Anda di halaman 1dari 4

Potensi Logam Tanah Jarang (REE) Di Indonesia

Logam Tanah Jarang (REE) merupakan jenis logam yang ditemukan dalam jumlah kecil
sebagai ikutan. Pada umumnya selalu hadir menyatu bersama mineral lain. Unsur REE terdapat
sebanyak 17 elemen langka dibumi dimana 15 diantaranya dalam kelompok kimia yang disebut
lantanida, ditambah yutrium dan skandium. Lantanida terdiri dari: lantanum, cerium,
praseodymium, neodymium, promethium, samarium, europium, gadolinium, terbium,
dysprosium, holmium, erbium, thulium, Iterbium, dan lutetium.

Logam Tanah Jarang (REE) sering dibagi lagi menjadi 2 klasifikasi yaitu: Logam Tanah
Jarang Berat (Heavy Rare Earths) dan Logam Tanah Jarang Ringan (Light Rare Earths).
Lanthanum, cerium, praseodymium, neodymium, promethium dan samarium masuk dalam
kelompok "Logam Tanah Jarang Ringan". Sedangkan Yttrium, europium, gadolinium, terbium,
dysprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium, dan lutetium merupakan "Logam Tanah Jarang
Berat". Meskipun sebenarnya yttrium lebih ringan dari "Logam Tanah Jarang Ringan", tetapi ia
tetap masuk dalam kelompok "Logam Tanah Jarang Berat" karena kesamaan asosiasi kimia dan
sifat fisiknya.

Tabel periodik kimia yang menunjukkan unsur-unsur yang termasuk dalam klasifikasi REE.

Pemanfaatan REE dalam kehidupan sehari-hari sangat beragam diantaranya:


1. sebagai catalyst pada sistem pembuangan untuk mengurangi polusi yang dikeluarkan oleh
kendaraan bermotor
2. Dalam metaurgy REE digunakan untuk membuat alloy lebih durable setelah dicampur dengan
REE. REE, contohnya cerium oxide digunakan memoles batuan, seperti granite, marble, dan
limestone
3. Phospors yang dibentuk dari oxide REE, digunakan untuk display digital, misalnya layar TV
dan komputer.
4. pembuatan kapasitor berbahan keramik
5. Pembuatan Google Night Vision, laser range finders, amplifiers in fiber-optic data
transmission yang dimanfaatkan dalam dunia pertahanan dan keamanan

Contoh pemanfaat REE dalam dunia pertahanan dan keamanan

Pembentukan REE di Indonesia


Indonesia dikenal sebagai jalur pembentukan timah (tin belt) yang memanjang mulai dari
Thailand-Malaysia di utara. Pembentukan timah sangat erat kaitannya dengan keterdapatan REE
dalam bentuk butiran yang terdapat dalam mineral monasit, xenotim dan zircon. Mineralmineral
tersebut merupakan hasil pengikisan dari batuan induk yang mengandung timah dan diendapkan
di lembah-lembah bahkan terbawa hingga mengendap di dasar laut. Endapan ini dikenal sebagai
REE jenis plaser atau alluvia.
Pembentukan REE dalam hal ini berasal dari sisa larutan magma yang mengandung gas-
gas berunsur logam (pneumatolisis) pada batuan granit berkomposisi tertentu berumur Trias-Jura
(sekitar 200 juta tahun lalu) yang menerobos batuan metasedimen metamorf berumur Permo-
Karbon (sekitar 300 juta tahun lalu). Gas-gas yang mengandung unsur logam ini dapat pula
terbentuk pada batuan yang diterobos itu sendiri. Selanjutnya, dengan kondisi sedemikian rupa,
gas-gas tersebut tidak mudah lolos ke luar dan masih tertahan di bawah penudung (penutup) batuan
metasedimen-metamorf berumur Permo-Karbon, membentuk endapan timah pada bagian atas
(cupola) tubuh granit itu sendiri. Dalam keadaan ini, timah terendapkan bersamaan dengan
mineral-mienral yang mengandung REE sebagai inklusi (pengotor) dalam granit yang sama.
Mineral yang mengandung REE ini adalah monasit, zircon dan xenotim. Dengan posisi morfologi
ketinggian tertentu, proses pelapukan berlangsung sehingga granit yang mengandung timah dan
REE itu tersingkap. Selanjutnya, terjadi pengikisan, pengangkutan dan pengendapan bagian
endapan primer dari granit itu di lereng hingga jauh ke lembah-lembah dan bermuara ke dasar laut.
Penyelidikan yang dilakukan Badan Geologi dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah
pula menemukan indikasi jenis endapan REE lainnya. Di antaranya, jenis pelapukan residual diatas
batuan beku asam (granit) kurang lebih mirip dengan endapan REE yang ditambang di Jiangxi,
Cina, di mana ahli geologi di sana menyebutnya jenis ”ion adsorption-type”. REE melapuk
sempurna dan hampir semua REE terkonsentrasi berupa lapisan lempung pada kerak lapukan. Jika
mengacu kepada hasil penyelidikan Badan Geologi tahun 2009-2010 di Daerah Parmonangan
Tapanuli Utara, Sumatera Utara, proses pelapukannya berlangsung diatas batuan beku asam yang
penyebarannya cukup luas dan dikenal sebagai Granit Sibolga yang sudah tersingkap.
Penyelidikan lain yang dilakukan Badan Geologi bekerjasama dengan PT. Aneka
Tambang, Tbk, menemukan indikasi jenis endapan laterit di Kalimantan Barat. Dalam hal ini
pembentukan REE mengikuti proses lateritisasi (pembentukan laterit) sebagaimana berlaku untuk
endapan bauksit dan nikel. Laterisasi pada batuan granit, metamorf dan sedimen dalam
pembentukan endapan bauksit ini diduga juga membentuk REE. Indikasi ini telah ditemukan pada
endapan bauksit di Kalimantan Barat di mana nilai kandungan Ce yang cukup signifikan dijumpai
pada zona dibawah laterit.
Potensi REE Indonesia

Berdasarkan data hingga saat ini, total REE sebagai produk sampingan dari tambang timah
plaser dan endapan plaser yang ada adalah 760.620 ton (742.835 ton + 17.785 ton). Sementara itu,
dari tiga kali tahap penyelidikan yang dilakukan di Daerah Parmonangan, Tapanuli Utara,
Sumatera Utara, telah dianalisis seanyak 15 unsur tanah jarang. Hasilnya, diperoleh nilai
kandungan REE yang cukup penting, yang ditunjukkan oleh Ce sebesar 600 ppm hingga 1400
ppm, La (400 ppm – 1000 ppm), dan Pr (600 ppm – 1400 ppm). Ada pun kandungan unsur REE
lainnya umumnya kurang dari 100 ppm. Hasil perhitungan sumber daya hipotetis REE di Tapanuli
Utara tersebut berkisar 8.852 ton hingga 20.803 ton atau 14.827 ton bila dirata-ratakan. Dengan
demikian, bila dijumlahkan dengan hasil perhitungan sebelumnya, diperoleh bahwa total angka
sumber daya REE Indonesia mencapai 775.447 ton.

Anda mungkin juga menyukai