Disusun Oleh :
Djatmiko (2016010004)
SEMARANG
2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor psikososial yang merupakan salah satu bahaya di tempat kerja kerap kali
tidak disadari oleh para pekerja maupun pihak manajemen. Perlu diketahui bahwa pekerja
sering mengalami situasi dan lingkungan kerja yang tidak kondusif, seperti bekerja dalam
shift, beban kerja yang berlebihan, bekerja monotoni, mutasi dalam pekerjaan, tidak
jelasnya peran kerja, serta konflik dengan teman kerja. Semua aspek tersebut merupakan
beberapa faktor psikososial yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan fisik, mental
maupun emosional para pekerja, seperti gangguan muskuloskeletal, stres, dan penyakit
psikomatis yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat hubungan pekerjaan
(Kementerian Kesehatan, 2011). Salah satu factor psikososial yang sering timbul adalah
adanya burnout pada karyawan yang dapat menimbulkan penurunan kualitas kinerja
karyawan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian
Darah
Komponen Darah
Komponen darah tersebut dapat diamati setelah dilakukan sentrifugasi sehingga
membentuk beberapa lapisan (Gambar 1). Plasma darah merupakan carian penyusun darah
yang mengandung sejumlah protein yang berperan sangat penting untuk menghasilkan
osmotik plasma (Isnaeni, 2006). Darah berfungsi untuk mengedarkan substansi yang
masuk ke dalam tubuh maupun yang dihasilkan tubuh dari proses-proses metabolisme
(Ihedioha dkk., 2012), sebagai pertahanan terhadap antigen, dan mengatur stabilitas suhu
tubuh (Sumardjo, 2008).
Gambar 1. Sampel darah setelah disentrifugasi (Sumber: Isnaeni, 2006).Keterangan: Volume darah
yang ditempati eritrosit disebut hematokrit.
Perilaku Kerja
Perilaku Kerja menurut Robbins (2002 : 35 dan 39 ) Perilaku kerja yaitu dimana
orang-orang dalam lingkungan kerja dapat mengaktualisasikan dirinya melalui perilaku
dalam bekerja. (Robbins menekankan pada perilaku yang diambil oleh pekerja untuk
menentukan apa yang akan mereka lakukan di lingungan tempat kerja mereka).
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial yang dijalani meliputi psikis pekerja,
mental dan juga fisik dalam sebuah perusahaan (Robbins, 2002). Ini nantinya akan
berpengaruh pada kinerja seseorang atau karyawan dalam melakukan segala tugasnya.
Manusia akan selalu bergantung pada keadaan atau lingkungan di sekitar dan keduanya
saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Desakan waktu (Time urgency) : Waktu yang terbatas atau mendesak dalam
penyelesaian suatu pekerjaan merupakan hal-hal yang menekan yang dapat
menimbulkan ketegangan (tension). Waktu yang terbatas juga tidak cukup untuk
menimbulkan stress, apalagi tugas yang diselesaikan hanya sedikit.
2.3. Resiko Faktor Psikologis Dan Pengaruhnya Terhadap Keamanan Dan Kinerja
Para Pekerja
Studi menunjukkan bahwa untuk 50% dari semua kecelakaan terjadi karena
kesalahan karyawan di tempat kerja atau factor manusia. Faktor risiko psikologis dalam
kecelakaan adalah potensi pikiran, perasaan, dan perilaku yang mungkin terjadi sebagai
akibat dari peristiwa stres. Permasalahan psikologis ataupun stress yang terjadi pada
seseorang digolongkan kedalam 4 bidang kehidupan yaitu :
PRIBADI
Masalah keuangan
Pernikahan
Kelahiran anak
Sekolah / kelulusan
PEKERJAAN
SOSIAL
Terjadinya depresi
PENULARAN
Gejala fisiologis berupa otot tegang, jantung berdebar-debar, perut mual, dan
keringat dingin.
Gejala psikologis berupa mudah marah, emosi meledak-ledak, serta mudah panik.
1) Merasa hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak ada otoritas dalam
melaksanakan pekerjaannya.
4) Terlalu menuntut atau mempunyai harapan yang lebih terhadap tempat dia
bekerja.
a) Bekerja terlalu banyak atau berat tanpa diimbangi dengan waktu untuk bersantai
atau hanya untuk sekedar bersosialisasi dengan yang lain.
Beberapa gejala burn out antara lain : kecemasan dan depresi, sikap sinis,
sikap selalu curiga, penggunaan alkohol dan obat terlarang, penampilan terlalu
percaya diri, serta berulang-ulang merasa sakit secara fisik dengan masalah sakit
kepala, perut, masuk angin, dan lain sebagainya. Berikut empat tahapan burn out
(Kementerian Kesehatan, 2011) :
2) Phase 2: Merasa malu dan penuh keraguan, serta semua hal terasa sulit.
4) Phase 4: Merasa jadi orang yang gagal, tidak berdaya, dan berada dalam krisis
yang ditandai denganputus asa, kesal, marah, dan frustasi, serta kehilangan minat
atau motivasi yang mendorong untuk mengambil peran tertentu dalam pekerjaan
atau kehidupan.
2.4. Hubungan Burn Out dengan Kinerja pada karyawan Pengolahan Komponen
Darah
Kinerja merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian bagi suatu
perusahaan maupun instansi. Para pegawai yang bekerja langsung dibawah naungan
instansi maupun perusahaan memiliki andil dalam membangun dan membentuk citra
serta reputasi instansi maupun perusahaan tersebut. Oleh karenanya, kinerja sumber daya
manusia menjadi salah satu unsur yang penting dalam membantu kinerja sebuah instansi
maupun perusahaan.
UTD PMI Kota Semarang sebagai lembaga/instansi perlu untuk mencari apa
yang menjadi penyebab karyawan mengalami burnout mengingat burnout ini dapat
menjadi suatu masalah bagi pekerjaan serta dapat mempengaruhi kinerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Sri Pahalendang Asi (2013) mengungkapkan adanya pengaruh burnout
terhadap kinerja. Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Iklim Organisasi dan burnout
terhadap kinerja perawat RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya terhadap 106
responden menunjukkan adanya pengaruh signifikan berbanding terbalik antara burnout
terhadap kinerja perawat yang artinya semakin rendah burnout yang dialami maka
semakin tinggi kinerja perawat di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Data
tersebut semakin menjelaskan bahwa burnout dapat menjadi suatu masalah dalam
pekerjaan serta dapat mempengaruhi kinerja.
4. Pencapaian diri yang rendah. kondisi pada diri individu yang ditandai dengan
adanya anggapan bahwa mereka mungkin tidak akan berhasil di masa mendatang.
Pada kondisi ini timbul perasaan tidak berdaya, sia-sia, dan tidak berarti sehingga
individu akan berhenti berusaha dan menjadi apatis.
Kinerja berasal dari kata job performance. Ada pula yang memberikan
pengertian job performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja
mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, melainkan juga
bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung (Wibowo, 2009).
1. Quality. Merupakan proses atau hasil dari pelaksanaan kegiatan mendekati ideal atau
mendekati tujuan yang diharapkan.
2. Quantity. Terkait dengan proses atau hasil mendekati ideal dalam memenuhi maksud
atau tujuan dan berdasarkan pada tingkat kesalahan, kerusakan dan kecermatan.
Penilaian kinerja dapat bermanfat bagi suatu organisasi. Hal ini seperti apa
yang dikemukakan oleh Hariandja (2002) bahwa penilaian kinerja tidak hanya sekedar
menilai tapi lebih dari itu, yakni membantu pekerja untuk mencapai unjuk kerja yang
diharapkan oleh organisasi dan berorientasi pada pengembangan pekerja maupun
organisasi. Sementara itu, Siagian (1983) berpendapat bahwa penilaian kinerja memiliki
beberapa manfaat diantaranya seperti mendorong peningkatan kinerja para pekerja,
sebagai bahan pengambilan kepurtusan dalam pemberian imbalan, untuk kepentingan
mutasi pekerja, untuk menyusun program pendidikan dan pelatihan dan untuk
membantu pekerja dalam menentukan rencana kariernya, bersama bagian kepegawaian
menyusun program pengembangan karier yang paling tepat, sesuai dengan kebutuhan
karyawan dan organisasi.
Dengan adanya sebuah penilaian kinerja, maka organisasi dapat mengetahui apa
yang sedang dihadapi dan target apa lagi yang harus dicapai. Sebagai suatu alat ukur,
penilaian kinerja selain bermanfaat bagi pekerja juga bermanfat bagi organisasi untuk
lebih memahami lagi kekuatan serta kelemahan yang dimilikinya.
Bekerja pada suatu instansi maupun perusahaan tentu akan melibatkan tak sedikit
tenaga serta pikiran ketika bekerja. Baik itu pekerjaan yang tidak langsung terlibat dengan
manusia maupun yang langsung terlibat dengan manusia ataupun klien dan pengguna
seperti dokter, perawat, hakim maupun pustakawan. Beban kerja yang berlebih yang
ditanggung oleh pekerja dapat mendorong timbulnya burnout pada diri pekerja. Seperti
yang diungkapkan maslach (1982) beban kerja yang berlebih seperti jam kerja, jumlah
individu yang dilayani, tanggung jawab yang harus dipenuhi, pekerjaan lain yang tidak
sesuai atau bahkan melebihi kapasitas individu dapat mendorong timbulnya burnout.
Adapun gejala atau tanda yang menunjukkan para pekerja mengalami burnout salah
satunya yaitu penurunan kinerja. David Ballard (dalam wisudaningrum, 2015)
mengungkapkan terdapat sepuluh tanda yang menunjukkan seorang pekerja mengalami
burnout yang salah satunya yaitu menurunnya kinerja. David menjelaskan penurunan
kinerja yang berlangsung beberapa periode dapat dijadikan pertanda adanya burnout. Hal
ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Potter. Potter dalam Mizmir (2011)
mengungkapakan diantara lima gejala seorang mengalami burnout salah satunya yaitu
kinerjanya menurun. Penurunan kinerja mengakibatkan bekerja menjadi lebih menyakitkan
dan kurang menguntungkan, selain itu ketidakhadiran juga akan meningkat dan tinggal
menunggu waktu sampai pada akhirnya terjadi penurunan kualitas kerja yang berujung pada
penurunan produktivitas. Konsekuensi dari burnout ini juga akan berdampak negatif bagi
para pekerja yang kemudian akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Paulus (1991)
berpendapat bahwa salah satu dampak negatif dari burnout adalah menurunnya kinerja.