lebih kreatif
19 MondayMAY 2014
POSTED BY NAMIN AB IBNU SOLIHIN|MOTIVATOR PENDIDIKAN KREATIF IN DUNIA PENDIDIKAN, KISAH INSPIRATIF, MENGAJAR
KREATIF, MOTIVATOR KREATIF
≈ 12 COMMENTS
Tags
5 Cara membuat Brand Sekolah, motivator guru, motivator pendidikan indinesia, sekolah dengan brand kreatif
Saya bersama siswa Sekolah Akhlak, pada sesi ujian Komperhensif Hafalan Juz 30
Motivator Pendidikan Kreatif-Sahabat sudah sekolah anda memiliki Brand yang dikenal banyak orang, lalu apa yang
orang kenal dengan sekolah anda, hal apa yang paling mengingatkan orang jika bicara tentang sekolah anda atau
jangan-jangan sekolah anda biasa-biasa saja tak perlu punya brand dan biarkan saja berjalan apa adanya secra
konvensional.
Kalau begitu begini saja, bagi yang ingin biasa-biasa saja ya silakan, saya ingin mengajak sahabat yang memiliki
keinginan untuk membangun Brand sekolah yang lebih kreatif agar sekolah menjadi lebih banyak dikenal oleh
mayasyarakat. Tentu bukan hanya dikenal tapi saya berharap sekolah yang kita bangun adalah sekolah yang memiliki
kemaslahata untuk umat, sehingga keberadaanya menjadi dibutuhkan oleh masyarakat.
Berikut ini menurut pandangan saya, membuat Brand sekolah lebih kreatif :
3. Buat Nama Brand yang menarik dan mudah di ingat usahakan dengan dua kata :
Setelah sahabat menentukan kuaitas lulusan yang di inginkan, langkah selanjutnya adalah membuat Brand Sekolah,
gunakanlah kalimat yang populer tapi belum banyak digunakan oleh sekolah lain serta mencerminkan kualitas lulusan
yang di nginkan serta sesuai denga budaya sekolah dalam kehidupan sehari-hari. contoh Brand Sekolah sebagai berikut
: Sekolah Kreatif (sudah banyak yang pake), creative school (sudah banyak yang pake juga) Sekolah Akhlak (Ini
Brand sekolah saya, coba anda ketik di google), Sekolah Alam (Memiliki jaringan luas) Sekolah Tangguh, Sekolah
Cerdas, Sekolah Hebat, Sekolah Inspiratif, Sekolah Unggulan,Sekolah Hijau dan lain-lain kalimat yang populis atau
mungkin kalimat yang unik, silakan saja dibuat.
5. Kepala Sekolah dan Tim Pendidik yang lain jadilah teladan utama dalam merealisasikan Brand Sekolah :
Saya sangat yakin sebuah Brand Sekolah hanya akan bisa berhasil dilaksankan jika ada keteladan dari pihak-pihak
terkait dalam lingkungan sekolah terutama kepala sekolah dan guru. Contoh jika sekolah anda Brandnya adalah
Sekolah Kreatif, maka yang pertama harus memilki kreativitas dalam segala hal adalah kepala sekoalhnya, misalnya
melakukan pembelajaran kreatif, membuat kegiatan kreatif, membuat bahan ajar kreatif dan sebagainya.
Gimana kira-kira menurut sahabat kira-kira bisa dilakukan tidak? saya yakin bisa, jika ingin berkomunikasi untuk
membicarakan Brand Sekolah jagan ragu untuk menghubungi saya. Terimakasih semoga bermanfaat.
Membangun Brand Sekolah ( 1 )
5 AGUSTUS 2012
tags: brand, marketing sekolah, membangun brand
Persaingan mendapatkan murid baru di antara sekolah-sekolah
yang ada cukup sengit. Berbagai strategi dan cara dilakukan untuk
mendapatkan murid. Ada yang menggunakan strategi dan cara yang
elegan, seperti melakukan promosi di media massa dan presentasi
ke sekolah-sekolah yang dijadikan pangsa pasarnya. Namun, ada
pula yang menggunakan cara-cara yang tidak etis, misalnya dengan
menjelek-jelekkan sekolah lain yang dianggap sebagai kompetitor
atau membujuk calon murid yang telah mendaftar di sekolah
lain.Sebagaimana dalam kompetisi yang lain, kompetisi
mendapatkan murid baru juga menghasilkan pemenang dan
pecundang. Ada sekolah-sekolah yang kebanjiran calon murid baru.
Mereka ini sudah menutup pendaftaran murid baru di saat
sekolah lain baru mulai buka. Sebaliknya, ada juga sekolah yang
begitu sulit mendapatkan murid, sehingga sampai dimulainya tahun
ajaran baru pun mereka belum mendapatkan cukup murid baru,
hatta cuma setengah kelas.Salah satu kepala sekolah SMU swasta
mengeluh kepada saya perihal sulitnya mendapatkan murid baru
bagi sekolahnya. Padahal berbagai upaya telah dilakukan, termasuk
berpromosi secara maksimal.Setiap tahun ia menggelontorkan uang
relatif besar untuk aktivitas promosi. Mulai untuk biaya presentasi,
cetak brosur, pembuatan dan perijinan baliho, serta biaya iklan di
media cetak dan elektronik. Namun, perolehan murid barunya
setiap tahun terus menurun. Beliau memprediksi, jika keadaan
seperti ini berlangsung terus, kemungkinan paling lama tiga tahun
lagi sekolahnya akan tutup, lantaran tidak mampu
membiayai operasionalnya.Dari pembicaraan berikutnya, penulis
prihatin karena cara berpromosi beliau tanpa strategi yang jelas.
Cara berpromosi yang dilakukan hanyalah meniru-niru sekolah lain.
Jika sekolah lain melakukan presentasi, maka sekolahnya juga
melakukan presentasi; kalau sekolah lain pasang iklan di koran, ia
pun beriklan di koran; dan seterusnya. Dan yang sangat fatal, beliau
beranggapan aktivitas berpromosi hanya dilakukan selama masa
PMB ( penerimaan murid baru ) saja. Di luar masa PMB, tidak ada
aktivitas promosi.Brand atau Merek Sebagai Jembatan
Dalam membeli produk, konsumen biasanya sudah memiliki
kecenderungan terhadap merek tertentu. Misalnya dalam membeli
televisi, ada keluarga yang lebih menyukai merek Sony,sementara
lainnya lebih menyukai Toshiba. Dan biasanya kecenderungan
demikian bisa turun-temurun. Anak-anak dari keluarga tersebut
cenderung memilih merek yang telah dipilih pendahulu mereka.
Dari ilustrasi di atas terlihat bahwa konsumen membeli suatu
produk sebagian besar bukan karena produk itu sendiri, tetapi
karena merek atau brand. Salah satu keluarga di atas memilih
merek Sony karena yakin merek tersebut ‘menjamin’
jika keinginan atau kebutuhan mereka akan terpenuhi. Misalkan
televisi merek Sony pasti awet, gambar dan audionya jernih,
layanan purna jualnya bagus dan lain-lain.
Kalau kita tanya, bagaimana mereka tahu jika produk televisi yang
akan mereka beli berkualitas seperti itu ? Mereka kan belum
melihatnya ?
Yah, itulah kekuatan sebuah brand atau merek. Sebagian besar
konsumen membeli produk bukan karena produk itu sendiri, tetapi
karena kekuatan brand. Di kalangan marketing, ungkapan
Shakespiere ‘apalah arti sebuah nama’ tidak berlaku. Bagi marketer
brand adalah amat penting, karena di dalam sebuah brand terdapat
berbagai atribut atau identitas. Dalam contoh di atas, atribut yang
dimaksud. Misalkan awet, gambarnya jernih, suaranya bagus, dan
lain-lain.
Atribut-atribut yang melekat pada sebuah brand bukanlah tercipta
secara kebetulan. Kalau televisi Sony dipersepsi pelanggannya
sebagai televisi yang tahan lama, bergambar dan beraudio jernih,
serta memiliki layanan after sale yang bagus bukanlah tercipta
dengan sendirinya. Atribut-atribut tersebut merupakan hasil
rancangan atau strategi pemilik brand untuk ‘ditempatkan’ dalam
benak konsumen.
Dengan demikian bisa dikatakan brand merupakan jembatan antara
produsen dan konsumen. Melalui brand produsen melekatkan janji-
janjinya kepada konsumen. Sudah barang tentu janji-janji ini
adalah kualitas-kualitas untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan
pelanggannya. Setelah itu, dirancanglah strategi untuk
menanamkan atribut-atribut tersebut ke dalam benak konsumen.
Dari sinilah persepsi pelanggan terhadap sebuah merek terbentuk.
Brand Sekolah
Seperti brand pada produk, brand sekolah juga memiliki peranan
sangat penting dalam memikat konsumennya (murid dan orangtua
murid). Sekolah-sekolah yang laris manis pasti dipersepsi positif
oleh masyarakat pelanggannya. Sekolah-sekolah demikian biasanya
memiliki atribut sebagai sekolah yang modern, fasilitasnya lengkap,
gurunya profesional, disiplin, dan dengan prestasi segudang.
