misalnya terjadi saat insersi kateter,
persiapan cairan/obat. Bakteri yang sering ditemukan antara lain
Koagulase Gram negatif Staphylococci Staphylococcus aureus
- Kontaminasi dari mikroflora kulit pasien
- Kolonisasi bakteri pada hub kateter
- Kontaminasi kateter intravena pada saat insersi

Kunci pencegahan infeksi pada pemasangan kateter vena sentral


1. Hand hygiene
Cuci tangan dilakukan pada :
 Sebelum dan setelah palpasi daerah insersi
 Sebelum dan setelah insersi, mengganti, mengkaji, memperbaiki, atau
dressig kateter vena sentral
 Bila tangan kotor atau kemungkinan terkontaminasi
 Sebelum dan setelah prosedur tindakan
 Sebelum memakai sarung tangan
 Di antara pasien
 Setelah melepas sarung tangan
2. Pemakaian APD dengan barrier maksimal pada saat pemasangan kateter vena
sentral
a) Operator dan asisten memakai :

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


80
 Topi (non steril) : menutupi seluruh rambut
 Maker (non steril) : menutupi seluruh mulut dan hidung
 Gaun (steril)
 Sarung tangan (steril)
b) Menutupi seluruh kepala dan badan pasien dari atas sampai bawah
dengan steril drape
3. Antisepsis kulit dengan chlorhexidin
 Antiseptik kulit chlorhexidin lebih efektif disbanding povidone-iodine
 CDC Guidelines :
- Untuk mencega intravaskuler catheter-related infection chlorhexidin
lebih disukai sebagai antisepsis
- Tincture iodine atau iodophor, atau 70% alcohol merupakan alternative
 Lakukan antisepsis tempat insersi dengan chlorhexidin 2% dalam 70%
isoprifyl alcohol
 Oleskan antiseptik minimal 30 detik
 Biarkan antiseptik mongering sebelum diinsersi minimal 2 menit

4. Pemilihan lokasi penusukan kateter sentral yang optimal, dengan menghindari


vena Femoralis sebagai akses vena sentral pada pasien dewasa
 Hindari daerah femoral : resiko infeksi lebih tinggi terutama pada
pasien gemuk
 Pili vena subclavian : resiko lebih kecil dari pada vena jegularis interna
- Pertimbangkan resiko infeksi
- Resiko komplikasi mekanikal lebih besar (pneumotoraks, hemotoraks,
emboli udara, salah masuk arteri, thrombosis, dll)
 Dokter harus menimbang resiko –manfaat setiap pasien secara
individual
- Kepatuahn Bundles didokumentasikan
5. Evaluasi harian mengenai kebutuhan line kateter dengan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


81
Tujuan assesmen sentral adalah untuk menurunkan hari pemakaian kateter
vena sentral
Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah :
- Stiap hari kaji ulang, pemasangan kateter masih ada indikasi apa tidak.
Bila tidak diperlukan, segera lepas kateter
- Adanya tanda-tanda infeksi
- Bila pemasangan kateter sentral dalam kondisi emergensi sehingga
kesterilan tidak terjamin, maka kateter harus diganti dalam waktu 48 jam
- Semua perangkat/set kateter harus harus diganti jika diduga ada infeksi
aliran darah
Elemen check kepatuhan
1. Sebelum tindakan, apakah petugas melakukan :
 Kebersihan tangan ?
 APD lengkap? Prosedur steril ?
 Pasien menggunakan drape steril ?
2. Selama prosedur, apakah petugas :
 Menggunakan sarung tangan steril, gaun steril, masker, dan topi ?
 Mempertahankan kesterilan area ?
3. Verifikasi : apakah semua petugas yang membantu mengikuti prosedur
kewaspadaan di atas?
Rekomendasi CDC Dalam Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer
1. Pendidikan dan Pelatihan Medis
Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas terkait indikasi
pemakaian alat intravaskuler, prosedur pemasangan, perawatan luka insersi,
dan peralatan intravaskuler
2. Surveilans aktif terhadap IADP
a. Laksanakan surveilans untuk mengetahui adanya kejadian infeksi
b. Raba dengan tangan (palpasi) setiap hari lokasi pemasangan kateter
melalui perban untuk mengetahui adanya pembengkakan

3. Kebersihan tangan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


82
a. Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah palpasi,
pemasangan dan penggantian alat intravaskuler, atau pemasangan
perban/dressing
b. Gunakan APD saat pemasangan dan perawatan kateter
c. Gunakan sarung tangan saat mengganti dressing kateter intravaskuler
4. Pemasangan kateter intravena
a. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah
ditentukan
b. Bersihkan kulit di lokasi dengan anti septik yang sesuai, sebelum
pemasangan kateter
c. Biarka antiseptic mongering pada lkasi sebelum memasang
d. Jangan melakuka palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan
antiseptik (lokasi dianggap steril)
e. Gunakan kasa steril atau perban transparan untuk menutup lokasi
pemasangan
f. Bila memakai iodne tincture untuk anti septik kulit, harus dibersihkan
dengan alcohol
g. Ganti perban bila basa/kotor
h. Hindari sentuhan yang mengakibatkan kontaminasi daerah insersi
kateter saat mengganti perban
5. Pemilihan dan penggantian alat intravaskuler
a. Pili alat dengan resiko komplikasi relatif rendah
b. Harga murah untuk terapi IV dengan jenis dan lama yang sesuai
c. Bahan vialon lebih baik disbanding Teflon
d. Lepas semua peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi
klinis
e. Periksa lokasi pemasangan kateter untuk mengetahui apakah ada
pembengkakan
f. Apakah ada demam tanpa penyebab yang jelas
g. Apakah ada gejalah infeksi lokal atau sitemik

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


83
h. Bila memakai perban tebal, harus dilepas terlebih dahulu agar dapat
diperiksa secara visual dan setelahnya harus dipasang oerban baru
i. Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat
dilihat dengan jelas
6. Penggantian set dan kateter intravena
a. Set pergantian intravaskuler terdiri atas seluruh bagian, mulai dari
ujung selang yang masuk ke botol cairan infus sampai ke sambungan
alat
b. Ganti selang penghubung bila alat vaskuler di ganti
c. Ganti selang IV, selang piggybag danstopcock dengan interval tidak
kurang 72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis
d. Ganti selang yang dipakai transfuse darah, komponen darah atau
emulsi lemak dalam waktu 24 jam sejak dimulainya infus
7. Penggantian set admistrasi
a. Set administrasi tidak kurang dari 72 jam
b. Set administrasi untuk transfuse darah, produk darah, emulsi lemak
dalam waktu 24 jam
c. Intermitten infusion dalam waktu 24 jam
8. Cairan parenteral
a. Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol cairan
parental yang mengandung lemak
b. Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan infus dalam 12
jam setelah botol emulsi mulai digunakan
9. Port injeksi intravena
a. Bersihkan port injeksi dengan alcohol 70% atau povidone-iodone
sebelum mengakses sistem
b. Campurkan seluruh cairan parental di bagian farmasi dalam laminar-
air flow hood menggunakan teknik aseptic
10. Penggunaan vial multi dosis
a. Simpan di lemari pendingin vial multi dosis yang sudah terbuka, ikuti
rekomendasi pabrik

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


84
b. Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alcohol sebelum di
tusuk
c. Gunakan jarum setiap kali akan mengambil cairan dari vial multi
dosis, hindari kontaminasi
d. Buang vial multi dosis kosong atau bila dicurigai ada kontaminasi,
atau bila telah kadalruasa
11. Antimikroba profilaksis
Tidak dibenarkan memberi antimikroba sebagai prosedur profilaksis rutin
sebelum pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler dengan
maksud mencega kolonisasi kateter atau infeksi bakteri.
Rekomendasi Relokasi Dan Penggantian alat Catheter Site, Administrasi Set
ALAT PENGGANTIAN & PENGGANTIAN PENGGANTIAN
INTRAVASK REKOLASI ALAT CATETHE- ADMINISTRASI
ULER SITEDRESSING SET
Peripheral Dewasa : Kondisi :  Administrasi set :
venous catheter  48-72 jam, jika  Diganti/dipindahkan 72 jam
pemasangan dalam  Asa, lepas, kotor  Administrasi
kondisi emergency  Pasien diaphoretic blood, produk
: 24 jam blood,lipid
 Heparin lock : 96 Tertutup kasa tebal : emulsion : 24 jam
jam  Untuk visualisasi  Intermiten
 Pediatric : No. buka verban infusion : 24 jam
rekomendasi kemudian
ganti/dressing
kembali dengan
tehnik steril
Midline No. rekomendasi No. Rekomendasi  Administrasi set :
catheter 72 jam
 Administrasi
blood, produk

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


85
blood, lipid
emulsion : 24 jam
 Intermiten
infusion : 24jam
Peripheral Dewasa : 4 hari Kondisi : 96 jam
arteri catheter Pediatric : no.  Diganti/dipindahkan
rekomendasi  Basah, lepas, kotor
 Pasien diapjoretic
Central venous No. rekomendasi Kondisi :  Administrasi set :
catheter  Diganti/dipindahkan 72 jam
 Basah lepas, kotor  Administrasi
 Pasien diaphoretic blood, produk
 Jika ada infeksi local iblood, lipid
emulsion : 24 jam
 Intermiten
infusion : 24 jam
Pulmonary 5 hari Kondisi : 72 jam
catheter  Diganti/dipindahkan
 Basah, lepas, kotor
 Pasien diaphoretic
 Jika ada infeksi local
Central No. rekomendasi  No. rekomendasi Kateter khusus
hemodialisa untuk penggantian untuk hemodialisa
catheter rutin
Kondis :
 Diganti/dipindahkan
 Basah, lepas, kotor
 Pasien diaphoretic
 Jika ada infeksi local
Umbilical No. rekomendasi Not applicable  Administrasi set :

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


86
catheter 72 jam
 Administer blood,
produk blood,lipid
emulsion : 24 jam
 Intermiten
infusion : 24 jam

II. PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN KEMIH


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah invasi bakteri pada saluran kemih
sehingga menimbulkan inflamasi urothelium.Kateter digunakan oleh 15-25%
pasien yang dirawat. Indikasi penggunaanj kateter antara lain :
1. Retensi urine
2. Inkontinensia urine
3. Pembedahan
4. Monitor pada kondisi peneurunan kesadaran
5. Diagnostik
Indicator utama terjadinya ISK adalah bakteriuria dan
leukosituria.Bakteriuria adalah terdapatnya bakteri didalam urine, di mana
normalnya bebas bakteri.Bakteriuria tanpa ISK dapat terjadi karena kontaminasi
kulit, uretra, preputium atau introitus.Leukosituria adalah meningfkatnya leukosit
dalam urine.Leukositoria mengindikasikan adanaya infeksi atau reaksi inflamasi
urothel terhadap bakteri.Jumlah leukosit normal pada urine pria 1-2/lpb dan
≤5/lpb pada wanita. Infeksi saluran kemih yang terjadi di rumah sakit di sebut
juga CAUTI (catheter Associted Urinsy Tract Infection).
Pathogenesis CAUTI adalah proses masuknya bakteri pada awal saat
pemasangan dengan inokulasi mekanik atau teknik pemasangan yang buru. Pada
tahap lanjut masuknya bakteri dapat melalui ekstra dan intraluminal route. Bakteri
ini dapat berkembang biak di sepanjang lumen kateter urine dan membentuk
biofilm. Bakteri yang tumbuh di dalam biofilm ini antara lainPseudomonas dan
klebstella.Presentasi klinis CAUTI yang paling sering adalah asiptomasis.Keluhan
yang sering timbul adalah rasa tak nyaman di suprapubis, demam, menggigil dan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


87
nyeri pinggang.Angka kejadian CAUTI adalah lebih dari 40% dari seluruh infeksi
nosocomial.
Faktor resiko pada CAUTI adalah :
- Wanita
- Usia lanjut
- Tanpa antibiotic sistemik
- Parawatan kateter yang tidak baik
- Lama penggunaan lebih dari 7x24 jam
Dampak dari CAUTI ini antara lain :
- Meningkatkan penyebab bacteremia ke 2 tersering setelah CVC
- Memperpanjang lama perawatan 2-4 hari
- Meningkatkan pembiayaan
- Meningkatkan penggunaan antibiotika yang tak perlu
Strategi Pencegahan Catheter associated Urinary Tract Infection
1. Personil
- Yang berhak memasang kateter adalah orang yang tahu teknik
pemasangan kateter secara aseptic
- Dilakukan training terhadap petugas secara periodic
2. Penggunaan Kateter
- Kateter urine dipasang hanya atas indikasi dan kebutuhan, bukan
kenyamanan yang merawat
3. Cuci tangan
- Cuciangan setiap sebelum dan sesudah manipulasi kateter atau
perangkatnya
4. Insersi kateter
- Pemasangan kateter harus secara teknik aseptic dengan peralatan steril
- Gunakan gloves, drape, sponge, solusi antiseptik untuk membersihkan
periurethral dan rubricant jelly tunggal untuk insersi kateter
- Kateter menetap harus difiksasi dengan benar untuk mencegah pergerakan
dan traki urethra

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


88
- Guanakan kateter dengan ukuran sekecil mungkin tapi drainagenya cukup
baik untuk meminimalisasi trauma urethra
5. Closed Sterile Drainage
- Harus dijaga aliran urine lancer, streril, closed system
- Kateter dan tube drainage tidak boleh dilepas kecuali atas indikasi
6. Irigasi
- Irgsai harus dihindari kecuali mengantisipasi obstruksi (missal : post
TURP)
- Irigasi dengan antibiotik tidak boleh digunakan apalagi untuk mencegah
infeksi
- Irigasi dilakukan dengan teknik aseptic
- Bila kateter berkontribusi dalam aliran tak lancer, ganti segera
7. Pengambila Spesimen
- Sampel diambil sedikit dibagian distal kateter yang sudah dibersihkan
dengan disinfeksi menggunakan syiringe dan jarum yang steril
- Bila perlu voume yang lebih banyak untuk pemeriksaan urine khusus,
ambil dari drainage bag secara aseptic
8. Urinary Flow
Jaga aliran urine bebas lancar dengan cara :
- Jangan ada bagian yang terlipat/kingking
- kantong urine harus dikosongkan secara teratur dengan panampungan
yang terpisah
- kateter atau aliran yang tidak lancar harus diirigasi
- urine bag harus dijaga selalu lebih rendah dari kandung kemih
9. Meatal Care
Dua kali sehari dicuci dengan pavidone-iodone solution dan dicuci
dengan air dan sabun tidak terbukti menekan angka infeksi, sehingga
sekarang tidak disarankan
10. Catheter Change Interval
Penggantian pada kateter menetap harus teratur setiap 7 x 24 jam atau
sesuai indikasi

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


89
III. PENCEGAHAN INFEKSI LUKA OPERASI
Infeksi luka operasi (ILO) atau Surgical Site infection (SSI) adalah infeksi
akibat tindakan pembedahan, dapat mengenai berbagai lapisan jaringan tubuh,
superfisial atau dalam (bukan hanyan infeksi luka operasi).
Klasifikasi Infeksi Luka Operasi :
1. Infeksi Insisional :
a. Superficial (kulit dan jaringan subcutan)
 Infeksi yang mengenai kulit dan subkutis dari tempat insisi dan
terjadi dalam waktu 30 hari sesudah prosedur pembedahan
 Setidaknya didapatkan salah satu kriteria di bawah ini :
1. Keluarnya cairan purulent dari insisi superfisial
2. Apabila ditemukan organisme/kuman pada kultur cairan
atau jaringan yang diambil secara asepsis dari insisi
superfisial
3. Setidaknya satu diantara gejalah dan tanda infeksi di
bawah ini :
a. Nyeri atau tenderness
b. Bengkak local, kemerahan atau panas
c. Insil superfisial dibuka oleh ahli bedah untuk
drainase, kecuali kultur ditemukan negative
4. Ahli bedah atau dokter juga menyatakan diagnosis infeksi
insisional superfisial
b. Dalam (jaringan lunak dalam)
 Infeksi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah apabila tidak ada
implant
 Infeksi yang terjadi dalam 1 tahun pasca bedah apabila terdapat
implant
 Meliputi jaringan lunak dalam dari tempat insisi (fascia dan
otot), dan ditemukan paling tidak satu di antara di bawah ini :
1. Keluarnya cairan puluren dari jaringan lunak dalam dan
bukan dari organ

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


90
2. Insisi dalam terbuka atau sengaja dibuka oleh dokter
dengan salah satu kriteria panas (>380C), nyeri atau
tenderness, kecuali kultur negative
3. Ditemukan abses atau tanda infeksi lain pada
pemeriksaan, reoperasi atau radiologis
4. Diagnosis infeksi Insisional dalam oleh Ahli bedah atau
Dokter juga
2. Infeksi organ atau rongga : pada organ yang dilewati dalm proses
pembedahan
- Infeksi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah apabila ada implant
- Infeksi yang terjadi dalam 1 tahun pasca bedah terdapat implant
- Meliputi semua organ yang dimanipulasi selama opersi kecuali jaringan
lunak superfisial dan dalam
- Ditemukan satu diantara di bawah ini :
1. Adanya cairan purulent melalui stab wound pada
organ/rongga
2. Ditemukan organisme melalui aseptic kultur dari
organ/rongga
3. Ditemukan abses atau tanda infeksi lain pada pemeriksaan,
reopirasi, atau radiologis
4. Diagnosis infeksi organ/rongga oleh ahli bedah atau dokter
juga
Dua per tiga (2/3) dari infeksi Luka Opersi merupakan infeksi
insisional, dan sepertiga (1/3) infeksi Luka Operasi merupakan infeksi
organ/rongga yang dicapai/dilewati pada proses pembedahan
Proses terjadinya Luka Operasi sangat kompleks. Banyak faktor
yang berpengaruh seperti lingkungan sekitar, kamar bedah, kondisi pasien,
proses pembedahan, dan mikroorganisme pathogen. Faktor-faktor di atas
berinteraksi secara kompleks mendorong timbulnya infeksi Luka Operasi.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


91
Faktor Penyebab
1. Jumlah bakteri
2. Virulensi bakteri
3. Registensi bakteri
4. Benda asing
5. Antibiotika profilaksis
6. Lama operasi
7. Lama perawatan
8. Penurunan vaskularisasi jaringan
9. Lokasi luka operasi
10. Kondisi pasien
11. Jenis operasi
Faktor resiko pasien:
1. Umur dan jenis kelamin
2. Diabetes
3. Obesitas
4. Merokok
5. Infeksi jauh (remote infection)
6. Penggunaan steroid
7. Malnutrisi
8. Rawat inap pra bedah yang lama
9. Staphylococcus aureus (nasal Carries)
10. Antibiotic profilaksis
Antibiotik profilaksis harus diberikan segera sebelumoperasi dimulai, atau
30-60 menit sebelum insisi kulit.Indikasi pemberian antibiotik profilaksis :
a. Operasi membuka rongga alat dalam dengan rencana baik
b. Operasi membuka membran mukosa (gastrointestinal genital, oropharynx)
c. Operasi bersih namun bila terjadi ILO konsekuensinya fatal /high morbid
 Operasi kraniotomi dan kebanyakan operasi neurosurgery
 Operasi jantung
 Operasi thorax non-cardiac

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


92
 Opersi menggunakan intravaskuler prosthetic material atau
memasang prosthetic material
d. Operasi vaskuler di daerah abdomen atau anggota bawah
e. Histerektomi (baik abdominal maupun vaginal)
f. Operasi casarean nonelektif, terutama yang disertai rupture membrane
g. Operasi saluran empedu pada pasien resiko tinggi
h. Operasi urologi apabila ditemukan infeksi urine, walaupun asimptomatik
Pencukuran rambut pra-bedah sebaiknya dilakukan segera sebelum insisi
kulit dimulai.Kunci utama adalah, bila memungkinkan, rambut tidak perlu dicukur
sebelum pembedahan. Mencukur rambut dengan silet meningkatkan resiko infeksi
Luka Operasi 10x lipat disbanding pengguanan depilatory, clippers, atau tidak
mencukur rambut pada daerah operasi sama sekali.

Resiko terjadinya ILO dapat diminimalisir biloa ahli bedah memiliki keahlian
untuk :
- Melakukan operasi secara halus
- Mambuang jarinagan mati dan darah, menggunakan material benang dan
drain secara benar
- Hindarai nkauter berlebihan namun tetap memperhatikan hemostatis
- Menghindari dead space
- Tidak melkukan anstomose usus secara tegang sehingga menimbulkan
aliran darah yang tidak adekuat
- Drain harus diletakkan terpisah dari insisi kulit dan jauh dari luka insisi
Resiko infeksi Luka Operasijuga berkaitan dengan lamanya tindakan
operasi. Pada operasi bersih yang berlangsung 1, 2, dan 3 jam angka ILO adalah
sebesar 1,3%, 2,7%, dan 3,6%. Dari hal-hal tersebut dapat bdisimpulkan bahwa
ahli bedah berpengalaman dan termpil memiliki angka ILO lebih kecil
dibandingkan residen atau ahli bedah yang kurang pengalaman.Selain itu,
kontaminasi udara kamar operasi juga berpern dalam terjadinya ILO. Untuk
mengurangi resiko tersebut, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Batasi jumlah petugas

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


93
b. Batasi gerakan (perpindahan) petugas
c. Batasi keluar masuk petugas

Strategi Pencegahan Infeksi Luka Operasi


1. Meningkatkan perbaikan sikap dan perilaku pada semua personel yang
bekerja di kamar bedah dengan melakukan Standard Precaution dan
Specifik Precaution.
2. Pra operasi
a) Persiapan pasien
 Identifikasi dan terapi semua infeksi jauh pada pasien, kalau
perlu tunda operasi pasien elektif
 Jangan cukur rambut pra bedah, kecuali mengganggu operasi.
Jika perlu cukur, lakukan sesaat sebelum operasi, seaiknya
memakai cliper elektrik
 Control gula dara, hindari hiper glikemi periopertif
 Puasa merokok 30 hari pra bedah elektif
 Pasien diminta mandi antiseptic sebelum disinfeksi
 Gunakan anti septik benar untuk preparasi kulit
 Preparasi dari sentral ke perifer
 Preoperative dari sentral ke parifer
 Preopertif rawat inap sesingkat mungkin
b) Antisepsis tamgann/lengan tim bedah
 Kuku harus pendek dan tidak boleh pakai kuku artifasial
 Cuci tangan pra bedah sekurang-kurangnya 2-5 menit
dengan anti septik yang dianjurkan. Cuci tangan, lengan,
sampai dengan siku
 Sesudah cuci tangan, tangan tetap ke atas dan jauh dari
badan
 Keringkan dengan handuk steril, pakai baju dan sarung
tangan steril

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


94
 Bersihkan bawah kuku sebelum cuci tangan pertama setiap
hari
 Jangan memakai perhiasan tangan dan lengan
c) Manajemen Personal Bedah yang terinfeksi dan carrier
 Mendidik dan mendorong personel bedah yang mempunyai
tanda dan gejalah penyakit menular untuk melaporkan
kondisinya segera
 Kembangkan kebijakan untuk melindungi pasienn apabila
ada personel bedah yang terinfeksi tersebuut. Kebijakan
harus meliputi :
1. Tanggung jawab personel tentang memberikan
pelayanan kesehatan dan melapporkan sakitnya
2. Pembatasan pekerjaan
3. Surat sehat apabila akan bekerja kembali
Kebijakan ini juga harus menetapkan siapa yang diberi wewenang
untuk memutuskan
 Ambbil kultur dan bebaskan personel dari tugas, apabila
mempunyai luka kuulit berair, sammpai sembuh kembali
 Jangan bebas tugaskan secara rutin pasien karier S. Aureus
dan Sterptococcus, mereka boleh bekerja kembali bila sudah
dinyatakan sembuh secara epidemiologis
d) Antibiotik profilakksis
 Berikan antibiotik profilaksis hanya kalau ada indikasi, pilih
indikasi sesuai jenis kumann penyebab ILO pada operasi
tertenntu
 Berikan antibiotik intravena dengan pertimbangan waktu
agar kadarnya mencapai yang tertinggi dalam serum dan
jaringan saat irisan dimulai. Kadar tersebut harus
dipertahankan sampai beberapa jam sesudah luka ditutup

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


95
 Operasi klorektal, selain dua hal di atas, juga harus
dilakukan preparasi kolon. Beri antimikroba yang tidak
diserap, 1 hari sebelum operasi
 Pada opersi Cesar resiko tinggi, beri antibiotik prafilaksis
segera sesudah ambilicus dikelam
 Jangan menggunakan Vascomicin sebagai profilaksis secara
rutin.
3. Intra Opersi
a) Ventilasi
 Pertahankan positive-pressure di kamar bedah terhadap
tekanan di korider dan ruang lain
 Pertahankan pergantian udara minimum 15x/jam, minimal
3x udara segar
 Filter udara harus direstikulasi dan segar, sesuai
rekomendasi American Instituteof Architects
 Jangan pergunakan U. V. Radiasi untuk cegah ILO di kamar
bedah
 Kamar bedah harus tetap tertutup, kecuali untuk lewat alat,
personel, dan pasien
 Operasi implan orthepaedi, kamar bedah harus memakai
udara ultra-clean
 Batasi personel masuk kamar bedah, hanya yang perlu saja
b) Cleaning & disinfeksi lingkungan
 Bila ditemukan kontaminasi darah atau produk cairan badan
lain pada peralatan bedah dan lantai, bersikan dengan EPA-
approved disinfeksi sebelum opersi berikutnya
 Jangan lakukan cleanig spesial atau menutup kamar bedah,
setelah terkontaminasi oleh operasi kotor
 Jangan menggunakan matras perekat pada pintu masuk
kamar bedah untuk mengontrol infeksi

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


96
 Bersihkan lantai dengan wel vakuumsesudah opersi terakhir
menggunakan EPA-approved disinfeksi Rumah Sakit
 Tidak direkomendaikan membersihkan lantai kamar bedah
diantara opersi apabila tidak terdapat kontaminasi
c) Mikrobiologii Sampling
Jangan lakukan sampling lingkungan rutin di kamar bedah.
Lakukan samppling mikrobiiologi di permukaan kamar bedah dan
udara hanya sebagai bagian penelitian epidemiologi
d) Sterilisasi Alat Bedah
 Sterilkan alat bedah sesuai Pedoman Sterilisasi Rumah Sakit
 Jangan lakukan sterilisasi cepat untuk kenyamanan, atau
menghemat waktu. Sterilisasi cepat hanya untuk perawatan
pasien yang diperlukan segera (misalnya lat operasi yang
jatuh)
e) Suugical Attire/Baju Bedah dan Drapes
 Pakai masker yang menutupi seluruh mulut dan hidung bila
memasuuki kamar bedah pada saat operasi akan mulai atau
sudah selesai, atau apabila ada alat bedah yang dibuka. Pakai
masker sepanjang operasi
 Pakai topi yang menutupi seluruh rambut kepala dan wajah
waktu masuk kamar bedah
 Jangan memakai shoe cover untuk menceggah ILO
 Pakai sarung tangan steril sesudah cuci tangan. Pakai sarung
tangan sesudah memakai baju steril
 Pakai baju bedah dan drapes yang kedap air
 Ganti baju atau drapes yang terkontaminasi atau tertembus
darah atau cairan infeksius
 Tidak direkomendasikan bagaimana dan dimana untuk
mencuci baju dan drapes

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


97
f) Asepsis dan Teknik Pembedahan
 Prinsip asepsis harus melekat apabila menggunakan
peralatan intravaskuler (misalnya CVP), spinal atau epidural
cateter, atau bila bercampur atau memberikan obat intravena
 Alat dan cairan steril harius disiapkan sesaat sebelum
dipakai, tidak dipersiapkan lama sebelumnya
 Perlakukan secara halus, lakukan hemostatis efektif,
minimalkan kerrusakan jaringan dan benda asing (misalnya
benang, jaringan nekrotik kauter), dan hindari “dead space”
 Bila luka terkontaminasi berat, gunakan delayed primary
skin closure atau dirawat terbuka dan dibiarkan sembuh
secara second intention
 Bila drain diperlukan, gunakan sistem tertutup. Drain harus
lewat irisan terpisah. Drain dilepas sesingkat-singkatnya
4. Pasca Bedah Perawatan Luka
5. surveillance

IV. PENCEGAHAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA


VAP (Ventilator Associated Pneumonia) adalah pneumonia yang didapat
bilah lebih dari 48 jam setelah menggunakan ventilasi mekanik. VAP didapatkan
terutama pada penderita pasca operasi rongga thoraks dan abdomen bagian atas
dengan ventilasi mmekanis dan residen terhadap berbagai anntibiotik. VAP
dibedahkan :
1. Phase dini : <5 hari
2. Phase lambat : >5 hari
VAP menjadi penting secara epidemiologis karena banyak kasus terjadi
dengan resiko peningkatan kolonisasi bakteri pantogen dan resisten terhadap
berbagai antibiotik. Selain itu, sulit mendiagnosa VAP terutama pada penderita
dengan ventilasi mekanis, karena sering mirip dengan trakheobronhitis/infeksi
saluran napas bagian bawah yang lain.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


98
Health Care Associated Pneumonia (HCAP) adalah infeksi saluran nafas
bawah yang mengenai prenkim paru dimana pasien TIDAK di intubasi dan
terjadi >48 jam masa rawat, serta tidak masa inkubasi. HCAP terjadi pada 25%
pasien perawatan ICU. Sedangkan VAP terjadi pada 9-27%pasien yang diintubasi.
HCAP dan VAP sering terjadi pasca operasi. Kematian karena HCAP
terjadi ± 6 hari pasca operasi. Bila pasien mendapatkan ventilasi, resiko kematian
dapat meningkat 8 kali dibanding HCAP

KRITERIA DIAGNOSTIK PNEUMONIA


1. Pada dewasa dan anak-anak >12 bulan
1) bunyi pernapasan menurun, ronki basai ditambah salah satu :
- Sputum purulen/perubahan sputum
- Isolasi kuman biakan darah (+)
- Isolasi kuman patogen aspirasi trakea atau sikatan broknkus/biopsi
(+)
2) Foto thorak infiltrat, konsolidasi, kavitasi, efusi pleura
baru/progresif ditambah salah satu :
- Sputum purulen/perubahan sputum
- Isolasi kuman biakan darah (+)
- Isolasi kuman patogen aspirasi trakea atau sikatan broknkus/biopsi
(+)
- Antigen//isolasi/vvirus (+) dalam sekresi saluran nafas
- Titel lgM spesifik meningkat
2. Pada anak ≤ 12 bulan
Didapatkan 2 dari : apnea, takipnea, bradikardia, whezzing
(mengi), ronki basah, batuk ditambah 1 diantara :
- Produk sputum/sekresi saluran napas meningkat dan purulen
- Isolasi kuman biakan darah (+)
- Isolasi kiuman patogen aspirasi trakea/sikatan bronkus/biopis (+)
- Antigeni/solasi virus (+) dalam sekresi saluran napas
- Titel lgM spesifik meningkat 4 x

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


99
Insiden Kejadian HCAP dan VAP
 Insiden kejadian HCAP adalah 5-15 kasus/1000 pasien
 Insiden VAP adala 6-20x dengan ventilasi mekanis
 HCAP, VAP yang terjadi pada > 5 hari rawat lebih beresiko mendapatkan
kuma Multi Drug resistent/MDR
 VAP dan HCAP sering infeksi disebabkan oleh infeksi aerobe batang gram
negatif seperti Pseudomonas Aeroginosa, MRSA, Anicetobakter, dan kokus
gram positif
 Bakteri anaerob, viirus dan infeksi jamur jarang menyebabkan HCAP dan
VAP
 Pervallensi MDR patogen bervariasi pada setia RS. Ruang rawat ICU harus
mempunyai data surveilan pola resistensi kkuma MDR
 MDR patogen sering didapat pada penderita dengan penyakit kronis,
mempunyai resiko HCAP dan pada pasien HCAP late onset
 Infeksi jamur oleh Candida biasanya dari ETT sedangkan Aspergillus
sering didapatkan dari saluran air RS
 Infeksi virus yang sering menimbullkan HCAP dan VAP adalah influenza
A
Faktor Resiko Penyebab VAP atau HCAP :
1. Faktor Agent
 Penyebab HCAP dan VAP tersering adalah :
1) Pseudomonas Aeruginoosa
2) Staphylococcus Aureus
3) Klibsiella Sp
4) Escherichea Coli
5) Serratia Marcescens
6) Proteus Sp
 ± 50% VAP disebabkan aspirasi kolonisasi kuman diorofaring dan
lammbung yang berubah sifat menjadi kolonisasi kuman resisten
yang masuk ke jalan nafas bagian bawah

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


100
2. Faktor Host
 Usia lanjut >60 tahun
 Syok, gagal napas
 Infiltrat bilateral
 Penyakit keganasan
 Pasien menggunakan NGT
pH lambung meningkat pada pasien dengan penyakit saluran
percernaan atas, ileus, achlorhydria, menggunakan obat antisida atau H2
antagonis dan usia lanjut yang menggunakan NGT. Lambung dan sinus
merupakan reservior organisme yang potensial dan patogen
menyongkong terbentuknya koloni penyebbab HAP dan VAP. Keadaan
pH lambung yang meningkat merupakan penyebab peningkatan jumlah
mikroorganisme/bakteri
 Lama di rawat di Rumah Sakit, lama menggunakan ventilasi
mekanik
Resiko VAP meningkat :
- 3% perhari selama 5 hari pertama
- 2% perhari setelah hari ke 5-10
- 1% setelah hari ke 10
- 50% terjadi sesudah 4 hari pertama setelah memakai ventilator
 Posisi kepala supine dengan ventilasi mekanik
 Aspirasi bakteri patogen orofaring atau sekret lendir jalan napas
pasien yang mengandung bakkteri di sekitar cuff/ETT yang
sering masuk kejalan nafas bawah
Aspirasi cairan orofaring dan lambung normalnya sebanyak 45%
saat tidur. Peningkatan aspirasi ini dapat disebabkan oleh :
1. Penyakit paru obstruktif kkronis, sindrom obstruksi
2. Kesadaran menurun : obat sedativa//anestesi umum
3. Penderita tirah baring lama :
- Kelainan neurologi/stroke
- Trauma kepala
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
101
- Penyakit keganasan
4. Daya tahan tubuh menurun : usia lanjt, stroid
5. Pasca operasi abbdomen atas dan thoraks, leher, bedah syaraf,
bedah vaskuler
6. Gangguan reflek menelan/reflek batuk/(dysfagia, usia
lanjut,BBLR)
7. Gangguan motilitas lambung/pengosongan lambung
- Reflux gaster
- Ileus, muntah
- Pengobatan yang menyebabkan pengosongan lambunng menjadi
lambat seperti Dopamine, Propofol
 Derajat penyakit infeksi nosokomial pneumoonia
 Terapi antibiotik yang tidak sesuai atau telah mendapat terapi
antibiotik
3. Faktor Environment
 Bakteri dapat masuk dalam saluran nafas melalui instrumentasi
jalan nafas dan inhalasi melalui aerosol yang terkontaminasi.
Lingkungan rumah sakit (udara, air peralatan, kesehatan, dan
serangga) yang mengkontaminasi, terjadinya infeksi silang antara
pasien, petugas, dan sumber penyebab infeksi adalah faktor yang
menyebabkan VAP atau HCAP
 Teknik airway Suctioning yang tidak baik
4. Mode Transmisi
Sumber penyebab infeksi :
Sumber Jenis Kuman
Tangan Staphylococcus, Hepatitis A,
Esherichea Coli, Batang Gram
Negatif
Hidung Staphylococcus
Udara Respiratory Synctitial Virus,

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


102
Mycoplasma Pneumonia,
Mycobacterium Tuberculosa,
Stapylococcus Aereus
Darah Hepatitis B, Cytomegalovirus
Air atau peralatan RS Batang gram negati, serratia
(ventilator, nebulizar)

Tindakan Mikroorganisme
Nebulizer, Respirator, Pseudomonas, Klibsiella, Serratia,
trakheostomi Staphylococcus, Candida
Kateter intra vena Staphylococcus,
Pseudomonas,Steptococci, Candida,
Acinetobacter
Bedah abdomen atas Batang Gram Negatif, Bacteroides
Dan Streptococcus Anaerob,
Staphylococcus, Streptococcus

Pencegahan Pneumonia Aspirasi :


1. Penderita dijelaskan faktor resiko terjadinya aspiirasi
2. Penjelasan tentang poster aspirasi di dekat tempat tidur pasien
3. Suction di dekat tempat tidur pasien
4. Jarak kepala dan tempat tidur 330 derajat
5. Sering membersikan mulut dan gigi
6. Perawatan 1 pasien dan 1 supervisi pengawas waktu memberi makan
Standar Penceghan VAP ::
1. Keseragaman pendidikan perawatan dan fisioterapi pernapasan
2. Standar perawatan rongga mulut
3. Standar cairan perawatan rongga mulut
4. Penggunaan alat dengan sistem tertutup
5. Pengurangan paparan dari lingkungan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


103
Prinsip utama dalam penatalaksanaan HCAP dan VAP
1. Hindari terapi antibiotik inadekuat
Pada VAP dan HCAP, kegagalan terapi karena antibiotik indakkuat
relavan dengan kematian
2. Antibiotik disesuaikan dengan regimen untuk organisme yang
spesifikmberdasarkan kultur mikrobiologi dan respon klinis
3. Hindari penggunaan antibiotik berlebihan
Antibiotik difokuskan berdasarkan diagnosis faktor resiko terhadap hasil
kultur yang akurat dari sakluran napas bawah. Pada kondisi onet awal
kurang dari 5 hari, antibiotik yang diberikan tidak perlu bersprektum luas.
Bila omset awal lebih dari 5 hari berikan antibiotik bersprektum luas
4. Terapkan strategi pencegahan untuk modifikasi faktor resiko
Pencegahan untuk Mengurangi Faktor Resiko terjadinya VAP dan HCAP
1. Pencegahan dan pengendalian infeksi
- Pendidikan staf/petugas ICU untuk mengurangi lamanya penggunaan
ventilasi mekanis dan untuk menurunkan hari rawat
- Desinfeksi tangan bervasis alkohol
- Mengisolasi penderita MDR untuk mencegah infeksi silang MDR
- Surveilans mikrobiologi dengan data pola kuman lokal yang patogen
/resisten untuk identifikasi dan jumlah secara kwantitatif bakteri MDR
yang endemis dan yang terbaru sebagai petunjuk penggunaan antibiotik
yang sesuai suspek HCAP atau infeksi nosokomial lainnnya
- Memonitor dan secepatnya melepas/mengganti peralatan invasif
- Melakukan program antibiotika rasional
- Intubasi dan reintubasi dihindarkan karena akan meningkatkan resiko
VAP
- Sebaiknya menggunakan ventilasi non-invasive bila mungkin pada
penderita yang telah diseleksi dengan gagal nafas atau frekuensi nafas
>30x/menit

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


104
- Sebaiknya menggunakan intubasi ooritrakeal dan selang orogastric
dibanding intubasi noosotrakha dan nosogastrik tube untuk mencegah
nosokomial sinusitis dan VAP
- Menuurunkan penggunaan ventilasi mekanis seperti merubah metode
sedasi dan menggunakan protokol untuk memfassilitasi dan mempercepat
proses weanig
- Tekanan katub ETT > 20 mmhg untuk mencegah perlekatan bakteri
pathogen disekitar balon ke dalam saluran napas bawah dan melakukan
aspirasi subglotis secara kontinu dapat menurunkan insidens VAP.
- VAP bisa disebabkan oleh kolonisasi dari cairan yang berasal dari cairan
embun sirkuit ventilator yang terkontaminasi cairan embun harus selalu
dihilangkan dari sirkuit dan mencegah cairan embun masuk ke dalam
ETT dan terapi netbulizer pada satu arah.
- Bila terjadi dari 2 hari dengan ventilator mekanik, resiko VAP dapat
dikurangi dengan HME dibandingkan dengan humidifiers yang
dipanaskan. Humidifiers pada HME dapat menurunkan kolonisasi di
sirkuit ventilator tapi tidak terbukti bermakna dalam menurunkan
insidens VAP.
- Desinfeksi tingkat tinggi sirkuit selang ventilator mencegah kontaminasi
dengan penderita
1. Pasien
- Faktor pasien yang tidak dapat dicegah :
a. Laki-laki
b. Ada penyakit paru sebelumnya
c. Gagal multi organ
- Pre operasi :
a. Terapi penyakit paru sebelum dilakukan operasi
b. Stop merokok ± 6 minggu sebelum operasi menurunkan angka
kematian setelah pasca operasi
c. Pemeriksaan fungsi paru /spirometri

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


105
d. Terapi bronkodilator, mukolitik dan fisioterapi pernapasan pra
operasi
e. Latihan napas dlam dan batuk
Terutama pada penderita dengan penyakit paru/disfungsi paru berat sebelumnya
atau pra operasi rongga thorak dan abdomen bagian atas :
- Post operasi
a. Mobilisasi secepatnya setelah operasi
b. Terapi analgentik, antipiretik, bronkodilator, mukolitik dan fisioterapi
pernafasan post operasi
- Pasien harus dipertahankan dengan posis semirecumben 30-45 derajat
dibandingkan posisi supine untuk mencegah aspirasi terutama waktu
memberi makan enternal
- Hindari melakukan penghisapan lendrir jalan napas bila tidak diperlukan
- Oral hygiene dengan anti septik atau chlorhexidine 6x/hari
- Perkusi dan drainage postural untuk mestimulasi batuk
2. Jenis anestesi dan lamanya operasi
3. Terapi oksigen / alat pernapasan yang tidak invasive
4. Nutrisi enternal lebih disukai dibanding parenternal nutrisi karena untuk
menurunkan resiko infeksi oleh kateter vena sentral dan mencegah reflux
mukosa usus yang dapt meningkatkan translokasi bakteri
5. Bahan nutrisi harus larutan yang baru dan untuk mencegah aspirasi
memberikan secara drip dan kontinu lebih baik dibandingkan dengan cara
bolus
Surveilance di ICU :
a. Standard precautions dan kebersihan tangan
b. Evaluasi teknik untuk penghisap lendir penderita tipe kateter
c. Evaluasi cara membersihkan tubing pengembun dan tehnik desinfeksi
peralatan pernapasan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


106
BAB VII
PEMPROSESAN ALAT DAN LINEN YANG AMAN
Deskripsi : Konsep penting dalam bab ini meliputi cara memproses
instrument yang kotor, sarung tangan, dan alat yang akan dipakai kembali.
Precelaning/prabukas dengan larutan klorin 0,5 % mengamankan alat-alat kotor
yang akan tersentuh dan akan ditangani, serta memilih dan alasan setiap proses
yang ada digunakan.
LATAR BELAKANG
Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi yang terpenting adalah bahwa
rasional setiap proses pencegahan infeksi yang dianjurkan dan keterbatasannya
dimengerti oleh staf kesehatan pada setiap tidngkat, daripetugas pelayanan
kesehatan sampai kepetugas pembersihan dan pemeliharaan. Proses pencegahan
infeksi dasar yang dianjurkan untuk mengurangi penularan penyakit dari
instrument yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis pakai
lainnya adalah precleaning/prabilas, pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Adapun jenis tindakan prosedur bedah, langkah-langkah dalam memproses
barang-barang ini sama sebagaimana digambarkan pada gambar 7-1. (Diadaptasi
dari : Ti et jen, Cronin dan Mclntosh 1992)

Mengungkapkan dan mendidihkan, untuk waktu yang lama, merendam selama 20


menit dalam disnfektan tingkat tinggi merusak endospore secara meyakinkan. Staf
harus sadar akan keterbatasan DTT.

Sementara masih memakai sarung tangan setelah melakukan pembedahan


atau tindakan medis invasive, seorang dokter dan/atau asistennya harus
membuang benda-benda yang terkontaminasi (kassa atau katun dan barang-barang
terbuang lainnya) dalam kantong plastik atau wadah tertutup yang tahan bocor.
Selanjutnya, benda-benda tajam yang akan dibuang (umpamannya skapel dan
jarum jahit) harus ditempatkan di wadah barang tajam. Jika ada peralatan atau
barang yang akan dipakai kembali seperti sarung tangan bedah, semprit, dan
kanula hisap, baik yang telah dipakai maupun belum sewaktu pembedahan,

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


107
haruslah diprecleaning/prabilas dengan merendamnya selama 10 menit dalam
detergen, enzymatic terlebih dahulu. Langkah ini sangat penting, terutama jika
peralatan atau barang tersebut akan dibersihkan dengan tangan (NYSTROM
1981). Setelah diprecleaning/prabilas, peralatan dan barang yang akan dipakai
kembali haruslah dibersihkan dengan sabun dan air, kemudian dibilas lalu
dikeringkan. Peralatan bedah dan barang-barang yang akan bersentuhan dengan
darah atau jaringan steril di bawah kulit lainnya (critical items), harus disterilisasi
untuk menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk endospore bakterial.
Adapun sterilisasi tidak mungkin dilakukan atau alatnya tidak ada, maka dapat
dilakukan DTT dengan dididihkan, diuapkan atau direndam dalam larutasn
disinfektan kimiawi yang merupakan satu-satunya alternatif yang dianjurkan.
Peralatan atau barang-barang lain yang hanya menyentuh selaput lendir atau kulit
luar yang terluka, cukup dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT).

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


108
Perhatian :
- Fortmaldehide alkohol tidak direkomendasikan sebagai sterilan kimia atau
DTT karena bersifat iritasi dan toksik
- Fenol 3 % dan lodophor tidak boleh untuk DTT karena tidak dapat
mematikan spora bakteria, MTB, dan jamur
- Isoropil alkohol tidka boleh untuk DTT karena tidka bisa mematikan sopra
bacteria dan virus hidrophilik
- Waktu ekspos untuk DTT berubah dari 10-30 menit menjadi > 12 menit
- Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan

TIGA TINGKAT PROSES DISINFEKSI


1. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : mematikan kumand alam waktu 20
menit-12 jam, akan mematikan semua mikroba kecuali spora bakteri
2. Disinfeksi Tingakt Sedang (DTS) : dapat mematikan mikro bacteria
vegetatif hamper semua virus, hamper semua jamur, tetapi tidak dapat
mematikan spora bacteria
3. Disinfeksi Tingat Rendah (DTR) : dapat mematikan hamper semua bakteri
vegetatif, beberapa jamur, beberapa virus dalamwaktu < 10 menit.
DEFINISI
 Precleaning/prabilas : Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan(umpamanya menginaktivasi
HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi tapi tidak menghilangkan, jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi.
 Pembersihan: proses yang secra fisik membuang semua debu yang
tambak, kotoran, darah atau cairan tubuh lain dari benda mati ataupun
membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi
mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini
terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air atau
enzymatic, membilas dengan air bersih dengan mengeringkan/
 Desinfeksi Tinglat tinggi : proses menghilangkan semua mikroorganisme
kecuali beberapa endospore bacterial dari objek, dengan merebus,
menguapkan atau memakai desinfektan kimiawi.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


109
Sterilisasi : proses mengilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,fungsi
dan parasit) termasuk endospora bacterial dari benda mati dengan uap tekanan
tinggi (otaklaf), panas kering (oven), sterilan kimiawi atau radiasi.
Setiap benda, baik peralatan metal maupun sarung tangan, memerlukan
penanganan dan pemrosesan khusus agar:
 Mengurangi resiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah atau duh
tubuh terhadap petugas pembersih dan rumah tangga
 Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi( umpamanya peralatan atau
benda lain yang steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi (DTT)
PENGELOLAAN LINEN
Tangan linen yang sudah digunakan denagan hati-hati denagn
menggunakan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara
teratur.Resiko terpajan atau mengalami ISPA akibat membawa linen
yang sudah di gunakan relative kecil.Namun demikian membawa
linen yang sudah digunakan harus melalukan membersihkan tangan
secara teratur sesuai dengan pedoman kewaspadaan standar.
Prinsip umum
 Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam
kantong atau wadah yang tidak rusak saat diangkut
 Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah di
gunakan.
Linen
 Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan
dibilas dengan air. Linen kotor tersebut kemudian langsung
dimaksukkan kedalam kantong linen di kamar pasien.
 Hilangkan bahan padat (misalnya, feses) dari linen yang sangat kotor
(menggunakan APD yang sesuai) dan buang limbah padat tersebut ke
dalam toilet sebelum linen di masukkan ke kantong cucian.
 Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk
mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang di
sekitarnya.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


110
 Jangan memilah linen di tempat perawatan pasien.Masukkan linen
yang terkontaminasi langsung ke kantong cucian di ruang isolasi
dengan memanipulasi minimal atau mengibasibaskan untuk
menghindari kontaminasi udara dan orang.
 Linen yang sudah di gunakan kemudian harus dicuci sesuai prosedur
pencucian biasa.
 Cuci dan keringkan linen sesuai dengan standard an prosedur tetap
fasilitas pelayanan kesehatan.Untuk pencucian dengan air panas. Cuci
linen menggunakan detergen /disifektan dengan air 700(1600F) selama
minimal 25 menit. Pilih bahan kimia yang cocok untuk pencucian
temperatur rendah dengan konsentrasi yang sesuai bila melakukan
pencucian dengan tenperatur rendah <700C(<1600F).

Perhatian:
- Angkut linen dengan hati-hati
- Angkut linen kotor dalam wadah/kantong tertutup
- Pastikan linen diangkut dengan dan diolah dengan aman dengan
melakukan klasifikasi (ini sangat penting) dan menggunakan
wadah/kantong yang ditentukan menurut klasifikasinya
- Petugas kesehatan harus menggunakan APD yang memadai saat
mengangkut linen kotor
- Transportasi/trolley linen bersih dan linen kotor harus dibedakan, bila
perlu dieri warna yang berbeda.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


111
BAB VIII
PENGELOLAAN LIMBAH
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan
pengendalian infeksi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.Limbah
dari rumah sakit atau di fasilitas pelayanan kesehatan.Limbah dari rumah sakit
atau pelayanan kesehatan lainnya dapat berupa yang telah terkontaminasi (secara
potensi sangat berbahaya) atau tidak terkontaminasi.Sekitar 85% limbah umum
yang dihasilkan dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya tidak
terkontaminasi dan tidak berbhaya bagi petugas yang menangani.Namun demikian
penangan limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar.
Semua limbah yang tidak terkontaminasi seperti kertas, kotak, botol wadah
plastic dan sisa makanan dapat dibuang dengan biasa atau dikirim ke Dinas
Pembuangan. Limbah setempat atau tempat pembungan limbah umum (CDC
1985, Rutala 1993)
Sedangkan limbah terkontaminasi (biasanya membawa mikroorganisme),
jika tidak di kelola secara benar akan dapat menular pada petugas yang
menyentuh limbah tersebut termasuk masyarakat pada umumnya.Limbah
terkontaminasi adalah semua limbah yang telah terkontaminasi dengan
darah,nanah,urin,tinja,jaringan tubuh lain, dan bahan lain bukan dari tubuh seperti
bekas pembalutluka, kasa, kapas dan lain-lain. (Limbah dari kamar operasi seperti
jaringan,darah,kasa,kapas,dll dan dari laboratorium seperti darah,tinja, urin,
biakan mikrobiologi harus dianggap terkontaminasi). Alat-alat yang dapat melukai
misalnya jarum,pisau, yang dapat menularkan penyakit-penyakit seperti hepatitis
B, hepatitis C, AIDS juga digolongkan sebagai limbah terkontamidasi.

PENGERTIAN
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbh patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


112
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer, bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.
Limbah padat non medisadalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan kimia
beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan
Limbah gas adalah semu limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran dirumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan, generator,
anastesi, dan pembuatan obat sitotoksis.
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasidengan darah, cairan tubuh
pasien, ekskresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain
Limbah sitotoksisi adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan
dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
Minimalisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan,
menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle)

DEFINISI
Bahan berbahaya setiap unsur peralatan bahan atau proses yang mampu atau
berpotensi menyebabkan kerusakan
Benda-benda tajam jarum suntik, jarum jahit bedah, pisau, skalpel,
gunting,benang kawat, pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk atau
melukai.
Enkapsulasi pengisian wadah benda tajam yang telah ¾ penuh dengan semen
atau tanah liat, yang setelah kering, dapat dimanfaatkan untuk menambah
gundukan tanah pada bagian yang rendah

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


113
Insenerasi pembakaran limbah padat, cair, atau gas mudah terbakar (dapat
dibakar) yang terkontrol untuk menghasilkan gas dan sisa yang tidak atau tinggal
sedikit mengandung bahan mudah terbakar
Kebersihan peralatan tanah metode rekayasa teknik pembuangan limbah padat
di atas tanah sedemikian rupa sehingga dapat melindungi lingkungan (misalnya
meratakan limbah dalamlapisan tipis, dipadatkan dalam jumlah-jumlah kecil dan
ditutupi dengan tanah setiap hari setelah waktu kerja).
Kontaminasi keadaan yang secara potensial atau telah terjadikontak dengan
mikroorganisme seringkali digunakan dalam pelayanan kesehatan istilah tersebut
umumnya merujuk pada adanya microorganism yang dapat menimbulkan infeksi
atau penyakit.
Pembuangan mengubur limbah, menimbun,membuang, melempar, meletakkan
atau melepaskanbahan limbah apapun ke atau pada udara, tanah,ataupun air.
Pembuangan dilakukan tanpa bermajksud untuk memungut kembali
Pemilahan pemilahan limbah padat dan menyisihkan bahan-bahan yang masih
bermanfaat dari gundukan limbah diatas tanah.
Pengelolaan limbah semua kegiatan, baik administratif maupun operasional
(termasuk kegiatan transportasi), melibatkan penanganan, perawatan,
mengkondisikan, penimbungan, dan pembuangan limbah.
Saluran kotoransistem pengumpulan dan pengangkutan kotoran, termasuk
saluran-saluran air, pipa-pipa, tempat pompa
Limbah infeksius bagian dari limbah medis yang dapat menyebabkan penyakit
infeksi
Limbah kotapraja limbah umum yang diurus oleh Petugas Pembuangan Limbah
Pemerintah setempah (misalnya Dinas Kebersihan Kota) terutama dari rumah
tangga, aktivitas komersial , dan limbah jalanan
Segregasi pemisahan sistematis limbah padat sesuai dengan kategori yang telah
ditentukan
Wadah tabung tempat penanganan,pengangkutan, penimbungan dan/ atau
akhirnya pembuangan limbah

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


114
Limbah lain yang tidka membawa microorganism, tetapi digolongkan berbahaya
karena mempunyai potensi berbahaya pada lingkungan meliputi :
- Bahan-bahan kimia atau farmasi (misalnya kaleng bekas,botol, atau
kotak yang mengandung obat kadaluarsa, vaksin, reagen disinfektan
seperti formaldehid, glutaradelhid, bahan-bahan organic seperti aseton
dan kloroform).
- Limbah sitotoksik (misalnya obat-obat untuk kemoterapi)
- Limbah yang mengandung logam berat (misalnya air raksa dari
thermometer yang pecah, tensimeter, bahan-bahan bekas gigi, dan
cadmium dari baterai yang dibuang)
- Wadah bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang (misalnya kaleng
penyembur) yang berbahaya dan dapat meledak apabila di bakar,

PENGELOLAAN LIMBAH
Tujuan Pengelolaan Limbah
Tujuan Pengelolaan Limbah ialah :
- Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
- Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
- Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
- Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif) dengan
aman
Tumpukan limbah terbuka harus dihindari, karena :
- Menjadi obyek pemulung yang akan memanfaatkan limbah yang
terkontaminasi
- Dapat menyebabkan perlukaan
- Menimbulkan bau busuk
- Mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya
Pengelolaan limbah dapat dilakukan mulai dari :
 Identifikasi Limbah
- Padat
- Cair

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


115
- Tajam
- Infeksius
- Non infeksius
 Pemisahan
- Pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah
- Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
- Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
- Limbah cair segera dibuang ke wastafel di spoelhoek
 Labeling
a. Limbah padat infeksius : plastik kantong kuning, kantong warna
lain tapi diikat tali warna kuning
b. Limbah padat non infeksius : plastik kantong warna hitam
c. Limbah benda tajam : wadah tahan tusuk dan air
 Kantong pembuangan diberi label biohazard atau sesuai jenis
limbah
 Packing
- Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
- Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan menggunakan kaki
- Kontainer dalam keadaan bersih
- Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
- Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20 meter
- Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh
- Kontainer limbah harus dicuci setiap limbah
 Penyimpanan
- Simpan limbah ditempat penampungan sementara khusus
- Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
- Beri label pada kantong plastik limbah
- Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara
- Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
- Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan tertutup
- Tidak boleh ada yang tercecer

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


116
- Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
- Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah
- Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau
(oleh kendaraan) aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi
kering
 Pengangkutan
- Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
- Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan tertutup
- Tidak boleh ada yang tercecer
- Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
- Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah
 Treatment
- Limbah infeksius di masukkan dalam incenerator
- Limbah non infeksius di bawa ke tempat pembuangan limbah umum
- Limbah benda tajam di masukkan dalam incinerator
- Limbah cair dalam wastafel di ruang spoelhok
- Limbah feces,urine ke dalam WC

Penanganan Limbah Benda Tajam


 Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
 Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
 Segera buang limba benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi
 Selalu buang sendiri oleh si pemakai
 Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan

Penanganan Limbah Pecah Kaca


 Gunakan sarung tangan rumah tangga
 Gunakan kertas Koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam
tersebut, kemudian bungkus dengan kertas
 Masukkan dalam kontainer ahan rusukan beri label
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
117
Unit Pengelolaan Limbah Cair
 Kolam stabilisasi air limbah
 Kolam oksidasi air limbah
 Sistem proses pembusukan anaeroh
 Septic tank

Pengembangan Limbah Terkontaminasi


Pengembangan limbah terkontaminasi yang benar meliputi :
 Menuangkan cairan atau limmbah basah ke sistem pembuangan kotoran
tertutup
 Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus
mikroorganismenya ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan
limbah terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume limbah
dan memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijaran dan
dipakai ulang
 Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi
Penanganan limbah terkontaminasi yang tepat akan mengurangi penyebaran
infeksi pada petugas kesehatan dan masyaakat setempat. Jika memungkinkan,
limbah terkontaminasi harus dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat
pembuangan dalam wadah tertutup dan anti bocor.

Cara Penanganan Limbah Terkontaminasi


 Untuk limbah terkontaminasi, pakailah kantong plastik berwarna kuning
untuk membedakannya dengan limbah rumah tangga/limbah tidak
terkontaminasi
 Gunakan wadah tahan tembus (safery box) untuk pembuangan semua
benda-benda tajam
 Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan
mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat limbah kemana-mana
meningkatkan resiko infksi pada pembawanya). Terutama penting sekali

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


118
terhadap benda tajam yang membawa resiko besar kecelakaan perlukaan
pada petugas kesehatan dan staf
 Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkat limbah
tidak boleh untuk keperluan lain di klinik atau rumah sakit. Wadah limbah
sebaiknya ditandai sebagai wadah limbah terkontaminasi (bio hazard)
 Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan (larutan
klorin 0,5 % ditambah sabun) dan bilas teratur dengan air.
 Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar
dan yang tidak akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan
menghindarkan petugas dari memisahkan limbah dengan tangan kemudian
 Gunakan Alat Perlindungan Diri (APD) ketika menangani limbah
(misalnya sarung tangan utilitas dna sepatu pelindung tertutup)
 Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan anti septik berbahan dasar
alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani
limbah

Karena sebagian besar limbah fasilitas jesehatan dapat dikirim kepusat


pembuangan sampah kotapraja atau umum (cara yang sangat murah dan mudah
untuk membuang limbah), adalah sangat penting untuk melatih semua petugas
kesehatan, termasuk dokter untuk memisahkan limbah terkontaminasi dan yang
tidak terkontaminasi. Sebagai contoh, membuang jarum suntik bekas pakai ke
dalam keranjang sampah di kamar pasien secara otomatis menjadikan wadah
tersebut berbahaya untuk ditangani petugas pembuangan limbah. Jika diketahui,
maka keranjang sampah tersebut harus ditangani dan dibuang sebagai sampah
berbahaya dan terkontaminasi.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


119
Bagaimana membuang benda-benda tajaun
Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik, jarum jahit, silet, pisau
skalpel) memerlukan penanganan khusus karena benda-benda ini dapat melukai
petugas kesehatandan juga masyarakat sekitarnya jika limbah ini dibuang di
tempat pembuangan limbah umum.
Enkapsulasi dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-
bendatajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan
antibocor.Sesudah ¾ penuh, bahan seperti semen, pasir atau bubuk plastik
dimasukkandalam wadah sampai penuh.Sesudah bahan-bahan menjadi padat dan
kering, wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat
dikuburkan. Bahan-bahan sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-
benda yajam (WHO, 1999)
Insinerasi adalah proses pembakaran dengan suhu tinggi untuk mengurangi
isi dan berat ssampah. Proses ini bias any dipilih untuk menangani sampah
terkontaminasi, sampah yang tidak dapat di daur ulang, dipakai lagi, atau dibuang
ketempat pembuangansampah atau tempat kebersihan peralatan tanah.
Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan
tidak jelas, dan angina dapat menyebarkan sampah kemana-mana.Jika
pembakaran terbuka harus dikerjakan, lakukan pada tempat tertentu dan terbatas,
pindahkan limbah ke tempat tersebut hanya segera sebelum dibakar dan biarkan
terbakar hingga sehingga surut.
Pada fasilitas kesehatan dendgan sumber daya terbatas dan insinerator
bersuhu tinggi tidka tersedia, maka limbah dapat diinsenerasi dalam insinerator
tong.insinerator tong merupakan jenis insinerator kamar tunggal. Dapat dibuat
dengan murah, dan lebih baik daripada pembakaran terbuka

Mengubur Limbah
Di fasilitas kesehatan dengan sumber terbatas, penguburan limbah secara
aman pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-satunya alternatif untuk
pembuangan limbah. Caranya : buat lubang sedalam 2.5 m, setiap tinggi limbah
75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lahi dengan limbah sampai 75 cm

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


120
ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah sampai 75 cm,
kemudian dikubur.
Untuk mengurangi resiko dan polusi lingkungan, beberapa aturan dasar
adalah :
 Batasi akses ketempat pembuangan limbah tersebut (buat agar
disekelilingnya untuk menghindarkan dari hewan dan anak-anak)
 Tempat penguburan sebaiknya dibatasi denganlahan dengan
permeabilitas rendah (seperti tanah liat) jika ada
 Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter (164 kaki) dari sumber
air untuk mencegah kontaminasi permukaan air
 Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik, lebih rendah
dari sumur, bebas genangan air dan tidak di daerah rawan banjir.

Membuang limbah berbahaya


Bahan-bahan kimia termasuk sisa-sisa bahan bahan sewaktu pengekapan,
bahan-bahan kadaluarsa atau kimia dekomposisi, atau bahan kimia tidak dipakai
lagi.Bahan kimia yang tidak terlalu banyak dapat dikumpulkan dalam wadah
dengan limbah terinfeksi, dan kemudian diinsinerasi, enkapsulasi atau
dikubur.Pada jumlah yang banyak, tidak boleh dikumpulkan dengan limbah
terinfeksi. Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan
penangannya adalah sebagai berikut :
 Insinerasi pada suhu tinggi merupakan obsi terbaik untuk pembuangan
limbah kimia
 Jika ini tidak mungkin kembalikan limbah kimia tersebut kepada pemasok
Karena kedua metode ini mungkin mahal dan tidak praktis maka jagalah
agar limbah kimia terdapat seminimal mungkin.

Limbah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit limbah farmasi (obat dan bahan obat-obatan),
dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi dan dibuang dengan
cara yang sama insinerasi. Enkapsulisasi dikubur secara aman. Perlu dicatat

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


121
bahwa suhu yang dicapai dalam insinerasi kamar tunggal seperti tong atau
incinerator dari bata adalah tidak cukup untuk menghancurkan total limbah
farmasi ini, sehingga tetap berbahaya. Jika jumlahnya, limbah farmasi dapat
dibuang secara metode berikut :
 Sitotoksik dan antibiotic dapat di insinerasi, sisanya di kubur dai tempat
pemerataan tanah (gunakan incinerator seperti untuk membuat mencapai
suhu pembekaran hinggal 8000 C)
 Bahan yang larut air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan
vitamin, obat batuk, cairan intravena tetes mata, dan lain-lain dpat
diencerkan dengan sejumlah besar air lalu dibuang dalam tempat
pembuangan kotoran (jika terdapat sistem pembuangan kotoran)
 Jika itu semua gagal, kembalikan ke pemasok jika mungkin
Rekomendasi berikut dapat juga diikuti :
 Sisa-sisa obat sitotosik atau limbah sitotoksik lain tidka boleh dicampur
dengan sisa-sisa limbah farmasi lainnya
 Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang di sungai, kali, telaga, danau atau
area pemerataan tanah

Limbah dengan Bahan Mengandung Logam Berat


Baterai, thermometer dan lain-lain benda dan mengandung logamberat seperti air
raksa atau cadmium. Cara pembuangannya adalah sebagai berikut :
 Pelayanan daur ulang tersedia (melalui industri pabrik). Ini adalah pilihan
terbaik jika ada
 Enkapsulasi jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan limbah
enkapsulasi dapat dilakukan, jika tersedia
Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena uap logam beracun yang
dikeluarkan.Juga tidak boleh ddikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan
polusi lapissan air ditanah. Biasanya, limbah jenis ini hanya terdapat dalam
jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh
kembang janin danbayi.Jika di buang dalam air dan udara, air raksa masuk dan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


122
mengkontaminasi danau, sungai, dan aliran air lainnya. Untuk mengurangi resiko
polusi, benda-benda yang mengandung air raksa seperti thermometer dan
tensimeter sebaiknya diganti dengan yang tidak mengandung air rkasaJika
thermometer pecah :
 Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua belah tangan
 Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok, dan
mungkin dalam wadah kecil tertutup untuk di buang atau dipakai kembali,
Wadah Penyembur Aerosol Tidak daur ulang
 Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur
 Wadah bertekanan gas tidak bolehdibakar atau diinsinerasi karena dapat
meledak
Sebagai kesimpulan, sedapat-dapatnya hindarkan membeli atau memakai produk
kimia yang sukar atau sangat mahal untuk dibuang.

Gambar 8-1. Klasifikasi limbah rumah sakit dan metode penanganannya

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


123
BAB IX
PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan salah satu aspek dalam upaya pencegahan pengendalian
infeksi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.Lingkungan
rumah skait atau pelayanan kesehatan lainnya jarang menimbulkan transmisi
penyakit infeksi nosokomial, namun pada pasien-pasien yang
immunocompromised harus lebih idwaspadai dan perhatian karena dapat
menimbulkan beberapa penyakit infeksi lainnya seperti infeksi saluran pernapasan
aspergilius, legionella, mycobacterium TB, varicella zoster. Virus hepatitis B.
HIV
Berbagai hal perlu diperhatikan dalam pengendalian lingkungan rumah sakit
atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti ruang bangunan, penghawaan,
kebersihanm saluran limbah dan lain sebagainnya.
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dpaat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan lingkungan
yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan
pemeliharaan medic dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih,
mempertahankan ventilasi udara yang baik.
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau sebagian
besar patogen dari permukaan dan benda yang terkontaminasi.
Pembersihan permukaan di lingkungan pasien sangat penting karena agen
infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat bertahan di lingkungan selama
beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Pembersihan dapat dilakukan dengan air
dadn detergen netral
Tujuan
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih aman dan
nyamana sehingga dapat meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi
mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas ,pengunjung dan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


124
masyarakat disekitar rumah sakit atau fasilitas kesehatan sehingga infeksi
nosocomial dan kecelakaan kerja dapat dicegah
Disinfeksi
Disinfeksi standar rumah sakit, yang dibuat dengan larutan yang dianjurkan
dan digunakans esuai dengan petunjuk pabrik dapat mengurangi tingakt
kontaminasi permukaan lingkungan. Pembersihan harus dilakukan sebelum proses
disinfeksi
Hanya perlengkapan dan permukaan yang pernah bersentuhan dengan kulit
atau mukossa pasien atau sudah sering disentuh oleh petugas kesehatan yang
memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan.Jenis disinfeksi yang digunakan di
fasilitas pelayanan kesehatan tergantung pada ketersediaanny dan peraturan yang
berlaku. Sebagian disnfeksi yang cocok untuk keperluan ini adalah :
 Sodium hipoklorit-digunakan pada permukaan atau peralatan bukan logam
 Alkohol digunakan pada permukaan yang lebih kecil
 Senyawa fenol
 Senyawa ammonium quaterner dan/atau
 Senyawa peroksigen

Prinsip dasar pembersihan lingkungan


 Semua permukaan horizontal di tempat dimana pelayanan yang disediakan
untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan bila terlihat kotor.
Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila pasien sudah keluar dan
sebelum pasien baru masuk
 Bila permukaan tersebut meja pemeriksaan atau peralatan lainnya pernah
bersentuhan langsung dengan pasien permukaan tersebut harus dibersihkan
dan didisinfeksi di antara pasien-pasien yang berbeda
 Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan.
Membersihkan debu dengan kain kering atau dengan sapu dapat
menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari
 Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai dengan
peraturan setempat
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
125
 Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah
digunakan
 Kain pel yang dapat digunakan kembali harus di cuci dan dikeringkan
setelha digunakan dan sebelum disimpan
 Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan pembersihan
menyeluruh setiap hari
 Meja pemeriksaan dan peralatan di sekitarnya yang telah digunakan pasien
yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan
kehkawatiran harus dibersihkan dengan disinfeksi segera setelah
digunakan

APD untuk pembersihan lingkungan


Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerluykan banyak
pekerja, dan dilingkungan tertentu resiko terpajan benda-benda tajam sangat
tinggi. Petugas kesehatan harus mengenakan : sarung tangan karet (rumah
tangga), gaun pelindung dan celemek karet, dan sepatu yang rapat dan kuat seperti
sepatu bot

Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :


 Pasang gaun pelindung, celemek, dan sarung tangan karet
 Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan tersebut dengan air
dan detergen menggunakan kain pembersih sekali pakai
 Buang kain pemberish ke wadah limbah tahan bocor yang sesuai
 Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan
(Catatn : sodium hipoklorit dapat digunakan untuk disinfeksi, dengan
konsentrasi yang dianjurkan berkisar dari 0,05 % sampai 0,5 %)
 Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan perlengkapan
tersebut ke wdah yang sesuai untuk pembersihan dan disinfeksi lebih
lanjut
 Tempatkan gaun pelindung dan masukkan ke wadah yang sesuai
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |
126
 Bersihkan tangan .

Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi


 Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan teratur
 Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk menghindari
aerosoluisasi debu
 Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/mukosa pasien dan
permukaan yang sering disentuh oleh petugas kesehatan yang
memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan
 Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan
pembersihan dan diinfeksi peralatan pernapasan dan harus membersihkan
tangan setelah APD dilepas

Perhatian :
Ventilasi ruanganyang baik diperlukan selama dan segera setelah proses disinfeksi
apa pun jenis disinfektan yang digunakan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


127
BAB X
PERLINDUNGAN PERTUGAS KESEHATAN
Petugas kesehatan yang merawat pasien penyakit menular melalui udara
harus mendapatkan pelatihgan mengenai cara penularan dan penyebaran, tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai dan protokol bila terpajan.
Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan
umum mengenai penyakit tersebut.

PAJANA TERHADAP VIRUS H5N1


Profilaksis anti virus dan vaksin flu
Petugas kesehatan yang kemungkinan kontak dengan pasien penyakit menular
melalui udara ataulingkungan yang terkontaminasi oleh virus, perlu melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
 Mendapat vaksinasi dengan vaksin flu musiman yang dianjurkan WHO
sesegera mungkin. Kadar anti bodi yang bersifat protektif biasanya dapat
terdeteksi antara 2 dan 4 minggu setelah vaksinasi dengan vaksin flu inter-
pendemic. Vaksin ini tidak akan memberi perlindungan terhadap influenza
A seperti burung (H5N1) tetapi vaksin tersebut dapat mencegah infeksi
oleh flu manusia bila terjadi infeksi flu burung. Vaksin ini akan
meminimalisasi kemungkinan munculnya bermacam-macam flu pada
suatu waktu.
 Jika kontak terjadi, perlu pengawasan terhadap suhu tubuh dua kali sehari.
Bila ada demam, petugas kesehatan harus dibebaskan dari tugas merawat
pasien dan menjalani uji diagnosis. Jika alternatif penyebab tidak
terindentifikasi, petugas kesehatan harus diberi pengobatan anti virus
misalnya oseltamivir dosis 75-150 mg setiap hari, selama-lamanya 7 hari
dimulai sesegera mungkin setelah kontak. Dengan luasnya pemakaian
oseltamivir, rekomendasi untuk regimennya mungkin akan ditinjau
kembali di masa mendatang. Saat ini beberapa ahli sudah
merekomendasikan dosis yang lebih tinggi (150 mg) dengan waktu yang
lebih panjang. Percobaan klinis juga telah menunjukkan bahwa Relenza

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


128
mungkin akan menjadi profilaksis yang efektif, meskipun surat saai ini
Relenza belum direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Agency)

Menjaga Diri
Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara
harus menjaga fungsi saluran pernafasan (tidak merokok, minuman dingin)
dengan baik dan menjaga kebersihan tangan setiap saat dan :
 Memeriksa suhu dua kali sehari dan waspadai terhadap munculnya gejala
pernafasan terutama batuk
 Memiliki catatan pribadi mengenai kontak yang dialami. Catatan tidak
boleh dibawa ke dalam area isolasi
 Bila timbul demam, segera batasi interaksi dan isolasi dari dari area
umum. Segera lapor ke Kepala Ruanhan/Penanggung Jawab Shift, Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan Tim K3 Rumah Sakit Royal
Progress mengenai adanya kemungkinan terinfeksi penyakit menular yang
sedang ditangani.

Petunjuk pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan yang kontak dengan


kasus penyakit menular
Kemungkinan bahwa petugas kesehatan tertular penyakit menular setelah
merawat pasien tetap ada.Meskipun transmisi virus tertentu seperti flu burung dari
manusia ke manusia belum dapat dibuktikan.Satu kasus penularan pada petugas
kesehatan tampaknya telah terjadi setelah berhubungan dekat dengan pasien-
pasien yang memiliki gejala (demam, gangguan pernapasan).Saat itu belum
dilakukan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi.
 Untuk mencegah transmisi penyakit menular di dalam tatanan
pelayanan kesehatan, petugas kesehatan harus menggunakan APD yang
sesuai untuk Kewaspadaan Standar serta Kewaspadaan Berdasarkan
Penularan secara kontak, droplet atau udara sesuai penyebaran penyakit
 Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala
penyakit menular yang sedang dihadapi

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


129
 Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus di evaluasi
untuk memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu
dipindah tugaskan dari kontak dengan pasien langsung, terutama
mereka yang bertugas di unit perawatan intensif (ICU) dan ruang rawat
anak
 Jika petugas kesehatan mengalami gejala demam atau gangguan
pernapasan atau dalam jangka waktu 10 hari setelah terpajan penyakit
melalui udara, maka ia perlu dibebas tugaskan dan dirawat di ruang
isolasi
 Bebas tugas tidak dharuskan untuk petugas kesehatan yang terpajan jika
ia tidak memiliki gejala demam atau gangguan pernapasan. Akan tetapi
petugas tersebut harus melaporkan pajanan yang dialami segera kepada
tim pencegahan danp pengendalian infeksi
 Petugas kesehatan yang mengalami gejala tidak dibenarkan masuk
kerja dan harus segera mencari pertolongan medis. Sebelumnya,
petugas tersebut harus memberitahukan kepada dokternya bahwa ia
mungkin telah tertular penyakit menular tertentu. Selain itu, petugas
harus melaporkan masalah ini Kepada Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi dan Tim K3 Rumah Sakit Royal Progress
 Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan
pernapasan setiap hari pada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas
diinstruksikan untuk mewaspadai terhadap timbulnya demam, gejala
gangguan pernafasan dan/atau peradangan terhadap konjungtiva selama
10 hari setelah terpajan pasien dengan penyakit menular melalui udara.

Selama musim flu, petugas kesehatan yang mengalami gejala seperti flu
dianjurkan untuk diam di rumah sampai 24 jam setelah demam menurun, kecuali
terdiagnosis penyakit lain atau uji diagnosis negatif untuk penyakit menular yang
sedang meningkat. Selama di rumah, orang sakit harus menjaga kebersihan
pernapasan yang baik dan etika batuk untuk mengurangi resiko penularan virus
kepada orang lain.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


130
Petunjuk bagi petugas yang mengalami kecelakaan tertusuk jarum bekas
pakai :

- Jangan panik
- Segera keluarkan darah dengan memijat bagian tubuh yang tertusuk dan
cuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan anti
septik
- Lapor ke Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan Tim K3 Rumah
Sakit Royal Progress Tim PPI akan melakukan tindakan lanjut
- Menentukan status pasien sebagai sumber jarum/alat tajam bekas pakai
terhadap satus HIV, HBV. HCV
- Petugas yang terpapar diperiksa status HIV, HBV, HCV jika tidak
diketahui sumber paparannya
- Bila status pasien bebas HIV, HBV, HCV dan bukan dalam masa inkubasi,
tidak perlu tindakan khusus untuk petugas, tetapi bila petugas khawatir
dapat dilakukan konseling
- Bila status pasien HIV, HBV, HCV positif maka tentukan status HIV,
HBV, HCV petugas kesehatan tersebut

PAJANAN TERHADAP VIRUS HIV

Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melalui darah dapat melalui :


 Rutin menajalankan Kewaspadaan Standar, memakai APD yang sesuai
 Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang
tepat
 Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum benda tajam
Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan :
 Tusukan yang dalam
 Tampak darah pada alat penimbul pajanan
 Tusukan masuk ke pembuluh darah
 Sumber pajanna mengandung virus kadar tinggi

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


131
 Jarum berlubang ditengah
Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluru petugas. Peraturannya
harus termasuk memeriksa sumber pajanan, penatalaksanaan jarum dan alat tajam
yang benar, alat pelindung diri, penatalaksanaan luka tusuk, sterilisasi, dan
disinfeksi

Profilaksis Pasca Pajanan

Obat ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.

Termasuk didalamnya pajanan terhadap cairan serebrospinal, cairan semen,


cairan vagina, cairan synovial/pleural/pericardial/peritoneal/amnion dari pasien
hingga HIV positif

STATUS HIV PASIEN


Pajanan Tidak Diketahui Positif Positif Resiko Regimen
Tinggi
Kulit Utuh Tidak Perlu Tidak Perlu Tidak Perlu
Mukosa atau Pertimbangan Pertimbangan Pertimbangan -AZT 300 mg/12
kulit yang tidak regimen 2 obat regimen 2 obat regimen 2 obat jam x 28 hari
utuh -3TC 150
mg/12jam x 28
hari
Tusukan Pertimbangan Pertimbangan Pertimbangan -AZT 300 mg/12
regimen 2 obat regimen 2 obat regimen 3 obat jam x 28 hari
-3TC 150
mg/12jam x 28
(benda tajam hari
solid) -Lop/r 400/100
Tusukan Pertimbangan Pertimbangan Pertimbangan mg/12 jam x 28
regimen 2 obat regimen 3 obat regimen 3 obat hari

(benda tajam
solid)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


132
Resiko

Faktor yang meningkatkan resiko serokonversi :

 Panjanan darah atau cairan tubuh dalam jumlah besar, ditandai dengan :
- Luka yang dalam
- Terlihat jelas darah
- Prosedur medis yang menggunakan jarum
 Sumber pajanan adalah pasien stadium AIDS

Monitoring

 Profilaksis harus diberikan selama 28 hari


 Dibutuhkan dukungan psikososial
 Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengetahui infeksi HIV dan
untuk memonitor toksisitas obat
 Tes HIV diulang setelah 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan

Petunjuk bagi petugas laboratorium yang menangani penyakit menular

 Petugas laboratorium harus mendapatkan pelatihan mengenai biossafery


(keamanan biologik)
 Petugas laboratorium harus mempunyai contoh serum dasar yang disimpan
untuk kebutuhan di masa depan
 Faksin flu sebaiknya diberikan untuk mencegah penyakit virus flu
manusia, dan vaksinasi Hepatitis B hendaknya diberikan untuk
pencegahan terhadap Hepatitis B
 Petugas yang menangani spesimen dari pasien penyakit menular harus
melaporkan jika mengalami atau timbul gejalah utsms penyakit tersebut
seperti sesak nafas atau demam dan harus di pantau secara ketat
 Laporkan juga gejalah-gejalah yang mengarah kepada penyakit menular
yang sedang diperiksa

PEJANAN TERHADAP VIRUS HEPATITIS B


Probabilitas infeksi hepatitis B paksa pajanan antara 1,9-40% per pajanan.
Segera paksa pajanan harus dilakukan pemeriksaan.Petugas dapat terjadi infeksi
bila sumber pajanan positif HBsAg atau HbeAg.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


133
Profilaksis pra pajanan
 Tidak perlu di vaksinasi bila petugas telah mengandung Anti
HBslebih dari 10mlU/ml.
 HB iminoglobulin IM, dianjurkan dalam waktu 48 jam dan > 1
minggu PP, dan 1 seri vaksinasi Hepatitis Bdan dimonitor dengan
tes serologic.
 Hepatitis D timbul pada individu dengan hepatitis B, ditransmisikan
dengan cara yang sama demikian dengan cara memonitirnya.

PAJANAN TERHADAP HEPATITIS B


Transmisi sama dengan hepatitis B. belum ada tetapi profilaksis paksa
pajanan yang dapt diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan
adakah serokonversi dan didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa.
Segala pajanan yang terjadi saat okupasi harus dilakukan konseling,
pemeriksaan klinis dan harus dimonitor dengan pemeriksaan serologis.

PAJANAN TERHADAP INFEKSI NEISSERIA MENINGTIDIS


N. mengintidis dapat ditransmisikan lewat sekresi respiratorik, jarang
terjadi sat okupasi. Perlu terapi profilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas
dengan pasien missal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan rifampisin 2 x 600
mg selama 2 hari atau dosis tunggl cyprofolaxasin 500 mg atau Cafriaxon 250 mg
IM.

PAJANAN TERHADAP MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS


Transmisi kepada petugas lewat airborne droplet nuclei biasanya dari
pasien TB paru.Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, infeksi HIV, dan
MDR TB.Petugas yang paksa terekspos perlu di tes Mantoux bila indurasinya >
10 mm perlu diberikan profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal.
PAJANAN TERHADAP INFEKSI LAIN (Varicella, hepatitis A, Hepatitis E,
Influensa, Pertusis, Difteria, dan Rabies)

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


134
Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat penatalaksanaan untuk
petugas.Dianjurkan faksinasi untuk petugas terhadap Variella dan Hepatitis A,
Rabies untuk daerah yang endemis.

PENGUMPULAN BAHAN SPESIMEN


Semua bahan specimen harus dianggap infeksius dan petugas yang
mengambil, mengumpulkan atau membawah bahan specimen klinis sebaiknya
mengikuti dengan penerapan Kewaspadaan standar upaya perlindungan untuk
meminimalisasi pajanan.
Specimen yang akan dikirim harus diletakkan dalam wadah anti bocor
yang memiliki tutup berulir yaitu wadah plastic untuk specimen biohazard.
Petugas yang membawa specimen hendaknya dilatih untuk penanganan yang
aman dan prosedur dekontaminasi jika terjadi tumpahan.
Form permintaan yang menyertai harus diberi label dengan jelas sesuai
dengan jenis penyakit menular dan laboratorium harus diberitahu melalui telepon
bahwa bahan tersebut :sedang dalam pejanan”. Spesimen harus dikirim dan
diserahkan langsung kepada petugas yang memeriksa.System tabung pneumatic
tidak boleh digunakan untuk mengantar specimen.
Harus dibuat daftar petugas yang menangani specimen dan pasien yang
sedang dialami terhadap kemungkinan menderita penyakit menular

TINDAKAN PERTAMA PADA PAJANAN BAHAN KIMIA ATAU


CAIRAN TUBUH
 Pada mata : bilas dengan air mengalir sampai 15 menit
 Pada kulit : bilas dengan air mengalir sampai 1 menit
 Pada mulut : segera kumur-kumur sampai 1 menit
 Lapor ke komote PPI, panitia K3RS atau ke dokter karyawan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


135
BAB 11
PENANGANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR/SUSPEK

1. PENEMPATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT


MENULAR/SUSPEK
Untuk kasus suspek penyakit menular melalui udara :

- Letakkan pasien di dalam ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak


tersedia kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di
dalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang
belum dikonfirmasi atau sedang diagnosis (kohorting). Bila ditempatkan
dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan di
antara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau
sekat.
- Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan
negative dengan 6-12 pergantian udara per jam dan system pembuangan
udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi tinggi
(filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke system sirkulasi udara
lain di rumah sakit.
- Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negative dengan system
penyaringan udara partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negative di

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


136
dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas
angina di jendela sedemikian rupa agar aliran udara keluar gedung
melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengara ke area
public. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan
sedikit bedak tabor di bawah pintu dan amati apakah terhisap ke dalam
ruangan. Jika diperlukan kipas angina tambahan di dalam ruangan dapat
meningkatkan aliran udara
- Jika pintu tertutup setiap saat dan jhelaskan kepada pasien mengenai
perlunya tindakan penceghan ini
- Pastikan semua orang yang memasuki ruangan memakai APD yang
sesuai. (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila
tidak, gunakan masker bedah sebagai alternative).
- Pakai sarung tangan bersih, non-steril, ketika masuk ruangan
- Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-
barang di dalam ruangan

Gambar 11-1
Fasilitas isolasi yang sesuai untuk pasien dengan penyakit yang menular
airborne yang dianjurkan oleh WHO diadaptasi dari : WHO, 2004, influenza A
(H5N 1) : WHO interim Infection Control Guidelines for Health care Profesional
(10 March)

Pertimbangan pada saat penempatan pasien :

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


137
1. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan,
misalnya luka lebar dengan cairan yang merembes keluar, dire,
perdarahan tidak terkontrol
2. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara
ke kontak, misalnya luka dengan infeksi kuman gram positif
3. Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, misalnya pada TBC
4. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airbourne luas, misalnya varicella
5. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak,
gangguan mental)
6. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan, dapat dilakukan system
kohorting. Bila pasien infeksi dicampur dengan pasien non infeksi,
petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencega transmisi
Keluarga pendamping pasien di rumah sakit harus diedukasi oleh petugas
agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk
mencega penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain.
Kewaspadaan seperti yang dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung
tangan.

2. TRANSPORT PASIEN INFESIUS


- Tranportpada pasien infeksius harus dibatasi, bila perlu saja
- Bila mikroba pasien virulen, hal yang perlu diperhatikan:
1) Pasien dipakaikan APD (masker, gaun)
2) Petugas di aera tujuan harus diingatkan akan kedatangan
pasien tersebut sehingga dapat menjalankan kewaspadaan
berdasarkan transmisi yang sesuai
3) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannay agar
tidak terjadi transmisi kepada orang lain
- Pada pasien dengan diagnosa SARS atau Flu Burung

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


138
 Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali
untuk pelayanan kesehatan penting
 Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi
kemungkinan terpanjangnya staff pasien lain atau pengunjung
 Bila memungkinkan, pasien memakai masker bedah. Petugar
kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung dan
sarung tangan

3. PEMINDAHAN PASIEN YANG DIRAWAT DIRUANG ISOLASI


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk
keperluan penting. Lakukan jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan
menerima sesegera mungkin pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan/area
isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun.Semua
petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang
sesuai.Demikian pula bila pasien perlu di pindahkan keluar fasilitas pelayanan
kesehatan.Semua permukaan yang kontak pasien harus dibersihkan. Jika pasien
dipindahkan menggunakan ambulan, maka sesudahnya ambulan tersebut harus
dibersihkan dengan desinfeksi seperti alcohol 70% atau larutan klorin 0,5%.

4. PEMULANGAN PASIEN
- Upaya pencegahan pasien infeksi harus tetap dilakukan sampai batas
waktu masa penularan
- Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai
terkena penyakit menular melalui udara/airboneharus diisolasi di dalam
rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu
penularan atau sampai diagnosa alternative dibuat atau hasil uji diagnosa
menunjukajn bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut.
Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan
pengendalian infeksi serta perlindungan diri

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


139
- Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan
tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan , sesuai dengan cara
penularan infeksi yang diderita pasien
- Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar harus dilakukan setelah
pemulangan pasien

5. PEMULARASAN JENAZAH
- Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular
- APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika
pasien tersebut meninggal dalam masa penularan
- Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak
mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
- Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagiajn luar kantong
jenazah
- Segera pindahkan ke kamar jenazah setelah meninggal dunia
- Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diizinkan untuk melakukannya
sebelum jenazah dimasukan ke dalam kantong jenazah dengan
memggunakan APD
- Petugas ahrus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan
ketika seseorang dengan penyakit menular meninggal dunia
- Jenazah tidak boleh dibalsem atau di suntik pengawet
- Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
- Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
- Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan di pemulasaraan
jenazah

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


140
BAB 12
KEBERSIHAN RUANGAN PERAWATAN

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


141
Pembersihan harian dan pembersihan pada akhir perawatan
Disamping pembersihan secara seksama, desinfeksi bagi peralatan tempat
tidur dan permukaan perlu dilakukan. Permukaan yang perlu didesinfeksi antara
lain dorongan tempat tidur, meja disamping tempat tidur kereta dorong, lemari
baju, tomobol pintu, keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, dan remote
kontrol. Dianjurkan untuk melakukan pembersihan lingkungan dengan deterjen
yang netral dilanjutkan dengan larutan desinfeksi.

Pembuangan Sampah

 Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus
dibuang dalam wadah atau kantong yang sesuai, yaitu :
- Untuk sampah infeksius gunakanj kantong pelastik kuning. Kemudian
diikat dengan tali warna kuning atau diberi tanda “infeksius”. Semua
sampah dari suatu ruangan atau area yang mwrawat pasien dengan
penyakit menular melalui udara (airbourne) harus ditangani sebagai
sampah infeksius
- Untuk sampah non infeksius atau tidak menular gunakan kantong plastic
hitam
- Untuk sampah benda tajam atau jarum di taruh dalam wadah tahan
tusukan
 Kantong sampah bila sudah ¾ penuh harus segera diikat dengan tali dan
tidak boleh dibuka kembali menggunakan APD lengkap ketika membuang
sampah
 Kantong pembuangan sampah infeksius perlu diberi label biohazar yang
sesuai dan dimusnakan dengan incinerator
 Kantong sampah non infeksius dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah
Pemerintah Kota
 Limbah cair seperti urine atau faeces dibuang dalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang
banyak

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


142
Untuk Disinfeksi
Konsent Derajat pengenceran
rasi
clorin Tablet Tablet Tablet
No Kriteria barang Lama perendaman
yang 0,5 2,5 5,0
dibutuh gram gram gram
kan
1 Instrumen /barang yang non 1000 4 tablet 4 tablet 3,5 Rendam
kritikal (alat yang kontak ppm 1 liter 5 liter tablet perlengkapan dalam
denggan kulit utuh antara lain air air 10 liter larutan precept
: air selama 1 jam
a. Tubing/suction
b. Manset, termometer
c. Alat alat lain
2 Sanitasi Lingkungan Untuk 1000 4 tablet 4 tablet 3,5 Usap permukaan
Area Kritikal (Ok, Lab, HD, ppm 1 liter 5 liter tablet area dengan lap yang
dan VK) air air 10 liter telaah direndam
a. lantai d. permukaan air dalam larutan
b. lemari dinding perecept
c. permuka e. lap/sikat
an meja f. pel lantai

3 Sanitasi lingkungan untuk 140 ppm 1 tablet 1 tablet 1 tablet Usap permukaan
umum 2 liter 10 liter 20 liter area dengan lap yang
a. lantai d. permukaan air air air telah direndam
b. lemari dinding dalam larutan
c. permukaan e. lap/sikat precept
meja f. pel lantai
4 Khusus sanitasi lingkungan 10.000 18 7 tablet 9 tablet Basahi lap dengan
yang terkontaminasi dengan ppm tablet 1 liter 2,5 liter larutan precept dan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


143
darah 0,5 liter air air bersihkan darah
air dengan lap tersebut

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


144
BAB 13
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

Pengunjung dengan gejalah infeksi saluran pernafasan selama terjangkitnya


penyakit menular
- Pengunjung dengan gejalah demam dan gangguan pernafasan tidak boleh
mengunjungi pasien yang berada di dalam rumah sakit
- Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejalah, perlu
dibatasi kunjungan ke pasien
- Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu
penularan penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang
mengunjungi pasien di rumah sakit

Petunjuk pencagahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang


merawat penderita suspek atau flu burung
- Anggota keluarga perlu menggunakan APD , seperti petugas kesehatan
yang merawat di rumah sakit

Mengunjungi pasien dengan penyakit menular malalui udara


- Patugas kesehatan atau Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi perlu
mendidik pangunjung pasien dengan penyakit menular mengenai cara
penularan penyakit dan menganjurkan mereka untuk menghindari kontak
dengan pasien selama masa penularan
- Jika keluarga pasien atau teman perlu mengunjungi paisen yang masih
suspek atau dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui udara,
pengunjungan tersebut harus mengikuti prosedur pencegahan penyakit
infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus memakai APDlengkap (masker,
gaun, sarung tangan, dan kaca mata) jika kontak langsung dengan pasien
atau lingkungan pasien

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


145
- Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara
benar bagi pengunjung
- Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan
mencuci tangan
- Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit meular melalui udara,
patugas kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan
apakah ia memiliki gejala demam atau infesi saluran pernafasan. Karena
berhubungan dekat dengan pasien meningkatkan resiko untuk terinfeksi.
Jika ada demam atau gekajal pernafasan, pangunjung tersebut harus
diefaluasi untuk penyakit menular yang sama dan ditangani dengan cepat
- Ruamah sakit harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib menaatinya ketika
mengunjungi pasien penyakit menular

Menjaga kebersihan alat pernafasan dan etika batuk di tempat pelayanan


kesehatan
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernafasan di rumah sakit,
kebersihan saluran pernafasan dan etika batuk harus menjadi bagian mendasar
dari perilaku sehat

Setiap orang memilki tanda atau gejala infeksi pernafasan (batuk, bersin) harus :
- Menutup hidung dan mulut ketika batuk dan bersin
- Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernafasan dan buang di
tempat sampah medis
- Bila tissue tidak tersedia, dapat menggunakan lengan baju bagian dalam
- Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan

Rumah sakit harus menjamin tersedianya :


- Tempat sampah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan
dengan pijakan kaki di semua area
- Tempat cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


146
- Pengumuman/informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap
pengunjung yang batuk

jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang ang batuk untuk duduk pada
jarak 1 meter dari yang lainnya di ruang tunggu. Pada pintu masuk dan di ruang
fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darrat, ruangan dokter, klinik rawat jalan,
perlu dipasang indtruksi untuk pasien dan pengantarnya perlu mempraktekkan
kebersihan alat penafasan dan etika bauk memberitahuka pada petugas segera
mungkin mengenai gejala penyakit yang diderita.Bagi orang yang batuk harus
disediakan masker

LAMPIRAN A
DEFENISI KASUS MENULAR

Untuk penatalaksanaan klinis dan pelaporan dalam suatu negara atau


wilayah, definisi kasus penyakit menular dengan tingkatan kategori kasus (suspek,
probabel, dan konfirm) harus dikembangkan berdasarkan pada situasi
epidemiologinya. Defenisi kasus dari negara lain dapat dijadikan paduan namun
setiap negara harus melakukan adaptasi untuk menyesuaikan defenisi tersebut
dengan situasi epidemiologis di negara sendiri.
Lampiran ini memberi contoh defenisi kasus yang harus dibuat untuk
penyakit menular yang diantisipasi dapat menjadi pandemi, seperti pada Flu
Burung. Secara umum negara yang memiliki prevalensi flu burung yang tinggi
(HPAI) pada populasi hewan, harus menggunakan kriteria kasus yang lebih
sensitif untuk memutuskan melakukan tes laboratorium dibandingkan negara yang
belum ada laporan kasus flu burung

Defenisi kasus untuk influenza A/H5 di indonesia


Kasus Flu Burung ditetapkan dalam 4 jenis :
1. Seseorang dalam penyidikan
2. Kasus suspek
3. Kasus probabel

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


147
4. Kasus konfirmasi

1. Seseorang dalam penyelidikan


Seseorang yang telah diputuskan oleh pajabat kesehatan yang
berwenang, untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi terhadap
kemungkinan infeksi H5 N 1
Contoh :
Antara orang sehat (tidak ada gejalah klinis) tetapi kontak erat dengan
kasus (suspek, probabel, atau konfirmasi) atau penduduk sehat yang tinggal di
daerah yang terjangkit Flu Burung pada unggas.
2. Kasus suspek flu Burung (H5N1)
Seseorang yang menderita demam/suhu >380C disertai satu atau lebih
dari gejala di bawah ini :
 Batuk
 Sakit tenggorokan
 Pilek
 Sesak napas

Dan
Terdapat salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
1. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat kontak erat dengan penderita (suspek, probabel, atau
konfirmasi), seperti merawat, berbicara, atau bersentuhan dengan
pasien dalam jarak ≥ 1 meter
2. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat kontak erat dengan unggas (misal : menyembelih, menangani,
membersihkan bulu, atau memasak)
3. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat kontak dengan unggas, bangkai unggas, ketoran unggas, bahan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


148
atau produk mentah lainnya yang berasal dari daerah yang satu bulan
terakhir telah terjadi Flu Burung pada unggas, atau adanya kasus pada
manusia (suspek, probabel, dan konfirmasi)
4. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat mengkonsumsi produk mentah atau yang dimasak dengan
sempurna yang berasal dari daerah yang satu bulan terakhir telah
terjadi Flu Burung pada unggas, atau adanya kasus pada manusia
(suspek, probabel, dan konfirmasi)
5. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis kontak erat dengan
binatang selain unggas yang telah terkonfirmasi terinfeksi H5N1 antara
lain babi atau kucing
6. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis memegng atau
menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung
H5N1
7. Ditemukan leukopeni (jumlah leukosit/sel darah putih di bawah nilai
normal))
8. Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji H1
menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa
subtipe
9. Foto rontgen dada/toraks mengambarkan pneumonia yang cepat
memburuk pada serial foto
3. Kasus probabel Flu Burung (H5N1)
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih dibawah ini :
1. Ditemukan kenaikan titerantibodi terhadap H5, minimum 4x, dengan
pemeriksaan uji H1 menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA
2. Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (terdeteksinya antibodi
spesifik H5 dalam spesmen serum tunggal) menggunakan uji
netralisasi (dikirim ke laboratorium rujukan)

Atau

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


149
Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran nafas akut yang
tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis berkaitan
dengan aspek waktu, tempat, dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau
suatu kasus H5N1 yang terkonfirmasi.

4. Kasus Flu Buurung (H5N1) terkonfirmasi


Seseorang yang memenuhi kasus suspek atau probabel yang disertai
satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam laboratorium
influenza nasional, regional, atau internasional yang hasil pemerikasaan
H5N1-nya diterima oleh WHO sebagai konfirmasiisoa
 Isolasi firus H5N1
 Hasil PCR H5N1 positif
 Peningkatan ≥ empat kali lipat titer antibodi netralisasi H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesime akut (ditambah ≤
7 hari setelah awitan gejal penyakit), dan titer antibodi netralisasi
konvalesen harus pula ≥ 1/80
 Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1/80 pada spesimen yang diambil
pada hari ke ≥14 hari setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil
positif uji serologi lain, misalnya titer H1 sel darah nerah kuda ≥1/60
atau Western Blot spesifik H5 positif.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


150
LAMPIRAN B
SIKLUS, CARA, DAN PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT

Mikroorganisme dapat hidup dimana pun di lingkungan kita.Pada manusia


dapat ditemukan pada kulit, saluran ppernapasan bagian atas, usus, dan organ
genital.Disamping itu mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan,
tanah, air, dan udara. Beberapa mikroorganisme lebih patogen dari yang lain, atau
lebih mungkinmenyebabkan penyakit. Ketiika daya tahan manusia menurun,
semua mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi seperti pada mereka yang
kekebalan tubuhnya menurun, misalnya pasien dengan HIV/AIDS.

Semua manusia rentann terhadap bakteri dan sebagian besar jenis


virus.Jumlah (dosis) organisme yang diperlukan untuk mneyebabkan infeksi pada
penjamu/host yang rentan bervarasi sesuai dengan lokasi. Resiko infeksi cukup
ketika organisme kontak dengan kulit yang utuh, dan setiap hari manusia
menyentuh benda dimana terdapat organisme dipermukaannya . Resiko infeksi
akan meningkat bila area kontak adalah membran mukosa atau kulit yang tidak
utuh. Risiko infeksi menjadi sangat meningkat ketika mikroorganisme berkontak
dengan are tubuh yang biiasanya steril, sehingga masuknya sejumlah kkecil
organisme saja dapat menyebabkan penyakit.

Agar bakteri, virus, dan penyebab infeksi lain dapat bertahan hidup dan
menyyebar, sejumlah faktor atau kondisi tertentu harus tersedia. Faktor-faktor
penting dalam penularan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dari ornag
ke orang digambarkan dan didefinisikan pada gambar B-1

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


151
Agen

Mikroorganisme penyebab penyakit

Host/penjamu
Reservoar
rentan

Orang yang dapat tertular tempat agen hidup


seperti manusia,
hewan, tanaman,
tanah, udara, atau air

Tempat masuk Tempat keluar

tempat agen memasuki inang selanjutnya tempat agen


meninggalkan inang

Metode penularan

bagaimana agen berpindah dari satu tempat


ketempat lain dari satu orang ke orang lain

sumber :APIC 1983 WPRO/WHO


Gambar B-1. Siklus Penularan Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Seperti yang diperlihatjan pada gambar di atas, suatu penyyakit
memerlukan kondisi-kondisi tertentu untuk dapat menyebar (ditularkan) pada
pihak lain :

 Harus ada agen – sesuatu yang dapt menyebabkan penyakit (virus,


bakteri, jamur, parasit, riketsia)
 Agen tersebut harus memiliki tempat hidup (penjamu atau reseptor).
Banyaknya mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia (patogen)
dapat berkembang biak di dalam tubuh manusia tanpa gejalah, dan dapat
ditularkan dari orang kke orang. Beberapa diantaranya ditularkan lewat
makanan atau air yang terkontaminasi (tipoid), bahan faeces (hepatitis A

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


152
dan virus enterik lainnya) dan gigitan dari hewan yang terinfeksi (rrabies)
serta serangga (malaria melalui nyamuk)
 Agen harus memiliki lingkungan yang tepat di luar penjamu agar dapat
bertahan hidup. Setelah meninggalkan penjumunya, mikroorganisme
ttersebut harus memiliki lingkungan yang cocok agar dapt bertahan hidup
sampai ia dapat menginfeksi orang lain. Contohnya, bakteri yang
menyebabkan TBC dapat bertahan dalm spitum selama berminggu-
minggu, namun akan mati oleh sinar matahari dalam beberapa jam
 Harus ada orang yang dapat terkena penyakit (penjamu yang rentan).
Orang setelah terpapar oleh agen/penyebab penyakit setiap hari tetapi
tidak selalu menjadi sakit. Orng yang rentan dapat terkena penyakit
(misalnya gondongan, campak, atau cacar air). Sebagian besar orang tidak
terkena penyakit kkarena sudah pernah terpapar oleh penyakit, misalnya
ttelah divaksinasi atau sebelumnya sudah pernah terkena penyakit
tersebut. Sehingga sistem kekebalan tubuuh nmereka saat ini mampu
menghancurkan agen ketika masuk ke dalam tubuh. Antibodi spesifik
terhadap penyakit tersebut telah dibuat sistem kekebalan tubuh mereka.
 Agen/penyebab harus memiliki cara berpindah (transmisi) dari penjamu
untuk menginfeksi penjamu lain yang rentan. Penyebaran penyakit
infeksi/menular terutama melalui cara-cara berikut ini :
1. CARA PENULARAN KONTAK : merupakan cara penularan
yang paling sering terjadi pada infeksi nosokomial, sehingga
penting untuk diperhatikan. Dibagi dalam dua ssub kelompok
yaitu penularan kontak langsung dan penularan kontak tidak
langsung.
a. Penularan kontak langsung adalah melalui kontak langsung
dengan permukaan tubuh dimana terjadi perpindahan
organisme secara fisik dari orang yang terinfeksi atau
terkolonosasi kepada penjamu yang rentan, seperti ketika
seseorang mengubah posisi tubuh pasien, memandikan
pasien, atau melakukan aktifitas perawatan dan

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


153
pemeriksaan lainnya yang mengharuskan terjadinya kontak
langsung. Penularan kontak langsung juga dapat terjadi
diantara dua pasien, yang satu berperan menjadi
mikroorganisme menular dan yang lainnya berperan
sebagai penjamu yang rentan.
b. Penularan kontak tidak langsung adalah melalui kontak
antara penjamu yang rentan dengan benda yang
terkontaminasi, biasanya bukan mahluk hidup, seperti
instrumen yang terkontaminasi, jarum atau pembalut luka,
tangan terkontaminasi yang tidak dicuci, dan sarung tangan
yang tidak diganti ketika digunakan pada lebih dari satu
pasien.
2. PENULARAN MELALUI PERCIKAN (DROPLET), secara
teoritis ini juga merupakan bentuk penularan kontak. Tetapi,
mekanisme perpindahan patogen ke penjamu berbedah dengan
penularan kontak, baik langsung mauoun tidak langsung. Droplet
(percikan) dikeluarkan oleh orang yang nejadi sumber terutama
pada saat batuk, bersin, dan berbicara serta selama melakukan
suatu prosedur tertentu seperti suktion dan bronskoskopi.
Penularan ketika droplet yang mengandung mikroorganisme dari
orang yang teriinfeksi terlontar dalam jarak yang pendek (<1
meter) di udara dan menempel pada konjungtiva, mukosa hidung,
atau mulut penjamu. Droplet tidak dapat bertahan di udara,
sehingga penanganan ventilasi udara khusus termasuk foging tidak
diperlukan untuk mencega penularan.
3. PENULARAN MELALUI UDARA, terjadi karena penyebaran
nukleus droplet melalui udara (residu partikel kecil ≤ 5µm droplet
yang menguap dan mengandung mikroorganisme yang tetap
bertahan di udara selama periode waktu panjang) atau partikel
debu yang mengandung agen infeksi. Mikroorganise yang
terbawah melalui cara ini dapat tersebar luas melalui aliran udara

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


154
dan terhisap oleh penjamu rentan yang berada di ruangan sama
dallam jarak cukup jauh dari pasien sumber, bergantung pada
faktor lingkungan. Sehingga penanganan udara dan ventilasi
khusus (tekanan negatif, exhaust fan hepafilter) diperlukan untuk
mencegah penularan melalui udara.
4. PENULARAN MELALUI VEHICLE (PERANTARA) YANG
UMUM, berlaku untuk organisme yang ditularkan oleh benda-
benda terkontaminasi seperti makanan, air, dan peralatan.\
5. PENULARAN MELALUI VEKTOR, terjadi ketika vektor seperti
nyamuk, lalat, tikus, dan binatang pengerat lain menularkan
mikroorganisme
6. PENULARAN FAECAL-ORAL, terjadi ketika seseorang
menelan makanan yang terkontaminasi oleh faeces atau
memasukkan jari ke mulut setelah memegang benda
terkontaminasi tanpa mencuci tangan terlebih dahulu
7. PENULARAN MELALUI MAKANAN, penularan melalui
makanan terjadi karena memakan atau meminum
makanan/minuman terkontaminasi yang mengandung bakteri atau
virus (misalnya hepatitis A dari memakan kerang mentah)

Mikroorganisme di tularkan di rumah sakit melalui beberapa cara dan


mikroorganisme yang sama dapat ditularkan dengan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan isolasi dirancang untuk mencegah penularan mikroorganisme
melalui cara-cara ini di rumah sakit.Karena faktor agen dan penjamuu lebih sulit
dikendalikan, maka intervensi terhadap perpindahan mikroorganisme terutama
diarahkan pada pemutusan rantai penularan/transmisi.

PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI


Pencegahan penyebaran penyakit memerlukan dihilangkannya satu atau
lebih kondisi yang diperlukan bagi penjamu atau reservor untuk menularkan
penyakit ke panjamu rentan lainnya dengan cara :

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


155
 Menghambat atau membunuh agen, misalnya dengan mengaplikasikan
antiseptik ke kulit sebelum tindakan/pembedahan
 Memblokir cara agen berpindah dari orang yang terinfeksi ke orang yang
rentan, misalnya dengan mencuuci tangan atau memakai antiseptik
handrub untuk membersihkan bakteri atau virus yang didapat pada saat
bersentuhan dengan pasien terinfeksi atau permukaan tercemar
 Mengupayakan bahwa orang, khususnya petugas kesehatan telah
diimunisasi atau divaksinasi
 Menyediakan alat perlindungan diri (APD) yang memadai bagi petugas
kesehatan dalam upaya mencegah kontak dengan agen infeksi, misalnya
sarung tangan rumah tangga untuk petugas kebersihan dan petugas
pembuangan sampah rumah sakit.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


156
LAMPIRAN C

JUMLAH PENDERITA DAN FAKTOR RESIKO PENULARAN FLU


BURUNG
Untuk mengetahui jumlah kasus Flu Burung Avian Influeza dan Case
Fatathy Rate (CFR) di dunia serta faktor resiko penularannya dapat dilihat pada
tabel dibaeah ini :
NEGARA PASIEN MENINGGAL CFR %
Azerbaijan 8 5 62,5
Banglades 1 0 0
Kamboja 7 7 100
China 30 20 66,6
Djibou 1 0 0
Mesir 50 22 44,0
Indonesia 137 112 81,7
Iraq 3 4 66,6
Laos 2 2 100,0
Myanmar 1 0 0
Nigeria 1 1 100,0
Pakistan 3 1 33,3
Muangthai 25 17 68,0
Turki 12 4 33,3
Vietnam 106 52 49,1

TOTAL 387 245 63,3


Tabel C1 : jumlah penderita Flu Burung/Influenza dan CFR (%) di dunia
Tahun 2003 – 1september 2008

No FAKTOR RESIKO JUMLAH % (PERSEN)


1 Kontak unggas, sakitmati 64 46,7
2 Kontak lingkungan 53 38,7

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


157
terkontaminasi unggas, sakit/
3 \mati 20 14,6
Belum diketahui
Jumlah 137 100,0
Tabel C-2 Faktor Resiko Penularan, Akhir Juni 2006 – September 2008

LAMPIRAN D

PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI DAN PENYULUHAN BAGI


KELUARGA ATAU KONTAK PASIEN PENYAKIT MENULAR
Selama masa penularan, anda harus menghindari kontak dengan pasien
penyakit menular.Cotoh pada flu burung. Pada orang dewasa masa penularan
adalah 7 hari setelah berhentinya demam pada anak-anak 21 hari sejak timbulnya
penyakit
Jika anda terpaksa mengunjungi pasien yang dicurigai atau telah
dionfirmasi mengindap penyakit menular, anda harus mengikuti petunjuk
kewaspadaan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi yang terdapat di rumah
sakit selama periode yang diharuskan
Anda harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan anjuran
petugas kesehatan jika hendak kontak langsung dengan pasien atau lingkunagan
pasien tersebut.

Anda harus memperoleh petunjuk mengenai cara memasang APD yang


benar, terutama tentang bagaimana mengepaskan masker pada wajah, jika
diperlukan.

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


158
Sesuai dengan penyakit menular, APD yang dipakai dapat meliputi
masker, gaun, srung tangan, dan pelindung mata.Pastikan bahwa masker yang
anda pakai melekat dengan baik.

Ketika meninggalkan ruangan pasien anda harus menanggalkan APD dan mencuci
tangan sampai bersih

Jika telah kontak dengan pasien dalam mas infeksi, anda harus
berkonsultasi dengan dokter mengenai pemberian obat anti virus atau obat
lainnya. Anda juga harus memantau kesehatan anda selama masa inkibasi
penyakit, perhatikan misalnya peningkatan suhu badan, gejala sakit tenggorokan
dan lain-lain sesuai penyakit infeksi yang muncul

Jika penyakit semakin parah, anda harus segera mencari pertolongan medis
dan memberitahukan kepada dokter bahwa anda telah kontak dengan pasien
penyakit menular yang sedang mmewabah

INFORMASI UMUM MENGENAI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN


Tutup mulut dan hidung anda jika bersi atau batuk, gunakan tisue dan
buang ke tempat sampah.Selalu cuci tangan setelah kontak sekret saluran nafas.
Berhati-hati jika batuk atau bersin ketika bersama orang lain, terutama
anak kecil. Hindari kontak dengan orang yang rentan seperti anak kecil atau orang
yang menderita pennyakit, sampai gejala-gejala pernafasan telah reda.
Hindari kontak dengan sekret penderita gangguan pernafasan. Mintalah
orang lain untuk menggunakan tisue dan menutup mulut serta hidungnya ketika
batuk atau bersin. Lakukan konsultasi medis jika penyakit bertambah parah.

INFORMASIH MENGENAI KONTAK DENGAN BINATANG YANG


DAPAT MENJADI SUMBER PENYAKIT MENULAR
Hindari kontak dengan binatang yang telah diketahui dapat menjadi
sumber penularan penyakit menular yang sedang mewabah atau di mana hewan
pernah memiliki penyakit, disembeli, atau diduga menderita penyakit

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


159
Jika anda secara tidak sengaja melakukan kontak dengan lingkungan yang
telah memiliki penyakit atau binatang yang mati, cucilah tangan dengan sabun
hingga bersih dan pantaulah kesehatan anda selama masa inklubasi. Jika anda
tiba-tiba mengalami demam tinggi (>380C) atau terdapat tanda-tanda penyakit
saluran pernafasan ataupun gejalah lain yang sesuai, berkonsultasilah dengan
dokter.
Jika anda telah kontak dengan binatang yang telah mati karena penyakit
atau kkontak dengan ketoran binatang tersebut, berkonsultasilah dengan petugas
kesehatan
Jika binatang anda mati, pastikan bahwa anda tahu cara membersihkan tempat
tersebut dengan aman :

 Pakailah APD : lindungi hidung, mulut, dan mata anda dan gunakanlah
sarung tangan atau kantong plastik pada kedua tangan
 Kuburlah binatang yang mati pada kedalaman 2,5 meter dan jauh dari
tempat persediaan air
 Bersihkan daerah yang dicemari kotoran bintang, gunakan alat pengerik,
kumpulkan, dan kuburlah kotoran tersebut
 Bersihkan kandang atau daerah bekas kotoran binatang dengan sabun dan
air

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


160
LAMPIRAN E

CARA MELAKUKAN PENCEGAHAN LARUTAN KLORIN

Rumus untuk membuat pengenceran dari larutan pekat (konsntrat)

 Periksa konsntrasi konstrat produk klorin konersial yang anda gunakan


 Tentukan jumlah bagian air yang diperlukan dengan rumus dibawah ini :
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑡
Jumlah bgian (JB) air = [ ]− 1
% 𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟

 Campur 1 bagian konsetrat larutan klorin (cairan pemutih) dengan sejumlah


air (JJB air) yang diperlukan
Contoh : membuat larutan klorin 0,5% dan larutan kosentrant 5%
5,0%
Langkah 1 : menghitung JB air [0,5%] − 1= -1= 10-1= 9

Langkah 2 : ambil 1 bagian larutan konsentrat klorin dengan


menambahkan 9
bagian air

Cara pembuatan larutan klorin 0,1% dan 0,5% dengan mengencerkan


produk komersial pemutih yang tersedia di pasaran

Pemutih Rumah Kondisi %


Tangga yang Bagian air
tersediah
0,5% 0,1%
Pemutih rumah tangga 5% 9 49
(Usa, Indonesia), ACE

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


161
(Turkey)
Eau De Javal (France)
6150 chlorun
Blanquedor 6% 11 59

Bacah sebagai satu bagian (misalnya cangkir atau gelas) pemutih konsntrat
terhadap x bagian air. (Contoh : pemuti rumah tangga (larutan 0,5%) – campurkan
1 cangkir pemutih dengan menambahkan 9 cangkir air untuk mencapai total 10
cangkir)

Gunakan air mendidih untuk menyiapkan larutan klorin 0,1% untuk DTT
karena air keran mengandung zat organik mikroskopik yang dapat menonaktifkan
klorin.

Dibeberapa negara kosentrasi Na-hipoklorit digambarkan dalam derajat


klometrik (chlorium), satu chlorium hampir samadengan 8,3% klorin (WHO
1989)

Tabel E-1 Menyiapkan Larutan Klorin Dan Cairan Pemutih/Larutan


Sodium-Hipoklorit Untuk Dekontaminasi Dan Disinfeksi Tingkat Tinggi

KLORIN YANG 0,5% 0,1%


DIBUTUHKAN
Kalsium hipoklorit 70% klorin 7,1 g/L 1,4 gL
yang tersedia
Kalsium hipoklorit 35% klorin 15,2 g/L 2,8 gL

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


162
yang tersediah
NaDCCd 60% klorin yang 8,3 g/L 1,5 g/L
tersedia pertablet
Tablet chloramine (1 gram 20 g/L tablet/liter 4 g/l tablet/liter
klorin yang tersedia tablet)

Untuk bubuk kering baca x gram perliter misalnya kalsium hipoklorit 7,1 gram
dicammpur dengan 1 liter air
Gunakan air mendidih untuk menyiapkan larutan klorin 0,1% untuk DTT karena
air keran mengandung bahan organik mikroskopis yang dapat menonaktifkan
klorm
Sodium dikloroisosianurat
Chloranune melepaskan klorin dengan kecepatan yang lebih rendah dari hipoklorit
sebelum menggunakan larutan, pastikan tablet sudah larut sepenuhnya
Diadaptasi dari WHO 1989
Tabel E-2 menyiapkan larutan klorin dari bubuk kering

LAMPIRAN F

PROGRAM NASIONAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


163
Para pembuat kebijakan di bidang kesehatan harus membuat satu program
nasional (regional) pencegahan dan pengendalian infeksi untuk mendukung
fasilitas kesehatn dalam mengurangi resiko infeksi yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan
Informasi lebih lengkap mengenai program pengendalian infeksi dapat
ditemukan dalam naskah “Preventon of hospital-acquired infection : A pracitical
gide, “ WHO, 2002, 2nd
edition,at:http://www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/WHO_CDS_C
SR_EPH_2002 _12/en
Program tersebut harus dapat :
 Menentukan tujuan nasional (regional) yang relevan dan konsisten dengan
tujuan pelayanan kesehatan nasional/regional
 Menyusun, mengembangkan, dan senantiasa memperbaharui panduan
untuk surveilans pelayanan kesehatan uyang dianjurkan, serta upaya
pengendalian dan pencegahan infeksi
 Mmenggabungkan suatu sistem nasional untuk memantau beberapa
penyakit infeksi/menular tertentu dan menilai efektifitas dari intervensi
yang dilakukan
 Menciptakan keselarasan (harmonisasi) program pelatihan awal dan
berkelanjutan bagi petugas kesehatan
 Memfasilitasi akses uuntuk mendapatkan bahan kebutuhan dan produk-
produk penting mengenai higiene dan keselamatan
 Mendorong ketersediaan layanan kesehatan untuk mempromosikan praktek
terbaik pencegahan dan pengendalian infeksi
 Mendorong pembentukan pelayanan kesehatan dalam hal memantau
kesehatan penyakit akibat pelayanan kesehatan dan untuk memberi
masukan kepada petugas kesehatan yang berkepentingan
Pihak kesehatan yang berwenag di tingkat nasional maupun regional harus
membentuk sebuah lembaga yang mengawasi program tersebut (departemen.
Institusi, badan, atau lembaga lain), dan merencanakan kegiatan nasional dengan
dibantu oleh komite ahli nasional

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


164
Komite Nasional Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
 Mengkaji resiko yang terkait dengan teknologi baru dan memantau risiko
penularan suatu infeksi dari alat-alat dan produk baru, sebelum produk
tersebut diijinkan untuk digunakan
 Mangkaji dan memberikan masuka terhadap investigasi wabah dan
epidemi
 Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan komite fasilitas kesehatan
lain yang memiliki kepentingan sama, seperti komite keselamatan dan
kesehatan, komite pengelolaan limbah, komite transfusi darah, dan lain-
lain
Masing-masing Fasilitas Kesehatan harus :
 Membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung
 Membuat suatu rencana kerja tahunan untuk memberikan akses dan
mempromosikan cara-cara pelayanan kesehatan yang baik, isolasi yang
tepat, tindakan sterilisasi yang benar, praktek-praktek pencegahan, dan
pengendalian infeksi lainnya, pelatihan bagi petugas kesehatan, dan
surveilans epidemiologi

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi |


165

Anda mungkin juga menyukai