Anda di halaman 1dari 12

6 Cara Membuat Brand sekolah

lebih kreatif
19 MondayMAY 2014
POSTED BY NAMIN AB IBNU SOLIHIN|MOTIVATOR PENDIDIKAN KREATIF IN DUNIA PENDIDIKAN, KISAH INSPIRATIF, MENGAJAR
KREATIF, MOTIVATOR KREATIF
≈ 12 COMMENTS
Tags
5 Cara membuat Brand Sekolah, motivator guru, motivator pendidikan indinesia, sekolah dengan brand kreatif

Saya bersama siswa Sekolah Akhlak, pada sesi ujian Komperhensif Hafalan Juz 30

Motivator Pendidikan Kreatif-Sahabat sudah sekolah anda memiliki Brand yang dikenal banyak orang, lalu apa yang
orang kenal dengan sekolah anda, hal apa yang paling mengingatkan orang jika bicara tentang sekolah anda atau
jangan-jangan sekolah anda biasa-biasa saja tak perlu punya brand dan biarkan saja berjalan apa adanya secra
konvensional.

Kalau begitu begini saja, bagi yang ingin biasa-biasa saja ya silakan, saya ingin mengajak sahabat yang memiliki
keinginan untuk membangun Brand sekolah yang lebih kreatif agar sekolah menjadi lebih banyak dikenal oleh
mayasyarakat. Tentu bukan hanya dikenal tapi saya berharap sekolah yang kita bangun adalah sekolah yang memiliki
kemaslahata untuk umat, sehingga keberadaanya menjadi dibutuhkan oleh masyarakat.

Berikut ini menurut pandangan saya, membuat Brand sekolah lebih kreatif :

1. Masalah dan Kebutuhan dan jadilah sekolah solusi


Sebelum menentukan Brand Sekolah langkah pertama yang kita lakukan adalah melakukan Analisis SWOT, saya
yakin sahabat sudah sangat paham dengan hal ini. lihatlah apa masalah yang sangat urgen didalam masyarakat saat
ini, baik di sekolah, pemerintahan, keluarga atau di lingkungan tempat tinggal kita. Contohnya adalah dalam
Pemerintahan banyaknya kasus korupsi, perbuatan amoral para pejabat dan lain sebagainya, di sekolah, keluarga dan
masyarakat contohnya banyak aksi tawuran, seks bebas, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), lemahnya keteladan
orang tua dan lain sebagainya, inilah yang kemudian melahirkan Sekolah Akhlak. Sekolah yang akan kita buat juga
harus dibutuhkan oleh banyak masyarakat serta harus mampu menjadi solusi pada maslah-masalah yang ada sehingga
sekolah bukan hanya sekedar ada tapi keberadaanya bisa menjadi solusi cerdas.

2. Tentukan kualitas lulusan yang ingin dihasilkan :


Hal ini sangat penting karena berkaitan dengan proses aktivitas di dalam kegiatan belajar, budaya sekolah dan Brand
sekolah itu sendiri. Contoh kualitas lulusan yang ingin di capai Sekolah Akhlak hanya berfokus kepada 4 hal yaitu :
Berakhlak Mulia, Rajin Sholat, Penghafal Qur’an dan Berwawasan Global. Contoh lain mungkin sekolah yang anda
buat ingin menghasilkan lulusan yang menghasilkan pemimpin yang berwawasan global, lulusan yang menguasai
bahasa dan lain sebagainya.

3. Buat Nama Brand yang menarik dan mudah di ingat usahakan dengan dua kata :
Setelah sahabat menentukan kuaitas lulusan yang di inginkan, langkah selanjutnya adalah membuat Brand Sekolah,
gunakanlah kalimat yang populer tapi belum banyak digunakan oleh sekolah lain serta mencerminkan kualitas lulusan
yang di nginkan serta sesuai denga budaya sekolah dalam kehidupan sehari-hari. contoh Brand Sekolah sebagai berikut
: Sekolah Kreatif (sudah banyak yang pake), creative school (sudah banyak yang pake juga) Sekolah Akhlak (Ini
Brand sekolah saya, coba anda ketik di google), Sekolah Alam (Memiliki jaringan luas) Sekolah Tangguh, Sekolah
Cerdas, Sekolah Hebat, Sekolah Inspiratif, Sekolah Unggulan,Sekolah Hijau dan lain-lain kalimat yang populis atau
mungkin kalimat yang unik, silakan saja dibuat.

4. Membuat Tim Perancang Implementasi Brand Sekolah kedalam Program :


Setelah menentukan point di atas langkah berikutnya adalah membuat Tim Perancang Implementasi dari Brand
Sekolah yang bisa direalisasikan dalam bentuk program nyata. Contohnya adalah membuat budaya sekolah yang
memiliki kesamaan atau kesesuai dengan Brand sekolah. Contohnya jika anda membuat Brand Sekolah Hijau, maka
budaya yang bisa dilaukan setiap hari adalah dengan membiasakan siswa secara bergiliran untuk melakukan perawatan
terhadap tanaman yang ada di sekolah. atau jika sekolah anda punya Brand Sekolah Penghafal Al-Qur’an, maka setiap
harinya sekolah tersebut harus melakuan pembinaan hafalan qur’an seperti dengan menyetel murotal Qur’an setiap
pagi, siswa setoran hafalan setiap pagi dan lain sebagainya.

5. Kepala Sekolah dan Tim Pendidik yang lain jadilah teladan utama dalam merealisasikan Brand Sekolah :
Saya sangat yakin sebuah Brand Sekolah hanya akan bisa berhasil dilaksankan jika ada keteladan dari pihak-pihak
terkait dalam lingkungan sekolah terutama kepala sekolah dan guru. Contoh jika sekolah anda Brandnya adalah
Sekolah Kreatif, maka yang pertama harus memilki kreativitas dalam segala hal adalah kepala sekoalhnya, misalnya
melakukan pembelajaran kreatif, membuat kegiatan kreatif, membuat bahan ajar kreatif dan sebagainya.

6. Kampanyekan lewat Media Sosial (Blog, Twitter, FB dan lain sebagainya)


Cara kreatif yang bisa dilakukan untuk mengkampanyekan Brand Sekolah adalah lewat Media Sosial, karena medsos
kini merupakan media yang bisa di akses oleh seluruh manusia, caranya adalah dengan membuat tulisan, poster, video,
kegiatan dan lain sebagainya.

Gimana kira-kira menurut sahabat kira-kira bisa dilakukan tidak? saya yakin bisa, jika ingin berkomunikasi untuk
membicarakan Brand Sekolah jagan ragu untuk menghubungi saya. Terimakasih semoga bermanfaat.
Membangun Brand Sekolah ( 1 )
5 AGUSTUS 2012
tags: brand, marketing sekolah, membangun brand
Persaingan mendapatkan murid baru di antara sekolah-sekolah
yang ada cukup sengit. Berbagai strategi dan cara dilakukan untuk
mendapatkan murid. Ada yang menggunakan strategi dan cara yang
elegan, seperti melakukan promosi di media massa dan presentasi
ke sekolah-sekolah yang dijadikan pangsa pasarnya. Namun, ada
pula yang menggunakan cara-cara yang tidak etis, misalnya dengan
menjelek-jelekkan sekolah lain yang dianggap sebagai kompetitor
atau membujuk calon murid yang telah mendaftar di sekolah
lain.Sebagaimana dalam kompetisi yang lain, kompetisi
mendapatkan murid baru juga menghasilkan pemenang dan
pecundang. Ada sekolah-sekolah yang kebanjiran calon murid baru.
Mereka ini sudah menutup pendaftaran murid baru di saat
sekolah lain baru mulai buka. Sebaliknya, ada juga sekolah yang
begitu sulit mendapatkan murid, sehingga sampai dimulainya tahun
ajaran baru pun mereka belum mendapatkan cukup murid baru,
hatta cuma setengah kelas.Salah satu kepala sekolah SMU swasta
mengeluh kepada saya perihal sulitnya mendapatkan murid baru
bagi sekolahnya. Padahal berbagai upaya telah dilakukan, termasuk
berpromosi secara maksimal.Setiap tahun ia menggelontorkan uang
relatif besar untuk aktivitas promosi. Mulai untuk biaya presentasi,
cetak brosur, pembuatan dan perijinan baliho, serta biaya iklan di
media cetak dan elektronik. Namun, perolehan murid barunya
setiap tahun terus menurun. Beliau memprediksi, jika keadaan
seperti ini berlangsung terus, kemungkinan paling lama tiga tahun
lagi sekolahnya akan tutup, lantaran tidak mampu
membiayai operasionalnya.Dari pembicaraan berikutnya, penulis
prihatin karena cara berpromosi beliau tanpa strategi yang jelas.
Cara berpromosi yang dilakukan hanyalah meniru-niru sekolah lain.
Jika sekolah lain melakukan presentasi, maka sekolahnya juga
melakukan presentasi; kalau sekolah lain pasang iklan di koran, ia
pun beriklan di koran; dan seterusnya. Dan yang sangat fatal, beliau
beranggapan aktivitas berpromosi hanya dilakukan selama masa
PMB ( penerimaan murid baru ) saja. Di luar masa PMB, tidak ada
aktivitas promosi.Brand atau Merek Sebagai Jembatan
Dalam membeli produk, konsumen biasanya sudah memiliki
kecenderungan terhadap merek tertentu. Misalnya dalam membeli
televisi, ada keluarga yang lebih menyukai merek Sony,sementara
lainnya lebih menyukai Toshiba. Dan biasanya kecenderungan
demikian bisa turun-temurun. Anak-anak dari keluarga tersebut
cenderung memilih merek yang telah dipilih pendahulu mereka.
Dari ilustrasi di atas terlihat bahwa konsumen membeli suatu
produk sebagian besar bukan karena produk itu sendiri, tetapi
karena merek atau brand. Salah satu keluarga di atas memilih
merek Sony karena yakin merek tersebut ‘menjamin’
jika keinginan atau kebutuhan mereka akan terpenuhi. Misalkan
televisi merek Sony pasti awet, gambar dan audionya jernih,
layanan purna jualnya bagus dan lain-lain.
Kalau kita tanya, bagaimana mereka tahu jika produk televisi yang
akan mereka beli berkualitas seperti itu ? Mereka kan belum
melihatnya ?
Yah, itulah kekuatan sebuah brand atau merek. Sebagian besar
konsumen membeli produk bukan karena produk itu sendiri, tetapi
karena kekuatan brand. Di kalangan marketing, ungkapan
Shakespiere ‘apalah arti sebuah nama’ tidak berlaku. Bagi marketer
brand adalah amat penting, karena di dalam sebuah brand terdapat
berbagai atribut atau identitas. Dalam contoh di atas, atribut yang
dimaksud. Misalkan awet, gambarnya jernih, suaranya bagus, dan
lain-lain.
Atribut-atribut yang melekat pada sebuah brand bukanlah tercipta
secara kebetulan. Kalau televisi Sony dipersepsi pelanggannya
sebagai televisi yang tahan lama, bergambar dan beraudio jernih,
serta memiliki layanan after sale yang bagus bukanlah tercipta
dengan sendirinya. Atribut-atribut tersebut merupakan hasil
rancangan atau strategi pemilik brand untuk ‘ditempatkan’ dalam
benak konsumen.
Dengan demikian bisa dikatakan brand merupakan jembatan antara
produsen dan konsumen. Melalui brand produsen melekatkan janji-
janjinya kepada konsumen. Sudah barang tentu janji-janji ini
adalah kualitas-kualitas untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan
pelanggannya. Setelah itu, dirancanglah strategi untuk
menanamkan atribut-atribut tersebut ke dalam benak konsumen.
Dari sinilah persepsi pelanggan terhadap sebuah merek terbentuk.
Brand Sekolah
Seperti brand pada produk, brand sekolah juga memiliki peranan
sangat penting dalam memikat konsumennya (murid dan orangtua
murid). Sekolah-sekolah yang laris manis pasti dipersepsi positif
oleh masyarakat pelanggannya. Sekolah-sekolah demikian biasanya
memiliki atribut sebagai sekolah yang modern, fasilitasnya lengkap,
gurunya profesional, disiplin, dan dengan prestasi segudang.
Atribut-atribut seperti ini sangat dibutuhkan masyarakat karena
mereka berpandangan hanya sekolah dengan atribut seperti itulah
yang akan melahirkan manusia-manusia cerdas, berdedikasi tinggi
dan memiliki masa depan cemerlang.
Sekolah-sekolah yang mendapat ‘cap’ seperti itu biasanya relatif
terbebas dari pertarungan yang berdarah-darah dalam mencari
murid baru. Selain itu, ketika sekolah lain selalu mewaspadai biaya
yang dikenakan kepada murid (price taker), sekolah ini dengan
bebas menetapkan harganya. Tidak pernah takut dinilai kemahalan.
Mereka telah menjadi ‘price maker’.
Namun, posisi seperti itu, ketika brand-nya relatif kuat, bukan
berarti sudah terlepas dari bahaya persaingan yang ganas.
Kompetitor-kompetitor lainnya selalu mengintai untuk menggeser
kedudukannya.
Di kota saya pernah ada salah satu yayasan yang memiliki beberapa
lembaga pendidikan ( SMP, SMA dan SMK) yang berada dalam satu
lokasi. Yayasan tersebut merupakan bagian dari ormas agama.
Pengelola lembaga pendidikannya pandai membaca moment yang
ada di masyarakat. Saat itu, sebagian besar masyarakat merasa
khawatir melihat pergaulan remaja yang semakin bebas. Maka, para
orangtua berniat menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah yang
bernuansa agamis.
Dengan menyadari keinginan masyarakat seperti itu, maka
lembaga-lembaga pendidikannya menonjolkan kegiatan-kegiatan
yang sarat dengan religiousitas. Berbondong-bondonglah
masyarakat menyekolahkan anaknya ke situ. Dengan harapan,
anak-anak mereka akan tersentuh pendidikan agama yang memadai
sehingga tidak mudah terombang-ambing zaman.
Namun sayang, puncak kejayaan itu tidak berlangsung lama. Faktor
habisnya kejayaan tersebut antara lain :
1. Mereka merasa puas dengan inovasi tersebut sehingga setelah
beberapa tahun dirasa tidak perlu membuat inovasi lainnya,
padahal kebutuhan dan keinginan masyarakat akan sekolahan yang
dianggap baik mulai mengalami pergeseran.
2. Setiap ada inovasi yang bisa diterima pasar pasti segera diserbu
follower. Begitu juga dengan kesuksesan membuat acara-acara yang
bersifat religious, sebentar saja sudah diikuti oleh kompetitornya.
Jika sudah demikian, inovasi yang sebelumnya dielu-elukan, kini
menjadi biasa atau standar-standar saja. Akibatnya, dianggap sudah
tidak memiliki nilai lebih lagi.
3.Tidak mampu memenuhi janji dari Branding yang dilakukan.
Dengan mengadakan aktivitas-aktivitas yang bersifat religious,
secara tidak langsung, menjanjikan kepada masyarakat bahwa
sekolah tersebut akan membuat murid-muridnya menjadi insan-
insan berakhlak mulia. Tapi kenyataannya tidak demikian. Murid
laki-lakinya suka tawuran, dan murid perempuan banyak yang
mendapat stigma sebagai ‘gadis bawaan’ yang bisa ,maaf, di-
booking siapa saja. Asal harganya cocok.
Karena keteledoran pengelola sekolah, brand yang dengan susah
payah dibangun menjadi hancur berkeping-keping dalam waktu
singkat. Puluhan kelas yang dulu dibangun dengan penuh
kebanggaan dan kegairahan terhadap masa depan, kini banyak yang
kosong. Setiap tahun, kelas yang kosong terus bertambah.
Dari gambaran di atas, yang dimaksud membangun brand bukan
sekadar pencitraan yang hanya dilakukan di awal aktivitas
membangun brand saja. Pembangunan brand merupakan program
yang berkelanjutan sepanjang sebuah institusi hidup.

Membangun Brand Sekolah ( 2 )


10 AGUSTUS 2012
tags: brand, marketing sekolah, membangun brand
Pada tulisan sebelumnya, Membangun Brand Sekolah 1,
dijelaskan bahwa kekuatan sebuah brand adalah hasil kerja keras,
perancangan strategi yang jitu dan eksekusi strategi yang mantap.
Bukan sebuah hasil yang kebetulan. Dalam tulisan ini akan
dijelaskan langkah-langkah membangun brand.Sebelum membahas
langkah-langkah membangun brand sekolah, penulis mengingatkan
bahwa di dalam sebuah brand terdapat janji yang akan diberikan
kepada pelanggannya.Janji itu harus ditepati. Karena, jika tidak
dipenuhi, ia akan menghancurkan brand. Seperti dicontohkan pada
sekolah yang jatuh dari kejayaan secara cepat akibat tidak mampu
mewujudkan identitas yang melekat pada brandnya, pada
tulisan Membangun Brand Sekolah 1. Oleh karena itu, sekolah
harus hati-hati di dalam memilih tag line sebagai sarana
mengkomunikasikan identitas brand. Sekolah harus mampu
mengukur dirinya bahwa yang dijanjikan di dalam tag line akan
mampu dipenuhi.

Tulisan ini menggunakan teori yang dikembangkan oleh pakar


marketing kita, Hermawan Kertajaya, sebagai penyederhanaan
terhadap teorinya Philip Kotler yang rumit. Teori Hermawan
Kertajaya ini dikenal dengan segitiga PDB, kepanjangan dari
Positioning-Diferensiasi-Brand.Menurut Hermawan Kartajaya,
positioning yang didukung oleh diferensiasi yang kokoh akan
menghasilkan brand integrity yang kuat. Brand integrity yang kuat
ini pada gilirannya akan menghasilkan brand image yang kuat. Dan
pada akhirnya, brand image yang kuat akan memperkuat
positioning yang telah ditentukan sebelumnya.Tokoh marketing ini
berkeyakinan bila proses di atas dapat berjalan dengan mulus, ini
akan menciptakan “self-reinforcing mechanisme” atau “proses
penguatan secara terus menerus” di antara ketiga unsur segitiga
positioning-diferensiasi-brand di atas. Proses penguatan ini bahkan
akan menjadikan ketiga unsur semakin solid, yang pada gilirannya
akan menjadi landasan bagi penguatan keunggulan kompetitif
perusahaan. Inilah mengapa sekolah-sekolah yang telah memiliki
brand image yang besar, ia akan terus membesar dan bertambah
besar.. Bahkan kalau mereka membuka jenjang pendidikan baru, ia
akan tetap diserbu peminat. Karena brand-nya telah menjadi
semacam jaminan kualitas bagi pelanggannya. Tentunya jika
sekolah tersebut mampu memelihara brand integrity-
nya.Sebaliknya, jika positioning tidak mampu menghasilkan brand
identity, diferensiasi tidak mampu menghasilkan brand integrity,
dan keduanya secara bersama-sama tidak mampu membentuk
suatu brand image yang solid-maka yang terjadi juga akan
sebaliknya, yaitu erosi secara terus menerus dari keunggulan
kompetitif perusahaan.
Mungkin contoh yang gamblang untuk masalah tersebut adalah
yang dilakukan parpol-parpol di musim kampanye lalu. Saat itu
hampir semua parpol mengusung janji pemberantasan korupsi,
peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pendidikan dan pengobatan
gratis. Nah, karena di antara mereka tidak ada pembeda (
diferensiasi ) yang jelas, maka brand identity mereka pun tak jelas.
Janji-janji yang mereka tawarkan tidak mampu memikat hati para
pemilih. Kebanyakan para pemilih mencoblos parpol tertentu justru
karena money politic atau karena kharisma tokoh parpolnya saja.
Dari situ jelas kelihatan kalau parpol-parpol kita kurang di-back up
ahli marketing yang handal. Lebih celaka lagi, setelah kader-
kader parpol menjadi anggota legislatif atau eksekutif, mereka
seakan melupakan janji-janji yang pernah mereka ucapkan. Malah
ada yang justru terlilit kasus korupsi. Maka tak mengherankan jika
kemudian brand integrity dari parpol yang bersangkutan menjadi
jelek. Hal ini pada akhirnya akan menghancurkan brand image
parpol tersebut.
Sekarang bandingkan dengan positioning sabun mandi Lux dan
Lifebuoy. Keduanya sama-sama sabun produk mandi,, tapi mereka
punya pangsa pasar sendiri-sendiri sehingga tidak saling
‘bertabrakan’ dalam berebut konsumen. Mengapa bisa terjadi
demikian ?
Hal ini karena kedua raksasa produsen sabun mandi ini memiliki
positioning yang sangat berbeda. Perbedaan atau diferensiasi
ini bisa dipersepsi dengan jelas oleh konsumen. Sabun Lux
menggunakan statement positioning ‘Sabun Kecantikan Para
Bintang’. Dengan tag line tersebut, sabun Lux bermaksud memberi
janji kepada pelanggannya bahwa sabun mandi ini akan membuat
kulit para pemakainya halus, lembut dan cemerlang, bak kulit para
bintang. Dengan janji demikian segmen pasar yang dituju menjadi
jelas, adalah para remaja dan ibu-ibu muda yang kebanyakan sangat
peduli dengan kecantikan kulitnya.
Bagaimana dengan kompetitornya Lifebouy ? Sabun mandi ini
memposisikan diri di benak dan hati pelanggannya dengan
mengusung tag line ‘sabun kesehatan keluarga’. Siapakah yang
dituju oleh Lifebouy dengan tag line tersebut ? Tentu saja adalah
bapak-bapak atau ibu-ibu yang amat peduli pada kebersihan dan
kesehatan keluarganya. Pastinya, kelompok ini bukan mereka yang
lebih peduli pada kecantikan kulitnya sendiri.
Bagaimanakah dengan sekolah-sekolah kita ?
Dari pengamatan penulis, tampaknya mereka belum banyak
memperhatikan strategi-strategi di dalam pemasaran sekolah
mereka. Coba saja diamati. Saat ini sedang ramai didengungkan
tentang pendidikan karakter. Dan, hampir setiap sekolah
menggunakan tag line ‘Berbasis Pendidikan Karakter’. Akibatnya,
kita tidak bisa membedakan brand identitas satu sekolah dengan
sekolah yang lain.
Selanjutnya, pernah iseng-iseng penulis bertanya kepada beberapa
orang guru tentang. apa yang dimaksud dengan pendidikan
karakter ? Ternyata masing-masing guru memiliki tafsir yang
berbeda-beda. Lalu pertanyaan saya lanjutkan, “Bagaimana
implementasinya ?” Beberapa menjawabnya dengan jujur, bahwa
istilah-istilah dalam pendidikan karakter hanya untuk dicantum di
RPP saja. Dalam pelaksanaannya sulit dilakukan. Karena itu, antara
sekolah yang mengusung tag line berbasis pendidikan karakter
dengan yang tidak, output-nya sama belaka.
Dari situ saya bisa simpulkan bahwa sebagian sekolah yang ada
tidak sungguh-sungguh bermaksud memenuhi janjinya untuk
memberikan pendidikan karakter kepada murid-muridnya. Kalau
janji yang ada dalam statement positioning diingkari, ia akan
menghancurkan brand integrity, yang pada akhirnya dapat
meruntuhkan brand imagenya.
Contoh lainnya. Saat ini, dunia pendidikan kita sangat mendewakan
unas, meski hal ini banyak mendapat penentangan dari berbagai
pihak. Dengan iklim seperti ini, masyarakat kita mempercayai
bahwa sekolah yang dianggap bermutu adalah sekolah-sekolah yang
bisa meluluskan murid-muridnya 100% dengan nilai-nilai unas
yang tinggi. Kondisi ini diperkuat oleh media massa dengan setiap
tahun memberitakan sekolah-sekolah yang muridnya mencapai
nilai unas tertinggi.
Fenomena pendewaan unas tersebut mendorong sekolah-sekolah
cenderung berorientasi pada pengajaran yang bersifat kognitif. Sisi
afektif dan psikomotor menjadi nomor sekian. Baik sekolah yang
memiliki brand kuat maupun sekolah yang ‘nyaris tanpa brand’
bertarung di wilayah yang sama, yakni mengejar prestasi di wilayah
kognitif. Mereka bertarung di ”daerah yang berdarah-darah”.Dalam
kompetisi demikian yang pasti menjadi pemenang adalah sekolah-
sekolah yang besar,memiliki SDM handal dengan sarana dan
prasarana yang lengkap untuk menunjang pencapaian prestasi
kognitif. Selain itu, karena sudah memiliki brand yang kokoh, maka
sekolah demikian menjadi rebutan. Sehingga inputnya pun sudah
biasa memiliki prestasi unggul di bidang kognitif. Maka sangat
wajar jika setiap tahun sekolah-sekolah ini menjadi langganan juara
unas.Bagaimana dengan sekolah-sekolah yang tidak punya cukup
finansial, SDM kurang mumpuni dan sarana kurang lengkap ?
Mereka ini berguguran setiap tahun. Baca tulisan ‘Sekolah
Swasta,Riwayatmu kini‘. Kehancuran sekolah-sekolah swasta
tersebut secara umum disebabkan mereka berebut pasar di segmen
yang sama dengan yang diperebutkan sekolah-sekolah
besar.Harusnya sekolah-sekolah itu mengambil wilayah berbeda,
misalnya lebih memfokuskan di bidang olah raga atau seni. Dengan
lebih memfokuskan pada seni dan olah raga, kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga murid-murid yang berbakat di bidang
olah raga maupun seni dapat berprestasi secara optimal. Sedangkan
untuk mata pelajaran yang di-unas-kan tidak perlu berambisi
mencapai prestasi. Yang penting bisa lulus. Bisa saja pelajaran ini
diberikan dengan sistem modul atau bekerja-sama dengan lembaga-
lembaga bimbingan belajar yang ada. Dengan mengambil wilayah
ini, mereka membidik segmen murid-murid yang berprestasi di luar
wilayah kognitif. Artinya, terhindarlah mereka dari berbenturan
dengan sekolah-sekolah dengan brand yang sudah mapan.
6 cara memajukan sekolah swasta

Ukuran keberhasilan sekolah swasta adalah diraihnya kepercayaan masyarakat. Sekolah


swasta berbeda ‘alam’ dan suasana dengan sekolah negeri. Sekolah swasta punya
banyak tantangan dalam upaya pengembangan dan meraih kepercayaan masyarakat.

Banyak cara untuk meraih kepercayaan masyarakat. Cara yang paling mudah adalah
dengan promosi besar-besaran atau minta di ‘endorse’ oleh tokoh pendidikan terkenal.
Apalagi jika sekolah ada dana, boleh saja sekolah terus membangun agar masyarakat
percaya.

Cara tadi boleh boleh saja, dan ada lagi cara yang lebih tahan lama untuk memajukan
sekolah sekaligus meraih kepercayaan masyarakat. Tulisan ini akan membahas
mengenai cara tahan lama untuk memajukan sekolah swasta.

1. Sekolah mesti niatkan untuk punya brand.


Memang tidak main-main, dan mesti dirintis secara bersama-sama tanpa menunggu ini
dan itu. Secara singkat pengertian brand bagi sebuah sekolah adalah sebuah hal atau
ingatan yang melekat dari masyarakat mengenai sebuah sekolah swasta. Bisa dari
seragam yang dirancang dengan baik, warna gedung dan logo yang unik, sampai ke
mutu lulusan yang dihasilkan.

2. Sekolah fokus untuk meningkatkan standar akademis.


Sebuah sekolah terasa kemajuannya jika punya standar akademis yang dirumuskan
bersama. Banyak sekolah yang terjebak ingin meniru keberhasilan sekolah lain dalam
memajukan sekolahnya. Misalnya meniru sekolah lain yang unggul prestasi
akademisnya padahal input siswa di sekolahnya adalah anak-anak yang justru jiwa
seninya baik sekali. Jadi soal akademis, sekolah mesti sabar dan memulai semuanya
dari kondisi input siswa yang ada di sekolahnya.

3. Sekolah mengembangkan Eskul menjadi eskul yang mengembangkan potensi.


Ada dua jenis eskul, seni budaya, sport dan hobby. Silahkan sekolah pilih yang sesuai
dengan situasi dana dan sumber daya untuk dikembangkan.

4. Admin atau TU yang profesional.


Memajukan sekolah perlu sebuah sistem pendukung yang bisa membuat program-
program yang menjadi andalan sekolah bisa
diwujudkan. Untuk itu tata usaha yang jujur profesional akan memastikan program
sekolah berjalan lancar dan bisa dijadikan andalan menarik minat orang tua siswa.

Anda mungkin juga menyukai