Atribut-atribut seperti ini sangat dibutuhkan masyarakat karena
mereka berpandangan hanya sekolah dengan atribut seperti itulah
yang akan melahirkan manusia-manusia cerdas, berdedikasi tinggi
dan memiliki masa depan cemerlang.
Sekolah-sekolah yang mendapat ‘cap’ seperti itu biasanya relatif
terbebas dari pertarungan yang berdarah-darah dalam mencari
murid baru. Selain itu, ketika sekolah lain selalu mewaspadai biaya
yang dikenakan kepada murid (price taker), sekolah ini dengan
bebas menetapkan harganya. Tidak pernah takut dinilai kemahalan.
Mereka telah menjadi ‘price maker’.
Namun, posisi seperti itu, ketika brand-nya relatif kuat, bukan
berarti sudah terlepas dari bahaya persaingan yang ganas.
Kompetitor-kompetitor lainnya selalu mengintai untuk menggeser
kedudukannya.
Di kota saya pernah ada salah satu yayasan yang memiliki beberapa
lembaga pendidikan ( SMP, SMA dan SMK) yang berada dalam satu
lokasi. Yayasan tersebut merupakan bagian dari ormas agama.
Pengelola lembaga pendidikannya pandai membaca moment yang
ada di masyarakat. Saat itu, sebagian besar masyarakat merasa
khawatir melihat pergaulan remaja yang semakin bebas. Maka, para
orangtua berniat menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah yang
bernuansa agamis.
Dengan menyadari keinginan masyarakat seperti itu, maka
lembaga-lembaga pendidikannya menonjolkan kegiatan-kegiatan
yang sarat dengan religiousitas. Berbondong-bondonglah
masyarakat menyekolahkan anaknya ke situ. Dengan harapan,
anak-anak mereka akan tersentuh pendidikan agama yang memadai
sehingga tidak mudah terombang-ambing zaman.
Namun sayang, puncak kejayaan itu tidak berlangsung lama. Faktor
habisnya kejayaan tersebut antara lain :
1. Mereka merasa puas dengan inovasi tersebut sehingga setelah
beberapa tahun dirasa tidak perlu membuat inovasi lainnya,
padahal kebutuhan dan keinginan masyarakat akan sekolahan yang
dianggap baik mulai mengalami pergeseran.
2. Setiap ada inovasi yang bisa diterima pasar pasti segera diserbu
follower. Begitu juga dengan kesuksesan membuat acara-acara yang
bersifat religious, sebentar saja sudah diikuti oleh kompetitornya.
Jika sudah demikian, inovasi yang sebelumnya dielu-elukan, kini
menjadi biasa atau standar-standar saja. Akibatnya, dianggap sudah
tidak memiliki nilai lebih lagi.
3.Tidak mampu memenuhi janji dari Branding yang dilakukan.
Dengan mengadakan aktivitas-aktivitas yang bersifat religious,
secara tidak langsung, menjanjikan kepada masyarakat bahwa
sekolah tersebut akan membuat murid-muridnya menjadi insan-
insan berakhlak mulia. Tapi kenyataannya tidak demikian. Murid
laki-lakinya suka tawuran, dan murid perempuan banyak yang
mendapat stigma sebagai ‘gadis bawaan’ yang bisa ,maaf, di-
booking siapa saja. Asal harganya cocok.
Karena keteledoran pengelola sekolah, brand yang dengan susah
payah dibangun menjadi hancur berkeping-keping dalam waktu
singkat. Puluhan kelas yang dulu dibangun dengan penuh
kebanggaan dan kegairahan terhadap masa depan, kini banyak yang
kosong. Setiap tahun, kelas yang kosong terus bertambah.
Dari gambaran di atas, yang dimaksud membangun brand bukan
sekadar pencitraan yang hanya dilakukan di awal aktivitas
membangun brand saja. Pembangunan brand merupakan program
yang berkelanjutan sepanjang sebuah institusi hidup.
Banyak cara untuk meraih kepercayaan masyarakat. Cara yang paling mudah adalah
dengan promosi besar-besaran atau minta di ‘endorse’ oleh tokoh pendidikan terkenal.
Apalagi jika sekolah ada dana, boleh saja sekolah terus membangun agar masyarakat
percaya.
Cara tadi boleh boleh saja, dan ada lagi cara yang lebih tahan lama untuk memajukan
sekolah sekaligus meraih kepercayaan masyarakat. Tulisan ini akan membahas
mengenai cara tahan lama untuk memajukan sekolah swasta.