Setiap Penyuluh Agama harus memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi pada panggilan
tugas diserta dengan wawasan yang akurat tentang fungsi dan peranan yang mesti dijalankannya
di tengah masyarakat. Dedikasi dan wawasan dimaksud perelu dibangun dengan dilandasi
sepenuhnya oleh pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama, pemahaman dakwah dan
kepedulian terhadap problema aktual di masyarakat.
Penyusunan laporan merupakan bagian integral dari kegiatan bimbingan dan penyuluhan
agama. Selain merupakan kewajiban, penyusunan laporan atas pelaksanaan kegiatan tersebut
memiliki angka kredit tersendiri. Oleh karena itu setiap Penyuluh Agama perlu menguasai teknik
penyusunan laporan, kemampuan mengolah data dan informasi yang diperlukan dan menyajikan
secara sistematis.
Tulisan ini dibuat agar memberikan petunjuk praktis kepada para Penyuluh Agama
dilingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji sehingga
memiliki kesatuan pengertian, pola fikir dan bahasa mengenai berbagai segi yang terkait dengan
pelaksanaan tugas Penyuluh Agama, maka diharapkan proses pelaporan dapat berjalan secara
efektif dengan hasil yang terukur.
OLEH :
Drs. Yusri Nurdin
NIP. 1985 1404 2006 2001
Penata Muda/Penyuluh Agama Pertama
KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. TANAH DATAR
TAHUN 2012
LAPORAN MINGGUAN
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA
MINGGU KEDUA APRIL 2012
Pendidikan iman Katolik anak sejak usia dini di dalam keluarga, paroki dan
sekolah
Bagaimana seharusnya?
Konsili Vatikan II dalam Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani
(Gravissimum Educationis) menyatakan tujuan pendidikan secara
umum, dan pendidikan Kristiani secara khusus, demikian:
1. Secara umum
“Tujuan pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah: mencapai
pembentukan pribadi manusia dalam perspektif tujuan
terakhirnya dan demi kesejahteraan kelompok-kelompok
masyarakat, di mana ia sebagai manusia, adalah anggotanya, dan
bila sudah dewasa ia akan mengambil bagian menunaikan tugas
kewajiban di dalamnya.” ((Konsili Vatikan II, Gravissimum
Educationis, 1))
Tujuan terakhir manusia yang dimaksud di sini adalah
kehidupan kekal bersama Allah di Surga. Dengan demikian,
pendidikan secara umum harus mengarah kepada
pembentukan (formation) pribadi manusia secara utuh, baik
dari segi fisik, moral, intelektual agar anak- anak dapat menjadi
manusia yang bertanggung jawab di dalam menghadapi kehidupan
ini, agar kelak dapat masuk dalam Kerajaan Surga.
2. Secara khusus
a. Pendidikan Kristiani bertujuan untuk pendalaman misteri keselamatan,
iman, makna kekudusan, memberi kesaksian tentang pengharapan Kristiani.
“Pendidikan Kristiani itu tidak hanya bertujuan pendewasaan
pribadi manusia seperti telah diuraikan, melainkan terutama
hendak mencapai, supaya mereka yang telah dibaptis langkah demi
langkah semakin mendalami misteri keselamatan, dan dari hari
ke hari makin menyadari kurnia iman yang telah mereka
terima; supaya mereka belajar menyembah Allah Bapa dalam Roh
dan kebenaran (lih. Yoh 4:23), terutama dalam perayaan Liturgi;
supaya mereka dibina untuk menghayati hidup
mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran dan
kekudusan yang sesungguhnya (Ef 4:22-24); supaya dengan
demikian mereka mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (lih. Ef 4:13),
dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh Mistik. Kecuali
itu hendaklah umat beriman menyadari panggilan mereka, dan
melatih diri untuk memberi kesaksian tentang harapan yang
ada dalam diri mereka (lih. 1Ptr 3:15) serta mendukung perubahan
dunia menurut tata-nilai Kristiani …” ((Ibid))
b. Pendidikan Kristiani harus menanamkan nilai- nilai esensial di dalam
hidup manusia
“Bahkan di tengah kesulitan- kesulitan karya pendidikan,
kesulitan- kesulitan yang kadang lebih besar dewasa ini, para orang
tua harus dengan yakin dan berani mendidik anak- anak
mereka tentang nilai- nilai esensial di dalam hidup manusia.
Anak- anak harus tumbuh dengan sikap yang benar tentang
kemerdekaan [ketidak- terikatan] terhadap barang- barang materi,
dengan menerapkan gaya hidup yang sederhana dan bersahaja,
yakin bahwa “manusia itu lebih berharga karena apa adanya dia
daripada karena apa yang dia miliki.” ((Paus Yohanes Paulus
II, Apostolic Exhortation, Familiaris Consortio 37))
Adalah suatu permenungan, sejauh manakah hal- hal yang
disebutkan di atas dilakukan di dalam keluarga, di sekolah dan di
paroki?
Kesimpulan
Bahwa ada banyak umat Katolik yang tidak sungguh- sungguh
mengenali imannya, menjadi tantangan bagi kita untuk
memperbaiki proses katekese di dalam Gereja Katolik. Proses
katekese atau pendidikan iman ini harus dimulai sejak dini, baik di
keluarga, sekolah maupun di paroki. Di dalam semua proses
tersebut, harus tetap dipahami dan diterapkan bahwa orang tua
merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak- anak mereka
dalam hal iman dan pembentukan karakter. Dalam melakukan
tugas ini, orang tua memperoleh bantuan dari sekolah dan paroki
dan ketiga pihak ini harus bersama- sama berusaha untuk
membentuk anak untuk mengasihi Tuhan dan sesama, dan menjadi
pribadi yang bertanggungjawab di dalam hidup ini, agar kelak dapat
masuk dalam Kerajaan Surga. Dewasa ini ada begitu banyak
tantangan yang harus dihadapi untuk melaksanakan pendidikan
iman sejak usia dini, karena ada banyak tawaran dunia yang dapat
lebih menarik perhatian anak-anak dan generasi muda. Maka orang
tua, pihak sekolah dan paroki harus bersatu padu untuk bersama-
sama berusaha untuk malaksanakan tugas pendidikan iman ini,
dengan memperhatikan isi dan cara penyampaiannya. Jika usaha
terpadu ini dapat dilakukan secara berkesinambungan, dari usia
dini sampai dewasa, maka besar harapan kita bahwa semakin
banyak umat Katolik dapat mengenal dan mengasihi imannya, dan
dapat pula menjadi saksi- saksi iman yang hidup untuk
membangun Gereja dan masyarakat. Janganlah kita lupa akan
prinsip dasar dalam hal pendidikan iman ini : “Jangan biarkan
dunia ini yang mendidik dan membesarkan anak- anak kita, sebab
sebagai orang tua, guru dan Gereja, kitalah yang harus mendidik
anak- anak agar mereka dapat masuk surga.” Mari kita bersama
sebagai anggota Tubuh Kristus secara bahu membahu bekerja
bersama Kristus sang Kepala kita untuk mewujudkan kehendak-
Nya yang “mengendaki supaya semua orang diselamatkan dan
memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1 Tim 2:4). Semoga
pendidikan iman dalam keluarga, sekolah dan paroki mengarah
kepada pengetahuan akan kebenaran ini, yang menghantar kita
sampai kepada kehidupan kekal.
Catatan:
Artikel ini dibuat untuk acara Temu Darat Katolisitas 2, dengan
tema “Pendidikan anak sejak usia dini di dalam keluarga, paroki
dan sekolah”, yang diselenggarakan pada tanggal 29 Januari 2011 di
Paroki Hati Kudus – Kramat, Jakarta.
Lampiran:
Beberapa contoh yang diterapkan dalam Sekolah Katolik
St. Adalbert, Rosholt, Wisconsin, USA:
1. Liturgi:
a. Misa Kudus, (seminggu 3x)
b. Doa Rosario bersama (seminggu 2x)
c. Benediction/ penghormatan kepada Sakramen Maha Kudus
(seminggu 1x)
d. Program berdasarkan kebajikan, menurut Santa/o dalam bulan
itu
e. Pengakuan Dosa (sebulan sekali)
2. Program khusus: