Anda di halaman 1dari 88

ASKEP TBC PARU

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.

I. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe
humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis
aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi
penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah
infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer,
peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada
usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis
post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di
dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil
tersebut.

II. Proses Penularan


Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni
penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke
udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif.
Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000
droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam
ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara
dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari
langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam
ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai
beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan
pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni
konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang
waktu individu bernapas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh
yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran
pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

2. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat
epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa
telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program
penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun
1995 melalui strategi DOTS (directly observed
treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak
tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global
penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini
didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar
negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali,
hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil
disembuhkan, terutama penderita menular (BTA
positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi
sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga
juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang
kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari
seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.
Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di
negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia
produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah
menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita
dibandingkan dengan kasus kematian karena
kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia,
dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO
memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus
baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000.
secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis
dengan BTA positif.

3. Anatomi dan Fisiologi


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru
adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan
bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-
saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi
sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh
darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan
dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang
masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah
pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka 'letaknya di belakang larinx
(larinx-faringeal).

Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian


terendah farinx yang mernisahkan dari columna
vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian
vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di
bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan
yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm
panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-
kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di
tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap
yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama
oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea
pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima,
mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan
ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada
yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah
arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas
dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang
lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi
lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil,
sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena
fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru.

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus


terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli
pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi
oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm.
Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea
sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh
dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada
bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal
pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai.
Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior,
medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula,
ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150
juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang
cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02
dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan
C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi
tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu
masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-
paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara
atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-
otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan
beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus
dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara
darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan
fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi
interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu
sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan
energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses
metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4)
Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan
mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5
urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini
adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.
(5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara.
alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi
merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran
darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi
dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada
orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat
maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali
pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki
fungsi sebagai berikut:
1. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan
Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan
mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli
keudara atmosfer.
2. menyaring bahan beracun dari sirkulasi
3. reservoir darah
4. fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas 7
8
Berikut
1 ini adalah gambar anatomi paru-paru:
9
10
11
2
12
13
3 14
4 15
5 16

6
17
Keterangan:
1. Apeks 10. Viceral pleura
2. Superior lobe 11. Parietal Pleura
3. Horisontal fissure 12. Cardiach notch
4. Middle lobe 13. Heart
5. Oblique Fissure 14. Oblique Fissure
6. Inferior Lobe 15. Inferior Lobe
7. Thymus 16. Base
8. Superior lobe 17. Diaphragma
9. Costal surface 18. Mediastinal Surfaces
5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka
terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis
terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus
biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga
gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-
paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bacteria namun tidak membunuh
organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
ke kelenjar bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator”
yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan
dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2
golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-
mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak
darak, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan
lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya
timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring
dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di
tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam
lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal
merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis
pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top
foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik
antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan
atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak
(noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di
lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah
beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ;
Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak
penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan
apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar
sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-
baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali
pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan
apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting
dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

1. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala
klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena
merupakan salah satu faktor determinan untuk
menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi
TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali,
mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif
1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
2. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai
dengan TB Paru aktif
3. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik
positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat
kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB
inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).

III. Penanganan Medik


Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain
untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah
kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu
fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide
dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:

Obat Anti Rekomendasi Dosis


Poten
TB Aksi (mg/kg BB)
si Per Minggu
Esensial Per Hari
3x 2x
Isoniazid Bakterisid Ting 5 10 15
(H) al gi 10 10 10
Rifampisin Bakterisid Ting 25 35 50
(R) al gi 15 15 15
Pirasinamid Bakterisid Rend 15 30 45
(Z) al ah
Streptomisi Bakterisid Rend
n (S) al ah
Etambutol Bakteriost Rend
(E) atik ah

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan


kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa,
berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima
komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan
pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara
mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang
lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur
dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki
sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap
hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka
pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
PANDUAN OBAT TUBERKULOSIS PARU
Untuk program nasional penmberantasan TB Paru, WHO
menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori
penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan
pengobatan dalam program. Untuk itu penderita dibagi
dalam 4 kategori sebagai berikut :
1. Kategori I : Kasus baru dengan dahak positif dan
penderita dengan keadaan yang berat
seperti Meningitis , TB Milier,
Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif
atau bilateral, spondiolitis dengan
gangguan neurologis, penderita dengan
dahak negatif tetapi kelinan parunya luas,
TB usus, TB saluran kemih dsb.
2. Kategori II : Kasus kambuh atau gagal dengan
dahak tetap positif.
3. Kategori III : Kasus dengan dahak negatif tetapi
kelainan parunya tidak luas dan kasus TB
diluar paru selain yang disebut dalam
kategori I.
4. Kategori IV : Tuberkulosis Kronik.
PANDUAN OBAT KATEGORI I
Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap
hari selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi
negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan
dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang
2 – 4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes
diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan),
kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat
apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya
adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB
Milier, Spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase
lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 – 7 bulan hingga
total pengobatan 8 – 9 bulan. Sebagai panduan alternatif
pada fase lanjutan ialah 6 HE.

PANDUAN OBAT KATEGORI II


Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila
setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka
diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak
masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1
bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat
sisipan) bila setelah 4 bulan dahak nmasih tetap posistif
maka pengobatan di hentikan 2 – 3 hari, lalu periksa
biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan
diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita
mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata
kuman masih sensitive terhadap semua obat dan setelah
fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan
dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan
ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R
maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi
jika data menunjukan resistensi terhadap H dan R maka
kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase
lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan
pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan
pengawasan.

PANDUAN OBAT KATEGORI III


2 HRZ / 6 HE
2 HRZ / 4 HR
2 HRZ / 4 H3R3
PANDUAN OBAT KATEGORI IV
Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan
keberhasilan pengobatan kecil sekali. Untuk negara
kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat
diberikan H saja seumur hidup. Sedang untuk negara
maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu)
dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji
resisten atau obat lapis kedua seperti quinolon,
ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dsb.

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan
dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah
sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas
berat timbul. sesak (nafas pendek),
sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat
kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah
paru), demam subfebris (40 –410C)
hilang timbul.
b.Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak
diperut, penurunan berat badan.
Objektif: Turgor kulit jelek, kulit
kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif
sesak napas, sakit dada.
Objektif: Mulai batuk kering sampai batuk
dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe,
terdengar bunyi ronkhi basah, kasar
di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim
paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak
simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus
(cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena
batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit,
prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah
keuangan, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
Objektif: Menyangkal (selama tahap dini),
ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-
sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan
dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan
sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan
tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat
berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya
pada keluarga yang kurang marnpu, masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan
pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola
istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga

Dinding tuberkel tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan


gagal terbentuk
perawatannya. Metabolisme tubuh
meningkat
6. Pemeriksaan Diagnostik:
Penyebaran basil
tuberkel keseluruh
paru a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif
Kebutuhan nutrisi
pada tahap akhir penyakit. lebih banyak
Kerusakan
jaringan paru
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area
Sekresi cairan Gangguan nutrisi
pada daerah indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam). kurang dari
nekrosis kebutuhan
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ;
Cairan lepas Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak
kedalam bronkus
seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas
Akumulasi sekret
di jalan napas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas
Jalan napas tidak
efektif
tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru karena TB paru.
Kuman TBC
e. Darah: peningkatan leukosit danpada
Reaksi inflamai Laju Endap Darah
alveoli
(LED).
Reaksi jaringan
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas
Invasi daerah infeksi
vital menurun.
Terbentuk jaringan
tuberkel oleh
jaringan ikat
2. Dampak Penyakit Tuberkulosis
Fibrosis
Terhadap
Penyimpangan KDM Terbentuk jaringan
parut

Perkapuran

Sembuh

Penimbunan cairan
pada alveoli

Difusi O2 dan CO2


Basil masuk terganggu
kedalam getah
bening Gangguan
pertukaran gas
Transit ke aliran
darah dalam Kompensasi paru-
jumlah kecil paru

Melibatkan otot-otot
Penyebaran limfa pernapasan
hematogen, tambahan
jaringan tulang,
ginjal, hati dan Pernapasan cepat
jantung dan dangkal

Peningkatan
Resiko Infeksi penggunaan energi
sekunder dan
Penyebaran
infeksi Batuk

Drplet
infection
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien
dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah,
Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema
trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru,
atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler,
Sekret yang kental, Edema bronchial.
c. Risiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan
dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia
menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan
akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi,
Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan
tentang infeksi kuman.
d. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering,
adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia,
Penurunan kemampuan finansial.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang
menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang
didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya
pengetahuan/kognitif
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan
berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien.
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki
bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam
program pengobatan sesuai kondisi.
Mengidentifikasi potensial komplikasi dan
melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi
napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan
otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi
atelektasis, ronki indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan membersihkan
jalan napas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk
mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
sputum berdarah akibat kerusakan paru atau
luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi
semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan
latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah
dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila
perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction
dilakukan bila pasien tidak mampu
mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake
cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret
sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran
mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret,
lingkaran ukuran lumen trakeabronkial,
berguna jika terjadi hipoksemia pada
kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang
bronkogenik. dengan edema laring atau
perdarahan paru akut.
2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal. Bebas dari gejala distress
pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi
pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan
meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang
berasal dari bronkopneumonia yang meluas
menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
effusion dan meluasnya fibrosis dengan
gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-
tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran
mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp
oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas
dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara
untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas
sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada
periode respirasi.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2)
atau meningkatnya PaC02 menunjukkan
perlunya penanganan yang lebih. adekuat
atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia
yang terjadi sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan alveolar paru.

3. Risiko infeksi dan penyebaran infeksi


Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan
pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase
aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus
pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau
sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin,
meludah, tertawa., atau ciuman
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti
dan menerima terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang
beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga,
teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu
program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut
dan membuang dahak di tempat penampungan yang
tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah
terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap
melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya
infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk
terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti:
alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal,
menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid,
adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini
membantu pasien untuk mengubah gaya
hidup dan menghindari/mengurangi
keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang
dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-
3 hari setelah permulaan kemoterapi jika
sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran
infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH,
etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit
Tuberkulosis primer dikombinasikan
dengan obat-obat lainnya. Pengobatan
jangka pendek INH dan Rifampisin selama
9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan
pertama.

i. Pemberian terapi Pyrazinamid


(PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat sekunder diberikan jika obat-obat
primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan
efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat
mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn
normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang
berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan
menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah
atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat
masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak
disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang
spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan
jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi
frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar.
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus
saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan
sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari
sputum atau obat-obat yang digunakan yang
dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan
tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan
menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan
komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn
perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal
pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual
dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein
serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan
perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan
metabolik dan konsurnsi kalori.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup
unruk memperbaiki kesehatan umurn dan
menurunkan resiko pengaktifan ulang
luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang
mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima
perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat
kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi,
lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media,
orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan
keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan
pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada
dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam,
kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau
efek samping obat yang membutuhkan
evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake
cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik,
mengurangi kelelahan, intake cairan
membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam
bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu
mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi,
tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu
lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat
Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien
mematuhi aturan terapi dan mencegah putus
obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat:
mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap
pengobatan sehingga mampu menjalani
terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn
alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan
dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani
terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan
visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Cemas dan penyangkalan dpt
memperburuk mekanisme koping.

j. Berikan gambaran tentang pekerjaan


yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya:
bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan
silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi
kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan
pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan
Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat
mengurangi resiko penularan/ kambuh
kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi
abses, empisema, pneumotorak, fibrosis,
efusi pleura, empierna, bronkiektasis,
hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal
(GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis
laring, dan penularan kuman.

5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan
napas.
b. Fungsi pernapasan
adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup
berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi
adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi
malnutrisi.
e. Pemahaman tentang
proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan
perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

ASKEP TBC PARU

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.

IV. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe
humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis
aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi
penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah
infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer,
peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada
usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis
post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di
dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil
tersebut.

V. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni
penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke
udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif.
Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000
droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam
ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara
dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari
langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam
ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai
beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan
pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni
konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang
waktu individu bernapas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh
yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran
pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat
epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa
telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program
penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun
1995 melalui strategi DOTS (directly observed
treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak
tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global
penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini
didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar
negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali,
hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil
disembuhkan, terutama penderita menular (BTA
positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi
sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga
juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang
kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari
seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.
Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di
negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia
produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah
menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita
dibandingkan dengan kasus kematian karena
kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia,
dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO
memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus
baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000.
secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis
dengan BTA positif.

