Anda di halaman 1dari 8

ODONTOLOGI FORENSIK

ASPEK HUKUM ODONTOLOGI FORENSIK


Saksi Ahli
Berdasarkan pasal 184 KUHAP ayat (1), keterangan ahli yang diberikan oleh saksi ahli di
pengadilan adalah merupakan salah satu alat bukti yang syah.
Tata cara pemanggilan saksi ahli, diatur dalam pasal 227 KUHAP
(1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang disampaikan
selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan.
(2) Petugas yang melaksanakan panggilan harus bertemu sendiri dan berbicara langsung
dengan orang yang dipanggil.
(3) Bila orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat tinggalnya atau tempat
kediamannya yang terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Desa atau
pejabat, dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat dimana
orang yang dipanggil tinggal.
Cara memberikan keterangan ahli:
pertama-tama saksi ahli melaporkan kedatangannya kepada panitera pengadilan, lalu
menunggu gilirannya untuk dipanggil memasuki ruang sidang.Di ruang sidang saksi ahli
duduk berhadapan dengan hakim, dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh jaksa,
pengacara atau terdakwa kepada saksi ahli harus melalui hakim. Semua jawaban yang
diberikan harus jelas, tidak berbelit, menggunakan bahasa Indonesia yang baik, mudah
dipahami, hati-hati, sopan, dan sesuai batas profesi. (Baheram, 1995).
Persyaratan sebagai saksi ahli:
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai seorang saksi ahli adalah (Prakoso,1987) :
1. Syarat obyektif.
a. Sehat, dewasa, tidak dibawah perwalian, sebagaimana (pasal 171 KUHAPidana
b. Tidak boleh ada hubungan keluarga dengan terdakwa, baik pertalian darah atau
karena perkawinan, dan bukan orang yang bekerja atau yang mendapat gaji dari
terdakwa (pasal 168 KUHAPidana).
2. Syarat Formil
Saksi ahli harus disumpah menurut aturan agamanya, untuk member keterangan yang
sebenarnya, sebagai-mana diatur dalam pasal 120 ayat (2) KUHAPidana, pasal 179 ayat
(2) KUHAPidana
Kewajiban saksi ahli :
a. Didasarkan pasal 159 ayat (2) KUHAPidana saksi ahli wajib menghadap ke persidangan
setelah dipanggil dengan patut.
b. Didasarkan pasal 160 KUHA Pidana, saksi ahli wajib ber-sumpah menurut agamanya
untuk memberi keterangan yang sebenarnya.
Hak sebagai saksi ahli :
Didasarkan pasal 229 KUHAP, saksi ahli yang telah hadir berhak mendapat
penggantian biaya menurut Undang-undang yang berlaku
Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan
tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan
tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

PERAN DOKTER GIGI DALAM ODONTOLOGI FORENSIK


Tugas dokter gigi dalam lingkup forensik adalah melakukan pemeriksaan terhadap keadaan
mulut dan gigi dan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan mulut dan gigi, contohnya
memeriksa bekas gigitan. Oleh sebab itu seorang dokter gigi dapat dilibatkan dalam
pembuatan Visum et Repertum oleh dokter pembuat Visum et Repertum sebagai konsultan
untuk memeriksa keadaan mulut dan geligi korban, karena dokter gigi tidak memiliki
wewenang khusus untuk membuat Visum et Repertum.Walaupun demikian, dokter gigi
dapat membuat berbagai hasil pemeriksaan yang kedudukannya setara dengan Visum et
Repertum tetapi tidak dengan judul Visum et Repertum.

Keterlibatan dokter gigi sehubungan dengan Kedokteran Gigi Forensik dapat dibagi menjadi
3 bidang (Cameron dan Sims, 1973) yaitu :
a. Perdata noncriminal
b. Kriminal
c. Penelitian

Fotografi forensik dapat diambil sesaat setelah korban meninggal dunia di tempat kejadian
perkara (TKP), yaitu tergolong post mortem. Fotografi ante mortem juga dapat didapat pada
saat korban tersebut masih hidup berupa gambaran mengenai wajah, kepala, dan gigi geligi
korban.
Bukti bukti yang dapat dikumpulkan dapat berupa jejas gigit, bekas kekerasan berupa luka
dan lebam di kulit, serta apapun yang dapat membantu proses penyidikan berlangsung.

Salah satu cara identifikasi jenis kelamin manusia pada pemeriksaan forensik, khususnya
forensik dental, dilakukan melalui pemeriksaan gigi-geligi, tulang rahang, dan antropologi
ragawi. Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi dapat dilakukan pada berbagai kondisi
mayat, misal: terbakar, tenggelam, dll (masih ada jaringan ikatnya). Sedangkan identifikasi
jenis kelamin melalui tulang rahang dan antropologi ragawi akan sangat akurat apabila
mayat korban telah menjadi tengkorak, misal: korban ditemukan bertahun-tahun dari waktu
kejadian, identifikasi bongkar kubur, dll (sudah tidak ada jaringan ikatnya).
Gigi-geligi Wanita Pria
Outline bentuk gigi Relatif lebih kecil Relatif lebih besar
Lapisan email dan dentin Relatif lebih tipis Relatif lebih tebal
Bentuk lengkung gigi Cenderung oval Tapered
Ukuran cervico-incisal, mesio- Lebih kecil Lebih besar
distal caninus bawah
Outline incisive pertama atas Lebih bulat Lebih persegi
Lengkung gigi Relatif lebih kecil Relatif lebih besar

REKAM MEDIK DVI

a. Identifikasi dental dengan membandingkan data post mortem dan antemortem


Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan antara dua data
gigi yang diperoleh dari pemeriksaan gigi orang atau jenazah tak dikenal (data
postmortem) dengan data gigi yang pernah dibuat sebelumnya dari orang yang
diperkirakan (data antemortem).

Data gigi yang pernah dibuat sebelumnya (data antemortem) merupakan syarat utama
untuk melakukan identifikasi dengan cara perbandingan ini.

Pemeriksaan gigi post-mortem;


o Gigi yang ada dan yang tidak ada. Bekas gigi yang tidak ada apakah baru atau
lama
o Gigi yang ditambal, jenis bahan dan klasifikasi tambalannya
o Anomali bentuk dan posisi gigi
o Karies atau kerusakan gigi yang ada
o Jenis dan bahan restorasi, perawatan rtehabilitasi yang mungkin ada; crown,
bridge, basis orthodonti, gigi protesa, dsb.
o Atrisi atau keausan yang sebanding dengan usia
o Gigi M3 sudah tumbuh atau belum
o Lain-lain; cirri-ciri populasi dan geografis

 Pemeriksaan data antemortem


Data antemortem biasanya didapat dari kepolisian, coroner dan medical examiner.
Data-data antemortem tersebut antara lain berupa;
o Dental record; keterangan tertulis berupa odontogram atau catatan keadaan gigi
pada pemeriksaan, pengobatan atau perawatan gigi
o Foto Roentgen gigi
o Cetakan gigi
o Prothesis gigi atau alat orthodonsi
o Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi
o Keterangan atau pernyataan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah,dsb.
Data-data tersebut didapat dari prakter dokter gigi, rumah sakit, instansi-instansi
pelayanan kesehatan gigi, lembaga/pusat pendidikan kedokteran gigi ataupuin
keluarga. Data ante mortem harus memenuhi keakuratan untuk dapat
dibandingkan dengan data hasil pemeriksaan orang tak dikenal yang akan
diidentifikasi; kelengkapan atau kesempurnaan catatan data, kejelasan data untuk
diinterpretasikan dan criteria yang sama untuk diperbandingkan.

 Perbandingan data antemortem dan postmortem

Identifikasi dengan cara membandingkan data ini akan dapat member hasil
identifikasi hingga tingkat individual,dapat menunjuk siapa orang yang diidentifikasi
tersebut.Dengan cara membandingkan data akan diperoleh 1 dari 4 situasi berikut ini;
o Identifikasi positive; item/bahan perbandingan antemortem dan postmortem
memiliki databavffffffffffffffffffffffffffse khas dan tidak terdapat perbedaan
hasil observasi
o Identifikasi kemungkinan; adamya kesamaan antara item/bahan perbandingan
antemortem dan postmortem. Namun beberapa informasi hilang atau kualitas
item yang buruk sehingga tidak bisa dikembangkan menjadi positive
identification
o Bahan bukti identifikasi tidak cukup ; bahan bukti penunjang tidak cukup
tersedia untuk perbandingan dan identifikasi definitive namun identitas korban
tidak ditemukan
o Eksklusi; bahan/bukti antemortem dan post-mortem sepenuhnya tidak sesuai

 Kekurangan dari pemakaian metode perbandingan data ante mortem dan post
mortem ini adalah
o sering dijumpai kesulitan untuk mendapatkan data antemortem; belum semua
orang memiliki arsip data gigi dengan baik dan eadaan gigi setiap orang dapat
berubah karena proses tumbuh kembang, kerusakan dan perawatan
o Kualitas evidence yang diberikan, seringkali hanya terdapat fragment rahang
untuk diidentifikasi
o Restorasi gigi dapat terlepas atau meleleh pada suhu tinggi. Acrilic meleleh
dibawah suhu 540C, emas dan amalgam meleleh dibawah suhu 870C dan
porselen meleleh di bawah temperature 1100 C. Terkadang temperature
ekstrem jugamengakibatkan gigi exploded atau shrunken (menyusut)

RAHASIA KEDOKTERAN
Dokter gigi dapat membuka kerahasiaan pasien bila :
1. Ada perintah dari hakim, sesuai pasal 180 ayat (1) KUHAPidana.
2. Ada permintaan tertulis dari penyidik, sesuai pasal 133 KUHAPidana.
3. Untuk melaksanakan perintah atasan, sesuai pasal 51 KUHP, contohnya dokter militer.
4. Untuk melaksanakan ketentuan U ndang Undang, sesuai p asal 50 KUHPidana.
5. Kasus yang dihadapi menyangkut kepentingan umum yang membahayakan ketertiban
umum, dimana pendapat dan keterangan yang diberikan dokter dapat memberi nilai
bagi proses keadilan.

PERAN RADIOLOGI KEDOKTERAN FORENSIK


Dalam ilmu kedokteran dan kedokteran gigi forensik, radiografi berfungsi untuk melihat dan
memantapkan rekonstruksi yang telah dilakukan pada temuan-temuan organ tubuh
manusia apabila terpecah-pecah atau patah-patah.

Dalam merekonstruksi, hal yang dilakukan, yaitu:


- pertama kali adalah merekonstruksi gigi geligi ke dalam soket tulang alveolar dan
akurasinya harus dilakukan dengan roentgenografi periapikal. Apabila seluruh akar pas
tertanam ke dalam soket tulang alveolar, maka rekonstruksinya telah benar. Akan tetapi
bila hanya servikal saja yang pas pada soket tulang alveolar, sedangkan ujung akarnya
pada roentgenogram terlihat mengambang maka rekonstruksi ini tidak tepat dan harus
dilakukan rekonstruksi dengan gigi lain.
- Kemudian, setelah hasil rekonstruksi gigi geligi rahang atas maupun bawah selesai maka
dilakukan rekonstruksi tulang rahang. Apabila tidak ditemukan pecahan-pecahan tulang
rahang maka haruslah dilakukan rekonstruksi dengan menggunakan wax atau bubur
koran bekas dengan menggunakan perekat sagu yang dijadikan satu drum
penampungan koran bekas, setelah mongering penyambungan region-regio tulang
rahang yang hilang maka dengan menggunakan cutter dan amplas dibentuk anatomi
dari rahang-rahang tersebut. Apabila tidak ditemukan processus condyloideus maupun
processus coronoideus maka harus dilakukan pembentukan processus tersebut dengan
menggunakan wax atau lumatan koran bekas tersebut.
- Setelah rekonstruksi gigi selesai dan tulang rahang selesai maka dicekatkan ke tulang
tengkorak, kemudian dilakukan pula rekonstruksi tulang-tulang muka (tulang
facial).Rekonstruksi wajah yang dilakukan tersebut penting dilakukan untuk
mengidentifikasi wajah dan tulang kepala dalam membentuk sketsa korban yang
lengkap. Setelah wajah selesai direkonstruksi, harus dilakukan roentgenografi proyeksi
posterior anterior, lateral tulang tengkorak, lateral tulang muka, dan panoramik.

a. Karakteristik gigi pada orang dengan ras Kaukasoid


- Permukaan palatal gigi insisivus rahang atas rata atau tidak terdapat singulum
- Sering terjadi crowding
- Jarak buko-palatal gigi P2 RA lebih kecil daripada jarak mesio-distalnya
- Pada M1 RA sering ditemukan cusp of carrabeli
- Gigi M1 RB lebih panjang (oklusal-apikal) dan tapered
- Terdapat dua pit (pit distal dan pit mesial) pada gigi M 1 RB
- Lengkung rahang sempit

b. Karakteristik gigi pada orang dengan ras Mongoloid


- Gigi insisivus mengalami perkembangan penuh pada permukaan palatal sehingga
singulum terlihat jelas (shovel shaped incisor)
- Terdapat tiga (pit mesial, pit sentral, dan pit distal) pada gigi M1 RB
- Bentuk gigi molar: segiempat dominan

c. Karakteristik gigi pada orang dengan ras Negroid


- Memiliki kecenderungan untuk terjadi bimaxillary protrusion
- Gigi insisivus tidak memiliki singulum tetapi hanya terdapat lekuk kecil saja
- Akar P1 dan P2 rahang atasa cenderung membelah atau terdapat trifukarsi
- Premolar 1 rahang atas memiliki dua atau tiga cusps
- Bentuk gigi molar: segiempat membulat
- Sering dijumpai molar ke-4 (paramolar)
- Bentuk fisur gigi molar 1 rahang bawah seperti sarang laba-laba

Identifikasi umur melalui gigi tetap menurut metode Gusstafson


Menurut Gusstafson (1996), identifikasi umur dari gigi tetap terdapat 6 kriteria yang disebut
sebagai “Six Changes Of The Physiological Age – Process in Teeth”. Keenam kriteria tsb
antara lain.
1. The Degree Of Attrition
Yang dimaksud adalah derajat atau keparahan dari atrisi/aus nya permukaan kunyah gigi
baik incisal maupun oklusal sesuai dengan penggunaannya. Makin usia lanjut maka
derajat atrisinya makin parah.
2. Altertion in the level of the gingival attachment
Perubahan fisiologis akibat penggunaan gigi dari epitel attachment ditandai dengan
turunnya atau dalamnya sulkus gingiva yang melebihi 2 milimeter bahkan usia lanjut,
gingival attachment turun ke arah akar gigi sehingga terlihat seakan-akan mahkota lebih
panjang.
3. The Amount of Secondary Dentin
Pembentukan sekunder dentin oleh karena penggunaan gigi atau atrisi dari permukaan
oklusi yang biasanya berbentuk di atas atap pulpa sehingga makin usia lanjut secara
roentgenografis terlihat seakan-akan pulpa jadi sempit karena sekunder dentinnya
makin tebal. Menurut Yeager 1963, pembentukan sekunder dentin merupakan
penyempurnaan pembentukan repratif dentin yang mempunyai estimasi kurang lebih 4-
5 micron per hari. Menurut James 1958, bahwa ditemukannya kalsifikasi yang merata
pada jaringan atap pulpa gigi-geligi atap permanen sebagai reaksi traumatik oklusi.
4. The Thickness Of Cementum Around The Root
Dengan bertambahnya usia maka akan bertambahnya tebal jaringan cementum pada
akar gigi. Pembentukan ini oleh karena perlekatan serat-serat periodontal dengan
aposisi yang terus menerus dari gigi tsb selama hidup merupakan faktor penting yang
sangat mempengaruhi.
5. Transluecency Of The Root
Bertambahnya usia terjadilah proses kristalisasi dari bahan-bahan mineral akar gigi
hingga jaringan dentin pada akar gigi berangsur-angsur mulai dari akar gigi ke arah
cervikal menjadi transparan. Translusensi dentin ini dimulai pada dekade ketiga dari
tebal tubular dentin 5 milimicron sehingga pada usia 50 tahun tebal tubular dentin
hanya 2 micron hingga pada usia 70 tahun tebal tubular dentin tinggal 1 micron.
6. Root Resorption
Resorpsi akar gigi tetap akibat tekanan fisiologis dengan bertambahnya umur. Mili demi
mili diukur olehnya dalam penentuan umur akibat penggunaan gigi.

VISUM ET REPERTUM
1. Visum et Repertum terbagi dalam 5 bagian:
Pembukaan:
- Kata “Pro Justisia” artinya untuk peradilan
- Tidak dikenakan materai
- Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
- Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu
Letnan Dua)
- Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
- identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
- Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
- Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi
- Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)
- Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan
diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan
pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis (poin 3)
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN no.
350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran
tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.

STRUKTUR DAN ISI VeR


Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan II FK UR, September 2008
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari
satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya
berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum
masing-masing asli
k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

Anda mungkin juga menyukai