Anda di halaman 1dari 48

PERAN KELUARGA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH


Makalah Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Keperawatan Anak
Yang Diampu Oleh Dosen Ibu Titin Suheri, S.Kp, M.Sc

Disusun oleh :

1. Widya Agustina Wulandari P1337420616004


2. Rifa Ainun Najihah P1337420616013
3. Dhivya Maulida P1337420616027
4. Yuni Listiyana P1337420616033
5. Azel Tiara Dewi P1337420616034
6. Arinda Putri Hapsari P1337420616037
7. Anggita Putri Hadiningsih P1337420616040
8. Nissa Aryyakhya P1337420616047
9. Rizka Puji Lestari P1337420616045
10. Titah Pangesti Mahardita P1337420616041
11. Evi Lailiya P1337420616051

PROGRAM STUDI S 1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang Pertumbuhan
dan perkembangan anak usia sekolah.
Dalam makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Titin Suheri, S.Kp, M.Sc selaku dosen pengampu pada mata kuliah keperawatan anak
2. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dalam segala hal
3. Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah membantu baik
moral, maupun material.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang pertumbuhan dan perkembangan anak
usia sekolah dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Semarang, Januari 2018

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul i

Kata pengantar ii

Daftar isi iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pertumbuhan Anak Usia Sekolah 4


2.2 Konsep Perkembangan Anak Usia Sekolah 16
2.3 Perkembangan Seksual Anak Usia Sekolah 22
2.4 Komunikasi pada anak usia sekolah 23
2.5 Bermain anak usia sekolah 34
2.6 Kebutuhan perawatan anak dengan hospitalisasi 34

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan 44

3.2 Saran 44

Daftar Pustaka 45

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak usia sekolah dasar merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005, hlm.6). Rentang kehidupan
yang dimulai dari usia 6-12 tahun seringkali disebut usia sekolah dasar atau masa sekolah.
Periode ini dimulai dengan masuknya anak ke lingkungan sekolah, yang memiliki dampak
signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain. Anak mulai bergabung
dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak kanak, dan menggabungkan diri ke
dalam kelompok, sebaya yang merupakan hubungan dekat pertama di luar kelompok keluarga
(Wong, 2008, hlm.559).Di dalam perkembangan anak banyak dibicarakan bahwa dasar
kepribadian seseorang terbentuk pada masa anak-anak. Prose- proses perkembangan yang terjadi
dalam diri seorang anak ditambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-
anaknya secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembang menjadi manusia
dewasa (Gunarsa & Singgih, 2008, hlm.3).
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab anak mengalami gangguan emosi berupa
perilaku menyimpang.Faktor penyebab tersebut berasal dari anak sendiri dan dapat juga dari
lingkungannya (Aziz, 2006, hlm.26). Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)
mencatat sebanyak 2.008 kasus kriminalitas yang dilakukan anak usia sekolah terjadi di
sepanjang kuartal pertama 2012. Angka kriminalitas yang dilakukan anak usia sekolah
cenderung meningkat setiap tahunnya. Dari data yang diperoleh Komnas Perlindungan Anak,
pada 2010 terjadi 2.413 kasus kriminal anak usia sekolah. Jumlah itu kemudian meningkat di
2011, yakni sebanyak 2.508 kasus.Jumlah itu meliputi juga gangguan berbagai jenis kejahatan
seperti pencurian, tawuran, dan pelecehan seksual yang dilakukan siswa SD (Puskominfo, 2012,
1).
Proses pembentukan konsep diri dimulai sejak anak masih kecil. Masa kritis
pembentukan konsep diri adalah saat anak masuk sekolah dasar.Kita dapat melihat konsep diri
seseorang dari sikap mereka. Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri,
tidak berani mencoba hal hal baru, tidak berani mencoba hal yang menantang, takut gagal, takut
sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berharga, merasa tidak layak sukses,

1
pesimis dan masih banyak perilaku inferior lainnya (Gunawan, 2006, hlm.4). Dari pembahasan
diatas, maka penulis mengambil judul Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini antara
lain :
1.2.1 Bagaimana konsep pertumbuhan termasuk antropometri anak usia sekolah?
1.2.2 Bagaimana konsep perkembangan menurut Freud, Erikson, Sullivan, Kohlberg
and Piaget anak usia sekolah?
1.2.3 Bagaimana peran keluarga dalam memenuhi perkembangan seksual anak usia
sekolah?
1.2.4 Bagaimana peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan komunikasi pada anak
usia sekolah?
1.2.5 Apa peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan bermain anak usia sekolah?
1.2.6 Bagaimana peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak dengan
hospitalisasi?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain :
1.3.1 Untuk mengetahui konsep pertumbuhan termasuk antropometri anak usiasekolah.
1.3.2 Untuk mengetahui konsep perkembangan menurut Freud, Erikson, Sullivan, Kohlberg
and Piaget anak usiasekolah.
1.3.3 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi perkembangan seksual anak
usiasekolah.
1.3.4 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan komunikasi pada anak
usiasekolah.
1.3.5 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan bermain anak usia
sekolah
1.3.6 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak dengan
hospitalisasi.

2
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain :
1.4.1 Mengetahui konsep pertumbuhan termasuk antropometri anak usia sekolah .
1.4.2 Mengetahui konsep perkembangan menurut Freud, Erikson, Sullivan, Kohlberg and
Piaget anak usiasekolah.
1.4.3 Mengetahui peran keluarga dalam memenuhi perkembangan seksual anak usia sekolah
.
1.4.4 Mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan komunikasi pada anak
usiasekolah.
1.4.5 Mengetahui mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan bermain anak
usia sekolah
1.4.6 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak dengan
hospitalisasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP PERTUMBUHAN


Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat,
dalam perjalanan waktu tertentu.
Pertumbuhan juga diberimakna dan digunakan untuk menyatakan perubahan-
perubahan ukuran fisik yang bersifat kuantitatif, seperti ukuran berat dan tinggi badan,
ukuran dimensi sel tubuh.

Perkembangan
Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas
fungsi organ-organ jasmaniah, dan bukan pada organ jasmani tersebut, sehingga
penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang
termanisfestasi pada kemampuan organ fisiologis.
Perkembangan juga diberimakna dan digunakan untuk menyatakan terjadinya
perubahan-perubahan aspek psikologis dan aspek social.

Fungsi Pertumbuhan dan Perkembangan

1. Kita akan mempunyai ekspekstasi yang nyata tentang anak dan remaja.
2. Pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk
merespons sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu dari seorang anak.

4
3. Pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai
penyimpangan dari perkembangan yang normal.
4. Dengan mempelajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri.

A. Pertumbuhan dan perkembangan selama usia sekolah


1.1 Usia 6 tahun
a) Fisik dan motorik
 Penambahan berat badan dan pertumbuhan berlanjut dengan lambat
 Berat badan: 16 sampai 23,6 kg
 Tinggi badan: 106,6 sampai 123,5 cm
 Pemunculan gigi insisor mendibular tengah
 Kehilangan gigi pertama
 Peningkatan bertahap dalam ketangkasan
 Usia aktivitas; aktivitas kontan
 Sering kembali menggigit jari
 Lebih menyadari tangan sebagai alat
 Suka menggambar, menulis, dan mewarnai
 Penglihatan mencapai maturitas
b) Mental
 Mengembangkan konsep angka
 Meghitung 13 uang logam
 Mengetahui pagi atau siang
 Mendefinisikan objek umum seperti garpu dan kursi dalam istilah
penggunaannya
 Mematuhi tiga macam perintah sekaligus
 Mengetahui tangan kanan dan kiri
 Mengatakan bagaimana yang cantik dan mana yang jelek dari segi
gambar wajah
 Menggambarkan objek dalam gambar daripada menyebutkannya satu
persatu

5
 Masuk kelas satu
c) Adaptif
 Di meja, menggunakan pisau untuk mengoleskan mentega atau selai
diatas roti
 Pada saat bermain, memotong, melipat, memotong mainan kertas,
menjahit dengan kasar bila diberi jarum
 Mandi tanpa pengawasan; melakukan aktivitas sendiri aktivitas tidur
 Membaca dari ingatan; menikmati permainan mengeja
 Menyukai permainan di meja; permainan kartu sederhana
 Banyak tertawa terkikik-kikik
 Kadang-kadang mencuri uang atau barang-barang yang menarik
 Mengalami kesulitan mengakui kelauannya yang buruk
 Mencoba kemampuan sendiri
d) Personal-sosial
 Dapat berbagi dan bekerjasama dengan lebih baik
 Mempunyai kebutuhan yang lebih besar untuk anak-anak sesusianya
 Akan curang untuk menang
 Sering masuk dalam permainan kasar
 Sering cemburu terhadap adik
 Melakukan apa yang orang dewasa lakukan
 Kadang mengalami temper tantrum
 Bermulut besar
 Lebih mandiri, kemungkinan pengaruh sekolah
 Mempunyai cara sendiri untuk melakukan sesuatu
 Meningkatkan sosialisasi

1.2 Usia 7 tahun


a) Fisik dan motorik
 Mulai bertumbuh sedikitnya 5 cm setahun
 Berat badan; 17,7 sampai 30 kg

6
 Tinggi badan; 111,8 sampai 129,7 cm
 Gigi insisi maksilar dan insisi mandibular lateral muncul
 Lebih waspada pada pendekatan penampilan baru
 Mengulangi kinerja untuk memahirkan
 Rahang mulai lebar untuk mengakomodasi gigi permanen
b) Mental
 Memperhatikan bahwa bagian tertentu hilang dari gambar
 Dapat meniru gambar permata
 Ulangi tiga angka ke belakang
 Mengulangi konsep waktu; membaca jam biasa atau jam tangan
dengan benar sampai seperempat jam terdekat; menggunakan jam
untuk tujuan praktis
 Masuk kelas dua
 Lebih mekanis dalam membaca; sering tidak berhenti pada akhir
kalimat, meloncati kata seperti ia, sebuah.
c) Adaptif
 Menggunakan pisau meja untuk memotong daging; memerlukan
bantuan dengan belajar atau bagian sulit
 Menyikat dan menyisir rambut dengan pantas tanpa bantuan
 Mungkin mencuri
 Menyukai membantu dan membuat pilihan
 Penolakan berkurang dan keras kepala
d) Personal-sosial
 Menjadi anggota sejati dari kelompok keluarga
 Mengambil bagian dalam kelompok bermain
 Anak laki-laki lebih suka dengan anak laki-laki; dan perempuan
bermain dengan anak perempuan
 Banyak menghabiskan waktu sendiri; tidak memerlukan banyak teman

1.3 Usia 8-9 tahun

7
a) Fisik dan motorik
 Melanjutkan pertumbuhan 5 cm dalam 1 tahun
 Berat badan; 19,6-39,6 kg
 Tinggi badan; 117-141,8 cm
 Gigi insisi lateral (maksilar) dan kaninus mandibular muncul
 Aliran gerak: sering, lemah lembut dan tenang
 Selalu terburu-buru; melompat, lari, meloncat
 Peningkatan kehalusan dan kecepatan dalam kontrol motorik halus;
menggunakan tulisan sambung
 Berpakaian lengkap sendiri
 Suka melakukan sesuatu secara berlebihan; sukar diam setelah
istirahat
 Lebih lentur; tulang tumbuh lebih cepat daripada ligamen
b) Mental
 Memberi ekmiripan dan perbedaan antara dua hal dari memori
 Menghitung mundur dari 20 sampai 1; memahami konsep kebalikan
 Mengulangi hari dalam seminggu dan bulan berurutan; mengetahui
tanggal
 Menggambarkan objek umum dengan mendetil, tidak semata-mata
penggunaannya
 Membuat perubahan lebih dari seperempatnya
 Masuk kelas tiga dan empat
 Lebih banyak membaca; berencana untuk mudah terbangun hanya
untuk membaca
 Membaca buku klasik, tatapi juga menyukai komik
 Lebih menyadari waktu; dapat dipercaya untuk pergi ke sekolah tepat
waktu
 Dapat menangkap konsep bagian dan keseluruhan (fraksi)
 Memahami konsep ruang, penyebab dan efek, menggabungkan
(puzzle), konservasi (massa dan volume permanen)

8
 Mengklarifikasikan objek lebih dari satu kualitas; mempunyai koleksi
 Menghasilakn gambar atau lukisan sederhana
c) Adaptif
 Menggunakan alat-alat umum seperti palu, jarum, atau skrup
 Menggunakan alat rumah tangga dan alat menjahit
 Membantu tugas rumah tangga rutin seperti mengelap, menyaou
 Menjalankan tanggung jawab untuk berbagi tugas-tugas rumah tangga
 Mencari semua kebutuhan sendiri saat di meja
 Membeli artikel yang bermanfaat; melatih beberapa pilihan dalam
membuat pembelian
 Melakukan pesan yang bermanfaat
 Menyukai majalah bergambar
 Menyukai sekolah; ingin menjawab semua pertanyaan
 Takut tidak naik kelas; dipermalukan karena bodoh
 Lebih kritis tentang diri sendiri
 Mengambil pelajaran musik dan olahraga
d) Personal-sosial
 Lebih senang berada di rumah
 Menyukai sistem penghargaan
 Mandramatisasi
 Lebih dapat bersosialisasi
 Dapat bersosialisasi
 Lebih sopan
 Tertarik pada hubungan laki-perempuan tetapi tidak terikat
 Pergi ke rumah dan masyarakat dengan bebas, sendiri, datau dengan
teman
 Menyukai kompetisi dan permainan
 Menunjukkan kesukaan dalam berteman dan berkelompok
 Bermain paling banyak dalam kelompok dengan jenis kelasmin yang
sama tetapi mulai bercampur

9
 Mengembangkan kerendahan hati
 Mengembangkan diri sendiri dengan orang lain
 Menikmati kelompok olahraga
1.4 Usia 10-12 tahun
a) Fisik dan motorik
 Anak laki-laki; tumbuh lambat dala tinggi dan penambahan berat
badan cepat; dapat menjadi kegemukan dalam periode ini
 Berat badan; 24,3 sampai 58 kg
 Tinggi badan 127,5 sapai 162,3 cm
 Potur lebih serupa dengan orang dewasa; akan mengalami lordosis
 Anak perempuan: perubahan daerah pubis mulai tampak; garis tubuh
menghalus dan menonjol
 Saat gigi akan muncul dan cenderug ke arah perkembangan penuh
(kecuali gigi geraham)
b) Mental
 Menulis cerita singkat
 Masuk kelas lima sampai enam
 Menuliskan surat penndek biasa kepada teman atau saudara dengan
inisiatif sendiri
 Menggunakan telepon untuk tujuan praktis
 Berespons terhadap majalah, radio, atau iklan lain
 Membaca untuk mendapatkan informasi praktis atau kenikmatan
sendiri—buku cerita atau buku perpustakaan tentang petualangan atau
romantika atau cerita binatang
c) Adaptif
 Membuat artikel bermanfaat atau melakukan pekerjaan perbaikan
yang mudah
 Memasak atau menjahit dalam cara sederhana
 Memelihara binatang peliharaan
 Mencuci dan mengeringkan rambutnya sendiri

10
 Bertanggung jawab untuk pekerjaan membersihkan rambut, tetapi
memerlukan perngingatan untuk melakukannnya
 Terkadang tinggal sendiri di rumah selama sejam atau lebih
 Berhasil dalam memelihara kebutuhan sendiri atau kebutuhan anak
lain yang ada dalam perhatiannya
d) Personal-sosial
 Menyukai teman-teman
 Memilih teman dengan lebih selektif; dapat mempunyai “sahabat”
 Menyukai percakapan
 Mengembangkan minta awal terhadap lawan jenis
 Lebih diplomatik
 Menyukai keluarga; keluarga benar-benar punya makna
 Menyukai ibu dan ingin menyenangkannya dengan berbagai cara
 Menunjukkan kasih sayang
 Juga menyukai ayah; ia dicintai dan diidolakan
 Menghormai orangtua
 Mencintai teman; bicara tentang meraka secara terus-menerus

11
B. Antropometri
Pengukukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan untuk
mengetahui ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan menggunakan alat ukur
tertentu, seperti timbangan dan pita pengukur (meteran)
Dari beberapa ukuran antropometri, yang paling sering digunakan untuk
menentukan keadaan pertumbuhan pada mas balita, adalah:
1. Berat badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang terpenting karena
dipakai untuk memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur.
a. Usia 6 tahun
Keterangan Laki-laki Perempuan
Underweight 14,063 kg 13,4711 Kg
Normal bawah 15,87 Kg 15,274 Kg
Ideal bawah 17,996 Kg 17,465 Kg
Ideal 20,541 Kg 20,164 Kg
Ideal atas 23,517 Kg 23,541 Kg
Normal atas 27,129 Kg 27,845 Kg
Overweight 31,508 Kg 33,448 Kg

b. Usia 7 tahun

Keterangan Laki-laki Perempuan


Underweight 15.666 kg 14.75 kg
Normal Bawah 17.655 kg 16.779 kg
Ideal Bawah 20.029 kg 19.268 kg
Ideal 22.892 kg 22.374 kg
Ideal Atas 26.382 kg 26.32 kg
Normal Atas 30.695 kg 31.443 kg
Overweight 36.1 kg 38.274 kg

12
c. Usia 8 tahun

Keterangan Laki-laki Perempuan


Underweight 17.271 kg 16.291 kg
Normal Bawah 19.472 kg 18.588 kg
Ideal Bawah 22.138 kg 21.435 kg
Ideal 25.416 kg 25.026 kg
Ideal Atas 29.512 kg 29.655 kg
Normal Atas 34.727 kg 35.776 kg
Overweight 41.521 kg 44.128 kg
d. Usia 9 tahun

Keterangan Laki-laki Perempuan


Underweight 18.817 kg 18.146 kg
Normal Bawah 21.275 kg 20.764 kg
Ideal Bawah 24.305 kg 24.035 kg
Ideal 28.109 kg 28.204 kg
Ideal Atas 32.993 kg 33.645 kg
Normal Atas 39.433 kg 40.958 kg
Overweight 48.214 kg 51.149 kg

e. Usia 10 tahun

Keterangan Laki-laki Perempuan


Underweight 20.42 kg 20.286 kg
Normal Bawah 23.206 kg 23.274 kg
Ideal Bawah 26.694 kg 27.031 kg
Ideal 31.159 kg 31.858 kg
Ideal Atas 37.035 kg 38.223 kg
Normal Atas 45.038 kg 46.89 kg
Overweight 56.434 kg 59.177 kg

2. Tinggi Badan ( Panjang badan)


Tinggi badan untuk anak kurang dari 2 tahun sering disebut dengan panjang
badan. Pada bayi baru lahir, panjang badan rata-rata adalah sebesar + 50 cm. Pada
tahun pertama, pertambahannya adalah 1,25 cm/bulan ( 1,5 X panjang badan
lahir). Penambahan tersebut akan berangsur-angsur berkurang sampai usia 9
tahun, yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun. Baru pada masa pubertas ada peningkatan

13
pertumbuhan tinggi badan yang cukup pesat, yaitu 5 – 25 cm/tahun pada wanita,
sedangkan pada laki-laki peningkatannya sekitar 10 –30 cm/tahun. Pertambahan
tinggi badan akan berhenti pada usia 18 – 20 tahun.
a. Usia 6 tahun
Keterangan Laki-laki Permpuan
Pendek 101,171cm 99,766 cm
Normal Bawah 106,097 cm 104,885 cm
Ideal bawah 111,024 cm 110,005 cm
Ideal 115,951 cm 115,124 cm
Ideal atas 120,878 cm 120,244 cm
Normal atas 125,804 cm 125,364 cm
Jangkung 130,731 cm 30,483 cm
b. Usia 7 tahun

Keterangan Laki-laki Perempuan


Pendek 105.877 cm 104.41 cm
Normal Bawah 111.162 cm 109.877 cm
Ideal Bawah 116.448 cm 115.344 cm
Ideal 121.734 cm 120.81 cm
Ideal Atas 127.019 cm 126.277 cm
Normal Atas 132.305 cm 131.744 cm
Jangkung 137.591 cm 137.211 cm
c. Usia 8 tahun

Keterangan Laki-laki Perempuan


Pendek 110.321 cm 109.163 cm
Normal Bawah 115.969 cm 114.961 cm
Ideal Bawah 121.617 cm 120.758 cm
Ideal 127.265 cm 126.556 cm
Ideal Atas 132.913 cm 132.353 cm
Normal Atas 138.561 cm 138.151 cm

14
Jangkung 144.209 cm 143.948 cm
d. Usia 9 tahun

Keterangan Laki-laki Perempuan


Pendek 114.53 cm 114.162 cm
Normal Bawah 120.542 cm 120.273 cm
Ideal Bawah 126.553 cm 126.384 cm
Ideal 132.565 cm 132.494 cm
Ideal Atas 138.577 cm 138.605 cm
Normal Atas 144.589 cm 144.716 cm
Jangkung 150.601 cm 150.826 cm

e. Usia 10 tahun

Keterangan Laki-laki Perempuan


Pendek 118.658 cm 119.446 cm
Normal Bawah 125.032 cm 125.843 cm
Ideal Bawah 131.406 cm 132.24 cm
Ideal 137.78 cm 138.636 cm
Ideal Atas 144.153 cm 145.033 cm
Normal Atas 150.527 cm 151.43 cm
Jangkung 156.901 cm 157.826 cm

3. Lingkar kepala
Secara normal, pertambahan ukuran lingkar pada setiap tahap relatif
konstan dan tidak dipengaruhi oleh factor ras, bangsa dan letak geografis. Saat
lahir, ukuran lingkar kepala normalnya adalah 34-35 cm. Kemudian akan
bertambah sebesar + 0,5 cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi + 44 cm.
Pada 6 bulan pertama ini, pertumbuhan kepala paling cepat dibandingkan dengan
tahap berikutnya, kemudian tahun-tahun pertama lingkar kepala bertambah tidak
lebih dari 5 cm/tahun, setelah itu sampai usia 18 tahun lingkar kepala hanya
bertambah + 10 cm

4. Lingkar Lengan Atas (Lila)

15
Pertambahan lingkar lengan atas ini relatif lambat. Saat lahir, lingkar
lengan atas sekitar 11 cm dan pada tahun pertama, lingkar lengan atas menjadi 16
cm. Selanjutnya ukuran tersebut tidak banyak berubah sampai usia 3 tahun.
Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan jaringan lemak dan otot
yang tidak berpengaruh oleh keadaan cairan tubuh dan berguna untuk menilai
keadaan gizi dan pertumbuhan anak prasekolah.

5. Lingkar Dada
Sebagaimana lingkar lengan atas, pengukuran lingkar dada jarang
dilakukan. Pengukurannya dilakukan pada saat bernapas biasa ( mid respirasi )
pada tulang Xifoidius( insicura substernalis). Pengukuran lingkar dada ini
dilakukan dengan posisi berdiri pada anak yang lebih besar, sedangkan pada bayi
dengan posisi berbaring.

2.2 KONSEP PERKEMBANGAN


2.2.1 Perkembangan psikoseksual (Frued)
Freud mengnggap insting seksual sebagai suatu yang segnikfikan sebagai
perkembangankepribadian.Ia menggunakan istilahpsikoseksual untuk
menjelaskan segala kesenangan seksual. Selama masa kanak-kaak bagian-bagian
tubuh tertentu memiliki makna psikologik yang menonjol sebagai sumber
kesenangan baru yang secara bertahap bergeser dari satu bagian tubuh kebagian
tubuh yang lain pada tahap-tahap perkembangan tertentu.

Tahap periode laten (6-12 tahun). Selama periode laten anak-anak


melakukan sifat dan keterampian yang telah diperoleh. Energi fisik dan psikis
diarahkan pada mendapatkan pengetahuan dan bermain.

2.2.2 Perkembangan psikososial (Erikson)


Teori perkembangan kepribadian yang paling banyak diterima adalah teori
yang dikembangkan oleh Erikson.Meskipun dibuat berdasarkan teori Freud, teori
ini dikenal sebagai perkembangan psikososial dan menekankan pada kepribadian
yang sehat, bertentangandengan pendekatan patologik. Erikso juga menggunakan

16
konsep-konsep biologis tentang periode kritis dan epigenesist, menjelaskan
konflik atau masalahinti yang harus dikuasai individu selama periode kritis dalam
perkembangan kepribadian. Keberhasilan pencapaian atau penguasaan terhadap
setiap konflik inti ini terbentuk berdasarkan keberhasialan pencapaian atau
penguasaan inti sebelumnya.
Setiap tahap psikososial mempunyaidua komponen aspek menyenangkan
dan tidak menyenangkan dari konflik inti dan perkembangan ketahap selanjutnya
bergantung pada penyelesaian konflik ini.Tidak ada konflik inti yang pernah
dikuasai secara lengkap melainkan tetap menjadi masalah yang kerap timbul
seumur hidup.Tidak ada situasi hidup yang pernah aman.Setiap situasi baru
menimbulkn konfli dalam bentuk baru. Sebagai contoh, ketika anak-anak yang
mencapai rasa percaya secara memuaskan menghadapi pengalaman baru (mis.,
hospitalisasi) mereka harus sekali lagi membentuk rasa percaya kepada orang
yang bertanggung jawab atas asuhan mereka dalam rangka menguasai situasi.
Pendekatan tentang kehidupan Erikson terhadap perkembangan kpribadian terdiri
atas delapan tahap. Pada tahap usia sekolah tahap kepribadian ini, yaitu industry
vs inferioritas (6-12 tahun). Tahap industry adalah tahap periode laten dari Freud.
Setelah mencapai tahap yang lebih penting dalam perkembangan kepribadian,
anak-anak siap untuk bekerja dan berproduksi. Mereka mau terlibat dalam tugas
dan aktifitas yang dapat mereka lakukan sampai selesai, mereka memerlukan dan
memenginkan pencapaian yang nyata. Anak-anak belajar berkompetisi dan
bekerja sama dengan orang lain, dan mereka juga mempelajari aturan-aturan.
Periode ini merupakan periode pemantapan dalam hubungan social mereka
dengan orang lain. Rasa ketidak adekuatan atau inferioritas dapat terjadi jika
terlalu banyak yang diharapkan dari mereka atau jika mereka percaya bahwa
mereka tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan orang lain untuk mereka.
Kualitas ego yang berkembang dari rasa industry adalah kompetensi.
Tahap ini merupakan tahap laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini
anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga
semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus
memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Pada usia ini anak

17
dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan
tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih
sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat
mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru
sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia
ini usaha yang sangat baik pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua
karakteristik yang ada. Dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan
dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.

2.2.3 Tahap Kepribadian Sullivan


Harry Stack Sullivan berfokus pada hubungan interpersonal sebagai motivator
perilaku yang penting dan sumber kesehatan psikologi.Teori interpersonalnya
mengemukakan bahwa konsep diri adalah kunci pengembangan
kepribadian.Beliau menilai, memahami pentingnya lingkungan (terutama di
rumah), dan juga menekankan persetujuan dan ketidaksetujuan peran dalam
membentuk konsep diri anak.Kepercayaan dan pengembangan kepribadian
Sullivan sebagian besar merupakan hasil dari pengalaman masa kecil, pertemuan
interpersonal, dan ibu-anak saat hubungan.Seberapa baik kebutuhan fisiologis
terpenuhi dalam situasi terpersonal tidak hanya mempengaruhi rasa aman dan
keamanan seseorang, namun juga membiarkan kegelisahan untuk
dihindari.Interaksi lingkungan yang buruk menimbulkan kegelisahan dan
ketegangan; hubungan social yang positif menghasilkan keamanan (Sullivan,
1953).
Tahapan Pengembangan Interpersonal Sullivan menggambarkan tujuh tahap
pengembangan interpersonal (Sullivan, 1953); enam berhubungan secara khusus
dengan bayi melalui lesbian.Sullivan percaya setiap tahap mempersiapkannya
sampai 15 tahun rentan terhadap lingkungan. Akhir remaja 15 sampai 19 tahun,
hubungan ekspres yang ingin dicapai dalam tahap berikutnya dan kegagalan untuk
berhasil melakukan aktivitas pengembangan kepribadian yang terbatas dan
peluang untuk hidup yang sukses.

18
2.2.4 Tahap Penilaian Moral Kohlberg
Pada saat pola pikir anak mulai berubah dari egosentrisme ke pola pikir yang
lebih logis, mereka juga bergerak melalui tahap perkembangan kesadaran diri dan
standar moral. Anak yang lebih kecil tidak mempercayai bahwa standar perilaku
berasal dari dalam diri mereka sendiri tetapi lebih mempercayai bahwa peraturan
ditetapkan dan diatur oleh orang lain. Selama usia prasekolah, anak mengadopsi
dan menginternalisasi nilai-nilai moral orangtuanya. Mereka mempelajari standar-
standar untuk perilaku yang dpat diterima, bertindak sesuai dengan standar
tersebut dan merasa bersalah jika mereka melanggarnya. Walaupun anak usia 6-7
tahun mengetahui peraturan dan perilaku yang diharapkan dri mereka, mereka
tidak memahami alasannya. Penguatan dan hukuman mengarahkan penilaian
mereka; suatu “tindakan yang buruk” adalah yang melanggar peraturan atau
membahayakan. Anak kecil dapat mempercayai bahwa apa yang orang lain
katakana pada mereka untuk melakukan sesuatu adalah benar dan bahwa apa yang
mereka pikirkan adalah salah. Oleh karena itu, anak usia 6 sampai 7 tahun
kemungkinan menginterpretasikan kecelakaan dan ketidakberuntungan sebagai
hukuman kesalahan atau akibat tindakan “buruk” yang dilakukan anak.
Anak usia sekolah yang lebih besar lebih mampu menilai suatu tindakan
berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan penilaian
tidak lagi bersifat mutlak dan otoriter serta mulai berisi lebih banyak kebutuhan
dan keinginan orang lain. Untuk anak yang lebih besar, pelanggaran peraturan
cenderung dilihat dalam kaitannya dengan konteks total penampakannya; reaksi
dipengaruhi oleh kondisi dan moralitas peraturan itu sendiri.Walaupun anak yang
lebih kecil dapat menilai suatu tindakan hanya berdasarkan benar atau salah, anak
yang lebih besar menggunakan berbagai pandangan yang berbeda untuk membuat
penilaian. Mereka mampu meahami dan menerima konsep memperlakukan orang
lain seperti bagaimana mereka ingin diperlakukan.
Kohlberg (1969) mengajukan delapan tahap pengembangan moral (lihat bab 6
untuk informasi lebih lanjut tentang kohlbergs theori). Anak usia sekolah berada
pada tingkat perkembangan konvensional (tahap 3 dan 4), ketika konspirasi
mengembangkan seperangkat "peraturan" internal yang harus diikutsertakan agar

19
"menjadi baik". Selama tahap 3 (usia 6 sampai 10 tahun), moralitas anak
didasarkan pada menghindari ketidaksetujuan orang lain, dan mempertahankan
hubungan positif dengan teman, keluarga, dan guru. Kecelakaan bisa dipandang
sebagai hukuman karena tidak taat. Misalnya, mainan yang mogok bisa jadi
hukuman karena menumpahkan susu di ruang keluarga dimana pemabuk dilarang.
Pada tahap 4 (usia 11 dan 12 tahun), anak tersebut berkepentingan melakukan hal
yang "benar" dan menunjukkan rasa hormat pada figur otoritas. Anak-anak pada
tingkat ini juga dapat menunjukkan perilaku yang kaku dalam upaya mematuhi
hukum. anak-anak ini dapat mempertimbangkan keadaan sekitar kejadian
daripada hanya melihat hasilnya. Anak-anak usia sekolah yang lebih tua
memahami perlunya memperlakukan orang lain karena mereka ingin
diperlakukan.

2.2.5 Tahap Kognitif Piaget


Jean mulai mempelajari perkembangan intelektual anak-anak selama
tahun 1920an. Dia terpesona oleh proses dan langkah yang diambil anak-anak saat
mereka menemukan, menemukan kembali, memahami, dan memperoleh
pengetahuan tentang dunia di sekitar mereka. Dia merasa bahwa sejak saat
kelahiran, anak-anak tidak hanya bertindak dan mengubah lingkungan mereka,
tapi juga dibentuk oleh konsekuensi tindakan mereka.Interaksi konstan ini
bertanggung jawab atas pertumbuhan intelektual.
Piaget percaya pertumbuhan intelektual mengikuti perkembangan tertib
yang didasarkan pada tingkat kematangan anak; pengalaman dengan benda fisik;
interaksi dengan pengasuh, orang dewasa lainnya, dan teman sebaya; dan
mekanisme pengaturan internal yang merespons rangsangan lingkungan.Dia
menggunakan beberapa istilah (skema, asimilasi, akomodasi, ekuilibrium) untuk
menggambarkan perkembangan kognitif.
Untuk piaget, interaksi dengan lingkungan menyebabkan orang mengatur
pola pikir (skema), yang mereka gunakan untuk menafsirkan atau memahami
pengalaman mereka. Misalnya, anak kecil yang percaya bahwa matahari masih
hidup karena bergerak beroperasi pada skema yang memindahkan benda-benda
itu hidup. Saat anak berkembang, mereka mungkin menganggap benda bergerak
lain yang mereka lihat (mainan angin, binatang) juga hidup, sehingga
menunjukkan asimilasi, atau menafsirkan informasi baru dalam hal informasi
yang ada. Saat mereka bertambah tua, anak-anak terus-menerus menemukan
benda hidup dan benda mati, dan mempelajari semua benda tidak hidup.Misalnya,
pohon tidak berpindah dari satu area ke halaman lainnya meski masih hidup.
20
Pemahaman yang lebih memadai mengenai perbedaan antara objek yang tidak
hidup dan makhluk hidup mencerminkan akomodasi, atau merevisi,
menyesuaikan kembali, atau hubungan yang harmonis antara proses berpikir dan
lingkungan (piaget, 1963;)
Piaget membagi satvo praoperasional menjadi dua fase, fase prakonseptual
dan intuitif.Fase prakonseptual (2-4 tahun) ditandai dengan meningkatnya
penggunaan bahasa, pemikiran egosentris, permainan simbolis, dan citra
mental.Selama fase intuitif (4-7 tahun), anak tersebut menunjukkan
perkembangan bahasa yang lebih canggih, mengurangi egosentrisme, pertanyaan
terus-menerus, dan permainan berbasis kenyataan.Anak-anak selama fase ini
berkulit hitam dan putih dalam pemikiran mereka (tidak dapat fokus pada lebih
dari satu aspek situasi pada saat bersamaan, mudah ditipu oleh penampilan, setiap
pertanyaan memiliki jawaban yang sederhana dan langsung), dapat berkonsentrasi
pada keduanya pada waktu bersamaan. , dan tidak dapat membalikkan tindakan,
situasi, atau sifat fisik subjek (yaitu, wadah lebar dan tinggi tidak mengandung
jumlah air yang sama walaupun anak diperlihatkan pada kontainer dengan volume
yang sama). Mereka juga percaya bahwa benda-benda mati memiliki perasaan
manusia dan mampu melakukan tindakan manusia, menganggap semuanya telah
diciptakan baik oleh manusia atau sebagai kekuatan supranatural, menggunakan
permainan simbolis (potongan kayu menjadi kapal, truk, mobil, hewan), dan acara
bermain berpengalaman dalam kehidupan sehari-hari mereka (piaget, 1963).
Anak-anak memperoleh dan menggunakan aktivitas mental di tahap
operasi beton (7-11 tahun) dan mulai memahami sifat dasar dan hubungan antara
objek dan kejadian.Kemampuan mereka untuk penalaran logis terbatas pada
pengalaman mereka. Namun, mereka dapat mengklasifikasikan objek ke dalam
beberapa kategori (ukuran, bentuk, warna), dan memahami prinsip konservasi
(hal-hal yang sama meskipun perubahan bentuk atau pengaturan). Mereka juga
bisa mengerti seriaton sesuai prinsip (mengatur kancing sesuai ukuran). Anak-
anak pada tahap ini cenderung untuk memecahkan masalah praktis melalui trial
and error mengerti reversibilitas (segumpal tanah liat mengandung volume yang
sama, bila berbentuk bola atau digulung menjadi tali), fokus pada beberapa
dimensi sekaligus (warna, ukuran, bentuk), mengembangkan peraturan yang
rumit, melihat sudut pandang orang lain, dan memahami maksud orang lain
(piaget, 1963).
Tahap operasi formal (12 tahun ke atas) ditandai dengan pemikiran yang
sistematis dan abstrak.Karena mereka mungkin senang memikirkan masalah
hipotetis, anak-anak dan remaja di tahap ini bisa menjadi idealis.Kemampuan
deduktif mereka yang berkembang memungkinkan mereka untuk
mempertimbangkan solusi alternatif sebelum memilih jawaban yang
benar.Kemampuan berpikir induktif mereka yang berkembang memungkinkan

21
mereka untuk mengatur dan membangun teori tentang gagasan mereka. Anak-
anak dan remaja pada tahap ini bergerak dari apa yang sebenarnya sesuai dengan
apa yang mungkin, dan dapat memproyeksikan diri mereka ke dalam dan
merencanakan masa depan. Akhirnya, mereka memiliki pemahaman yang lebih
baik tentang prinsip matematika dan ilmiah (proporsi, variabel) dan mampu
menetapkan nilai dan aturan pribadi (piaget, 1963)

INTISARI TEORI PERKEMBANGAN

Tahap
Tahap Tahap Tahap Tahap
Penilaian
Usia Psikososial Psikososial Kognitif Kepribadian
Moral
(Freud) (Erikson) (Piaget) (Sullivan)
(Kohlberg)
6 – 12 Latensi Industri Vs. Operasional Tahap Teori
Tahun Inferioritas Konkret Konvensio Interpersonal
(Berpikir nal : : Orientasi
Induktif Dan Orientasi Akan Hidup
Mulai Logis) Pada Anak Dalam
(7-11 Tahun) Laki-Laki Dunia
Yang Baik, Bersama
Anak Kelompok
Perempuan Teman
Yang
Manis
Orientasi
Pada
Hukum
Dan
Peraturan

2.3 PERKEMBANGAN SOSIAL


Perilaku seks adalah tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenis maupun sesama jenis.
Pada saat anak memasuki umur 6 dan 7 tahun, anak mulai menunjukkan kesadaran,
minat terhadap perbedaan fisik laki-laki dan perempuan mulai muncul, 8 tahun anak
mulai menyinggung masalah seks, 9 tahun mulai membicarakan tentang seks dengan
teman sepantarannya dan menggunakan istilah seksual dalam mengucapkan kata-kata
kotor atau membuat puisi dan mulai belajar tentang organ seks mereka sendiri, dan pada

22
umur 10 tahun anak akan belajar dari temannya tentang menstruasi dan hubungan seks
(Wuryani , 2008).
Anak usia sekolah yang memasuki umur 10 tahun mulai minat terhadap materi seks
dan kebutuhan untuk bertambah dramatis. Hal ini terjadi karena perubahan fisik dan
emosi didalam dirinya.Berfikir tentang seks lebih dari sebelumnya dan berbicara tentang
materi seks dengan temannya, yang sama-sama tidak mendapatkan informasi seperti
dirinya. Maka sangat diperlukan peranan orang tua untuk memberikan perhatian dan
informasi yang dibutuhkan untuk membina perilaku anak yang kemudian akan tumbuh
menjadi remaja dan dewasa3) Perkembangan Psikososial
Masa akhir anak-anak merupakan suatu masa perkembangan di mana anak-anak
mengalami sejumlah perubahan-perubahanyang cepat dan menyiapkan diriuntuk
memasuki masa remaja serta bergerak memasuki masa dewasa.Pada masa ini mereka
mulai sekolah dan kebanyakan anak-anak sudah mempelajari mengenai sesuatu yang
berhubungan dengan manusia, serta mulai mempelajar berbagai ketrampilan
praktis.(Wuryani, 2008).

2.4 KOMUNIKASI
Komunikasi yang efektif membutuhkan kepekaan terhadap kebutuhan anak dan
keluarga dan rencana yang disusun dengan baik dan matang.Sebenarnya, kemampuan
perawat untuk membangun hubungan terapeutik dengan anak-anak dan pengasuh mereka
sangat terkait dengan kemampuan komunikasi dan harus menjadi prioritas tinggi bagi
semua perawat saat mereka berinteraksi dengan klien dan keluarga.Perawat selalu perlu
menyadari kebutuhan klien dan keluarga untuk pendidikan dan menggunakan interaksi
komunikatif sebagai hidangan untuk memberikan informasi lama atau memperkuat
informasi lama.Meningkatkan pengetahuan dan memberikan informasi mengenai
penyakit anak, gejala, kebutuhan perawatan, atau tingkat perkembangan dapat
memberdayakan keluarga dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan.Sebelum
komunikasi bisa bersifat afektif, beberapa elemen kunci harus ditangani termasuk
membangun hubungan baik, membangun kepercayaan, menunjukkan rasa hormat,
menyampaikan empati, mendengarkan secara aktif, memberikan batasan profesional.
a) Hubungan Baik Dan Kepercayaan

23
Perawat harus mengembangkan kepercayaan dan hubungan baik dengan klien,
dan klien harus bersedia untuk berbicara, mendengarkan dan memberikan jawaban yang
jujur.Perawat mungkin juga perlu tersedia dan terbuka untuk pertanyaan yang harus
dimiliki oleh pengasuh dan anak-anak.Untuk membangun hubungan baik dengan anak
dan perawat, perawat harus diterima oleh mereka dan bersedia mendiskusikan isu-isu
non-kesehatan untuk menyampaikan kehangatan dan keramahan. Untuk membangun,
seorang perawat harus menindaklanjuti janji, berjaga-jaga, menghargai kerahasiaan
klien, dan dengan hati-hati menjelaskan prosedur dengan cara yang dapat diterima
keluarga (munoz & luckman, 2005)

b) Menghormati
Untuk mendapatkan rasa hormat, perawat harus menujukan nama pertama anak
tersebut (nama resmi kecuali diberi izin untuk menggunakan julukan) dan perawat oleh
mr., ms., atau mrs. Dan kemudian nama belakangnya. Sebelum menangani pengasuh
dengan nama depan, pengasuh wajib memberikan persetujuan mereka. Rasa hormat
juga disampaikan dengan mempertimbangkan perasaan keluarga, pandangan budaya,
dan nilai.Perawat perlu menyampaikan mereka punya waktu untuk habiskan dengan
anak dan keluarga. Ini akan memungkinkan keluarga untuk berbagi pemikiran dan
kekhawatiran dan mengajukan pertanyaan. Jika perawat berkomunikasi mereka tidak
punya waktu, misalnya dengan berdiri di dekat ambang pintu, sering melihat jam sambil
berbicara, atau memberi tahu anak dan keluarga betapa sibuknya mereka, pengasuh dan
anak-anak akan segera percaya bahwa perawat terlalu sibuk atau tidak terlalu peduli
pesan-pesan ini mengganggu kepercayaan dan rasa hormat, dan harus dihindari.
Gangguan dalam membangun rasa hormat juga terjadi saat ada anak yang diisolasi dan
perawat diharuskan memakai sarung tangan dan masker.Memang, anak-anak dalam
situasi ini mungkin merasa terisolasi karena mereka tidak sering mengunjungi dan
komunikasi verbal teredam atau sulit dimengerti.Oleh karena itu, perawat harus
melakukan upaya bersama untuk berbicara lebih jelas tanpa tampil seolah berteriak.
Sambil tersenyum dari mulut perawat, karena akan ditutupi topeng, anak itu akan
melihatnya di mata perawat.
c) Empati

24
Empati membentuk dasar hubungan membantu dan merupakan elemen penting
dalam komunikasi, empati mengacu pada kemampuan untuk menempatkan diri
seseorang dalam sepatu orang lain - untuk merasakan dan juga secara intelektual
mengetahui apa yang dialami orang lain. Perawat empati mampu menghargai dan
memahami anak-anak dan pengasuh sebagai individu yang unik, dan membiarkan
mereka merasa diperhatikan dan diterima.Agar hal ini terjadi, empati perawat perlu
diintegrasikan dengan perilaku verbal dan nonverbal.Empati namun, jangan dikelirukan
dengan simpati.Perawat empati mempertahankan rasa objektivitas, dan mendukung,
memahami, dan mampu merencanakan dan menerapkan perilaku yang bermanfaat
dengan mengajarkan dan memberi contoh situasi sulit dan menyedihkan.Mereka
perawat simpatik bagaimanapun, menawarkan belasungkawa dan rasa kasihan, dan
tidak mampu mengembangkan atau melaksanakan tindakan buruk yang melibatkan
anak atau orang tua dalam kegiatan yang membantu mereka menjaga hubungan dan
kemampuan mereka untuk berfungsi dalam situasi sulit. Sebagai contoh, seorang anak
laki-laki berusia 11 tahun yang memiliki tumor otak yang tidak dapat dioperasi, dirawat
di rumah oleh orang tuanya, simpati perawat merasa kasihan saat mabuk dan sering
menangis saat melihat dia dan mencoba untuk berbicara dengan ibunya.
Orangtuanya.Dia mengasumsikan semua perawatan fajar. Perawat empati akan
mengajar orang tua bagaimana melestarikan energi kegemukan, dan menguraikan
aktivitas pengalihan sehingga semua pelacak akan mengarahkan energi untuk
menemukan cara agar orang tua dapat memiliki waktu dan pengalaman yang berkualitas
dengan kegelapan dan bahkan mungkin "berbagi air mata dengan" orang tua saat
mereka berbicara tentang apa yang akan terjadi pada akhirnya. Perawat empathizer
mampu membangun pemahaman yang akurat tentang anak dan pengasuh dari sudut
pandang mereka, membangun hubungan baik, dan berhubungan dengan anak dan
perawat sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka mengungkapkan perasaan
dan kekhawatiran mereka.
d) Mendengarkan
Mendengarkan terdiri dari pemberian isyarat verbal dan nonverbal yang
mengkomunikasikan minat. Ini adalah kegiatan yang membutuhkan perhatian dan usaha
karena seseorang tidak hanya mendengarkan perkataan anak dan pengasuh, tapi juga
mendengarkan bagaimana kata-kata digunakan dan memutuskan apakah atau tidak apa

25
yang dikatakan adalah apa yang dimaksud. Mendengarkan dengan akurat tidak terjadi
tanpa usaha. Itu membutuhkan secara aktif menghadiri apa yang diungkapkan, diamati,
dan diciptakan oleh keseluruhan konteks komunikasi. Penting untuk tidak membiarkan
pikiran seseorang berkeliaran, melamun, berprasangka apa yang sedang dikatakan, atau
pikirkan apa yang akan dikatakan sebagai tanggapan; kita harus mendengarkan dengan
penuh perhatian dan menunggu orang lain menyelesaikan apa yang mereka katakan.
Mendengarkan penuh perhatian melampaui pendengaran dan mencakup apa yang tidak
dikatakan atau apa yang disampaikan melalui isyarat. Mendengarkan secara aktif juga
mencakup menjaga kontak mata, mengambil sikap terbuka dan santai, dan menghadapi
anak atau pengasuh.Namun, ingat, memberi dan menerima kontak mata adalah perilaku
yang ditentukan secara budaya.
Empat metode mendengarkan dengan efektif
- Menjadi perhatian; menghilangkan gangguan
- Jelas tentang pesan; klarifikasi jika perlu
- Bersikap empati; menyampaikan kepedulian dan perhatian
- Bersikap terbuka; hindari prasangka

Saat bekerja dengan anak-anak dan perawat, perawat harus mendorong dan
mengizinkan masing-masing memberi masukan, mendiskusikan masalah,
mengungkapkan perasaan, dan mengakui masalah. Menghargai perasaan dan pandangan
orang lain, dan saling menghargai satu sama lain dan kejadian ketakutan meski berbeda
dari keinginannya sendiri, juga penting. Saat mendengarkan anak-anak, perawat harus
mempertimbangkan tingkat perkembangan, kognisi, dan perilaku emosional
mereka.Anak-anak yang bersifat sosial dan verbal nampaknya lebih terkendali dan
mampu mengerti, dan berpikir lebih logis dan rasional maka anak-anak yang terlibat
dalam perilaku pemalu, menempel, dan tergantung.Perawat harus menggunakan bahasa
dan perilaku yang sesuai dengan perkembangan anak-anak dan memperhatikan isyarat
perilaku mereka untuk mendapatkan petunjuk mengenai kekhawatiran dan ketakutan
mereka.Sebagai contoh, seorang anak mungkin terus berbicara dan mengajukan
pertanyaan agar tidak memulai perawatan.

Memberikan umpan balik dengan menyediakan feeback bisa termasuk mengangguk


kepala, merenungkan kembali ke klien apa yang dikatakannya, meminta penjelasan untuk
mengklarifikasi, meminta validasi dari klien untuk memastikan seseorang membicarakan
hal yang sama, dan berfokus pada satu gagasan dan eksplorasi lebih jauh. Fokus berarti
mengarahkan pembicaraan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh klien. Misalnya, saat

26
bercakap-cakap dengan anak mengenai kakinya yang patah, anak tersebut menyebutkan
anak lain di taman bermain telah mendorongnya berkeliling. Perawat mungkin ingin
mengarahkan pembicaraan dan menyelidiki lebih dalam ketakutan yang mungkin dialami
anak itu karena kejadian di palyground, interaksi kekerasan lainnya yang mungkin
dialami anak di masa lalu, dan apa yang mungkin terjadi selama interaksi di masa depan.

Manajemen konflik ada tiga cara untuk mendekati resolusi konflik: win-win, kalah-
menang, dan menang-kalah. Maka pendekatan win-win terjadi ketika kedua belah pihak
berkomitmen untuk menyelesaikan konflik. Mereka bekerja sama menuju sebuah
resolusi, mencari berbagai cara untuk menyelesaikan masalah sehingga mereka akhirnya
dapat mencapai solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Situasi kalah-menang
terjadi ketika seseorang mengizinkan sebuah resolusi atas biaya sendiri; pendekatan
menang-kalah terjadi ketika satu orang menyelesaikan konflik dengan memiliki
kebutuhan dan keinginannya untuk memuaskan, namun memaksa orang lain untuk
menyetujui solusinya. Penting bagi perawat untuk mempertahankan pendekatan win-
win.Hal ini memungkinkan pengasuh anak dan perawat merasa terkendali, dan
kemungkinan untuk mematuhi keputusan apapun dibuat lebih jauh.

Batas profesional perawat harus menciptakan dan mempertahankan batas-batas


profesional dalam hubungan dengan anak-anak dan pengasuh mereka.Hubungan
terapeutik harus peduli dan berempati, namun harus menghindari overvensi emosional
dan overprotectiveness. Selalu membantu menjelaskan kepada anak-anak dan keluarga
tentang jenis perawatan yang harus diberikan, kapan perawatan akan diberikan, dan
bagaimana orang tua dan anak dapat membantu dalam perawatan. Mengidentifikasi
kebutuhan dan menetapkan harapan akan meningkatkan dan memfasilitasi interaksi.
Perawat tidak boleh mengganggu hubungan antara anak dan pengasuh.Sebaliknya,
perawat paling baik melayani anak dengan mengasuh pengasuh untuk merawat dan
mengasuh anak, dan dengan mengenali kebutuhan pengasuh agar merasa diterima oleh
para profesional dan dianggap penting bagi kesejahteraan anak.Akhirnya, perawat harus
menghindari perilaku pribadi yang menandakan adanya overinvolment seperti
bersosialisasi dengan anak atau keluarganya, berbagi informasi pribadi seperti alamat
rumah atau nomor telepon, dan memberi atau menerima hadiah.

27
Keterampilan tambahan berguna dalam berkomunikasi beberapa keterampilan
tambahan berguna saat berkomunikasi dengan anak-anak dan pengasuh mereka. Ini
termasuk observasi, keheningan, kesadaran akan lingkungan, humor, bermain, menulis,
menggambar, menggunakan pihak ketiga, dan mendongeng.

e) Pengamatan

Keterampilan observasional memungkinkan perawat untuk memvalidasi dan


menafsirkan apa yang tidak dikatakan oleh anak dan pengasuh. Perilaku nonverbal
memberikan informasi yang berarti tentang apa yang oleh si anak dan pengasuh
berkomunikasi satu sama lain dan kepada perawat. Bagaimana kata-kata disampaikan
sama pentingnya dengan kata-kata yang digunakan. Kesesuaian antara makna kata-kata
dan semua perilaku lainnya memvalidasi pesan.Mengamati mata (posisi, gerakan,
pandangan, dan ekspresi), mulut, bulu mata dan daerah nasolabial, suasana emosional
umum, gerakan tubuh, dan postur tubuh adalah penting.Isyarat juga perlu ditafsirkan dari
sudut pandang budaya anak untuk menghindari interpretasi yang mengerikan misalnya, di
beberapa budaya, kontak mata dan keteraturan adalah tanda perhatian.Namun, dalam
budaya lain, melihat seseorang secara langsung dipandang tidak sopan. Perawat juga
harus mengamati cara anak-anak dan perawat menanggapi permintaan masing-masing
untuk mendapat perhatian, dan berperilaku dan berinteraksi dalam situasi kedisiplinan
atau perawatan. Pengamatan ini dapat membantu perawat menilai keefektifan pola
komunikasi antara anak dan perawat dan memungkinkan pengembangan statemen
kesehatan yang berhubungan dengan respek hubungan.

f) Diam
Diam mungkin metode lain yang digunakan untuk berkomunikasi. Keheningan
harus ditafsirkan dalam kaitannya dengan lingkungan di mana komunikasi terjadi dan
perilaku normal orang-orang yang berinteraksi. Anak-anak yang pemalu dan ragu
dengan orang asing mungkin diam saat perawat mendekati untuk perawatan. Seorang
perawat yang diam setelah diberi tahu tentang diagnosis terminal anak kemungkinan
akan mengalami kejutan dan ketidakpercayaan dan berusaha memahami kenyataan apa
yang didengar juat. Anak-anak mungkin terdiam karena kehilangan kecemasan dan
ketakutan, seperti pada anak berusia 4 tahun yang dirawat di rumah sakit dan harus

28
menghabiskan waktu di lingkungan yang aneh tanpa perawat di dekatnya.Keheningan
juga bisa menunjukkan kenyamanan, rasa hormat, dan perhatian seperti ketika seorang
perawat duduk dengan orang tua setelah berita mengecewakan didengar atau saat anak
tersebut tertidur setelah prosedur menjengkelkan.
g) Lingkungan hidup
Lingkungan dapat mempengaruhi aktivitas komunikasi antara perawat, anak, dan
pengasuh bahkan lebih dari kata-kata yang diucapkan.Cara perawat ada di lingkungan
dan memanfaatkan ruang untuk membuat orang lebih atau kurang nyaman karena
mereka mencari perawatan itu penting.Perawat yang efektif dalam komunikasi perawat-
klien mengembangkan dan merendahkan penghormatan terhadap ruang fisik dan pribadi
cliense.Sebagai contoh, ketika masalah sensitif atau perasaan cemas perlu didiskusikan
dan lingkungan adalah tempat tidur empat tempat teman sekamar bisa mendengar
percakapan, berbagi ketakutan dan kecemasan dan mengajukan pertanyaan mungkin
sulit dilakukan.Lingkungan yang tenang dan pribadi harus disediakan sebelum diskusi
dimulai. Perilaku menyusui seperti mengetuk sebelum memasuki kamar anak-anak,
memanggil anak dan pengasuh dengan nama, berbicara masing-masing secara langsung,
dan meminta izin untuk memeriksa menunjukkan rasa hormat dan menimbulkan rasa
memiliki atas ruang fisik dan pribadi. Klien dalam pengaturan pemberian perawatan
seperti rumah sakit dan klinik akan mengalami lebih sedikit stres, mudah tersinggung,
dan kelelahan saat mereka tetap berada dalam kendali relatif terhadap ruang fisik dan
pribadi mereka. Lingkungan yang memfasilitasi komunikasi terapeutik mengurangi
tekanan psikologis sehingga anak-anak dapat memperhatikan situasi perawatan
kesehatan mereka.Saat anak rileks atau tidak mengalami ketakutan, mereka mampu
mengatasi orang dan lingkungan serta lebih rela berkomunikasi.Namun, anak-anak
dapat bervariasi dalam tingkat komunikasi mereka berdasarkan kepribadian,
temperamen, pengalaman, dan kemampuan perkembangan mereka. Perawat harus
menggunakan perhatian, perhatian, dan pengetahuan tentang perkembangan anak, dan
bersedia untuk menggunakan berbagai pendekatan komunikasi dengan anak yang sama
selama interaksi yang berbeda atau dengan anak-anak yang berbeda dalam interaksi
yang serupa.
h) Humor

29
Humor adalah penyembuhan dan bisa menjembatani kesenjangan cimunicative
bahkan ketika komunikasi langsung dikhawatirkan atau ofensif.Ini dikenali sebagai
metode efektif untuk membantu anak-anak dan remaja mengatasi penyakit, rasa sakit
dan rawat inap. Misalnya, perawat yang bisa menertawakan diri sendiri mungkin
dimaafkan, dan perawat yang bisa membuat orang lain tertawa tidak bisa semua buruk
(atau menakutkan). Perawat harus menggunakan humor yang menyenangkan dalam
menangani klien anak-anak dan pengasuh mereka untuk mempromosikan interaksi
terapeutik.
i) Bermain
Bermain, perilaku masa kecil yang alami, harus didorong di lingkungan
perawatan kesehatan dan digunakan sebagai metode berkomunikasi.Menggunakan
boneka, boneka, atau boneka binatang, menggambar dengan krayon dan cat, atau
menggunakan pendekatan mendongeng untuk memberi informasi melibatkan anak
tersebut.Karena bermain akrab dan bentuk perilaku alam sehari-hari, anak tidak
mengaitkannya dengan stres, kegelisahan, atau ketakutan.Bermain membantu anak
rileks dan menghilangkan hambatan, namun untuk sementara, dibawa oleh lingkungan
perawatan kesehatan.Perawat yang terlibat dalam bermain cenderung dilegitimasi
sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam berkomunikasi.
j) Menulis dan menggambar
Metode yang sangat efektif untuk berkomunikasi dengan anak-anak usia sekolah
dan remaja yang lebih tua, menulis dapat mencakup menyimpan jurnal atau buku
harian, atau menulis surat yang tidak disampaikan. Contoh lain termasuk mendorong
anak atau remaja untuk menuliskan pemikiran atau perasaan yang tidak mudah
diungkapkan secara verbal, tetap mengikuti perkembangan bentuk pengalaman yang
berkaitan dengan situasi perawatan kesehatan, atau menulis sebuah cerita atau esai
tentang sebuah pengalaman. Terkadang hanya bisa mengartikulasikan pemikiran dan
perasaan secara tertulis bisa menjadi batu loncatan untuk diskusi atau masalah
selanjutnya.Gambar dapat membantu anak-anak yang lebih muda karena memberi
petunjuk tentang keadaan emosional dan perasaan anak.Mengevaluasi gambar atau
memiliki anak menceritakan sebuah cerita tentang gambar tersebut memungkinkan
perawat mendapatkan jendela ke dalam diri anak.Namun, seseorang harus berhati-hati,

30
karena evaluasi gambar harus dilakukan bersamaan dengan evaluasi informasi lainnya
seperti pengamatan perilaku dan komunikasi dengan anak secara langsung. Pemeriksaan
gambar harus mencakup evaluasi jenis kelamin tokoh, urutan pengambilan gambar,
pengecualian individu tertentu, aksentuasi atau tidak adanya bagian tubuh tertentu,
penempatan dan ukuran gambar pada halaman, apakah atau tidak bukan gambar yang
dibuat dengan tebal atau guratan ringan, dan warna yang digunakan.
k) Komunikasi pihak ketiga
perawat dapat mempromosikan dialouge dengan anak-anak dengan menggunakan
metode tidak langsung seperti mempekerjakan pihak ketiga. Di sini, perawat
mengarahkan perhatiannya kepada anak melalui teman yang tepercaya (misalnya,
mainan boneka). Dengan melakukan hal ini, perawat memperhatikan aktivitas normali
anak, menggunakan metode komunikasi dengan cara mengurangi stres untuk
menciptakan lingkungan terapeutik, dan membantu anak tersebut fokus pada isi pesan
dan bukan pada kecemasan dan ketakutan.

Pendekatan pihak ketiga lainnya yang digunakan pada anak-anak dan remaja
yang lebih tua adalah untuk mengaitkan perasaan atau pemikiran kepada anak-anak lain.
Metode ini bisa menjadi bentuk interaksi yang aman yang menggunakan pemikiran dan
perasaan kelompok daripada anak atau remaja secara langsung. Menggunakan perasaan
kelompok membantu anak atau remaja merasa nyaman berbicara dengan orang dewasa
karena somenon lain sedang berbicara; aduklt diberi tahu apa pendapat orang ketiga
tanpa anak atau remaja yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut, pernyataan
tersebut dibuat oleh orang ketiga. Sebagai contoh, ketika menjelaskan bagaimana
seseorang belajar memberi suntikan insulin insulin, memonitor glukosa darah, atau
mengatur makanan pada siang hari saat di sekolah, perawat dapat memberi tahu
christine, anak-anak jarinya yang berusia 16 tahun, sering kali memaafkan dirinya dari
teman-temannya. , pergi ke kamar kecil untuk memeriksa kadar gulanya, dan beri
dirinya insulin jika dibutuhkan. Perawat juga bisa menyebutkan bahwa christine telah
memberi tahu teman-temannya bahwa dia menderita diabetes, memakai gelang
kesehatan med, dan selalu membawa permen keras ke dalam dompetnya.

l) Mendongeng

31
Mendongeng adalah strategi komunikasi lain yang efektif yang bisa digunakan
perawat untuk mempromosikan lingkungan terapeutik dengan anak-anak. Teknik
bercerita dapat digunakan untuk membangun hubungan baik, penilaian dan prosedur,
mengajarkan kesehatan, dan mempersiapkan diri untuk kejadian menyakitkan atau
emosional. Perawat dapat merancang atau menggunakan cerita sehingga anak dapat
mengadopsi salah satu dari dua peran mendongeng tersebut: teller dan pendengar.
Sebagai contoh, seorang anak dapat membaca atau menceritakan sebuah cerita tentang
seorang anak laki-laki yang menjalani operasi, atau diminta memberi tahu seorang anak
laki-laki telah menjalani operasi.
Yang pertama bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang akan terjadi saat akan
dioperasi. Yang terakhir mungkin digunakan untuk memperoleh informasi tentang
pengalaman anak saat perawat merancang sebuah cerita dan bergantian dengan anak
tersebut untuk mengisi konten. Disebut "saling bercerita", perawat mungkin berkata,
"saya akan memulai ceritanya, dan ketika saya mengangguk, anda mengisi bagian
selanjutnya dari cerita ini." perawat dimulai dengan, "sekali setelah anak laki-laki
melanggar hihad untuk menjalani operasi dia ...." perawat itu mengangguk kepada anak
itu untuk mengisi kekosongan itu. Perawat kemudian menggunakan respons anak untuk
memperpanjang ceritanya sedikit, diikuti dengan mengangguk kepada anak tersebut
untuk mendapatkan respons lain. Perawat kemudian menganalisa tema yang disajikan
oleh anak, yang mungkin mengungkapkan perasaan penting.
Anak mulai mengalami bercerita seperti bayi dan balita.Ini adalah bagian alami dari
kehidupan awal mereka, dan penggunaan plot cerita membantu seorang anak melakukan
transisi dari pemikiran operasional praoperasional ke beton.Bagi perawat,
bagaimanapun, mendongeng adalah keterampilan, dan kerahasiaan diperoleh melalui
penggunaan dan latihan. Pengisahan cerita dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan menceritakan cerita dari buku-buku yang berkaitan dengan subjek,
menceritakan kisah berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan anak-anak atau
diceritakan kepada anda oleh anak-anak lain, dan menceritakan kisah-kisah yang
diadaptasi dari artikel yang dicetak di jurnal keperawatan menyusun gambar khusus
cerita, tarian, mime, puisi, atau potongan dari surat kabar, komik, atau majalah untuk
ilustrasi juga dapat mendorong komunikasi antara anak-anak dan perawat.

32
Anak usia sekolah pengalaman relasional anak usia sekolah berkembang untuk
mencakup orang dan lingkungan di luar keluarga dan rumah. Mereka diajarkan sajak,
nyanyian, dan ritual oleh anak-anak lain, yang dapat berfungsi sebagai sarana konteks
emosional-sosial yang menakutkan dan membingungkan.Kita semua ingat contoh,
"silanglah hatimu dan harapanlah untuk mati," "bintang terang, bintang terang, bintang
pertama kulihat malam ini," dan "ketuk kayu," yang digunakan untuk meminimalkan
hal buruk yang bisa menimpa kita.Humor dan teka-teki adalah pelepas ketegangan dan
mengasuh anak dengan identitas sosial, (yaitu, "ketuk, ketuk, siapa yang ada di
sana?").Selama tahun-tahun awal sekolah, interaksi dengan anak-anak lain meningkat
dan persahabatan yang erat berkembang. Anak-anak dari kelompok usia ini mungkin
secara verbal agresif, bossy, berpendirian, dan argumentatif. Anak usia sekolah belajar
untuk menerima tanggung jawab atas tindakan mereka, mereka memahami peraturan,
dan mereka menjadi berorientasi pada peraturan dan saksinya. Mereka tertarik untuk
belajar dan memiliki rentang jangkauan yang meningkat.Mereka belajar menguasai
klasifikasi, serialisasi, dan konsep spasial, temporal, dan numerik.Pemikiran konkret
muncul dan mendominasi. Mereka semakin bisa memahami tubuh dan lingkungan
mereka dan menggunakan bahasa sebagai alat kontrol dan menghargainya sebagai
metode yang digunakan orang lain untuk mengendalikannya. Anak usia sekolah juga
telah memperluas kosakata yang memungkinkan mereka menggambarkan perasaan,
pikiran, dan konsep. Mereka dapat melakukan percakapan dengan orang lain dan
menghargai sudut pandang mereka. Namun, kata-kata dengan banyak dan kata-kata
yang menggambarkan hal-hal yang mereka alami masih belum benar-benar mengerti.
Saat bekerja dengan anak usia sekolah, perawat harus meluangkan waktu bersama
anak untuk menjelaskan perawatan dan prosedur dengan baik sebelum waktu yang
dijadwalkan. Fotogram, buku, gambar, dan video dapat digunakan untuk membantu
pemahaman dan membantu menjawab pertanyaan. Kesempatan segera dan segera harus
diijinkan untuk pertanyaan, dan pengulangan penjelasan dan rincian yang lengkap
tentang apa yang akan terjadi untuk mereka harus disediakan ketakutan dan
kekhawatiran tentang integritas tubuh harus dinilai dan dijawab dengan jujur.
Percakapan yang mendorong pemikiran kritis dipromosikan.

33
2.5 BERMAIN
Piaget (1962) menjelaskan bermain selama usia sekolah sebagai permainan
dengan aturan agar anak mampu berpikir lebih objektif sehingga membuat aktivitas
kelompok menjadi suatu kemungkinan. Secara sosial, anak usia sekolah mulai memahami
konsep kerjasama dan mencerminkan hal ini dalam permainan mereka saat mereka
bekerja sama demi kebaikan tim mereka. Ketaatan ketat terhadap peraturan memberi
rencana kerja untuk bermain game dan menciptakan rasa aman. Anak-anak seusia ini
menikmati permainan video dan menonton televisi. Kegiatan ini harus dibatasi karena
aktivitasnya tidak baik untuk dijalani.
Bermain juga memberi kesempatan untuk mempelajari apa yang dimiliki tubuh
secara fisik sebagai pengembangan motorik yang bagus pada saat anak usia sekolah
berusia 6 tahun memiliki kekuatan fisik dan stamina untuk olahraga tim, dan memberikan
kontribusi terhadap kesehatan fisik dan melepaskan frustrasi. Anak-anak senang bermain
permainan papan; mulai koleksi; berpartisipasi dalam, mendengarkan, atau memainkan
musik; dan bermain air. Terakhir, sejak anak-anak usia sekolah menggunakan bermain
sebagai jalan keluar untuk mengekspresikan emosi mereka, perawat harus berpartisipasi
dalam bermain dengan anak-anak mereka, sebagai alat untuk meningkatkan hubungan
emosional yang lebih kuat (Biringen, 2004).
Permainan games dengan aturan yang berhubungan dengan perilaku social. Tahap
permainan ini dilakukan anak-anak berusia antara usia 8-11 tahun, dikenal juga dengan
konkrit operasional. Dimana anak sudah mampu berpikir rasional, seperti penalaran
untuk menyelesaikan suatu masalah yang konkret. Tahap usia sekolah tergolong dalam
cooperative play. Contohnya : mengumpulkan perangko, bermain kelompok dengan
sesama jenis kelamin, dan dapat belajar dengan aturan kelompok.

2.6 PERAWATAN ANAK DENGAN HOSPITALISASI


A. Perawatan anak dengan hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit sehingga anak harus beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit (Wong, 2000). Reaksi hospitalisasi pada anak bersifat individual dan sangat
bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya di rumah

34
sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki anak
(Supartini, 2004).
Reaksi hospitalisasi pada anak usia sekolah sudah sedikit menerima
perpisahan dengan orang tua dan sudah dapat membentuk rasa percaya dengan orang
lain yang lebih berarti ataupun teman sebaya, akan tetapi anak usia sekolah tetap
masih membutuhkan perlindungan dari orang tua. Anak usia sekolah merasa cemas
karena tidak bisa masuk sekolah, lingkungan rumah sakit yang dirasakan terpencil,
kesepian, asing dan rumah sakit bisa sangat membosankan (Smet, 1994). Dari reaksi-
reaksi yang timbul diatas akan memunculkan kecemasan dan ketakutan anak di
rumah sakit (Supartini, 2004)
Kecemasan pada anak usia sekolah adalah kecemasan karena berpisah dengan
kelompok sosial dan keluarganya, mengalami luka pada tubuh, dan rasa nyeri.
Perubahan citra diri, integritas, dan kehilangan kontrol juga dapat menimbulkan
kecemasan (Wong, 2000).Ada juga muncul ketakutan pada anak yaitu ketakutan pada
perawat dan dokter, serta lingkungan yang asing bagi anak. Anak merasa takut bila
ada seorang perawat yang datang menghampirinya, tidak peduli apa yang perawat
lakukan sekalipun tidak akan menyakitinya. Mereka menganggap perawat akan
melukainya dengan membawa suntikan atau peralatan yang lainnya. Anak berusaha
untuk menolak perawat, tidak mau ditinggalkan orang tuanya, memegang erat tangan
orang tuanya, anak meminta pulang, menangis kuat-kuat dan memukuli perawat, serta
anak berlari- lari.
Dirawat di rumah sakit dapat membuat anak usia sekolah menunjukkan
berbagai tanda permasalahan lain seperti depresi, perasaan gugup yang mengarah
pada insomni, mimpi buruk, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi (Smet, 1994).
Adanya kecemasan memungkinkan anak akan bertambah panik bahkan sampai stres
sehingga anak sulit untuk diajak berperan dalam menjalani perawatan pengobatan.
Karakteristik anak usia sekolah adalah suka berkelompok dengan teman sebaya sesuai
jenis kelaminnya (Ngastiyah, 2005) sehingga anak merasa cemas pada saat dirawat
dirumah sakit karena merasa kehilangan kelompok sosialnya dan takut dengan
lingkungan rumah sakit. Ia sudah ingin dianggap sebagai seorang pribadi, akan tetapi
masih tergantung dengan orang lain dan anak perlu merasakan dirinya nyaman dalam

35
kasih sayang orang dewasa di lingkungannya. Anak senang diajak berbicara tentang
apa saja yang dapat menyenangkan hatinya. Dalam merawat pasien anak usia
sekolah, harus dapat merasakan suasana anak, suasana bermain supaya anak bereaksi
baik terhadap pendekatan perawat kepadanya (Gunarso, 1995). Salah satu alternatif
untuk mengalihkan perhatian anak yang dirawat di rumah sakit adalah dengan adanya
dukungan sarana bermain yang dapat memfasilitasi anak untuk mengurangi
kecemasan dan ketakutan anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit,karena anak
usia sekolah juga masih senang bermain - main dengan anak seusianya (Ngastiyah,
2005). Sarana bermain bertujuan agar tumbuh kembang anak tidak terhambat
walaupun anak sedang dirawat di rumah sakit serta permainan yang diberikan juga
tidak memperberat sakit yang diderita anak, maka disesuaikan dengan kemampuan
anak dan kesukaan anak tersebut.

B. Faktor-faktor hospitalisasi pada anak

Menurut Supartini (2004),hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena


alasan tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Hospitalisasi adalah bentuk
stressor individu yang berlangsung selama individu tersebut dirawat di rumah
sakit(Wong,2003).Menurut WHO,hospitalisasi merupakan pengalaman yang
mengancam ketika anak menjalani hospitalisasi karenastressor yang dihadapi dapat
menimbulkan perasaan tidak aman.
Beberapa factor yang dapat menimbulkan stress ketika anak menjalani
hospitalisasi seperti:

1. Faktor Lingkungan rumah sakit,


Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut
pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar,wajah-wajah yang
asing,berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat
menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua.
(Norton-Westwood,2012).
2. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti berpisah dengan suasana rumah

36
sendiri, benda-benda yang familiar digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa
dilakukan dan juga berpisah dengan anggota keluarga lainnya (Pelander & Leino-
Kilpi,2010).
3. Faktor kurangnya informasi yang didapat anak dan orangtuanya ketika akan
menjalani hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi
merupakan hal yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika
menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan berbagai prosedur
yang dilakukan(Gordon dkk,2010).
4. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian; Aturan ataupun rutinitas rumah
sakit, prosedur medis yang dijalani seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain
sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang
dalam taraf perkembangan (Price & Gwin,2005).
5. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan; semakin
sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil bentuk
kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander & Leino-Kilpi,2010).
6. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit; khususnya perawat;
mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif,
bahasa dan komunikasi. Perawat juga merasakan hal yang sama ketika
berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien anak yang menjadi sebuah tantangan,
dan dibutuhkan sensitifitas yang tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan
pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak juga sangat dipengaruhi oleh
usia anak, kemampuan kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan psikologis tahapan
penyakit dan respon pengobatan (Pena&Juan,2011).

C. Respon Anak ketika Menjalani Hospitalisasi


Hospitalisasi dapat dianggap sebagai suatu pengalaman yang mengancam
dan merupakan sebuah stressor, serta dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga.
Hal ini mungkin terjadi karena anak tidak memahami mengapa dirawat, stress dengan
adanya perubahan akan statuskesehatan,lingkungandankebiasaan sehari-hari dan
keterbatasan mekanisme koping. Menurut Alimul (2005) anak akan memberikan
reaksi saat sakit dan mengalami proses hospitalisasi. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan, pengalaman sebelumnya, support system dalam keluarga,
ketrampilan koping dan beratringannya penyakit.

37
Menurut Wong (2003) berbagai perasaan merupakan respons emosional seperti:
1. Cemas akibat Perpisahan
Kecemasanyangtimbulmerupakanresponemosional terhadap penilaian sesuatu
yang berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart
&Sundeen,1998). Menurut Wong (2003), Stres utama dari masa bayi pertengahan
sampai usia prasekolah, terutama untuk anak-anak yang berusia 6 bulan sampai 30
bulan adalah kecemasan akibat perpisahan yang disebut sebagai depresi anaklitik. Pada
kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa perubahan
perilaku.
Manifestasi kecemasan yang timbul terbagi menjadi tiga fase yaitu: (a) fase
protes (phase of protest); anak- anak bereaksi secara agresif dengan menangis dan
berteriak memanggil orangtua, menarik perhatian agar orang lain tahu bahwa ia tidak
ingin ditinggalkan orangtuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain
dan sulit ditenangkan. (b) fase putus asa (phase of despair); dimana tangis anakan
berhenti dan muncul depresi yang terlihat adalah anak kurang begitu aktif, tidak
tertarik untuk bermain atau terhadap makanan dan menarik diri dari orang lain.dan
(c) fase menolak (phase of denial); merupakan fase terakhir yaitu fase pelepasan
atau penyangkalan, dimana anak tampak mulai mampu menyesuaikan diri
terhadap kehilangan, tertarik pada lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain dan
tampak membentuk hubungan baru, meskipun perilaku tersebut dilakukan merupakan
hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan kesenangan.
2. Kehilangan Kendali

Kurangnya kendali akanmengakibatkan persepsi ancaman dan dapat


mempengaruhi ketrampilan koping anak-anak. Kehilangan kendali pada anak sangat
beragam dan tergantung usia serta tingkat perkembangannya seperti: Kehilangan
kendali pada anak sekolah;banyak rutinitas di rumah sakit seperti tirah baring yang
dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu, kurangnya
privasi, kegiatan mandi di tempat tidur, penggunaan kursi roda atau brankar dapat
menyebabkan ancaman dan kehilangan kendali pada anak sekolah (Wong,2003). Akan
tetapi jika anak-anak tersebut diizinkan memegang kendali dengan cara
melibatkannya dalam setiap prosedur yang memungkinkan, mereka akan

38
berespon dengan sangat baik terhadap prosedur apa pun. Hal ini biasanya terjadi
akibat perasaan berguna dan produktif untuk anak-anak yang sedang belajar
"bertindak dewasa".

3. CederaTubuh dan Nyeri


Ketakutan mendasar terhadap sifat fisik dasar penyakit timbul pada saat
anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan dengan
disabilitas, pemulihan yang tidak pasti atau kemungkinan kematian.Anak usia
sekolah mulai menunjukkan kekhawatiran terhadap: (a) kemungkinan efek
prosedur yang dilakukan, (b) tahu apakah prosedur tersebut akan menyakitkan atau
tidak, (c) untuk apa dan bagaimana prosedur tersebut dapat membuat mereka lebih
baik dan cedera atau bahaya apa yang dapat terjadi.Seperticontoh tindakan anestesi,
dimana anak usia prasekolah takut terhadap masker atau lingkungan yang asing
sedangkan anak usia sekolah merasa takut terhadap apa yang akan terjadi pada saat
mereka tidur, apakah mereka akan bangun kembali dan apakah mereka akan mati.
Anak usia sekolah mampu mengkomunikasikan secara verbal nyeri yang
mereka alami berkaitan dengan letak, intensitas dan deskripsinya.Secara umum,
mereka telah mempelajari koping menghadapi nyeri seperti berpegangan
erat,mengepalkan tangan atau mengatupkan gigi atau mencoba bertindak berani dengan
meringis atau berteriak. Pada anak yang berusia di atas 8 tahun sudah mampu
menggambarkan nyeri dengan berbagai kata atau frase seperti, menyakitkan, luka,
terbakar, tersengat, sakit dan seperti pisau tajam (Tesler dkk,1991 dikutip oleh
Wong,2003).
Anak usia sekolah juga menggunakan kata-kata untuk mengendalikan reaksi
mereka terhadap nyeri. Mereka dapat meminta perawat untuk berbicara dengannya
selama prosedur, sebagian memilih berpartisipasi selama prosedur, ada yang memilih
menjauhkan diri dengan tidak melihat pada apa yang sedang terjadi. Sebagian besar
menghargai penjelasan prosedur yang diberikan dan tampak tidak begitu takut jika
mereka mengetahui apa yang akan terjadi dan sebaliknya anak yang lain berusaha
untuk mendapatkan kendali dengan berupaya menunda kejadian tersebut.
4. Respon Keluarga terhadap Hospitalisasi
a) Respon OrangTua

39
Beberapa penelitian menunjukkan, orang tua merasakan kecemasan yang tinggi
terutama ketika pertama kali anaknya dirawat di RS, orang tua yang kurang mendapat
dukungan emosi dan sosial keluarga, kerabat dan petugas kesehatan dan saat orang
tua mendengar keputusan dokter tentang diagnosa penyakit anaknya
(Frieddman,1997).
Reaksi orang tua terhadap penyakit anak sangat bergantung kepada
keberagaman faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: (1) keseriusan
ancaman terhadap anak, (2) pengalaman sebelumya dengan sakit atauhospitalisasi,(3)
prosedur medis yang terlibat dalam diagnosis dan pengobatan, (4) sistem pendukung
yang ada, (5) kekuatan ego pribadi, (6) kemampuan koping sebelumnya, (7) stress
tambahan pada system keluarga, (8) keyakinan budaya dan agama, serta (9) pola
komunikasi di antara anggota keluarga (Wong,2003).
b) Respon Sibling

Sibling sangat terpengaruh dalam menghadapi anggota keluarga yang


sedang di rawat dirumah sakit. Sibling akan merasacemburu,marah,benci,iridanmerasa
bersalah. Hal tersebut dikarenakan secara tiba-tiba perhatian keluarga sedang tertuju
kepada saudaranya yang sakit sehingga sibling akan merasa terabaikan. Menurut
pendapatSimon, (1993) yang dikutip olehWong,(2003), berdasarkan pengalaman 45
sibling yang dikaji persepsinya, mereka mengalami stres yang sama
tingkatannya dengan stres pada anak yang menjalani hospitalisasi. Untuk mengatasi
hal ini, perawat dapat membantu orang tua mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan sibling antara lain:(1)memberikan informasi tentang kondisi penyakit
saudara kandung dan sejauh mana perkembangannya, (2) membiarkan sibling untuk
mengunjungi saudaranya yang dirawat, (3) anjuran untuk memberikan perhatian seperti
membuatkan gambar atau kartu serta (4) menelpon saudaranya yang dirawat,
membiarkan sibling untuk terlibat dalam perawatan saudara kandung
semampunya(Price&Gwin,2005).
D. Dampak Hospitalisasi
Anak-anak dapat bereaksi terhadap stress hospitalisasi sebelum mereka masuk,
selama hospitalisasi, dan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan
lebih penting dibandingkan usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan

40
tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi (Carson,Gravley,danCouncil,1992;
Clatworthy,Simon,danTiedeman,1999;Wong,2003).
Sejumlah factor resiko membuat anak-anak tertentu lebih rentan terhadap stres
hospitalisasi dibandingkan dengan lainnya.Mungkin karena perpisahan merupakan
masalah penting seputar hospitalisasi bagi anak-anak yang lebih muda, anak yang aktif
dan berkeinginan kuat, cenderung lebih baik ketika hospitalisasi dibandingkan anak
yang pasif.Hal ini mengharuskan perawat harus mewaspadai anak-anak yg pasif
karena membutuhkan dukunganyanglebihbanyakdaripadaanakyangaktif.
Berkembangnya gangguan emosional jangka panjang dapat merupakan dampak dari
hospitalisasi.Gangguan emosional tersebut terkait dengan lama dan jumlah masuk rumah
sakit, dan jenis prosedur yang dijalani di rumah sakit. Hospitalisasi berulang dan lama
rawat lebih dari 4 minggu dapat berakibat gangguan di masa yang akan datang.
Gangguan perkembangan juga merupakan dampak negatif lain dari hospitalisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh LilisMurtutikdan Wahyuni(2013)padaanakpre school
penderita leukemia di RSUD Dr. Moewardi menunjukkan bahwa semakin sering
anak menjalani hospitalisasi beresiko tinggi mengalami gangguan pada perkembangan
motorik kasar.

a) Meminimalkan Dampak Hospitalisasi


Mempersiapkan anak menghadapi pengalaman rumah sakit dan
prosedur merupakan hal yang dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif
yang ditimbulkan karena hospitalisasi. Semua tindakan atau prosedur di rumah
sakit dilakukan berdasarkan prinsip bahwa ketakutan akan ketidaktahuan
(fantasi) lebih besar daripada ketakutan yang diketahui. Oleh karena itu,
mengurangi unsure ketidaktahuan dapat mengurangi ketakutan tersebut. Perawat
memiliki peranan penting dalammemberikan dukungan bagi anak dan
keluarga guna mengurangi respon stres anak terhadap hospitalisasi.Intervensi
untuk meminimalkan respon stres terhadap hospitalisasi menurut Hockenberry
dan Wilson(2007), dapatdilakukan hal-hal sebagai berikut: (1)meminimalkan
pengaruh perpisahan, (2) meminimalkan kehilangan kontrol dan otonomi, (3)
mencegah atau meminimalkan cedera fisik, (4) mempertahankan aktivitas

41
yang menunjang perkembangan, (5) bermain, (6)memaksimalkan
manfaat hospitalisasi anak, (7) mendukung anggota keluarga, (8)
mempersiapkan anak untuk dirawat di rumah sakit.
1) Mempertahankan rutinitas anak ketika hospitalisasi; Salah satu teknik yang
dapat meminimalkan perubahan pada rutinitas anak adalah penstrukturan
waktu. Pendekatan ini paling sesuai untuk anak usiasekolah atau remaja yang
mengerti konsep waktu.Dalam membuat jadwal harus melibatkan perawat, anak
dan orangtua dan dalam membuat jadwal juga harus mencakup semua aktifitas
yang penting bagi anak dan perawat,seperti prosedur pengobatan,tugas-tugas
sekolah, latihan, menonton televisi, bermain dan hobi.
2) Mencegah atau Meminimalkan Ketakutan akan CederaTubuh Salah satu
dari beberapa cara untuk mengurangi nyeri dan ketakutan akan cedera tubuh
adalah dengan distraksi aktif dan pasif ketika dilakukan prosedur.Nilson dkk
(2013), meneliti tentang bagaimana distraksi aktif dan pasif mempengaruhi
nyeri, perasaan tertekan dan kecemasan pada anak usia 5-12 tahun selama
menjalani prosedur ganti balutan luka. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan jika anak yang terlibat permainan yang membutuhkan
keseriusan (distraksi aktif) mengalami penurunan yang cukup signifikan dalam
merasakan nyeri, tertekan dan kecemasan jika dibandingkan dengan distraksi
pasif.
3) Penataan Ruang Rawat dan Program Bermain di Rumah Sakit Anak yang
sakit dimungkinkan dirawat di rumah sakit khusus anak atau di rumah sakit
umum yang memiliki fasilitas ruangan khusus untuk anak. Perlu
mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan anak, dengan
mempersiapkan sarana di unit perawatan anak dengan perabotan yang
berwarna cerah dan sesuai dengan usia anak, dekorasi ruangan yang menarik
dan familiar bagi anak, serta adanya ruang bermain yang dilengkapi berbagai
macam alat bermain (Price &Gwin,2005). Menurut Marks (1998), tempat
bermain sebaiknya memiliki area yang luas untuk menfasilitasi mobilitas
kursiroda, standar infuse dan anak yang terpasang traksi.
Keberagaman alat bermain sesuai dengan usiadan kebutuhan anak

42
penting dimiliki untuk melengkapi tempat bermain tersebut. Meskipun tempat
bermain penting disediakan di setiap bangsal anak, terdapat beberapa
kondisi yang memungkinkan anak tidak dapat terlibat di dalam tempat
bermain. Situasi ini mengharuskan perawat lebih kreatif untuk memberikan
kesempatan bermain pada anak.
Ketika mengembangkan ruang anak, perludipertimbangkan
memisahkan ruang tindakan, dengan ruang perawatan. Hal ini dilakukan agar
tidak mengganggu dan membuat anak lain ketakutan ketika sedang
dilaksanakan sebuah prosedur (Price &Gwin,2005). Dengan penataan ruang
anak seperti tersebut di atas, diharapkan anak mampu meningkatkan koping
strategi selama menjalani hospitalisasi (Norton,2012).
Perawat dapat menggunakan terapi bermain untuk membantu
menurunkan kecemasan pada anak ketika dirawat di rumah sakit.Menurut
Ron (1993), bahwa bermaindapatdigunakansebagaialatuntukmengurangi stres
dan kecemasan yang berhubungan dengan hospitalisasi. Bermain yang
dimaksudkan adalah permainanterapeutik(therapeuticplay),yaitu:(1)upaya
yang dilakukan untuk membantu melanjutkan perkembangan normal yang
memungkinkan anak berespon lebih efektif terhadap situasi yang sulit seperti
pengalaman pengobatan,(2) merupakan permainan bentuk yang kecil, berfokus
pada bermain sebagai mekanisme perkembangan dan peistiwa yang kritis
seperti hospitalisasi, (3) terdiri dariaktivitas-aktivitas yang tergantung dengan
kebutuhan perkembangan anak maupun lingkungan, dan dapat disampaikan
dalam berbagai bentuk yang di antaranya adalah pertunjukan wayang
interaktif, seni ekspresi atau kreatif, permainan boneka, dan lain-lain
permainan yang berorientasi pengobatan (Koller,2008).

43
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anak pada usia sekolah menunjukkan beberapa karakteristik yaitu senang


bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, senang melakukan sesuatu
secara konkret. Kebanyakan anak lebih suka praktek dari pada diberikan teori.
Pendidikan di sekolah pada dasarnya mendorong dan mengembangkan anak dalam
merealisir tugas-tugas perkembangannya

Sebagai suatu fasilitas yang menjadikan anak anak sebagai pengguna utama,
maka diperlukan suatu perancangan yang menjadikan anak anak menyukai hal hal yang
terjadi di dalamnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu ide dan solusi yang mampu
memfasilitasinya, terutama pada desain kali ini sebagai suatu area kegiatan yang
mendukung tumbuh kembang anak dengan isu yang ingin diangkat adalah bagaimana
suatu kegiatan antara anak dan orang tua dapat meningkatkan interaksi, sehingga menjadi
lebih dekat, yaitu mendukung dari segi psikososialnya.

3.2 Saran

Untuk membangun keutuhan sikap terhadap diri sendiri dalam hal ini selain peran
serta dari pihak sekolah.Peran orang tua juga ikut berpengaruh karena berkembangnya
anak didik dimulai dari lingkungan keluarga, sehingga peran sekolah hanyalah sebagai
jembatan untuk memberikan bimbingan dan memberikan teguran apabila siswa
melakukan suatu pelanggaran.

44
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E, Robert M. Kliegman & Ann M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Jakarta :EGC

Betz, Cecily Lynn dan Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta
:EGC

Potts, Nicki L. & Barbara L. Mandleco.2007. Pedriatrick Nursing Caring for children and
their families. Canada : Thomson Delmar Learning

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta . EGC

Wuryani, S.E. 2008. Pendidikan Sex Untuk Keluarga.Jakarta :PT Index


Yuli Utami. 2014. Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak. Jurnal Ilmiah
Widya. Volume 2 No. 2.ISSN 2337-6686.ISSN-L 2338-3321.Diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=250294&val=6690&title
=DAMPAK%20HOSPITALISASI%20TERHADAP%20PERKEMBANGA
N%20ANAK pada tanggal 8 Januari 2018 pada pukul 14.00 WIB

45

Anda mungkin juga menyukai