5. Anatomi dan Fisiologi


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru
adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan
bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-
saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi
sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh
darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan
dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang
masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah
pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka 'letaknya di belakang larinx
(larinx-faringeal).

Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian


terendah farinx yang mernisahkan dari columna
vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian
vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di
bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan
yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm
panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-
kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di
tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap
yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama
oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea
pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima,
mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan
ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada
yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah
arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas
dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang
lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi
lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil,
sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena
fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru.

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus


terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli
pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi
oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm.
Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea
sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh
dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada
bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal
pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai.
Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior,
medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula,
ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150
juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang
cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02
dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan
C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi
tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu
masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-
paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara
atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-
otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan
beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus
dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara
darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan
fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi
interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu
sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan
energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses
metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4)
Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan
mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5
urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini
adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.
(5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara.
alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi
merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran
darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi
dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada
orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat
maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali
pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki
fungsi sebagai berikut:
7. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan
Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan
mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli
keudara atmosfer.
8. menyaring bahan beracun dari sirkulasi
9. reservoir darah
10. fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
Berikut ini adalah gambar anatomi paru-paru:

1
7
8
2
9
10
3 11
4
12
5
13
6 14
15
16

17

Keterangan:
10. Apeks 10. Viceral pleura
11. Superior lobe 11. Parietal
Pleura
12. Horisontal fissure 12.
Cardiach notch
13. Middle lobe 13. Heart
14. Oblique Fissure 14.
Oblique Fissure
15. Inferior Lobe 15. Inferior
Lobe
16. Thymus 16. Base
17. Superior lobe 17. Diaphragma
18. Costal surface18. Mediastinal
Surfaces
11. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka
terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis
terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus
biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga
gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-
paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bacteria namun tidak membunuh
organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
ke kelenjar bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

12. Manifestasi Klinik


Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator”
yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan
dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2
golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
3. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-
mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak
darak, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan
lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
4. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya
timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring
dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
2. Batuk darah
g. Darah dibatukkan dengan rasa panas di
tenggorokan
h. Darah berbuih bercampur udara
i. Darah segar berwarna merah muda
j. Darah bersifat alkalis
k. Anemia kadang-kadang terjadi
l. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam
lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
4. Epistaksis
f. Darah menetes dari hidung
g. Batuk pelan kadang keluar
h. Darah berwarna merah segar
i. Darah bersifat alkalis
j. Anemia jarang terjadi

7. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal
merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis
pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top
foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik
antara lain :
f. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan
atas paru.
g. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak
(noduler)
h. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di
lapangan atas paru
i. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah
beberapa minggu
j. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ;
Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak
penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan
apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar
sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-
baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali
pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan
apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting
dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

1. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala
klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena
merupakan salah satu faktor determinan untuk
menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi
TB Paru dibagi sebagai berikut:
b. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
4. Dengan atau tanpa gejala klinik
5. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali,
mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif
1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
6. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
c. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
3. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai
dengan TB Paru aktif
4. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik
positif.
d. Bekas TB Paru dengan kriteria:
e. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
f. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat
kelainan paru.
g. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB
inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
h. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).

VI. Penanganan Medik


Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain
untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah
kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu
fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide
dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Obat Anti Rekomendasi Dosis
Poten
TB Aksi (mg/kg BB)
si Per Minggu
Esensial Per Hari
3x 2x
Isoniazid Bakterisid Ting 5 10 15
(H) al gi 10 10 10
Rifampisin Bakterisid Ting 25 35 50
(R) al gi 15 15 15
Pirasinamid Bakterisid Rend 15 30 45
(Z) al ah
Streptomisi Bakterisid Rend
n (S) al ah
Etambutol Bakteriost Rend
(E) atik ah

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan


kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa,
berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima
komponen yaitu:
6. Adanya komitmen politis berupa dukungan
pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
7. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara
mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang
lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur
dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki
sarana tersebut.
8. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap
hari.
9. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka
pendek yang cukup.
10. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
PANDUAN OBAT TUBERKULOSIS PARU
Untuk program nasional penmberantasan TB Paru, WHO
menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori
penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan
pengobatan dalam program. Untuk itu penderita dibagi
dalam 4 kategori sebagai berikut :
5. Kategori I : Kasus baru dengan dahak positif dan
penderita dengan keadaan yang berat
seperti Meningitis , TB Milier,
Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif
atau bilateral, spondiolitis dengan
gangguan neurologis, penderita dengan
dahak negatif tetapi kelinan parunya luas,
TB usus, TB saluran kemih dsb.
6. Kategori II : Kasus kambuh atau gagal dengan
dahak tetap positif.
7. Kategori III : Kasus dengan dahak negatif tetapi
kelainan parunya tidak luas dan kasus TB
diluar paru selain yang disebut dalam
kategori I.
8. Kategori IV : Tuberkulosis Kronik.
PANDUAN OBAT KATEGORI I
Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap
hari selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi
negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan
dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang
2 – 4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes
diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan),
kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat
apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya
adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB
Milier, Spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase
lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 – 7 bulan hingga
total pengobatan 8 – 9 bulan. Sebagai panduan alternatif
pada fase lanjutan ialah 6 HE.

PANDUAN OBAT KATEGORI II


Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila
setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka
diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak
masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1
bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat
sisipan) bila setelah 4 bulan dahak nmasih tetap posistif
maka pengobatan di hentikan 2 – 3 hari, lalu periksa
biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan
diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita
mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata
kuman masih sensitive terhadap semua obat dan setelah
fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan
dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan
ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R
maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi
jika data menunjukan resistensi terhadap H dan R maka
kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase
lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan
pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan
pengawasan.

PANDUAN OBAT KATEGORI III


2 HRZ / 6 HE
2 HRZ / 4 HR
2 HRZ / 4 H3R3
PANDUAN OBAT KATEGORI IV
Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan
keberhasilan pengobatan kecil sekali. Untuk negara
kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat
diberikan H saja seumur hidup. Sedang untuk negara
maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu)
dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji
resisten atau obat lapis kedua seperti quinolon,
ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dsb.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan
dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah
sebagai berikut :
7. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas
berat timbul. sesak (nafas pendek),
sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat
kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah
paru), demam subfebris (40 –410C)
hilang timbul.
f.Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak
diperut, penurunan berat badan.
Objektif: Turgor kulit jelek, kulit
kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
g. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif
sesak napas, sakit dada.
Objektif: Mulai batuk kering sampai batuk
dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe,
terdengar bunyi ronkhi basah, kasar
di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim
paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak
simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus
(cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
h. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena
batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit,
prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
i. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah
keuangan, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
Objektif: Menyangkal (selama tahap dini),
ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
8. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-
sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
9. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan
dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan
sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
10. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan
tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat
berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya
pada keluarga yang kurang marnpu, masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan
pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
11. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola
istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga
tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan
perawatannya.
12. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif
pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area
indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ;
Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak
seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas
bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah
(LED).
Kuman TBC
f. Spirometri: penurunanReaksi
fuagsi paru
inflamai padadengan kapasitas
alveoli
vital menurun.
Reaksi jaringan

Invasi daerah infeksi

Terbentuk jaringan
tuberkel oleh
jaringan ikat

Fibrosis

Terbentuk jaringan
parut
2. Dampak Penyakit
Dinding tuberkel Tuberkulosis Terhadap
Perkapuran
gagal terbentuk
Penyimpangan KDM Metabolisme tubuh
Sembuh
meningkat
Penyebaran basil
Penimbunan cairan
tuberkel keseluruh
pada alveoli
Basil masuk paru
kedalam getah Kebutuhan nutrisi
Difusi O2 dan CO2
bening lebih banyak
terganggu
Kerusakan
Transit ke aliran jaringan paru
Gangguan
darah dalam pertukaran gas
jumlah kecil Sekresi cairan Gangguan nutrisi
pada daerah kurang dari
Kompensasi paru-
nekrosis kebutuhan
paru
Penyebaran limfa
hematogen, Melibatkan otot-otot
jaringan tulang, Cairan lepas
pernapasan
ginjal, hati dan kedalam bronkus
tambahan
jantung
Akumulasi sekret
Pernapasan cepat
di jalan napas
dan dangkal
Resiko Infeksi
sekunder dan Peningkatan
Penyebaran penggunaan energi
infeksi Jalan napas tidak
Batuk efektif

Drplet
infection
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien
dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah,
Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema
trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru,
atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler,
Sekret yang kental, Edema bronchial.
c. Risiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan
dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia
menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan
akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi,
Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan
tentang infeksi kuman.
d. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering,
adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia,
Penurunan kemampuan finansial.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang
menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang
didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya
pengetahuan/kognitif
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan
berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan
sebagai berikut:
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien.
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki
bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam
program pengobatan sesuai kondisi.
Mengidentifikasi potensial komplikasi dan
melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi
napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan
otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi
atelektasis, ronki indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan membersihkan
jalan napas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk
mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
sputum berdarah akibat kerusakan paru atau
luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi
semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan
latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah
dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila
perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction
dilakukan bila pasien tidak mampu
mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake
cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret
sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran
mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret,
lingkaran ukuran lumen trakeabronkial,
berguna jika terjadi hipoksemia pada
kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang
bronkogenik. dengan edema laring atau
perdarahan paru akut.
3. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal. Bebas dari gejala distress
pernapasan.
Intervensi
g. Kaji dispnea, takipnea, bunyi
pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan
meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang
berasal dari bronkopneumonia yang meluas
menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
effusion dan meluasnya fibrosis dengan
gejala-gejala respirasi distress.
h. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-
tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran
mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp
oksigenasi di organ vital dan jaringan.
i. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas
dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara
untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
j. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas
sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada
periode respirasi.
k. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2)
atau meningkatnya PaC02 menunjukkan
perlunya penanganan yang lebih. adekuat
atau perubahan terapi.
l. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia
yang terjadi sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan alveolar paru.

3. Risiko infeksi dan penyebaran infeksi


Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan
pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase
aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus
pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau
sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin,
meludah, tertawa., atau ciuman
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti
dan menerima terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang
beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga,
teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu
program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut
dan membuang dahak di tempat penampungan yang
tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah
terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap
melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya
infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk
terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti:
alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal,
menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid,
adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini
membantu pasien untuk mengubah gaya
hidup dan menghindari/mengurangi
keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang
dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-
3 hari setelah permulaan kemoterapi jika
sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran
infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH,
etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit
Tuberkulosis primer dikombinasikan
dengan obat-obat lainnya. Pengobatan
jangka pendek INH dan Rifampisin selama
9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan
pertama.

i. Pemberian terapi Pyrazinamid


(PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat sekunder diberikan jika obat-obat
primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan
efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat
mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn
normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang
berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan
menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah
atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat
masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak
disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang
spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan
jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi
frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar.
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus
saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan
sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari
sputum atau obat-obat yang digunakan yang
dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan
tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan
menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan
komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn
perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal
pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual
dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein
serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan
perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan
metabolik dan konsurnsi kalori.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup
unruk memperbaiki kesehatan umurn dan
menurunkan resiko pengaktifan ulang
luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang
mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima
perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat
kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi,
lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media,
orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan
keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan
pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada
dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam,
kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau
efek samping obat yang membutuhkan
evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake
cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik,
mengurangi kelelahan, intake cairan
membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam
bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu
mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi,
tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu
lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat
Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien
mematuhi aturan terapi dan mencegah putus
obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat:
mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap
pengobatan sehingga mampu menjalani
terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn
alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan
dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani
terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan
visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Cemas dan penyangkalan dpt
memperburuk mekanisme koping.

j. Berikan gambaran tentang pekerjaan


yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya:
bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan
silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi
kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan
pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan
Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat
mengurangi resiko penularan/ kambuh
kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi
abses, empisema, pneumotorak, fibrosis,
efusi pleura, empierna, bronkiektasis,
hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal
(GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis
laring, dan penularan kuman.

5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan
napas.
b. Fungsi pernapasan
adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup
berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi
adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi
malnutrisi.
e. Pemahaman tentang
proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan
perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai