Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KRISIS TIROID

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian

Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering

berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid

adalah keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan

kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak

segera tertangani (Hudak & Gallo, 2010).

Krisis tiroid (thyroid strom, decompensated thyrotoxicosis)

merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam

jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih

sistem organ. Beruntung kejadiannya jarang, pada penderita

tirotoksikosis yang dirawat dirumah sakit, angka kejadiannya sekitar

kurang dari 10%, bahkan ada yang menyebutkan sekitar 1%.

Tanpa pengobatan, krisis tiroid bersifat fatal, dan walaupun telah

ada perbaikan dalam pengenalan dan pengobatan, angka

kematiannya tetap tinggi, yaitu sekitar 20-30%. Ada perbedaan

kualitatif dengan hipertiroidisme biasa karena pada krisis tiroid

selalu didapatkan demam. Dahulu, krisis tiroid tipikal sebagai akibat

komplikasi pembedahan. Kini terapi medikamentosa diberikan

sampai eutiroid sebelum pembedahan, sehingga krisis tiroid yang

timbul akibat pembedahan menurun dengan drastis. Bahkan

sekarang krisis medik lebih sering terlihat. Krisis tiroid paling sering

tampak pada penderita tirotoksis akibat penyakit Graves, walaupun


bisa terjadi pada penderita dengan adenoma toksik dan gondok

multinodular toksik (Bakta I Made dan Suastika I Ketut, 2005).

B. Etiologi

Dalam buku Hudak & Gallo (2010) menyatakan keadaan yang

dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:

1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan

operasi pada bagian tubuh lainnya pada penderita hipertiroid

yang belum terkontrol hormon tiroidnya

2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid

3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen

4. Infeksi

5. Stroke

6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan

pada leher dapat memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak

ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya.

7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic

adenoma”

8. Tiroiditis

9. Penyakit troboblastik

10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan

11. Pemakaian yodium yang berlebihan

12. Kanker pituitari

13. Obat-obatan seperti Amiodarone


C. Manifestasi klinis

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang

dengan krisis tiroid berupa:

1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)

2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C

3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan,

Eksoftalmus, Amenore)

4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system

gastrointestinal)

5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)

6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular)

Ada satu jenis hipertiroid yang timbulnya mendadak, namanya

krisis tiroid (thyroid crisis) atau badai tiroid (thyroid storm).

Terjadinya krisis tiroid ini bisa pada pasien yang sebelumnya sudah

ada hipertiroid, atau yang sebelumnya belum pernah ada tanda-

tanda hipertiroid, kemudian lantaran menjalani operasi, ada infeksi,

atau trauma lainnya, sehingga terjadi pelepasan hormon tiroid yang

berlebihan secara mendadak. Jika anda megonsumsi obat-obatan

yang mengandung yodium, atau setelah diberi yodium radioaktif

tanpa minumobat anti tiroid sebelumnya, juga bisa mengalami

serangan ini. Komplikasi seperti ini memang jarang terjadi, tetapi

amat membahayakan. Gejalanya tampak sangat berat, denyut

jantungmenjadicepat sekali, demam tinggi, muntah, diare, gelisah,

pasien bisa kehilangan banyak cairan tubuh, akhiranya kesadaran


menurun. Pasien demikian harus cepat dilarikan ke ICU, diberi

cairan infus untuk mengatasi dehidrasi. Obat anti-tiroid yang

diberikan dalam dosis tinggi, propylthyouraci (PTU) 900-1200 mg

sebagai dosis awal, juga larutan lugol (kalium yodida), propanol

untuk menekal denyut jantung, kadang ditambah dengan

kortikosteroid. Obat penurun panas dan penenang juga diberikan

(Tandra Hans, 2011).

D. Patofisiologi

Sintesis dan pelepasan hormon tiroid diatur oleh sumbu

hipotalamik pituitari tiroid. Dua hormon yang disekresi oleh kelenjar

tiroid adalah 3,5,3 triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Kelenjar tiroid

merupakan satu-satunya sumber T4, sedangkan mayoritas T3

berasal dari konversi T4 menjadi T3 di perifer. Secara normal, T4

merupakan hormon utama dalam sirkulasi, dan T3 merupakan

hormon aktif secara biologis. T3 dan T4 disirkulasi diikat oleh

thyroxine-dinding globulin, transthyretin dan albumin. Hanya

hormon yang bebas yang aktif secara biologik (Bakta I Made dan

Suastika I Ketut, 2005).


Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang

jelas bahwa kadar hormon tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada

yang terlihat pada tirotoksikosis tanpa komplikasi, yang

memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan


peningkatan hormon tiroid di sirkulasi lebih penting daripada kadar

absolut. Perubahan yang mendadak dan kadar hormon tiroid akan

diikuti perubahan kadar protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca

bedah atau penyakit nontiroid sistemik. Pada penyakit nontiroid

sistemik juga ditemukan produksi penghambat ikatan hormon

bebas akan meningkat. Kemungkinan lain adalah pelepasan

hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya

setelah pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis

berlebih hormon tiroid. Meningkatnya hormon bebas menyebabkan

peningkatan ambilan selular hormon tiroid. Di pihak lain,

kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap T3 dan T4

sehingga berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf

adrenergik tampaknya berperan juga, mengingat pemberian

penghambat adrenergik memberikan respons yang dramatik pada

krisis tiroid (Bakta I Made dan Suastika I Ketut, 2005 ).

E. Komplikasi

Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang

tidak diobati dapat menyebabkan angina pektoris, infark

miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma,

dan kematian (Hudak & Gallo, 2010).

F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) terdapat beberapa jenis

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan

diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.


1. Test T4 serum

Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum

dengan tekhnik radioimunoassay atau pengikatan kompetitif

nilai normal berada diantara 4,5 dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150

nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.

2. Test T3 serum

Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat,

atau T3 total dalam serum dengan batas normal adalah 70

hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L) dan meningkat pada

krisis tiroid.

3. Test T3 Ambilan Resin

Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung

kadar TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan

jumlah hormon tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah

tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3 normal adal

25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang

menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada

pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid

biasanya terjadi peningkatan.

4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )

Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam

menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid

dan untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit


pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan

oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.

5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone

Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH

dihipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta

T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah jarang dikerjakan lagi

pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya meningkat.

6. Tiroglobulin

Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur

kadarnya dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui

pemeriksaan radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan

untuk tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma tiroid,

serta penyakit tiroid metastatik.

Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat

medis maka diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran

klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis

konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena

menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas

tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus

diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan

terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya

tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi.

Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan

menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch –


Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia,

takikardi dan disfungsi susunan saraf.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Bakta I Made dan Suastika I Ketut

(2005) adalah :

1. Koreksi Hipertiroidisme

a. Menghambat Sintesis Hormon Tiroid

Obat yang dipilih adalah metimasol. Metimasol

diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam (dosis total

120 mg/hari), bisa diberikan dengan atau tanpa dosis

awal 60-100 mg

b. Menghambat Sekresi Hormon Yang telah Terbentuk

Obat pilihan adalah larutan kalium yodida pekat (SSKI)

dengan dosis 5 tetes setiap 6 jam atau larutan Lugol 30

tetes perhari dengan dosis terbagi 4.

c. Menghambat Konversi T4 menjadi T3 di perifer

Termasuk: PTU, Ipodate atau Ioponoat, penyekat

(propanolol), kortikosteroid.

d. Menurunkan Kadar Hormon Secara Langsung.

Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal,

transfusi tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini

dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak

berhasil.

e. Terapi Definitif.
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi

subtotal atau total).

2. Menormalkan Dekompensasi Hemeostasis

a. Terapi Suportif

1) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera

diobati dengan cairan intravena

2) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen

3) Multivitamin, terutama vitamin B

4) Obat aritmia, gagal jantung kongestif

5) Lakukan pantauan invasif bila diperlukan –

Suplemen Oksigen

6) Obati hipertermia (asetaminofen, kompres dingin).

7) Glukokortikoid (hidrokortison 100 mg setiap 8 jam

atau deksametason 2 mg setiap 6 jam)

8) Sedasi jika perlu

b. Obat Antiadrenergik

Yang tergolong obat ini adalah: penyekat B, reserpin,

dan guanetidin. Reserpin dan guanetidin kini praktis

tidak dipakai lagi, diganti dengan penyekat B. Penyekat

B yang paling banyak dipakai adalah propanolol. Dosis

propanolol adalah 20-40 mg po atau 1-5 mg iv setiap 6

jam, bila diperlukan dapat dinaikkan sampai 240-480

mg/ hari/po. Pada penderita dengan kontraindikasi

terhadap penyekat B, dapat diberikan guanetidin


dengan dosis 1-2 mg/kg/hari dosis terbagi atau reserpin

2.5-5 mg setiap 4-6 jam.

3. Terapi Untuk Faktor Pencetus

Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui.

Terutama mencari fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur

darah, urine dan sputum, juga foto dada. Walaupun telah

dilakukan pengenalan dan pengobatan dini hipertiroidisme,

krisis tiroid masih merupakan kegawatan medik yang dapat

mengancam jiwa. Pengenalan segera dan pengobatan

agresif dengan pendekatan menyeluruh akan membantu

memperbaiki dekompensasi hemeostasis yang merupakan

masalah besar pada krisis tiroid. Diperlukan penelitian

lanjutan untuk memahami kerja hormon tiroid pada tingkat

sel, yang mungkin menambah modalitas pengobatan yang

lebih efektif di masa mendatang.


II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperwatan

1. Identitas Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan,

alamat, diagnosa medis, No RM/CM, tanggal masuk, tanggal

kaji, dan ruangan tempat klien dirawat.

2. Data penanggung jawab, mencakup nama, umur, jenis kelamin,

agama, pekerjaan, suku bangsa, hubungan dengan klien dan

alamat.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Alasan Masuk Perawatan Kronologis yang menggambarkan

perilaku klien dalam mencari pertolongan.

b. Keluhan Utama Pada umumnya klien mengeluh berat badan

turun, tidak tahan terhadap panas, lemah, berkeringat

banyak, palpitasi dan nyeri dada.

4. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya pasien pernah mengalami

hipertiroid

5. Riwayat Kesehatan Keluarga Tanyakan apakah keluarga pasien

pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit lainnya

seperti DM, HT.

6. Riwayat Psikososial Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan

nervous/gugup.
B. Pemeriksaan Fisik

Tanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik.

Tanda klinik yang dapat dilihat dari peningkatan metabolism adalah

demam, takikardi, tremor, delirium, stupor, coma, dan hiperpireksia.

1. B1 (Breathing)

Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan

kebutuhan oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan

laju metabolisme yang ditandai dengan takipnea.

2. B2 (Blood)

Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin

yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut

nadi dan cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan

pemakaian oksigen dan nutrisi. Peningkatan produksi panas

membuat dilatasi pembuluh darah sehingga pada pasien

didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan tekanan

darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada

area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial

fibrilasi,dan atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan

angina pectoris dan gagal jantung.

3. B3 (Brain)

Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien

menjadi iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga

dapat mengalami delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan

bisa menyebabkan koma.


4. B4 (Bladder)

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).

5. B5 (Bowel)

Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat

mengakibatkan kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat

meningkatkan peningkatan motilitas usus sehingga pasien

dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah.

6. B6 (Bone)

Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan

kelelahan, kelemahan, dan kehilangan berat badan

C. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

hipertiroidisme

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung,

status hipermetabolik.

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan status

hipermetabolik

4. Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik

D. Intervensi Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

hipertiroidisme

Tujuan : Setelah diberi asuhan keperawatan, perfusi

jaringan serebral efektif

Kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran meningkat (GCS: E:4, M:6, V:5)

b. Klien tidak mengalami cedera

c. Jalan napas paten

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Kaji status neurologi tiap 1. Menskrining perubahan

jam tingkat kesadaran dan

status neurologis

2. Lakukan tindakan 2. Kejang merupakan tanda

pencegahan terhadap perburukan terhadap

kejang perubahan status

neurologi

3. Kaji adanya kelemahan, 3. Ketidakpatenan jalan

patensi jalan napas, nafas, kelemahan, bisa

keamanan, jika tingkat terjadi karena peningkatan

kesadaran pasien menurun status neurologi

4. Lakukan tindakan 4. Cedera rawan terjadi pada

pengamanan untuk pasien dengan perubahan

mencegah cedera status neurulogi

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung,

status hipermetabolik.

Tujuan : Setelah diberi asuhan keperawatan, tidak

terjadi penurunan curah jantung


Kriteria hasil :

a. Nadi perifer dapat teraba normal (60-100x/menit, kuat)

b. TD:100-120/80-90x.menit, RR: 16-20x/menit, S:36-37,50C

c. Capilary reffil <2 detik

d. Status mental baik

e. Palpitasi berkurang

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Pantau tekanan darah tiap 1. Hipotensi umum atau

jam ortostatik dapat terjadi

sebagai akibat dari

vasodilatasi perifer yang

berlebihan dan penurunan

volume sirkulasi

2. Periksa kemungkinan 2. Merupakan tanda adanya

adanya nyeri dada atau peningkatan kebutuhan

angina yang dikeluhkan oksigen oleh otot jantung

pasien. atau iskemia.

3. Auskultasi suara nafas. 3. S1 dan murmur yang

Perhatikan adanya suara menonjol berhubungan

yang tidak normal (seperti dengan curah jantung

krekels) meningkat pada keadaan

hipermetabolik

4. Observasi tanda dan 4. Dehidrasi yang cepat dapat


gejala haus yang hebat, terjadi yang akan

mukosa membran kering, menurunkan volume

nadi lemah, penurunan sirkulasi dan menurunkan

produksi urine dan curah jantung

hipotensi, pengisian

kapiler lambat

5. Kolaborasi : berikan obat 5. Diberikan untuk

sesuai dengan indikasi : mengendalikan pengaruh

Penyekat beta seperti: tirotoksikosis terhadap

propranolol, atenolol, takikardi, tremor dan gugup

nadolol serta obat pilihan pertama

pada krisis tiroid akut.

Menurunkan frekuensi/

kerja jantung oleh daerah

reseptor penyekat beta

adrenergic dan konversi

dari T3 dan T4.

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan status

hipermetabolik.

Tujuan : Setelah diberi asuhan keperawatan, cairan

tubuh seimbang.

Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital tetap stabil (TD 100-120/60-90 mmHg,

N: 60-100x/menit, R” 16-22x/menit, S: 36-37,5 OC)

b. Warna kulit dan suhu dalam batas normal

c. Balance cairan seimbang

d. Turgor kulit elastis dan membrane mukosa lembab

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Kaji status volume cairan 1. Takikardia, dispnea, atau

(TD, suhu, bunyi jantung) hipotensi dapat

tiap 1 jam mengindikasikan

kekurangan volume cairan

2. Kaji turgor kulit dan 2. Turgor kulit tidak elastis dan

membrane mukosa mulut dan membran mukosa

setiap 8 jam kering dapat menjadi gejala

kurang cairan.

3. Ukur asupan dan haluaran 3. Haluaran urin yang rendah

setiap 1 sampai 4 jam. mengindikasikan

Catat dan laporkan hipovolemi.

perubahan yang signifikan

termasuk urine.

4. Berikan cairan IV sesuai 4. Cairan intravena yang

instruksi. cukup dapat menormalkan

dekompensasi homeostasis
5. Kaji semua data 5. Nilai elektrolit abnormal

laboratorium, laporkan nilai dapat menjadi tanda

elektrolit abnormal kekurangan cairan dan

elektrolit

6. Berikan beta adrenergik 6. Beta adrenergik dapat

sesuai instruksi menurunkan gejala yang

dimediasi katekolamin

sehingga memulihkan

fungsi jantung

4. Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik.

Tujuan : Setelah diberi asuhan keperawatan, tidak

terjadi hipertermi.

Kriteria hasil :

a. Suhu dalam batas normal 36-37,5OC

b. Tidak ada konvulsi

c. kulit tidak memerah

d. tidak ada takikardi

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Pantau Tanda Vital 1. Menilai peningkatan dan

(Suhu ) Tiap 1 jam penurunan suhu tubuh

2. Anjurkan banyak 2. Hidrasi yang cukup dapat

minum bila tidak ada menurunkan suhu tubuh


kontraindikasi

3. Beri kompres hangat 3. Kompres hangat mendilatasi

pembuluh darah sehingga

mengurangi panas

4. Gunakan pakaian tipis 4. Pakaian tipis dan menyerap

dan menyerap keringat menurunkan

keringat metabolisme sehingga

menurunkan panas

5. Pertahankan cairan 5. Cairan intravena memenuhi

intravena sesuai kebutuhan cairan sehingga

progam menurunkan panas

6. Berikan antipiretik 6. Antipiretik menghambat

sesuai program produksi prostaglandin di

hipotalamus anterior sehingga

menurunkan suhu
III. PATHWAY

G3 organik kelenjar tiroid G3 Fungsi Hipotalamus /hipofisis

Produksi TSH meningkat

Produksi hormone

tiroid meningkat

Metabolisme tubuh Peningkatan Peningkatan


meningkat Proses
aktv SSP rangsangan Aktifitas GI
glikogenesis
SSP meningkat
meningkat

Produksi kalor Kebutuhan cairan Perub Peningkatan


meningkat konduksi
meningkat aktivitas SSP Proses Nafsu
listrik jantung pembakaran makan
lemak meningkat meningkat

Peningkatan suhu Disfungsi SSP


Defisit volume Beban kerja
tubuh Penurunan berat
cairan jantung naik badan

Agitasi,
Aritmia, takikardi kejang, koma

penurunan curah
jantung
DAFTAR PUSTAKA

Bakta I Made dan Suastika I Ketut. 2005. Gawat Darurat di Bidang


Penyakit Dalam.Edisi 6. Jakarta: EGC.

Hudak dan Gallo. 2010. Keperawatan Kritis. Jilid 6. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. 2016. Nanda International : Diagnosis


Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta :
EGC

Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.


Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.

Tandra Hans. 2011. Mencegah dan Mengatasi Penyakit Tiroid, segala


sesuatu yang harus anda ketahui tentang kelainan kelenjar gondok.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai