Anda di halaman 1dari 58

DOKUMEN

DINAS KESEHATAN DISASTER PLAN


(RENCANA PENANGANAN BENCANA DI DINAS KESEHATAN)
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI

Disusun Oleh :
TIM PENANGGULANGAN BENCANA DINAS KESEHATAN BOYOLALI
DINAS KESEHATAN BOYOLALI
2018
Kata Pengantar

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang
memiliki potensi bencana yang tinggi. Baik bencana alam (natural disaster), maupun
bencana akibat ulah manusia (manmade disaster). Kejadian bencana biasanya diikuti dengan
timbulnya korban jiwa maupun kerugian harta benda. Adanya korban jiwa dapat
menimbulkan kerawanan status kesehatan pada masyarakat yang terkena bencana dan
masyarakat yang berada di sekitar daerah bencana.
Permasalahan yang kerap timbul dalam penanganan bencana di lapangan adalah
masalah koordinasi, keterlambatan transportasi dan distribusi, serta ketidaksiapan lokal dalam
pemenuhan sarana dan prasarana. Oleh karena itu dalam rangka pengurangan dampak resiko
perlu penguatan upaya kesehatan pada tahap sebelum terjadi (pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan).
Keberhasilan penanganan krisis kesehatan akibat bencana ditentukan oleh manajemen
penanganan bencana serta kegiatan pokok seperti penanganan korban massal, pelayanan
kesehatan dasar di pengungsian, pengawasan dan pengendalian penyakit, air bersih dan
sanitasi, penanganan gizi darurat, penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan logistik dan
perbekalan kesehatan.
Dokumen Rencana Kebencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ini diharapkan
bermanfaat bagi petugas di jajaran kesehatan Kabupaten Boyolali, lembaga donor,
LSM/NGO nasional dan internasional serta pihak lain yang bekerja/berkaitan dalam
penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Kabupaten boyolali sehingga menjamin
keamanan dan keselamatan bagi petugas kesehatan dalam bekerja.
Untuk itu, Dokumen Rencana Kebencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ini
dirancang sedemikian rupa sehingga mudah digunakan sebagai acuan dalam teknis pelayanan
kesehatan pada penanganan tanggap darurat dan rehabilitasi serta penanganan pengelolaan
bantuan kesehatan, data dan informasi dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana.
Akhirnya kepada semua pihak dan instansi terkait baik pemerintah maupun non
pemerintah, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas peran
serta sehingga Dokumen Rencana Kebencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ini
dapat terwujud. Demikian, semoga dokumen ini dapat berguna bagi kita semua.
Boyolali, Oktober 2018
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali,

dr. Ratri Salasatul survivalina, MPA


Daftar Istilah

BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana


BPBD : Badan Penanggulangan Bencana Daerah
HFA : Hygo Framework of Action
KKM : Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
KLB : Kejadian Luar Biasa
PE : Pemeriksaan Epidemiologi
RHA : Rapid Health Assesment
QRT : Quick Respon Team
Daftar Isi

Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Istilah 3
Daftar Isi 4
Bab I Pendahuluan 6
A. Latar Belakang 6
B. Tujuan 6
C. Dasar Hukum 6
Bab II Profil Dinas Kesehatan dan Daerah 7
A. Gambaran Umum Demografi Daerah 7
B. Struktur Organisasi Dinkes 7
C. Data Sarana dan Prasarana 7
D. Ketenagaan 7
Bab III Pengorganisasian 8
A. Sistem Komando 8
B. Tupoksi 8
BAB IV Analisis Risiko 9
A. Potensi Bencana 9
B. Perhitungan Analisis Risiko 9
C. Prioritas 9
Bab V Pengembangan Skenarion dan Respon 10
A. Pengembanga Skenario 10
B. Asumsi Dampak 10
C. Respon 10
Bab VI SPO 11
A. Prosedur untuk Semua Ancaman Bencana (All Hazard) 11
B. Prosedur untuk Ancaman Bencana Spesifik (Specific Hazard) 11
C. Aktivitas 11
Bab VII Fasilitas 12
A. Penetapan Fasilitas 12
B. Denah Evakuasi 12
C. Daftar Kontak Internal Eksternal 12
Bab VIII Rencana Tidak Lanjut 13
Bab IX Penutup 14
Lampiran 56
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berada di zona ring of fire yang notabene
merupakan daerah dengan rawan terjadi bencana alam yang tinggi. Untuk itu menjadi
kewajiban pemerintah untuk menjamin keselamatan masyarakat dalam mengantisipasi
terjadinya bencana alam. Kewajiban pemerintah untuk bertanggung jawab
penanggulangan bencana tertuang di dalam Undang undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Di dalam undang-undang tersebut telah menetapkan
penanggulangan bencana yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah
melalui lembaga pemerintah non-departemen yaitu BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) di tingkat pusat dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana
Daerah) ditingkat daerah. Di Indonesia terdapat 322 Kabupaten/Kota yang termasuk ke
dalam risiko bencana tingkat tinggi. Indikator daerah dengan risiko bencana tingkat
tinggi diperoleh dari kemungkinan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor,
kekeringan, cuaca ekstrim, gempa bumi dan gunung meletus. Indeks risiko bencana
tersebut didapat dari keadaan geografis dan klimatologis dalam menentukan indeks
risiko bencana di Indonesia.
Kabupaten Boyolali menjadi salah satu daerah di Indonesia yang mempunyai
tingkat rawan bencana tinggi yang berada pada urutan ke 227 dari 322 daerah yang
termasuk kedalam risiko bencana tingkat tinggi. Keadaan secara klimatologi, wilayah
Kabupaten Boyolali termasuk daerah yang mempunyai iklim tropis dengan rata-rata
hujan 2000 milimeter/tahun. Wilayah Kabupaten Boyolali sebagian besar merupakan
dataran rendah, namun terdapat beberapa kecamatan di Kabupaten Boyolali yang berada
pada dataran tinggi maupun daerah pegunungan. Sedangkan keadaan geografis
Kabupaten Boyolali terdapat di bagian barat dan selatan berada pada dataran tinggi
lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu dan pada sebelah utara dan timur
Kabupaten Boyolali berada di kawasan dataran rendah. Bencana alam yang berdampak
langsung terhadap masyarakat di daerah Boyolali bagian barat dan selatan adalah
bencana tanah longsor dan gunung meletus. Hal tersebut mengingat bahwa kondisi
daerah selatan dan barat Boyolali yang sebagian besar dataran tinggi.
Kabupaten Boyolali mempunyai wilayah yang cakupannya meliputi 2 daerah
pegunungan yaitu Gunung Merapi yang masih aktif hingga saat ini dan Gunung
Merbabu yang sudah tidak aktif lagi. Kondisi alam tersebut menyebabkan daerah
Boyolali yang berada lereng kedua gunung tersebut menjadi rawan bencana alam.
Berdasarkan kajian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali dan tim
geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, sebanyak 25 desa di 6
kecamatan di Boyolali masuk kategori rawan tanah longsor yang mayoritas berada di
lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yaitu 10 desa di Kecamatan Selo, 3 desa di
Kecamatan Cepogo, 4 desa di Kecamatan Musuk, serta 4 desa di Kecamatan Ampel.
Sementara sisanya berada di wilayah Boyolali bagian utara.
Selain itu, potensi bencana alam yang ada di Kabupaten Boyolali adalah bencana
angin topan atau angin puting beliung. Bencana angin puting beliung ini hampir semua
daerah di Boyolali rawan dengan bencana tersebut. Bencana angin puting beliung
memang sering terjadi di Boyolali pada saat terjadinya perubahan musim kemarau ke
musim penghujan. Dampak yang dirasakan secara langsung yang terjadi akibat bencana
angin puting beliung di Boyolali ini adalah tumbangnya pohon yang menimpa jalan yang
menghalangi aktifitas warga, kerusakan rumah akibat angin yang kencang dan rusaknya
fasilitas umum.
Semua kejadian tersebut diatas dapat menimbulkan krisis kesehatan antara lain
lain korban meninggal, korban luka, pengungsian, masalah gizi, masalah ketersediaan air
bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular dan stress/gangguan jiwa.
Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana, antara
lain :

1. Sistem informasi yang belum berjalan dengan baik


2. Mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik
3. Mobilisasi bantuan dan dari luar lokasi bencana masih terhambat akibat masalah
transportasi
4. Sistem pembiayaan belum mendukung
5. Sistem kewaspadaan dini belum berjalan dengan baik
6. Keterbatasan logistik.

B. Tujuan
1. Umum
Memberikan acuan bagi petugas kesehatan dalam kesiapsiagaan dan
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana
2. Khusus
a. Meningkatkan kesiapan Sumber daya Manusia (SDM) kesehatan dalam
penanganan bencana
b. Meningkatkan kesiapan fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan
c. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit potensi wabah/KLB
d. Mengurangi risiko krisis kesehatan akibat bencana.

C. Dasar Hukum
1. Undang-undang nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah
2. Undang-undang nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
3. Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
5. Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN tahun 2015-2019
6. Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara RI tahun 2008 Nomor 42, tambahan
lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4828)
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 145 tahun 2007 tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 52 tahun 2015 tentang Rencana Strategik
Kementerian Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit
Menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 45 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 77 tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Penanggulangan Krisis Kesehatan
12. Peraturan Daerah Boyolali Nomor 4 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana di Kabupaten Boyolali (Lembaran Daerah Kabupaten
Boyolali tahun 2013 nomor 4, tambahan lembaran daerah Kabupaten Boyolali
nomor 142)
13. Peraturan BUpati Boyolali Nomor 16 tahun 2014 tentang Mekanisme dan Tatacara
Rekrutmen Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana Pada Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Boyolali.
Bab II
Profil Dinas Kesehatan dan Daerah

A. Gambaran Umum Demografi Daerah


1. Keadaan Geografis
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah, terletak antara 110°22' - 110° 50' Bujur Timur dan 7° 7' - 7° 36'
Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75 - 1500 m di atas permukaan laut.
Adapun batas wilayah Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan Kabupaten
Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.

Jarak bentang wilayah Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut :


a. Barat - Timur : 48 Km
b. Utara - Selatan : 54 Km

Struktur tanah di wilayah Kabupaten Boyolali terdiri dari berbagai macam


sebagai berikut :
a. Bagian timur laut sekitar wilayah Kecamatan Karanggede dan Simo pada
umumnya tanah lempung.
b. Bagian tenggara sekitar wilayah Kecamatan Banyudono dan Sawit pada
umumnya tanah galih.
c. Bagian barat laut sekitar wilayah Kecamatan Musuk dan Cepogo pada umumnya
tanah berpasir.
d. Bagian utara sepanjang perbatasan dengan wilayah Kabupaten Grobogan pada
umumnya tanah berkapur.

Menurut ketinggian dari permukaan laut, wilayah Kabupaten Boyolali


dibagi dalam kelompok sebagai berikut:
a. 75 - 400 DPL : Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi,
Ngemplak, Simo, Nogosari, Karanggede, Andong, Klego, Kemusu,
Wonosegoro, Juwangi dan sebagian Boyolali
b. 400 - 700 DPL : Kecamatan Boyolali, Musuk, Ampel dan Cepogo
c. 700 - 1000 DPL : Kecamatan Musuk, Ampel dan Cepogo
d. 1000 - 1300 DPL : Sebagian Kecamatan Cepogo, Ampel dan Selo
e. 1300 - 1500 DPL : Sebagian Kecamatan Selo.

Di Kabupaten Boyolali terdapat 2 gunung yang berada di wilayah


kecamatan Selo, Cepogo, Ampel dan Musuk yaitu:
a. Gunung Merapi
b. Gunung Merbabu.

Luas wilayah Kabupaten Boyolali 101.510,1955 Ha, terdiri dari:


a. Tanah sawah : 22.710,1595 Ha
b. Tanah kering : 78.800,0360 Ha.

2. Keadaan Administratif
Data administratif Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2017 ini
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan dari Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Boyolali Tahun 2017 yang sah dan diterbitkan oleh BPS
Kabupaten Boyolali pada buku"KABUPATEN BOYOLALI DALAM ANGKA
2017". Dideskripsikan dalam nama dan jumlah kecamatan, jumlah puskesmas,
jumlah desa dan kelurahan, jumlah Rukun Warga ( RW ), jumlah Rukun Tetangga (
RT ) serta jumlah rumah tangga sebagaimana tampak pada tabel dibawah.

Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
No Kecamatan Desa/ Rumah
Puskesmas RW RT
Kelurahan Tangga

1 Selo 1 10 52 214 9.106

2 Ampel 2 20 154 547 26.493


3 Cepogo 1 15 92 406 19.215

4 Musuk 2 20 93 513 20.822

5 Boyolali 2 9 114 487 23.930

6 Mojosongo 1 13 89 390 19.090

7 Teras 1 13 47 306 16.192

8 Sawit 1 12 43 180 11.467

9 Banyudono 2 15 57 260 18.095

10 Sambi 1 16 60 337 16.403

11 Ngemplak 1 12 109 445 27.813

12 Nogosari 1 13 67 405 24.226

13 Simo 1 13 77 300 16.576

14 Karanggede 1 16 64 275 14.865

15 Klego 2 13 67 294 15.340

16 Andong 1 16 79 343 120.192

17 Kemusu 2 13 62 282 14.433

18 Wonosegoro 2 18 92 364 19.212

19 Juwangi 1 10 43 219 11.875

Jumlah 26 267 1.461 6.567 345.345

Sumber Data: SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) Dinas


Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Boyolali 2017.

3. Keadaan Kependudukan
Data kependudukan yang digunakan dalam penyusunan Profil Kesehatan
Kabupaten Boyolali Tahun 2017 ini adalah data penduduk yang bersumber dari
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Boyolali Tahun 2016 dalam buku
"KABUPATEN BOYOLALI DALAM ANGKA 2017".
Kepadatan Rata - Rata
Jumlah
No Kecamatan Luas (km2) Penduduk Jiwa/Rumah
Penduduk
(km2) Tangga

1 Selo 56,08 29.408 524,39 3.23

2 Ampel 90,39 78.279 866,01 2.95

3 Cepogo 53,00 56.250 1.061,32 2.93

4 Musuk 65,04 56.705 871,85 2.72

5 Boyolali 26,25 68.373 2.604,69 2.86

6 Mojosongo 43,41 53.429 1.207,76 2.75

7 Teras 29,94 44.631 1.490,68 2.76

8 Sawit 17,23 30.753 1.784,85 2.68

9 Banyudono 25,38 49.355 1.944,64 2.73

10 Sambi 46,49 42.688 918,22 2.60

11 Ngemplak 38,53 84.717 2.198,73 3.05

12 Nogosari 55,08 65.580 1.190,63 2.71

13 Simo 48,04 45.649 950,23 2.75

14 Karanggede 41,76 38.963 933,02 2.62

15 Klego 51,88 40.588 782,34 2.65

16 Andong 54,53 55.337 1.014,80 2.74

17 Kemusu 99,08 40.604 409,81 2.81

18 Wonosegoro 93,00 50.720 545,38 2.64

19 Juwangi 79,99 32.661 408,31 2.75

Jumlah 1.015,10 963.690 949 2.79

Berdasarkan data kepadatan penduduk dari Database SIAK (Sistem


Informasi Administrasi Kependudukan) Kabupaten Boyolali, jumlah penduduk di
Kabupaten Boyolali tercatat sebesar 963.690 jiwa, dengan luas wilayah 1.015, 10
km2, artinya rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Boyolali adalah 949
jiwa/km2. Penyebaran penduduk di Kabupaten Boyolali tidaklah merata.
Penduduk terpadat berada di Kecamatan Boyolali yaitu 2.604,69 jiwa/km2 dan
kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Juwangi yaitu
408.31 jiwa/km2.
Pada tabel 2.2 di atas, terlihat bahwa Kecamatan Juwangi memiliki
pertumbuhan penduduk yang paling kecil. Ini menunjukkan adanya pengaruh
kelahiran, kematian dan migrasi. Dimana migrasi itu sendiri merupakan pencerminan
perbedaan pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan pembangunan fasilitas antara
daerah yang satu dengan yang lain. Penduduk dari daerah yang tingkat pertumbuhan
ekonominya kurang menentu akan tertarik menuju ke daerah yang mempunyai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

B. Struktur Organisasi Dinkes

C. Data Sarana dan Prasarana


1. Puskesmas
Menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Pusat
Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Di Kabupaten Boyolali, pada tahun 2017 jumlah puskesmas tercatat sebanyak
26 unit dimana 11 diantaranya adalah puskesmas rawat inap dan 15 rawat jalan.
Adapun rasio puskesmas terhadap penduduk di Kabupaten Boyolali sebesar 3 per
100.000 penduduk, artinya rata-rata setiap 100.000 penduduk dilayani oleh 3
Puskesmas.
Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan puskesmas terhadap masyarakat di
wilayah kerjanya, puskesmas didukung oleh sarana pelayanan kesehatan berupa
pustu (puskesmas pembantu), poskesdes dan pusling (puskesmas keliling). Jumlah
Pustu di Kabupaten Boyolali pada tahun 2017 sebanyak 41 unit, poskesdes sebanyak
214 unit dan pusling sebanyak 41 unit.

2. Rumah Sakit
Dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten Boyolali, di kaitkan pula
dengan keberadaan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan kuratif dan
rehabilitatif. Rumah sakit berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan
dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Tahun 2017 jumlah Rumah Sakit Umum
di Kabupaten Boyolali terdapat 11 Rumah Sakit Umum.

D. Ketenagaan
1. Jenis Tenaga Kesehatan
Data sumber daya manusia kesehatan (SDM Kesehatan) di Kabupaten
Boyolali terdiri dari 7 jenis yaitu :
a. Tenaga medis meliputi dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi.
b. Tenaga keperawatan meliputi bidan, perawat, perawat gigi.
c. Tenaga kefarmasian meliputi tenaga apoteker, sarjana farmasi dan lain - lain.
d. Tenaga gizi meliputi D IV / Sarjana gizi dan D III gizi.
e. Tenaga kesehatan masyarakat.
f. Tenaga sanitasi.
g. Tenaga teknisi medis meliputi analis laboratorium, tenaga teknisi
elektromedis dan pranata anestesi
h. Tenaga fisioterapis.

2. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan


Berdasarkan indikator Indonesia Sehat 2010, rasio tenaga kesehatan di hitung
terhadap 100.000 penduduk.

Jumlah Rasio
No Jenis Tenaga Penduduk
Per 100.000
L P Total Ideal
Penduduk

1 Dokter spesialis 94 52 146 15.15 6

2 Dokter umum 78 91 169 17.54 40

3 Dokter gigi 10 34 44 4.56 11

4 Perawat 282 727 1009 104.70 117

5 Perawat gigi 10 25 35 3.63 30

6 Bidan - 611 611 63.40 100

7 Apoteker 6 41 47 4.87 33
963.690
8 Tenaga teknis 13 87 100 10.37 30
kefamasian

9 Sarjana 3 23 36 2.69 40
kesehatan
masyarakat

10 Kesehatan 2 5 7 0.73 40
lingkungan

11 Nutrisionis 5 54 59 6.12 22

12 Keteknisan 54 216 270 28.01 15


medis

13 Keterapian fisik 16 35 51 5.29 -


Bab III
Pengorganisasian

A. Sistem Komando
Sistem komando merupakan upaya dalam pengorganisasian yang merupakan
bentuk dari mengkoordinasikan secara rasional berbagai kegiatan dan sejumlah orang
tertentu untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan pembagian kerja dan fungsi
menurut jenjangnya secara bertanggung jawab. Dengan adanya pembagian tugas dan
fungsi antar unit dalam upaya penanggulangan bencana tersebut, diharapkan tentunya
setiap unit dapat bekerja seoptimal mungkin dalam membantu semua masyarakat korban
bencana, baik bencana eksternal maupun bencana internal. Inti dari manajemen
penanggulangan penanggulangan bencana bidang kesehatan yaitu adanya organisasi
penanggulangan yang efektif dan efisien dilandasi dengan adanya kepemimpinan yang
proaktif, mempunyai sense of crisis dan tidak melupakan birokrasi yang ada serta
didasari adanya hubungan antar manusia yang baik. Sistem Komando diperlukan agar
koordinasi penanggulangan bencana berjalan dengan baik, terstruktur dan sistematis.
Pada tingkat Dinas Kesehatan, sistem komando penanggulangan bencana bidang
kesehatan dipimpin oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dengan bertanggung
jawab dan koordinasi langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.

1. Membentuk Tim Reaksi Cepat (Quick Response Team), Rapid Health


Assessment dan Management Support yang semuanya penanggung jawabnya
adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.
2. Untuk Tim Reaksi Cepat diketuai oleh Kasi Kesehatan Tradisional dan kesehatan
khusus, Anggotanya terdiri dari bidan, perawat, sopir, dan tenaga pendukung
lainnya seperti Apoteker, dan Analis Laboratorium.
3. Untuk Rapid Health Assesment diketuai oleh Kabid Pencegahan dan
Penanggulangan penyakit yang beranggotakan Kasi Imunisasi dan surveilance,
Kasi P2, Kasi PTM, Sanitarian, Promosi kesehatan, Petugas Gizi dan Tenaga
Administratif dengan tujuan untuk pengumpulan data dan informasi sebagai
bahan dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan dasar, dampak yang
ditimbulkan oleh bencana yang diperlukan sebagai respon dalam suatu kejadian
bencana.
4. Divisi Management Support diketuai oleh Sekretaris Dinas Kesehatan dengan
anggota Kasubbag keuangan, Kasi SDK, kasubbag Perencanaan Program
Pelaporan dan Informasi kesehatan, petugas sistem informasi, petugas
administrasi, petugas jaga malam.

B. Tupoksi
1. Komandan Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan
Bertanggung Jawab kepada : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dan
berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Boyolali
Bertanggung Jawab untuk : Mengatur pengelolaan penanganan bencana dan
manajemen bencana pada kluster bidang kesehatan di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali

TUGAS :
a. Memberi arahan kepada Komandan QRT, RHA, dan Management Support
untuk pengelolaan penanganan bencana
b. Melaporkan proses penanganan bencana kepada pihak Dinas Kesehatan propinsi
Jawa Tengah maupun BPBD Kabupaten Boyolali
c. Memberikan briefing kepada Komandan QRT, RHA dan ketua management
support
d. Memberikan informasi terkait proses penanganan bencana kepada pihak lain di
luar Dinas Kesehatan dengan persetujuan
e. Mendampingi kunjungan tamu pemerintahan ( Gubernur, Dinas Kesehatan,
Lembaga)
f. Mengkoordinasikan permintaan bantuan
g. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan bencana di Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali

2. Komandan Quick Response Team (QRT)


Bertanggung Jawab Kepada : Komandan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan
Bertanggung Jawab Untuk : Mengkoordinir pelaksanaan pelayanan medical support
dan kegawatdaruratan

TUGAS :
a. Merencanakan dan mengendalikan pelayanan medical support dan
kegawatdaruratan
b. Memberikan laporan kepada Komandan Penanggulangan Bencana Dinas
Kesehatan terkait proses tersebut di atas.
c. Menindaklanjuti upaya permintaan bantuan oleh Penanggulangan Bencana
Dinas Kesehatan
d. Memastikan proses penanganan bencana terutama korban/populasi rentan dan
sumber pendukungnya terlaksana dan tersedia sesuai kebutuhan
e. Melakukan koordinasi kerja kepada instansi lain dan rumah sakit jejaring untuk
rujukan
f. Mengkoordinasi anggotanya sesuai penugasan dan melakukan briefing untuk
memastikan proses dijalankan

3. Ketua Management Support


Bertanggung Jawab Kepada : Komandan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan
Bertanggung Jawab Untuk : Memastikan ketersediaan sumber pendukung untuk
pelaksanaan penanganan bencana

TUGAS :
a. Mengkoordinir penyediaan logistik, operasional, obat dan penunjang medis,
data dan informasi, SDM, keuangan, penjadwalan petugas, alur relawan dan
bantuan
b. Menindaklanjuti koordinasi kerja ke instansi luar yang dilakukan oleh
Komandan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan sehubungan dengan
penyediaan sumber pendukung penanganan medis dan penunjang
c. Melaporkan pelaksanaan proses penyiapan, kesiapan sumber pendukung dan
sumber bantuan yang diterima kepada Komandan Penanggulangan Bencana
Dinas Kesehatan
d. Mengkoordinasi anggotanya sesuai tugas dan melakukan briefing untuk
memastikan proses dijalankan

4. Komandan Rapid Health Assessment

Bertanggung Jawab Kepada : Komandan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan


Bertanggung Jawab Untuk : Pendataan, pengumpulan data, menilai dampak,
mengidentifikasi kebutuhan dan memberikan rekomendasi

TUGAS :
a. Memberikan briefing kepada tim RHA di beberapa titik daerah terdampak
bencana dan pengungsian
b. Memonitor dan mengkoordinasi pelaksanaan investigasi di lapangan oleh tim
RHA
c. Membuat laporan hasil evaluasi, investigasi dan rekomendasi untuk
disampaikan kepada Komandan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan
d. Melakukan koordinasi dengan instansi luar dalam rangka investigasi dampak
bencana dan potensi ancaman bagi kesehatan

5. Tim QRT
TUGAS :
a. Mengkoordinir proses evakuasi korban bencana
b. Melakukan penanganan rujukan korban bencana
c. Menentukan prioritas penanganan pasien korban bencana
d. Melakukan penanganan kegawatdaruratan bencana
e. Melakukan pendampingan ibu bersalin dan ibu hamil
f. Melaksanakan penanganan penunjang medis lainnya bagi pasien korban
bencana
g. Bertanggung jawab terhadap layanan rawat jalan bagi pasien korban bencana

6. Tim RHA
TUGAS :
a. Mengidentifikasi fakta fakta di lokasi bencana dan pengungsian
b. Mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipenuhi
c. Melaksanakan surveillance dan konseling bencana
d. Menilai dampak bencana dan potensi ancaman bagi kesehatan
e. Membuat rekomendasi tindakan prioritas dalam mengatasi masa
ketanggapdaruratan
f. Menyampaikan laporan proses pelaksanaan RHA dan menyampaikan
rekomendasi hasil kegiatan kepada Komandan RHA
7. Tim Management Support
TUGAS :
a. Merencanakan, memobilisasi dan mengevaluasi pengelolaan keuangan untuk
menunjang keperluan penanganan bencana
b. Melakukan koordinasi kerja dengan tim perencanaan, tim pengadaan terkait
pengelolaan dana bencana
c. Mencatat, mendata dan menempatkan relawan sesuai kebutuhan, kompetensi
dan keahlian
d. Mencatat, mendata, menyimpan dan menyalurkan logistik dan bantuan bagi
pengungsi
e. Mengumpulkan data dan informasi terkait penanganan bencana untuk kemudian
didokumentasikan
f. Membuat penjadwalan bagi petugas kesehatan dan relawan
g. Merencanakan dan mengadakan seluruh kebutuhan logistik dalam penanganan
bencana
Bab IV
Analisis Risiko

A. Potensi Bencana
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
kegiatan masyarakat. Ancaman atau bahaya merupakan situasi, kondisi atau karakteristik
biologis, klimatologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi yang
berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan. Hal ini sangat berisiko jika berada pada
daerah yang tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi bencana.
Tingkat risiko dihitung dengan menggabungkan tingkat kerugian dan tingkat
kapasitas. Dari kombinasi keduanya, akan diperoleh tingkat risiko untuk masing-masing
bencana.
1. Kekeringan
2. Erupsi gunung merapi
3. Tanah bergerak
4. Kebakaran hutan dan lahan
5. Cuaca ekstrim
6. Banjir
7. Gempa
8. Longsor
9. Gagal teknologi
10. Konflik Sosial
11. KLB penyakit menular

B. Perhitungan Analisis Risiko


Kapasitas atau kemampuan merupakan hal terpenting yang harus ditingkatkan
dalam menyelenggarakan pengurangan risiko bencana di daerah Kabupaten Boyolali
baik secara individu maupun secara kelompok. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara
penetapan kebijakan, peningkatan kesiapsiagaan dan partisipasi masyarakat dalam
menghadapi bencana. Penilaian kapasitas suatu daerah bencana terhadap bencana
dilakukan dengan menilai ketahanan daerah dengan kerangka penilaian berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Perka BNPB) Nomor 3
tahun 2012 tentang Panduan Pengkajian Kapasitas Daerah dengan indikator yang
merujuk pada indikator Hygo Framework of Action (HFA).
HFA merupakan hasil kesepakatan yang disepakati oleh lebih dari 160 negara di
dunia yang berisi 5 prioritas program pengurangan risiko bencana. Pencapaian prioritas -
prioritas pengurangan risiko bencana ini diukur dengan 22 indikator pencapaian dengan
88 item pertanyaan kunci.

C. Prioritas
Bencana prioritas di Boyolali dianalisa dengan mengkombinasikan dua aspek.
Aspek yang pertama adalah tingkat risiko, yang dianalisis dan dikategorikan dengan
menggunakan jumlah populasi, kapasitas dan jumlah kerugian yang dialami di dalam
wilayah dengan risiko bencana tinggi (untuk tiap bencana). Aspek yang kedua adalah
kecenderungan risiko bencana, yang dianalisa dengan melihat data sejarah bencana yang
diperoleh dari data BPBD Kabupaten/Kota, DIBI (BNPB) atau sumber data lainnya.
Bencana dengan tingkat ancaman tinggi dengan jumlah penduduk terpapar luas di
Kabupaten Boyolali adalah kekeringan dan erupsi gunung merapi. Bencana dengan
tingkat ancaman sedang dan jumlah penduduk terpapar sedang meliputi banjir, gempa
dan longsor. Sedangkan bencana dengan tingkat ancaman tinggi namun jumlah
penduduk sedang adalah kebakaran dan angin kencang. Bencana dengan tingkat
ancaman rendang dan jumlah penduduk terpapar rendah meliputi konflik sosial, KLB,
gagal teknologi dan tanah bergerak. Matrik di bawah ini menunjukkan tingkat penduduk
terpapar dengan tingkat ancaman bencana di Kabupaten Boyolali.

Tabel 1: Matrik Tingkat Penduduk Terpapar Terhadap Tingkat Ancaman Bencana di


Kabupaten Boyolali

Tingkat Ancaman Indeks Penduduk Terpapar

Rendah Sedang Tinggi

Rendah Konflik Sosial, KLB


dan Gagal Teknologi

Sedang Banjir, Gempa dan


Longsor

Tinggi Tanah Bergerak Kebakaran dan Angin Kekeringan dan


Kencang Erupsi Gunung
Berapi
Bencana dengan tingkat ancaman tinggi dengan tingkat kerugian luas di
Kabupaten Boyolali adalah kekeringan dan erupsi gunung berapi. Bencana dengan
tingkat ancaman sedang dan kerugian sedang meliputi banjir, gempa dan longsor.
Sedangkan bencana dengan tingkat ancaman tinggi namun jumlah kerugian sedang
adalah kebakaran dan angin kencang. Bencana dengan tingkat ancaman sedang dan
jumlah kerugian rendah meliputi konflik sosial, KLB, gagal teknologi dan tanah
bergerak. Matrik di bawah ini menunjukkan tingkat kerugian dengan tingkat ancaman
bencana di Kabupaten Boyolali.

Tabel 2: Matrik Tingkat Kerugian Terhadap Ancaman Bencana di Kabupaten Boyolali

Indeks Kerugian (Rupiah)


Tingkat Ancaman
Rendah Sedang Tinggi

Tingkat Rendah Konflik Sosial,


Ancaman KLB dan Gagal
Teknologi

Sedang Banjir, Gempa


dan Longsor

Tinggi Tanah Bergerak Kebakaran dan Kekeringan dan


Angin Kencang Erupsi Gunung
Berapi

Bencana dengan tingkat ancaman tinggi namun pemerintah dan masyarakat


memiliki kapasitas dalam menghadapi ancaman tinggi adalah erupsi gunung berapi.
Sedangkan bencana dengan ancaman tinggi namun kapasitas daerah sedang adalah
kekeringan dan tanah bergerak. Bencana dengan tingkat ancaman sedang namun
kapasitas rendah adalah banjir dan tanah longsor. Matrik di bawah ini menunjukkan
indeks kapasitas terhadap ancaman bencana di Kabupaten boyolali.

Tabel 3: Matrik Tingkat Kapasitas Terhadap Ancaman Bencana di Kabupaten Boyolali

Indeks Kapasitas
Tingkat Ancaman
Rendah Sedang Tinggi
Tingkat Rendah Konflik Sosial,
Ancaman KLB dan Gagal
Teknologi

Sedang Banjir, Gempa


dan Longsor

Tinggi Tanah Bergerak Kebakaran dan Kekeringan dan


Angin Kencang Erupsi Gunung
Berapi

Tabel 4: Tabel Tingkat Risiko Bencana di Kabupaten Boyolali

No. Bencana Jumlah Kerugian Kapasitas Risiko


Terpapar

1. Kekeringan Tinggi Tinggi Sedang Tinggi

2. Erupsi Gunung Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi


Berapi

3. Tanah Bergerak Rendah Rendah Sedang Sedang

4. Kebakaran Sedang Sedang Sedang Sedang

5. Angin Kencang Sedang Sedang Sedang Sedang

6. Banjir Sedang Sedang Sedang

7. Gempa Sedang Sedang Sedang Sedang

8. Longsor Sedang Sedang Rendah Sedang

9. Gagal Teknologi Rendah Rendah Sedang Rendah

10. Konflik Sosial Rendah Rendah Rendah Rendah

11. KLB Rendah Rendah Rendah Rendah

Bencana gagal teknologi, konflik sosial dan KLB belum pernah terjadi dalam
sejarah atau pernah terjadi namun sudah terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama.
Bencana yang belum pernah terjadi ini masuk ke dalam prioritas 3, tanpa melalui matriks
penentuan prioritas bencana.

Tabel 5: Bencana Prioritas Kabupaten Boyolali

Bencana Prioritas Kecenderungan Risiko


Menurun Tetap Meningkat

Tingkat Risiko Rendah

Sedang Tanah Bergerak, Banjir dan


Kebakaran, Longsor
Angin Kencang
dan Gempa

Tinggi Kekeringan dan


Erupsi Gunung
Berapi

Bencana Prioritas

Dari hasil penentuan bencana prioritas dengan matriks penentuan bencana


prioritas, dapat diperoleh gambaran bencana prioritas untuk kabupaten Boyolali adalah
sebagai berikut :
1. Bencana pada prioritas 1 adalah bencana dengan tingkat risiko dengan
kecenderungan risiko naik, yaitu kekeringan dan erupsi gunung berapi. Selain itu,
bencana dengan tingkat risiko sedang namun kecenderungan risiko naik seperti
banjir dan longsor.
2. Bencana pada prioritas 2 adalah bencana dengan tingkat risiko sedang dan
kecenderungan risiko tetap, yaitu tanah bergerak, kebakaran, angin kencang dan
gempa.
3. Bencana pada prioritas 3 adalah bencana dengan tingkat risiko rendah tetapi
kecenderungan risikonya tetap atau bencana yang memiliki potensi kejadian akan
tetapi belum terjadi sebelumnya, yaitu gagal teknologi, konflik sosial dan KLB.
Bab V
Pengembangan Skenario dan Respon

A. Pengembanga Skenario
1. Analisis Potensi Kedaruratan Kesehatan di Kabupaten Boyolali
a. Pernah terjadi kejadian luar biasa (KLB) Antraks tahun 1990 sebanyak 49 kasus
(18 orang meninggal) di wilayah Kabupaten Boyolali. Dilakukan penyelidikan
epidemiologi, pengambilan swab pada kulit penderita suspek Antraks dan tanah
bekas darah penyembelihan sapi untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium
dengan hasil positif, kemudian dilakukan pengobatan kepada penderita.
b. Pernah terjadi KLB antraks di beberapa wilayah di Kabupaten Boyolali
c. Daerah Boyolali sebagai sentral peternakan sapi dan produk olahannya
d. Distribusi jual beli ternak sapi dapat berasal dari beberapa daerah dari luar
Boyolali
e. Pemahaman dan perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya memahami risiko
penularan antraks baik di hewan peliharaan maupun pencegahan di manusia

2. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat karena Berjangkitnya Antraks Kabupaten


Boyolali
Kejadian kedaruratan kesehatan masyarakat yang paling mungkin terjadi adalah :
a. pada tahun 1990 terjadi KLB Antraks dengan jumlah 49 kasus dengan kematian
18 (CFR : 36,7%)
b. masih terjadi KLB Antraks beberapa tahun terakhir dan ini membuktikan bahwa
masih ada ancaman dan potensi penularan di wilayah Kabupaten Boyolali
c. KLB Antraks berdampak besar tidak hanya terhadap pelayanan kesehatan tetapi
juga terhadap sosial ekonomi masyarakat yang mengandalkan ekonominya dari
pemeliharaan sapi.

3. Gambaran Umum Penyakit Antraks


a. Spora Bacillus Anthrax tahan pada suhu panas di atas 43 derajat celsius. Di dalam
tanah diketahui spora mampu bertahan dengan 40 tahun. Apabila lingkungan
memungkinkan, yaitu panas dan lembab maka spora dapat menjadi bentuk bakteri
biasa yang mampu berkembang biak dengan sangat cepat. Penyakit ini cenderung
berjangkit pada musim kemarau.
b. Penyakit Antraks berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu pada umumnya
yang diserang adalah pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan
hewan, dokter hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang
terkontaminasi oleh spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk
dan sebagainya.
c. Manusia dapat terinfeksi apabila kontak dengan hewan yang terkena antraks,
dapat melalui daging, tulang, kulit maupun kotoran.
d. Antraks dapat ditularkan kepada manusia disebabkan adanya kontak kepada
hewan yang sakit atau produk olahan ternak seperti kulit dan daging atau
memakan daging hewan yang tertular antraks.
e. Penularan juga dapat terjadi bila seseorang menghirup spora dari produk hewan
yang sakit misalnya kulit atau bulu hewan yang dikeringkan.
f. Beberapa gejala antraks tipe intestinal adalah mual, pusing, muntah, tidak nafsu
makan, suhu badan meningkat, muntah bercampur darah, buang air besar
berwarna hitam, sakit perut yang sangat hebat (melilit). Sedangkan gejala antraks
tipe kulit adalah terjadinya borok setelah mengkonsumsi atau mengolah daging
asal hewan sakit antraks. Daging yang terkena antraks memiliki ciri-ciri sebagai
berikut : berwarna hitam, berlendir dan berbau.
g. Pengobatan cukup efektif bila diberikan pada awal gejala penyakit mulai terlihat.
Maka itulah sebabnya deteksi dini pada penyakit sangat diperlukan.
h. Belum ada kasus penularan manusia melalui sentuhan atau kontak dengan orang
yang mengidap antraks.

B. Asumsi Dampak
Skenario terjadinya KKM yaitu terjadi penularan lokal di masyarakat dengan
jumlah kasus melebihi kejadian tahun 1990 (49 kasus) atau jumlah kematian melebihi
kasus 1990 (18 meninggal). Adapun asumsi kejadian KKM sebagai berikut :
1. Kasus tersebar secara acak di beberapa kecamatan
2. Mengenai semua kelompok umur dengan proporsi kasus pada laki-laki lebih banyak
daripada perempuan
3. Sebagian besar kasus merupakan peternak/memelihara ternak
4. Periode KLB sudah berjalan selama 3 bulan dan kasus Antraks masih terjadi secara
sporadis
5. Semua kasus Antraks berkunjung ke puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit. Dari
hasil diagnosa sejauh ini kasus Antraks intestinal sebanyak 50% dan 50 % kasus
Antraks kulit
6. 30% dari kasus Antraks dirujuk ke rumah sakit Dr. Moewardi.

Pendataan awal sebagai dasar untuk melakukan penanggulangan dengan


mengetahui:
1. Jumlah populasi dan pemetaan hewan penular antraks
2. Jumlah penduduk dan pemetaan peternak dan kelompok masyarakat yang bekerja
dengan produk olahan ternak
3. Pemetaan daerah terdampak
4. Pemetaan pengawasan keluar masuknya hewan penular antraks di daerah
perbatasan wilayah
Penetapan status kedaruratan kesehatan masyarakat akibat KLB Antraks, dalam hal
ini Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali setelah melakukan koordinasi dan komunikasi
serta kajian teknis dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan RI,
maka diajukan telaah kepada Bupati Boyolali sekiranya dapat ditetapkan kondisi tersebut
sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah dengan pokok-pokok
pertimbangan :
1. Kajian epidemiologi penyakit
2. Hasil laboratorium
3. Pelayanan dan tatalaksana kasus
4. Potensi dampak sosial, ekonomi dan keamanan
5. Perlunya dukungan dari lintas sektor guna melaksanakan penanggulangan secara
terukur dan efektif.

C. Respon
Berdasarkan skenario dan penetapan status KKM Antraks di Kabupaten Boyolali
tersebut diatas, maka mekanisme response yang diperlukan melalui koordinasi posko
sebagai berikut :
1. Penemuan kasus baru melalui penyelidikan epidemiologi (PE)
a. Pelaksanaan PE dilaksanakan oleh Tim Gerak Cepat (TGC) Dinas Kesehatan
Kabupaten
b. Penugasan diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan melalui koordinasi dengan
Koordinator Posko penanggulangan
c. Instrumen PE Antraks mengacu pada pedoman PE KLB sub bahasan antraks
d. Pelaksanaan PE dilakukan terintegrasi dengan Dinas Peternakan Kabupaten
Boyolali
e. Pelaporan hasil PE disampaikan kepada ketua Bidang Kesehatan untuk
diteruskan ke posko
f. Format pelaporan hasil PE disesuaikan dengan Permenkes 1501/2010
g. Hasil PE harus menyampaikan :
1) Kurva epidemi menurut onset (tanggal timbulnya gejala) pada kasus baru
sehingga dapat teridentifikasi mulai dan berakhirnya KLB antraks,
kecenderungan dan pola serangan.
2) Tabel distribusi kasus baru menurut umur, jenis kelamin dan pekerjaan
yang diduga berhubungan dengan penularan antraks
3) Tabel dan peta distribusi kasus-kasus kesakitan dan kematian hewan
tersangka antraks
4) Peta distribusi kasus antraks pada manusia yang digambarkan dalam
bentuk peta sebaran (spot map) dan hubungannya dengan distribusi kasus-
kasus kesakitan dan kematian hewan tersangka antraks. Peta dibuat secara
bersambung menurut minggu kejadian, sehingga dapat dicermati
perkembangan penyebaran penyakit kasus dari waktu ke waktu
5) Seringkali pelacakan kasus dilakukan untuk mengetahui penyebaran dari
satu wilayah ke wilayah lainnya, termasuk identifikasi hewan, produk
hewan atau tanah tercemar sebagai sumber penularan
h. Meneruskan pemantauan terhadap perkembangan kasus baru dan kematian
akibat antraks menurut bentuk penyakit, waktu mulai sakit, tempat tinggal dan
jenis tempat bekerja. Selain itu perlu juga dilakukan pemantauan terhadap
perkembangan kasus-kasus kesakitan dan kematian pada hewan menurut
tempat dan jenis hewan.

