Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang umumnya terjadi pada

dewasa madya dan lansia dengan gangguan pada sendi, yang bersifat kronik,

progresif lambat, tidak meradang dan ditandai dengan deteriosasi dan abrasi

rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.

Osteoarthritis ditandai dengan adanya kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin

sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan

osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan,

dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi.1

Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling sering menyerang

manusia dan dianggap sebagai penyebab disabilitas pada orang tua. Osteoartritis

biasanya berkaitan dengan pertambahan usia dan umumnya mengenai lutut, sendi-

sendi di tangan, pinggul dan tulang belakang. Osteoartritis lutut merupakan jenis

penyakit sendi terbanyak dijumpai di seluruh dunia dan penyebab nyeri serta

kecacatan pada usia lanjut dibandingkan dengan panyakit lain. WHO

memperkirakan bahwa 10% penduduk dunia yang berusia 60 tahun atau lebih

mempunyai masalah osteoartritis. Osteoartritis lutut lebih banyak pada wanita

setelah usia 50 tahun.2,3

Penderita osteoartritis lutut biasanya datang dengan keluhan sakit sendi

yang hilang-hilang timbul yang sudah menahun pada lututnya. Pada tahap awal,

nyeri sendi timbul bila selesai latihan fisik yang berat dan kemudian hilang setelah

istirahat. Keluhan kemudian berlanjut menjadi kekakuan sendi sewaktu bangun

pagi yang hilang dalam waktu 15-30 menit dan makin berkurang setelah

1
digerakkan. Jika proses ini terjadi secara berlebihan maka akan timbul nyeri yang

hebat dan penderita mengalami gangguan aktifitas.4

Penyakit radang sendi ini mulai dikenal sejak abad ke-19, dan pada saat itu

dipandang sebagai akibat dari suatu proses aus karena dipakai selama hidup.

Menjelang abad ke-20, penyakit kelainan sendi adalah penyebab utama gangguan

muskuloskeletal di seluruh dunia, dan dianggap sebagai kecacatan yang kedua di

Amerika Serikat setelah penyakit jantung rematik.5

Berikut ini akan dibahas suatu tinjauan pustaka dan laporan kasus tentang

rehabilitas medik pada osteoartritis genu bilateral.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Osteoartritis berasal dari kata Yunani, yaitu osteo yang berarti tulang, arthro

yaitu sendi dan itis berarti radang atau inflamasi. Osteoartritis (OA) adalah suatu

kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses pelemahan dan

disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan

tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif

pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi. Setiap sendi memiliki

resiko untuk terserang OA. Daerah yang paling sering terserang OA adalah lutut,

panggul, vertebra dan pergelangan kaki.5

2.2. Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling

umum di dunia. Satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis

terhadap osteoartritis. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling sering

dijumpai. Penelitian epidemiologi menemukan bahwa kelompok umur 60-64

tahun sebanyak 22%. Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23%

menderita OA pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA

pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan

insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak

24,7%.6

Data di Indonesia didapatkan dari Malang dimana prevalensinya sekitar 10-

13,5%. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan 43,8%

3
(1991-1994) – 35% (2000) merupakan penderita dengan osteoartritis. Prevalensi

osteoartritis secara jelas meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Usia, jenis

kelamin, pekerjaan, kegemaran, ras, dan hereditas seluruhnya bisa berperan dalam

manifestasi klinis osteoartritis.2,7

2.3. Etiologi

Sampai saat belum diketahui dengan pasti penyebab dari osteoartritis, tetapi

ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit osteoartritis.6,8

2.3.1. Usia

Faktor resiko yang paling utama pada penyakit osteartritis adalah usia,

biasanya mengenai usia dewasa madya hingga lansia, tetapi sering pada usia lebih

dari 50 tahun. Prevalensi dan beratnya osteoartritis akan meningkat sesuai dengan

pertumbuhan umur, namun osteoartritis bukan terjadi akibat pertumbuhan usia

saja, melainkan juga dapat terjadi akibat perubahan pada tulang rawan sendi.

2.3.2. Jenis Kelamin

Prevalensi osteoartritis lebih meningkat pada jenis kelamin wanita

dibanding dengan pria, 3,2% : 3%. Diperkirakan hal ini terjadi akibat perbedaan

bentuk pinggul antara pria dan wanita.

2.3.3. Faktor Herediter

Faktor herediter juga berpengaruh terhadap kejadian osteoartritis, misalnya

pada seorang ibu dengan osteoartritis pada sendi lutut, maka kemungkinan

anaknya berpeluang 3 kali lebih sering untuk terkena penyakit yang sama.

4
2.3.4. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko osteoartritis yang dapat dimodifikasi.

Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut oleh karena itu

peningkatan berat badan akan melipat gandakan beban sendi lutut saat berjalan.

2.3.5. Trauma, Pekerjaan dan Olahraga

Cedera sendi pinggul akan menimbulkan perubahan retikular pada sendi

sehingga berdampak pada kejadian penyakit osteoartritis. Selain itu pekerjaan

yang berat akan menjadi penentu beratnya osteoartritis yang dialami.

2.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis seperti nyeri pada sendi yang terkena terutama sewaktu

bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,

kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan

pada pergerakan sendi, kaku pagi, pembengkakan sendi dan perubahan gaya

berjalan.6,8

Lebih lanjut terdapat pembengkakan sendi dan krepitasi tulang. Tempat

predileksi osteoartritis adalah sendi karpometakarpal I, metatarsofalangeal I,

apofiseal tulang belakang, lutut dan paha. Tanda-tanda peradangan pada sendi

tersebut tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya

sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat dan kemerahan.9

5
2.5. Patofisiologi

Berdasarkan penyebabnya osteoartritis diklasifikasikan menjadi dua

kelompok, yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis

primer disebut idiopatik karena disebabkan oleh faktor genetik yaitu dengan

adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan osteoartritis

sekunder adalah penyakit yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,

pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor

risiko lainnya, seperti obesitas.10

Osteoartritis merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme

kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum diketahui.

Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteglikan dan kolagen pada

rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang

berkualitas dan tidak mampu memelihara keseimbangan antara degradasi dan

sintesis matriks ekstraseluler termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang

berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan

terjadinya perubahan pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang

mengubah biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan

sifat kompresibilitasnya.10

Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoartritis,

terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak

nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix

Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam

rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit.

6
Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan

terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik rawan sendi.10

Peningkatan enzim-enzim yang merusak matriks tulang rawan sendi

mengakibatkan terjadi kerusakan fokal tilang rawan sendi secara progresif dan

pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi.10

Osteoartritis disebut sebagai penyakit degeneratif karena dengan

bertambahnya usia terjadi perubahan rawan sendi glikosiaminoglikan menjadi

memendek sehingga kemampuan proteoglikan untuk menahan air menjadi

berkurang. Hal ini akan mengakibatkan fungsi rawan sendi sebagai bantalan

terhadap beban sendi akan berkurang. Selain itu jaringan kolagen juga menjadi

patah-patah yang mengakibatkan timbulnya fisur pada rawan sendi.10

2.6. Diagnosis

Diagnosis pada osteoartritis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik

serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan didapatkan gejala-gejala yang

sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.2 Gejala utama

adalah nyeri pada sendi yang terkena, terutama pada waktu bergerak. Awal mula

terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat.

Terdapat hambatan pada gerak sendi, biasanya semakin bertambah berat sejalan

dengan bertambahnya rasa nyeri. Kaku pada pagi hari dapat timbul setelah

imobilisasi, seperti duduk dalam waktu yang cukup lama atau setelah bangun

tidur. Krepitasi atau rasa gemeretak pada sendi yang sakit juga menjadi keluhan

dari penderita osteoartritis.8

7
2.6.1. Tes-tes provokasi yang dapat dilakukan untuk memeriksa sendi lutut:

1. Tes McMurray

Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi

meniskus. Pada tes ini penderita berbaring terlentang. Dengan satu tangan

pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan lainnya memegang lutut.

Tungkai kemudian ditekuk pada sendi lutut. Tungkai bawah eksorotasi/ endorotasi

dan secara perlahan-lahan diekstensikan. Kalau terdengar bunyi “klek‟ atau teraba

sewaktu lutut diluruskan, maka meniskus medial atau bagian posteriornya yang

mungkin terobek.9

Gambar 1. Pemeriksaan McMurray11

2. Anterior Drawer Test

Merupakan suatu tes untuk mendeteksi ruptur pada ligamen cruciatum lutut.

Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul fleksi 45˚.Lutut fleksi dan

kedua kaki sejajar. Caranya dengan menggerakan tulang tibia ke atas maka akan

terjadi gerakan hiperekstresi sendi lutut dan sendi lutut akan terasa kendor. Posisi

pemeriksa di depan kaki penderita. Jika terdorong lebih dari normal, artinya tes

drawer positif.9

8
Gambar 2. Pemeriksaan Anterior Drawer Test11

3. Posterior Drawer Test

Posterior Drawer Test sama halnya dengan Anterior Drawer Test, hanya

saja menggenggam tibia kemudian didorong kearah belakang.9

Gambar 3. Pemeriksaan Posterior Drawer Test11

4. Lachman Test

Test Lachman dikelola dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-kira

dalam sudut 300, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari

pemeriksaan menstabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir atau

ujung distal dari tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal

dari tulang tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah anterior.

9
Gambar 4. Pemeriksaan Lachman11

5. Apley Compresion Test

Tes ini dilakukan untuk menentukan nyeri lutut yang disebabkan oleh

robeknya meniskus. Penderita dalam posisi berbaring tengkurap lalu tungkai

bawah ditekukkan pada sendi lutut kemudian dilakukan penekanan pada tumit

pasien. Penekanan dilanjutkan sambil memutar tungkai ke arah dalam (endorotasi)

dan luar (eksorotasi). Apabila pasien merasakan nyeri di samping medial atau

lateral garis persendian lutut maka lesi pada meniskus medial dan lateral sangat

mungkin ada.9

Gambar 5. Pemeriksaan Apley Compresion Test11

10
6. Apley Distraction Test

Tes ini dilakukan untuk membedakan lesi meniskal atau ligamental pada

persendian lutut.Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari Appley

Comppresion Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil memutar tungkai

bawah keluar dan kedalam dan lakukan fiksasi. Apabila pada distraksi eksorotasi

dan endorotasi itu terdapat nyeri maka hal tersebut disebabkan oleh lesi di

ligamen.9

Gambar 6. Pemeriksaan Apley Distraction Test11

2.6.2. Pemeriksaan Penunjang:

A. Pemeriksaan radiologi foto polos lutut

B. Pemeriksaan laboratorium darah

C. Analisa cairan sendi

A. Pemeriksaan Radiologis

Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren

& Lawrence :

11
(A) (B)

(C) (D)

Gambar 7. Kriteri Kellgren and Lawrence


(A) Derajat . (B) Derajat 2. (C) Derejat 3. (D )Derajat 4

1. Derajat 0 : radiologi normal.

2. Derajat 1 : penyempitan celah sendi meragukan.

3. Derajat 2 : osteofit dan penyempitan celah sendi yang jelas.

4. Derajat 3 : osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi,

sklerosis sedang dan kemungkinan deformitas kontur tulang.

5. Derajat 4 : osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata,

sklerosis yang berat dan deformitas kontur tulang yang nyata.

The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA


lutut idiopatik berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut:1

12
Klinis dan Laboratorium Klinis dan radiologi Klinis
Nyeri lutut + minimal 5 dari Nyeri lutut + minimal 1 Nyeri lutut + minimal 3
9 berikut : dari 3 berikut dari 6 berikut :
- umur > 50 tahun - umur > 50 tahun - umur > 50 tahun
- stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit
- krepitasi - krepitasi + osteofit - krepitasi
- nyeri pada tulang - nyeri pada tulang
- pelebaran tulang - pelebaran tulang
-tidak hangat pada perabaan -tidak hangat pada
- LED < 40mm/jam
perabaan
- Rheumatoid factor <1:40
- Cairan sinovial : jernih,
viscous,leukosit<2000/mm3

2.7. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan osteoartritis adalah:12-14

1. Menghilangkan rasa nyeri

2. Mengurangi disabilitas

3. Memperbaiki fungsi sendi yang terkena

4. Menghambat progresifitas

Penatalaksanaan OA terdiri dari pengobatan/medikamentosa yang terdiri

dari analgesik dan anti inflamasi (sering digunakan NSAID) dan program

rehabilitasi medik. Program rehabilitasi medik yang sering dilakukan pada OA

dapat berupa:

1. Fisioterapi13-15

a. Terapi panas superfisial

Terapi panas superfisial yaitu panas hanya mengenai kutis atau jaringan sub

kutis saja (Hot pack, infra merah, kompres air hangat, paraffin bath)

Sedangkan terapi panas dalam, yaitu panas dapat menembus sampai ke

jaringan yang lebih dalam yang sampai ke otot,tulang, dan sendi (Diatermi

gelombang mikro (MWD), Diatermi gelombang pendek (SWD), Diatermi

13
gelombang suara ultra(USD). Pada kasus OA digunakan SWD (short wave

diathermi) dan USD (ultra sound diathermi).

b. Terapi dingin

Terapi dingin digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah, mengurangi

peradangan, mengurangi spasme otot dan kekakuan sendi sehingga dapat

mengurangi nyeri. Dapat juga menggunakan es yang dikompreskan pada

sendi yang nyeri. Terapi dingin dapat berupa cryotherapy, kompres es dan

masase es.

c. Terapi listrik

Yang digunakan adalah TENS (Transcutaneus Electrical Nerve

Stimulation). TENS merupakan modalitas yang digunakan untuk

mengurangi atau menghilangkan nyeri melalui peningkatan ambang

rangsang nyeri.

d. Hidroterapi

Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan

membuat ringan bagian atau ekstermitas yang direndam sehingga sendi

lebih mudah digerakan. Suhu air yang hangat akan membantu mengurangi

nyeri, relaksasi otot dan memberi rasa nyaman.

e. Latihan penguatan otot

Latihan diketahui dapat meningkatkan dan mempertahankan pergerakan

sendi, menguatkan otot, meningkatkan ketahanan statik dan dinamik dan

meningkatkan fungsi yang menyeluruh.Latihan terdiri dari latihan pasif,

aktif, ketahanan, peregangan dan rekreasi.

14
f. Ortotik Prostetik

Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan mengoreksi

kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota tubuh yang

sakit. Pada penderita OA biasa dilakukan rencana penggunaan knee brace

atau knee support.14

g. Terapi okupasi

Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari

(AKS) untuk memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga penderita

bisa melakukan kembali kegiatan/perkerjaan normalnya.14,15

h. Psikologi

i. Sosial medik

Tujuannya adalah menyelesaikan/memecahkan masalah sosial yang

berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah penderita dalam

keluarga maupun lingkungan masyarakat.15-17

15
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. HM

Umur : 68 tahun

Alamat : Sonder

Pekerjaan : Pensiunan

Agama : Kristen

Suku : Minahasa

Tanggal Periksa : 6 Mei 2014

3.2. ANAMNESIS

Keluhan utama : nyeri pada lutut kiri dan kanan.

Riwayat penyakit sekarang :

Nyeri pada lutut kiri dialami penderita sejak ± 1 tahun yang lalu, nyeri

terlokalisasi di lutut, tidak menjalar, dan sifat nyeri tumpul. Nyeri yang dirasakan

hilang timbul, dan timbul ketika melakukan aktivitas. Nyeri timbul kembali (1

bulan yang lalu) pada lutut kanan ketika sedang berjalan jauh. Ada riwayat

bengkak, hangat dan kemerahan, namun sudah hilang. Nyeri lutut disertai

kekakuan terutama saat bangun di pagi hari ±10-15 menit, kemudian hilang

dengan sendirinya. Nyeri bertambah berat ketika penderita beraktivitas seperti

berdiri lama, jalan jauh (±20m), dan jongkok. Penderita kemudian berobat ke

dokter spesialis dan mendapatkan obat penghilang nyeri. Nyeri hilang saat

istirahat dan mengkonsumsi obat penghilang nyeri.

16
Riwayat penyakit dahulu :

a. Asam urat (+) sejak 16 tahun yang lalu terkontrol, mengkonsumsi obat

terakhir sejak 1 minggu yang lalu.

b. Hipertensi, DM, penyakit jantung, ginjal disangkal penderita.

c. Riwayat trauma (-)

Riwayat Keluarga :

Hanya penderita yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita tinggal di rumah permanen, 2 lantai, lantai ubin, ada 6 anak tangga,

sumber penerangan dari Perusahaan Listrik Negara, sumber air dari Perusahan Air

Minum/sumur pompa, WC duduk dan berjarak 12 meter dari kamar tidur.

Penderita memiliki 2 orang anak dan biaya pengobatan ditanggung pemerintah

melalui ASKES.

Riwayat kebiasaan dan aktivitas :

Penderita sekarang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan melakukan aktivitas

rumah tangga sendiri. Punya kegiatan naik turun tangga tiap hari ± 6 anak

tangga/hari.

Riwayat Psikologis :

Penderita merasa cemas dan terganggu dengan penyakit yang dialami.

17
3.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis GCS: E4M6V5

Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi: 20x/m

Nadi : 88x/menit Suhu : 36,50C

Tinggi badan : 149 cm

Berat badan : 54 kg

Indeks massa tubuh : 24,3kg/m2 (berisiko menjadi obesitas).

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Pupil bulat isokor 3 mm, refleks cahaya kiri dan

kanan ada, refleks cahaya tidak langsung kiri dan

kanan ada.

Leher : Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar getah

bening tidak ada.

Thoraks : Simetris kiri = kanan

Cor/Pulmo: dalam batas normal.

Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak

teraba, bising usus (+) normal.

Status lokalis : Regio genu dextra dan sinistra

Inspeksi : deformitas(-/+) valgus, edema(-/-), hiperemi(-/-),

varus (-/-)

Palpasi : Krepitasi (+/+), edema (-/-), nyeri tekan (-/-)

18
Movement : Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+),

terbatas di fleksi lutut kiri.

Visual Analog Scale :

6 Mei 2014

0 3(dextra) 6(sinistra) 10

Dextra Sinistra
ALL 87 87
TLL 81 81
Q angle 100 200

Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS) regio genu dextra dan sinistra
Sinistra
Dextra Normal
Aktif Pasif
Fleksi 0-1300 0-1100 0-1150 1350
(nyeri)
Ekstensi 0-00 0-00 00

Pemeriksaan Neuromuskular
Ekstremitas Ekstremitas inferior
superior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5 5/sde/5/5 5/sde/5/5
(nyeri) (nyeri)
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Refleks Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal

19
Tes Provokasi :
Jenis tes Dextra Sinistra
Ballotement - -
Anterior drawer - -
Posterior drawer - -
McMurray - -
Apley compression - -
Apley distraction - -
Lachman - -
Test for medial stability - -

Hasil X-Foto genu dextra dan sinistra AP/lateral :

Kesan : Osteoartritis genu dextra dan sinistra

20
3.4. RESUME

Perempuan, 68 tahun datang ke poliklinik Rehabilitasi Medik tanggal 06 Maret

2014 dengan keluhan utama nyeri pada genu bilateral. Morning stiffness (+),

bunyi “krek-krek” saat lutut digerakkan (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan

tekanan darah 130/80mmHg, indeks massa tubuh 24,3kg/m2 (berisiko obesitas).

Pada status lokalis regio genu, deformitas valgus genu sinistra dan nyeri gerak dan

krepitasi genu bilateral. VAS pada genu sinistra 6 dan VAS genu dekstra 3.

Terdapat keterbatasan LGS genu sinistra karena nyeri.

Diagnosis klinis : Osteoartritis genu bilateral + valgus


deformity genu sinistra
Diagnosis etiologi : Degeneratif
Diagnosis topis : Kartilago genu bilateral
Diagnosis fungsional : Impairment : nyeri genu bilateral + valgus
deformity genu sinistra
Disability : Gangguan AKS (berdiri dan
berjalan) gangguan ambulasi, sulit jongkok
Handicap : (-)

Problem :

1. Nyeri lutut kiri dan kanan (kiri>kanan); (VAS Genu dekstra: 3 | VAS Genu
sinistra: 6)
2. Keterbatasan LGS genu sinistra karena nyeri
3. Gangguan Aktivitas Kegiatan Sehari-hari (AKS), seperti berdiri, berjalan
jauh, jongkok, naik-turun tangga.
4. Deformitas lutut kiri (valgus)
5. Cemas terhadap penyakitnya

21
Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa :
Obat Anti Inflamasi Non-Steroid
2. Non medikamentosa :
Rehabilitasi medik
a. Fisioterapi
1) Evaluasi :
a) Nyeri lutut (VAS genu dekstra 3, VAS genu sinistra 6)
b) gangguan AKS (naik turun tangga, berdiri, berjalan, dan
jongkok)
2) Program:
a) TENS, SWD, dan USD genu sinistra
b) Latihan isometrik untuk ekstremitas inferior dextra
c) Diberikan latihan penguatan m.quadriceps+ hamstring dextra
et sinistra bertahap dengan sepeda statis.
d) Gentle streching genu sinistra
b. Okupasi terapi
1) Evaluasi :
a) Nyeri lutut (VAS genu dekstra 3, VAS genu sinistra 6)
b) Gangguan AKS (berdiri, berjalan, dan jongkok)
c) Deformitas valgus pada genu sinistra
2) Program:
a) Latihan atau edukasi melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-
hari dengan prinsip mengurangi beban pada sendi lutut (joint
protection).
b) Edukasi lingkungan rumah
c. Ortotik Prostetik
1) Evaluasi :
a) Nyeri lutut (VAS genu dekstra 3, VAS genu sinistra 6)
b) Gangguan AKS (berdiri, berjalan, dan jongkok)
c) Deformitas valgus pada genu sinistra
2) Program:

22
Penggunaan knee brace untuk genu dekstra dan sinistra
d. Psikolog
1) Evaluasi : penderita merasa cemas dengan sakitnya.
2) Program: memberi dukungan kepada penderita agar rajin berlatih di
rumah dan kontrol secara teratur, memberi dukungan mental
kepada penderita dan keluarga agar tidak cemas dengan penyakit
yang dideritanya.
e. Sosial medik
1) Evaluasi:
a) Tempat tinggal lantai 2
b) Biaya hidup sehari-hari cukup, biaya pengobatan ditanggung
oleh pemerintah menggunakan jaminan kesehatan masyarakat
(ASKES).
2) Program:
a) Memberikan edukasi pada penderita untuk memindahkan
kamar tidur di lantai dasar.
b) Memberikan edukasi pada penderita dan keluarga mengenai
penyakit penderita dan memberikan dukungan agar penderita
rajin melakukan terapi dan home program.
f. Home program atau edukasi
1) Mengurangi aktivitas yang berdampak besar pada lutut seperti naik
turun tangga, berjalan lama, serta berdiri dalam waktu yang lama.
2) Posisi kaki lebih banyak diluruskan saat duduk (jangan ditekuk).
3) Tetap menggunakan WC duduk.
4) Kompres dengan es pada lutut atau daerah yang bengkak
5) Kontrol ke poli rehabilitasi medik secara rutin.

3.5. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad Bonam


Quo ad fungtionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia ad Bonam

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Reni H. Masduchi. Rehabilitasi Nyeri pada Sendi Degeneratif. SMF/Bagian


Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSU dr.Soetomo/FK UNAIR. PKB
Rehabilitasi Medik, Surabaya: 2005.
2. Brandt KD, Doherty M, Lohmander LS. Osteoarthritis. 2 ed. Oxford
University Press. New York: 2003;299-308.
3. Anonymous. The burden of muskuloskletal condition at the start of the new
milenium. WHO: 2003 [cited 2014 May 6]. Available from:
http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_919.pdf.
4. Yatim F. Penyakit tulang dan persendian (arthritis atau arthralgia). Edisi
pertama. Pustaka Populer Obor. Jakarta: 2006;26-9.
5. Garison SJ. Osteoartritis. Dalam: Wijaya AC, alih bahasa. Dasar-Dasar
Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta : Hipokrates, 1996;70-2.
6. Rosjad C. Kelainan Degeneratif Tulang dan Sendi. Dalam : Pengantar
IlmuBedah Ortopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamumpatue; 197-235.
7. Broto R. Manfaat Glukosamin dan Kondroitin Sulfate untuk terapi
Osteoartritis. Dalam: Setyohadi B, Kasjmir YI, editor. Naskah lengkap
TemuIlmiah Reumatologi. Jakarta: 2002.
8. Asviarty, Nuhani SA, Tulaar A, dkk. Osteoartritis. Dalam: Standar
Operasional Prosedur .DEPKES. Jakarta, 2000; 15-18.
9. Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative joint disease. In: Harrison‟s
manual of medicine 15 thed. Boston: McGraw-Hill: 2002;748-49.
10. Lumbantoruan SM. Hubungan intensitas nyeri dengan stres pada pasien
osteoartritis di RSUP H. Adam Malik [skripsi]. Medan : 2014;37-8.
11. Pain exercises. Knee Pain Exercise. (online). Available
from:http//Painexercise.net.
12. Erwinanti E. Perbandingan terapi osteoartritis lutut menggunakan SWD
dengan atau tanpa latihan di RSUP Dr. Kariadi Semarang [skripsi]. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang; 2000.
13. Elyas E. Pendekatan Terapi Fisik pada Osteoarthritis. Pertemuan Ilmiah
Tahunan PERDOSRI 2002. Bidang Pendidikan da Latihan Pengurus
BesarPERDOSRI. Jakarta, 2002;53-63.
14. Tulaar ABM. Peran Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik
padaTatalaksana Osteoarthritis. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical
Digest. Februari 2006;46-54.
15. Mansjoer A, dkk. Reumatologi. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI, 1999;525-6.
16. Vogelgesang S. Osteoarthritis. In: West SG, editor. Rheumatology secrets,
2nd edition. Philadelphia: Hanley & Belfus Inc, 2002;365-74.
17. Sengkey LS, dkk. Kumpulan Kuliah Rehabilitasi Medik FK UNSRAT
Manado: 2010.

24

Anda mungkin juga menyukai