KOTA KENDARI
Desember 2017
i
LAPORAN PENILAIAN KETANGGUHAN
KOTA KENDARI
Desember 2017
TIM PENYUSUN
Disusun oleh Tim Inti Penilaian Ketangguhan Kota Kendari dan POKJA API
PRB Kota Kendari
Anggota Safril Kasim, SP. MES dari Fakultas Kehutanan, Universitas
Haluoleo, Husnawati dari Rumpun Perempuan, Imran Tumora dari
Lembaga TERAS, Guni Armini dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kota Kendari, Zainal A. Ishaq dari AJI
Kendari, Cheiriel sebagai notulis
Dipandu oleh Diana Chaidir dari Program USAID APIK dan Perkumpulan
Lingkar
Diterbitkan Desember 2017
ii
Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari
iii
DAFTAR ISI
Kondisi ini semakin diperparah dengan potensi perubahan iklim global yang
memicu peningkatan frekuensi dan intensitas bencana-bencana terkait iklim
seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, gelombang ekstrem dan abrasi pantai.
Masyarakat miskin perkotaan adalah kelompok masyarakat yang memiliki tingkat
keterpaparan yang tinggi dan seringkali terpapar beberapa ancaman sekaligus.
Dalam konteks ini,kota-kota di Indonesia perlu mengembangkan suatu
pendekatan pembangunan perkotaan yang mengutamakan peningkatan
ketahanan kota dalam menghadapi berbagai kejadian bencana yang semakin
sering terjadi.
Kota Kendari, ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu kota
yang memiliki potensi bencana geologi dan hidrometereologi yang cukup tinggi.
Beberapa bencana tersebut antara lain: gempa bumi, cuaca ekstrem, tanah
longsor, banjir, gelombang ekstrem dan abrasi. Oleh karena itu, upaya-upaya
untuk memperkuat ketangguhan kota dalam rangka pengurangan risiko bencana
perlu dirumuskan sejak dini.
1
mengukur tingkat ketangguhan kota dalam menghadapi bencana. Perangkat
pengukuran dan penilaian Ketangguhan Bencana Pemerintah Daerah
dikembangkan berdasarkan konsep “Sepuluh Langkah Mendasar” dalam
membangun Kota Tangguh atau yang dikenal dengan scorecard yang diturunkan
dari Kerangka Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Global dan 71 Indikator
Kapasitas Penanggulangan Bencana Daerah yang diturunkan dari Rencana
Pemabangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Aksi
Nasional Penanggulangan Bencana (RENASPB) 2015—2019.
2
dan pulih dari kejadian bencana dalam tenggang waktu dan upaya efisien,
termasuk pelestarian dan restorasi bangunan dan fasilitas-fasilitas penting.
Secara umum, ketangguhan merupakan kemampuan untuk memantulkan
kembali sebuah guncangan. Berdasarkan dari sudut pandang bencana alam dan
perubahan iklim, ketangguhan dipandang sebagai kemampuan pemulihan secara
cepat setelah terjadi bencana.
Kota tangguh disiapkan untuk bertahan dan pulih dari guncangan atau tekanan
ketika fungsi-fungsi penting, struktur, identitas, dan kemampuan beradaptasi dan
berkembang menghadapi perubahan yang dinamis. Kota yang tangguh adalah
suatu kemampuan sistem perkotaan, dengan segala unsur jaringan sosio-
ekologis dan sosio-teknis terhadap skala temporal dan spasial untuk dapat
mengelola, bertahan, atau kembali dengan cepat, ketika menghadapi bencana,
untuk beradaptasi dengan perubahan, dan secara cepat mengubah system yang
memiliki keterbatasan mampu beradaptasi baik sekarang ataupun dimasa yang
akan datang. Dengan demikian, kota tangguh diartikan sebagai kota yang
mampu menahan, menyerap, beradaptasi dengan dan memulihkan diri dari
akibat dampak perubahan iklim dan bencana secara tepat waktu dan efisien,
namun tetap mempertahankan struktur-struktur dan fungsi-fungsi dasarnya.
Kerangka Sendai (The Sendai Framework for Disaster Risk Reduction) menjadi
acuan bagi seluruh kerangka khususnya dalam PRB. Perubahan yang semakin
cepat dalam pemahaman kerangka manajemen bencana mulai dari kegiatan
tanggap darurat, kesiapsiagaan hingga sampai pada pengarusutamaan PRB
dalam pembangunan menjadi catatan penting pada kerja-kerja dalam
penangangan bencana.
3
tahun 2030. Peta jalan tersebut harus mempertimbangkan segala perubahan di
tingkat global, nasional, dan daerah. Perubahan yang dimaksud terkait dengan
perubahan dalam hal jenis, intensitas, dan frekuensi bencana serta kejadian-
kejadian esktrem terkait perubahan iklim.
Pada tataran pemahaman keterkaitan Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan PRB
diyakini bahwa kedua konsep tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Perubahan iklim yang ekstrem dapat memicu terjadinya bencana alam seperti
banjir atau kekeringan, namun tidak semua bencana alam bisa dipicu oleh
perubahan iklim. Integrasi API dan PRB ke dalam satu sistem perencanaan
pembangunan merupakah langkah penting untuk meningkatkan resilience
‘ketahanan’ dan pengurangan vulnerability ‘kerentanan’ ancaman. Hal ini sejalan
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang dirumuskan
oleh pemerintah Indonesia. Dukungan dari berbagai pihak untuk mengitegrasikan
kedua hal ini merupakan pintu masuk yang tepat untuk segera melakukan
konsolidasi bersama antar pemangku kepentingan baik di tingkat lokal, nasional
dan global untuk mendapatkan persamaan pemahaman tentang API dan PRB.
Kota Kendari merupakan salah satu kota yang sedang berproses untuk mewujudkan
kondisi kota sebagai hunian yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan
sebagaimana menjadi salah satu target SDGs. Hal ini tercermin dari pernyataan visi
pembangunan Kota Kendari yang tertulis di dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Kendari pada tahun 2013—2017, yaitu
“Menuju Kota Kendari Tahun 2017 sebagai Kota Bersih dan Hijau yang
Berakhlak, Maju, Demokratis dan Sejahtera”.
Untuk mewujudkan visi tersebut dan melaksanakan aturan yang sesuai, Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah Kota Kendari
telah meninjau Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) yang mencerminkan
upaya-upaya mewujudkan Kota Kendari sebagai hunian yang nyaman, aman,
tangguh, dan berkelanjutan.
4
1. Kota Kendari akan menjadi simpul utama mobilitas manusia dan barang yang
memiliki jangkauan pelayanan regional.
2. Kebutuhan pengembangan infrastruktur strategis penunjang fungsi PKN.
Perlu ada kajian evaluasi kelayakan lokasi dan kapasitas, untuk kebutuhan
pengembangan kota dalam jangka waktu 20 tahun ke depan. Beberapa
infrastruktur strategis yang akan menjadi pendukung fungsi PKN dan ibukota
provinsi adalah:
5
1.3.2. Pembentukan Struktur Ruang
Salah satu ciri percepatan pertumbuhan kota adalah munculnya simpul-simpul
pusat kegiatan baik secara alami maupun yang sudah ditetapkan sebagai bagian
dari kebijakan pengembangan kota. Secara alami, simpul-simpul kegiatan
ditandai oleh tumbuhnya pusat-pusat perdagangan, yang cenderung tumbuh
pada simpul transportasi (terutama persimpangan jalan), maupun pada ruas-ruas
jalan strategis. Tumbuhnya simpul-simpul kegiatan yang tidak direncanakan
sejak awal, dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yaitu
permasalahan pada sistem transportasi, perkembangan kawasan pada fungsi-
fungsi lahan yang tidak direkomendasikan untuk kegiatan permukiman dan
penurunan nilai ekonomi pada kawasan-kawasan yang memiliki nilai strategis
secara ekonomi.
6
f. Mengembangkan sistem penyediaan air bersih yang sesuai dengan
kebutuhan kota minimal untuk jangka waktu 20 tahun.
2. Strategi pengembangan bagian selatan Kota Kendari sebagai pusat
pertumbuhan baru untuk pengembangan kegiatan industri, pusat
pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara, pemukiman yang meliputi:
a. Menetapkan Kawasan Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara dan
Kawasan Pendidikan tinggi sebagai kawasan strategis;
b. Mengembangkan kawasan permukiman baru;
c. Mengembangkan jaringan jalan baru yang terintegrasi dengan jaringan
jalan yang sudah ada;
d. Mengembangkan simpul transportasi darat untuk menunjang pergerakan
regional;
e. Mengembangkan sistem utilitas penunjang yaitu penyediaan air bersih,
sistem drainase, sistem energi listrik sesuai dengan kebutuhan.
3. Strategi pengembangan kawasan pusat kegiatan ekonomi di bagian timur
kota, yaitu di Kecamatan Abeli dan Pulau Bungkutoko meliputi:
a. Menyiapkan lahan untuk pengembangan kawasan industri di Kecamatan
Abeli;
b. Peningkatan jembatan penghubung Kecamatan Abeli-Kota Lamadan-
Kecamatan Abeli-Pulau Bungkutoko;
c. Menyediakan kebutuhan utilitas pendukung pengembangan kawasan
industri dan kawasan pelabuhan;
d. Pengembangan kawasan permukiman baru di Kecamatan Abeli;
e. Mengendalikan kegiatan permukiman di Pulau Bungkutok;
f. Mengembangkan kawasan-kawasan permukiman baru di Kecamatan
Abeli;
g. Pengembangan Jaringan jalan di Pulau Bungkutoko dan Kecamatan
Abeli.
4. Strategi peningkatan fungsi kota lama sebagai kawasan perdagangan dan
jasa, serta pariwisata, meliputi:
a. Melakukan penataan kawasan permukiman di kawasan kota lama;
b. Melakukan revitalisasi kawasan pasar kota lama untuk mendukung
kegiatan pariwisata;
c. Mempertahankan pelabuhan untuk mendukung transportasi laut;
d. Mengembangkan kegiatan ekonomi baru di kawasan kota lama;
e. Menyediakan fasilitas dan utilitas penunjang.
5. Strategi pengembangan kawasan Teluk Kendari sebagai pusat bisnis
terpadu, pariwisata, dan konservasi yang meliputi:
a. Mengintegrasikan fungsi kawasan Teluk Kendari sebagai fungsi
konservasi, fungsi ekonomi, fungsi pariwisata, dan fungsi perikanan;
b. Meningkatkan kualitas fisik wilayah pantai dan perairan sepanjang
kawasan teluk;
c. Mempertahankan fungsi lindung yang sudah ada;
d. Mengembangkan kegiatan ekonomi jasa dan perdagangan;
e. Mengembangkan objek wisata barbasis kelautan;
f. Menyediakan fasilitas dan utilitas pendukung;dan
g. Mengendalikan secara ketat kawasan permukiman dan kegiatan lainnya
yang tumbuh secara tidak terencana.
7
6. Strategi pengembangan kawasan pertanian serta pusat kegiatan agrowisata
dan kegiatan wisata alam meliputi:
a. Mendorong tumbuhnya kegiatan pertanian yang dapat mendukung
kegiatan agrowisata di Kecamatan Mandonga dan Kecamatan Puuwatu;
b. Mengembangkan objek wisata alam di Kecamatan Kambu;
c. Mengendalikan pertumbuhan kawasan permukiman di Lecamatan
Mandonga, Kecamatan Puuwatu ,dan Kecamatan Kambu; dan
d. Mengembangkan fasilitas sarana prasarana dan utilitas pendukung.
8
12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Darah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);.
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4815);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4664);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan
Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
20. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanganan Bencana (BAKORNAS PB) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005;
21. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
22. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana;
23. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014;
24. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019.
25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;
26. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara Nomor 7 tahun 2013 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Propinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2013 – 2018 (Lembaran Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2013 Nomor 7);
9
27. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2005 – 2025;
28. Peraturan Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 3 Tahun 2009
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja BPBD Provinsi Sulawesi
Tenggara;
29. Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Kendari 2010 – 2030;
30. Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 7 tahun 2012 Tentang pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Kendari tahun 2012 Nomor 7);
31. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kota Kendari tahu 2013 - 2017
32. Peraturan Daerah kota Kendari no 1 tahun 2016 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Kendari tahun 2005 – 2025.
33. Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2016 tentang pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah Kota Kendari
Pada proses perekrutan tim dari anggota POKJA API-PRB Kota Kendari,
sebanyak 3 fasilitator dan 3 notulen yang direkrut jadi tim inti. Tim inti terdiri dari
perpaduan antara birokrasi dan masyarakat sipil yang menguasai isu
pengelolaan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.
10
Dalam proses persiapan penilaian, tim inti memperdalam aspek-aspek yang
terkait dengan indikator penilaian dan mengindentifikasi para pemangku
kepentingan yang relevan dalam Penilaian Kota Tangguh. Pihak yang
diidentifikasi diasumsikan memiliki data dan informasi serta dokumen–dokumen
pendukung yang dibutuhkan dalam pengukuran.
Model pengumpulan data dengan cara Focus Group Discussion (FGD) ‘Diskusi
Kelompok Terarah. FGD dibagi menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok dipandu 1
fasilitator dan 1 notulen. Dalam proses ini peserta menjawab pertanyaan dan
memberikan verifikasi bukti pendukung.
Penulisan laporan dikerjakan tim inti untuk dijadikan bahan sosialiasi hasil dan
rekomendasi penilaian, pelembagaan strategi dan rencana aksi pengembangan
Kota Kendari sebagai kota tangguh, pemantauan dan evaluasi serta integrasi
rekomendasi hasil penilaian ke dalam kebijakan pembangunan daerah.
1.4.3. Pelaksana
1. Penilaian Kota Tangguh dilaksanakan dengan melibatkan pemangku
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pihak-pihak yang terkait di Kota
Kendari.
2. Covener dalam hal ini yakni Program USAID APIK bekerjasama dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kota Kendari dan Bappeda serta masyarakat sipil.
3. Konsultan kegiatan adalah LSM Lingkar. Lingkar ditugaskan untuk melatih
fasilitator lokal yang dibentuk oleh POKJA API-PRB Kota Kendari.
11
4. Fasilitator dan notulen bertugas memfasilitasi proses-proses partisipatif
Penilaian Kota Tangguh dalam bentuk FGD dan mencatat alur proses
pelaksanaan FGD.
12
Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari
13
Bab 2.
GAMBARAN UMUM
KOTA KENDARI
Luas wilayah daratan Kota Kendari 267,37 Km2 atau 0,70% dari luas daratan
Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara administratif Kota Kendari terdiri dari 10
kecamatan, 64 kelurahan, 347 RW dan 975 RT. Pembagian luas wilayah Kota
Kendari dapat dilihat padaTabel 1 berikut:
14
Kecamatan/ Kelurahan Jumlah Luas Area Administratif
RW RT Ha Km2
Kecamatan Kendari Barat 50 114 1.911 19,11
Kelurahan Kemaraya 5 12 504 5,04
Kelurahan Watuwatu 6 16 178 1,78
Kelurahan Tipulu 7 14 335 3,35
Kelurahan Punggaloba 5 14 272 2,72
Kelurahan Benubenua 4 10 138 1,38
Kelurahan Sodohoa 7 18 182 1,82
Kelurahan Sanua 6 17 183 1,83
Kelurahan Dapudapura 5 13 20 0,2
Kelurahan Lahundape 5 12 99 0,99
Kecamatan Mandonga 30 93 2.077 20,77
Kelurahan Mandonga 8 28 151 1,51
Kelurahan Korumba 10 26 226 2,26
Kelurahan Labibia 2 7 848 8,48
Kelurahan Wawombalata 2 7 612 6,12
Kelurahan Alolama 4 12 133 1,33
Kelurahan Anggilowu 4 13 107 1,07
Kecamatan Puuwatu 39 119 3.972 39,72
Kelurahan Puuwatu 9 27 1.049 10,49
Kelurahan Watulondo 8 26 1.149 11,49
Kelurahan Punggolaka 9 29 388 3,88
Kelurahan Tobuuha 8 24 216 2,16
Kelurahan Abeli Dalam 2 6 528 5,28
Kelurahan Lalodati 4 12 642 6,42
Kecamatan Kadia 30 110 671 6,71
Kelurahan Kadia 9 28 249 2,49
Kelurahan Bende 9 40 247 2,47
Kelurahan Pondambea 3 15 63 0,63
Kelurahan Wawowanggu 5 15 70 0,7
Kelurahan Anaiwoi 4 12 42 0,42
Kecamatan Wua-wua 22 78 1.116 11,16
Kelurahan Wua-wua 7 29 431 4,31
Kelurahan Bonggoeya 5 21 230 2,3
Kelurahan Mataiwoi 5 16 102 1,02
Kelurahan Anawai 7 21 353 3,53
Kecamatan Baruga 30 77 4.800 48
Kelurahan Baruga 12 35 2619 26,19
Kelurahan Lepolepo 7 24 354 3,54
Kelurahan Watubangga 8 21 1411 14,11
Kelurahan Wundudopi 4 11 416 4,16
Kecamatan Poasia 31 87 3.774 37,74
Kelurahan Andonohu 11 35 1.161 11,61
Kelurahan Rahandouna 10 30 1.236 12,36
Kelurahan Anggoeya 6 20 1.120 11,2
Kelurahan Matabubu 4 8 257 2,57
Kecamatan Kambu 22 66 2.463 24,63
Kelurahan Kambu 8 27 401 4,01
Kelurahan Mokoau 4 13 1.252 12,52
Kelurahan Padaleu 4 15 344 3,44
Kelurahan Lalolara 6 17 466 4,66
Kecamatan Abeli 49 107 4.385 43,85
Kelurahan Puday 2 4 73 0,73
Kelurahan Lapulu 4 9 62 0,62
Kelurahan Abeli 4 8 178 1,78
Kelurahan Benua Nirae 4 8 959 9,59
Kelurahan Tobimeita 5 11 905 9,05
15
Kecamatan/ Kelurahan Jumlah Luas Area Administratif
RW RT Ha Km2
Kelurahan Anggalomelai 5 10 220 2,2
Kelurahan Talia 4 8 73 0,73
Kelurahan Poasia 4 8 48 0,48
Kelurahan Bungkutoko 3 12 158 1,58
Kelurahan Petoaha 5 12 189 1,89
Kelurahan Nambo 4 8 789 7.89
Kelurahan Sambuli 2 5 418 4,18
Kelurahan Tondonggeu 3 6 313 3,13
Jumlah 347 975 26.737 267,37
Sumber: Kota Kendari dalam angka, 2016
16
2.2. POTENSI WILAYAH KOTA KENDARI
Potensi wilayah Kota Kendari terdiri dari sektor pertanian dan perkebunan, sektor
perdagangan, sektor pariwisata, sektor kelautan dan perikanan, sektor peternakan
dan industri.
Berdasarkan data statistik pada tahun 2016, lima jenis tanaman perkebunan
rakyat di atas merupakan empat terbesar hasil produksinya antara lain, kakao
sebanyak 304,00 ton, kelapa sebesar 301,00 ton dan lada sebesar 98.00 ton.
Nilai impor pada pelabuhan muat Kendari pada tahun 2015 sebesar 4.068.936
U$$. Ekspor terbesar terjadi pada 2015 dengani nilai mencapai 412.820.899
U$$.
Pariwisata Kota Kendari meliputi wisata teluk, budaya, pantai, dan wisata agro.
Potensi pariwisata ini diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Potensi pariwisata di Kota Kendari sebenarnya cukup besar jika dilihat
dari data potensi pariwisata yang ada pada tahun 2016. Hanya saja saat ini
belum semua potensi tersebut belum dioptimalkan.
17
Ada beberapa obyek wisata yang masih belum dikelola dengan baik. Tahura
Murhum misalnya, objek wisata ini berpeluang untuk dijadikan sebagai obyek
wisata alam dan pendidikan. Hanya saat ini upaya untuk menata dan
menyediakan sarana infrastruktur untuk mendukung obyek wisata tersebut belum
dilakukan mengingat lokasi ini merupakan tangungjawab Pemerintah Provinsi,
sehingga diperlukan koordinasi lebih lanjut dalam pengembangannya.
Demikian pula dengan beberapa obyek wisata lainnya yang ada. Pantai Nambo
dan tracking mangrove adalah obyek wisata pantai yang saat ini dikelola oleh
pemerintah daerah dan merupakan salah satu sumber PAD Kota Kendari,
sedangkan beberapa obyek wisata lainnya belum memberikan kontribusi sebagai
sumber PAD.
Kota Kendari memiliki potensi sector kelautan dengan luasan wilayah sekitar
177,64 km² dengan bentangan garis pantai kurang lebih 85.8 km, serta terdapat
Pulau Bungkutoko yang berhadapan langsung dan relatif dekat dengan Laut
Banda sehingga memberi cukup peluang dan harapan yang sangat strategis
untuk pengembangan sektor kelautan dan perikanan.
Kota Kendari selain mempunyai potensi perikanan tangkap, juga memiliki potensi
perikanan budidaya, diantaranya usaha budidaya tambak seluas 239 ha dan
yang terolah sekitar 164 ha (tersebar di sepanjang pesisir Kecamatan Kendari 2
ha, Mandonga 2 ha, Poasia 96 ha, Abeli 16 ha dan Kambu 45 ha).
Usaha budidaya kolam air tawar sekitar 500 ha (tersebar di Kecamatan Puwatu
205 ha, Baruga 145 ha, Poasia dan Abeli 72,5 ha), namun yang terolah baru
sekitar 59,45 ha atau sekitar 11,89%.
Disamping itu potensi usaha budidaya laut diperkirakan sekitar 370 ha terdapat
disepanjang pantai Kelurahan Tondonggeu, Sambuli, Nambo, pantai bagian
selatan Bungkutoko, sekitar perairan Mata dan Purirano.
18
Populasi ternak besar di Kota Kendari tahun 2016 adalah 2.741 ekor yang terdiri
dari 2724 ekor ternak sapi dan 17 ekor ternak kerbau. Adapun populasi ternak
kecil di Kota Kendari sebanyak 3461 ekor yang terdiri dari 3363 ekor ternak
kambing dan 98 ekor ternak babi.
Saat ini industri yang memiliki potensi terdiri dari industri perikanan yang berada
dalam naungan Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS), Industri Kerajinan Kayu
dan Rotan yang produksinya telah dipasarkan baik untuk lokal maupun ekspor.
Saat ini yang memiliki nilai ekspor baru kerajinan gembol, sedangkan untuk
mebel kayu dan rotan baru memenuhi permintaan lokal dan antar pulau.
19
Sumber: Kota Kendari dalam Angka 2017
20
JUMLAH 17.489 81.303
Adapun sebaran penduduk Kota Kendari dapat terlihat pada tabel berikut dapat
dilhat pada tabel 6.
21
Berdasasrkan Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa persentase persebaran
penduduk Kota Kendari tertinggi berada pada kecamatan Kendari Barat sebesar
14,80%, sedangkan persentasi sebaran penduduk terendah berada di
Kecamatan Abeli sebesar 7,74%.
22
2.3.3. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Lima Tahun Kedepan
Tabel 7: Jumlah Penduduk dan Tingkat Pertumbuhannya selama 5 tahun Terakhir tahun 2016
23
B. Proyeksi Jumlah Penduduk 5 Tahun Kedepan
Proyeksi jumlah Penduduk Kota Kendari lima tahun ke depan dapat ditunjukkan pada tabel 6 berikut.
24
Untuk lebih jelasnya perkembangan pertumbuhan pertumbuhan penduduk Kota
Kendari 2015—2019 dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
25
Sumber: Bagian Keuangan Sekertariat Daerah Kota Kendari, 2016
2.4.2. Inflasi
Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, maka dibutuhkan suatu
kondisi dimana harga-harga dapat terkendali. Perubahan harga dapat diukur
dengan suatu indeks tertentu yang lazin digunakan adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang biasanya dikaikan dengan inflasi. Data harga untuk
menghitung IHK dan inflasi diperoleh dari hasil survey harga dibeberapa pasar
tradisional dan moderen secara berkala. Adapun inflasi menurut bulan pada
tahun 2012 hingga tahun 2016 di Kota Kendari dapat terlihat pada gambar 3
berikut.
7.40
5.92
5.23
3.58
INFLASI
1.64
Gambar 4: Data Inflasi menurut bulan dan tahun Kota Kendari 2016
26
Sepanjang tahun 2014 di Kota Kendari, terjadi empat bulan inflasi negatif dan 8
bulan inflasi positif dengan rentang inflasi antara 0,97%—3,27%. Inflasi tertinggi
terjadi pada bulan Desember, sedangkan deflasi terendah terjadi pada bulan
Februari. Tingginya inflasi pada bulan Desember didukung oleh tingginya indeks
harga pada kelompok komoditi transportasi dan komunikasi serta komoditi
perumahan sebesar 6,88% dan 3,79%, sedangkan inflasi negatif pada bulan
Februari disebabkan oleh penurunan indeks harga bahan makanan yaitu sebesar
-3,92%.
10.26
9.85
9.35
8.92 9.00
8.68
Tabel 10: PDRB per kapita menurut Lapangan Usaha Kota Kendari 2012—2016
Tahun PDRB (Juta Rupiah)
2012 33,83
2013 36,32
2014 39,93
2015* 43,71
2016** 47,96
*Angka sementara **Angka sangat sementara. Sumber : BPS Kota Kendari, 2016
27
2.5. DATA KONDISI LINGKUNGAN STRATEGIS
2.5.1. GAMBARAN TOPOGRAFI
Berdasarkan kondisi topografi wilayah Kota Kendari bervariasi mulai datar
sampai dengan berbukit. Daerah dengan topografi yang datar terdapat di bagian
barat dan selatan Teluk Kendari. Kecamatan Kendari yang terletak di sebelah
utara teluk sebagian besar terdiri dari perbukitan (Pegunungan Nipa-Nipa)
dengan ketinggian mencapai lebih kurang 459 meter dari garis pantai ke arah
selatan tingkat kemiringan antara 4—30%, bagian barat (Kecamatan Mandonga)
dan selatan kota (Kecamatan Poasia) terdiri dari daerah perbukitan
bergelombang rendah dengan kemiringan ke arah Teluk Kendari. Begitu pula
dengan faktor kemiringan lahan, wilayah Kota Kendari terbagi atas:
28
Gambar 6: Peta Kemiringan Lahan 2016
Salah satu sungai yang mengalirkan debit air cukup besar pada saat musim
kemarau adalah sungai Wanggu. Hal ini disebabkan karena hulu sungai yang
berada di Pegunungan Wolasi yang menyediakan sumber air yang cukup.
Daerah hulu sungai Wanggu merupakan kawasan yang sampai saat ini masih
terjaga dengan baik kelestariannya.
Kota Kendari diidentifikasi memiliki potensi air tanah dangkal dan air tanah
dalam. Uraian lebih rinci mengenai potensi air tanah di Kota Kendari adalah
sebagai berikut:
29
b. Potensi aquifer rendah setempat dengan debit (q) 1 liter/detik
c. Potensi aquifer rendah sampai sedang dengan debit (q) antara 1—3
liter/detik
d. Potensi aquifer sedang sampai tinggi dengan parameter debit air (q)
antara 3—5 liter/detik.
Selanjutnya berdasarkan kondisi air tanah di wilayah Kota Kendari terdiri dari:
1. Air tanah dangkal dengan kedalaman air tanah 3—10 meter dan potensi
aquifer sedang (3—5 liter/detik), tersebar di semua kecamatan, air tanah
dangkal dengan kedalaman air tanah kurang dari 3 meter dan potensi aquifer
sedang >5 ltr/detik), tersebar di tiga kecamatan, yaitu di sekitar Teluk Kendari
pada Kecamatan Poasia dan di sekitar Teluk Kendari pada Kecamatan
Kendari, di Kecamatan Mandonga mulai dari sisi timur atau kelurahan
Korumba hingga ke arah selatan Kelurahan Watulondo, dan di Kecamatan
Baruga mulai dari Kelurahan Kadia ke arah selatan hingga sekitar Kelurahan
Baruga dan di Kecamatan Poasia menyebar ke sebelah utara sebelum Teluk
Kendari.
2. Air tanah dalam dengan potensi aquifer rendah setempat-tempatnya (<1
liter/detik), tersebar di semua kecamatan dengan penyebaran terluas di
Kecamatan Poasia sekitar Pegunungan Nipa-Nipa, serta di sebelah barat
Kecamatan Mandonga dan Baruga, sedangkan di Kecamatan Kendari hanya
bagian timur wilayah pesisir;
3. Air tanah dalam dengan potensi aquifer rendah (1—3 liter/detik), tersebar di
semua kecamatan. Jenis air tanah ini, mendominasi hampir seluruh wilayah
Kecamatan Kendari. Persebarannya di Kecamatan Poasia pada Pegunungan
Nipa-Nipa.
Untuk lebih jelasnya melihat peta geohidrologi Kota Kendari dapat dilihat pada
Gambar 7 berikut:
30
Gambar 7: Peta Geohidrologi Kendari tahun 2016
1. Batu pasir kuarsit, serpih hitam batu sabak, batu gamping dan batu lanau
tersebar di Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga dan sebagian
utara sampai perbatasan dengan Kecamatan Soropia, tepatnya di Kawasan
Hutan Raya Murhum.
2. Endapan eluvium pasir, lempung dan lumpur, tersebar di pesisir pantai Teluk
Kendari dan di sekitar sungai-sungai yang mengalir di Kota Kendari.
3. Batu gamping oral dan batu pasir yang tersebar di Pulau Bungkutoko, pesisir
pantai Kelurahan Purirano dan Kelurahan Mata, serta Kecamatan Mandonga
ke arah Barat Laut, yang dibatasi Jalan R. Soeprapto, Jalan Imam Bonjol dan
batas antara Kota Kendari dengan Kecamatan Sampara.
31
4. Batu pasir, tersebar di sepanjang kiri kanan jalan poros antara kota lama
dengan Tugu Simpang Tiga Mandonga, bagian tengah Kecamatan Mandonga
dan Bagian Barat Kecamatan Baruga serta bagian tengah Kecamatan Poasia
sampai ke arah selatan, yaitu kawasan rencana kompleks perkantoran 1.000
Ha ke arah Pegunungan Nanga-Nanga.
5. Filit, batu sabak, batu pasir malik kuarsa kalsiulit, napai, batu lumpur dan
kalkarenit lempung, tersebar di arah tenggara Kecamatan Poasia tepatnya
Kelurahan Talia, Kelurahan Abeli, Kelurahan Anggalomelai, Kelurahan
Tobimeita, Kelurahan Benuanirae, dan Kelurahan Anggoeya.
6. Batu pasir, batu lanau dan batu lempung, tersebar di Kecamatan Poasia
bagian timur yaitu di Keluahan Petoaha, Kelurahan Sambuli dan Kelurahan
Nambo serta sebagian Kelurahan Tondonggeu.
7. Batu gamping, batu pasir dan batu lempung, tersebar di bagian barat
Kecamatan Mandonga sampai dengan batas Kota Kendari dengan
Kecamatan Sampara dan Kecamatan Ranomeeto. Untuk lebih jelasnya peta
geologi Kota Kendari dapat dilihat pada gambar 8 berikut:
Kota Kendari berdasarkan kondisi keadaan tanah terdiri dari tanah liat bercampur
pasir halus dan berbatu. Diperkirakan sebagai jenis aluvium berwarna coklat
keputih-putihan dan ditutupi batuan pratersier terdiri dari batuan batu lempung
bergelimer, batu pasir dan kwarsa. Secara spesifik jenis tanah yang terdapat di
Kota Kendari diklasifikasi kedalam tanah resina, gleisol eutrik, alluvial tionik,
kambisol destrik, podsolik plintit dan mediteran hplik. Sebagian besar wilayah
32
Kota Kendari didominasi oleh jenis tanah Kambisol dan Gleysol. Karakteristik
masing-masing jenis tanah tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:
33
data luas wilayah, jenis tanah dan peta jenis tanah yang tersebar di Kota Kendari
dapat di gambarkan pada tabel 11 berikut.
34
Tabel 11: Luas dan Jenis Tanah di Kota Kendari tahun 2016
Luas Persentase
No. JenisTanah (Ha) (%)
1 A11=Aluvial 980 3,31
2 B12=Glisol 1.704 5,76
3 H19=RecosoLitosol 512 1,73
4 H89=Gleisolacic 4.184 14,14
5 H49=Podsoloik 762 2,58
6 P12=MediteranHaplik 1.585 5,36
7 T14= Gleisol Distrik 3.572 12,07
8 A13=Geliik 1.764 5,96
9 B33=Aluvial Tidnik 2.481 8,38
10 H31=KembisolDistrik 5.303 17,92
11 H16=Rensina 1.323 4,47
12 H32=Podsolikplintik 2.069 6,99
13 T19= Gleisol Evtrik 2.947 9,96
14 P82=Kembisol Distrik 403 1,36
Jumlah 29.589 100,00
Sumber: Dokumen RP3KP Kota Kendari, 2013
35
Kota Kendari secara umum beriklim panas, arah angin dipengaruhi oleh angin
barat yang bertiup pada bulan November sampai bulan Agustus dengan suhu
udara maksimun rata-rata 31° C.
A. Curah hujan
Rata-rata curah hujan di Kota Kendari sepanjang tahun 2011 mencapai 154,62
mm/bulan. bulan basah/ kering terjadi jika jumlah curah hujan yang terjadi pada
bulan tersebut melebihi/ kurang dari rerata curah hujan pada tahun
bersangkutan. Berdasarkan rata-rata curah hujan mengindikasikan bahwa bulan
basah Kota Kendari terjadi pada bulan Januari hingga bulan September dengan
rata-rata curah hujan bulanan berada di atas 177 mm, sedangkan bulan
keringnya yaitu bulan Oktober hingga bulan Desember dengan rata-rata curah
hujan bulanan kurang dari 86.1 mm.
B. Hari Hujan
Pada tahun 2011 rerata hari hujan dalam satu tahunnya selama 16 hari dalam
tiap bulannya.Padabulan-bulan tertentu frekuensi turunnya hujan lebih sedikit
dibandingkan dengan bulan lainnya. Frekuensi hujan di bawah rata-rata terjadi
pada bulan Agustus hingga bulan November, hal ini mengindikasikan bahwa
pada bulan-bulan tersebut sedang mengalami musim kemarau. Demikian pula
sebaliknya, musim hujan terjadi pada bulan Desember hingga bulan Juli karena
jumlah hari hujan tiap bulannya melebihi rata-rata.
C. Suhu Udara
Secara umum keadaan suhu udara di Kota Kendari mengikuti kondisi suhu udara
di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan wilayah yang lebih luas. Suhu udarar rata-
rata selama tahun 2011 di Kota Kendari berkisar 23,60—31,39°C. Pada bulan-
bulan tertentu, suhu udaranya berada di atas rata-rata atau bahkan berada di
bawah rata-rata. Suhu udara pada bulan Agustus berada di bawah suhu udara
rata-rata dengan suhu paling rendah terjadi pada bulan Agustus mencapai
21,8°C, sedangkan suhu udara bulan November berada di atas rata-rata
mencapai 32.7°C.
D. Kelembapan Relatif
Sepanjang tahun 2011 kelembapan relatif rata-rata 81—87% sehingga dapat
dikatakan bahwa Kota Kendari termasuk daerah dengan kelembapan relatif
tinggi. Kelembapan relatif wilayah Kota Kendari cukup tinggi dengan rata-rata
mencapai 84,58% pada tahun 2011. Pada bulan Januari—Juli merupakan bulan-
bulan dengan tingkat kelembapannya berada di atas rata-rata, sedangkan tingkat
kelembapan relatif bulan Agustus—Desember berada di bawah rata-rata.
E. Kecepatan Angin
Rata-rata kecepatan angin di Kota Kendari selama tahun 2011 mencapai 6,6
knot, kecepatan angin di atas kecepatan rata-rata terjadi pada bulan Juli—
Desember yang berkisar 6,8—7,5 knot.
F. Penyinaran Matahari
Lama penyinaran matahari menunjukkan banyaknya hari yang mendapatkan
penyinaran matahari pada tiap bulannya. Intensitas penyinaran matahari di Kota
Kendari selama tahun 2011 berkisar 160,30 jam, hal ini berarti efektifitas lama
36
penyinaran yang terjadi di Kota Kendari berkisar 7 hari tiap bulannya. Data
tentang kondisi klimotologi Kota Kendari, dapat dilhahat pada tabel 10 berikut:
37
6 Konflik sosial 1 - 6 - - - -
7 Angin Puting 9 - 2 - 30 - -
Beliung
Total 78 7 153 25,274 7,771 41 2,334
Sumber: Diolah dari data DIBI-BNPB (2016)
Untuk lebih memahami hasil analisis data tersebut di atas, maka akan disajikan
dalam beberapa aspek di bawah ini:
Data pada tabel 12 di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik di gambar 10
sebagai berikut:
38
Gambar 10: Grafik Jenis Frekuensi Kejadian Bencana di Kota Kendari 1999-2016
30
25
20
15
10
5 Jumlah Kejadian
0
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa terdapat 7 jenis bencana yang
pernah terjadi di Kota Kendari. Hal ini juga berarti bahwa 7 jenis bencana
tersebut berpotensi terjadi kembali. Dari aspek frekuensi kejadian, jenis bencana
yang paling sering terjadi adalah bencana Kebakaran, disusul banjir, tanah
longsor, dan Angin Puting Beliung.
1 Banjir 19 3 126
2 Banjir dan Tanah Longsor 2 1 -
3 Tanah Longsor 14 3 -
4 Gempa Bumi 4 - 19
5 Kebakaran 29 - -
6 Konflik sosial 1 - 6
7 Angin Puting Beliung 9 - 2
Total 78 7 153
Sumber: Diolah dari data DIBI-BNPB (2016)
39
Data pada tabel 13 di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik di gambar 11
sebagai berikut:
150
100
50
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa jenis bencana dengan dampak
paling tinggi pada aspek orang meninggal adalah bencana banjir dan bencana
tanah longsor. Sedangkan bencana dengan dampak paling tinggi pada aspek
jumlah orang terluka adalah bencana banjir, disusul bencana gempa bumi.
40
Dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 12 sebagai berikut:
18,000
16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000 Menderita/Mengungsi
-
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa jenis bencana dengan dampak
paling tinggi pada aspek jumlah orang menderita/mengunggsi adalah bencana
banjir, disusul bencana gempa bumi, dan bencana banjir yang disertai tanah
longsor.
D. Rumah Rusak
41
Gambar 13: Jenis Bencana dan Dampaknya di Kota Kendari 1999-2016
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000 Rumah Rusak
-
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa jenis bencana dengan dampak
paling tinggi pada aspek kerusakan rumah penduduk adalah bencana banjir yang
disertai tanah longsor, disusul bencana gempa bumi, kebakaran, tanah longsor,
angin puting beliung dan bencana banjir.
Berdasarkan peta zona seismik yang telah disusun oleh Biro Pusat Penelitian
dan Pengembangan Pengairan, Bandung 1981, Kota Kendari termasuk daerah
dengan kerawanan gempa yang sedang dengan harga koefisien gempa z = 1,0.
Berdasarkan data Studi Inventarisasi Kawasan Rawan Bencana tahun 2008,
kejadian bencana yang sering terjadi dan melanda sebagian besar kelurahan
yang ada adalah bencana longsor dan bencana genangan/ banjir.
42
Namun kenyataannya zona tersebut telah berkembang sebagai lahan
pemukiman, pertanian bahkan kecenderungan merambah ke arah bukit semakin
luas. Untuk lebih jelasnya data tentang sebaran rawan longsor Kota Kendari
berdasarkan kemiringan jenis tanah dan penggunaan lahan dapat dilihat pada
tabel 16 berikut:
Tabel 18: Sebaran Daerah Sangat Rawan Longsor Kota Kendari berdasarkan
Kemiringan, Jenis Tanah, dan Penggunaan Lahan tahun 2016(*
Kecamatan Kelurahan Luas(Ha)
Mandonga Labibia 16,199
Anggilowu 6,473
Kendari Mata 2,717
Kampung Salo 0,097
Kendari Caddi 4,79
Kandai 2,483
Jati Mekar 0,495
Kendari Barat Kemaraya 48,441
Sodoha 1,413
Benua-Benua 2,27
Punggaloba 9,116
Tipulu 27,172
Watu-Watu 22,507
Dapudapura 1,193
Jumlah 145,366
Sumber: *) Data Inventaris Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2014
43
Kandai 28
Jati Mekar 6,006
GunungJati 60,203
3. Kendari Barat Kemaraya 239,432
Sodoha 26,76
Benua-Benua 52,016
Punggaloba 85,42
Sanua 38,483
Tipulu 116,955
Watu-Watu 112,327
Dapudapura 3,688
4. Poasia Matabubu 23,988
Anggoeya 67,061
Rahandouna 24,621
Andonouhu 34,856
5. Baruga Baruga 34,289
6. Mandonga Labibia 89,815
Wawombalata 22,102
Alolama 3,579
Anggilowu 7,193
Jumlah 1551,661
Sumber: *) Data Inventaris Laporan SLHD Kota Kendari Tahun 2010
Berdasarkan tabel 17. di atas, menunjukkan bahwa sebaran rawan longsor Kota
Kendari berdasarkan kemiringan jenis tanah dan penggunaan lahan terdapat di
enam kecamatan dari sepuluh kecamatan yang ada yaitu Kecamatan Mandonga,
Kendari, Kendari Barat, Abeli, Poasia dan Kecamatan Baruga, dimana
Kecamatan Kendari Barat selain mempunyai kelurahan yang terbanyak sangat
rawan dan rawan longsor dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang ada di
Kota Kendari.
Untuk lebih jelasnya peta sebaran rawan longsor Kota Kendari berdasarkan
kemiringan jenis tanah dan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 14
berikut:
44
Gambar 14: Peta Rawan Bencana Longsor Kota Kendari Tahun 2016
45
Sanua 3,454
Tipulu 9,59
Watu-Watu 25,193
Dapudapura 7,178
Lahundape 10,411
4. Poasia Rahandouna 8,963
Andonouhu 40,482
5. Baruga Lepo-Lepo 70,433
Wundudopi 48,677
Watubangga 10,028
6. Mandonga Korumba 3,196
Mandonga 59,912
7. Kadia Bende 49,587
Pondambea 0,01
Wowawanggu 0,002
8. Kambu Lalolara 18,056
Kambu 88,763
9. Wua-Wua Bonggoeya 83,146
Anaiwoi 2,886
10. Puwatu Puwatu 24,336
Watulondo 27,658
Punggolaka 4,167
Jumlah 631,859
Sumber: *)Data Inventaris Laporan SLHD Kota Kendari, 2010
Selanjutnya data tentang sebaran daerah rawan banjir dapat dilihat pada tabel
19 berikut:
Tabel 21: Sebaran Daerah Potensi Rawan Banjir di Kota Kendari, Tahun 2016(*
No. Kecamatan Kelurahan Luas (Ha)
1. Abeli Abeli 0,362
Tondonggeu 23,53
Sambuli 12,24
Bungkutoko 68,578
Nambo 18,433
Petoaha 15,682
Poasia 0,162
Lapulu 29,418
Puday 36,574
2. Kendari Purirano 21,277
3. Kendari Barat Watu-Watu 12,395
Lahundape 61,794
Kemaraya 9,851
Sodoha 5,503
Benua-Benua 6,063
Punggaloba 4,523
Sanua 1,545
Dapudapura 9,129
4. Poasia Matabubu 95,04
Anggoeya 248,61
Rahandouna 213,604
Andonouhu 359,817
5. Baruga Baruga 934,669
Watubangga 633,92
Lepo-Lepo 218,502
46
Wundudori 87,452
6. Mandonga Korumba 184,886
7. Kadia Wowawanggu 6,043
Bende 120,353
8. Kambu Lalolara 259,743
Kambu 416,931
Mokoau 2,685
9. Wua-Wua Bonggoeya 84,126
Jumlah 4.203,44
Sumber: *)Data Laporan SLHD Kota Kendari, 2010
Untuk lebih jelasnya peta kawasan bencana banjir dan genangan yang ada di
Kota Kendari, dapat disajikan pada gambar 15 berikut ini:
47
Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari
48
Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari
49
Bab 3.
HASIL PENGUKURAN
KETANGGUHAN KOTA
KENDARI
Uraian pada bab ini difokuskan pada penilaian penerapan Kerangka Sendai
(Level 0) dan analisis Penilaian Ketangguhan Kota Kendari dalam API-PRB
(Level 3). Sedangkan level 1 dan 2 ditampilkan pada lampiran laporan ini.
50
Tabel 22: Hasil Pengukuran Level 0 Ketangguhan Daerah Kota Kendari
No. Level 0 Jawab Penjelasan
1. Apakah Rencana Induk Tidak (tetapi komitmen Belum tercermin
Pemerintah Daerah (atau Pemerintah Daerah Dalam RPJMD Kota
strategi/ rencana yang untuk mengadopsi Kendari
terkait) mengadopsi Kerangka Sendai
Kerangka Sendai kedepan)
2. Jumlah kematian karena 2 Jiwa BPBD Kota Kendari tahun
peristiwa ancaman bahaya 2013
per 100.000 penduduk
3. Jumlah orang yang 973 BPBD Kota Kendari tahun
terdampak olehancaman 2013
bahaya per 100.000
penduduk
4. Kerugian ekonomi Rp 3.100.000.000 Perhitungan kerugian dan
langsung karena peristiwa- kerusakan infrastuktur
peristiwa akibat bencana (JTU
Bahaya PASNA) akibat banjir
tahun 2013 sebesar Rp
3.100.000.000
5. Kerusakan pada Belum ada data BPBD Kota
infrastruktur penting Kendari
karena peristiwa ancaman
bahaya
6. Jumlah orang yang
tercakup oleh sistem
peringatan dini
multi-bahaya bencana per
100.000 penduduk
Sumber: Hasil Lokakarya I Ketangguhan Kota Kendari, 2017
51
untuk semakin berperan dalam pembangunan kota; (4) maju adalah harapan
terhadap posisi Kota Kendari yang dapat berkembang pesat dengan
pertumbuhan perekonomian kota yang berbasis pada ekonomi rakyat serta
menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan investasi di daerah; (5)
demokratis adalah terwujudnya masyarakat Kota Kendari yang demokratis,
berbudaya, bermartabat dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung
jawab serta hak asasi manusia; dan (6) sejahtera adalah terwujudnya
peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Kendari melalui pembangunan
ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan
sumberdaya alam, sumber daya manusia dan budaya (RPJMD, 2013—2017,
BAB VI).
Berdasarkan visi tersebut nampak bahwa visi tersebut belum didasarkan pada
hasil analisis risiko iklim. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya pernyataan
visi yang secara spesifik mencerminkan keinginan bersama untuk mewujudkan
kota yang tangguh terhadap bencana. Sementara hasil analisis risiko iklim untuk
wilayah Kota Kendari telah dibuat oleh tim Badan Nasional Pengurangan
Bencana (BNPB) tahun 2013 yang tertuang dalam dokumen Rencana
Penanggulangan Bencana Tahun 2013—2017. Disamping itu, program USAID
APIK Kota Kendari yang berjalan sejak tahun 2016 sedang melakukan analisis
kerentanan dan risiko iklim melalui serangkaian lokakarya yang melibatkan
pemangku kepentingan. Saat Penilaian Kota Tangguh berlangsung, telah
dilaksanakan tiga kali lokakarya yang melibatkan para pihak pada bulan
Januari—Maret 2017 yang bertempat di Hotel Same, Kota Kendari. Keluaran
yang telah dihasilkan sampai dengan lokakarya ketiga adalah: (1) adanya peta
ancaman dan kerentanan masing-masing bidang yang dikaji; (2) adanya hasil
kajian dan sintesa risiko iklim masing-masing bidang; dan (3) adanya
rekomendasi pilihan dan alternatif API untuk masing-masing bidang yang dikaji.
Hasil Penilaian Kapasitas Organisasi dan Koordinasi pemangku kepentingan
ketangguhan Kota Kendari disajikan dalam gambar 16 berikut:
52
Gambar 16: Hasil Penilaian Kapasitas Organisasi dan Koordinasi Pemangku
Kepentingan Kota Kendari
Pertemuan tim program USAID APIK dengan Pemerintah Kota Kendari (Sekretaris
Daerah dan Ketua DPRD) di Ruang Kerja Sekretaris Daerah pada Bulan Maret
2017 menghasilkan kesepakatan bahwa hasil analisis risiko dan kerentanan serta
Penilaian Kota Tangguh akan dintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMD) 2017—2022 (dokumen pertemuan tim USAID APIK
dan jajaran Pemerintah Kota Kendari).
Partisipasi para pemangku kepentingan, baik dalam kegiatan analisis risiko dan
kerentanan perubahan iklim maupun dalam kegiatan-kegiatan pra dan tanggap
bencana sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari dokumen-dokumen
perencanaan dan laporan implementasi tanggap bencana yang dikeluarkan oleh
BPBD Kota Kendari. Meskipun demikian, pada aspek tanggap bencana, pelibatan
para pemangku kepentingan masih bersifat insidentil (ketika terjadi bencana) dan
belum terencana dengan baik. Hal ini tercermin dari belum adanya dokumen
Standard Operational Procedure (SOP) Tanggap Bencana (dokumen pra dan
tanggap Bencana BPBD Kota Kendari)
53
Nomor 653 tahun 2015. Meskipun demikian, layanan-layanan yang terkait dengan
kondisi darurat kota belum terlibat secara efektif dalam perencanaan dan
pelaksanaan tanggap bencana. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber daya
manusia (SDM) serta sarana dan prasarana kedaruratan.
RPJMD Kota Kendari direvisi 5 tahun sekali, dan RPJMD yang digunakan saat ini
adalah RPJMD 2013—2017. Di dalam dokumen RPJMD tersebut, sebagaimana
dijelaskan di atas, belum mengintegrasikan hasil-hasil analisis risiko iklim ke dalam
visi pembangunan daerah. Meskipun demikian, secara implisit, upaya-upaya
perencanaan pembangunan dalam hal mengurangi risiko bencana dan
meningkatkan adaptasi perubahan iklim telah dinyatakan dalam misi dan program-
program pembangunan. Salah satu misi pembangunan Kota Kendari yang tertuang
dalam dokumen RPJMD Kota Kendari 2013—2017 adalah misi lingkungan yaitu
dengan mempertahankan Kota Kendari tetap bersih, optimalisasi program
Bougenville City, serta perwujudan Green City. Misi ini diikuti dengan program-
program pembangunan misalnya program pembangunan RTH, hutan kota, dan
program pembangunan taman kota. RTH dan hutan kota memiliki peran yang besar
dalam mengurangi gas-gas rumah kaca, meningkatkan ketersediaan oksigen,
meningkatkan infilterasi dan mengurangi aliran permukaan, menurunkan erosi dan
sedimentasi serta mengurangi risiko banjir (RPJMD; Misi Pembangunan Kota
Kendari, BAB VI).
Pemerintah Kota Kendari saat ini tengah dalam proses untuk membahas koordinasi
semua fungsi-fungsi dan aktivitas-aktivitas para pihak sebelum bencana terjadi
melalui pertemuan-pertemuan reguler yang diselenggarakan oleh POKJA API-PRB
yang beranggotakan berbagai pemangku kepentingan terkait penanggulangan
bencana. Pembentukan POKJA API-PRB tertuang dalam Surat Keputusan Walikota
Kendari Nomor 999 tahun 2017. Koordinasi aktivitas-aktivitas tanggap bencana
dirasakan belum memadai. Hal ini disebabkan belum adanya identfikasi peran dan
akuntabilitas yang jelas antara pemangku kepentingan terkait di Kota Kendari. Hal ini
dapat dilihat pada penanganan bahaya bencana banjir pada tahun 2013,
penanganan tanggap bencana tidak terkoordinasi dengan baik. Masing-masing
pihak melakukan tindakan sendiri dalam hal melakukan penanganan bencana dan
penyaluran bantuan pasca bencana. Menyadari hal tersebut, Pemerintah Kota
54
Kendari saat ini sedang membahas untuk memulai proses koordinasi semua
aktivitas pascatanggap bencana melalui rangkaian pertemuan yang dilaksanakan
POKJA API-PRB.
Pertukaran informasi tentang risiko, bahaya dan ancaman dirasakan belum efektif.
Belum adanya analisis risiko dan kerentanan iklim (sementara disusun oleh tim API-
PRB), menjadi salah satu faktor tidak berjalannya mekanisme pertukaran informasi.
Lembaga yang membagikan informasi tentang cuaca dan iklim adalah Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang dibagikan melalui media
komunikasi yaitu WhatsApp group. Hal inipun masih terbatas dan belum dapat
diakses oleh masyarakat. Informasi tentang perencanaan dan tanggap darurat
bencana masih sangat terbatas dilakukan oleh BPBD Kota Kendari melalui
penyampaian lisan di masjid-masjid.
Belum didasarkannya investasi dan pengeluaran kota pada analisis risiko iklim
berimplikasi pada belum adanya evaluasi secara menyeluruh terhadap manfaat atau
dampak merugikan dari investasi-investasi dan inisiatif-inisiatif kota yang telah
dilaksanakan di bidang kebencanaan. Hal ini misalnya dapat dilihat dari kegiatan
normalisasi Sungai Kadia yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata
Ruang, yang salah satu tujuannya adalah mengurangi bahaya banjir di Kota
Kendari, tetapi tidak pernah dilakukan evaluasi terhadap seberapa besar risiko banjir
dapat dikurangi akibat adanya kegiatan normalisasi sungai tersebut. Secara umum,
kegiatan evaluasi manfaat dan dampak negative dilakukan secara ad hoc atau
sesekali, khususnya ketika terjadi bencana.
55
3.3.2. Mengindentifikasi, memahami dan menggunakan scenario risiko saat ini dan masa
mendatang
Kota Kendari menganggap penting untuk melakukan analisis teknis dan melibatkan
berbagai pemangku kepentingan tentang ancaman dan bahaya yang dihadapi saat
ini serta di masa mendatang untuk mengidentifikasi keterpaparan dan kerentanan di
seluruh kota.
Kondisi saat ini, Kota Kendari belum dapat mengintegrasikan dalam kebijakan di
berbagai institusi pemerintah karena belum adanya payung hukum berupa
Peraturan Daerah yang memuat visi Kota Kendari dalam API PRB. Secara parsial,
beberapa institusi teknis lingkup Kota Kendari sudah membangun kerangka
kebijakan dalam kerangka API PRB. Kota Kendari sendiri secara spesifik belum
memiliki kajian risiko namun beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) /
Organisasi Perangkat Daerah (OPD ) secara parsial sudah melakukan pendekatan
risiko dalam menyusun rencana kerja. Beberapa peta tematik menyangkut beberapa
jenis ancaman (banjir dan tanah longsor, kebakaran dan pengembangan kawasan
pesisir tangguh) telah dimiliki oleh beberapa SKPD/OPD lingkup Pemerintah Kota
Kendari, yaitu: hasil kajian ancaman risikio bencana kebakaran, peta manajemen
56
wilayah kebakaran, peta pengembangan kawasan pesisir tangguh oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP).
Kajian risiko belum dilakukan untuk mengindentifikasi semua aset infrastruktur dan
layanan penting hanya ada konsep secara umum di RPB. Skenario mitigasi, operasi
darurat, rencana kontigensi belum disadur ke dalam Kajian Risiko Bencana. Dinas
Pekerjaan Umum memiliki SOP penanganan banjir di daerah rawan banjir.
Kajian risiko untuk mengidentifikasi usaha bisnis dan lapangan kerja yang berisiko,
penduduk yang berisiko mengungsi, rumah-rumah yang berisiko, lahan pertanian
dan ekosistem yang berisiko, warisan budaya dari skenario ancaman bahaya yang
paling mungkin terjadi oleh Pemerintah Kota Kendari baru pada tahapan
perencanaan, namun secara umum sudah tercantum dalam beberapa dokumen
OPD seperti dalam Rencana Pembangunan Kawasan Pedesaan (RPKP) di Dinas
Kelautan dan Perikanan.
Ada rencana untuk memperbaharui pengkajian risiko dan untuk melibatkan berbagai
pemangku kepentingan selama proses dan harusnya sudah dituangkan dalam
Rencana Kerja (Renja) 2018 untuk masuk ke Rencana Strategi (Renstra) BPBD.
Beberapa pemangku kepentingan telah berperan dalam pengkajian risiko mencapai
80—100% yang pelaksanaanya di pihak ketigakan dengan konsultan dari BNPB.
Perubahan iklim telah menjadi pertimbangan dalam analisis risiko Kota Kendari.
Kota mempunyai sejumlah data tentang perubahan iklim dan tentang bagaimana
perubahan iklim bisa berdampak pada risiko yang dihadapi saat ini di masa
mendatang. Sejumlah pertimbangan tentang perubahan iklim ini diambil dalam
analisis risiko dan tindakan-tindakan selanjutnya, data historikal kejadian banjir
dan tanah longsor sudah menjadi pertimbangan dalam analisis risiko bencana
kota namun perubahan dan kecenderungan perubahan iklim belum ada. DKP
telah memiliki program Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) yang salah
satu fokusnya adalah Bina Siaga Bencana dan perubahan iklim.
Kajian sebagian risiko telah dilakukan dalam 5 tahun terakhir seperti kajian
drainase dan telah mengintegrasikan dengan zona banjir demikian juga dengan
Balai Wilayah Sungai (BWS) pada tahun 2017 telah merencanakan
pembangunan drainase rawan banjir. Kajian PRB telah dibuat dalam 5 tahun
57
terakhir yang salah satu bentuknya adalah peta rawan bencana. Hasil kajian ini
sudah diakses 80—100% OPD Kota Kendari.
58
Sumber: Hasil Lokakarya II, 17-18 Mei 2017
Sampai saat ini, Pemerintah Kota Kendari belum menyediakan dana khusus
untuk kerja-kerja teknis dan kegiatan-kegiatan lainnya yang mempertimbangkan
skenario dan aset penting kota yang telah diidentifikasi. Sebagaimana dijelaskan
di atas bahwa inventarisasi aset ekonomi kota belum dikaitkan dengan upaya-
upaya pemulihan aset pascabencana. Implikasi dari hal tersebut adalah belum
59
adanya kerja-kerja teknis dan kegiatan-kegiatan lainnya yang khusus
direncanakan dengan mempertimbangkan skenario dan asset penting yang telah
diidentifikasi.
Dana operasional yang spesifik untuk memenuhi semua biaya operasional untuk
aktivitas-aktivitas ketangguhan bencana belum ada. Meskipun demikian, ada
dana-dana operasional rutin di BPBD untuk peningkatan kapasitas SDM
penanggulangan bencana, tetapi belum mempertimbangkan scenario bencana
yang jumlahnya belum memadai. (Dokumen penggunaan anggaran BPBD dan
BPKAD).
Pemerintah Kota Kendari telah menyediakan dana/ insentif untuk usaha bisnis
bagi masyarakat korban bencana melalui Badan Layanan Umum Daerah, tetapi
belum spesifik ditujukan untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bencana.
Sementara dana / insentif bagi organisasi-organisasi nirlaba yang khusus untuk
kegiatan bertujuan meningkatkan ketangguhan bencana belum tersedia. Ada
dana-dana yang diperuntukkan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat bantuan
sosial, tetapi tidak spesifik untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bencana.
Pencairan dana-dana bantuan sosial tersebut memerlukan proposal yang harus
disusun oleh organisasi-organisasi nirlaba tersebut (BPKAD, penggunaan dana
untuk bantuan sosial).
60
3.3.4. Mengupayakan Pembangunan dan Rancangan Kota Tangguh
Informasi tentang risiko yang menyebabkan kerentanan kota oleh para pihak
dianggap penting untuk masuk dalam perencanaan dan di beberapa institusi
teknis memasukan dalam program kegiatan sehingga kegitan masih bersifat
parsial di OPD masing-masing. Salah satu bentuk pelaksanaan berada pada
institusi teknis Dinas Pekerjaan Umum yang mengembangkan aturan dan
standar bangunan dalam mengantisipasi ancaman ancaman bahaya banjir dan
dampak perubahan iklim melalui pengawasan rutin dan penegakan aturan dalam
mendirikan bangunan.
61
pakai dalam perencanaan kegiatan di Kota Kendari. Data daerah rawan banjir
telah dimutahirkan tahun 2017 yang dilakukan oleh Universitas Muhammadyah
Kendari.
Data layanan sanitasi Kota Kendari tahun 2015 menujukan masyarakat yang
dapat layanan akses dengan layak 20,28%, sedangkan dari sumber data buku
putih sanitasi kota dan strategi sanitasi (air limbah) tahun 2015 akses layak
sebesar 20, 28% akses dasar 73,58%, Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
3,25% sanitasi (persampahan) 76%, akses sanitasi drainase layak 25%.
Penduduk Kota Kendari yang tinggal di kawsan kumuh masih sangat besar di
atas 60% dengan luas kawasan kumuh di Kota kendari 497,27 Ha.
62
3.3.5. Melindugi Penyangga Alami untuk Menigkatkan Fungsi Perlindungan oleh
Ekosistem.
Visi “Terwujudnya Kota Kendari tahun 2017 sebagai Kota Bersih dan Hijau yang
Berakhlak, Maju, Demokratis dan Sejahtera” yang dikembangkan ke dalam
strategi menjadikan Kota Kendari sebagai kota dalam taman yang memiliki
nuansa hijau dangan adanya RTH sehingga dapat meningkatkan kualitas udara,
air, dan tanah yang dapat menjadikan lingkungan asri dan sehat.
63
Daerah Hutan Kota yang bertujuan melindungi, dan memantau ekosistem alam
yang berperan membangun ketangguhan, termasuk air dan lahan basah, tanah
dan vegetasi, polinasi dan keragaman hayati, dan bisa termasuk ekosistem diluar
geografi kota. RTH yang dipersiapkan yakni 22,21% dari luas kota daratan
267,37Km2. Jumlah penduduk 347.496 orang, kawasan hijau dalam hektar
5.882Ha (1.692.681)
Pemangku kepentingan yang terkait adalah pemerintah pusat, pemerintah kota, dan
dinas-dinas setempat terkait misalnya penanggulangan bencana dan pendidikan,
serta aktor-aktor lain yang mempunyai peran utama dalam ketangguhan kota seperti
LSM, masyarakat sipil, ekosistem infrastruktur seperti sektor swasta maupun
lembaga masyarakat sipil.
64
Gambar 21: Grafik Langkah Mendasar 6
Untuk sistem dan proses pertukaran informasi Pemerintah Kota Kendari dengan
kabupaten terdekat dianggap sudah berjalan dengan baik. Dibuktikan kerjasama
dengan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan dalam hal penanganan Sungai
Wanggu. Beberapa kegiatan tingkat nasional sebagai tempat untuk bertukar
informasi dengan daerah lain berupa kegiatan bulan bakti PRB yang melibatkan
kelompok PRB seluruh Indonesia. Untuk Dinas Kesehatan Kota Kendari
melakukan pertukaran informasi dengan dalam kegiatan bulan sabit yang
diadakan sekali setahun. Begitupun dengan Palang Merah Indonesia (PMI)
65
melakukan pertukaran informasi dalam kegiatan peningkatan kapasitas anggota
dalam bentuk kegiatan PRA dan temu karya.
Upaya untuk belajar di kota dan negara lain untuk meningkatkan ketangguhan
Kota Kendari, dilakukan dalam bentuk kegiatan sertifikasi ASEAN Coordinating
Centre for Humanitarian Assistance (AHA). Kegiatan terlaksana atas kerjasama
BPBD Provinsi Sulawesi Tenggara dengan TATTS Mercy Corp. Proses belajar
dengan negara lain diwujudkan Pemerintah Kota Kendari dengan melakukan
kerjasama dengan Pemerintah Kota La Rochelle, Prancis untuk penanggulangan
air bersih dan Sungai Wanggu.
Hal-hal yang belum dianggap baik meliputi Legislasi Forum PRB. Langkah-
langkah yang dianggap belum baik yakni evaluasi legislasi tentang PRB. Hal ini
tidak berjalan dikarenakan Peraturan Daerah Penanggulangan Bencana Kota
Kendari belum disahkan oleh DPRD Kota Kendari sampai sekarang. Forum PRB
sudah terbentuk, tetapi belum ada regulasi yang mengikat seluruh pihak swasta,
organisasi masyarakat sipil dan Pemerintah Kota Kendari.
Pelibatan sektor swasta dalam PRB belum dianggap baik, karena belum ada
kesepakatan bersama. Menurut pihak Bank Sultra, Perjanjian pihak swasta
dengan Pemerintah Kota Kendari untuk melakukan PRB belum sampai
sekarang. Pihak Bank Sultra hanya menerima permintaan dana dari organisasi
masyarakat sipil untuk melakukan kegiatan PRB. Karena itu, pihak swasta dalam
hal ini, Bank Sultra hanya melakukan PRB untuk penyelamatan aset-aset
jaminan. Dalam lingkup BPBD Kota Kendari dengan pihak swasta sudah
memulai kerjasama dengan pihak swasta yaitu kerjasama BPBD Kendari dengan
CV Alam Tehnik terkait sosialisasi peringatan dini.
66
mengadakan kegiatan pelatihan kesiapsiagaan dari tingkat SD sampai perguruan
tinggi. Sedangkan SKPD lain belum mempunyai rencana strategis untuk PRB.
Data tentang risiko sudah bisa diperoleh, dikelola dan dipertukarkan, dan data
bisa diakses oleh lembaga-lembaga lain dan warga, namun tidak diperoleh dan
dikelola melalui satu proses melibatkan semua pemangku kepentingan. Dan
proses penyebaran informasi sudah cukup baik dalam hal ini, BPBD Kota
Kendari menyebarluaskan informasi melalui media sosial dan media massa,
BMKG melalui media Whatsapp dan SMS Gateway. Orari sebarluaskan
informasi melalui media radio dan Bappeda termasuk melalui saluran media
massa baik cetak dan elektronik.
67
Gambar 22: Hasil Penilaian Memahami Dan Memperkuat Kemampuan
Masyarakat Untuk Mewujudkan Ketangguhan
Rumah sakit aman bencana dan Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) aman
bencana belum terlaksana dengan baik. Karena sosialisasi belum ada dari pihak
terkait. Selain itu, rumah sakit dan puskesmas belum menciptakan perencanaan
kegiatan/ program berdasarkan 4 modul safety hospital (kajian keterpaparan
ancaman, gedung/ bangunan aman, sarana prasarana aman dan kemampuan
penyelenggaraaan penanggulangan bencana).
68
kasus data rumah tidak layak huni berdasarkan data Dinas Perumahan dan
Pemukiman Kota Kendari tahun 2017, sebanyak 4.836 rumah. Sedangkan
program Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat Sejahtera
(P2WKSS) hanya 40 rumah dalam setahun. Selain program bantuan perumahan,
Kota Kendari mempunyai program Badan Layanan Umum Daerah (BLUD),
Persaudaraan Madani, dan Badan Amil Zakat serta Bedah Rumah untuk
penduduk yang paling miskin.
Hubungan sosial antara masyarakat dianggap sudah baik dan tinggi di Kota
Kendari. Penduduk Kota Kendari terdiri dari Suku Tolaki sebanyak 31%, Suku
Bugis 25%, Suku Muna 21%, Suku Buton 7%, dan yang lainnya dianggap
minoritas. Hubungan sosial masyarakat dalam dilihat dari tingkat pastisipasi
warga dalam perkumpulan yang dianggap sudah plural. Organisasi keagaamaan
dan kedaerahan cukup tinggi seperti Majelis Taqlim, Kerukunan Masyarakat
Muna, Paguyuban Tolaki, dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan. Partisipasi
akar rumput dalam membangun ketangguhan terhadap masih berkisar antara
25—50% dari RW yang tercakup. Partisipasi akar rumput dalam kegiatan
kebencanaan terwujud dalam bentuk kegiatan yang diadakan Dinas Sosial Kota
Kendari berupa program kampung siaga bencana di Kelurahan Lalolara. BPBD
Kota Kendari melaksanakan kegiatan Kelurahan Tangguh di Kelurahan Lepo-
Lepo dan Kampung Salo, Kecamatan Kendari Barat.
Untuk kegiatan PRB dari organisasi masyarakat cukup banyak namun belum
terintegrasi dengan baik. Beberapa organisasi yang melakukan kegiatan PRB di
akar rumput yakni komunitas relawan Kelurahan Benua-Benua, Retropolis
Komunitas Motor, Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Relawan
Indonesia RELI Hisbut Tahrir, Forum komunikasi umat beragama, Forum
Pembauran Kebangsaaan (FPK), dan Gerakan Rakyat Miskin Kota Kendari.
Kelemahan organisasi akar rumput tidak didukung dengan pelatihan dan
identifikasi serta koordinasi yang jelas. Untuk Kota Kendari masih dalam tahap
25—50% RW, sejumlah peran ditetapkan, namun koordinasi yang sangat lemah
sehingga dalam kegiatan pelatihan tidak lengkap.
Pengelolaan warisan budaya berbasis PRB belum terjadi dengan baik di Kota
Kendari. Berdasarkan identifikasi dari Dinas Pariwisata Kota Kendari, terdapat
beberapa warisan budaya meliputi Kuburan Raja Sao-Sao, Rumah Jabatatn
(Rujab) Ketua DPRD, Kota Lama, Gereja Sumber Kasih, Gedung Akademik,
Teknik Kendari, Rujab Tentara Komandan Belanda, Rumah Kontroler Belanda,
Benteng Meriam Purirano, Mesjid Raya Lama, Penjara Lama, Bungker Jepang
dan 9 buah pilbox. Langkah yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata masih berupa
identifikasi warisan budaya. Dinas Pariwisata Kota Kendari sedang
69
mempertimbangkan untuk memulai satu proses untuk mengidentifikasi situs
warisan budaya, struktur, artefak dan asset yang rawan risiko. Mungkin perlu
bermitra dengan pihak ketiga untuk membantu mengembangkan dan
melaksanakan satu proses pengelolaan risiko bencana yang terkait.
Untuk menciptakan sekolah dan madrasah aman bencana, kondisi Kota Kendari
masih berada dalam level 20—49 % khusus wilayah rawan bencana. Sosialisasi
kepada sekolah/ madrasah ditingkat pendidikan dasar (SD) hingga menengah
(SMP) di kawasan rawan bencana tentang hasil/ manfaat/ tujuan dari kegiatan/
program Sekolah dan Madrasah Aman Bencana (SMAB) terlaksana di SD 10
Kendari Barat, SMA Negeri 2 Kendari dan SMA Negeri 6 Kendari dan SMA
negeri 1 Kendari yang dilakukan oleh PMI. Namun, program sekolah dan
madrasah aman yang fokus pada 3 pilar belum dilakukan secara komprehensif.
Sedangkan persentase sekolah yang mempunyai jalur evakuasi kebakaran dan
gladi evakuasi masih sangat minim.
PRB sektor swasta untuk mendorong kelangsungan bisnis, para pemberi kerja
belum bertindak sebagai saluran pegawainya. Untuk Kota Kendari hanya 10%
pemberi kerja ambil bagian dalam penyampaian komunikasi dan 1% ambil
bagian dalam pelatihan ketangguhan. Pelatihan PRB di sektor swasta terjadi:
pertama, pemadam kebakaran Kota Kendari kerjasama dengan Hotel Clarion
untuk melatih karyawan hotel mengantisipasi kebakaran. Kedua, Perusahaan
Listrik Negara (PLN) Kota Kendari melakukan pelatihan Kesehatan Keselamatan
Kerja (K3) untuk seluruh karyawan. Ketiga, BPBD sosialisasi peringatan dini
bencana di CV Alam Tehnik. Melihat dari kegiatan PRB yang dilakukan pihak
swasta masih sangat minim. Keterlibatan sektor swasta dalam PRB perlu
didorong agar mempunyai rencana kelangsungan usaha yang kuat dan berjalan
dengan baik ke depan.
70
Gambar 23 Meningkatkan Ketangguhan Infrastruktur
Kota Kendari belum memiliki forum multi instansi yang melakukan kajian
masalah masalah infrastruktur dan ketangguhan, issu adaptasi perubahan iklim
dan permasalahan kebencanaan dibahas dalam forum SKPD yang membahas
seluruh persoalan di tingkat Kota Kendari.
Dana pemeliharaan dan perbaikan masih kekurangan terutama dari PDAM dan
perbaikan jalan dari sektor transportasi namun telah ada perencanaan
penambahan yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Peningkatan
kapasitas dan layanan perbaikan infrastruktur bersumber dari pusat.
71
pada informasi risiko. Untuk kondisi tertentu sudah dapat mengatasi ancaman
pada beberapa bagian namun masih terdapat banyak kelemahan pada skenario
ancaman yang lebih parah karena infrastruktur yang dibangaun belum
berdasarkan kajian analisa risiko. Pemeriksaan rutin infrastruktur pelindung
belum dilakukan inspeksi hanya berdasarkan laporan masyrakat.
Peta infrastruktur penting sudah dilakukan namun terbatas pada beberpa bagian
saja (bersifat tematik) namun hanya sebagian kecil mempertimbangkan risiko-
risiko tersebut. Dalam pengadaan infrastuktur atau bangunan milik pemerintah
terkadang pertimbangannya adalah anggaran. Untuk itu, terkadang bangunan
berada di daerah yang tidak semestinya penempatan fasilitas umum dan
strategis seperti rumah sakit dan sekolah belum berdasarkan hasil kajian
kawasan berisiko walaupun fasilitas rumah sakit yang terdampak 0—29%
demikian juga dengan sekolah hanya 0—29% dari seluruh fasilitas rumah sakit
dan sekolah yang ada di Kota Kendari.
72
walikota. Hasil kajian awal dan hasil rapat koordinasi akan menentukan
penentuan darurat bencana oleh walikota. Hasil analisis kesiapsiagaan dan
tanggap bencana dalam Penilaian Kota Tangguh disajikan pada gambar 24.
73
Surat Keputusan Walikota tentang Distribusi Bantuan, Surat Keputusan
Pernyataan Darurat, Surat Keputusan Rehabilitasi dan Rekonstruksi).
Pemerintah Kota Kendari telah memiliki rencana tanggap darurat yang tertuang
dalam dokumen Rencana Kontigensi Penanganan Banjir yang di bawah kendali
BPBD Kota Kendari. (Dokumen Rencana Kontijensi Penanganan Banjir).
Meskipun demikian, Rencana Kontingensi tersebut baru berupa Rencana
Kontingensi Banjir, belum berdasarkan analisis risiko, serta belum melibatkan
para pelaku tanggap bencana professional dan organisasi berbasis masyarakat.
Rencana kontigensi banjir tersebut sampai dengan saat pelaksanaan Kota
Tangguh belum dimutakhirkan. Rencana kontingensi tersebut juga belum pernah
diujicobakan setelah dibuat.
Sementara jumlah polisi yang masuk dalam wilayah kerja Kepolisian Resort
(Polres) Kota Kendari pada tahun 2017 adalah 834 personel dan jumlah
purnawirawan sebanyak 58. Total polisi aktif dan purnawirawan sebanyak 892
orang. Wilayah hukum Polres Kota Kendari termasuk untuk melayani
pengamanan di Kabupaten Konawe Kepulauan (jumlah penduduk: sekitar 31.688
jiwa), serta satu kecamatan di Kabupaten Konawe yaitu Kecamatan
Lalonggasumeeto (jumlah penduduk 4.975) serta satu kecamatan di Kabupaten
Konawe Selatan yaitu Kecamatan Ranomeeto (jumlah penduduk 26.150).
Sehingga jumlah total penduduk di wilayah hukum Polres Kota Kendari yaitu
408.777. Berdasarkan jumlah tersebut, maka nilai analisis rasio jumlah polisi dan
jumlah penduduk adalah 218. (Data personel Polres Kota Kendari tahun 2017).
Pemerintah Kota Kendari dalam hal ini, instansi terkait belum memiliki analisis
yang menyeluruh terkait kebutuhan akan perlengkapan dan pasokan serta
ketersediaan perlengkapan jika terjadi bencana. Sehingga jika terjadi bencana,
sejauh ini pihak terkait hanya mengandalkan sumbangan sukarela dari pihak
ketiga. Termasuk kebutuhan tenaga medis dan relawan. Demikian juga didalam
rencana kontigensi banjir yang dibuat oleh BPBD Kota Kendari juga belum
melakukan perhitungan analisis prakiraan jumlah kebutuhan yang diperlukan.
74
Selama ini yang dilakukan terbatas pada upaya mengiventarisir aset dan sumber
daya yang dimiliki oleh BPBD Kota Kendari. Namun hal tersebut juga belum
didasarkan pada kajian analisis risiko bencana. Hal ini dapat dilihat pada
dokumen rencana kontigensi BPBD Kota Kendari.
Kota Kendari tidak memiliki cadangan pangan khusus untuk antisipasi terjadinya
bencana. Cadangan pangan sangat bergantung dari provinsi (BNPB) dan
bantuan masyarakat. Ada dana khusus pada Dinas Sosial untuk bantuan pangan
non beras, namun jumlahnya belum memadai. Sementara cadangan pangan
yang terdapat di Badan Urusan Logistik (Bulog) Kota Kendari hanya bisa diakses
bila terjadi bencana. Itu pun hanya dapat disalurkan bila ada Surat Keputusan
Walikota Kendari.
Berdasarkan Laporan Penanganan Banjir tahun 2013 dan peta evakuasi, salah
satu permasalahan dalam penanganan bencana di Kota Kendari adalah
permasalahan hunian sementara. Pemerintah Kota Kendari terkendala dengan
minimnya ketersediaan lahan guna peruntukkan hunian sementara bagi korban
bencana. Berdasarkan pengalaman kejadian banjir tahun 2013 yang melanda 10
kecamatan (titik terparah di Kecamatan Baruga dan Kecamatan Kambu dengan
kelurahan terparah yaitu Kelurahan Lepo-Lepo, Anawai, Pondambea, Lalolara,
Kambu, Wundudopi). Ketika terjadi darurat bencana saat itu, Pemerintah Kota
Kendari belum menyediakan hunian sementara namun hanya berupa tenda
evakuasi pada titik evakuasi tertentu. Keberadaan titik evakuasi sementara perlu
dievaluasi lebih jauh dengan mempertimbangkan berbagai aspek, misalnya
aspek keamanan, kesehatan, dan kelengkapan sarana dan prasarana.
Kota Kendari belum memiliki sistem peringatan dini yang baik. Sistem peringatan
dini yang digunakan selama ini hanya mengandalkan peringatan manual
misalnya informasi bahaya bencana melalui masjid atau alat tradisional lainnya
seperti kentongan. Oleh karena sistem peringatan dini hanya mengandalkan
sistem manual atau tradisional yang tidak terukur, maka selama ini belum ada
evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui berapa besaran atau nilai proporsi
penduduk yang bisa dijangkau oleh sistem peringatan dini tersebut. Sejauh ini
Pemerintah Kota Kendari belum memiliki sumber daya yang cukup termasuk
perangkat maupun SOP dan alokasi pembiayaan secara khusus untuk
membangun sarana sistem peringatan dini.
75
Gambar 25 Hasil Penilaian Mempercepat Pemulihan dan Membangun Kembali
dengan Lebih Baik
76
Dalam proses pemulihan bencana dipimpin oleh Sekertatis Daerah Kota Kendari
dan BPBD Kota Kendari. Pemangku kepentingan yang diajak kosultasi tentang
rencana pemulihan bencana yakni OPD terkait, penyelenggaran pendidikan,
swasta, ormas, LSM dan kelompok minoritas dilibatkan, seperti BASARNAS dan
PMI untuk layanan kedaruratan kota, Bappeda bagian ekonomi, Dinas
Kesehatan Kota Kendari, Dinas Perhubungan Kota Kendari, Dinas Pekerjaan
Umum Kota Kendari, Dinas Sosial Kota Kendari, organisasi perempuan yang
terlibat pendampingan, Organisasi Dasawisma, Bank Artha Graha dan Bank
Sultra serta Universitas Haluoleo.
Proses pembelajaran dari bencana yang terjadi di kota-kota lain selama 10 tahun
terakhir belum pernah dilaksakan. Untuk peningkatan kapasitas OPD dalam
PRB, perlu belajar pendekatan-pendekatan baru dalam PRB. Oleh karena itu,
Pemerintah Kota Kendari melibatkan seluruh SKPD perlu melakukan studi
banding ke kota yang sudah memiliki ketangguhan baik dalam negeri maupun
luar negeri.
Keterlibatan Pemerintah Kota Kendari dalam forum PRB baik tingkat nasional
maupun international lebih dari satu kali. Kota Kendari terlibat dalam Forum PRB
Provinsi Sulawesi Tenggara dan Forum Green City. Selain itu Kota Kendari
terlibat dalam forum kota layak huni. Namun, Keterlibatan perlu ditingkatkan
dalam jaringan Forum PRB baik tingkat nasional dan international.
Kemampuan hunian sementara utama untuk bertahan dari kejadian bencana dan
tetap aman dan bisa digunakan masih rendah di Kota Kendari. Kurang dari 50%
dari hunian sementara dikaji terkait kemungkinannya untuk bisa bertahan dari
peristiwa ancaman bahaya “yang paling parah”.
77
3.4. HASIL PENGUKURAN KAPASITAS KETANGGUHAN
KOTA 71 INDIKATOR
3.4.1. Perkuatan Kebijakan dan Kelembagaan
Perkuatan kebijakan dan kelembagaan dengan indikator dan nilai adalah 1),
Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PB)
dengan nilai indikator 0,13; 2). Peraturan Daerah Tentang Pembentukan BPBD
dengan nilai indikator 0,10; 3). Peraturan Tentang Pembentukan Forum PRB
dengan nilai indikator 0,08; 4). Peraturan tentang penyebaran informasi
kebencanaan dengan nilai indikator 0,03; 5). Peraturan Daerah tentang RPB
dengan nilai indikator 0,03; 6). Peraturan Daerah tentang Tata Ruang berbasis
PRB dengan nilai indikator 0,05; 7). BPBD Kota Kendari dengan nilai indikator
0,15; 8). Forum PRB dengan nilai 0,02; 9). Komitmen DPRD Kota Kendari
terhadap PRB dengan nilai indikator 0,15. Dari berbagai indikator di atas,
melahirkan Indeks Prioritas sebesar 0,73. Gambaran dalam bentuk tabel di
bawah ini.
78
Tabel 23 Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari
Prioritas Indikator Respon Nilai Level indikator Nilai kepentingan Nilai indikator Indeks prioritas
(ya=1; tidak=0) respon
Perkuatan 1 Peraturan Daerah tentang 1 2 5 0.03 0.13 0.73
kebijakan dan Penyelenggaraan PB 1 1
Kelembagaan 1 1
1 1
2 Peraturan Daerah tentang 1 2 5 0.02 0.10
Pembentukan 1 1
BPBD 1 1
1 1
3 Peraturan tentang 1 2 5 0.02 0.08
pembentukan Forum PRB 1 1
1 1
1 1
4 Peraturan tentang 1 2 2 0.02 0.03
penyebaran informasi 0 0
Kebencanaan 0 0
0 0
5 Peraturan Daerah tentang 1 2 2 0.02 0.03
RPB 0 0
0 0
0 0
6 Peraturan Daerah tentang 1 2 5 0.01 0.05
Tataruang Berbasis PRB 1 1
1 1
1 1
7 BPBD 1 2 3 0.05 0.15
1 1
0 0
1 0
8 Forum PRB 0 1 1 0.02 0.02
0 0
0 0
0 0
9 Komitmen DPRD 1 2 5 0.03 0.15
Terhadap PRB 1 1
1 1
1 1
79
Berikut penjelasan tentang Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari di bidang
penguatan kebijakan dan kelembagaan:
80
Kota Kendari telah membuat Rencana Penanggulangan Bencana periode
2013—2017. Adapun rencana strategi generik penanggulangan bencana
berupa 1). Penguatan aturan dan kapasitas kelembagaan; 2). Perencanaan
penanggulangan bencana terpadu; 3). Penelitian, pendidikan, dan pelatihan;
4). Peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat. Selain itu, RPB Kota
Kendari berisi strategi perlindungan masyarakat dari bencana dan
penanganan darurat bencana gempa bumi, banjir, tanah longsor, cuaca
ekstrem, kekeringan, gelombang ekstrem dan abrasi, tsunami, kebakaran
hutan dan lahan, epidemi dan wabah penyakit. (Bukti verifikasi dokumen
RPB Kota Kendari). Beberapa hal yang perlu ditingkatkan yakni rencana
penanggulangan bencana perlu berdasarkan kajian risiko yang disusun
dengan melibatkan multipihak (pemerintah, masyarakat dan swasta).
Rencana penanggulangan bencana perlu ditetapkan dalam sebuah aturan
atau kebijakan di Kota Kendari, sehingga bisa jadi pertimbangan dalam
rencana strategis kota demi menjamin tercapainya ketangguhan kota/
kabupaten terhadap bencana dan perubahan iklim. Terakhir, rencana
penanggulangan bencana baiknya memberikan peningkatan program dan
anggaran penanggulangan bencana yang dilakukan oleh multipihak baik
pemerintah, masyarakat maupun swasta.
6. Peraturan Daerah tentang tata ruang berbasis PRB terdapat dalam Peraturan
Daerah Kota Kendari Tentang RTRW. Dalam RTRW Kota Kendari tahun
2010—2030 halaman 26 disebutkan, bentang alam wilayah Kota Kendari
yang terdiri dari daerah pesisir, enam sungai besar dan kecil, serta daerah
perbukitan menyebabkan beberapa wilayah cukup rawan terhadap bencana
abrasi, genangan/ banjir, dan tanah longsor. Berdasarkan data potensi Kota
Kendari tahun 2000, kejadian bencana yang sering terjadi dan melanda
sebagian besar kelurahan adalah bencana genangan/banjir. Rata-rata
genangan kurang lebih 7 meter, dan terjadi di 15 kelurahan. Untuk bencana
longsor terjadi di 9 kelurahan diantaranya berada di Kecamatan Kendari.
Sedangkan abrasi hanya terjadi di Kecamatan Kendari meliputi 7 kelurahan.
(Dokumen RTRW Kota Kendari 2010—2030, Peraturan Daerah RTRW).
Pedoman penataan ruang perlu ditingkatkan agar berperspektif PRB.
Begitupun dengan rencana tata ruang telah membuat jalur evakuasi,
pengawasan dan pemanfaatan ruang daerah rawan bencana, serta
perlindungan kawasan rawan bencana. Dengan dijadikannya PRB sebagai
dasar dalam penataan ruang, maka akan terjadi pengurangan risiko bencana
pada kawasan rawan bencana di Kota Kendari.
7. Pembentukan BPBD Kota kendari dilengkapi dengan struktur sesui dengan
Peraturan Kementerian Dalam Negeri (PERMENDAGRI) Nomor 46 tahun
2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPBD, dan Peraturan
Kepala (PERKA) BNPB Nomor 3 Tahun 2008 tentang pedoman
pembentukan BPBD. Untuk kebutuhan sumber daya BPBD (dana, sarana,
prasarana, personel) belum terpenuhi dengan baik dalam hal kualitas dan
kuantitas. Pemetaan sumber daya dan sarana masih terbatas. Karena itu,
kuantitas dan sumberdaya perlu ditingkatkan. Untuk fungsi dalam
mengoordinasikan, memberi komando, dan pelaksana dalam
penyelenggaraan PB berpusat dari Walikota dan koordinasi tidak ada
masalah.
81
8. Forum PRB terbentuk sejak 2013 dan berada di bawah pengawasan bagian
kesiapsiagaan BPBD Kota Kendari dengan batas waktu kepengurusan
selama 3 tahun. Ketua forum PRB saat ini adalah Rektor Universitas
Avicenna, namun kepengurusan tidak menjalankan program dengan baik,
disebabkan anggaran yang minim bahkan tidak ada. Tugas dan fungsi Forum
PRB perlu ditingkatkan, karena belum mampu meningkatkan partisipasi
multipihak dalam penyelenggaraaan pengelolaan risiko bencana dan
adaptasi perubahan iklim. Selain itu, Forum PRB belum dapat menciptakan
lingkungan yang mendukung pengelolaan risiko bencana.
9. Dalam rangka penguatan fungsi pengawasan dan penganggaran legislatif
dalam Pengurangan Risiko Bencana di Kota Kendari, Peran dan keterlibatan
DPRD dalam upaya pengurangan risiko bencana di Kota Kendari diwujudkan
dalam bentuk mengawal mulai dari Musrembang hingga penetapan anggaran
APBD. Untuk peningkatan anggaran dalam upaya pengurangan risiko
bencana belum terjadi, melainkan dalam kasus tertentu anggota DPRD
mengaliahkan anggaran ke instansi teknis seperti Pekerjaan Umum. Contoh
kasus untuk pembuatan talud di Kampung Salo, Kecamatan Kendari dan
pembuatan bronjong di Kecamatan Baruga. Anggaran dan program belum
menjadi kebijakan atau aturan di Sekretariat DPRD, namun ada komitmen
tersendiri dari DPRD terkait anggaran penanggulangan risiko bencana.
Anggaran itu efektif dan tepat sasaran dalam upaya pengurangan risiko
bencana di Kota Kendari. (Bukti verifikasi dokumen reses dan pembahasan
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) SKPD khususnya Dinas Pekerjaan
Umum dan Tata Ruang).
82
Tabel 24 Hasil Penilaian Pengkajian Risiko Dan PerencanaanTerpadu
Prioritas Indikator Respon Nilai Level Nilai Nilai Indeks
(ya=1; respon indikator kepentingan indikator prioritas
tidak=0)
Pengkajian 10 Peta Bahaya dan 1 2 4 0.03 0.13 0.60
Risiko dan Kajiannya untuk 1 1
perencanaan seluruh bahaya yang 1 1
terpadu ada di daerah 0 0
11 Peta Kerentanan dan 1 2 4 0.03 0.13
kajiannya untuk 1 1
Seluruh bahaya yang 1 1
ada di daerah 0 0
12 Peta Kapasitas dan 1 2 4 0.03 0.13
kajiannya 1 1
1 1
0 0
13 Rencana 1 2 2 0.10 0.20
Penanggulangan 0 0
Bencana Daerah 0 0
0 0
83
Berikut penjelasan tentang hasil penilaian ketangguhan Kota Kendari bidang
pengkajian risiko dan perencanaan terpadu:
1. Kajian bahaya bencana sudah ada dalam bentuk dokumen RPB tahun
2013—2017, namun dalam proses penyusunan belum melibatkan seluruh
pemangku kepentingan. Hasil kajian RPB sudah mempunyai beberapa peta
risiko bencana seperti Peta Risiko Abrasi dan Gelombang, Peta Risiko Banjir,
Peta Risiko Gempa Bumi, Peta Risiko Kekeringan dan Peta Tanah Longsor.
Dalam dokumen RPB terdapat juga ancaman cuaca ekstrem, kebakaran
hutan dan lahan serta epidemi dan wabah penyakit, namun peta risikonya
belum ada. Peta bahaya digunakan sebagai dasar untuk menyusun
perencanaan penanggulangan bencana. Contoh kasus untuk
penanggulangan bencana genangan/ banjir, Peta banjir digunakan untuk
mengidentifikasi wilayah genangan untuk penyusunan master plan drainase
(dokumen master plan drainase Kota Kendari). Dalam proses kajian bahaya
belum memuat informasi keteterpaparan dan dampak. Selain itu, peta
ancaman bencana tidak mempertimbangkan perubahan variabilitas yang
dimukhtahirkan secara rutin (3 tahun sekali) dalam menyusun RPJMD,
sedangkan Peta ancaman bencana yang ada dibuat pada tahun 2012 oleh
tim BNPB.
2. Jenis–jenis kerentanan berupa kerentanan fisik seperti bangunan,
infrastruktur, dan konstruksi yang lemah. Kerentanan sosial meliputi
kemiskinan, lingkungan, konflik, tingkat pertumbuhan yang tinggi, anak-anak
dan wanita, lansia. Kerentanan mental meliputi ketidaktahuan, tidak
menyadari, kurangnya percaya diri dan lainnya. Peta kapasitas, Peta
kerentanan dan kajiannya untuk seluruh bahaya di Kota Kendari belum ada
dalam dokumen RPB. Kajian kerentanan dengan melibatkan multipihak perlu
dilakukan, dan peta kerentanan disusun berdasarkan hasil kajian, dan
digunakan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan penanggulangan
bencana dimasa yang akan datang. Kajian kerentanan bencana perlu
memasukkan ancaman perubahan variabilitas iklim, dimutakhirkan minimal
18 bulan terakhir dan digunakan sebagai dasar untuk menyusun RPJMD
Kota Kendari kedepan.
3. Peta kapasitas adalah peta kemampuan masyarakat menanggapi situasi
tertentu (termasuk bahaya dan bencana) dengan sumber daya yang tersedia
(fisik manusia, keuangan dan lainnya). Ketika kerentanan banyak, maka
kemungkinan bencana yang terjadi besar. Walaupun begitu masyarakat
mempunyai yang namanya capacity ‘kapasitas’. Dalam dokumen Rencana
Penanggulangan Bencana Kota Kendari tahun 2013—2017, peta kapasitas
masyarakat belum dijadikan pertimbangan. Peta kapasitas masyarakat di
daerah rawan bencana belum ada, sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk
perencanaan penanggulangan bencana. Dalam proses pembuatan peta
kapasitas kedepan, perlu memasukkan ancaman perubahan variabilitas iklim,
minimal 18 bulan terakhir dan digunakan sebagai menyusun RPJMND.
4. Kota Kendari sudah memiliki dokumen Rencana Penanggulangan Bencana
RPB tahun 2013—2017. Dalam proses penyusunan dokumen RPB belum
berdasarkan kajian risiko, tetapi berdasarkan peta ancaman bahaya dalam
suatu wilayah, karena peta kapasitas dan peta kerentanan tidak terdapat
dalam dokumen RPB. Walau Dokumen RPB tidak berdasarkan kajian risiko,
84
tetapi menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan
daerah. Kelemahan dokumen RPB hanya melibatkan lintas SKPD. Aspirasi
masyarakat, akademisi, dunia usaha maupun organisasi non pemerintah
belum dilibatkan dalam proses peyusunan dokumen RPB Kota Kendari.
Selain itu, dokumen RPB Kota Kendari belum mempertimbangkan kajian
kerentanan dampak perubahan iklim di Kota Kendari.
85
Tabel 25 Hasil Penilaian Pengembangan Sistem Informasi, Diklat dan Logistik
Prioritas Indikator Respon Nilai Level Nilai Nilai Indeks
(ya=1; respon indikator kepentingan indikator prioritas
tidak=0)
Pengembangan 14 Sarana penyampaian 1 2 2 0.02 0.03 0.51
Sistem informasi,diklat Informasi kebencanaan 0 0
dan logistik yang menjangkau 0 0
langsung masyarakat 0 0
15 Sosialisasi pencegahan 1 2 5 0.02 0.08
dan kesiapsiagaan 1 1
bencana pad atiap-tiap 1 1
kecamatan di wilayahnya 1 1
16 Komunikasi bencana lintas 1 2 2 0.01 0.02
lembaga minimal 0 0
Beranggotakan lembaga- 0 0
lembaga dari sektor 0 0
pemerintah, masyarakat
maupunduniausaha
17 Pusdalops PB dengan 0 1 1 0.01 0.01
fasilitas minimal mampu 0 0
Memberikan respon efektif 0 0
untuk 0 0
Pelaksanaan peringatan
dini danpenanganan
masakrisis
18 Sistem pendataan 0 1 1 0.01 0.01
Bencana yang terhubung 0 0
dengan sistem 0 0
Pendataan bencana 0 0
nasional
19 Pelatihan dan sertifikasi 1 2 5 0.02 0.10
penggunaan peralatan 1 1
PB 1 1
86
1 1
20 Penyelenggaraan Latihan 1 2 2 0.05 0.09
(geladi) Kesiapsiagaan 0 0
0 0
0 0
21 Kajian kebutuhan 0 1 1 0.01 0.01
peralatan dan logistik 0 0
Kebencanaan 0 0
0 0
22 Pengadaan kebutuhan 1 2 2 0.01 0.03
peralatan dan logistik 0 0
Kebencanaan 0 0
0 0
23 Penyimpanan/ pergudang 1 2 5 0.01 0.05
Logistik PB 1 1
1 1
1 1
24 Pemeliharaan peralatan 1 2 2 0.01 0.02
dan supply chain logistik 0 0
yangdiselenggarakan 0 0
secaraperiodic 0 0
25 Tersedianya energi listrik 1 2 3 0.01 0.03
untuk kebutuhan darurat 1 1
0 0
0 0
26 Kemampuan pemenuhan 1 2 2 0.01 0.02
pangan 0 0
daerah untuk kebutuhan 0 0
darurat 0 0
87
Berikut penjelasan tentang Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari bidang
pengembangan sistem informasi, diklat dan logistik:
88
berkontribusi langsung terhadap rencana pencegahan dan kesiapsiagaan di
Kota Kendari.
6. Peningkatan kapasitas, pelatihan, sertifikasi penggunaan peralatan
penanggulangan bencana dilakukan secara rutin oleh BPBD Kendari sekali
setahun (laporan kegiatan). Peningkatan kapasitas telah dilakukan juga
BPBD Provinsi Sulawesi Tenggara bekerjasama dengan TATTS mercy corp
untuk sertifikasi dari AHA terkait protap penggunaan peralatan pertolongan
pertama. Kegiatan diadakan pada tahun 2016. Pelatihan dan sertifikasi
penggunaan peralatan penanggulangan bencana diuji coba dalam sebuah
latihan kesiapsiagaan (drill, simulasi, gelada posko maupun gladi lapangan).
Kegiatan simulasi peralatan penanggulangan bencana dipraktikkan TAGANA
Provinsi Sulawesi Tenggara dalam bentuk pelatihan dapur umum, pelatihan
evakuasi air, pelatihan pelayanan logistik serta sekolah siaga bencana. Dan
PMI Kota Kendari melakukan kegiatan pengenalan peralatan PB melalui
pelatihan korps sukarela dan sosialisasi tentang kebencanaan pada anak-
anak SD, SMP dan SMA.
7. Pelatihan kesiapsiagaan telah dilakukan dengan stackeholder dan
masyarakat, kegiatan diadakan sekali setahun oleh BPBD Kota Kendari.
Pelatihan kesiapsiagaan juga dilaksanakan oleh TAGANA Kota Kendari dan
PMI Kota Kendari. Pelatihan mulai dilakukan secara bertahap dalam bentuk
pelatihan simulasi ujicoba protap kebencanaan dengan menggunakan tenda,
logistik, radio komunikasi, pertolongan pertama dan dapur umur. Pelatihan
secara bertahap dilakukan dalam bentuk uji kaji cepat TRC menggunakan
data assessment untuk mendapatkan informasi kejadian di lapangan.
Namun, kebanyakan pihak yang melakukan pelatihan hanya diadakan sekali
setahun karena terkendala faktor anggaran rutin yang minim. Kelemahan
pelatihan gelada kesipasiagaan bencana belum berdampak terhadap
peningkatan geladi di Kota Kendari. Hal itu disebabkan karena dukungan
anggaran sangat kurang dari pihak pemerintah maupun non pemerintah
seperti dunia usaha, sekolah dan universitas serta swadaya masyarakat.
8. Kajian kebutuhan peralatan dan logisik kebencanaan yang melibatkan
multipihak dan mempertimbangkan isu-isu inklusifitas berdasarkan risiko
proritas belum disepakati dan inisiatif untuk melakukan kajian kebutuhan
peralatan dan logistik kebencanaan berdasarkan rencana kontijensi belum
ada. Seandainya kajian sudah ada, kemungkinan akan berdampak
penerapan pedoman pengkajian peralatan dan logistik memiliki dampak
terhadap peningkatan alokasi anggaran.
9. Pengadaan kebutuhan peralatan dan logistik kebencanaan sudah diusulkan
oleh BPBD Kota Kendari ke BPBD Provinsi untuk diteruskan ke pemerintah
pusat. Begitupun dengan TAGANA Dinas Sosial Kendari mengusulkan
pengadaan peralatan dan logistik di Kementerian Sosial RI. Pengadaan
kebutuhan peralatan dan logistik belum berdasarkan pada hasil kajian
kebutuhan peralatan dan logistic kebencanaan. Sehingga kadang peralatan
dan logistic kebencanaan tidak sesui dengan kebutuhan rill saat kondisi
bencana.
10. Penyimpanan/pergudangan logistik sudah ada di Kantor BPBD Kota Kendari
dan Kantor Dinas Sosial Kota Kendari dan Dinas Sosial Provinsi Sulawesi
Tenggara serta Kantor PMI Kota Kendari. Pengelolaan logistik berada di
bawah lembaga teknis di Pemerintahan. Logistik penanggulangan bencana
89
yang akuntabilitas dan transparansi belum bisa dijamin, karena laporan
tahunan hanya bersifat antara instansi terkait atau tidak terbuka. Selain itu,
penempatan gudang logistik PB belum memenuhi secara kuantitas, karena
masih terpusat di kantor pemerintahan instansi terkait. Kampung yang rawan
bencana belum mempunyai gudang logistik tersendiri.
11. Pemeliharaan peralatan dan supply chain logistic yang diselenggarakan
sudah dilaksanakan secara periodik (bukti laporan asset dan kartu invetaris
barang di bidang aset pemerintah Kota Kendari). Namun beberapa
kelemahan karena lembaga belum memiliki kemampuan sumber daya
(anggaran, personel, peralatan, mekanisme dan prosedur) yang cukup dalam
dalam menangani pemeliharaan peralatan dan ketersediaan supply chain
logistic untuk kebutuhan darurat bencana.
12. Lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab menyediakan energy listrik
kebutuhan darurat bencana biasanya memakai alat Dinas Sumber Daya
Alam Kota Kendari. Pihak PLN juga menyiapkan listrik untuk tanggap darurat
berupa jenset. PLN dalam menjalan tugas kedaruratan bencana dengan
menggunakan SOP. Strategi pemenuhan listrik pada masa tanggap darurat
belum mempertimbangkan scenario bencana terparah yang disusun
berdasarkan rencana kontijensi. Jaminan keberlangsungan pemulihan
pasokan listrik untuk kebutuhan darurat bencana terparah belum ada dari
pihak Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan PLN.
13. Lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab dalam pemenuhan pangan
untuk kebutuhan darurat bencana adalah Dinas Sosial Kota Kendari dan
lumbung pangan Dinas Pangan Kota Kendari dan Bulog. Pemenuhan
kebutuhan pangan daerah belum mempertimbangkan skenario bencana
terparah (berdasarkan Rencana Kontijensi) dan skenario bencana jangka
panjang (slow on set) di Kota Kendari.
90
Tabel 26 Hasil Penilaian Penanganan Tematik Kawasan Rawan Bencana
Prioritas Indikator Respon (ya=1; Nilai Level Nilai Nilai Indeks prioritas
tidak=0) respon indikator kepentingan indikator
Penanganan 27 Penataan ruang 1 2 3 0.03 0.09 0.69
Tematik Berbasis PRB 1 1
kawasan rawan
bencana 0 0
0 0
28 Informasi penataan 1 2 5 0.02 0.10
ruang yang mudah 1 1
diakses public
1 1
1 1
29 Sekolah/ Madrasah 1 2 5 0.05 0.25
Aman Bencana 1 1
(SMAB)
1 1
1 1
30 RSAB dan 0 1 1 0.05 0.05
Puskesmas 0 0
Aman Bencana
0 0
0 0
31 Kelurahan Tangguh 1 2 4 0.05 0.20
Bencana 1 1
1 1
0 0
91
Berikut penjelasan tentang Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari bidang
penanganan tematik kawasan rawan bencana:
1. Penataan ruang Kota Kendari sudah berspektif PRB. Dalam rencana tata
ruang Kota Kendari telah memuat beberapa jalur evakuasi, pengawasan dan
pemanfaatan ruang daerah becana dan perlindungan kawasan bencana
(verifikasi perda tata ruang nomor 1 tahun 2012). Namun beberapa daerah
baru yang rawan bencana belum dimasukkan dalam rencana tata ruang.
Dalam perda tata ruang Nomor 1 tahun 2012 tidak memasukkan semua
wilayah dalam RTRW pembangunan, karena disebabkan kemiringan tertentu
tidak diperbolehkan dan larangan membangun di ruang terbuka hijau RTH.
Dengan begitu tidak serta merta terjadi pengurangan risiko bencana di
kawasan rawan bencana di Kota Kendari.
2. Lembaga pemerintah yang menangani informasi penataan ruang berada di
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kota Kendari, di bawah bidang
penataan ruang. Informasi penataan ruang sangat mudah untuk diakses
melalu website pemerintah kota (kendari.co.id). Publik bebas mengakses
penataan ruang di website tersebut. Ketika terjadi pelanggaran tata ruang
telah disediakan akses untuk mengadakan pengaduan (lihat buku pengaduan
tata ruang Kota Kendari).
3. Sosialisasi kepada sekolah/madrasah di tingkat SD hingga SMP di kawasan
rawan bencana belum semua mendapatkan pengetahuan tentang SMAB.
PMI Kota Kendari yang gencar melakukan sosialisasi di sekolah tingkat dasar
hingga sekolah menengah pertama, berupa kegiatan pembuatan tandu untuk
anggota Palang Merang Remaja (PMR). Dalam pelaksanaan kegiatan belum
berfokus pada 3 pilar (pendidikan untuk pengurangan risiko bencana,
manajemen bencana sekolah dan sarana prasarana) SMAB secara
komprehensif.
4. Sosialisasi rumah sakit dan puskesmas aman bencana belum pernah
dilakukan. Seharusnya rumah sakit dan puskesmas yang berada di daerah
rawan bencana mendapatkan kegiatan perencanaan rumah sakit aman
bencana berdasarkan 4 modul safety hospital (kajian keterpaparan ancaman,
gedung/ bangunan aman, sarana prasarana rumah sakit aman dan
kemampuan penyelenggaraan penanggulangan bencana). Pihak rumah sakit
baiknya mendapatkan sertifikasi atau evaluasi aspek safety hospital yang
sesui dengan pemenuhan syarat akreditasi rumah sakit.
5. Sosialisasi PRB terhadap komunitas masyarakat dilakukan oleh BPBD Kota
Kendari sekali setahun. Untuk peningkatan kapasitas kelurahan dengan
menggunakan indikator kelurahan tangguh telah dilakukan di Kelurahan
Lalolara, Lepo-Lepo dan Kampung Salo. Beberapa kelurahan tangguh telah
melakukan simulasi dan uji sistem penanggulangan bencana seperti yang
dilakukan TAGANA Kota Kendari melatih 60 masyarakat di Kelurahan
Lalolara, dan BPBD Kota Kendari di Lepo-lepo dan Kampung Salo.
Pengalaman kelurahan tangguh belum mampu menginspirasi pembangunan
kelurahan tangguh di kelurahan lain di Kota Kendari.
92
3.4.5. Peningkatan Efektivitas Pencegahan Dan Mitigasi Bencana
Peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana dengan indikator dan
nilai sebagai berikut: 32). Penetapan sumur resapan danatau biopori dengan nilai
indikator 0,04; 33). Perlindungan daerah tangkapan air dengan nilai indikator
(0.06). 34). Restorasi sungai dengan nilai indikator 0,07; 35). Penguatan lereng
dengan nilai indikator 0,07; 36). Penegakan hokum dengan nilai indikator 0,06;
37). Optimalisasi pemanfaatan air permukaan dengan nilai indikator 0,06; 38).
Pemantauan berkala hulu sungai dengan nilai indikator 0,01; 39). Penerapan
bangunan tahan gempabumi dengan nilai indikator 0,02; 40) Tanaman dan atau
bangunan penahan gelombang tsunami dengan nilai indikator 0,10; 41).
Revitalisasi tanggul embung, waduk, taman kota dengan nilai indikator 0,02; 42).
Restorasi lahan gambut dengan nilai indikator 0,02; 43). Konservasi vegetatif
Daerah Aliran Sungai (DAS) rawan longsor dengan nilai indikator 0,10.
Berdasarkan indikator di atas, maka menghasilkan Indeks Prioritas sebesar 0,63.
Gambaran dalam bentuk tabel di bawah ini.
93
Tabel 27 Hasil Penilaian Peningkatan Efektifitas Pencegahan dan Mitigasi Bencana
Prioritas Indikator Respon (ya=1; Nilai Level Nilai Nilai Indeks
tidak=0) respon indikator kepentingan indikator prioritas
Peningkatan 32 Penerapan sumur 1 2 3 0.01 0.04 0.63
efektivitas resapan dan/atau 1 1
pencegahan Biopori 0 0
dan mitigasi 0 0
bencana
33 Perlindungan daerah 1 2 4 0.01 0.06
tangkapan air 1 1
1 1
0 0
34 Restorasi sungai 1 2 5 0.01 0.07
1 1
1 1
1 1
35 Penguatan lereng 1 2 5 0.01 0.07
1 1
1 1
1 1
36 Penegakan hukum 1 2 4 0.01 0.06
1 1
1 1
0 0
37 Optimalisasi 1 2 4 0.01 0.06
pemanfaatan air 1 1
Permukaan 1 1
0 0
94
38 Pemantauan berkala 0 1 1 0.01 0.01
hulu sungai 0 0
0 0
0 0
39 Penerapan Bangunan 0 1 1 0.02 0.02
Tahan Gempa bumi 0 0
0 0
0 0
40 Tanaman dan/atau 1 2 5 0.02 0.10
bangunan penahan 1 1
gelombang tsunami 1 1
1 1
41 Revitalisasi tanggul, 0 1 1 0.02 0.02
embung, waduk dan 0 0
Taman kota 0 0
0 0
42 Restorasilahangambut 0 1 1 0.02 0.02
0 0
0 0
0 0
43 Konservasi vegetatif 1 2 5 0.02 0.10
DAS rawan longsor 1 1
1 1
1 1
95
Berikut penjelasan tentang Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari bidang
peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana:
96
bertugas memantau hulu sungai adalah Balai Wilayah Sungai IV Kendari.
Laporan belum dipublikasikan secara periodik. Oleh karena itu sulit
melahirkan rekomendasi untuk dijadikan dasar dalam program
pembangunan. Sedangkan frekuensi banjir semakin bertambah dalam
setahun terakhir.
8. Kota Kendari belum memiliki kebijakan pendirian bangunan tahan gempa,
sehingga tidak ada rujukan dalam setiap proses perizinan (IMB) pendirian
bangunan. Penerapan kontrol dan pemantauan pendirian izin bangunan
terjadi, karena itu pedagang kaki lima PKL ditertibkan satpol PP setiap saat.
9. Pemerintah Kota Kendari telah menerbitkan Peraturan Walikota Tentang
Perlindungan Mangrove. Penanaman mangrove sebagai salah bentuk untuk
memberikan perlindungan perumahan dari tsunami. Program penanaman
mangrove belum diterapkan semua di wilayah yang berisiko tinggi terhadap
tsunami, hanya lokasi tertentu di Bungkutoko, Kebi dan Purirano (lihat
program DKP). Untuk pembangunan tanggul pemecah ombak sebagai
penahan tsunami belum ada.
10. Revitalisasi taman kota sudah dilaksanakan tetapi belum berdasarkan kajian
untuk mitigasi structural terhadap bencana banjir. Rencana pembangunan
untuk melakukan mitigasi structural terhadap ancaman banjir berupa
perbaikan drainase se kota kendari. Rekayasa teknis belum dibuat dalam
mengurangi kawasan banjir, sehingga sulit untuk mengukur frekuensi dan
luasan banjir yang berkurang dan atau bertambah dalam setahun terakhir.
11. Kajian dan identifikasi lokasi, luas dan kedalaman gambut belum ada.
Begitupun dengan pendukungnya berupa peraturan daerah dan lembaga
yang mengawasi lahan gambut serta program perbaikan (restorasi) kawasan
gambut belum ada sama sekali.
12. Program mitigasi struktural bencana longsor dimuat dalam rencana
pembangunan reboisasi pengkayaan Dinas Tahura. Pendanaan konservasi
vegetative di DAS rawan longsor sudah dianggarkan Dinas Tahura. Program
konservasi vegetative diadakan Tahura setiap tahun sejak tahun 2013.
Dalam evaluasi dan peningkatan kualitas konservasi vegetatif di wilayah DAS
rawan longsor secara berkala dengan mempertimbangan perubahan iklim
(lihat hasil evaluasi kegiatan tahura).
97
Rencana kontijensi bencana kekeringan dengan nilai indikator 0,01; 58). Sistem
peringatan dini bencana kekeringan dengan nilai indikator 0,0;. 59). Rencana
kontijensi banjir bandang dengan nilai indikator 0,01; 60). Sistem peringatan dini
banjir bandang dengan nilai indikator 0,01; 61). Penentuan status tanggap
darurat dengan nilai indikator 0,02; 62). Penerapan sistem komando operasi
darurat dengan nilai indikator 0,08; 63). Pengerahan tim kaji cepat ke lokasi
bencana dengan indikator 0,10; 64). Pengerahan tim penyelamatan dan
pertolongan korban dengan nilai indikator 0,08; 65). Perbaikan darurat dengan
nilai indikator 0,01; 66). Pengerahan bantuan pada masyarakat terjauh dengan
nilai indikator 0,05; 4). Penghentian status tanggap darurat dengan nilai indikator
0,01. Dari hasil indikator di atas menghasilkan Indeks Prioritas sebesar 0,45.
Gambaran dalam bentuk tabel lihat di bawah ini.
98
Tabel 28 Hasil Penilaian Perkuatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana
Prioritas Indikator Respon (ya=1; Nilai Level Nilai Nilai Indeks prioritas
tidak=0) respon indikator kepentingan indikator
Perkuatan 44 Rencana Kontijensi 0 1 1 0.01 0.01 0.45
kesiapsiagaan Gempa bumi 0 0
Dan penanganan 0 0
Darurat bencana 0 0
45 Rencana Kontijensi 0 1 1 0.01 0.01
Tsunami 0 0
0 0
0 0
46 Sistem Peringatan 0 1 1 0.01 0.01
Dini Bencana 0 0
Tsunami 0 0
1 0
47 Rencana Evakuasi 1 2 2 0.01 0.01
Bencana Tsunami 0 0
0 0
0 0
48 Rencana kontijensi 1 2 2 0.01 0.01
banjir 0 0
0 0
0 0
49 Sistem peringatan 0 1 1 0.01 0.01
dini bencana banjir 0 0
0 0
0 0
50 Rencana kontijensi 0 1 1 0.01 0.01
tanah longsor 0 0
0 0
0 0
51 Sistem peringatan 0 1 1 0.01 0.01
dini bencana tanah 0 0
Longsor 0 0
0 0
99
52 Rencana Kontijensi 0 1 1 0.01 0.01
karlahut 0 0
0 0
0 0
53 Sistem peringatan 0 1 1 0.01 0.01
dini bencana 0 0
karlahut 0 0
0 0
54 Rencana kontijensi 0 1 1 0.01 0.01
erupsi gunung api 0 0
0 0
0 0
55 Sistem peringatan 0 1 1 0.01 0.01
dini bencana erupsi 0 0
gunung api 0 0
0 0
56 Infrastruktur 0 1 1 0.01 0.01
evakuasi bencana 0 0
Erupsi gunung api 0 0
0 0
57 Rencana kontijensi 0 1 1 0.01 0.01
kekeringan 0 0
0 0
0 0
58 Sistem peringatan 0 1 1 0.01 0.01
dini bencana 0 0
kekeringan 0 0
0 0
59 Rencana kontijensi 0 1 1 0.01 0.01
banjir bandang 0 0
0 0
0 0
60 Sistem peringatan 0 1 1 0.01 0.01
dini bencana banjir 0 0
bandang 0 0
0 0
100
61 Penentuan Status 0 1 1 0.02 0.02
Tanggap Darurat 0 0
0 0
0 0
62 Penerapan sistem 1 2 5 0.02 0.08
komando operasi 1 1
Darurat 1 1
1 1
63 Pengerahan Tim Kaji 1 2 5 0.02 0.10
Cepat ke lokasi 1 1
bencana 1 1
1 1
64 Pengerahan Tim 1 2 5 0.02 0.08
Penyelamatan dan 1 1
Pertolongan Korban 1 1
1 1
65 Perbaikan Darurat 0 1 1 0.01 0.01
0 0
0 0
0 0
66 Pengerahan bantuan 1 2 5 0.01 0.05
pada masyarakat 1 1
terjauh 1 1
1 1
67 Penghentian status 0 1 1 0.01 0.01
Tanggap Darurat 0 0
0 0
0 0
101
Berikut penjelasan tentang Hasil Penilaian Perkuatan Kesiapsiagaan dan
Penanganan Darurat Bencana
102
kapasitas untuk memastikan fungsi-fungsi penting (polisi dan pemadam
kebakaran) tetap berjalan bahkan dalam keadaan darurat.
5. Inisiatif untuk mengembangkan system peringatan dini biasa dilakukan
melalui media massa dan sosial. Kebijakan operasional dan anggaran untuk
mengembangkan dan menjalankan system peringatan dini masih terkendala
di BPBD Kota Kendari. Kendala lain yakni sumber daya dan perangkat telah
memadai untuk penyebaran peringatan melalui berbagai sarana sesuai
kebutuhan mereka yang terancam dan bersifat khas secara geografis untuk
memastikan bahwa peringatan hanya ditujukan bagi mereka yang terancam
saja, serta menjangkau 100% masyarakat (keseluruhan populasi, termasuk
populasi musiman dan lokasi terpencil).
6. Rencana Kontinjensi Karlahut yang disusun dengan melibatkan masyarakat
sipil dan swasta belum ada di Kota Kendari. Karena itu, Rencana Kontinjensi
Karlahut beserta standar/prosedur tetap operasionalnya tersebut belum
dilegalkan dan memiliki pendanaan yang memadai.
7. Inisiatif belum ada untuk mengembangkan sistem peringatan dini daerah
yang terhubung dengan otoritas sistem peringatan dini karlahut, untuk
merespon hasil analisis informasi (laporan) peringatan kemungkinan
(terjadi/tidakterjadi) kejadian karlahut dari BMKG/Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KLHK/BNPB sebagai dasar dalam
menentukan tindakan peringatan dini dan penyebarluasan (oleh lembaga
pemerintah, lembaga penyiaran swasta, dan media massa), serta
menentukan status kejadian/bencana dan mengambil keputusan tindakan
tanggap darurat.
8. Rencana kontijensi dan peringatan dini serta infrastruktur dan evakuasi
bencana gunung api, dikarenakan gunung api tidak ada di Kota Kendari.
9. Rencana kontinjensi kekeringan yang disusun dengan melibatkan
masyarakat sipil dan swasta belum ada. Karena itu, gambaran kapasitas dan
sumber daya tanggap darurat (bantuan darurat, persediaan perlengkapan
dan barang-barang bantuan, dll), dan kapasitas untuk memastikan fungsi-
fungsi penting (polisi dan pemadam kebakaran) tidak berjalan dengan baik.
10. Inisiatif belum ada untuk mengembangkan sistem peringatan dini daerah
yang terhubung dengan otoritas sistem peringatan dini kekeringan, untuk
merespon hasil analisis informasi (laporan) peringatan kemungkinan
(terjadi/tidak terjadi) kejadian kekeringan dari BMKG/ Dinas Pertanian dan
BNPB sebagai dasar dalam menentukan tindakan peringatan dini dan
penyebarluasan (oleh lembaga pemerintah, lembaga penyiaran swasta, dan
media massa), serta menentukan status kejadian/bencana dan mengambil
keputusan tindakan tanggap darurat.
11. Rencana kontinjensi banjir bandang yang disusun dengan melibatkan
masyarakat sipil dan swasta sudah ada. Untuk mengevaluasi (menguji-coba)
rencana kontinjensi banjir bandang belum terjadi secara periodi kuntuk
mendapatkan gambaran kapasitas dan sumberdaya tanggap darurat
(bantuan darurat, persediaan perlengkapan dan barang-barang bantuan, dll),
dan kapasitas untuk memastikan fungsi-fungsi penting (polisi dan pemadam
kebakaran) tetap berjalan bahkan dalam keadaan darurat.
12. Inisiatif sudah ada untuk mengembangkan system peringatan dini daerah-
yang terhubung dengan otoritas system peringatan dini banjir bandang, untuk
merespon hasil analisis informasi (laporan) peringatan kemungkinan
103
(terjadi/tidakterjadi) kejadian banjir bandang dari BMKG/ Balai Besar Wilayah
Sungai (BBWS)/ Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) dan
BNPB sebagai dasar dalam menentukan tindakan peringatan dini dan
penyebarluasan (oleh lembaga pemerintah, lembaga penyiaran swasta, dan
media massa), serta menentukan status kejadian/ bencana dan mengambil
keputusan tindakan tanggap darurat.
13. Mekanisme prosedur yang mengatur tentang penentuan status darurat
bencana yang melibatkan lembaga berwenang belum ada. Hal ini
menyebabkan sulit untuk mendapatkan pendanaan yang memadai. Selain
itu, kapasitas dan sumber daya tidak memadai untuk menentukan status
tanggap darurat.
14. Mekanisme prosedur yang mengatur tentang struktur komando tanggap
darurat bencana dan melibatkan para pemangku kepentingan sudah diatur
dalam Surat Keputusan Walikota Kendari Nomor 704 tahun 2013 tentang
Sistem Komando Tanggap Darurat (SKTD). Pemimpin komando adalah
Seketaris Daeraj Kota Kendari. Mekanisme dan prosedur sudah diujicoba
dan dievaluasi pada tahun 2013 lalu (lihat laporan evaluasi BPBD Kota
Kendari). Setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sudah memahami
tugas dan fungsi masing-masing, namun SKPD belum semua
menganggarkan dana tanggap darurat bencana.
15. Tim kaji cepat biasanya dikerjakan oleh relawan terlatih dari tim reaksi cepat
TRC BPBD Kota Kendari dan tim TAGANA Dinas Sosial Kota Kendari,
begitupun dengan PMI. Hasil kaji cepat dijadikan data awal untuk
meningkatkan status daerah bencana. Tim relawan yang melakukan kaji
cepat sudah sesui dengan prosedur yang berlaku karena diuji melalui
sertifikasi dan laporan kegiatan.
16. Relawan dan personel terlatih sudah mampu melakukan penyelamatan dan
pertolongan korban pada masa krisis dan tanggap darurat bencana. Relawan
berasal dari PMI, BASARNAS, TAGANA Dinas Sosial, TNI-Polri, RAPI dan
seterusnya. Kerja-kerja relawan tim penyelamatan dan pertolongan korban
terlatih sesui dengan prosedur yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas tim
relawan dapat melaksakan tugasnya secara efektif (lihat laporan tiap
lembaga di atas).
17. Prosedur perbaikan darurat bencana untuk pemulihan fungsi fasilitas kritis
pada masa tanggap darurat bencana berdasarkan laporan TRC yang diolah
untuk dijadikan rujukan. Proses tersebut belum mengakomodir peran
komunitas, dunia usaha dalam perbaikan darurat bencana. Prosedur
perbaikan darurat bencana belum dapat memulihkan fungsi fasilitas kritis
dengan segera (misal1x24jam) pada masa tanggap darurat bencana.
18. Relawan dan personel sudah ada yang mampu melakukan pendistribusian
bantuan kemanusiaan bagi masyarakat termasuk masyarakat terjauh pada
masa krisis dan tanggap darurat bencana. Tim relawan dari Palang Merah
Indoesia (PMI), TAGANA dan BPBD Kota Kendari. Mekanisme dan prosedur
penggalangan dan pengerahan bantuan darurat bencana belum terkoordinasi
semua. Penggalangan dana masih dilakukan sendiri-sendiri oleh berbagai
pihak. PMI melakukan pengumpulan dana dalam kegiatan bulan dana,
sedangkan BPBD melakukan pengumpulan dana dengan membuka posko
bantuan, dan Dinas Sosial menggunakan bantuan dari Kementerian Sosial.
Para relawan dan personel melakukan pendistribusian bantuan sesui dengan
104
prosedur dan lebih memperhatikan masyarakat terjauh. Aturan tertulis (baik
dalam bentuk peraturan daerah, keputusan kepala daerah) tentang prosedur
penghentian status tanggap darurat bencana belum ada, sehingga
penghentian status tanggap darurat tersebut kadang tidak mengembalikan
kondisiaktivitas masyarakat (normal kembali).
105
Tabel 29 Hasil Penilaian Pengembangan Sistem Pemulihan Bencana
Prioritas Indikator Respon (ya=1; Nilai Level Nilai Nilai indikator Indeks
tidak=0) respon indikator kepentingan prioritas
Pengembangan 68 Pemulihan 0 1 1 0.06 0.06 0.30
sistem pelayanan dasar 0 0
pemulihan bencana pemerintah 0 0
0 0
69 Pemulihan 1 2 3 0.05 0.15
infrastruktur 1 1
penting 0 0
0 0
70 Perbaikan rumah 0 1 1 0.05 0.05
Penduduk 0 0
0 0
0 0
71 Pemulihan 0 1 1 0.04 0.04
Penghidupan 0 0
masyarakat 0 0
0 0
106
Berikut Penjelasan Hasil Penilaian Hasil Pengukuran Pengembangan Sistem
Pemulihan Bencana:
107
Gambar 25 Grafik Pengukuran Ketahanan Kota Kendari
108
Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari
109
Hasil penilaian kapasitas daerah Kota Kendari terkait Penanggulangan Bencana
masuk kategori sedang dengan indeks kapasitas daerah 0,52. Adapun yang
dinilai yakni: (1) penguatan kebijakan dan kelembagaan dengan indeks prioritas
0,73; (2) pengkajian risiko dan perencanaan terpadu dengan indeks proritas
0,60; (3) pengembangan sistem informasi, pendidikan kilat (diklat) dan logistik
dengan indeks prioritas 0,51; (4) penanganan tematik kawasan rawan bencana
dengan indeks proritas 0,69; (5) peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi
bencana dengan indeks proritas 0,63; (6) penguatan kesiapsiagaan dan
penanganan darurat bencana dengan indeks prioritas 0,45; (7) pengembangan
sistem pemulihan bencana dengan indeks prioritas 0,30.
110
Hasil Penilaian Ketangguhan Kota Kendari
111
Bab 4.
REKOMENDASI HASIL
PENGUKURAN KETANGGUHAN
KOTA KENDARI
112
Perlunya identifikasi semua infrastruktur dan layanan penting yang telah dan
kemungkinan terpapar dan melakukan kajian risiko untuk mengidentifikasi
usaha bisnis dan lapangan kerja yang berisiko, penduduk yang berisiko
mengungsi, rumah-rumah yang berisiko, lahan pertanian dan ekosistem yang
berisiko dan warisan budaya penting dengan melakukan up date data dan
informasi terkait infrastruktur dan layanan penting yang telah dan
kemungkinan terpapar.
Perlunya Penyusunan Perda API PRB Sehingga OPD Yang Relevan
Mempunyai Kewajiban Konstitusional Dalam API PRB.
Perlunya peningkatan dana operasional kepada pihak BPBD sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi salah satunya adalah dengan melakukan
penyusunan renstra BPBD yang menjawab kebutuhan daerah sesuai konteks
bencana.
BPBD perlu mengakses dana dari BNPB dan mengeksplorasi peluang
kerjasama dengan pihak ketiga dengan menyiapkan atau menyusun
proposal kegiatan untuk diusulkan kepada BNPB dan pihak lainnya.
Pemerintah Kota Kendari perlu mengembangkan sistem perencanaan
keuangan yang memadai terkait kebencanaan dengan mengembangkan
sistem perencanaan keuangan yang accountable.
Peningkatan dana operasional untuk kontingensi.
Usulan peningkatan dana operasional/dana siap pakai yang menjadi bagian
dari klausul Perda API PRB mengatur tentang pendanaan penanggulangan
bencana dari PAD.
Perlunya penyusunan skema pertanggungjawaban asuransi rumah bagi
warga yang terpapar bencana dengan membangun kerjasama dengan
perusahaan asuransi untuk kebencanaan.
Perlunya pemerintah Kota Kendari menyediakan dana khusus tentang
adaptasi perubahan iklim dan riset perubahan iklim; dana khusus untuk
tindakan adaptasi dan perubahan iklim dan riset perubahan iklim.
Perlunya pemerintah Kota Kendari menyediakan insentif bagi kelompok
masyarakat - pokmas yang terpapar bencana melalui program-program
pemberdayaan ekonomi Pokmas yang terpapar bencana.
Perlunya memperbaharui data timeseries tentang kebencanaan dengan
membangun system database kebencanaan.
Perlunya menggunakan peta risiko.
Rencana untuk kebutuhan perencanaan pembangunan penyusunan
dokumen RPJMD, Renstra, Renja mengacu pada hasil kajian risiko iklim
dan kajian ketangguhan.
Perlunya peningkatan aksesibilitas penduduk terhadap air minum (air bersih)
dengan melakukan identifikasi sumber-sumber air bersih dan sistem
pengelolaan Pansimas (PU) dan penambahan jaringan instalasi air bersih.
Perlunya peningkatan aksesibilitas penduduk terhadap sanitasi dengan
mengembangkan program sanitasi.
Perlunya peningkatan intervensi pemerintah kota dalam program-program
ketangguhan dengan melaksanakan program-program ketangguhan, misal;
simulasi bencana, sistem peringatan dini, penanaman pohon, penghijauan,
biopori, penegakkan aturan perumahan khususnya daerah aliran sungai -
DAS.
113
Perlunya supervisi konstruksi oleh lembaga yang bersertifikasi yang mana
pengeluaran izin IMB harus mempertimbangkan aspek PRB.
Perlunya melakukan pengkajian peran layanan ekosistem dengan
meningkatkan koordinasi antar pihak, provinsi, pemerintah pusat dalam
pengelolaan ekosistem.
Perlunya analisis kecukupan kebutuhan ruang terbuka hijau dan program
penghijauan kota dengan menambah RTH dan penanaman pohon.
Perlunya melakukan pengukuran layanan ekosistem dengan melakukan
pemantauan terhadap hutan mangrove, melakukan pemantauan dan evaluasi
secara berkala.
Pengurangan Risiko Bencana Dan Adaptasi Perubahan Iklim dengan
melakukan Penyusunan Rencana Aksi API PRB
Perlunya penyusunan dan legalisasi Perda API PRB, implementasi dan
melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap proses implementasinya.
Perlunya mengefektifkan peran Forum Pengurangan Risiko Bencana - PRB
Dan Kelompok Kerja Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko
Bencana - Pokja API PRB dengan mengimplementasikan rencana kerja yang
disusun oleh Pokja API PRB.
Perlunya kajian komparasi “Best Practice” pada daerah atau negara lain yang
sukses dalam melaksanakan API PRB salah satunya dengan melakukan
studi banding program API PRB.
Perlunya mengembangkan sistem pelibatan masyarakat, swasta dan
organisasi sosial dalam mewujudkan ketangguhan dengan
mempertimbangkan salah satu program berupa aksi peduli DAS Wanggu
yang melibatkan multi pihak dengan konsep innovative.
Perlunya mengembangkan sistem data base pengelolaan risiko bencana dan
mendorong eksistensi dan pelibatan masyarakat akar rumput dalam program
ketangguhan dengan membangun system database kebencanaan.
Perlunya mengiventarisasi warisan budaya lokal yang terpapar bencana
dengan melakukan mitigasi situs warisan budaya.
Perlunya pendidikan dan pelatihan terkait PRB melalui pendidikan ekstra
kurikulum terkait PRB serta perlunya pengajaran kesiapsiagaan di sekolah
dengan mengadakan program sekolah aman bencana.
Perlunya pembuatan jalur dan pelaksanaan gladi evakuasi di sekolah
dengan merancang program pembuatan peta evakuasi dan pemasangan
rambu.
Perlunya mendorong eksistensi dan pelibatan masyarakat akar rumput dalam
program ketangguhan dengan membentuk dan melatih Kelompok Siaga
Bencana – KSB sampai di level kelurahan.
Perlunya pembentukan Forum Ketangguhan Infrastruktur dengan mendirikan
suatu pusat studi bencana yang melibatkan universitas local/berbagai ahli
dalam mengkaji masalah-masalah infrastruktur dan ketangguhan
operasional. Pusat Studi perlu melakukan pemeriksaan secara reguler untuk
infrastruktur pelindung dan melakukan pemeriksaan regular terhadap
infrastruktur dan kawasan-kawasan pemukiman rawan bencana.
Perlunya memasukkan pertimbangan risiko bencana dalam menentukan
infrastruktur pelindung yang salah satunya adalah dalam pemberian izin
114
pembangunan sebaiknya memperhatikan aspek risiko yang melibatkan
tenaga ahli /pusat studi kebencanaan.
Perlunya peningkatan cakupan drainase melalui penataan manajemen
drainase kota dengan memperhatikan analisis proyeksi iklim serta melakukan
pemantauan dalam proses implementasi pembangunan sesuai dengan
arahan dalam Perda API PRB.
Perlunya pembentukan pusat operasi kedaruratan dan penguatan
kelembagaan pusat pengendalian operasi serta perlunya pelaksanaan
latihan dan gladi yang melibatkan masyarakat dan semua unsur stakeholders
dan melakukan simulasi rutin penanganan bencana
Perlunya pembuatan rencana contingency yang berbasis analisis risiko iklim
dengan menyusun rencana kontijensi masing-masing ancaman yang berisiko
tinggi seperti; longsor, banjir, angin putting beliung, kebakaran, kekeringan.
Serta perlunya uji coba rencana contingency dan melakukan simulasi rutin
ancaman bencana di setiap kelurahan
Perlunya meningkatkan ketersediaan pangan dan kebutuhan peralatan pada
saat darurat bencana terjadi dengan memastikan penyediaan gudang logistic,
pengadaan stok pangan dan kebutuhan peralatan pada saat darurat bencana
terjadi.
Perlunya penyediaan peralatan tekhnologi Sistem Peringatan Dini – EWS
dan penyediaan SOP.
Perlunya pembangunan sarana hunian sementara bagi korban bencana
dengan menyediakan tenda dan pembangunan shelter hunian sementara
bagi korban bencana
Perlunya penyusunan rencana pemulihan pasca bencana secara terintegrasi
dengan menyusun rencana aksi ,rehabilitasi dan rekonstruksi.
Perlunya penyusunan rencana keuangan bayangan (dana siap pakai) untuk
kebutuhan pemulihan dan pembangunan kembali, penyiapan dana untuk
pengelolaan bantuan bencana
Perlunya mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi serta
pembelajaran pada setiap penanganan kedaruratan bencana.
Perlu peningkatan jejaring kerjasama kota kendari baik pada tingkat nasional
maupun internasional dengan membangun kerjasama dengan pihak luar dan
daerah-daerah penyangga. Membangun kerjasama dengan lembaga
nasional maupun internasional dalam penanganan bencana.
115