2. Manajemen Spesimen (Lingkungan, Manusia dan Hewan)


a. Petugas pengambilan spesimen dari Laboratorium Kabupaten Boyolali
bersama sama dengan Dinas Kesehatan Sub Dinas Bagian pengendalian
penyakit
b. Media, alat pengambilan spesimen tersedia di Dinas Kesehatan dan jika tidak
mencukupi dapat dapat diambil dari Labkesda Kabupaten Boyolali. Pemaketan
spesimen dilakukan oleh Labkesda.
c. Spesimen dikirim ke Dinas Kesehatan untuk diperiksa dengan menggunakan
metode kultur. Diperlukan waktu lebih kurang 1 minggu
d. Hasil pemeriksaan spesimen disampaikan kepada Dinas Kesehatan tembusan
ke Labkesda
e. Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan dalam rapat koordinasi posko
untuk ditindaklanjuti dan pengambilan keputusan
f. Biaya transportasi, pengiriman dan pemeriksaan spesimen dihitung
berdasarkan jumlah kebutuhan lapangan dan diajukan ke Pemerintah Daerah
Kabupaten Boyolali

3. Pengendalian Faktor Risiko


a. Masyarakat umum, memberikan pemahaman untuk melakukan :
1) Memasak daging dengan sempurna
2) Tidak mengunjungi keluarga atau daerah yang terjangkit
3) Segera melaporkan ke dinas peternakan jika ada hewan di lingkungan
tempat tinggal yang sakit dan dicurigai mempunyai gejala penyakit
antraks
4) Segera ke pelayanan kesehatan jika ada anggota keluarga yang mengalami
sakit dan ada riwayat kontak dengan hewan penularan antraks
b. Masyarakat kelompok berisiko (peternak, masyarakat yang menjual dan
mengolah produk hewan penular antraks, tenaga kesehatan yang merawat
kasus, petugas peternakan yang mengawasi hewan, dll)
1) Peternak, masyarakat yang mengolah produk hewan penular antraks,
tenaga kesehatan yang merawat kasus, petugas peternakan yang
mengawasi hewan diberikan vaksinasi antraks
2) Memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan apabila mengalami gejala-
gejala ke arah penyakit antraks
3) Hewan yang rentan terhadap penyakit antraks seperti sapi, kerbau,
kambing, domba, sapi, kuda di wilayah endemis antraks secara rutin harus
divaksinasi terhadap penyakit antraks. Vaksinasi dilakukan oleh Dinas
Peternakan setempat
4) Hewan harus disembelih di Rumah Potong Hewan (RPH), bila dipotong di
luar RPH harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Dinas Peternakan
setempat
c. Bahan yang kontak dengan kasus antraks
1) Kandang ternak didesinfektan menggunakan desinfektan yang
direkomendasikan oleh Dinas Peternakan
2) Baju, alat-alat peternakan, alat makan ternak yang kontak dengan kasus
dimusnahkan dengan cara dibakar
4. Pemulasaran Jenazah
a. Penanganan jenazah yang disebabkan oleh antraks harus dilaksanakan di
rumah sakit dengan petugas yang khusus dan terlatih atau apabila meninggal di
rumah, maka pemulasaran dilakukan oleh petugas yang terlatih
b. Petugas yang memandikan jenazah menggunakan alat pelindung diri
c. Pemandian jenazah menyesuaikan kaidah agama
d. Tubuh mayat dibungkus dengan kantong plastik dan dimasukkan dalam peti
kemudian ditutup rapat dengan perekat
e. Pengangkatan dan pengantaran jenazah ke liang kubur harus dalam
pengawalan petugas keamanan

5. Pengawasan Lalu Lintas Hewan Penular Antraks di Pintu-Pintu Masuk Wilayah


a. Melakukan pendataan hewan penular antraks yang masuk atau keluar wilayah
selama kedaruratan
b. Pendataan dilakukan di akses keluar masuk desa yang berbatasan dengan
wilayah terdampak
c. Pendataan dan pengawasan dilakukan dengan menggunakan instrumen standar
sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan
d. Penugasan petugas untuk melakukan pengawasan dilaksanakan oleh Dinas
Peternakan
e. Hasil pendataan disampaikan ke posko penanggulangan setiap hari
f. Jika dianggap perlu, dapat diberlakukan pelarangan adanya lalu lintas hewan
penular antraks
g. Pengawasan lalu lintas hewan penular antraks dengan melibatkan petugas
kepolisian dan TNI
6. Pemusnahan Hewan (peternakan)
Hewan yang positif antraks dilakukan pemusnahan dengan cara :
a. Pemusnahan dilakukan sesuai prosedur, baik dibakar maupun dikubur
b. Penyiapan bahan dan alat pemusnahan disiapkan oleh Dinas Peternakan
c. Pengawasan pemusnahan harus disaksikan minimal oleh wakil dinas
peternakan, petugas desa, pemilik hewan dan masyarakat setempat dan
dibuatkan berita acara
d. Penggantian pemusnahan dan biaya pemusnahan akan dilakukan sesuai
dengan aturan yang sudah ada
e. Tindakan pemusnahan dengan melibatkan pihak kepolisian dan TNI

7. Komunikasi Risiko
a. Diseminasi informasi melalui website Pemda, terkait kejadian atau kasus yang
terjadi, lokasi, jumlah kasus yang terjadi, upaya-upaya yang dilakukan sesuai
dengan prosedur petunjuk teknis yang disepakati
b. Koordinasi dengan humas Pemda terkait kebijakan Pemerintah Daerah untuk
melakukan kewaspadaan dini sekaligus informasi keseluruhan Organisasi
Perangkat Daerah yang ada di wilayah Pemerintah Kabupaten Boyolali
c. Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Boyolali terkait penyuluhan
informasi kesehatan melalui media radio yang ada di seluruh wilayah
kabupaten Boyolali
d. Dinas Kesehatan terkait informasi kesehatan penyuluhan kepada seluruh
jejaring baik dari Puskesmas seluruh Boyolali sampai jaringan tingkat desa
e. Media manajemen dalam rangka menyiapkan materi terkait langkah-langkah
yang diambil dalam rangka pemberi informasi, petunjuk teknis untuk
penanggulangan Antraks melalui media
f. Press release dengan cara :
1) Sekretariat Posko mempersiapkan substansi dan materi yang ada
disampaikan kepada masyarakat luas melalui media massa sekurang-
kurangnya memuat informasi situasi terkini, upaya yang dilakukan, jalur
komunikasi masyarakat (posko) dan anjuran yang perlu dilakukan oleh
masyarakat
2) Disampaikan oleh ketua posko dan dapat didelegasikan kepada
koordinator bidang
3) Press release disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 hari atau
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kejadian di lapangan

8. Manajemen Logistik termasuk Alat Pelindung Diri


a. Manajemen logistik dilakukan di masing-masing bidang
b. Pemenuhan dan permintaan berdasarkan analisis kebutuhan dan diajukan
dengan rapat koordinasi posko
c. Koordinator logistik akan memenuhi permintaan logistik baik dari pemerintah
daerah, provinsi maupun pusat serta bantuan pihak lain yang tidak mengikat

9. Pengakhiran Status KKM


Kedaruratan kesehatan masyarakat untuk kasus antraks dinyatakan selesai
apabila dalam surveilans aktif tidak ditemukan kasus antraks pada manusia dalam
jangka waktu 2 kali masa inkubasi terpanjang setelah kasus terakhir yang
ditemukan.
Bab VI SPO

A. Prosedur untuk Semua Ancaman Bencana (All Hazard)

Masalah Semua Penanganan


Bencana

Dinas Kesehatan
SOP No.Dokumen : Kepala
kabupaten
Dinas
Boyolali
Kesehatan
No. Revisi :0 kabupaten
boyolali

Tgl Terbit : 01 Oktober 2018

Halaman :1-2

1. Pengertian a. Masalah semua ancaman bencana adalah masalah kebencanaan


yang dihadapi Dinas Kesehatan
b. Ancaman semua bencana adalah bencana yang dapat
disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh
ulah manusia (man-made disaster)

2. Tujuan
Sebagai pedoman dalam mewujudkan efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan masalah semua ancaman dalam hal
penanggulangan bencana dan atau penanganan pengungsi

3. Kebijakan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Boyolali Nomor /


001/.10/2018

4. Referensi a. Undang Undang Republik Indonesia Nomer 24 Tahun 2007


tentang Penanggulangan Bencana
b. Undang Undang Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomer 64 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan Krisis Kesehatan
f. Peraturan Daerah Nomer 3 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kabupaten
Boyolali
g. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Rincian Kegiatan dalam Tahapan Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana Kabupaten Boyolali
5. Prosedur a. Pastikan jenis bencana yang terjadi
b. Melaporkan kejadian bencana ke ketua tim
penanggulangan bencana di dinas kesehatan
c. ketua tim penanggulangan bencana di dinas kesehatan
melapor ke kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
d. Kepala Dinas mengaktifkan Tim Penanggulangan Bencana
e. Tim Penanggulangan Bencana bekerja sesuai jenis
bencana
f. Tim Penanggulangan Bencana bekerja sesuai jenis
bencana bertugas sesuai tugas pokok dan fungsi yang telah
disusun sebelumnya sampai masa tanggap darurat selesai
g. masa tanggap darurat dinyatakan selesai
h. Ketua tim penanggulangan bencana di Dinas Kesehatan
melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
boyolali bahwa tanggap darurat selesai
i. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten boyolali
menghentikan Tim Penanggulangan Bencana
j. Tim Penanggulangan Bencana kembali ke posisi tugas
sehari-hari
6. Diagram
Alir

7. Unit terkait -

8. Rekaman Historis Perubahan

N Isi Perubahan Tanggal Mulai


o Berlaku

B. Prosedur untuk Ancaman Bencana Spesifik (Specific Hazard)

Masalah Spesifik Penanganan


Bencana

SOP No.Dokumen : Kepala Dinas


Dinas Kesehatan
Kesehatan kabupaten
No. Revisi :0 boyolali
kabupaten
Boyolali

Tgl Terbit : 01 Oktober


2018
Halaman :1-2

1. Pengertian a. Masalah spesifik adalah masalah yang khas dan atau khusus yang
dihadapi Dinas Kesehatan

b. Penanggulangan bencana adalah segala upaya dan kegiatan yang


dilakukan meliputi langkah-langkah pencegahan, peringatan dini,
mitigasi, dan kesiapsiagaan pada saat sebelum terjadi bencana,
pencarian, pertolongan, penyelamatan, dan pemberian bantuan
pada saat terjadi bencana, serta proses rehabilitasi mental,
rehabilitasi/rekonstruksi sarana dan prasarana umum/sosial pada
saat terjadi bencana.

2. Tujuan
Sebagai pedoman dalam mewujudkan efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan masalah spesifik dalam hal penanggulangan
bencana dan atau penanganan pengungsi

3. Kebijakan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Boyolali Nomor /


001/.10/2018
4. Referensi a. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana

b. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun


2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan Krisis Kesehatan

f. Peraturan Daerah Nomer 3 Tahun 2014 tentang


Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kabupaten
Boyolali

g. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 18 Tahun 2016 tentang


Rincian Kegiatan dalam Tahapan Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana Kabupaten Boyolali
5. Prosedur A. Sebelum terjadi bencana
a. Pembentukan Tim RHA dan QRT
b. Membuat SK Kepala Dinas Kesehatan

c. Menyusun kerangka acuan penanggulangan bencana

d. Menyusun perencanaan kegiatan Assesment


e. Pelatihan tenaga kesehatan tentang Penanggulangan
Kegawatdaruratan Kesehatan (PPGD)
f. Pelatihan kegawat daruratan sehari-hari berbasis masyarakat
g. Simulasi Penanganan Bencana ( in house training)
h. Penyusunan Standar Operasional Prosedur penanganan
korban,
i. Membuat peta rawan bencana

j. Menyusun data-data meliputi :


· Melakukan identifikasi jenis bencana yang mungkin
terjadi di wilayah kerja Dinas kesehatan (banjir lahar
dingin, hujan abu, erupsi gunung Merapi, tanah
longsor)
· Desa yang mungkin terdampak (Kec selo, Cepogo,
Musuk)
· Kelompok rentan (difabel, ibu hamil, bayi dan balita,
lansia)
· Menyusun persiapan posko kesehatan di titik
pengungsian
· Menyusun daerah alternatif pengungsian
B. Pada saat terjadi bencana (Penanganan Pengungsi/korban
bencana)
a. Setelah menerima informasi, segera mengaktifkan
rencana penatalaksanaan korban bencana tersebut,
memanggil dan memobilisasi petugas yang terlatih
untuk segera memberi pertolongan terhadap korban
bencana.
b. Menggolongkan/menilai kondisi pasien (TRIASE)
c. Mengobati/merawat sesuai kondisi pasien, untuk
korban trauma segera ditempatkan di tempat yang
aman
d. Merujuk jika perlu
e. Untuk Pengungsi melakukan pengawasan mengenai
kesehatan di Tempat Pengungsian Akhir terutama
dalam hal sanitasi, pengungsi dengan keluhan sakit,
sediaan makanan/dapur umum/logistic lainnya,
penularan penyakit
f. Mempersiapkan pos komando di Dinas Kesehatan
g. Melakukan koordinasi dengan BPBD dan stakeholder
terkait
C. Sesudah terjadi bencana
a. Membentuk tim pendampingan kegiatan psikososial
b. Membentuk hubungan informasi dan koordinasi
dengan lembaga lain (RSJ, LSM) yang berkompeten
dalam pendampingan psikososial
c. Membuat perencanaan kegiatan pendampingan
psikososial
d. Mengkaji dan menganalisa permasalahan psikososial
e. Memantau dan mengevaluasi kegiatan tim
6. Diagram
Alir

7. Unit terkait -

8. Rekaman Historis Perubahan

N Isi Perubahan Tanggal Mulai


o Berlaku

C. Aktivitas
1. Pra Bencana
Dinas Kesehatan menyusun mapping/pemetaan wilayah daerah rawan bencana
di wilayah kerjanya serta melakukan identifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi
dan juga menghitung populasi dari jumlah penduduk yang berisiko terkena bencana
sehingga penanganan bencana dapat disiapkan seoptimal mungkin.

Persiapan tersebut diantaranya meliputi :

a. Pelatihan tenaga kesehatan tentang Penanggulangan Kegawatdaruratan


Kesehatan (PPGD)
b. Pelatihan kegawat daruratan sehari-hari berbasis masyarakat
c. Simulasi Penanganan Bencana ( in house training)
d. Penyusunan Standar Operasional Prosedur penanganan korban,
e. Identifikasi Puskesmas yang dapat diikutsertakan dalam penanganan bencana.
f. Sarana dan prasarana unit pelayanan di Puskesmas
g. Penyiapan pos kesehatan lapangan
h. Perencanaan evakuasi korban.

Pada saat pesan atau informasi mengenai bencana diterima oleh petugas Dinas
Kesehatan, maka petugas yang menerima informasi tersebut segera melakukan
koordinasi dengan Tim Siaga Penanggulangan Bencana Puskesmas yang telah
dibentuk. Tim Siaga Penanggulangan Bencana Puskesmas segera mengaktifkan
rencana penatalaksanaan korban bencana tersebut, memanggil dan memobilisasi
petugas yang terlatih untuk segera memberi pertolongan terhadap korban bencana.

2. Tanggap Darurat
a. Penatalaksanaan Korban di Lapangan
1) Penanganan Korban Massal
Penanganan medis untuk korban cedera dalam jumlah besar diperlukan
segera setelah terjadinya bencana baik gempa bumi, kecelakaan transportasi,
gunung meletus dan banjir, longsor serta bencana lainnya.
Kebutuhan terbesar untuk pertolongan pertama dan pelayanan kedaruratan
medik muncul dalam beberapa jam pertama. Banyak jiwa tidak tertolong
karena sumber-sumber daya lokal, termasuk transportasi tidak dimobilisasi
segera. Oleh karena itu, sumber daya lokal sangat menentukan dalam
penanganan korban di fase darurat.
2) Penatalaksanaan Lapangan
Penatalaksanaan lapangan meliputi prosedur-prosedur yang digunakan untuk
mengelola daerah bencana dengan tujuan memfasilitasi penatalaksanaan
korban
3) Proses Penyiagaan
Proses penyiagaan merupakan bagian dan aktivitas yang bertujuan untuk
melakukan mobilisasi sumber daya secara efisien. Proses ini mencakup
peringatan awal, penilaian situasi, dan penyebaran pesan siaga. Proses ini
bertujuan untuk memastikan tanda bahaya, mengevaluasi bersama masalah
dan memastikan bahwa sumber daya yang ada memperoleh informasi dan
dimobilisasi.
4) Penilaian Awal
Penilaian awal merupakan prosedur yang dipergunakan untuk segera
mengetahui beratnya masalah dan risiko potensial dari masalah yang
dihadapi. Aktivitas ini dilakukan untuk mencari tahu masalah yang sedang
terjadi dan kemungkinan yang dapat terjadi dan memobilisasi sumberdaya
yang adekuat sehingga penatalaksanaan lapangan dapat diorganisasi secara
benar.
Di dalam penilaian awal dilakukan serangkaian aktivitas yang bertujuan
untuk mengidentifikasi :
a. Lokasi kejadian secara tepat
b. Waktu terjadinya bencana
c. Tipe bencana yang terjadi
d. Perkiraan jumlah korban
e. Risiko potensial tambahan
f. Populasi yang terpapar oleh bencana
Penilaian awal yang dilakukan harus segera dilaporkan ke pusat komunikasi
sebelum melakukan aktivitas lain di lokasi bencana. Keterlambatan akan
timbul dalam mobilisasi sumber daya ke lokasi bencana jika tim melakukan
aktivitas lanjutan sebelum melakukan pelaporan penilaian awal atau
informasi yang dibutuhkan dapat hilang jika kemudian tim tersebut juga
terlibat dalam kecelakaan.
Selanjutnya melakukan identifikasi lokasi penanggulangan bencana
mencakup :
a. Daerah pusat bencana
b. Lokasi pos komando
c. Lokasi pos pelayanan medis lanjutan
d. Lokasi evakuasi
e. Lokasi VIP dan media massa
f. Akses jalan ke lokasi
Identifikasi awal lokasi-lokasi diatas akan memungkinkan masing-masing
tim bantuan untuk mencapai lokasi yang merupakan daerah kerja secara
cepat dan efisien, salah satu caranya dengan membuat peta sederhana lokasi
bencana.
5) Penyebaran Informasi Pesan Siaga

Segera setelah pesan diterima, pusat komunikasi akan mengeluarkan pesan siaga,
memobilisasi sumberdaya yang dibutuhkan dan menyebarkan informasi kepada tim
atau institusi dengan keahlian khusus dalam penanggulangan bencana massal. Pesan
siaga selanjutnya harus dapat disebarkan secara cepat dengan menggunakan tatacara
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Bab VII Fasilitas
A. Penetapan Fasilitas

Pos Komando atau Pos penanganan bencana diperlukan untuk diperlukan untuk
mengelola maupun menampung beberapa kegiatan dalam mendukung penanganan
korban bencana sehingga penanganan dan pengelolaannya dapat lebih terkoordinasi dan
terarah. Pos komando kluster kesehatan terpusat di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dengan beberapa titik pos kesehatan cabang diantaranya di Penampungan Desa wilayah
kerja Puskesmas Selo, Penampungan Desa wilayah kerja Puskesmas Cepogo,
Penampungan Desa wilayah kerja Puskesmas Musuk I, Penampungan Desa wilayah
kerja Puskesmas Musuk II, Penampungan Desa wilayah kerja Puskesmas Sawit I.,
Penampungan Desa wilayah kerja Puskesmas Boyolali I.

1. POS KOMANDO
Tempat : Ruangan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Fungsi :
a. Pusat koordinasi dan komunikasi baik dengan internal maupun eksternal unit
yang dipimpin oleh Komandan Penanggulangan bencana Dinas Kesehatan. Area
ini merupakan area khusus, dimana hanya petugas tertentu yang boleh masuk.

b. Wadah yang melibatkan semua unsur pimpinan pengambil keputusan dan


mengendalikan bencana.

c. Tempat penyimpanan disaster kit, radio komunikasi dan peta – peta yang
diperlukan untuk koordinasi maupun pengambilan keputusan.

Lingkup kerja :

a. Pada bencana yang bersifat eksternal tetapi mengakibatkan gangguan infrastruktur


( gangguan ekonomi ) maka lingkup kerjanya adalah menyelesaikan masalah
pelayanan medis dan upaya untuk dapat mengatasi masalah ekonomi dan SDM,
dengan melibatkan koordinasi dan kerjasama lintas program dan lintas sektoral.

b. Pada disaster yang bersifat internal disaster dimana bencana terjadi di dalam Dinas
Kesehatan , maka lingkup kerjanya adalah sebatas menyelesaikan masalah
pelayanan medis dan penunjangnya.

c. Pemegang kendali komunikasi medis dan non medis


Fasilitas :
a. Telephone
b. Peta Bencana Wilayah Kerja Dinas kesehatan Kabupaten Boyolali
c. Peta instansi pelayanan kesehatan di Kabupaten Boyolali
d. Peta area hazard di Wilayah Puskesmas
e. Papan Informasi
f. White Board
g. Radio komunikasi
h. Emergency kit medis dan non medis

2. POS PENGOLAHAN DATA


Tempat : Ruangan 119 Dinas Kesehatan kab Boyolali

Fungsi :

Tempat penerimaan dan pengolahan data yang terkait dengan penanganan bencana

Lingkup Kerja :

1. Mengumpulkan seluruh data yang terkait dengan bencana

2. Melakukan koordinasi dengan pos – pos penanganan bencana lainnya dan


unit pelayanan terkait baik internal maupun eksternal

3. Mengolah data menjadi informasi yang terbaru untuk menunjang keputusan


komandan bencana

4. Melakukan pengarsipan seluruh data dan informasi dalam bentuk file


sehingga sewaktu – waktu bisa dibuka bila diperlukan

5. Mengirimkan data ke pusat informasi Setda Kabupaten Boyolali, BPBD,


Dinas Sosial dan ke Komandan Penanggulangan Bencana Dinas kesehatan
sebagai bahan press conference dan informasi ke pihak eksternal.

Fasilitas :

1. Telephone

2. Komputer, internet
3. Radio komunikasi

3. POS INFORMASI

Tempat : Ruangan Administrasi Sekretaris Dinas Kesehatan

Fungsi :

Tempat tersedianya informasi untuk data korban, data kebutuhan relawan, data
perencanaan kebutuhan obat, alat medis, non medis, barang habis pakai medis / non medis,
perbaikan gedung, data donatur. Informasi yang disiapkan di pos ini didapatkan dari pos
pengolahan data.

Lingkup Kerja :

a. Memberikan informasi data korban, populasi rentan, data kebutuhan relawan, data
perencanaan kebutuhan obat, alat medis, non medis, barang habis pakai medis / non
medis, perbaikan gedung, data donatur.

b. Mengekspos hanya data korban saja, baik korban sedang dirawat, korban hilang,
korban meninggal, hasil identifikasi jenazah, korban yang telah dievakuasi ke Rumah
Sakit.

c. Memberikan informasi perihal data surveillance setiap jam

Fasilitas :

1. Telephone ( Lokal / SLI )

2. Komputer / internet

3. Papan Informasi

4. POS LOGISTIK DAN DONASI

Tempat : Ruang Kabid SDK

Fungsi :

a. Menerima dan mendistribusikan semua bantuan logistik dan lainnya dari pihak
luar dalam menunjang operasional penanganan bencana

Logistik obat-obatan : di ruang farmasi


Logistik selain obat : di ruang penyimpanan barang/gudang

b. Tempat penyimpanan sementara barang sumbangan, selanjutnya didistribusikan


ke bagian yang bertanggung jawab

Lingkup Kerja :

a. Menerima bantuan / sumbangan logistik dan obat untuk menunjang pelayanan


medis

b. Mengkoordinasikan kepada kepala Dinas Kesehatan terkait tentang sumbangan


yang diterima

c. Membuat laporan penerimaan bantuan dan pendistribusiannya

Fasilitas :

a. Komputer

b. Buku pencatatan dan pelaporan

c. Tanda Terima Barang Logistik

5. POS RELAWAN

Tempat : Ruangan Aula

Fungsi :

1. Tempat pendaftaran dan pengaturan tenaga relawan, baik orang awam,


awam khusus maupun tenaga professional

2. Tempat informasi relawan

Lingkup kerja :
1. Menyiapkan informasi yang dibutuhkan, yang sesuai kompetensinya

2. Mengatur schedule kerja sesuai tempat dan waktu yang diperlukan

3. Menyiapkan ID card relawan

4. Memberikan penjelasan prosedur tetap dan wilayah kerja sesuai keinginan


dan kebutuhan Dinas Kesehatan
Fasilitas :

1. Komputer, telephone, internet

2. Radio komunikasi

3. Buku pencatatan

4. Peta Wilayah Kerja dan titik pengungsi

B. Denah Evakuasi
C. Daftar Kontak Internal Eksternal

Daftar Kontak Internal

Kontak Person Nomer Telpon

Kepala Dinas Kesehatan Kab Terdaftar


Boyolali

Sekretaris Dinas Kesehatan Terdaftar

Kabid Yankes Terdaftar

Kabid SDK Terdaftar

Kabid P2P Terdaftar

Sopir Ambulance Terdaftar


Grup WA Struktural Dinas Kesehatan
Kab Boyolali

Daftar Kontak Eksternal

Dinas Kesehatan (Crisis Center) (0276) 321009

Public Safety Center (0276) 119

Rumah Sakit Rujukan

a. RSU Pandan Arang (0276) 321065

b. RSU Waras Wiris (0271) 2933000

c. RSU Simo (0276) 3294719

d. RSU PKU Aisyiah Boyolali (0276) 3293546

e. RS Hidayah (0276) 324614

f. RS Asy Syifa Sambi (0276) 3294459

Setda Kab Boyolali (0276) 321021

Polres Boyolali (0276) 321038

Kodim 0274 Boyolali (0276) 321091

BPBD Kab Boyolali (0276) 321313

PMI Kab Boyolali (0276) 321104

Dishubkominfo (0276) 321086


Dinas Sosial (0276) 321047

Kepala Puskesmas di wilayah Dinas Terdaftar di Grup WA Puskesmas


kesehatan Kab Boyolali Se- Kabupaten
Bab VIII Rencana Tidak Lanjut

1. Dalam penanganan bencana diperlukan koordinasi dengan lintas sektoral


2. Persiapan sistem rujukan yang jelas
3. Mempersiapkan Puskesmas Disaster plan pada wilayah kerja yang memiliki potensi
kebencanaan.
4. Kapasitas Building pada sumber daya kesehatan di dinas kesehatan secara kontinu
dalam penanganan bencana
Bab IX Penutup

Dalam pembuatan dokumen Disaster plan Dinas Kesehatan masih banyak kekurangan
sehingga masih banyak hal yang perlu disempurnakan, segala kritikan, saran dan masukan
diperlukan untuk perbaikan dokumen disaster plan Dinas kesehatan Kabupaten Boyolali.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai