Disusun Oleh :
TIM PENANGGULANGAN BENCANA DINAS KESEHATAN BOYOLALI
DINAS KESEHATAN BOYOLALI
2018
Kata Pengantar
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang
memiliki potensi bencana yang tinggi. Baik bencana alam (natural disaster), maupun
bencana akibat ulah manusia (manmade disaster). Kejadian bencana biasanya diikuti dengan
timbulnya korban jiwa maupun kerugian harta benda. Adanya korban jiwa dapat
menimbulkan kerawanan status kesehatan pada masyarakat yang terkena bencana dan
masyarakat yang berada di sekitar daerah bencana.
Permasalahan yang kerap timbul dalam penanganan bencana di lapangan adalah
masalah koordinasi, keterlambatan transportasi dan distribusi, serta ketidaksiapan lokal dalam
pemenuhan sarana dan prasarana. Oleh karena itu dalam rangka pengurangan dampak resiko
perlu penguatan upaya kesehatan pada tahap sebelum terjadi (pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan).
Keberhasilan penanganan krisis kesehatan akibat bencana ditentukan oleh manajemen
penanganan bencana serta kegiatan pokok seperti penanganan korban massal, pelayanan
kesehatan dasar di pengungsian, pengawasan dan pengendalian penyakit, air bersih dan
sanitasi, penanganan gizi darurat, penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan logistik dan
perbekalan kesehatan.
Dokumen Rencana Kebencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ini diharapkan
bermanfaat bagi petugas di jajaran kesehatan Kabupaten Boyolali, lembaga donor,
LSM/NGO nasional dan internasional serta pihak lain yang bekerja/berkaitan dalam
penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Kabupaten boyolali sehingga menjamin
keamanan dan keselamatan bagi petugas kesehatan dalam bekerja.
Untuk itu, Dokumen Rencana Kebencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ini
dirancang sedemikian rupa sehingga mudah digunakan sebagai acuan dalam teknis pelayanan
kesehatan pada penanganan tanggap darurat dan rehabilitasi serta penanganan pengelolaan
bantuan kesehatan, data dan informasi dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana.
Akhirnya kepada semua pihak dan instansi terkait baik pemerintah maupun non
pemerintah, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas peran
serta sehingga Dokumen Rencana Kebencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ini
dapat terwujud. Demikian, semoga dokumen ini dapat berguna bagi kita semua.
Boyolali, Oktober 2018
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali,
Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Istilah 3
Daftar Isi 4
Bab I Pendahuluan 6
A. Latar Belakang 6
B. Tujuan 6
C. Dasar Hukum 6
Bab II Profil Dinas Kesehatan dan Daerah 7
A. Gambaran Umum Demografi Daerah 7
B. Struktur Organisasi Dinkes 7
C. Data Sarana dan Prasarana 7
D. Ketenagaan 7
Bab III Pengorganisasian 8
A. Sistem Komando 8
B. Tupoksi 8
BAB IV Analisis Risiko 9
A. Potensi Bencana 9
B. Perhitungan Analisis Risiko 9
C. Prioritas 9
Bab V Pengembangan Skenarion dan Respon 10
A. Pengembanga Skenario 10
B. Asumsi Dampak 10
C. Respon 10
Bab VI SPO 11
A. Prosedur untuk Semua Ancaman Bencana (All Hazard) 11
B. Prosedur untuk Ancaman Bencana Spesifik (Specific Hazard) 11
C. Aktivitas 11
Bab VII Fasilitas 12
A. Penetapan Fasilitas 12
B. Denah Evakuasi 12
C. Daftar Kontak Internal Eksternal 12
Bab VIII Rencana Tidak Lanjut 13
Bab IX Penutup 14
Lampiran 56
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berada di zona ring of fire yang notabene
merupakan daerah dengan rawan terjadi bencana alam yang tinggi. Untuk itu menjadi
kewajiban pemerintah untuk menjamin keselamatan masyarakat dalam mengantisipasi
terjadinya bencana alam. Kewajiban pemerintah untuk bertanggung jawab
penanggulangan bencana tertuang di dalam Undang undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Di dalam undang-undang tersebut telah menetapkan
penanggulangan bencana yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah
melalui lembaga pemerintah non-departemen yaitu BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) di tingkat pusat dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana
Daerah) ditingkat daerah. Di Indonesia terdapat 322 Kabupaten/Kota yang termasuk ke
dalam risiko bencana tingkat tinggi. Indikator daerah dengan risiko bencana tingkat
tinggi diperoleh dari kemungkinan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor,
kekeringan, cuaca ekstrim, gempa bumi dan gunung meletus. Indeks risiko bencana
tersebut didapat dari keadaan geografis dan klimatologis dalam menentukan indeks
risiko bencana di Indonesia.
Kabupaten Boyolali menjadi salah satu daerah di Indonesia yang mempunyai
tingkat rawan bencana tinggi yang berada pada urutan ke 227 dari 322 daerah yang
termasuk kedalam risiko bencana tingkat tinggi. Keadaan secara klimatologi, wilayah
Kabupaten Boyolali termasuk daerah yang mempunyai iklim tropis dengan rata-rata
hujan 2000 milimeter/tahun. Wilayah Kabupaten Boyolali sebagian besar merupakan
dataran rendah, namun terdapat beberapa kecamatan di Kabupaten Boyolali yang berada
pada dataran tinggi maupun daerah pegunungan. Sedangkan keadaan geografis
Kabupaten Boyolali terdapat di bagian barat dan selatan berada pada dataran tinggi
lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu dan pada sebelah utara dan timur
Kabupaten Boyolali berada di kawasan dataran rendah. Bencana alam yang berdampak
langsung terhadap masyarakat di daerah Boyolali bagian barat dan selatan adalah
bencana tanah longsor dan gunung meletus. Hal tersebut mengingat bahwa kondisi
daerah selatan dan barat Boyolali yang sebagian besar dataran tinggi.
Kabupaten Boyolali mempunyai wilayah yang cakupannya meliputi 2 daerah
pegunungan yaitu Gunung Merapi yang masih aktif hingga saat ini dan Gunung
Merbabu yang sudah tidak aktif lagi. Kondisi alam tersebut menyebabkan daerah
Boyolali yang berada lereng kedua gunung tersebut menjadi rawan bencana alam.
Berdasarkan kajian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali dan tim
geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, sebanyak 25 desa di 6
kecamatan di Boyolali masuk kategori rawan tanah longsor yang mayoritas berada di
lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yaitu 10 desa di Kecamatan Selo, 3 desa di
Kecamatan Cepogo, 4 desa di Kecamatan Musuk, serta 4 desa di Kecamatan Ampel.
Sementara sisanya berada di wilayah Boyolali bagian utara.
Selain itu, potensi bencana alam yang ada di Kabupaten Boyolali adalah bencana
angin topan atau angin puting beliung. Bencana angin puting beliung ini hampir semua
daerah di Boyolali rawan dengan bencana tersebut. Bencana angin puting beliung
memang sering terjadi di Boyolali pada saat terjadinya perubahan musim kemarau ke
musim penghujan. Dampak yang dirasakan secara langsung yang terjadi akibat bencana
angin puting beliung di Boyolali ini adalah tumbangnya pohon yang menimpa jalan yang
menghalangi aktifitas warga, kerusakan rumah akibat angin yang kencang dan rusaknya
fasilitas umum.
Semua kejadian tersebut diatas dapat menimbulkan krisis kesehatan antara lain
lain korban meninggal, korban luka, pengungsian, masalah gizi, masalah ketersediaan air
bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular dan stress/gangguan jiwa.
Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana, antara
lain :
B. Tujuan
1. Umum
Memberikan acuan bagi petugas kesehatan dalam kesiapsiagaan dan
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana
2. Khusus
a. Meningkatkan kesiapan Sumber daya Manusia (SDM) kesehatan dalam
penanganan bencana
b. Meningkatkan kesiapan fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan
c. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit potensi wabah/KLB
d. Mengurangi risiko krisis kesehatan akibat bencana.
C. Dasar Hukum
1. Undang-undang nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah
2. Undang-undang nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
3. Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
5. Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN tahun 2015-2019
6. Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara RI tahun 2008 Nomor 42, tambahan
lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4828)
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 145 tahun 2007 tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 52 tahun 2015 tentang Rencana Strategik
Kementerian Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit
Menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 45 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 77 tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Penanggulangan Krisis Kesehatan
12. Peraturan Daerah Boyolali Nomor 4 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana di Kabupaten Boyolali (Lembaran Daerah Kabupaten
Boyolali tahun 2013 nomor 4, tambahan lembaran daerah Kabupaten Boyolali
nomor 142)
13. Peraturan BUpati Boyolali Nomor 16 tahun 2014 tentang Mekanisme dan Tatacara
Rekrutmen Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana Pada Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Boyolali.
Bab II
Profil Dinas Kesehatan dan Daerah
2. Keadaan Administratif
Data administratif Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2017 ini
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan dari Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Boyolali Tahun 2017 yang sah dan diterbitkan oleh BPS
Kabupaten Boyolali pada buku"KABUPATEN BOYOLALI DALAM ANGKA
2017". Dideskripsikan dalam nama dan jumlah kecamatan, jumlah puskesmas,
jumlah desa dan kelurahan, jumlah Rukun Warga ( RW ), jumlah Rukun Tetangga (
RT ) serta jumlah rumah tangga sebagaimana tampak pada tabel dibawah.
Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
No Kecamatan Desa/ Rumah
Puskesmas RW RT
Kelurahan Tangga
3. Keadaan Kependudukan
Data kependudukan yang digunakan dalam penyusunan Profil Kesehatan
Kabupaten Boyolali Tahun 2017 ini adalah data penduduk yang bersumber dari
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Boyolali Tahun 2016 dalam buku
"KABUPATEN BOYOLALI DALAM ANGKA 2017".
Kepadatan Rata - Rata
Jumlah
No Kecamatan Luas (km2) Penduduk Jiwa/Rumah
Penduduk
(km2) Tangga
2. Rumah Sakit
Dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten Boyolali, di kaitkan pula
dengan keberadaan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan kuratif dan
rehabilitatif. Rumah sakit berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan
dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Tahun 2017 jumlah Rumah Sakit Umum
di Kabupaten Boyolali terdapat 11 Rumah Sakit Umum.
D. Ketenagaan
1. Jenis Tenaga Kesehatan
Data sumber daya manusia kesehatan (SDM Kesehatan) di Kabupaten
Boyolali terdiri dari 7 jenis yaitu :
a. Tenaga medis meliputi dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi.
b. Tenaga keperawatan meliputi bidan, perawat, perawat gigi.
c. Tenaga kefarmasian meliputi tenaga apoteker, sarjana farmasi dan lain - lain.
d. Tenaga gizi meliputi D IV / Sarjana gizi dan D III gizi.
e. Tenaga kesehatan masyarakat.
f. Tenaga sanitasi.
g. Tenaga teknisi medis meliputi analis laboratorium, tenaga teknisi
elektromedis dan pranata anestesi
h. Tenaga fisioterapis.
Jumlah Rasio
No Jenis Tenaga Penduduk
Per 100.000
L P Total Ideal
Penduduk
7 Apoteker 6 41 47 4.87 33
963.690
8 Tenaga teknis 13 87 100 10.37 30
kefamasian
9 Sarjana 3 23 36 2.69 40
kesehatan
masyarakat
10 Kesehatan 2 5 7 0.73 40
lingkungan
11 Nutrisionis 5 54 59 6.12 22
A. Sistem Komando
Sistem komando merupakan upaya dalam pengorganisasian yang merupakan
bentuk dari mengkoordinasikan secara rasional berbagai kegiatan dan sejumlah orang
tertentu untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan pembagian kerja dan fungsi
menurut jenjangnya secara bertanggung jawab. Dengan adanya pembagian tugas dan
fungsi antar unit dalam upaya penanggulangan bencana tersebut, diharapkan tentunya
setiap unit dapat bekerja seoptimal mungkin dalam membantu semua masyarakat korban
bencana, baik bencana eksternal maupun bencana internal. Inti dari manajemen
penanggulangan penanggulangan bencana bidang kesehatan yaitu adanya organisasi
penanggulangan yang efektif dan efisien dilandasi dengan adanya kepemimpinan yang
proaktif, mempunyai sense of crisis dan tidak melupakan birokrasi yang ada serta
didasari adanya hubungan antar manusia yang baik. Sistem Komando diperlukan agar
koordinasi penanggulangan bencana berjalan dengan baik, terstruktur dan sistematis.
Pada tingkat Dinas Kesehatan, sistem komando penanggulangan bencana bidang
kesehatan dipimpin oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dengan bertanggung
jawab dan koordinasi langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.
B. Tupoksi
1. Komandan Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan
Bertanggung Jawab kepada : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dan
berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Boyolali
Bertanggung Jawab untuk : Mengatur pengelolaan penanganan bencana dan
manajemen bencana pada kluster bidang kesehatan di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali
TUGAS :
a. Memberi arahan kepada Komandan QRT, RHA, dan Management Support
untuk pengelolaan penanganan bencana
b. Melaporkan proses penanganan bencana kepada pihak Dinas Kesehatan propinsi
Jawa Tengah maupun BPBD Kabupaten Boyolali
c. Memberikan briefing kepada Komandan QRT, RHA dan ketua management
support
d. Memberikan informasi terkait proses penanganan bencana kepada pihak lain di
luar Dinas Kesehatan dengan persetujuan
e. Mendampingi kunjungan tamu pemerintahan ( Gubernur, Dinas Kesehatan,
Lembaga)
f. Mengkoordinasikan permintaan bantuan
g. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan bencana di Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali
TUGAS :
a. Merencanakan dan mengendalikan pelayanan medical support dan
kegawatdaruratan
b. Memberikan laporan kepada Komandan Penanggulangan Bencana Dinas
Kesehatan terkait proses tersebut di atas.
c. Menindaklanjuti upaya permintaan bantuan oleh Penanggulangan Bencana
Dinas Kesehatan
d. Memastikan proses penanganan bencana terutama korban/populasi rentan dan
sumber pendukungnya terlaksana dan tersedia sesuai kebutuhan
e. Melakukan koordinasi kerja kepada instansi lain dan rumah sakit jejaring untuk
rujukan
f. Mengkoordinasi anggotanya sesuai penugasan dan melakukan briefing untuk
memastikan proses dijalankan
TUGAS :
a. Mengkoordinir penyediaan logistik, operasional, obat dan penunjang medis,
data dan informasi, SDM, keuangan, penjadwalan petugas, alur relawan dan
bantuan
b. Menindaklanjuti koordinasi kerja ke instansi luar yang dilakukan oleh
Komandan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan sehubungan dengan
penyediaan sumber pendukung penanganan medis dan penunjang
c. Melaporkan pelaksanaan proses penyiapan, kesiapan sumber pendukung dan
sumber bantuan yang diterima kepada Komandan Penanggulangan Bencana
Dinas Kesehatan
d. Mengkoordinasi anggotanya sesuai tugas dan melakukan briefing untuk
memastikan proses dijalankan
TUGAS :
a. Memberikan briefing kepada tim RHA di beberapa titik daerah terdampak
bencana dan pengungsian
b. Memonitor dan mengkoordinasi pelaksanaan investigasi di lapangan oleh tim
RHA
c. Membuat laporan hasil evaluasi, investigasi dan rekomendasi untuk
disampaikan kepada Komandan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan
d. Melakukan koordinasi dengan instansi luar dalam rangka investigasi dampak
bencana dan potensi ancaman bagi kesehatan
5. Tim QRT
TUGAS :
a. Mengkoordinir proses evakuasi korban bencana
b. Melakukan penanganan rujukan korban bencana
c. Menentukan prioritas penanganan pasien korban bencana
d. Melakukan penanganan kegawatdaruratan bencana
e. Melakukan pendampingan ibu bersalin dan ibu hamil
f. Melaksanakan penanganan penunjang medis lainnya bagi pasien korban
bencana
g. Bertanggung jawab terhadap layanan rawat jalan bagi pasien korban bencana
6. Tim RHA
TUGAS :
a. Mengidentifikasi fakta fakta di lokasi bencana dan pengungsian
b. Mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipenuhi
c. Melaksanakan surveillance dan konseling bencana
d. Menilai dampak bencana dan potensi ancaman bagi kesehatan
e. Membuat rekomendasi tindakan prioritas dalam mengatasi masa
ketanggapdaruratan
f. Menyampaikan laporan proses pelaksanaan RHA dan menyampaikan
rekomendasi hasil kegiatan kepada Komandan RHA
7. Tim Management Support
TUGAS :
a. Merencanakan, memobilisasi dan mengevaluasi pengelolaan keuangan untuk
menunjang keperluan penanganan bencana
b. Melakukan koordinasi kerja dengan tim perencanaan, tim pengadaan terkait
pengelolaan dana bencana
c. Mencatat, mendata dan menempatkan relawan sesuai kebutuhan, kompetensi
dan keahlian
d. Mencatat, mendata, menyimpan dan menyalurkan logistik dan bantuan bagi
pengungsi
e. Mengumpulkan data dan informasi terkait penanganan bencana untuk kemudian
didokumentasikan
f. Membuat penjadwalan bagi petugas kesehatan dan relawan
g. Merencanakan dan mengadakan seluruh kebutuhan logistik dalam penanganan
bencana
Bab IV
Analisis Risiko
A. Potensi Bencana
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
kegiatan masyarakat. Ancaman atau bahaya merupakan situasi, kondisi atau karakteristik
biologis, klimatologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi yang
berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan. Hal ini sangat berisiko jika berada pada
daerah yang tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi bencana.
Tingkat risiko dihitung dengan menggabungkan tingkat kerugian dan tingkat
kapasitas. Dari kombinasi keduanya, akan diperoleh tingkat risiko untuk masing-masing
bencana.
1. Kekeringan
2. Erupsi gunung merapi
3. Tanah bergerak
4. Kebakaran hutan dan lahan
5. Cuaca ekstrim
6. Banjir
7. Gempa
8. Longsor
9. Gagal teknologi
10. Konflik Sosial
11. KLB penyakit menular
C. Prioritas
Bencana prioritas di Boyolali dianalisa dengan mengkombinasikan dua aspek.
Aspek yang pertama adalah tingkat risiko, yang dianalisis dan dikategorikan dengan
menggunakan jumlah populasi, kapasitas dan jumlah kerugian yang dialami di dalam
wilayah dengan risiko bencana tinggi (untuk tiap bencana). Aspek yang kedua adalah
kecenderungan risiko bencana, yang dianalisa dengan melihat data sejarah bencana yang
diperoleh dari data BPBD Kabupaten/Kota, DIBI (BNPB) atau sumber data lainnya.
Bencana dengan tingkat ancaman tinggi dengan jumlah penduduk terpapar luas di
Kabupaten Boyolali adalah kekeringan dan erupsi gunung merapi. Bencana dengan
tingkat ancaman sedang dan jumlah penduduk terpapar sedang meliputi banjir, gempa
dan longsor. Sedangkan bencana dengan tingkat ancaman tinggi namun jumlah
penduduk sedang adalah kebakaran dan angin kencang. Bencana dengan tingkat
ancaman rendang dan jumlah penduduk terpapar rendah meliputi konflik sosial, KLB,
gagal teknologi dan tanah bergerak. Matrik di bawah ini menunjukkan tingkat penduduk
terpapar dengan tingkat ancaman bencana di Kabupaten Boyolali.
Indeks Kapasitas
Tingkat Ancaman
Rendah Sedang Tinggi
Tingkat Rendah Konflik Sosial,
Ancaman KLB dan Gagal
Teknologi
Bencana gagal teknologi, konflik sosial dan KLB belum pernah terjadi dalam
sejarah atau pernah terjadi namun sudah terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama.
Bencana yang belum pernah terjadi ini masuk ke dalam prioritas 3, tanpa melalui matriks
penentuan prioritas bencana.
Bencana Prioritas
A. Pengembanga Skenario
1. Analisis Potensi Kedaruratan Kesehatan di Kabupaten Boyolali
a. Pernah terjadi kejadian luar biasa (KLB) Antraks tahun 1990 sebanyak 49 kasus
(18 orang meninggal) di wilayah Kabupaten Boyolali. Dilakukan penyelidikan
epidemiologi, pengambilan swab pada kulit penderita suspek Antraks dan tanah
bekas darah penyembelihan sapi untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium
dengan hasil positif, kemudian dilakukan pengobatan kepada penderita.
b. Pernah terjadi KLB antraks di beberapa wilayah di Kabupaten Boyolali
c. Daerah Boyolali sebagai sentral peternakan sapi dan produk olahannya
d. Distribusi jual beli ternak sapi dapat berasal dari beberapa daerah dari luar
Boyolali
e. Pemahaman dan perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya memahami risiko
penularan antraks baik di hewan peliharaan maupun pencegahan di manusia
B. Asumsi Dampak
Skenario terjadinya KKM yaitu terjadi penularan lokal di masyarakat dengan
jumlah kasus melebihi kejadian tahun 1990 (49 kasus) atau jumlah kematian melebihi
kasus 1990 (18 meninggal). Adapun asumsi kejadian KKM sebagai berikut :
1. Kasus tersebar secara acak di beberapa kecamatan
2. Mengenai semua kelompok umur dengan proporsi kasus pada laki-laki lebih banyak
daripada perempuan
3. Sebagian besar kasus merupakan peternak/memelihara ternak
4. Periode KLB sudah berjalan selama 3 bulan dan kasus Antraks masih terjadi secara
sporadis
5. Semua kasus Antraks berkunjung ke puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit. Dari
hasil diagnosa sejauh ini kasus Antraks intestinal sebanyak 50% dan 50 % kasus
Antraks kulit
6. 30% dari kasus Antraks dirujuk ke rumah sakit Dr. Moewardi.
C. Respon
Berdasarkan skenario dan penetapan status KKM Antraks di Kabupaten Boyolali
tersebut diatas, maka mekanisme response yang diperlukan melalui koordinasi posko
sebagai berikut :
1. Penemuan kasus baru melalui penyelidikan epidemiologi (PE)
a. Pelaksanaan PE dilaksanakan oleh Tim Gerak Cepat (TGC) Dinas Kesehatan
Kabupaten
b. Penugasan diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan melalui koordinasi dengan
Koordinator Posko penanggulangan
c. Instrumen PE Antraks mengacu pada pedoman PE KLB sub bahasan antraks
d. Pelaksanaan PE dilakukan terintegrasi dengan Dinas Peternakan Kabupaten
Boyolali
e. Pelaporan hasil PE disampaikan kepada ketua Bidang Kesehatan untuk
diteruskan ke posko
f. Format pelaporan hasil PE disesuaikan dengan Permenkes 1501/2010
g. Hasil PE harus menyampaikan :
1) Kurva epidemi menurut onset (tanggal timbulnya gejala) pada kasus baru
sehingga dapat teridentifikasi mulai dan berakhirnya KLB antraks,
kecenderungan dan pola serangan.
2) Tabel distribusi kasus baru menurut umur, jenis kelamin dan pekerjaan
yang diduga berhubungan dengan penularan antraks
3) Tabel dan peta distribusi kasus-kasus kesakitan dan kematian hewan
tersangka antraks
4) Peta distribusi kasus antraks pada manusia yang digambarkan dalam
bentuk peta sebaran (spot map) dan hubungannya dengan distribusi kasus-
kasus kesakitan dan kematian hewan tersangka antraks. Peta dibuat secara
bersambung menurut minggu kejadian, sehingga dapat dicermati
perkembangan penyebaran penyakit kasus dari waktu ke waktu
5) Seringkali pelacakan kasus dilakukan untuk mengetahui penyebaran dari
satu wilayah ke wilayah lainnya, termasuk identifikasi hewan, produk
hewan atau tanah tercemar sebagai sumber penularan
h. Meneruskan pemantauan terhadap perkembangan kasus baru dan kematian
akibat antraks menurut bentuk penyakit, waktu mulai sakit, tempat tinggal dan
jenis tempat bekerja. Selain itu perlu juga dilakukan pemantauan terhadap
perkembangan kasus-kasus kesakitan dan kematian pada hewan menurut
tempat dan jenis hewan.
7. Komunikasi Risiko
a. Diseminasi informasi melalui website Pemda, terkait kejadian atau kasus yang
terjadi, lokasi, jumlah kasus yang terjadi, upaya-upaya yang dilakukan sesuai
dengan prosedur petunjuk teknis yang disepakati
b. Koordinasi dengan humas Pemda terkait kebijakan Pemerintah Daerah untuk
melakukan kewaspadaan dini sekaligus informasi keseluruhan Organisasi
Perangkat Daerah yang ada di wilayah Pemerintah Kabupaten Boyolali
c. Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Boyolali terkait penyuluhan
informasi kesehatan melalui media radio yang ada di seluruh wilayah
kabupaten Boyolali
d. Dinas Kesehatan terkait informasi kesehatan penyuluhan kepada seluruh
jejaring baik dari Puskesmas seluruh Boyolali sampai jaringan tingkat desa
e. Media manajemen dalam rangka menyiapkan materi terkait langkah-langkah
yang diambil dalam rangka pemberi informasi, petunjuk teknis untuk
penanggulangan Antraks melalui media
f. Press release dengan cara :
1) Sekretariat Posko mempersiapkan substansi dan materi yang ada
disampaikan kepada masyarakat luas melalui media massa sekurang-
kurangnya memuat informasi situasi terkini, upaya yang dilakukan, jalur
komunikasi masyarakat (posko) dan anjuran yang perlu dilakukan oleh
masyarakat
2) Disampaikan oleh ketua posko dan dapat didelegasikan kepada
koordinator bidang
3) Press release disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 hari atau
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kejadian di lapangan
Dinas Kesehatan
SOP No.Dokumen : Kepala
kabupaten
Dinas
Boyolali
Kesehatan
No. Revisi :0 kabupaten
boyolali
Halaman :1-2
2. Tujuan
Sebagai pedoman dalam mewujudkan efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan masalah semua ancaman dalam hal
penanggulangan bencana dan atau penanganan pengungsi
7. Unit terkait -
1. Pengertian a. Masalah spesifik adalah masalah yang khas dan atau khusus yang
dihadapi Dinas Kesehatan
2. Tujuan
Sebagai pedoman dalam mewujudkan efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan masalah spesifik dalam hal penanggulangan
bencana dan atau penanganan pengungsi
7. Unit terkait -
C. Aktivitas
1. Pra Bencana
Dinas Kesehatan menyusun mapping/pemetaan wilayah daerah rawan bencana
di wilayah kerjanya serta melakukan identifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi
dan juga menghitung populasi dari jumlah penduduk yang berisiko terkena bencana
sehingga penanganan bencana dapat disiapkan seoptimal mungkin.
Pada saat pesan atau informasi mengenai bencana diterima oleh petugas Dinas
Kesehatan, maka petugas yang menerima informasi tersebut segera melakukan
koordinasi dengan Tim Siaga Penanggulangan Bencana Puskesmas yang telah
dibentuk. Tim Siaga Penanggulangan Bencana Puskesmas segera mengaktifkan
rencana penatalaksanaan korban bencana tersebut, memanggil dan memobilisasi
petugas yang terlatih untuk segera memberi pertolongan terhadap korban bencana.
2. Tanggap Darurat
a. Penatalaksanaan Korban di Lapangan
1) Penanganan Korban Massal
Penanganan medis untuk korban cedera dalam jumlah besar diperlukan
segera setelah terjadinya bencana baik gempa bumi, kecelakaan transportasi,
gunung meletus dan banjir, longsor serta bencana lainnya.
Kebutuhan terbesar untuk pertolongan pertama dan pelayanan kedaruratan
medik muncul dalam beberapa jam pertama. Banyak jiwa tidak tertolong
karena sumber-sumber daya lokal, termasuk transportasi tidak dimobilisasi
segera. Oleh karena itu, sumber daya lokal sangat menentukan dalam
penanganan korban di fase darurat.
2) Penatalaksanaan Lapangan
Penatalaksanaan lapangan meliputi prosedur-prosedur yang digunakan untuk
mengelola daerah bencana dengan tujuan memfasilitasi penatalaksanaan
korban
3) Proses Penyiagaan
Proses penyiagaan merupakan bagian dan aktivitas yang bertujuan untuk
melakukan mobilisasi sumber daya secara efisien. Proses ini mencakup
peringatan awal, penilaian situasi, dan penyebaran pesan siaga. Proses ini
bertujuan untuk memastikan tanda bahaya, mengevaluasi bersama masalah
dan memastikan bahwa sumber daya yang ada memperoleh informasi dan
dimobilisasi.
4) Penilaian Awal
Penilaian awal merupakan prosedur yang dipergunakan untuk segera
mengetahui beratnya masalah dan risiko potensial dari masalah yang
dihadapi. Aktivitas ini dilakukan untuk mencari tahu masalah yang sedang
terjadi dan kemungkinan yang dapat terjadi dan memobilisasi sumberdaya
yang adekuat sehingga penatalaksanaan lapangan dapat diorganisasi secara
benar.
Di dalam penilaian awal dilakukan serangkaian aktivitas yang bertujuan
untuk mengidentifikasi :
a. Lokasi kejadian secara tepat
b. Waktu terjadinya bencana
c. Tipe bencana yang terjadi
d. Perkiraan jumlah korban
e. Risiko potensial tambahan
f. Populasi yang terpapar oleh bencana
Penilaian awal yang dilakukan harus segera dilaporkan ke pusat komunikasi
sebelum melakukan aktivitas lain di lokasi bencana. Keterlambatan akan
timbul dalam mobilisasi sumber daya ke lokasi bencana jika tim melakukan
aktivitas lanjutan sebelum melakukan pelaporan penilaian awal atau
informasi yang dibutuhkan dapat hilang jika kemudian tim tersebut juga
terlibat dalam kecelakaan.
Selanjutnya melakukan identifikasi lokasi penanggulangan bencana
mencakup :
a. Daerah pusat bencana
b. Lokasi pos komando
c. Lokasi pos pelayanan medis lanjutan
d. Lokasi evakuasi
e. Lokasi VIP dan media massa
f. Akses jalan ke lokasi
Identifikasi awal lokasi-lokasi diatas akan memungkinkan masing-masing
tim bantuan untuk mencapai lokasi yang merupakan daerah kerja secara
cepat dan efisien, salah satu caranya dengan membuat peta sederhana lokasi
bencana.
5) Penyebaran Informasi Pesan Siaga
Segera setelah pesan diterima, pusat komunikasi akan mengeluarkan pesan siaga,
memobilisasi sumberdaya yang dibutuhkan dan menyebarkan informasi kepada tim
atau institusi dengan keahlian khusus dalam penanggulangan bencana massal. Pesan
siaga selanjutnya harus dapat disebarkan secara cepat dengan menggunakan tatacara
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Bab VII Fasilitas
A. Penetapan Fasilitas
Pos Komando atau Pos penanganan bencana diperlukan untuk diperlukan untuk
mengelola maupun menampung beberapa kegiatan dalam mendukung penanganan
korban bencana sehingga penanganan dan pengelolaannya dapat lebih terkoordinasi dan
terarah. Pos komando kluster kesehatan terpusat di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dengan beberapa titik pos kesehatan cabang diantaranya di Penampungan Desa wilayah
kerja Puskesmas Selo, Penampungan Desa wilayah kerja Puskesmas Cepogo,
Penampungan Desa wilayah kerja Puskesmas Musuk I, Penampungan Desa wilayah
kerja Puskesmas Musuk II, Penampungan Desa wilayah kerja Puskesmas Sawit I.,
Penampungan Desa wilayah kerja Puskesmas Boyolali I.
1. POS KOMANDO
Tempat : Ruangan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Fungsi :
a. Pusat koordinasi dan komunikasi baik dengan internal maupun eksternal unit
yang dipimpin oleh Komandan Penanggulangan bencana Dinas Kesehatan. Area
ini merupakan area khusus, dimana hanya petugas tertentu yang boleh masuk.
c. Tempat penyimpanan disaster kit, radio komunikasi dan peta – peta yang
diperlukan untuk koordinasi maupun pengambilan keputusan.
Lingkup kerja :
b. Pada disaster yang bersifat internal disaster dimana bencana terjadi di dalam Dinas
Kesehatan , maka lingkup kerjanya adalah sebatas menyelesaikan masalah
pelayanan medis dan penunjangnya.
Fungsi :
Tempat penerimaan dan pengolahan data yang terkait dengan penanganan bencana
Lingkup Kerja :
Fasilitas :
1. Telephone
2. Komputer, internet
3. Radio komunikasi
3. POS INFORMASI
Fungsi :
Tempat tersedianya informasi untuk data korban, data kebutuhan relawan, data
perencanaan kebutuhan obat, alat medis, non medis, barang habis pakai medis / non medis,
perbaikan gedung, data donatur. Informasi yang disiapkan di pos ini didapatkan dari pos
pengolahan data.
Lingkup Kerja :
a. Memberikan informasi data korban, populasi rentan, data kebutuhan relawan, data
perencanaan kebutuhan obat, alat medis, non medis, barang habis pakai medis / non
medis, perbaikan gedung, data donatur.
b. Mengekspos hanya data korban saja, baik korban sedang dirawat, korban hilang,
korban meninggal, hasil identifikasi jenazah, korban yang telah dievakuasi ke Rumah
Sakit.
Fasilitas :
2. Komputer / internet
3. Papan Informasi
Fungsi :
a. Menerima dan mendistribusikan semua bantuan logistik dan lainnya dari pihak
luar dalam menunjang operasional penanganan bencana
Lingkup Kerja :
Fasilitas :
a. Komputer
5. POS RELAWAN
Fungsi :
Lingkup kerja :
1. Menyiapkan informasi yang dibutuhkan, yang sesuai kompetensinya
2. Radio komunikasi
3. Buku pencatatan
B. Denah Evakuasi
C. Daftar Kontak Internal Eksternal
Dalam pembuatan dokumen Disaster plan Dinas Kesehatan masih banyak kekurangan
sehingga masih banyak hal yang perlu disempurnakan, segala kritikan, saran dan masukan
diperlukan untuk perbaikan dokumen disaster plan Dinas kesehatan Kabupaten Boyolali.
Lampiran